OPINI

Angkatan Kerja di Sulut Capai 1,21 Juta Orang

Manado, FNN - Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja di daerah tersebut mencapai 1,21 juta orang tahun 2021.\"Yang bekerja ada sebanyak 1,13 juta orang,\" sebut Gubernur Olly di Manado, Selasa.Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), kata dia, sebesar 7,06 persen, turun 0,31 persen poin bila dibandingkan dengan Agustus 2020, sedangkanTingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 62,15 persen, turun 1,27 persen poin dari Agustus 2020.\"Masih terdapat perbedaan TPAK laki-laki dan perempuan, bahkan TPAK perempuan tercatat mengalami penurunan 0,96 persen poin dalam setahun terakhir,\" jelasnya.Dia menambahkan, sebanyak 683,93 ribu orang (60,70 persen) bekerja di kegiatan informal, turun sebesar 0,32 persen dibandingkan dengan Agustus 2020.Dalam setahun terakhir, persentase pekerja setengah pengangguran turun sebesar 2,25 persen poin, namun persentase pekerja paruh waktu naik sebesar 1,68 persen poin, terdapat 203,70 ribu orang yang terdampak COVID-19 atau sebesar 10,44 persen.Angka tersebut terdiri dari pengangguran karena COVID-19 (14,22 ribu orang), bukan angkatan kerja karena COVID-19 (8,85 ribu orang), sementara tidak bekerja karena COVID-19 (9,83 ribu orang), dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena COVID-19 (170,80 ribu orang).Penduduk usia kerja merupakan semua orang yang berumur 15 tahun ke atas dan pada usia ini memiliki potensi untuk masuk ke angkatan kerja dan pasar kerja.\"Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, penduduk usia 15 tahun ke atas di Provinsi Sulawesi Utara pada Agustus 2020 meningkat menjadi 1,93 juta atau naik 19,9 ribu orang dibandingkan Agustus 2019,\" katanya.Dari sejumlah penduduk usia kerja tersebut, 63,42 persen atau 1,23 juta orang merupakan angkatan kerja, terdiri dari 1,13 juta orang penduduk bekerja dan 90,25 ribu orang pengangguran. (mth)

Menjawab Dahlan Iskan

Yang jelas, jangankan menyetujui presiden tiga periode, urusan calon presiden saja DPD tidak setuju, agar yang tampil tidak yang itu-itu saja; agar oligarki sulit mekar; agar hak memilih dan dipilih tidak diamputasi. Oleh: Tamsil Linrung, Ketua Kelompok DPD di MPR AWALNYA diduga cek ombak. Tetapi makin ke sini wacana presiden tiga periode makin menguat. Kemunculannya acak, sulit ditebak, namun selalu terpental lalu hilang bersama angin.  Lalu muncul lagi. Muncul lagi. Belakangan, ritmenya semakin sering. Mungkin sang komposer mengatur demikian. Itu kalau komposernya memang ada. Si pengatur ritme ini barangkali berpikir, orkestrasi politik adalah soal manajemen isu dan timing. Bila didendangkan terus-menerus, iramanya diatur, syairnya menggoda, boleh jadi publik Indonesia akan terbiasa.  Apalagi, ada tukang survei yang mendeteksi penonton senang. Pelan tapi pasti, masyarakat dipikirnya akan berpikir-berpikir. Lalu merasa membutuhkan.  Lalu menerima. Eh, apa iya semudah itu? Sebentar… sebentar. Bila matematikanya sebatas politik saja, semua bisa terjadi. Tetapi, ini juga soal rasa. Rasa yang terhubung dengan siksa batin masyarakat saat harus antre panjang hanya demi seliter dua liter minyak goreng. Atau tentang pajak yang naik, yang ditemani kenaikan listrik, BBM, dan lain-lain. Bisa pula soal-soal besar seperti Bandar Udara yang menjadi bengkel, atau hal remeh namun menyiksa semacam kartu BPJS yang harus ditenteng kemana-mana. Jadi, masyarakat belum tentu senang. Bagaimana dengan elit? Nah ini dia. Ada kekhawatiran besar, celah presiden tiga periode muncul dari sana. Yang tadinya hanya cek ombak, lalu berubah menjadi ombak besar yang menggulung semuanya.  Dahlan Iskan, salah seorang yang menduga (atau sebatas mengkhawatirkan) potensi itu. Konstitusi memang mengharamkan. Tetapi konstitusi bukan kitab suci yang tidak boleh diubah. Konstitusi dibuat manusia. Kalau manusianya mau maka konstitusi bisa diubah. Kira-kira begitu kata Dahlan dalam tulisan berjudul Tiga Periode.  Kalau DPR bisa dikuasai maka perubahan konstitusi hanya menunggu waktu. Asalkan porsi bagi-baginya seimbang. Misalnya, kalau presiden tiga periode, DPR juga dijatah sama. Pun dengan gubernur, agar gejolak di daerah bisa diredam. Semua senang, semua happy. Bagaimana dengan DPD? Prinsipnya sama. Anak tiri senayan ini bahkan bisa diberi porsi tambahan selain jatah tiga periode. Bonus tersebut adalah tawaran penguatan kewenangan lembaga DPD, agar derajatnya sedikit mengimbangi saudara tuanya di kamar sebelah. DPD ikut gembira, senatornya akan puas. Sesederhana itu. Sesederhana itu? Tunggu dulu. Saya tentu tidak berhak menjawab tudingan yang dialamatkan kepada DPR dan para gubernur. Silakan tanya mereka. Namun, kekhawatiran Pak Dahlan terhadap DPD rasanya tak perlu diteruskan.  Tegasnya begini. DPD menolak wacana tiga periode, apapun alasannya, apapun iming-imingnya. Jejak digital penolakan ini mudah ditemui. Tinggal tanya mbah google, informasi pendukung dan pembanding akan disajikan. Nah, sekarang soal konsistensi sikap. Anggota DPD memang bukan malaikat yang digaransi istiqomah. Tetapi sejauh ini aura kebatinan di DPD masih mengarah ke sana dan semoga akan terus ke sana.  DPD ingin negeri ini tetap memijak konstitusinya, bukan mengikuti keinginan sekelompok orang. Nalar konstitusi benar. Kekuasaan harus dibatasi dua periode, karena lebih dari itu akan berbahaya. “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely” begitu diktum Lord Acton. Lagi pula, atas alasan apa kita  menyetujui tiga periode? Pembangunan yang telah dicapai? Yang mana ya? Kembali ke laptop.  Wahai Pak Dahlan, duhai pembaca sekalian. Saya laporkan, psikologi politik di DPD bahkan lebih dari itu. Baru-baru ini, DPD mengajukan usul revisi UU Pemilu terkait Presidential Threshold dari 20 persen menjadi nol persen. Namun, usul ini ditolak oleh DPR dan Pemerintah.  Tapi kami tak kehabisan langkah. 18 Februari 2022 lalu, melalui Sidang Paripurna ke-8, Anggota dan Pimpinan DPD sepakat menempuh jalur konstitusional lain, yakni uji materi pasal 222 UU Pemilu.  Ya, DPD secara lembaga akan bertarung dalil di Mahkamah Konstitusi. Sebelumnya, saya dua puluh tiga orang anggota DPD telah mendaftarkan gugatan secara personal. Langkah ini barangkali menjadi sejarah pertama di dunia. Lho, pembuat UU kok menggugat UU…  Sudahlah. Itu soal lain.  Yang jelas, jangankan menyetujui presiden tiga periode, urusan calon presiden saja DPD tidak setuju, agar yang tampil tidak yang itu-itu saja; agar oligarki sulit mekar; agar hak memilih dan dipilih tidak diamputasi. Sekarang, kita buka-bukaan saja. Samar-samar, gosip politik memenuhi udara. DPD melakukan itu karena unsurnya ada yang ingin menjadi calon presiden. Benarkah? Bisa benar, bisa tidak. Tapi masalahnya tidak terletak di sana. Masalahnya adalah soal aturan perundang-undangan yang bertentangan dengan semangat konstitusi. Apakah perjuangan DPD melawan aturan itu harus dihentikan karena gosip ini? Bukankah nyapres adalah hak semua warga negara yang merasa mampu dan terpanggil?  Lagipula, kalau saya atau anggota DPD lain lolos nyapres, kan belum tentu terpilih juga? Namun, dari sikap DPD ini, setidaknya dua hal menjadi terang: Satu, DPD menolak wacana tiga periode. Dua, DPD menolak presidential threshold. Apapun itu, terima kasih telah mengingatkan kami, Pak Dahlan. Anda bukan orang sembarangan. Rekam jejak Anda jelas dan terukur. Kekhawatiran Anda layak menjadi kekhawatiran kami. Mohon, jangan merasa telah dikunci mati. (*)  

Menghidupkan Perlawanan Dalam Kekuatan Spiritual

Oleh: Yusuf Blegur, Mantan Presidium GMNI Rakyat Indonesia dan umat Islam, berhentilah menikmati kesengsaraan dan penderitaan hidup. Kekerasan, pemenjaraan dan bahkan pembunuhan, bukan lagi sekedar bentuk kedzoliman penguasa yang harus dilawan. Lebih dari itu menjadi tanggungjawab kemanusiaan sebagaimana amanat  dari keyakinan spritualitas dan keagamaan. Seandainya saja penggunaan kekuatan dan memaksakannya pada orang lain dapat menjadikan seseorang atau sekelompok tertentu merasa hebat dan luar biasa. Pemikiran dan tindakan yang seperti itu merupakan kesalahan besar dan menunjukkan  kelemahan sejatinya. Tentu saja, kekuasaan yang menggunakan kekerasan, pemenjaraan dan pembunuhan sekalipun, sesungguhnya tidak akan membuat pelakunya dapat merendahkan, melemahkan dan melenyapkan semangat perlawanan yang ditimbulkannya. Pelakunya secara perorangan ataupun berkelompok, betapapun terorganisir dan sistematik, tak akan menjadikannya sebagai suatu kejayaan atau superior atas yang lain, apalagi untuk selama-selamanya.   Sejarah akan selalu dikenang, dipelajari dan diambil hikmahnya. Bahwasanya di dunia ini menegaskan kejahatan tetaplah merupakan kejahatan dan kebenaran tetaplah kebenaran. Keduanya sesuatu yang terpisah yang tidak bisa dicampuradukkan satu sama lainnya. Dalam banyak peradaban manusia, keduanya justru saling berhadapan, bertentangan dan menjadi konflik yang selalu mengiringi perjalanan hidup manusia. Dunia tidak akan bisa menghapuskan hikayat perjuangan Islam dengan perjuangan para Nabi dan Rasul yang menegakkan kebenaran dan memerangi yang munkar seperti yang digambarkan Al Quran sebagai petunjuk dan pembeda. Islam dengan Al Quran dan sunah menjadi salah satu kiblat yang menuntun kehidupan manusia secara integral dan komprehensif termasuk dalam menyikapi soal-soal yang hak dan batil dalam kehidupan umat  manusia. Begitupun setelah masa itu, dunia terus diselimuti konflik dimana pertarungan kebenaran dan kejahatan masih berlangsung hingga saat ini. Jejak dan lembaran catatan tragedi saat manusia bergumul diantara kebenaran dan kejahatan itu, masih tersimpan meski dunia memasuki era modern. Dalam buku dan pesan moral, nilai-nilai dan etika sosial bahkan hingga dilestarikan dalam monumen dan museum, empiris itu tetap ada menjadi sejarah dan yang dapat dipelajari generasi sekarang dan masa depan. Dalam episode panjang dan dramatis,  kehidupan umat manusia akan selalu menemui gejolak dalam interaksi dan pergaulan sesamanya. Meski ada otoritas dan regulasi yang mengatur arus kepentingan individu dan komunitas, persinggungan rawan konflik yang memunculkan hegemoni dan dominasi antara satu dengan yang lainnya, antara kelompok dan kelompok lainnya. Bahkan pada ras dan agama satu bangsa kepada  ras dan agama bangsa lainnya. Ketika itu terjadi dan memuncak,  maka realitas sosial hanya akan melahirkan pertarungan antara yang kuat dan lemah, yang menindas dan ditindas serta api semangat perlawanan kaum marginal  terhadap kekuasaan yang tak pernah padam. Kejahatan Atas Nama Negara dan Berlindung Dalam Jabatan Di manapun di belahan dunia yang lain, akan selalu ada distorsi penyelenggaraan negara. Pertumpahan darah, kebiadaban  dan tragedi kemanusiaan kerapkali mewarnai kebijakan penguasa atas rakyat yang dikendalikannya. Kenikmatan berkuasa atas kemewahan hidup yang diliputi kekayaan harta dan jabatan, melulu menghasilkan rezim korup dan represif. Mengabaikan kondisi rakyat yang dirampas kelayakan hidupnya,  dan memberangus setiap kesadaran kritis  dan upaya-upaya menentang rezim penindas. Saat negara yang dibajak dan dipakai oleh sekelompok orang dan kepentingan tertentu, seperti perzinahan politik  pejabat dan pengusaha. Maka bisa dipastikan rakyat hanya akan menjadi sapi perahan dan korban eksploitasi yang terus menerus,  hingga ketidakberdayaan dan kematian datang. Tidak ada aturan, tidak ada norma, dan tidak ada hukum yang berlaku. Hanya ada ambisi dan tujuan menguasai dunia dan menikmati sebebas-bebasnya dan selama-lamanya. Kekuasaan tirani yang otoriter dan diktator itu hanya akan menggunakan logika dan bahasa kekuasaan. Seperti telah bersekutu dengan syetan, tak ayal lagi nafsu angkara itu mewujud orang-orang seperti Firaun atau Raja Ramses,  Abu Jahal dll semasa jaman kenabian. Juga ada Mao Zedong, Joseph Stalin, Adolf  Hitler, Musolini, Pol Pot dll. yang menjadi musuh kemanusiaan di masa lalu. Tak terkecuali Indonesia sendiri, gejala itu ada dan semakin nyata menampilkan kekuasaan gelap yang menyandera negara. Terlebih selama tujuh tahun lebih, ketika rezim pemerintahan tidak sekedar korup, rakus dan bengis. Pemimpin dan pejabat  negara yang telah menjadi budak kapitalisme global, tidak hanya menyasar pada kekayaan sumber daya alam semata. Birokrat hipokrat yang fasis itu juga mulai meniadakan keberadaan dan peran agama serta melakukan pendangkalan aqidah umat Islam seraya mengumbar liberalisasi dan sekulerisasi. Kekerasan, kriminalsasi dan pembunuhan mulai marak dipertontokan secara telanjang di hadapan publik. Tidak sekedar melakukan \"shock terapy\" dalam membungkam kesadaran kritis dan perlawanan terhadap penyimpangan kebijakan aparatur pemerintahan. Rezim otoriter ini juga terang-terangan \"show of force\" kepada rakyatnya yang pemilik kadaulatan negara dan telah memberikan mandat pada begundal-begundal kekuasaan itu.  Tidak, rakyat tidak lemah dan rakyat tidak dalam ketidakberdayaan. Rakyat tidak lemah hanya karena harus berhadapan dengan uang, senjata, dan segelintir penjahat yang menguasai negara dan berlindung di balik jabatan. Perjuangan  pergerakan kemerdekaan Indonesia yang, peristiwa heroik Surabaya melawan kekuatan fasis dunia dan semua perlawanan rakyat yang dalam banyak keterbatasan itu, mampu menumbangkan kekuasaan dan rezim laknat. Rakyat diam tertindas buksn berarti   diam tak melakukan perlawanan. Betapapun kekerasan menghujam, darah telah bercucuran dan mayat bergelimpangan meregang nyawa oleh rezim lalim dan dzolim. Rakyat tak akan pernah berhenti dan lenyap kehadirannya, mati satu tumbuh seribu menyuburkan kesadaran kritis dan perlawanan. Pembangkangan, pemberontakan,  dan mungkin saja api revolusi akan menyala seiring waktu. Hanya tinggal menunggu momentum yang tepat. Rakyat Indonesia dan umat Islam tak pernah mengenal kata lemah dan kalah, hanya menunggu waktu dan melakukan konsolidasi yang mewujud \"people power\" dan aksi massa yang dahsyat. Sembari mengimani spiritualitas yang tertuang dalam Al Quran dan sunah,  yang memberi pelajaran prinsip dan mendasar tentang hakikat \"menegakkan amar ma\'ruf nahi munkar\". Dengan jihad fisabilillah umat Islam, atau dengan kata lain dalam bahasa nasionalisme dan patriotisme berupa rela berkorban demi nusa dan bangsa. Kekuatan yang bersemayam spiritualitas dan keagamaan di dalamnya,  rakyat Indonesia terbukti dan teruji  tak takut berjuang sampai titik darah penghabisan.  Tentunya, dengan kesadaran penuh, ikhtiar dan tawaqal  bahwasanya Allah aza wa jalla akan membersamai perjuangan rakyat tertindas dalam menegakkan kebenaran dan keadilan. In syaa Allah. (*)

Kemarin, Pelantikan Gubernur Lemhannas dan Kaban Pangan Nasional

Jakarta, FNN - Ragam peristiwa di Indonesia terjadi pada Senin (21/2) disiarkan ANTARA dan masih layak anda baca kembali untuk informasi pagi ini.1. Presiden Jokowi minta Basarnas perbanyak inovasiPresiden Joko Widodo meminta Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) memperbanyak inovasi dalam pemanfaatan teknologi, sehingga lebih banyak orang dapat terselamatkan dalam kondisi darurat.\"Setiap detik sangatlah berarti untuk keselamatan jiwa, untuk itu saya perlu tegaskan beberapa hal. Pertama, perbanyak inovasi dengan memanfaatkan teknologi, ini wajib,\" kata Presiden Jokowi saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Basarnas Tahun 2022 melalui konferensi video dari Istana Negara Jakarta, Senin.Selengkapnya baca disini2. Presiden Jokowi lantik Andi Widjajanto sebagai Gubernur LemhannasPresiden Joko Widodo melantik Andi Widjajanto sebagai Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas), berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 21 P Tahun 2022 tentang Pengangkatan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia tertanggal 21 Februari 2022.\"Demi Tuhan saya berjanji, bahwa saya akan setia kepada Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta akan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya demi darma bakti saya kepada bangsa dan negara,\" kata Andi saat mengucapkan janji dengan dibimbing Presiden Jokowi di Istana Negara Jakarta, Senin.Selengkapnya baca disini3. Presiden lantik Arief Prasetyo Adi jadi Kepala Badan Pangan NasionalPresiden Joko Widodo melantik Arief Prasetyo Adi sebagai Kepala Badan Pangan Nasional di Istana Negara, Senin.\"Presiden Republik Indonesia menimbang dan seterusnya, mengingat dan seterusnya, memutuskan dan menetapkan seterusnya, mengangkat Saudara Arief Prasetyo Adi sebagai Kepala Badan Pangan Nasional,\" kata Deputi Bidang Administrasi Aparatur Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Nanik Purwanti dalam Pelantikan Gubernur Lemhannas RI dan Kepala Badan Pangan Nasional, seperti dipantau secara virtual dari Jakarta, Senin.Selengkapnya baca disini4. Pengamat: Ada tiga tantangan gubernur baru LemhannasDirektur Lembaga Strategi Inteligensia Indonesia, Ridlwan Habib, mengatakan, terdapat tiga tantangan yang akan dihadapi gubernur baru Lemhannas.Ia menyatakan hal itu di Jakarta Senin, tentang Presiden Joko Widodo yang melantik Gubernur Lemhannas yang baru, Andi Widjajanto. Mantan sekretaris kabinet itu menjadi pemimpin sipil keempat di lembaga kawah candradimuka pemimpin negeri itu.Selengkapnya baca disini5. Muhaimin Iskandar dorong Pemerintah optimalkan SDM kelautanWakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Abdul Muhaimin Iskandar mendorong Pemerintah untuk mengoptimalkan sumber daya manusia (SDM) di bidang kelautan.\"Saya minta Pemerintah memberi perhatian sungguh-sungguh dalam pembangunan SDM kelautan. SDM kelautan bisa memberikan kontribusi yang nyata bagi bangsa kita,\" kata Muhaimin dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin. (sws)

Kebijakan BPJS Semau-maunya

Oleh  M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan JUAL beli tanah harus dilengkapi kartu kepesertaan BPJS Kesehatan ? Ini namanya pemaksaan. Apa relevansi antara jual beli dengan asuransi kesehatan? Dokumen terpenting dari jual beli tanah adalah bukti kepemilikan tanah dan identitas para pihak, mungkin ditambah dengan bukti penunjang seperti persetujuan istri, PBB, NPWP atau pernyataan tidak sengketa. Dilakukan di kantor PPAT/Notaris. Semua itu jelas relevan. Menambah persyaratan BPJS Kesehatan sama sekali berlebihan dan tidak relevan.  Berlakunya ketentuan melampirkan foto kopi kartu BPJS terhitung mulai tanggal 1 Maret 2022. Dasarnya adalah Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 tahun 2022 tentang Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional dan ketentuan Kementrian ATR/BPN No. HR. O2/164-400/II/2022 yang ditandatangani Dirjen PHPT Kementrian ATR/BPN. Ini namanya kebijakan semau-maunya. Promosi program BPJS yang \"nebeng\" ke urusan tanah. Mengindikasi ada lampu kuning atau merah dalam kepesertaan program BPJS Kesehatan sehingga perlu merambah ke ruang yang bukan bidangnya. Jangan jangan esok isi bensin juga harus menunjukkan kartu BPJS. Perlu diaudit kembali keadaan keuangan BPJS saat ini.  Untuk aturan yang berdampak luas dan mengikat secara umum, Pemerintah tidak boleh membuat sembarang aturan atau kebijakan. Persoalan BPJS dan implikasi kepatuhan publik harus dibuat peraturan setingkat Undang-Undang. Artinya keterlibatan \"wakil-wakil\" rakyat harus ada. Negara yang berasas demokrasi dan menghormati hak-hak asasi selayaknya memaksimalkan keterlibatan rakyat dalam menentukan kebijakan.  Optimalisasi harus sejalan dengan korelasi. Jika tidak, maka rakyat lagi yang akan dibuat sulit. Bahwa BPJS adalah program nasional jelas iya, akan tetapi memaksakannya tentu keliru. Pada pelayanan RS atau layanan kesehatan lain yang membagi dalam layanan umum dan BPJS saja telah menunjukkan bahwa pada program ini ada kebebasan untuk melakukan pilihan. Kebebasan ini menjadi hilang ketika BPJS menjadi faktor dependen pada transaksi lain. Jual beli tanah, izin usaha, dan mengurus SIM misalnya.  Pemaksaan adalah khas rezim otoriter. Penindasan merupakan karakter penguasa kolonial. Tidak semua rakyat Indonesia mampu membayar iuran BPJS Kesehatan.Tapi ia akan selalu berhadapan dengan banyak layanan publik. Jika BPJS dipaksakan maka itu sama saja dengan penindasan atau pemerasan. Sebelumnya para pekerja juga mengalami \"pemerasan\" atau \"penyanderaan\" dengan Permenaker 2 tahun 2022 dimana dana JHT baru dapat diambil pada usia 56 tahun. Inpres 1 tahun 2022 adalah kezaliman politik. Aturan ini juga merupakan kezaliman hukum. Rakyat yang memiliki \"legal standing\" dapat melakukan gugatan melalui Mahkamah Agung. Masalahnya adalah saat ini sudah terlalu banyak aturan rezim yang dibuat semau-maunya. Dan rezim itu sepertinya tidak peduli lagi dengan gugatan-gugatan. Baginya hukum telah menjadi mainan untuk memaksakan kepentingan.  Jual beli tanah dan rumah yang harus dilengkapi dengan kartu BPJS adalah satu cambukan kepada rakyat. Nampak sedang disiapkan untuk melakukan banyak cambukan dari berbagai peraturan yang membuat rakyat akan semakin tidak berdaya.  Sekurangnya 30 Kementrian siap menjadi algojo.  Rakyat ini bagai sedang berada di sebuah negara jajahan yang penjajahnya adalah bangsanya sendiri. Penjajah yang gemar dan nyaman untuk mengeksploitasi apapun yang dimiliki oleh rakyatnya itu. Tanpa rasa dosa dan bersalah. (*)

Dipecat, Dosen STIE Ekuitas Gugat Yayasan Rp50 Miliar

Bandung, FNN -  Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ekuitas (STIE Ekuitas), Agus Mulyana menggugat pengurus Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) BJB, selaku pengelola STIE Ekuitas, karena dipecat.  Gugatan telah diajukan ke Pengadilan Negeri Bandung dan perkaranya akan mulai  disidangkan pada 24 Feburari 2022.  Para tergugat yakni Ketua Umum pengurus YKP, Totong Setiawan dan Ketua II pengurus YKP, Rudi Alvin Hidayat. Selain itu turut digugat Direktur Utama Bank BJB Yuddi Renaldi  dan Direktur Operasional Bank BJB Tedi Setiawan selaku pengurus YKP. Agus Mulyana,  mantan Direktur Kepatuhan BJB, dipecat saat ia mengikuti tahapan pencalonan sebagai  anggota Komisioner Otoritas Jasa Keuangan perode 2022 – 2027. Pemecatan itu dilakukan tanpa melalui prosedur seperti pemberian Surat Peringatan (SP) pertama, kedua, dan ketiga. “Ini adalah kategori perbuatan melawan hukum atas penyalahgunaan keadaan (Misbruik Van Omstandigheden) yang dilakukan para pengurus yayasan STIE Ekuitas  terhadap Agus Mulyana, sebagai dosen tetap di institusi tersebut, ” kata Kamaludin, kuasa hukum Agus Mulyana.  Para pejabat BJB turut digugat, menurut Kamaludin,  karena mereka merupakan Pembina  YKP STIE  Ekuitas. Penggugat meminta  Pengadilan Negeri Bandung membatalkan pemberhentian Agus Mulyana sebagai dosen tetap di STIE Ekuitas dan pemulihan nama baiknya. Selain itu  tergugat diminta membayar kerugian immateral sebesar Rp50 Miliar Agus Mulyana menerima surat pemecatan pada 31 Januari 2022 dengan alasan selama mengajar sering menggunakan asisten dosen. Saat itu Agus telah lolos seleksi tahap  1 pencalonannya sebagai anggota Komisioer OJK. Kamaludin mengatakan, alasan pemecatan tidak masuk akal, Bahkan menurut dia, pemecatan itu untuk    menjegal Agus Mulyana sebagai calon Komisioner OJK . “Hal ini merupakan  upaya persekongkolan jahat  karena  ketidaksukaannya kepada penggugat,” ujar dia. Sebelum menjadi dosen di Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Ekuitas (STIE Ekuitas), Agus Mulyana pernah menjabat sebagai Plt. Dirut BJB ketika terjadi kekosongan jabatan dirut di BJB sebelum akhirnya disisi oleh Dirut Yuddi. Pada saat  Agus menjadi Plt Dirut, ia  juga menjabat sebagai Direktur Kepatuhan.  “Bagaimana Yuddi sampai pada posisi Dirut BJB saat ini, ada hal yang dikhawatirkan terbongkar jika  Agus Mulyana terpilih sebagai Komisioner OJK,” kata Kamaludin.  (***)   Dikeluarkan oleh Kantor Kuasa Hukum Kamaludin, SH.    

Rakyat Menolak UU IKN (4): Partisipasi Publik Dikerdilkan dan Dimanipulasi!

Oleh Marwan Batubara (PNKN) RENCANA pembangunan IKN baru di “Nusantara” terus dipromosikan. Dalam dua bulan ke depan seluruh peraturan “operasional” turunan UU IKN, berupa PP dan Perpres akan diselesaikan dan ditetapkan pemerintah secara sepihak dan otoriter. Padahal, seperti dijelaskan dalam tulisan ke-3 berbagai ketentuan penting dan strategis yang akan dimuat dalam PP dan Perpres tersebut, seharusnya dirumuskan dalam UU IKN, setelah dibahas oleh Pemerrintah dan DPR, termasuk harus dibukanya kesempatan untuk partispasi publik.  Dengan bekerja sepihak, penyeludupan norma-norma penting dan strategis yang sejalan dengan keinginan oligarki akan berlangsung mulus. Para oligarki bukan saja sangat berperan dalam menentukan kebijakan pemerintah. Bahkan Para *Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Yang Mulia* pun tampaknya berada di bawah kendali oligarki. Hal ini tampak saat MK sangat nyaman membuat putusan No.91/PUU-XVIII/2020 yang *sumir, memalukan dan melecehkan Pancasila*, atas gugatan Uji Formil UU Ciptaker No.11/2020. MK menyatakan UU Ciptaker *inkonstitusional.* Tetapi MK masih pula “mempersilakan” Pemerintah menjalankan UU tersebut selama dua tahun atas alasan yang dicari-cari dan irrasional!  Salah satu alasan penting mengapa MK menyatakan UU Ciptaker No.11/2020 inkonstitusional adalah karena proses pembentukannya melanggar UUD 1945 dan UU No.12/2011. MK menyatakan karena tingkat partisipasi publik dalam proses pembentukan UU Ciptaker No.11/2020 sangat minim dan informasi pun tidak terbuka pada setiap tahapan pembahasan RUU, maka MK memutuskan UU Ciptaker No.11/2020 *inkonstitusional.* Ternyata tingkat partispasi publik dan keterbukaan informasi saat pembahasan RUU IKN juga rendah. *Bahkan kondisinya lebih parah dibanding saat pembahasan RUU Ciptaker.* Sehingga, proses pembentukan UU yang bermasalah ini menjadi salah satu poin penting yang menjadi alasan mengapa PNKN mengajukan Permohonan Uji Formil UU IKN kepada MK.  Saat proses pembentukan UU IKN yang berlangsung hanya 43 hari tersebut, PNKN menemukan bahwa dari 28 tahapan/agenda pembahasan RUU IKN oleh Pansus RUU IKN DPR dan Pemerintah, hanya ada tujuh agenda yang dokumen dan informasinya dapat diakses. Sedangkan untuk 21 agenda lainnya, informasi dan dokumenya tidak dapat diakses publik. Beberapa agenda penting pembahasan RUU IKN *yang tidak dapat diikuti dan diakses publik, dan dokumen-dokumennya pun tak dapat diakses* antara lain adalah: Rapat Pansus RUU IKN membahas Rancangan Jadwal Acara dan Mekanisme Pembahasan RUU, 7 Desember 2021; Rapat Pansus RUU IKN Pemilihan dan Penetapan Pimpinan Pansus RUU, 7 Desember 2021; Rapat Pansus RUU IKN Pemilihan dan Penetapan Pimpinan Pansus, 7 Desember 2021; Pembicaraan Tingkat I, antara Pansus dengan Pemerintah dan DPD untuk Pengesahan Rancangan Jadwal Acara dan Mekanisme Pembahasan RUU, 7 Desember 2021; Penetapan Pimpinan dan Anggota Panja RUU IKN dan pembahasan jumlah DIM, pada 13 Desember 2021; Pembahasan DIM RUU, 14-15 Desember 2021; Audiensi dengan Forum Dayak Bersatu (FDB), 17 Desember 2021; Dokumen Rapat Tim Perumus RUU, pada 6, 10 dan 11 Januari 2022; Konsultasi Publik Pansus IKN dengan pakar-pakar Unmul, Unhas dan USU, 11-12 Januari 2022; Raker Pansus IKN dengan DPD RI dan Pemerintah, sejumlah menteri terkait, pada 17 Januari 2022, informasinya disembunyikan. Berbagai penyembunyian informasi dan dokumen yang harusnya terbuka untuk publik ini memberi gambaran bahwa partisipasi masyarakat yang terlibat dalam pembahasan RUU IKN sangat minim, parsial dan melanggar UU PPP No.12/20211 dan konstitusi. Rakyat justru dibatasi untuk mengikuti, apalagi jika ingin terlibat membahas dan memberi masukan. Padahal IKN merupakan wujud kebersamaan dan kesepakatan bangsa atas IKN Republik Indonesia yang seharusnya membuka partisipasi secara luas kepada berbagai pihak dari berbagai daerah, golongan, dan unsur kepentingan masyarakat lain dalam pembahasan. MK dalam Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 telah merumuskan makna partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU yaitu: _“…. masalah lain yang harus menjadi perhatian dan dipenuhi dalam pembentukan UU adalah partisipasi masyarakat. Kesempatan bagi masyarakat berpartisipasi dalam pembentukan UU sebenarnya merupakan pemenuhan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Lebih jauh lagi, partisipasi masyarakat juga dijamin sebagai hak-hak konstitusional berdasarkan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 yang memberikan kesempatan bagi warga negara untuk turut serta dalam pemerintahan dan membangun masyarakat, bangsa, dan negara. Apabila pembentukan UU dengan proses dan mekanisme yang justru menutup atau menjauhkan keterlibatan partisipasi masyarakat untuk turut serta mendiskusikan dan memperdebatkan isinya, maka dapat dikatakan pembentukan UU tersebut melanggar prinsip kedaulatan rakyat (people sovereignty)”._ Dalam Putusan No.91/2020, terkait 5 tahap pembentukan UU, MK juga menyatakan: _“…. jikalau minimal satu tahapan atau satu standar saja tidak terpenuhi dari semua tahapan atau semua standar yang ada, maka sebuah UU dapat dikatakan cacat formil dalam pembentukannya. Artinya, cacat formil UU sudah cukup dibuktikan apabila terjadi kecacatan dari semua atau beberapa tahapan atau standar dari semua tahapan atau standar sepanjang kecacatan tersebut telah dapat dijelaskan dengan argumentasi dan bukti-bukti...”._ Pada Putusan No.91/2020 tersebut, MK telah sangat rinci merumuskan model partisipasi masyarakat dalam pembentukan UU, yang apabila hal itu tidak terpenuhi dapat membuat sebuah undang-undang *cacat formil.* Kaidah-kaidah yang sangat mendasar ini tentu harus berlaku pula dalam penyusunan UU IKN.  Faktanya, dengan tidak tersedianya dokumen dan gagalnya akses publik saat pembahasan RUU IKN yang harus terbuka, terutama selama periode 7 Desember 2021 hingga 17 Januari 2022 seperti diuraikan di atas, telah nyata menunjukkan partisipasi publik sangat minim, dihambat dan sengaja dimanipulasi. Hasil pantauan, penyelidikan dan diskusi PNKN dengan berbagai pihak, memperkuat fakta-fakta tentang menipulasi porses pembentukan UU IKN tersebut! Karena itu, PNKN menyatakan pembentukan UU IKN cacat formil dan mengangkangi konstitusi, karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.  MK memang belum bersidang memutus permohonan Uji Formil UU IKN yang telah diajukan PNKN pada 2 Februari 2022 lalu. Namun, fakta lapangan menunjukkan pelanggaran hak partisipasi publik dalam proses pembentukan UU IKN lebih banyak dan rusak dibanding proses pembentukan UU Ciptaker. Padahal atas alasan partisipasi yang minim dan sengaja dihambat, MK telah memutus UU Ciptaker No.11/2020 inkonstitusional.  Karena itu, sesuai nalar masyarakat biasa dan awam hukum, *secara otomatis mestinya MK menyatakan UU IKN inkonstitusional.* Apalagi jika MK mempertimbangkan 3 atau 4 poin lain yang menjadi alasan mengapa UU IKN layak ditolak (seperti diuraikan dalam permohonan uji material PNKN 2 Februari 2022), *maka putusan atas inkonstitusionalnya UU IKN semakin kuat dan beralasan.* Publik di seantero negeri pun sudah paham tentang pelanggaran dan manipulasi ini. Mari kita tunggu, kepada siapa akhirnya MK memihak: pro konstitusi, negara dan rakyat atau pro oligarki seperti Putusan Uji Formil UU Ciptaker? [] 

“Sense of Justice”

Karenanya ketenangan, kesatuan, kenyamanan, ketentraman, dan keamanan dalam hidup kebangsaan akan tercipta ketika keadilan ditegakkan dengan komitmen dan penuh kesungguhan.  Oleh: Imam Shamsi Ali, Presiden Nusantara Foundation HILANGNYA sense of justice dalam masyarakat itulah yang menyebabkan keresahan bahkan konflik sosial. Pembangunan ekonomi yang tidak dibarengi dengan menghadirkan rasa keadilan (sense of justice) tidak akan memberikan rasa nyaman dan ikatan sosial positif (social connection) di antara anggota masyarakat. Karenanya pembangunan sebuah bangsa memerlukan kebersamaan dan keseimbangan antara \"kemakmuran dan keadilan sosial”.  Itu potongan jawaban saya terhadap sebuah pertanyaan yang disampaikan dalam acara Kajian Muallaf Ahad pagi secara virtual. Sang penanya mempertanyakan berbagai “ketidak adilan” dalam penanganan banyak hal dalam kehidupan bermasyarakat.  Keadilan (al-‘adl) memang sesuatu yang sangat esensi dan mendasar dalam kehidupan manusia. Ketika berbicara tentang relasi manusia maka penganyam dari relasi itu adalah keadilan. Ketika keadilan rapuh maka anyaman relasi dalam hidup akan rapuh dan boleh jadi ambruk. Itulah barangkali salah satu alasan kenapa sifat Allah dalam keadilan tidak berbentuk kata pelaku (faa’il). Tapi berbentuk kata benda (ism) “al-‘adl”. Seolah Allah ingin mengatakan bahwa merendahkan keadilan bermakna seolah merendahkan Allah itu sendiri.  Al-Qur’an juga menegaskan bahwa keadilan itu ditujukan untuk semua (justice for all). Bukan untuk segelintir elit yang punya daya tawar (bargaining power). Sementara mereka yang kecil dan termarjinalkan seringkali hanya menjadi mainan aturan dan ketidak keadilan.  Al-Qur’an bahkan menegaskan bahwa keadilan itu harus ditegakkan tanpa mengenal batas cinta dan benci. Jika musuh punya hak keadilan, maka keadilan harus berpihak kepada musuh.  “Jangan karena kebencian kalian kepada sebuah kaum menjadikan kalian tidak adil. Berbuat adillah karena itulah ketakwaan,” tegas Al-Qur’an.  Keadilan itulah yang menjadikan Muhammad SAW siap menegakkan hukum bahkan kepada putri tercinta jika melanggar hukum. “Kalau sekiranya Fatimah putrì Muhammad mencuri niscaya akan kupotong tangannya,” tegas beliau.  Komitmen keadilan itulah yang menjadikan Ali (karramallahu wajhah) menerima keputusan hakim yang memenangkan sang pencuri baju besinya di pengadilan. Dan komitmen yang sama yang menjadikan Khalifah Umar RA memutuskan mengajak kaum Yahudi kembali beribadah di Kota tua Jerusalem.  Komitmen keadilan inilah sesungguhnya yang menjadi cita-cita kehidupan publik (public life) manusia. Termasuk di dalamnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Wajar jika para pendiri bangsa sepakat bahwa sila penutup (kelima) dari Pancasila adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.  Seolah Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah itu akan banyak ditentukan wajahnya oleh keadilan sosial. Komitmen ketuhanan dipertanyakan ketika ketidak adilan merajalela. Demikian pula rasa kemanusiaan (sense of humanity) yang dipertanyakan ketika ketidak adilan dibiarkan. Persatuan akan tercabik dan musyawarah tak akan terwujud ketika sense of justice (rasa keadilan) tidak ada dalam kehidupan masyarakat. Karenanya ketenangan, kesatuan, kenyamanan, ketentraman, dan keamanan dalam hidup kebangsaan akan tercipta ketika keadilan ditegakkan dengan komitmen dan penuh kesungguhan.  Covid 19 banyak mengajarkan kepada kita bagaimana komitmen keadilan bisa teruji. Boleh atau tidaknya masyarakat melakukan kegiatan di masa Covid itu perlu diatur. Karena memang semua kita ingin Covid segera tertangani secara baik dan tuntas. Tapi jangan pengaturan itu dilakukan bagaikan membelah bambù. Ada yang ditekan, ada yang diangkat.  Ingat, negara hadir untuk menjamin keadilan sosial bagi seluruh, bukan segelintir, rakyat Indonesia. Karenanya kemakmuran tidak diukur oleh gedung-gedung pencakar langit. Tapi bagaimana semua orang di antara gedung-gedung itu merasakan kemakmuran bersama. Kemakmuran dan keadilan adalah dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Keduanya yang akan mengantar kepada ketentraman (peace) dan kebahagiaan (happiness) yang menjadi cita-cita hidup semua orang.  Akhirnya memang disadari, di Amerika saja perjuangan mewujudkan “justice for all” adalah proses berkelanjutan. Dan diakui hingga saat ini proses itu masih berlanjut dan kerap menjadikan gesekan sosial. Maka saudaraku di Indonesia, lanjutkan perjuangan untuk mewujudkan “keadilan sosial bagi seluruh rakyat” di negeri tercinta! Queens, 21 Februari 2022. (*)     

Jambi Kembangkan Potensi Sumber Daya Perikanan Jadi Komoditi Unggulan

Jambi, FNN - Pemerintah Provinsi Jambi mengembangkan potensi sumber daya perikanan untuk menjadi komoditi unggulan karena Jambi memiliki sumber daya perikanan yang cukup besar, baik di sektor perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. \"Sektor kelautan dan perikanan dapat memberikan peranan dan dukungan yang sangat penting, dengan mengembangkan potensi dan sumber daya kelautan dan perikanan yang ada dapat menjadi salah satu unggulan daerah,\" kata Sekretaris Daerah Provinsi Jambi Sudirman di Jambi, Senin. Provinsi Jambi memiliki potensi sumber daya perikanan yang besar, baik untuk pengembangan perikanan tangkap di laut dan di perairan umum. Jambi memiliki wilayah sungai dengan panjang 1.740 kilometer untuk pengembangan budidaya ikan keramba. Dan potensi lahan tambak di Jambi mencapai 18.000 hektar dan potensi lahan marginal 100.700 hektar. Kemudian luas laut di Jambi mencapai 3.879,67 hektar dan luas perairan umum 115.000 hektare. Serta potensi kawasan pesisir Provinsi Jambi sekitar 261,80 kilometer. Kawasan tersebut selain dapat dikembangkan untuk budidaya ikan, namun juga dapat di kembangkan menjadi kawasan wisata bahari. Sudirman menjelaskan, sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor yang dapat menjadi penggerak ekonomi kerakyatan karena dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Seperti nelayan yang melakukan penangkapan ikan di laut dan perairan umum dengan jumlah mencapai ribuan orang.Kemudian pelaku budidaya ikan dan pelaku usaha pengolahan dan pemasaran hasil perikanan maupun pelaku usaha yang bergerak pada bidang usaha ikan hias. \"Harmonisasi, sinergi program dan kegiatan pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Jambi harus di jaga dengan tujuan agar hasil perikanan terus meningkat dan masyarakat lebih sejahtera,\" kata Sudirman. Untuk mengoptimalkan potensi perikanan dan kelautan di Provinsi Jambi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi melaksanakan rapat koordinasi bersama pemerintah kabupaten dan kota. Rapat koordinasi tersebut juga bertujuan untuk menyelaraskan program pembangunan kelautan dan perikanan di Provinsi Jambi. Rapat koordinasi kerja dilaksanakan agar setiap pelaksanaan program dan kegiatan dapat terkoordinasi, sehingga tidak terjadi tumpang tindih kegiatan dan kegiatan yang dilaksanakan lebih efektif dan efisien,\" kata Kepala Dinas Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi Tema Wisman. (mth)

Demokrat Komitmen Kawal Pemerintahan Khofifah-Emil Dardak

Surabaya, FNN - Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyatakan komitmennya mengawal pemerintahan Khofifah Indar Parawansa-Emil Elestianto Dardak sebagai gubernur dan wakil gubernur di Jawa Timur.\"Kami akan terus mengawal sehingga Ibu Khofifah dan Mas Emil sukses membawa masyarakat Jatim semakin sejahtera serta bangkit dari pandemi,\" ujar AHY usai bersilaturahmi dengan Khofifah-Emil di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Minggu malam.Menurut dia, berbagai terobosan dan program yang diinisiasi Gubernur Khofifah sangat luar biasa sehingga terbukti diapresiasi berbagai pihak, termasuk mampu menurunkan angka kemiskinan di Jatim tahun ini hingga 313 ribu orang.Selain itu, program seperti desa devisa dan tak pernah berhenti meninjau langsung kondisi masyarakat dari satu daerah ke daerah lain menjadi bukti kepedulian pemerintah rakyatnya.\"Terobosan-terobosan yang perlu didukung bersama. Kami yakin jika semua dilakukan dengan kolaborasi dan bersinergi maka akan semakin baik,\" ucap putra sulung SBY tersebut.\"Kami juga mengucapkan selamat tiga tahun menjalankan roda pemerintahan di Jatim. Tiga tahun yang luar biasa dan tak hanya harus dipertahankan, tapi wajib ditingkatkan,\" kata AHY menambahkan.Sementara itu, Gubernur Khofifah Indar Parawansa berterima kasih karena menyempatkan untuk berkunjung sekaligus menikmati makan malam kuliner khas Jatim di Grahadi.Orang nomor satu di Pemprov Jatim tersebut juga menyampaikan kepada AHY terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jatim dari sisi Badan Pendapatan Daerah yang terpantau stabil dan progresif meski Indonesia saat ini tengah menghadapi gelombang ketiga pandemi COVID-19.Berdasarkan data Bapenda Jatim per 17 Februari 2022, penerimaan kas PAD mencapai Rp1,56 triliun atau 10,95 persen dari target PAD tahun 2022 sebesar Rp14,25 triliun.Dibandingkan tahun lalu pada periode sama, penerimaan PAD tahun ini meningkat 0,85 persen, yang rinciannya pada 17 Februari 2021 sebesar Rp1,43 triliun atau 10,11 persen dari target Rp14,24 triliun.Di sisi lain, AHY yang pada kesempatan tersebut didampingi istrinya Annisa Pohan, Sekretaris Jenderal Demokrat Teuku Riefky Harsya beserta istri dan Bendahara Umum Renville Antonio menikmati hidangan kuliner, buah serta batik khas Jatim.Selain makanan kokot kaldu, AHY dan rombongan disuguhkan buah durian lokal, kelapa muda Pacitan serta melon berbentuk kotak maupun hati yang pembudidayaannya berada di Sidoarjo. (sws)