OPINI
Pak Anies Menjemput Saya di Ruang Tunggu
Pak Governur Indonesia Anies Baswedan datang menjemput saya di ruang tunggu Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta. Saya seperti terlonjak dari tempat duduk. Sebab di tempat tersebut, sekitar 7-8 tahun yang lalu saya kerap datang. Ketika itu Pak Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI. by Nanik S. Deyang Jakarta FNN - Beberapa hari lalu, saat saya di kampung seorang sahabat malam-malam menilpon."Dey ikut yuukkk ketemu Pak Anies". Waduh saya yang mau merem pules, jadi terlonjak ..."saya ini di pedalaman ndeso Bang. Maaf nggak bisa ikut. Padahal saya mau memberi masukan ke Pak Gub lho. Ya suah, begini saja Bang. Sampaikan saja salam saja ya ke beliau. Nanti kalau pas saya ke Jakarta, dan bila beliau nggak repot, saya mau mampir," jawab saya ke kawan wartawan senior dari berasal dari Timur Indonesia, yang sudah saya anggap seperti Abang saya ini, sejak sama-sama menjadi wartawan di awal tahun 1990-an, dan meliput berita di beberapa kementerian (Kehutanan, Pertanian, Perindustrian, Perdagangan dan Bulog). Kamis minggu lalu, saat saya mendarat di Jakarta, seperti biasa saya bersay hello ke semua teman. Hanya untuk memberitahu kalau saya sudah di Jakarta, termasuk ke Abang. "Bang saya di Jakarta ya, kalau sempat sampaikan salam ke Pak Gub, saya mau ngobrol untuk urusan orang kampung saja" … Dengan kesibukan saya di Jakarta, yang dari pagi sampai malam, hampir nggak nginjakkan kaki di rumah, saya juga lupa kalau saya telepon "Abang" untuk bisa mampir ke tempat Pak Anies. Nah, kemarin seperti biasa, sebelum balik kampung saya ngudak pasar Tanah Abang dengan Evelin. Biasa cari-cari "bekal" utk dibawa lagi ke kampung. Eh, saat jarum jam menunjukkan pukul 15.45 WIB, si Abang nelpon, "Dey, dimana kau? Ini Pak Gub terima kau pukul 5 sore nanti", kata Abang buru-buru. Nah celoko aku. Kalau begitu waktu yang tersisa, tinggal satu jam lima belas menit lagi. Ala makjang, terus bagaimana ceritanya ini? Saya yang cuma pakai kaos abal-abal dan celana jeans plus sandal masak mau menghadap pejabat? Bang, saya ini di Tanah Abang, kondisi jalannya muacet banget. Badan dah bau apek, gimana ya Bang?"...."Eh Dey, udahlah kau beli baju aja di situ dan ganti di sini (nama cafe di di Jalan Cokrominoto Menteng). Abang tunggu kau di sini ya", kata Abang. Wah ya sudah, saya dan Evelin lari terbirit -birit keluar dari gedung Blok A Tanang Abang. Pas saya mau cari-cari baju, Evelin ngingetin, kalau di tas yang biasa saya bawa di mobil, selain alat shalat mukena, pasti ada blazer. Ya sudah kaos kumal dan jeans ditutup aja pakai blazer. Namun pas kami sampai lobi Blok A Tanang Abang, langsung lemes lihat kemacetan yang menggila. Apalagi sopir saya ternyata parkirnya di lantai 11. Padahal tau sendiri kan kalau jam -jam segitu kayak apa parkir di blok A? Kalau mau turun pasti macet banget. Saya telepon si Abang .."Bang gimana nih? Parkir mobil saya di lantai 11 dan parkir gedung macet, karena kan jalan di depan macet banget tuh. Sampai nggak ya sebelum jam 5 saya ke situ”? "Udahlah Dey, tenang aja, kamu ke sini aja, saya tunggu. Nanti Abang antar ke tempat Pak Gub. Awas, jangan sampai kau nggak datang ya, aku tunggu ya", pesan si Abang menyemangati. Setelah berdiri sekitar 40 menit dan kaki mulai pegel, nongol juga akhirnya mobil saya di lobi, dan Alhamdulillah ditambah Evelin salah mendengar nama café, sehingga salah mengarahkan driver. Pas pukul 5 sore saya sampai di tempat cafe dimana Abang menunggu saya. "Dey Dey, itu ada kamar mandi. Kau bisa ganti baju dan cuci muka di situ", kata Abang sambil tertawa ngakak lihat penampilanku yg amburadul. Set..set...lima menit cuci muka dan pakai blazer, langsung saya ajak Abang untuk berangkat, karena sudah telat ."Tenang aja Dey, Abang udah telepon staf Pak Gub kalau kita agak telat". Sampai di rumah Dinas Pak Gub, jarum jam menunjukkan pukul 17.25 WIB. Karena belum shalat ashar, dan lupa bawa mukena ketika turun dari mobil, saya kemudian pinjam mukena ke pengurus rumah tangga Pak Gub utk shalat Ashar yang suah telat. Selesai shalat ashar, saya dan Abang diswab antigen dulu (maklum, sekarang standart bertemu pejabat pemerintah memang harus diswab dulu ). Selama beberapa hari ini, saya bertemu pejabat, saya pasti diswab. Jadi, saya punya koleksi hasil swab nih. Sekitar 10 menit setelah hasil swab keluar, dan tentu negative ya, nggak nyangka Pak Gubernur muncul di ruang tunggu, dan menjemput kami dengan hangat ...Masya Allah, saya sampai melongo dan linglung.... Seumur-umur biasanya kalau mau ketemu pejabat, kita disuruh nunggunya berlapis-lapis. Misalnya, dari ruang tunggu, baru ke ruang tamu, setelah itu biasanya baru dibawa masuk ke ruang pertemuan dangan sang pejabat. Setelah menunggu untuk kesekian lama lagi, baru pejabatnya muncul. “Hai Mbak, waduh saya harus ketemu nih soalnya katanya Selasa dah balik lagi kampung", sapa Pak Gubernur ramah. Saya makin tercengang, karena diantara kesibukannya memantau curah hujan dan potensi banjir, kok ya ingat saat diberitahu bahwa Selasa ini saya memang harus balik blusukan lagi ke kampung2.... Piye cah, opo aku nggak bangga dan bahagia punya Gubernur semanak (ramah) kayak gini? Wis, nggak usah tak tulis pujianku banyak-banyak pada Pak Gub. Nanti dikira saya lagi framing Pak Gub atau lagi menjilat ha ..ha .. ha.. haaaaa.. Pak Gub mengajak kami untuk ngobrol di teras dalam menghadap ke taman. Ini mungkin keajaiban hidup saya. Sebab 7-8 tahun lalu saat Pak Jokowi masih menjadi Gubernur DKI, saya dulu sering duduk di tempat dan kursi yang semalam saya duduki, bahkan dangan posisi yang persis sama. Apakah ini pertanda alam? Mbuhlah. Semalam karena saya memang membawa misi urusan rakyat kecil ndeso, akibatnya jadi saya yang paling mendominasi ngomong dalam pertemuan lebih dari dua jam tersebut (biasa tukang jual obat kalau ngomongin orang susah, suka nggak bisa direm..ha ..ha..ha). Satu hal lagi, Pak Anies ini pendengar yang baik, dan sangat mencatat serta merekam dengan sangat baik masukkan dibenak beliau. Meski yang saya sampaikan kadang berupa kritikan....kiritakan yang luar biasa keras!!! Hampir jarang saya bertemu pejabat yang mau dikritik! Soal misi apa yg saya bawa? Nanti-nanti saja ya ceritanya. Yang jelas, nggak jauh dengan urusannya orang susah di ndeso. Intinya saya minta tolong Pak Gubernur agar Jakarta yang selama ini bahan makanannya dikuasai oleh produk impor, termasuk beras, selanjutnya bisa diperbanyak "impor" dari luar propinsi DKI saja. Misalnya, ada harga sayur-mayur yang jatuh di satu daerah, saya minta tolong Pak Gub untuk nanti membantu penyerapannya dangan cara bisa masuk ke pasar Jakarta. Allhamdulillah, selama ini yang sudah merajai pasar Jakarta adalah telur dari Blitar. Semoga nanti semua kebutuhan pangan DKI tak lagi disubsitusi dari impor. Tetapi cukup dari masyarakat pedesaan di propinsi lain. Between ada yngg menarik dari dua jam lebih saya bicara dengan Pak Anies itu, sekitar 50 persen saya menggunakan bahasa Jawa. Kadang memang kelakuan saya sebagai orang ndeso ini yang agak norak. Semua orang tak ajak ngomong Jawa. Lha, nggak taunya kok beliau ini lebih halus bahasa Jawanya dari saya, dan ternyata suka nonton wayang juga ...ha ...ha .. haaaa.. Udah ceritanya gitu aja ya. Saya di Jakarta ini memang banyak ketemu pejabat untuk urusan kaum sudra. Jadi, jangan mikir Copras,Ciprus, Cepris –Capres dulu. Tetapi kalau mau jujur, Gubernur DKI ini memang patut diperhitungkan, soalnya puinter pol abis, dan saya kaget-kaget saat beliau bercerita bagaimana bersama Timnya mengatasi banjir dalam hitungan 4-6 jam kering. Wis, nggak usah diceritakan banyak-banyak soal ngatasi banjir ini. Nanti saja. Ntar ada yang baper lagi. Yang keren juga, aku kayak pejabat. Sama Abang, diantar Pak Anies sampai halaman rumah Dinas. Ya Allah ya robbi, jangan pernah berubah ya Pak Anies, nanti kalau sudah jadi orang yang lebih gedhe lagi. Soalnya, dulu saya sering punya kawan waktu masih "biasa-biasa" aja baik banget sama saya, eh giliran dah jadi orang penting, kayak nggak kenal lagi sama saya. Mau ketemu saja ruwet amit. Penulis adalah Wartawan Senior.
Kamus Luhut: Luhutocracy, Luhutomatic, Luhumotional, Luhutergy, Luhudictive, dll
by Asyari Usman Medan, FNN - Belum lama ini, Menko Marvest Luhut Pandjaitan agak tersinggung ketika pengusaha retail, Chairul Tandjung (CT), menyindir dengan istilah 4-L: “Luhut lagi, Luhut lagi”. Persis. Luhut memang sangat terkenal. Beliau merambah ke mana-mana di kabinet Jokowi. Dia juga terkenal dengan julukan “apa-apa China, apa-apa China”. Tak diragukan, nama ini tak akan pernah lenyap. Paling-paling menghilang sebentar. Kemudian muncul lagi. Luhut sudah menjadi “household name” (semua orang tahu). Sampai-sampai ada rumor bahwa sejumlah penerbit internasional akan memasukkan kata “luhut” ke dalam kamus-kamus Inggris. Hasil observasi menunjukkan “luhut” ada di semua bidang kehidupan di negeri ini: ekonomi, sosial, politik, hankam, bisnis, pertanian, suasana kantor, psikologi, kedokteran, tekanan darah, penyakit jantung, lingkungan hidup, dlsb. Pokoknya, semua sendi kehidupan diwarnai oleh “luhut”. Karena itu, kata “luhut” diprediksi akan mendunia. Wajar masuk kamus. Berikut ini entry kata “luhut” beserta semua turunan (derivasi) kata ini. Kami definisikan arti, makna, maupun tafsirannya. Sebagian disertai dengan contoh pemakaian dalam kalimat. Selamat menyimak. === LUHUT: adalah nama yang digunakan di Sumatera. Biasanya, orang dengan nama ini memiliki kecerdasan lebih dalam banyak hal. Pada awal abad ke-21, seseorang dengan nama Luhut mendominasi pemerintahan Indonesia. LUHUTER: 1)pengikut Luhut, 2)penggemar Luhut; bentuk jamaknya ‘luhuters’. LUHUTIAN: 1)planet Luhut (mirip dengan Martian yang berarti planet Mars); 2)bisa juga berarti era Luhut; 3)masa-masa keemasan Luhut. LUHUTONIC: obat kuat penambah tenaga dan stamina supaya bisa sering marah; suplemen ini bagus bagi para pejabat yang ingin sukses memarahi orang. LUHUDONESIA: 1)sebutan lain Indonesia; 2)Indonesia yang berciri keluhutan; 3)Indonesia yang didominasi Luhut. LUHUTOCRACY: 1)sistem pemerintahan presidensial yang dikendalikan seorang menteri; 2)bisa juga berarti demokrasi suka-suka hati. LUHUTOCRATIC: 1)demokrasi yang dijalankan sekehendak hati; 2)demokrasi presidensial yang dikendalikan seorang superminister; 3)sistem pemerintahan kebonekaan yang mengutamakan keluguan. LUHUTONOMIC: 1)perekonomian yang berorientasi pada keinginan China; 2)perekonomian yang mengutamakan modal China; 3)perekonomian yang serba China. LUHUTIASTIC: 1)antusias pada Luhut; 2)semangat keluhutan yang tinggi. Contoh kalimat: “They are very luhutiastic in discussing luhutonomic in Luhudonesia that based on luhutocracy.” LUHUTISTIC: 1)keindahan yang melebihi makna ‘artistic’; 2)keindahan yang terbentuk dari kondisi asal-asalan, sentuhan halus, sentuhan kasar, jelek-jelek cantik, dlsb; semua berbaur menjadi satu; 3)statistik model Luhut. LUHUTIST: 1)orang yang berhaluan luhut atau berpaham keluhutan; 2)sama dengan luhuter; 3)seniman keluhutan; LUHUTISM: paham atau aliran yang didasarkan pada ajaran atau kehendak Luhut. LUHUTOMETER: alat untuk mengukur pengaruh Luhut (pL) di dalam diri seseorang; satuan ukuran ini disingkat “Ltm”; skala ukurannya dari 10 sampai 100; misalnya, pL si Badu 45-Ltm; pL si Unyil 80-Ltm, dst. LUHUTOMATIC: tombol yang dipasang di semua gedung pemerintah yang membuat semua staf ‘luhuter’ bekerja keras untuk menyukseskan hegemoni China. LUHUTOMOTIVE: indutsri otomotif yang bahan bakunya dari kayu, bambu, dan rotan. Di salah satu negara Asia Tenggara, ‘luhutomotive’ adalah pabrik mobil Esemka yang dibuat untuk kepentingan kampanye politik. LUHUDICT: 1)orang yang kecanduan terhadap semua hal yang berkaitan dengan luhut atau keluhutan; 2)orang yang sangat setia pada luhut atau keluhutan. LUHUDICTIVE: ‘zat fiksional’ yang membuat orang kecanduan dengan luhut atau keluhutan. LUHUTERGY: alergi yang muncul bila mendengar berita soal luhut. LUHUTIONAL: 1)memiliki arti yang lebih dalam dari makna ‘rational’; 2)akal sehat yang bercampur dengan sifat keras kepala, merasa benar sendiri, mau menang sendiri, orang semuanya salah; 3)mengandung arti “harus begini”, “tidak boleh begitu”, dll. Singkatnya, “Pikiran sayalah yang bagus”. LUHUTIONALLY: 1)sesuai dengan akal keluhutan; 2)dari segi akal keluhutan. Contoh pemakaian dalam kalimat: “Luhutionally speaking, all luhuters will always be luhudict to luhutistic works that embody luhutism Luhudonesia.” LUHUTHORITY: 1)kekuasaan yang sangat besar di tangan satu orang; 2)seorang menteri yang merangkap banyak jenis pekerjaan; 3)dalam istilah colloquial (bahasa pasaran), ‘luhuthority’ juga bermakna ‘remote control untuk presiden lugu’. LUHUMOTIONAL: 1)emosi keluhutan; 2)kemarahan atau kejengkelan yang sangat dalam; 3)cepat marah; atau suka mengatakan, “Siapa dia, rupanya?” atau “Mau apa dia?”, dll. LUHUMOTIONALLY: terkait atau berkenaan dengan emosi keluhutan. Contoh kalimat: “When you take luhutonic regularly, there will be a big possibility that you will become luhumotionally luhutiastic.” LUHUTRESS: 1)ketegangan atau stress yang terkait dengan Luhut; 2)bisa juga berarti ‘tensi darah naik gara-gara Luhut’. LUHUTOCARDIOSIS: sakit jantung karena tertekan di bawah kekuasaan Luhut. LUHUREXIA: penyakit tak selera makan karena faktor Luhut. LUHUREXIC: seseorang yang terkena penyakit luhurexia; gejalanya antara lain sering mual karena terlalu banyak membaca berita tentang ‘luhut’. LUHUTOXIN: racun semua urusan, disingkat racun Semur. Racun Semur disebut racun karena konsentrasi kekuasaan pada satu orang sangat merusak sistem administrasi negara; akibatnya, tidak tercapai ‘good governance’. LUHUTOXIC: 1)memiliki sifat racum Semur; 2)tercemar racun Semur. LUHUTAINLESS: 1)tidak bisa dipengaruhi oleh pemikiran atau tindakan Luhut; 2)bisa menangkal ketakutan pada Luhut. Contoh pemakaian dalam kalimat: “They have a very strong luhutainless character.” Artinya, “Mereka memiliki karakter antitakut pada luhut yang sangat kuat”. LUHUTOSPHERE: 1)lapisan atmosfir di atas Indonesia yang diincar oleh China; 2)semua penjuru ruangan bersuasana keluhutan. LUHUTOSFEAR: 1)suasana ketakutan yang menyelumuti semua instansi sipil; 2)rasa takut kehilangan jabatan karena ada seorang superminister yang bisa mengangkat atau memecat setiap pejabat tinggi kapan saja. LUHUVESTMENT: 1)investasi yang seluruhnya datang dari China; 2)investasi yang mengutamakan modal dari China; 3)sistem investasi yang mengharuskan semua proyek yang dibiayai asing dikerjakan oleh negara asing itu. LUHUTOURISM: 1)pariwisata yang mengutamakan wisatawan dari China; 2)orang-orang China yang masuk dengan visa kunjungan atau tanpa visa tetapi bisa bekerja bebas. LUHUFTHANSA: perusahaan penerbangan Jerman yang dibeli paksa oleh pengusaha Indonesia dengan gertak dan marah-marah. LUHUTIC: bersifat atau mengandung sifat keluhutan. LUHUTICAL: sesuatu yang mengandung sifat keluhutan. Contoh: “The very luhumotional luhutist is so luhutical that only luhudictive can stop him from becoming luhutoxic.” LUHUTICALLY: 1)secara keluhutan; 2)dari segitu keluhutan. Contoh kalimat: “All luhuters are naturally luhutical, but luhutically speaking they’re not luhutiastic once their luhutonic effect runs out.” LUHUTREMIST: orang yang sangat keras dalam keluhutan. LUHUTREMISM: 1)paham keluhutan yang keras; 2)penafsiran yang sangat keras dari paham keluhutan (luhutism). Untuk sementara, inilah kata-kata baru turunan (derivasi) dari “luhut” yang bisa kami tulisakan di sini. Kemungkinan banyak lagi yang bisa Anda tambahkan.[] Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.
Kemana Ya Pak Kiyai Ma'ruf Amin?
by M. Rizal Fadillah Bandung FNN - Kritik merata soal Perpres Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal (BUPM) sebagai pengejawantahan UU Omnibus Law belum mendapat respons dari Pemerintah. Presiden, Wakil Presiden, dan semua Menteri semua bungkam. Ketua Komisi VI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) malah mendukung dengan alasan kearifan lokal. Mabuk itu nyata-nyata sebagai ketidakarifan nasional. Bukan kearifan lokal. Minuman keras yang menyebabkan mabuk jelas merusak segalanya. Ada sedikit manfaat, tetapi mudharat jauh lebih besar. Semestinya Pemerintah harus berperan menjadi penjaga moral bangsa. Mabuk, judi, prostitusi adalah deviant behavior. Mesti dicegah dan tak boleh dibiarkan dengan alasan apapun. Ketika Presiden bukan orang yang dipandang merepresentasi keagamaan, maka Wakil Presiden adalah orangnya. KH Ma'ruf Amin itu disamping sebagai Wapres, juga mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan MUI Pusat. Kiyai ini awalnya menjadi harapan penjaga moral keagamaan pada tataran kebijakan Pemerintah. Sikap dan pengetahuan keulamaannya kini ditunggu umat Islam. Sebab hingga kini nampaknya legalisasi minuman keras di empat Provinsi, yaitu Papua, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Utara (Sulit) terlihat mulus-mulus saja. Tidak ada tanda-tanda Pak Wapres yang Kiyai ini melakukan upaya pencegahan. Bicara pun tidak. Ruang amar ma'ruf nahi munkar tidak diisinya. Khawatir dengan apa yang disabdakan Nabi menjadi tidak terhindarkan, yaitu mereka yang diam saja melihat kemungkaran adalah setan bisu. Disebutkan oleh Imam Nawawi dalam Syarah Shohih Muslim bahwa "Orang yang berdiam diri dari kebenaran, maka ia adalah Syaithon Akhros (Setan bisu) dan orang yang menyampaikan kebathilan adalah Syaithon Naathiq (Setan berbicara)". Orang yang mengetahui mana yang benar dan mana salah harus menyampaikannya. Tak boleh berdiam diri. Faktor yang membuat takut, apakah itu tekanan kekuasaan, jabatan yang terancam, usaha tersendat, bahkan penjara haruslah diabaikan. Keberanian atas dasar keyakinan akan adanya pertolongan dan kemudahan dari Allah SWT haruslah didahulukan. Nah kini saatnya Pak Kiyai Wapres untuk bersikap. Jangan terus sembunyi di dinding ketidakmampuan. Eksislah Pak Kiyai. Buktikan bahwa Wapres Indonesia adalah ulama. Jangan keberadaan dan ketiadaan itu sama saja "wujuduhu ka'adamihi". Miras itu berbahaya dan haram. Membiarkannya sama saja dengan membunuh generasi muda bangsa. Pak Kiyai harus mencegah dan menasehati Pak Jokowi, agar dalam mengelola negara ini jangan hanya berfikir materialistis. Yang diprogramkan hanya duit dan duit saja. Investasi lah, infrastruktur lah yang semuanya diukur oleh duit itu. Sadarkah bahwa jika orientasi keseharian hanya urusan duit dan duit justru akan disempitkan oleh Allah Subhaanahu Wata’ala. Faktanya ambruk perekonomian dan hutang pun semakin bertumpuk dan menggunung. Ketika korupsi di sekitar istana marak, pa Kiyai diam. Ketika aktivis dan ulama dipenjara , Pak Kiyai tidak hadir membela. Saat pejuang Islam terbunuh tanpa alasan, Pak Kiyai bungkam. Dan kini urusan miras yang sangat jelas dalil larangannya, Kiyai juga sunyi senyap. Lalu apa guna status dan jabatan yang disandang? Untuk bidangnya saja tak berdaya. Pak Kiyai Ma'ruf Amin adalah bagian dari kekuasaan. Kekuasaan walau sejumput, tetapi ada di tangannya. Jika kekuasaan tidak digunakan dengan baik, maka dapat mencelakakan dirinya sendiri. Orang bijak dan berilmu jika sudah merasa tidak mampu, akan menarik diri. Mundur lebih baik dan terhormat daripada mengkhianati amanat. Pak Kiyai pasti tau dan ingat pepatah "man laa 'aba al tsu'baani fie kafihi, haihaata an yaslama min las'atihi". Artinya, barangsiapa memainkan ular di tangannya, tidak mungkin baginya untuk selamat dari gigitannya. Pak Kiyai mungkin kini sedang digigit ular. Bisanya mungkin sudah masuk merusak jiwa dan fikiran. Semoga saja iman masih bertahan. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Pilpres 2024, Antara Yang Muda dan Yang Tua
by Tony Rosyid Jakarta FNN - Meski pilpres 2024 masih lama, sekitar tiga tahun lagi. Tetapi gaungnya sudah terasa. Bahkan terasa sejak 2019 lalu. Padahal pilpres 2019 baru juga selesai, dan presiden-wapres belum dilantik. Apa penyebabnya? Pertama, karena selisih suara dua paslon tidak terlalu besar. Artinya, kelompok yang tidak puas atas kekalahan itu cukup besar, sehingga ingin segera ada pemilu secepatnya. Padahal, pemilu masih lama. Ini risiko jika pemilu hanya diikuti dua paslon. Kedua, komunikasi kedua belah pihak yang bermasalah setelah pilpres 2019 berlalu. Meskipun Prabowo dan Sandi, paslon yang kalah di pilpres 2019 sudah merapat (dirapatkan) ke istana. Namun tidak serta merta dengan para pendukungnya. Para pendudukung masih tetap saja oposisi kepada pemerintah yang menjadi pemenang pilpres. Ketiga, aksi para buzzer dari kedua belah yang pihak ikut memelihara dan memanaskan eskalasi ketegangan dan kegaduhan di media publik. Bagaimana prediksi pilpres 2024? Nampaknya, Prabowo masih digadang-gadang oleh Gerindra untuk calon lagi. Sekali calon wapres, dua kali capres. Jika 2024 capres lagi, berarti genap tiga kali menjadi capres. Pencalonan Prabowo hanya logis jika dilihat sebagai upaya untuk menjaga suara partai Gerindra. Sebab pemilih Prabowo besar kemungkinan akan banyak yang memilih Gerindra. Lalu, bagaimana nanti peluang Prabowo sendiri di pilpres 2024? Mari kita lihat analisis elektabilitas secara teoritis. Ada tiga karakter elektabilitas berdasarkan potensinya. Pertama, ektabilitas progresif. Kedua, elektabilitas stagnan. Ketiga, elektabilitas regresi. Berdasarkan hasil survei beberapa lembaga, elektabilitas Prabowo saat ini tertinggi. Mencapai belasan persen. Sebagai catatan "saat ini" Prabowo masih tinggi. Karena di kepala publik Prabowo adalah bakal capres. Sebab, sudah dua kali nyapres. Gerindra sendiri memberi sinyal Prabowo akan nyapres lagi. Sementara tokoh lain, belum masuk arena pencapresan ini. Sehingga, kemunculan tokoh-tokoh lain masih dalam bentuk harapan publik. Berbeda jika 2022-2023, maka akan muncul tokoh-tokoh lain yang terbaca indikatornya akan nyapres. Pada saat itulah akan mulai terlihat dinamika elektabilitas itu. Tokoh tua, cenderung stagnan elektabilitasnya. Sebab, relatif tidak ada yang baru untuk dijual. Semua bahan lama, dan sudah sering dibeli oleh publik. Ada yang bertahan, tetapi tak sedikit yang sudah bosan. Apalagi jika ada faktor yang membuat publik kecewa, maka akan banyak yang meninggalkannya. Berbeda dengan pendatang baru. Pendatang baru cenderung progresif elektabilitasnya. Terutama jika menjadi rising star. Punya track record yang diapresiasi publik, dan tidak hanya berbasis pemilih psikologis dan sosiologis, tapi juga pemilih rasional. Karena pemilih rasional, meski tidak sebanyak jumlahnya dengan pemilih psikologis dan sosiologis, tetapi mampu mempengaruhi opini publik. Berbeda ceritanya jika tokoh muda dan pendatang baru itu senang memainkan hasil survei. Nah, pendatang baru yang suka memainkan survei ini masuk dalam kategori elektabilitas regresif. Tahu-tahu suah jeblok saja. Ada dua cara memainkan hasil survei. Pertama, rekayasa prosesnya. Main di sampling. Melakukan pengkondisian terhadap responden. Kira-kira, di wilayah mana yang besar pendukungnya, di situlah mereka akan ambil samplenya. Kedua, merekayasa hasil. Survei nggak ada, namun hasilnya muncul. Nah, sejumlah lembaga survei ada yang melakukan rekayasa semacam ini. Rekayasa responden dan rekayasa hasil. Tokoh yang suka main-main dengan survei biasanya keok ketika ikut kompetisi. Mereka tidak hanya membohongi publik, tetapi juga membohongi diri sendiri dan timsesnya. Kesimpulannya, tokoh-tokoh lama seperti Prabowo, juga Mega dan Jusuf Kalla (JK) jika masih penasaran untuk ikut dalam kompetisi di pilpres 2024, cenderung stagnan elektabilitasnya. Ada batas tertinggi elektabilitasnya, dan sulit untuk didorong naik. Bahan lama dan konsumen cenderung bosan. Ingin dan penasaran kepada yang baru. Sementara tokoh baru seperti Anies menduduki elektabilitas tertinggi. Baru disusul Sandiaga Uno, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Agus Harmukti Yudhoyono, Risma, dan seterusnya. Tokoh-tokoh muda ini masuk kategori progresif elektabilitasnya. Tokoh-tokoh baru berpotensi untuk didorong naik dan bersaing. Kecuali yang suka memanipulasi hasil survei. Siapa saja mereka? Nanti juga akan ketahuan menjelang atau saat pilpres. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa.
KAMMI Mendesak Pemerintah Cabut Perpres Investasi Miras
by Abdul Salam Jakarta FNN - Pemerintah telah membuka keran investasi industri minuman keras (miras) di Indonesia. Hal itu dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja (Cilaka). Investasi industri miras bisa di empat provinsi, yaitu Papua, Bali, Sulawesi Utara (Sulut) dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Kebijakan pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin yang mengizinkan invetasi industri miras di empat provinsi tersebut lebih banyak dampak negatifnya daripada positif. Hampir dipastikan tidak ada dampak positif. Meskupun hanya diproduksi di empat provinsi, namun penyerabarannya dipastikan di seluruh wilayah Indonesia. Kerusakan moral bakal terjadi dimana-mana. Kita sama-sama tahu, banyak sekali dampak negatif dari miras. Yang paling terakhir ketika publik nasional dihebohkan oleh oknum anggota polisi yang membunuh tiga orang usai minum miras di sebuah kafe di Cingkareng Jakarta Barat. Satu diantara korban yang meninggal dunia adalah anggota TNI dari satuan Komando Strategis Angkatan Darad (Kostrad). Sekalipun inestasi miras hanya di empat provinsi, namun tidak mengurangi dampak negatifnya ke seluruh wilayah Indonesia. Dampak negatif dari industri miras ini yang patut untuk dipertimbangkan kembali oleh pemerintah. Sebab orang mabuk, jangan pernah diharapkan bisa berpikir waras. Apakah ketidakwarasan itu yang diinginkan oleh pemerintah? Masuknya investasi ke Indonesia tidak hanya diukur dengan dibangunnya industri miras di Papua, Bali NTT dan Sulut. Namun dengan kebijakan investasi industri miras itu, maka pemerintah telah membuka aibnya kepada publik. Baik kepada publik dalam negeri maupun luar negeri tentang tidak mampunya pemerintah menarik investasi asing ke Indonesia. Kondisi pemerintah ini ibarat kapal yang mau tenggelam di tengah laut. Apa saja yang ada di sekitarnya, dicoba diraih para penumpang kapal untuk menyelamatkan diri. Apakah keuangan pemerintah sekarang sudah sedemikian parah? Sehingga diperlukan investasi industri miras untuk menarik dana dari luar negeri? Apalagi setelah gagal untuk menarik dana umat Islam melalui gerakan wakaf? Jika demikian kondisinya, maka wajar kalau publik bertanya-tanya, apa saja kerjanya Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dan Kepala Badan Kordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia selama ini? Apakah telah gagal menarik investor luar negeri? Pemerintah terlihat seperti panik menghadapi minimnya pemerimaan kas negara, sehingga perlu menerapkan jurus mabok. Mana dan berapa banyak investasi yang telah dibawa masuk ke Indonesia ,sejak Luhut Binsar Panjaitan dan Bahlil Lahadalia menjabat Oktober 2020 lalu? Kalau tidak mampu mengemban amanat dan tugas manarik investor, mendingan mundur secara terhormat. Mundur lebih terhormat, daripada membangun industri miras di tanah air. Dampaknya sangat berbahaya bagi masa depan anak-anak bangsa. Kebijakan membangun industri miras di empat provinsi tersebut adalah wujud dari kepanikan keuangan pemerintah. Bisa saja dibaca sebagai upaya pemerintah menutupi devisit penerimaan dari pajak yang hampir mencapai Rp 1.000 triliun tahun 2020 lalu. Mungkin juga karena pemerintah sudah sulit untuk mencari pinjaman luar negeri, terutama dari negara sahabat. Kalau susah dapat pinjaman luar negeri, bisa jadi itu bentuk lain dari berkurangnya tingkat kepercayaan negara-negara sahabat kepada pemerintah Indonesia sekarang. Itu terjadi akibat dari maraknya korupsi yang hampir merata di semua lina kekuasaan negara. Korupsi itu terjadi, baik kementerian maupun lembaga pemerintah non kementerian. Wajar kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengelu dan curhat ke Intenational Monetery Fund (IMF) tenatng maraknya korupsi di Indonesia. Uangnya dicari dengan susah payah dari luar negeri. Harus meyakinkan pihak luar negeri dengan berbagai cara dan alasan. Namun begitu sampai di Indonesia, dan dialokasikan ke kementerian dan lembaga, eh malah dikorupsi. Bagaimana mau dipercara oleh investor luar negeri? Yang mau investasi, perlu untuk mikir-mikir lagi. Jangan-jangan setelah investasinya sampai Indonesia, malah dikorupsi. Terutama untuk urusan yang berkaitan dengan perizinan. Ada saja biaya itu, dan biaya ini. Pungutan itu, pengutan ini. Ujung-ujungnya malah bisa ditangkap KPK melalui OTT. Makanya lebih baik tidak usah investasi di Indonesia. Untuk itu Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslimin Indonesia (KAMMI) mendesak Presiden Jokowi sebaiknya mencabut kembali Perpres tenteag perizinan investasi minuman keras yang diteken awal Februari 2021 lalu itu. Itu cara yang paling terhormat untuk menyelamatkan wajah pemerintah Jokowi-Ma’ruf Amin di mata komunitas keuangan internasional. Terhormat juga di dalam negeri, terutama di mata umat Islam. Berdasarkan Perpres itu, industri minuman keras dapat memperoleh investasi dari berbagai sumber. Baik dari investor asing maupun domestik. Selain itu, koperasi hingga Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) juga dapat menyuntikkan investasi kepada industri minuman keras. Padahal dengan konsumsi minuman keras, dapat menyebabkan tingginya tindak kejahatan. Sebelum mendatangkan bahaya yang lebih besar, sebaiknya pemerintah segera mencabut saja Perpres tersebut. Apalagi sebelumnya Gubernur Papua Lukas Enembe telah mengancam akan membakar toko-toko penjual miras di Papua. Gubernur Lukas juga mengancam distributor-distributor miras agar menghentikan aktifitas mereka di seluruh wilayah Papua. Selain Majelis Ulama Indonesia (MUI), Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof. Dr. KH Said Agil Siraj juga telah menyatakan sikap menolak pebangunan industri miras di Indonesia. Tidak tertutup kemungkinan PP Muhammadiyah dan Ormas Islam akan menyatakan sikap penolakan yang sama dalam waktu dekat. Penulis adalah Ketua Bidang Kebijakan Publik Pengurus Pusat KAMMI.
Jokowi Mainkan Jurus Politik Mabuk
by M. Rizal Fadillah Bandung FNN – Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang membuka pintu bisnis minuman keras (miras) di beberapa daerah adalah kebijakan nir-moral dan berbahaya. Meski hanya empat Provinsi yang diperkenankan, tetapi berdampak sangat luas. Semangatnya adalah legalisasi investasi miras di Indonesia. Negara ini sepertinya semakin materialistis dan menjauh dari agama. Jokowi tampil menjadi lokomotif sekularisasi dan penghancuran akhlak generasi bangsa. Kenyataan ni tidak boleh dibiarkan berlanjut tanpa perlawanan masyarakat. Sebab dampaknya sangat berbahaya terhadap masa depan bangsa. Masa depan anak-anak muda harapan bangsa. DPR harusnya berteriak menolak rencana jahat untuk memabukan anak-anak muda bangsa tersebut. Jangan hanya bisa membebek. Begitu juga dengan tokoh-tokoh agama dan Habaib yang berada di sekeliling Jokowi. Tentu rakyat banyak yang akan berteriak menolak. Ketika suatu sarana kemaksiatan dibuka lebar, sudah pasti terbuka banyak kemaksiatan dan kejahatan lain akan ikut. Akan muncul dampak ikutan dari berbagai macam kemaksiatan dan penyakit masyarakat. Hanya di empat propinsi sebagai tempat produksi miras itu bisa legal. Tetapi di propinsi lain akan membanjir miras secara ilegal di semua sudut kota sampai kecamatan dan desa. Akibat dari keberadaan pabrik pembuatan yang bebas dan didukung oleh Pemerintah. Mabuk adalah kondisi lemah fikiran yang menyebabkan seseorang kehilangan keseimbangan. Orang mabuk tidak akan bisa berfikir waras dan cerdas. Tak berdaya dan semua gerak dan sikapnya dapat dikategorikan sebagai "ngaco". Tak ada kreativitas dan inovasi, apalagi perencanaan dan kendali manajemen. Politik mabuk adalah berpolitik secara acak-acakan. Semaunya saja. Hanya dalam fiksi komedi Silat Cina ada kehebatan "drunken master" pendekar mabuk yang mampu mengalahkan orang sehat dan sadar. Adalah pengemis So yang menjadi guru silat jurus pendekar mabuk. Muridnya Wong Fei Hung menjadi pesilat jurus mabuk yang hebat. Arak atau minuman keras hanya berguna dalam ceritra. Dalam prakteknya, minuman keras itu merusak segalanya, baik fikiran, jiwa, jasad, materi dan lainnya. Jokowi menjalankan pemerintahan ini seperti memakai jurus mabuk. Seenaknya, gaduh serta melabrak etika, martabat, dan hak asasi rakyat. Pola kepemimpinan aneh yang sulit dimengerti. Bohong dan pencitraan menjadi bumbu yang sebenarnya membuat perut mual. Kini penyebab mabuk yaitu minuman keras yang dilegalisasi dengan Perpres. Jurus kekacauan baru atas bangsa ini telah ditemukan. Pemerintahan nyata-nyata telah menghianati negara Pancasila yang menjunjung tinggi nilai moral dan agama. Mabuk akan investasi miras telah menghalalkan segala cara. Miras pun diundang untuk meracuni anak bangsa. Tragis pemerintah ini. Dalam agama orang mabuk dilarang shalat, karena pasti bacaannya kacau-balau. "laa taqrobuush sholaata wa antum sukaaraa" (QS 4:43). Nah pemimpin mabuk dipastikan dirinya hidup sukar dan membuat orang lain juga selalu sukar. Pemimpin yang mabuk tidak dapat membuat rakyatnya waras. Apalagi mensejahterakan rakyat. Pemimpin mabuk bisanya hanya mengadu domda rakyat. Atau jangan-jangan ini tanda bahwa memang pemimpin sudah mabuk (sakara) dan ajal sudah dekat (sekarat)? Wallaahu alam bishawab. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
SKB Tiga Menteri, Kontroversi di Tengah Kontroversi
by Tamsil Linrung Jakarta FNN - Urusan seragam sekolah, Pemerintah bergerak cepat. Januari 2021 polemik aturan seragam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 2 Padang membuncah di ruang publik. Tanggal 3 Februari 2021 Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri dikeluarkan. Tidak tanggung-tanggung. Tiga pejabat sekelas menteri bereaksi sekaligus. Bersama, mereka meneken SKB Tiga Menteri. Komunikasi lintas kementerian terlihat begitu padu dan super responsif pada persoalan ini. Super cepat dan tanggap. Saya membayangkan, kalaulah spirit dan energi yang sama dikonsolidasi menyelesaikan problem akut dunia pendidikan, niscaya wajah pendidikan kita bakal merona lebih cerah. Penyelesaian masalah klasik guru honorer, misalnya. Atau, yang kontemporer, perumusan metode baru bagi proses belajar-mengajar virtual yang terlihat tidak efektif dan menjemukan. Tapi, ini tentang seragam sekolah. Rupanya Pemerintah memandang SKB Tiga Menteri adalah solusi atas polemik seragam sekolah berkekhususan agama Islam. Sayangnya, solusi yang super cepat tersebut tak sanggup menenangkan geliat kontroversi. SKB Tiga Menteri justru menjadi sumber kontroversi baru. Adalah diktum ketiga pemantik kontroversi baru itu. Disebutkan, Pemerintah melarang Pemda dan sekolah untuk mewajibkan atau melarang seragam dengan kekhasan agama tertentu. Pemda dan sekolah yang tadinya mengatur, dipaksa merevisi aturan yang selama puluhan tahun diberlakukan dengan baik. Sekolah dan Pemda dikondisikan pasif, tidak boleh campur tangan urusan seragam berkarakter agamis. Bukan begitu. Soalnya bukan sebatas seragam atau perubahan aturan. Soalnya merembet kepada luka hati umat Islam untuk kesekian kali. Kita tahu, Islam mewajibkan muslimah mengenakan hijab, sehingga orang tua dan pendidik umumnya menanamkan kebiasaan ini sejak dini. Jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah momentum efektif menanamkan pembiasaan itu. Tetapi, justru jenjang ini pula yang dikuliti. Melalui diktum kesatu, SKB Tiga Menteri malah memberikan hak kepada siswa untuk menentukan sendiri keinginannya, mengenakan seragam khas agama atau tidak. Peletakan tanggungjawab ini tentu rawan bagi usia anak dan remaja. Memang, ada saja kasus dimana sekolah diduga melarang atau memaksakan seragam berkarakter agama tertentu kepada siswa penganut agama lain. Di Bali misalnya, pada 2014 lalu mengemuka polemik larangan pemakaian jilbab di SMA Negeri 2 Denpasar. Komnas HAM RI ketika itu bahkan menilai pelarangan jilbab bukan hanya terjadi di Denpasar, tetapi hampir pada semua wilayah Bali. Pemerintahan SBY terlihat menangani persoalan itu dengan melokalisir kasus sebatas Pulau Dewata. Tidak merambah ke wilayah lain. Sejauh jejak digital yang bisa dipantau, yang aktif berbicara di publik dari pihak Pemerintah hanya Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Rezim berganti, dan cara penanganan pun berbeda. Kali ini Pemerintah dengan gagah menampilkan "kekuatan" tiga menteri. Lalu memberlakukan aturan secara nasional. Masih lekat di ingatan kita, Presiden Jokowi dalam beberapa kesempatan mengatakan, “tidak ada visi dan misi menteri, yang ada hanya visi dan misi presiden”. SKB Melawan Hukum Seragam sekolah mulai gencar diberlakukan pada masa pendudukan Jepang. Ketika telah membudaya, Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah Pemerintahan Presiden Soeharto lalu menetapkannya melalui surat keputusan pada 1982. Tujuannya, agar seragam sekolah menutupi kesenjangan sosial antar siswa. Jadi, seragam dibuat bukan tanpa tujuan. Punya nilai, punya maksud. Dalam Islam, yang memandang berpakaian sebagai bagian dari ibadah. Nilai ibadah ini tercapai hanya bila syarat-syarat berpakaian terpenuhi. Bagi Muslimah, jilbab diwajibkan demi marwah kaum hawa sendiri. Adalah kewajiban pendidik menanamkan nilai-nilai religius pada peserta didik sesuai keyakinan agamanya. Pasal 30 UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, "sistem pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Pasal tersebut adalah refleksi amanat konstitusi tertinggi, UUD 1945. Pasal 31 ayat (3) UUD menegaskan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satuan sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Dari pertalian itu, secara hierarki, ada potensi SKB Tiga Menteri justru melawan hukum di atasnya. Pertama, SKB Tiga Menteri membatasi kewajiban pendidik dalam menerapkan praktik keagamaan secara utuh, yang sebenarnya dilakukan pihak sekolah demi memenuhi amanat UU. Mengenakan seragam jilbab adalah salah satu praktik keagamaan dasar yang wajib ditekankan pendidik kepada peserta didik perempuan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Kedua, larangan SKB Tiga Menteri kepada Pemda untuk mengatur seragam dengan kekhasan agama berpotensi melawan semangat UU Otonomi Daerah. Sebagian aturan Pemda lahir dengan menyesuaikan sikap terhadap budaya dan kearifan lokal. Kearifan lokal seharusnya menjadi isu yang dipertimbangkan SKB Tiga Menteri. Selain itu, Penyelesaian polemik aturan seragam berkekhususan agama di Sumbar sebaiknya dilokalisir. Generalisasi SKB Tiga Menteri menghadapkan kita pada polemik baru. Gaduh yang dimunculkan menjadi kian bising ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaana Nabiel Makarim menvonis kewajiban pemakaian jilbab di SMK Negeri 2 Padang sebagai bentuk intoleransi. Padahal, SMK Negeri 2 Padang punya dalil. Mereka membuat aturan berdasarkan peraturan Walikota Padang yang telah diberlakukan 16 tahun lampau. Ya, 16 tahun lampau. Dan entah berapa pejabat yang silih berganti menduduki kursi Menteri Dalam Negeri, namun tidak terlihat mengkritisi peraturan dimaksud, hingga kasus ini meledak. Dicabut atau Direvisi Dalam menata dunia pendidikan, visi dan misi Presiden Jokowi yang terefleksi melalui SKB Tiga Menteri terlihat lemah, kontroversial, keluar konteks, dan berpotensi mengundang gaduh yang berkepanjangan. Maka, selaku Anggota Komite III DPD RI yang membidangi pendidikan, saya mendesak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama kiranya segera mencabut atau merevisi SKB Tiga Menteri tersebut SKB Tiga Menteri tidak murni sebuah keputusan (beschiking). SKB Tiga Menteri juga memuat ketentuan yang mengatur (regeling). Bila Pemerintah berkeras meneruskan aturan SKB Tiga Menteri, maka langkah konstitusional judicial review ke Mahkamah Agung (MA) tentu memungkinkan. Dalam konteks itu, saya mendukung pihak-pihak yang merasa dirugikan dan punya legal standing kuat berjuang di MA. Saya sendiri juga mengelola institusi pendidikan Insan Cendekia Madani, di Tangerang Selatan, Banten. Namun, sekolah ini adalah sekolah Islam swasta yang berada di luar jangkauan SKB Tiga Menteri. Apapun alasannya, pemaksaan seragam berkekhususan agama pada siswa berbeda agama memang tidak dapat dibenarkan. Namun, itu tidak berarti semua aturan yang mewajibkan siswa penganut agama tertentu untuk berseragam sesuai dengan keyakinan agamanya harus diamputasi. Bila ingin membasmi hama tikus di lumbung padi, tentu tidak bijak dengan membakar lumbungnya. Penulis adalah Senator Komite III DPD RI.
Jokowi Bisa Jatuh Digoyang Maumere
by M. Rizal Fadillah Bandung FNN - Presiden Jokowi digoyang ke kiri dan ke kanan gara gara kerumunan di Maumere Nusa Tenggara Timur (NTT). Peristiwa ini lagi ramai dibicarakan masyarakat. Bahkan ada beberapa elemen masyarakat yang melaporkan Presiden Jokowi ke Badan reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Merujuk pada kasus kerumunan Habib Rizieq Shihab (HRS) saat kepulangan dari pengasingan di Arab Saudi , maka Presiden Jokowi secara hukum layak diproses berdasarkan pelanggaran protokol kesehatan (Prokes) yang diatur dalam UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Dari sisi hukum, menjadi taruhan untuk Jokowi dan HRS yang sama sama menjadi pesakitan, atau keduanya lepas dari ancaman pelanggaran UU Kekarantinaan Kesehatan. Untuk lepas, maka tentu saja yang dipakai alasan bahwa kerumunan bukan pelanggaran pidana. Tetapi hanya pelanggaran administrasi, sebagaimana HRS terkena denda Rp. 50 juta oleh Pemprov DKI Jakarta. Hukum yang diperalat politik mulai menjadi "senjata makan tuan". Maksud hati menghabisi HRS dengan UU Kekarantinaan Kesehatan. Eh, sekarang giliran Jokowi yang malah terancam pelanggaran yang sama. Serupa dengan UU ITE yang dimaksudkan untuk menghabisi lawan-lawan politik, kini justru para buzzer rupiah peliharaan Istana yang jor-joran melanggar UU ini. Terpaksa muncul gagasan untuk merevisi UU ITE sebagai proteksi dan antisipasi kepada para buzzer rupiah yang selama dipelihara oleh Istana. Kapolri juga diperintahkan untuk membuat pedomana menerima laporan polisis yang tidak asal-asalan di Polres dan Polda di seluruh Indonesia. Intinya, yang boleh melapor hanya pribadi yang merasa dirugikan. Terus bagaimana dengan yang sudah terlanjur diatahan di berbagai penjara kepolisian selama ini? Goyang Maumere, lagu dan tari yang dapat membuat kejatuhan. Jokowi sedang bergoyang sederhana, tetapi berdampak secara sistemik. Mulai kerumunan lalu proses pidana dan Presiden pun dihukum. Penghukuman ini menjadi alasan untuk memberhentikan berdasarkan Pasal 7 A UUD 1945. Sekurang-kurangnya dikategorikan sebagai perbuatan yang tercela. Menyadari bahaya ini, maka Kepolisian mulai pasang badan. Misalnya, dengan tidak mau menerima pelaporan pengaduan. Alasan hanya menerima sebagai pengaduan masyarakat (dumas) sangat tidak relevan. Kenyataan ini telah menjadi tontonan menarik dari lembaga penegak hukum yang tidak menghormati hukum. Presiden itu tidak kebal hukum dan dapat dipidana. Bukan hanya untuk kasus korupsi, tetapi juga pidana umum. Baik ringan ataupun berat. Kepolisian telah bertindak diskriminatif dengan menolak laporan masyarakat. Kenyataan ini tentu saja berbeda dengan HRS yang begitu sigap ditangani dan ditahan, sehingga menderita sesak nafas dalam tahanan. Meskipun demikian semua sikap tentu membawa akibat. Tindakan penolakan menjadi tambahan isu politik dan pembenar bahwa pemerintah itu memang otoriter, diskriminatif dan melanggar Hak Asasi Manusia )HAM). O... ele le le Putar ke kiri e Nona manis putarlah ke kiri Ke kiri, ke kiri, dan ke kiri, ke kiri, ke kiri ke kiri Manis e Sekarang kanan e Nona manis putarlah ke kanan Ke kanan, ke kanan, ke kanan, dan ke kanan ke kanan ke kanan Manis e Nah pak Jokowi berputar putar ke kiri dan ke kanan di Maumere akhirnya pusing sendiri. Keras melarang orang berputar eh dia sendiri yang berputar. Setelah melegalisasi minuman keras, maka jalannya menjadi limbung lalu akhirnya ambruk. Goyang Maumere, Ge Mu Fa Mi re. Orang laen kagak boleh kumpul same-same, eh dienye yang kumpul rame-rame. Rame rame jadi penguasa gile. Penulis dalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Covid-19 Sebagai Alat Politik Rezim Bungkam Oposisi?
by Tarmidzi Yusuf Bandung FNN - Ribuan kerumunan massa pendukung Donald Trump demo di Gedung Parlemen (Capitol Hill), Washinton Dc Amerika Serikat, yang berakhir rusuh saat hari pengesahan kemenangan presiden terpilih Joe Biden oleh Kongres pada Rabu (6/1/2021). Kita tidak mendengar ada cluster Capitol Hill yang terpapar dengan covid-19. Sebelumnya, di hampir seluruh negara bagian di Amerika, ribuan massa berkerumun memprotes untuk kematian George Floyd oleh tindakan polisi pada 25 Mei 2020. Bandingkan dengan pembantaian dan pembunuhan terhadap enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh polisi Indonesia di kilometer 50 tol Jakarta-Cikampek (Japek). Tidak ada protes dan demo turun ke jalan yang berkaitan dengan pembunuhan terhadap enam anggota Laskar FPI. Padahal kejadiannya sama-sama masa pandemi covid-19. Lalu pertanyaan, ada apa? Rakyat takut turun ke jalan karena polisi represif? Demonstrasi memprotes tindakan polisi Amerika terhadap George Floyd meluas tidak hanya terjadi di seantaro Amerika Serikat saja. Bahkan terjadi pula di beberapa negara di berbagai belahan dunia. Kita pun menyaksikan hal yang sama. Tidak ada laporan massa terpapar covid-19. Sejak kudeta militer di Myanmar 1 Februari 2021 lalu, ribuan bahkan jutaan rakyat Myanmar turun ke jalan-jalan. Rakyat Myanmar berkerumun untuk memprotes kudeta oleh junta militer. Sampai detik ini pun belum ada juga laporan bahwa massa demo terpapar covid-19. BBC seperti yang dilansir oleh Harian Kompas (26/2/21), mewartakan pengakuan saksi mata di lapangan. Ada juga beberapa massa pro dengan kudeta militer yang dipersenjatai dengan pisau, pentungan, pipa, dan ketapel untuk melempar batu. Sekitar 1.000-an pendukung militer terjun ke jalanan di pusat kota, untuk melawan massa anti kudeta Myanmar. Massa tandingan yang pro militer Myanmar, mengingatkan kita pada peristiwa aksi damai depan gedung Bawaslu 21-23 Mei 2019. Menjelang maghrib, ada massa tandingan yang menyerang polisi dan peserta aksi damai. Anehnya, massa aksi damai yang dikejar-kejar dan digebukin. Sama halnya yang terjadi di Indonesia belum lama ini. Kerumunan akibat kepulangan Habib Rizieq Shihab (HRS), yang di Bandara Soekarno Hatta, Petamburan, Tebet dan Mega Mendung belum ada laporan massa terpapar covid-19. Semua baik-baik saja. Semua sehat-sehat saja. Kerumunan Waterboom di Lippo Cikarang juga demikian. Kerumunan yang dihadiri oleh Ahok dan Raffi Ahmad, juga sama. Terakhir, kerumunan Jokowi di Maumere Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga hari ini belum ada laporan massa kerumunan Jokowi yang terpapar dengan covid-19. Dari serangkaian peristiwa kerumunan dan demonstrasi massa ribuan, bahkan jutaan orang tersebut, tidak ada tentang masaa yang terpapar positif covid-19. Kenyataan ini menguatkan kecurigaan publik bahwa covid-19 telah dijadikan alat politik oleh rezim untuk membungkam oposisi, dan pihak-pihak yang berseberangan secara politik dengan penguasa. Meminjam meme akal sehat yang lagi viral di media sosial (medsos), kalau kerumunan rangkaian kepupalangan HRS memang sengaja dicari-cari kesalahannya. Sedangkan kerumunan akibat kunjungan Jokowi ke NTT, lagi dicari-cari pembenarannya. Kerumunan HRS berakhir di penjara. Sedangkan kerumunan Jokowi bisa bebas sebebas-bebasnya. Pertanda ketidakadilan makin nyata. Kezoliman sedang dipertontonkan dengan telanjang. Rakyat sudah penya penilaian. Toh, kekuasaan pada saatnya akan berakhir juga. Penulis adalah Pegiat Dakwah dan Sosial.
Gadget Kunci Utama Suksesnya Fear Engineering Seluruh Dunia!
by Komjen Polisi Drs. Dharma Pongrekun, MM., MH. Jakarta FNN - Mungkin banyak diantara kita yang tidak menyadari kalau Gadget (smartphone, laptop, dan perangkat siber lainnya) merupakan kunci utama (Master Key) dari suksesnya Fear Engineering (Rekayasa Ketakutan). Fear Engineering yang telah, sedang dan masih akan terus berlangsung di seluruh dunia. Tujuannya, melakukan rekayasa sosial (Social Engineering) sesuai dengan agenda yang telah dipersiapkan sebelumnya untuk merubah pola kehidupan sosial, dari yang lama dengan yang serba baru (New) seperti yang sedang berproses saat ini. Untuk mewujudkan Fear Engineering, terlebih dahulu dilakukan rekayasa kehidupan (Life Engineering). Caranya memprogram “alam bawah sadar” dari manusia per manusia. Sudah barang tentu “tidak akan disadari” oleh manusia-manusia tersebut, karena begitu canggihnya mereka membangun opini akan manfaat dari Gadget sebagai bagian kecil dari kemajuan teknologi seiring dengan kebutuhan perkembangan zaman. Opini yang dibentuk itulah yang membuat manusia-manusia tidak menyadari. Bahkan terlena dan akhirnya terjebak dalam Life Engineering. Sehingga bagi manusia-manusia yang sudah terlena oleh opini yang dibentuk tersebut tidak akan peka lagi. Karena telah terprogram cara berpikirnya (text book) dan tidak akan mampu lagi berpikir diluar opini/konteks yang dibangun (out of the box). Tidak sanggup lagi untuk melihat motivasi jahat (mens rea) dibalik opini tersebut, sebagaimana pepatah “ada udang dibalik batu”, yang mana akan berdampak sangat buruk. Dampak buruk itu bahkan akan menghancurkan seluruh sendi kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang merupakan fitrah dari citra Tuhan. Bila hal ini terjadi, maka sangat mudah bagi “mereka” untuk mewujudkan seluruh agenda tersembunyi (hidden agenda) dengan sempurna. Dengan cara mengorkestrasikan seluruh sistem yang ada di dunia dalam satu kendali penuh (Total Control). Tujuannya mengambil alih kendali seluruh sendi kehidupan sosial manusia fitrah dari kendalinya Tuhan. Siapakah mereka itu? Mereka adalah suatu kekuatan yang selama ini bergerak secara bayangan (shadow). Namun terorganisir, dan terstruktur dengan sangat rapih. Mereka bergerak secara terpola (systematic) dalam seluruh sendi kehidupan manusia (massive) dengan dalih untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusian di seluruh dunia dalam segala aspek. Mereka juga mengaku memperjuangkan kesetaraan dan prinsip penentuan nasib sendiri dari setiap bangsa. Namun ternyata semua itu hanyalah strategi mereka di dalam merangkul setiap bangsa agar mau bergabung. Setelah bergabung, maka semuanya dapat dengan mudah mereka kendalikan, karena sudah masuk dalam jebakan sistem yang mereka sudah siapkan. Kenapa Gadget telah menjadi kunci utama mereka dalam meraih kesuksesan mewujudkan agenda tersembunyinya (hidden agenda) selama ini? Gadget dapat menjadi ujung tombak rekayasa sosial dengan menggunakan Artificial Intelligence untuk mengenali pola dan mempelajari perilaku manusia. Selanjutnya dengan mudah dapat dikendalikan sesuai dengan kehendak si perekayasa sosial tersebut. Teknologi gadget memang dengan sengaja mereka persiapkan dengan sangat matang untuk melakukan interaksi sosial. Mempermudah mereka mengendalikan interaksi manusia menuju pada tercapainya program ketiganya, yakni Control Population diseluruh belahan dunia, sebagaimana yang penulis kupas dalam buku berjudul “Indonesia Dalam Rekayasa Kehidupan” yang diterbitkan pada tahun 2019. Program Utama mereka ada tiga, yakni Money, Power dan Control Population. Jadi, saat ini kita manusia di muka bumi sudah berada pada program yang ketiga. Dan yang terakhir menuju pada terwujudnya satu sistem kendali dunia. Bagaimana cara mereka membangun Opini, sehingga Gadget menguasai dan mengendalikan hidup kita? Mereka dahului dengan melakukan promosi-promosi untuk membangun opini, yakni dengan buaian-buaian yang menarik kepada kita sebagai objeknya. Bahwa perangkat tersebut adalah bagian dari perkembangan kemajuan jaman yang semakin canggih. Bahwa Gadget yang akan memberikan kemudahan (easy), kecepatan (speed up), kenyamanan (comfort) dan kemewahan (luxury). Bahkan banyak aplikasi-aplikasi yang telah membuat para penggunanya merasa takjub (amaze) menikmati permainan dari program alam bawah sadar tersebut. Padahal semua itu hanyalah cara mereka untuk merayu kita agar tertarik dan terus-menerus mengunakannya. Akibatnya, kita keasyikan dan akhirnya terjebak dalam kecanduan (addicted) yang memanjakan. Karena kita sudah terperangkap dalam zona nyaman (comfort zone) yang sengaja mereka bangun, dengan tujuan untuk memudahkan mereka mengendalikan mindset dan merubahnya melalui program alam bawah sadar kita, sehingga perilaku, kebiasaan dan karakterpun pasti berubah juga. Akhirnya, tanpa kita sadari secara bertahap, tapi pasti kita akan masuk dalam perangkap Sistem Kendali Global yang sudah terencana secara sistematis dan matang (mature). Hal tersebutlah yang telah membuat kita tidak dapat lagi melihat dan merasakan agenda tersembunyi atau motivasi dibalik semua itu. Tujuan akhirnya adalah untuk memperbudak semua manusia di dunia seperti yang kita alami, bahkan sampai saat ini pun masih banyak yang tidak menyadarinya. Kenapa demikian? Karena melalui Gadget, mereka telah berhasil mengorkestrasikan dunia melalui Life Engineering yang begitu cerdas. Melalui program alam bawah sadar (subconcious) dengan cara merasionalisasi aktifitas kehidupan dari sesuatu yang tidak nyata (dunia semu) menjadi realita dalam aktifitas kehidupan kita sehari-hari. Subconcious itu, baik berupa perubahan mindset, perubahan perilaku, perubahan kebiasaan, perubahan karakter, bahkan perubahan nasib kehidupan kita. Terbukti dengan munculnya terminologi-terminologi yang serba baru (New) dalam segala aspek kehidupan. Satu lagi yang perlu diwaspadai adalah munculnya terminologi Tuhan Baru (New God). Terminologi New God ini yang paling mengerikan. Karena saat ini mereka sedang menggiring kita dengan berbagai dalil-dalil yang telah mereka persiapkan secara matang sekali untuk menutupi kebenaran yang sejati agar kita tidak lagi mengandalkan Tuhan Yang Maha Esa yang selama ini kita imani. Tetapi mereka akan menjauhkan dan memutuskan hubungan kita dengan Ke-Maha Kudusan dan Ke-Muliaan Tuhan yang selama ini kita sembah sebagai satu-satunya sumber kehidupan kita di dunia ini. Bagaimana cara mereka menutupi kebenaran sejati? Yakni melalui kekuatan media besar yang sudah mereka miliki selama ini. Mereka menyebarluaskan (relay) pesan yang ingin disampaikan dengan sangat efektif dan efisien kepada seluruh penerima, yakni para pengguna Gadget dengan tujuan agar opini dengan cepat terbangun sesuai dengan agenda yang mereka rencanakan. Saat ini ada banyak media yang mereka gunakan untuk membangun opini tersebut. Baik itu media sosial, media online, atau media mainstream yang dapat diakses melalui internet dari perangkat Gadget tersebut. Semuanya sudah berada dalam kendali penuh mereka juga! Sadarilah itu semua, bahwa independensi sudah tidak ada lagi. Selama ini mereka juga yang telah mempropagandakan kebebasan menyampaikan opini yang bertanggung jawab. Namun kenyataannya ruang tersebut sudah dikuasai penuh, karena para pengguna Gadget sudah digiring untuk hanya menggunakan platform-platform yang sudah mereka kuasai penuh oleh pemilik agenda. Mereka akan merekayasa kehidupan kita, agar dapat mengendalikan semua tren pemberitaan yang tersajikan. Dikomunikasikan satu arah secara terus-menerus (repetition), sehingga apapun yang disuguhkan menjadi suatu kebenaran absolut yang harus diimani dan diamini. Hal tersebut tentunya tidaklah gratis. Tetapi ada kekuatan dana yang besar untuk memagarinya. Mereka juga berdayakan lembaga-lembaga yang dianggap mempunyai kredibilitas dan integritas. Tentunya dengan kekuatan uang, untuk menentukan suatu kebenaran secara sepihak yang mereka jadikan penentu kebenaran (fact checker) tanpa dialog sama sekali. Hanya mereka pemilik kebenaran absolut. Mereka akan melabeli sebagai hoax kepada siapapun yang berbeda pemikiran dengan mereka. Paradigma hoax ini sudah mereka bangun bertahun-tahun, agar terbentuk opini tentang “apa itu hoax”. Ketika tiba saatnya mereka tinggal memainkan konsep “adu domba” untuk memecah belah persatuan. Segala hal yang tidak sesuai dengan agenda mereka, maka dengan serta-merta akan mereka labeli sebagai hoax, terutama postingan-postingan yang untuk membangun rasa bebas dari ketakutan. Beberapa opsi yang mereka lakukan, antara lain membatasi publikasi (shadow banned), dan akhirnya melenyapkannya (take down) secara sepihak tanpa menggali lebih dalam argumentasi dari si pembuat berita. Itu karena hampir semua media mereka kuasai mereka. Padahal kebenaran absolut hanyalah milik Tuhan semata, yang tidak dapat dibeli dengan uang. Tujuannya agar opini yang sedang dibangun menjadi tercapai dengan sempurna. Jadi selama ini ternyata kita sungguh-sungguh telah terbuai oleh program-program palsu yang mereka propagandakan. Baik itu demokrasi maupun yang kita pikirkan sebagai hak asasi. Semuanya sudah sirna seketika bagaikan ditelan bumi. Sirna seiring dengan keinginannya untuk segera mewujudkan agenda tersembunyi yang sudah lama mereka rencanakan secara matang. Mereka sangat sabar menanti waktu yang tepat untuk mewujudkan agendanya (design), yakni penyatuan sistem kendali seluruh dunia. Penyatuan menuju terbentuknya peradaban baru kehidupan di seluruh dunia dalam tatanan yang baru. Tatanan itu sesuai dengan konsep yang sudah mereka persiapkan secara matang dari jauh-jauh hari. Mereka ingin mengambil alih kendali kehidupan fitrah kita, dari kendali Tuhan menjadi dibawah kendali Satu Sistem Dunia yang menjadikan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana pengendalinya. Lalu bagaimana cara mereka membangun opini tersebut, agar Fear Engginering dapat terwujud? Caranya sangatlah mudah. Karena selama ini mereka telah berhasil memanipulasi pikiran dan perasaan yang terdapat dalam jiwa manusia. Manipulasi melalui program alam bawah sadar, yang tentunya tidak kita sadari dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang. Akibatnya, terbangunlah opini seolah-olah para penggunanya sedang menjalani kehidupan di dunia nyata. Padahal hanya di dunia yang semu. Sehingga pikiran dan perasaan yang telah terbentuk tersebut secara gradual melalui program alam bawah sadar otomatis akan terrefleksi pada perubahan karakter dan perilaku manusia dalam kehidupan nyata. Hal tersebut di atas dengan sangat mudah terwujud diakibatkan oleh program ilmu pengetahuan yang kita terima selama ini. Membangun logika berpikir manusia terbatas hanya pada yang dapat dilihat oleh mata jasmani, fisik dan material. Tanpa kita sadari telah menggiring kehidupan manusia, dan terjebak dalam kehidupan materialistis atau hanya mengusung nilai-nilai angka (quantitative). Quantitative yang secara otomatis juga akan terbangunnya sistem kepercayaan (belief system) yang berbasis angka-angka (numeric). Contohnya, angka di bank banyak, maka hati senang. Namun jika angkanya mengecil pikiran stress. Lalu ketika angka kematian yang disajikan tinggi, maka rasa ketakutan akan menguasai pikiran dan hati menjadi gentar. Kemudian setelah terkendalinya pikiran dan perasaan manusia, maka kekuatan media itu tinggal relay setiap pesan yang akan disampaikan ke seluruh dunia. Pesan lewat setiap platform yang sudah tersedia pada Gadget tersebut untuk merasionalisasikan agendanya. Caranya membangun opini ketakutan yang mengusung “tema tertentu”. Opini yang dapat mencuri rasa damai sejahtera pada setiap pikiran dan perasaan manusia para pengguna Gadget. Misalnya, dengan menampilkan gambar-gambar, video-video baik yang dikemas secara animasi maupun dalam bentuk reality show. Bisa pula berupa himbauan-himbauan secara terus-menerus dengan tema yang sama. Disampaikan secara berulang-ulang, dengan tujuan untuk membangun pikiran dan rasa ketakutan pada setiap manusia yang melihat dan membacanya. Maka terbentuklah “opini” yang dikehendaki dan diyakini sebagai suatu realita kehidupan. Nah bagi yang saat ini dihantui rasa ketakutan (Fear), artinya Fear Engineering telah sukses ditularkan oleh Gadget yang melekat pada tangan kita masing-masing. Tanpa sadar pula banyak orang tergoncang imannya. Bahkan telah melupakan kekuatan Yang Maha Kuasa, yang jauh lebih besar dari pada apa yang sedang mengguncang pikiran dan perasaannya. Padahal sesungguhnya Dialah yang berkuasa memberi kehidupan sekaligus berkuasa mencabut kehidupan kita juga. Semoga tulisan ini dapat membuka pikiran dan hati kita. Demi keselamatan jiwa-jiwa untuk segera berpaling kepada kemahakuasaan-Nya, yang membawa kita kembali menjadi fitrah. Ketakutan (fear) tidak akan dapat menguasai kita jika pikiran dan perasaan kita selalu melekat kepada-Nya. Penulis adalah Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Mantan Direktur Narkoba Bareskrim Polri (2015).