OPINI
Perpu Corona Aneh, "Korupsi Dana Stimulus Tidak Boleh Dipidana"
Pasal 27 ayat (1) Perpu 01 tahun 2020 ini mengatakan “Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah …. merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara”. Ayat (2) dan ayat (3) menegaskan semua pihak tidak bisa digugat dan dituntut. Luar biasa perlindungan itu. Enak sekali menjadi pejabat yang mengelola dana stimulus. By Anthony Budiawan Jakarta FNN – Kamis (02/04). Setelah terkesan main-main dalam menangani wabah Covid-19 selama sebulan, pemerintah akhirnya memberi stimulus Rp 405,1 triliun untuk memerangi wabah dan krisis ekonomi. Stimulus terdiri dari empta kelompok. Pertama, bidang kesehatan dapat Rp 75 triliun. Kedua, bidang kemanusiaan alias jaring pengaman sosial dapat Rp 110 triliun. Ketiga, insentif perpajakan dan stimulus KUR (Kredit Usaha Rakyat) dianggarkan Rp 70,1 triliun. Keempat, pemulihan ekonomi nasional diberikan Rp 150 triliun. Krisis ekonomi dan pemberian stimulus di Indonesia mempunyai catatan hitam. Selalu digunakan kesempatan untuk korupsi. Pertama, ketika krisis moneter dan ekonomi tahun 1998. Pemerintah, ketika itu diwakilkan Bank Indonesia (BI), memberi dana bantuan likuiditas (BLBI) Rp 144,5 triliun kepada 48 bank. Tetapi, menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang tepat sasaran hanya Rp 6,5 triliun. Sisanya, sekitar Rp 138 triliun menguap, diselewengkan dan dikorupsi. Banyak pelakunya yang sudah dihukum, tetapi banyak juga yang masih lolos dari hukuman. Karena dalam proses hukum, sering kali yang salah bisa jadi benar, sehingga lolos mereka. Kedua, krisis keuangan global tahun 2008. Bank Century pada awal Oktober 2008 mengalami kesulitan likuiditas. Pemerintah turun tangan memberi pinjaman dan suntikan likuiditas hingga Rp 6,7 triliun, yang kemudian ternyata bermasalah. Proses hukum berjalan hanya untuk beberapa orang saja. Yang lain sepertinya kebal hukum. Sampai sekarang, kasus ini tidak tuntas. Sisanya menguap. Melihat pengalaman di atas, masyarakat patut curiga krisis sekarang juga rentan untuk disalahgunakan. Apalagi Perpu No. 1 tahun 2020 tersebut seolah-olah sudah disiapkan untuk melindungi para pejabat dari jerat hukum pidana. Perlindungan ini tercantum di Pasal 27. Pasal 27 ayat (1) Perpu ini mengatakan “Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah …. merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara”. Ayat (2) dan ayat (3) menegaskan semua pihak tidak bisa digugat dan dituntut. Luar biasa perlindungan itu. Enak sekali menjadi pejabat yang mengelola dana stimulus. Pasal 27 ini tidak pantas dan tidak layak ada di negara yang mengedepankan supremasi hukum. Negara yang menghormati dan menjunjung tinggi hukum. Oleh karena itu, seharusnya ditolak. Karena, tidak mungkin semua biaya pengeluaran dari stimulus ini harus dianggap sah. Ini namanya aji mumpung. Pasal 27 ini jelas membuka peluang untuk pejabat negara melakukan perampokan keuangan negara. Perampokan itu melalui stimulus secara besar-besaran dan terang-terangan. Karena, mungkin saja terjadi penyimpangan dan penyelewengan dalam menggunakan dana stimulus tersebut. Seperti terbukti di dua krisis ekonmi sebelumnya tahun 1998 dan 2008. Misalnya, pengadaaan peraalatan kesehatan seperti masker, Alat Perlindungan Diri (APD), ventilator dan lainnya. Apakah biaya sebesar apapun harus diterima dan dianggap sah? Apakah proses pengadaannya boleh menyimpang dari proses normal? Kalau ternyata biayanya jauh lebih tingga dari harga normal, apakah juga dianggap sah? Kalau belinya hanya dari satu atau dua pemasok saja, apakah juga harus dianggap sah? Apakah tidak boleh diselidiki lebih lanjut tentang keungkinan ada kolusi dalam proses pengadaannya? Nilai “proyek” bidang kesehatan ini Rp 75 triliun, sangat besar, dan akan dilaksanakan secara cepat. Seluruh komponen bangsa seharusnya bersama-sama mengawasi agar stimulus yang besar ini benar-benar digunakan untuk kepentingan rakyat Indonesia yang sedang tertimpa musibah Covid-19. BPK, DPR, Kepolisian, KPK serta semua komponen masyarakat seharusnya wajib turut mengawasi. Agar terjadi transparansi, hasil pengadaan barang harus diumumkan ke masyarakat. Berapa jumlah pembelian masker, APD, ventilator dan seterusnya? Beli dari siapa, dengan harga berapa? Dengan demikian, diharapkan tidak ada monopoli atau kartel yang bisa mengakibatkan terjadi kerugian negara. Semoga tidak ada penguasaan impor oleh sekelompok pengusaha yang dekat dengan penguasa. Dan juga, izin impor dan izin produksi barang-barang tersebut harus dibuat seterang-terangnya. Jangan usaha kecil disusahkan dan pengusaha besar dipermudah. Begitu juga dengan bantuan kepada masyarakat, baik pangan, non pangan, dan bantuan tunai. Semua harus dibuat transparan dan diumumkan secara rinci. Jumlah penerima bantuan per Provinsi, Kabupaten atau Kota dan desa. Setiap bantuan tersebut harus diketahui oleh perangkat desa sampai Provinsi. Bukan hanya oleh Kementerian terkait di pusat. Terakhir, stimulus untuk pemulihan ekonomi nasional. Anggarannya Rp 150 triliun. Belum jelas bagaimana pelaksanaannya. Sekilas, bantuan ini terkait dengan rencana penerbitan surat utang negara yang dinamakan recovery bond. Sedang diupayakan, bond ini bisa dibeli langsung oleh BI, yang menurut UU tentang BI saat ini, BI tidak boleh membeli bond secara langsung dari pemerintah. Oleh karena itu, untuk membuat BI membeli bond dari pemerintah ini mungkin atau legal, maka pemerintah harus mengeluarkan Perpu lagi, yang menghapus larangan tersebut. Hasil uang dari penerbitan surat utang recovery bond ini akan diberikan secara langsung kepada perusahaan, sebagai pinjaman dari pemerintah. Cara ini bisa bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Seharusnya, pemerintah tidak boleh memberi pinjaman langsung kepada perusahaan swasta. Bantuan tersebut seharusnya melalui sektor keuangan. Kalau tidak, masyarakat bisa saja curiga bahwa bantuan stimulus hanya disalurkan kepada perusahaan dan pengusaha tertentu yang dekat dengan penguasa. Sekali lagi, demi transparansi, setiap bantuan kepada perusahaan harus diumumkan kepada public. Termasuk jumlah bantuan yang akan diberikan. Transparansi di atas sangat diperlukan untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Kemungkinan juga penyalahgunaan dana stimulus. Pasal 27 Perpu No 1 Tahun 2020 seyogyanya dihapus. Meskipun dihapus, diharapkan tidak ada yang terpidana korupsi karena transparansi di atas. Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
"Kembali Kepada Peradaban Yang Fitrah"
By Komjen Pol. Drs. Dharma Pongrekun MM. MH. Jakarta FNN- Kamis (02/04). Fenomena yang saat ini terjadi merupakan rangkaian proses dari upaya manusia-manusia yang tidak takut Tuhan untuk membangun sebuah "Peradaban yang tidak fitrah". Apa itu? Peradaban yang tak fitrah adalah peradaban yang dibentuk menurut rancangan manusia dunia. Yang menjauhkan umat dari rancangan Sang Pencipta. Tuhan tidak menghendaki manusia membangun peradaban duniawi yang tidak fitrah. Sejak semula manusia dirancang untuk hidup seturut kehendak-Nya, bukan sebaliknya. Hidup menurut kehendak dunia sudah pasti akan menghancurkan manusia itu sendiri. Peradaban duniawi yang dibangun hanya berdasarkan pemikiran yang dipengaruhi hawa nafsu. Sifatnya fana dan pada akhirnya akan jadi peradaban yang dipenuhi oleh hati yang jahat. Hasilnya, manusia penuh dengan keserakahan. Manusia-manusia yang dikuasai penuh oleh hawa nafsu ini sedang berupaya untuk membangun sebuah sistem peradaban baru: “SATU SISTEM PERADABAN GLOBAL”. Ini adalah suatu sistem peradaban yang dirancang menurut hukum-hukum dan gagasannya sendiri, dengan tujuan memperkokoh eksistensinya secara berkelanjutan. Kemudian dunia akan digiring untuk meniadakan batas antar negara, melalui kebijakan-kebijakan yang sifatnya “dipaksakan”. Untuk apa? Jelas. Demi terwujudnya “SATU SISTEM PERADABAN GLOBAL” paling efektif di seluruh dunia. Tidak hanya sampai di sini. Bersiaplah. Sebuah pemaksakan “SATU AGAMA GLOBAL” pun sedang dalam perjalanan. “SATU AGAMA GLOBAL” ini akan membawahi seluruh agama yang ada. Agama global ini dihadirkan untuk mengatur kebijakan dan doktrin-doktrin yang harus ditaati oleh semua agama yang ada, demi terwujudnya agenda milik “SATU PERADABAN GLOBAL”. Otomatis, kita akan dipaksa tunduk pada kehendak dunia. bukan lagi pada kehendak Tuhan. Ada tiga program besar dari Peradaban Global, yaitu : Money (Penguasaan sistem moneter dunia), Power (Pengelolaan sistem pemerintahan dunia dengan memberi sejumlah dana dalam berbentuk hutang), dan Control Population (Pengendalian jumlah penduduk dunia). Program terakhir dari Peradaban Global adalah Pengendalian Populasi (Control Population). Pertambahan jumlah penduduk saat ini dianggap tidak akan mampu diimbangi oleh produksi pangan, dan ketersediaan lahan yang terus mengalami kerusakan akibat eksploitasi berlebihan. Ini “dihembuskan” agar mereka dapat mewujudkan Peradaban Global yang sudah mereka cita-citakan. Mereka menganggap pengendalian populasi adalah kunci paling penting dalam mewujudkan agendanya yang selalu hanya mereka dasarkan pada nilai material (metode penilaian kuantitatif). Agenda Pengendalian Populasi ini bersifat pragmatis tanpa memperdulikan nilai-nilai moral (penilaian kualitatif). Saat ini, di seluruh dunia, generasi muda, apapun agama dan ideologinya, sedang mengalami "cuci otak”. Serempak diajak mengikuti seluruh agenda global demi mewujudkan Peradaban Global. Jika saja kita bijak membaca tanda-tanda zaman, jelas semua yang baru saja kita baca ini melawan kehendak Tuhan. Dan resikonya jelas. Bagi mereka yang setia kepada Tuhan akan terus ditekan dan disingkirkan. Sedangkan yang bersedia kompromi dengan keinginan dunia, akan diberi tempat dan didukung HABIS-HABISAN. Bersiaplah. Jika tidak dicegah, peradaban global akan segera berdiri di muka bumi ini. Tidak lama lagi. Apa yang sedang terjadi sekarang diizinkan Tuhan untuk memisahkan manusia dari dunia palsu yang sedang dibangun. Atas seizin-Nya, dengan situasi saat ini, manusia hendaknya mulai berpikir tentang keselamatan. Sadar bahwa kematian bukan tentang kematian tubuh yang sementara, tetapi kematian jiwa yang sifatnya kekal. Ini bukan main-main. “Heaven is real and so is hell. Jangan sudi dijadikan tumbal”. Ini seharusnya kita maknai sebagai peringatan yang sangat keras dari Tuhan. “Segera berpaling dari hidup yang bergelimang dosa”. Saat ini, dunia butuh seseorang yang berani memperkatakan bahwa dunia harus segera bertobat. Dan sebagai bagian dari dunia, demikian pula dengan Indonesia, kita dukung pemimpin kita agar dengan keteladananannya mampu membuat sebuah kegerakan “mengajak rakyat bertobat”. Hanya ini kunci utama (master key) yang akan menyingkirkan wabah yang sedang terjadi, yang melumpuhkan kita semua di beberapa waktu terakhir ini. Momen inilah kesempatan yang Tuhan berikan bagi kita semua untuk segera berpaling kepada-Nya. Menempatkan Tuhan sebagai Pemimpin yang tidak diganggu kedaulatan-Nya. Ia menunggu, Ia sudah sangat rindu kita berbalik, memberi respons yang tepat. Dan yang bijaksana hendaklah ia mendengarkan dan mengubah cara hidupnya. Nuswantara Nu: Makhluk Swa: Mandiri Anta: Menuju Ra: Tuhan Kembali fitrah, menempatkan Tuhan Yang Maha Esa menjadi sumber utama dari segala sumber kehidupan kita semua. Nuswantara, inilah peradaban yang fitrah. “Bangkit. Indonesia bangkit. Bangsa pemenang, bahkan lebih dari pemenang”. Viva Republik Indonesia #gerakanindonesiajemurpagi
Testimoni (2): Tunjang Kesehatan, Pasutri Dokter Konsumsi Probiotik Siklus
Oleh Mochamad Toha Surabaya, FNN - Selama ini yang sudah konsumsi varian Probiotik Siklus (PS) ternyata bukan hanya sebatas anggota Grup Probiotik Siklus (GPS) saja. Dari kalangan paramedis, seperti dokter pun ada yang sudah dan mulai konsumsi PS. “[26/3 22:42] +62 815-7927-XXX: Sy mau berbagi info bahagia. Setidaknya usaha sy ada hasilnya.” “Bbrpa hari yll sy sempat sampaikan di sini, teman sy yg suami istri dokter. Suaminya sempat demam 5hr plus batuk2, 3 hr nya sempat tangani covid. Sy sarankan pakai g10+bio imun plus biosel utk anak2nya dan pengharum ruangan.” “Alhamdulillah hari berikutnya kondisinya membaik. Target sy adl bagaimana agar mereka berdua (krn kedua nya dokter praktek di RS di Jkta) bs menjadi wasilah u penyebaran PS ini utk menyelamatkan byk nyawa.” “Alhamdulillah masya Allah, atas pertolongan Allah, kmd atas doa dr teman2 semua, stlh melalui diskusi yg ckp panjang, berbalas WA, dgn sedikit pemahaman yg sy miliki, alhamdulillah mereka paham dan bs menerima teori ini.” “Dan skrg keduanya ingin mempromosikan produk ini ke rekan2 sejawatnya (untuk bs mengatasi kondisi saat ini).” “Mohon doanya terus agar usaha ini membuahkan hasil. Sangat berharap sekali kondisi saat ini tidak semakin memburuk dan bisa berangsur membaik.” “[26/3 22:47] Formulator: Alhamdulillah, dengan ketelatenan kita semua, secara perlahan teori ini akan bisa diterima dan terbukti kebenaran-Nya.” “PS itu kebenarannya alamiah, obyektif ....dan bahkan ada yg bilang absolut, karena sesuai sunnah Nya.” “Penggunaan PS untuk teman yg dari zona merah covid 19. Teman kantor ada acara dinas di malang pada tgl 10 - 11 Maret 2020. Pada tgl itu berkunjung ke mall dan pertokoan. Tgl 18 Maret mengalami flu berat, batuk, badan panas, lemes, tenggorokan sakit.” “Periksa dokter diberi obat. Tgl 23 Maret periksa ke puskesmas dan dinyatakan sebagai ODP dia harus isolasi diri selama 14 hari, dan tgl 23 Maret itu juga disamping minum obat dari Puskesmas juga minum biosyafa: “G17 dosis 3x3 sendok, bioimun 3x1 sendok, biozime super 10 tetes. Alhamdulillah ternyata perkembangannya bagus.” “Tgl 25/3 10.04 Badan sudah enakan Pak,,,tidak demam, tenggorokan sudah jauh membaik, batuk masih, pilek masih, tp sudah jauh membaik jg dr sebelumnya. Tidak ada sesak, nafsu makan mulai naik.” “Tgl 25 Maret malam. Alhamdulillah Pak baikan. Batuk msh ada, pileknya agak berkurang. Tgl 26 Maret, alhamdulillah baik Pak...” “Tgl 27 Maret. Sudah jaraaaaaang sekali pak batuk sm pileknya. Paling kalau malam saja, itupun tdk parah... Tenggorokan sudah biasa saja... Ini info ybs langsung.” “Terima kasih biosyafa. Semoga menjadi solusi dari wabah Corona ini.” [20:28, 3/27/2020] +62 878-8678-2xxxx: Assalamu'alaykum.. Sy Safa..Kami tinggal di Jakarta." "Suami kadang pulang dari kerja tiba2 batuk, flu, demam. Langsung saya kasihkan biozime super 10 tetes plus g12 2 sendok takar. Paginya alhamdulillah udah lebih baik. Masih ada sedikit batuk, flu dan demam, saya kasihkan terus biozime super 5 tetes dan g12 2 sendok takar sampai sehat. Alhamdulillah cepat masa recovery-nya." "Saya pun sempet ketularan juga. Batuk, demam, tenggorokan gatal. Langsung aja minumin biozime super dan g12 saat terasa gejala. Alhamdulillah langsung enakan setelah minum." "[20:30, 3/27/2020] +62 878-8678-2xxx: Sempet saya dan suami agak sesak nafas juga..Rada panik saat itu.. tapi langsung tenggak biozime super dan g12. Kalo dgn g10 di saya kurang nendang 😁" Perlu diketahui, G8 adalah bakteri komunitas dengan jumlah ribuan strains bakteri tanah (hingga 7500 strains) dan didominasi oleh “sekumpulan bakteri negatif” yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada saat virus – termasuk diantaranya corona – dihadirkan G8, maka – virus ini berasumsi yang dihadirkan di G8 adalah kawan-kawan mereka. Sehingga “virus tidak lagi merasa diserang, tidak lagi merasa disakiti, tidak lagi merasa terancam keberadaannya.” Yang terjadi kemudian, bersama-sama dengan sekumpulan bakteri lengkap pada G8, mereka akan hidup normal, berkembang dan regeneratif sesuai fitrahnya. Keseimbangan Mikrobiota. kemudian yang terjadi. Nah, pada saat semua seimbang, selesai sudah masalah karena tidak lagi ada yang terlalu dominan, tidak lagi ada ketimpangan. Bagaimana cara kerjanya? Ustadz Ali Athwa yang menjadi Tim Probiotik Siklus menjelaskan bagaimana cara kerjanya. Pada dasarnya, semua ciptaan Allah SWT itu diciptakan dalam keadaan berpasang-pasangan. Manakala tidak ada pasangannya, mereka akan gelisah, lalu mereplikasi dirinya semaximal mungkin. Hal itu dilakukan karena adanya ketakutan/kegelisahan mereka. Dengan menyemprotkan cairan ber-Probiotik Siklus ini di bagian luar tubuh manusia, maka membuat mereka tidak resisten dan tidak berkembang biak terus menerus. Dengan memasukkan BioSyafa – ssalah satu vqarian produk Probiotik Siklus – ini ke dalam tubuh penderita, maka si cantik Corona itu akan menemukan pasangannya, sehingga mereka merasa aman, dan tidak akan melakukan proses regeneratif lagi. “Mereka merasa nyaman, lalu secara bertahap akan menjadi bagian dari mikrobioma tubuh kita,” ungkap Ustadz Ali, mantan wartawan Suara Hidayatullah. Menurut Ustadz Ali, mereka menjadi mematikan dan sangat ganas, karena ketakutannya akan keberlangsungan hidupnya di dunia akan berakhir, makanya mereka berusaha sekuat-kuatnya mempertahankan keberadaan nya di muka ini. Kalau terjadi di dalam tubuh, terutama di saluran pernafasan, mereka akan mengalami proses regenerasi yang sangat cepat. Itu dilakukan sebagai bentuk usahanya untuk mempertahankan kehidupannya. Dalam proses itulah muncul cairan, sebagai tempat hidup mereka. Hanya saja, cairan tempat hidup mereka itu, bersifat toksik bagi tubuh manusia, sehingga merusak mukosa saluran pernafasan, dan sampai ke paru-paru, merusak paru-paru, lalu paru-paru kaku, tidak bisa bergerak secara leluasa, akibat nafasnya sesak, maka gagal nafas. Dengan memasukkan BioSyafa ini ke tubuh kita, maka si cantik Corona itu sebagian besar akan menemukan pasangannya, sehingga mereka tidak regeneratif lagi, dan bersifat tidak menyakiti lagi. Sisanya, akan dikoloni oleh probiotik yang lainnya. Jadi, tidak bersifat membunuh mereka, tetapi menjadi sahabat mereka, dan mengajak kembali ke habitat dan sifat alamiahnya. Probiotik Siklus BioSyafa ini, menyelesaikan kasus ini, pada sumber masalahnya, yaitu sang pelaku proses penyerangan ini, dan tidak bersifat mematikan mereka. Adapun beberapa obat atau herbal atau jamu yang sering disebut sebagai anti virus atau anti corona, mayoritas sebagai suplemen, yang akan memperkuat daya tahan tubuhnya, bukan pada akar permasalahannya. “Saya haqqul yakin, corona bisa kita selesaikan dalam hitungan hari,” tegas Ustadz Ali. (Bersambung). Penulis Wartawan Senior
Habis Diskon Tarif Listrik Naik?
Pemberian diskon harus merata dan adil. Sebab, tidak sedikit pelanggan 900VA yang secara ekonomi mampu berlangganan 1300VA dan bahkan 2200VA. Misalnya, mempunyai kontrakan rumah puluhan pintu. Oleh Mangarahon Dongoran Jakarta, FNN - KEPUTUSAN pemerintah yang akan meringankan tagihan listrik untuk pelanggan 450VA dan 909VA harus diapresiasi, meskipun belum adil. Diapresiasi karena keputusan itu jelas membantu ekonomi rakyat yang semakin sulit akibat virus China atau virus corona (Covid-19). Ekonom senior Rizal Ramli yang selama ini dianggap "musuh" pemerintah terutama pendukung Joko Widodo dan Basuki Tjahya Purnama (Ahok) bahkan memuji langkah pemerintah tersebut. Ia menyebutkan keputusan pemerintah itu diharapakan dapat membantu golongan masyarakat menengah ke bawah. Sebagaimana diumumkan Presiden Joko Widodo, 24 juta pelanggan listrik 450VA akan gratis alias tidak bayar selama tiga bulan ke depan. Sedangkan 7 juta pelanggan 900VA akan mendapatkan diskon 50 persen. RR cukup fair dalam menyikapi keputusan pemerintah tersebut, meski tetap dibumbui kritiknya dari sisi defisit APBN. Bagi saya, kritik RR itu wajar saja, mengingat dia adalah ekonom senior yang setiap waktu berkutat dengan angka-angka yang berkaitan dengan ekonomi, pembangunan dan sosial. Meski memuji langkah pemerintah dalam hal tarif listrik golongan 450VA dan 900VA, RR kecewa karena pemerintah lebih memilih defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara menjadi 5,07 persen ketimbang mengalihkan dana infrastruktur untuk menanggulangi dampak corona. Sebab, dengan defisif dari 3% menjadi 5,07 persen itu sama saja artinya akan menambah utang dan 'cetak uang' dengan bungkus recovery bond. "Nilai rupiah akan semakin jatuh," kata RR. Jika RR kecewa seperti itu, saya juga dan mungkin Anda kecewa karen pelanggan 1300VA dan 2200VA sama sekali tidak tersentuh dalam keputusan pemerintah itu. Saya adalah salah satu dari pelanggan 2200VA. Mestinya kebijakan pemerintah harus adil dengan memberikan diskon yang merata. Menurut yang saya baca, pelanggan 1300 VA dan 2200 VA dikategorikan rumah tangga kecil. Mungkin pelanggan golongan ini rata-rata masuk ekonomi menengah. Tidak menutup kemungkinan secara ekonomi sekarang dan ke depan, atau mungkin juga sebelumnya, sudah masuk kategori golongan masyarakat bawah. Mengapa golongan pelanggan 1300VA dan 2200VA banyak yang masuk ke golongan ekonomi bawah dan belum menurunkannya ke 900VA? Tentu banyak faktor. Pertama, banyak pelanggan 1300VA dan 2200VA yang pensiun atau pun kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kedua, banyak kegiatan usaha rumah tangga yang gulung tikar. Ketiga, kegiatan ekonomi dalam lima tahun terakhir, terutama dua tahun terakhir (2018 dan 2019) turun drastis (pertumbuhan ekonomi nasional pun stagnan pada kisaran lima persen). Mengapa tidak menurunkan daya? Mungkin dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang diperkirakan hanya satu persen baru banyak yang akan menurunkannya. Bahkan, jika skenario terburuk pertumbuhan ekononi menjadi 0% (nol persen), mudah-mudahan tidak sampai minus, akan banyak pelanggan 1300VA dan 2200VA yang selain menurunkan dayanya, juga mungkin menunggak dan malah listriknya dicabut oleh PLN. Mestinya, dalam keputusan pemerintah itu merata. Merata dalam arti paling tidak sampai golongan 2200VA mendapatkan diskon atau potongan tarif. Jika golongan 900VA mendapatkan diskon 50 persen, alangkah adilnya golongan 1300VA mendapatkan diskon 40 persen dan golongan 2200VA mendapatkan diskon 30 persen. Juga golongan di atas 2200VA yang masuk kategori rumah tangga supaya mendapatkan diskon yang pantas dan wajar, sehingga ada unsur pemerataan yang adil. Bisa juga mendapatkan diskon 50 persen walau hanya dua0 bulan atau bahkan satu bulan. Mengapa saya minta seperti itu? Mohon maaf kepada pelanggan 900VA yang jujur ya. Banyak juga pelanggan golongan ini yang tidak jujur. Punya penghasilan melebihi pelanggan golongan 1300VA dan bahkan 2200VA, tapi tidak mau menaikkannya. Tarif Listrik Naik? Bahkan, ada yang memiliki kontrakan puluhan pintu, tapi di rumahnya tetap 900VA. Tidak hanya itu, ada juga yang tadinya memiliki rumah satu atau dua saat membeli dari developer. Akan tetapi, berusaha tetap 900VA dengan cara membuat dua meteran. Selain meminta pemberian diskon yang adil, saya juga meminta ketegasan dari pemerintah agar tidak menaikkan tarif listrik. Sebab, selama ini, yang menjadi inceran kenaikan tarif listrik adalah golongan 1300VA ke atas. Saya khawatir, kebijakan memberikan gratis bagi pelanggan 450VA dan diskon 50 persen bagi pelanggan 900VA akan disusul dengan kenaikan tarif di atas 1300VA setelah empat bulan, lima bulan, enam bulan dan seterusnya sejak masa gratis dan diskon berakhir. Saya sangat khawatir kenaikan itu terjadi mengingat keuangan PLN yang terus merugi dan banyàk utang. Utangnya akan semakin berat ketika rupiah terus terpuruk, karena banyak pinjaman perusahaan plat merah itu dalam bentuk dolar Amerika Serikat. Tentu kita berharap masalah yang dihadapi PLN tidak dibebankan kepada pelanggannya. Akan tetapi, yang dihadapinya benar-benar berat. Di satu sisi tidak bisa menaikkan tarif listrik, sementara di sisi lain kebutuhan pendanaan terus meningkat. Sedangkan pemerintah akan menghadapi kesulitan fiskal jika harus menambah subsidi. Kecuali, menambah utang lagi...utang lagi dan utang lagi. ** Penulis adalah Wartawan Senior.
Corona Membuat Jokowi Digugat Enggal ke Pengadilan
By Luqman Ibrahim Soemay Jakarta, FNN – Rabu (01/04). Teror virus Corona di Indonesia memasuki babak baru. Seorang pemuda bernama Enggal Pamukty mewakili kelompok UMKM (pedagang eceran) mengajukan gugatan Class Action kepada Presiden Jokowi. Enggal menganggap orang nomor satu di Indonesia tersebut telah melakukan kelalaian fatal yang mengancam nyawa 260 juta rakyat Indonesia. Gugatan Enggal didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakpus pada hari Kamis 1 April 2020. Ditemui seusai pendaftaran gugatan di PN Jakpus, saudara Enggal mengkonfirmasi pernyataan tersebut. "Kabar itu betul. Bahwa saya menggugat Presiden Jokowi karena kelalaiannya yang fatal dalam penanganan teror virus Covid-19, “ujar Enggal. Enggal mengatakan, bahwa tindakan dan langkah-langkah yang dilakukan pemerintah pusat sejak awal dalam menghadapi ancaman virus corona merebak di Wuhan Cina “sangat melecehkan akal sehat”. Juga sangat membahayakan nyawa jutaan rakyat dengan kebijakan yang gila dan primitif. Misalnya, dengan program mendatangkan turis saat teror Covid-19 masih berlangsung. Begitu juga dengan kebijakan mendatangkan Tenaga Kerja Asing (TKA) China yang ilegal itu. "Tiongkok sejak awal berani menutup Kota Wuhan dan sekaligus Provinsi Hubei yang berpenduduk 54 juta untuk memerangi teror virus Covid-19. Langkah penutupan itu tanpa memikirkan kerugian ekonomi. Bagi pemerintah Tiongkok nyawa rakyatnya jauh lebih daripada investasi. Ini yang tidak kita lihat pada kebijakan pemerintah Jokowi. Jokowi lebih mementingkan kepentingan investasi dan pariwisata di saat wabah dahsyat Covid-19. Langkah ini bukan hanya melecehkan akal sehat, tetapi juga mendatangkan malapetaka besar bagi bangsa Indonesia. Kita Indonesia jadi bahan olok-olokan dunia Internasional. Sebab pada saat yang sama, negara-negara lain di dunia justru menutup negaranya dari masuknya turis. Seperti diketahui, teror virus Covid-19 menjadi isu nomor wahid di seluruh dunia. Kedahsyatannya digadang-gadang sebagai wabah terbesar dalam sejarah modern umat manusia. Bermula dari kota Wuhan di Provinsi Hubei, Tiongkok. Kini virus corona sudah menyebar ke hampir 200 negara di dunia. Jumlah korban yang terjangkit lebih dari setengah juta kasus, dengan memakan korban jiwa 20.000 orang yang meninggal, hanya dalam 3 bulan. Teror Covid-19 juga telah membuat ekonomi banyak negara terpuruk. Termasuk Amerika Serikat selaku negara adidaya nomor satu dunia. Ancaman resesi sudah semakin mendekat di depan. Sangat sulit untuk bisa dihindari. Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga bakal mengalami tekanan yang keras. Sejak awal Tiongkok menyadari bahwa satu-satunya cara menghentikan teror Covid-19 adalah dengan mengisolasi penduduk secepat mungkin. Kecepatan bertindak, kedisplinan serta tidak menganggap enteng ancaman virus corona menjadi rumus paten sejak awal. Begitu seriusnya pemerintah Tiongkok menerapkan rumus tersebut, hingga tak segan-segan untuk mengkarantina satu Provinsi Hubei, yang berpenduduk 54 juta selama hampir dua bulan. Tentu dengan kerugian ekonomi luar biasa besar. Dengan rumus di atas, Pemerintah Tiongkok berhasil menghindarkan rakyatnya dari malapetaka dan ancaman nyawa yang besar. Grafik kasus juga menurun drastis. Bahkan pernah menyentuh angka 0 kasus selama 3 hari beruntun. Kini rumus penanganan teror Covid-19 di Tiongkok telah dibagikan ke seluruh dunia dan menjadi pedoman semua negara. Sebagai pekerja harian, saya sangat merasakan dampak dari lambannya penanganan Pemerintah Pusat terhadap ancaman corona ini. Kalau saja Pemerintah Pusat sejak awal serius menangani teror Covid-19 ini, tentu saya dan kawan-kawan pedagang eceran dan UMKM masih bisa mencari nafkah sehari-hari. Lambannya penanganan oleh Pemerintah Pusat ini jadi bikin kami kehilangan pendapatan. Sementara pemerintah belum juga kasih solusi bantuan seperti apa kepada kami. Saya kecewa melihat awal-awal teror Covid-19. Sebab di televisi saya melihat ada menteri yang bisa becanda-canda. Sekarang kalau sudah begini pendapatan kami menurun sangat drastis. Bagaimana nasib kami? Menjawab pertanyaan tentang kemungkinan akan menarik gugatan karena intimidasi pihak-pihak yang tidak senang dengan gugatan tersebut, Enggal menegaskan tidak akan mundur. “Saya tidak akan pernah mundur karena didukung mulai dari para dokter, perawat, ojol, taksol, pedagang-pedagang kaki lima”. “Mereka semua mendukung saya menggugat Jokowi, karena mereka pun terancam periuk nasinya. Jadi sampai titik darah penghabisan kita akan tuntut pemerintah untuk bertanggungjawab atas kerugian kami semua,“ kata Enggal. Penulis adalah Wartawan Yunior
Mengkudeta Anies Baswedan?
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Di media sosial, dalam beberapa hari terakhir berkembang spekulasi politik tingkat tinggi. Pemerintah pusat. Presiden Jokowi dan para pembantunya, dituding sedang menyusun plot “kudeta” terhadap Gubernur DKI Anies Baswedan. Posisi Jakarta sebagai episentrum penyebaran wabah Covid-19, menjadi momentum yang sangat tepat mempercepat kejatuhan Anies. Indikatornya semua kebijakan Anies alih-alih didukung, tapi malah disabot, diaborsi. Buzzer pemerintah secara sistimatis menghajar Anies dari berbagai penjuru. Tak kenal ampun. Perbincangan di berbagai WAG, beberapa akun anonim maupun real, menyebar info tersebut, tanpa jelas kebenarannya. Hanya menyebutnya dengan embel-embel A-1. Sekedar untuk meyakinkan bahwa info itu valid. Satu hal yang pasti, intelektual NU yang mulai tak muda lagi, Ulil Abshar Abdalla secara guyon menyebut mereka seperti pasangan suami istri, tidak akur. "Jadi mestinya penanganan di daerah ini mesti serius. Pemerintah pusat dan Pemda DKI harus "rukun, mawaddah wa-rahmah”," kata Ulil. Kosa kata itu sering digunakan untuk menggambarkan rukunnya pasangan suami istri yang dianjurkan oleh agama. Anies, dalam penilaian politisi Partai Demokrat itu sejak awal sudah serius menangani. Tapi oleh pemerintah pusat malah dituding “mencari panggung.” Sejak merebaknya virus Corona, aroma persaingan antara Istana Merdeka dan Kantor Gubernuran DKI kian terasa. Soal ini sebenarnya tidak terlalu mengagetkan. Sudah berlangsung sejak Anies terpilih menjadi Gubernur DKI (2017). Namun intensitasnya menjadi semakin tinggi, bersamaan dengan masuknya penyakit impor dari China itu. Banyak yang menyebutnya seperti matahari kembar. Yang satu terbit di Jalan Merdeka Utara, dan satunya lagi mulai bersinar terang di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Para buzzer pemerintah secara terbuka menyerang Anies. Cari panggung dan bahkan mencuri panggung. Dia dianggap melampaui kewenangannya. Bertindak seolah seperti seorang presiden. Berbagai langkah Anies mengatasi penyebaran virus dikritisi, dinegasi, bahkan sampai ada yang mau demonstrasi. Bersamaan dengan itu pemerintah pusat mengaborsi. Berkali-kali Dibatalkan Masih ingat ketika Anies melakukan pembatasan jam operasional transportasi umum MRT dan Bus Trans Jakarta? Langkah itu merupakan tindak lanjut instruksi Presiden. Minggu (15/3) dari Istana Bogor, Jokowi menyerahkan kebijakan penanganan Corona ke pemerintah daerah. Selain meliburkan sekolah dan kampus, merumahkan pegawai negeri, Jokowi juga meminta pembatasan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar. MRT dan Trans-Jakarta merupakan alat transportasi yang selalu dipadati penumpang. Pada pagi hari dan jam pulang kerja, penumpang berjubel. Mereka berhimpitan seperti ikan pindang. Jika ada yang positif, dijamin langsung menular. Kecaman muncul dari berbagai penjuru. Sekelompok pendukung pemerintah pusat mengancam menggelar unjukrasa ke Kantor Gubernur DKI. Anies dituding menyebar ketakutan. Menakut-nakuti rakyat. Jokowi segera memerintahkan Anies mengembalikan jam operasional seperti semula. Apa boleh buat, Anies harus membatalkan keputusannya. Presiden pada hari Senin (30/3) meminta para kepala daerah mengambil langkah tegas membatasi pergerakan orang ke daerah. Langkah tegas itu diperlukan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 ke daerah. Kebijakan yang tepat. Apalagi Jokowi punya data dan catatan lengkap, jumlah kendaraan umum yang keluar Jakarta. Dalam sepekan terakhir 876 armada bus meninggalkan kawasan jabodetabek. Jumlah penumpang 14 ribu orang. Ngeri sekali! Kawasan Jabodetabek, khususnya Jakarta adalah episentrum pandemi Covid-19. Bisa saja diantara belasan ribu orang itu ada yang sudah terpapar dan positif. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mencatat sampai saat ini sudah 60 ribu warganya kembali. Beberapa diantaranya sudah dinyatakan positif Corona. Apa artinya? Virus itu akan menyebar bersamaan dengan kedatangan warga ke daerah. Mereka bisa menulari keluarga inti, saudara, dan tetangga terdekat. Mereka yang positif ini menulari lingkaran terdekat, dan seterusnya. Maka terciptalah episentrum baru. Jumlahnya bisa jauh lebih besar dibandingkan Jakarta. Provinsi seperti Jabar, Jateng, Jatim jumlah penduduknya sangat besar, rentan dan potensial tertular. Banyak warganya yang mencari nafkah di kawasan Jabodetabek. Kalau sampai hal itu terjadi, malapetaka tercipta. Fasilitas kesehatan, daya dukung tenaga medis, jelas tak sebanding dengan Jakarta. Belum lagi akses kesehatan dan transportasi yang sulit terjangkau. Jakarta saja kewalahan, konon pula daerah? Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Letjen Doni Monardo minta warga di tingkat kelurahan dan desa meminjamkan rumahnya. Digunakan untuk isolasi pendatang dari luar daerah maupun luar negeri. Apa artinya? Pemerintah sudah mengakui mereka tak sanggup menyediakan fasilitas tanpa bantuan masyarakat. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung bergerak cepat. Dia melakukan rapat koordinasi dengan instansi terkait, termasuk Dirjen Perhubungan Darat. Keputusannya terhitung Senin (30/3) pukul 18.00 WIB operasional Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) distop! Hanya beberapa jam akan diberlakukan, keputusan itu diaborsi. Tiba-tiba datang keputusan dari Menhub Ad interim Luhut Panjaitan. Keputusan Anies dibatalkan dengan alasan masih harus dikaji lagi dampaknya. Coba bayangkan. Instruksi Presiden, ditindaklanjuti dan dilaksanakan Gubernur, tapi dibatalkan oleh Luhut. Kasus terbaru, permohonan lockdown wilayah di Jakarta ditolak. Presiden malah memilih Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bersamaan itu pemerintah akan menggunakan pendisplinan hukum. Polisi akan membubarkan kerumunan massa. Sikap pemerintah pusat terhadap Anies, sangat berbeda dengan beberapa kepala daerah lain. Mereka relatif bebas mengambil kebijakan lockdown, tanpa khawatir disemprit, apalagi dibatalkan pemerintah pusat. Dengan fakta-fakta tersebut, Anies terkesan menjadi target. Dibelenggu. Kewenangannya dibatasi. Sebagai penguasa daerah, dia tidak bisa leluasa bertindak, sementara situasinya sudah darurat tinggi. Nyawa mulai berjatuhan. Anies menyebutkan, sampai saat ini setidaknya sudah 283 orang warga DKI yang meninggal dunia. Mereka dimakamkan dengan protokol Covid-19. Anies tidak secara langsung menyebut mereka wafat karena Covid-19. Angka yang disebutnya jauh lebih tinggi dibandingkan data resmi pemerintah. “Baru” 122 orang. Anies tampak tercekat ketika menyampaikan data itu. Suaranya bergetar. " 283 itu bukan angka statistik. Itu adalah warga kita yang bulan lalu sehat... Yang bulan lalu bisa berkegiatan,“ ujarnya. Situasi di Jakarta terkait dengan Covid-19, kata Anies, sudah amat mengkhawatirkan. Sampai kapan Anies akan bertahan? Menghadapi tekanan harus menyelamatkan nyawa warganya. Mencegah jatuhnya korban yang lebih besar sampai ke daerah-daerah. Namun kebijakannya tak didukung. Disalahkan. Diaborsi. Dibatalkan. Meminjam analogi yang pernah digunakan oleh ulama besar Buya Hamka, posisi Anies seperti kue bika. Dibakar dari atas dan bawah. Apa itu bukan “kudeta” secara halus? End Penulis Wartawan Senior.
Coronavirus, Lockdown, dan Ironi Negeri Muslim Terbesar
Oleh Harun Husen Jakarta, FNN - Di laman Newsweek, 17 Maret, seorang profesor, Dr Craig Considine, menulis sebuah artikel menarik. Judulnya, “Can the Power of Prayer Alone Stop a Pandemic like the Coronavirus? Even the Prophet Muhammad Thought Otherwise”. Artikel itu tentang wabah coronavirus, yang kini telah menjadi pandemi global. Editor Newsweek, memberi artikel itu ilustrasi Ka’bah dan pelatarannya yang putih susu. Pada dua paragraf awal Dr Craig membahas tentang pandemi global Covid19 dan cara membendungnya. Para ahli imunologi seperti Dr Anthony Fauci dan Dr Sanjay Gupta, tulisnya, menyatakan bahwa cara paling efektif untuk mengatasinya adalah dengan menjaga kebersihan, melakukan karantina, dan mengisolasi diri dari orang lain. Para paragraf ketiga, dia menyampaikan sebuah pertanyaan. Sebenarnya lebih merupakan pernyataan. Berkata Dr Craig, “Taukah Anda siapa lagi yang menyarankan menjaga keberhasihan dan karantina selama pandemi berlangsung?” “Muhammad, Nabi umat Islam, lebih dari 1.300 tahun silam,” tulisnya. Nabi Muhammad, Dr Craig menambahkan, bukanlah seorang ahli tradisional dalam soal penyakit mematikan. Namun, tulisnya, “Nabi Muhammad telah menyampaikan nasihat yang sangat baik untuk mencegah dan memerangi perkembangan [penyakit mematikan] seperti Covid19.” Dr Craig kemudian mengutip hadits yang dia maksud. “Muhammad bersabda: ‘Jika engkau mendengar wabah melanda suatu negeri, jangan memasukinya; tetapi jika wabah itu menyebar di suatu tempat sedang engkau berada di dalamnya, jangan tinggalkan tempat itu’.” Yang dikutip Dr Craig adalah hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Kisah lengkap tentang hadits ini, yang berkaitan dengan peristiwa di zaman Khalifah Umar, lihat pada tulisan “Lockdown Era Umar bin Khattab”. Masih mengutip hadits, Dr Craig –yang belum lama ini menulis buku berjudul “Humanity of Muhammad: A Christian View” (Blue Dome Press, 2020)– menulis: “Dia (Nabi Muhammad) juga berkata: ‘Mereka yang telah terinfeksi penyakit menular, harus dijauhkan dari yang sehat’.” Ini juga hadits shahih yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah. Formulasi lain hadits ini dalam bahasa Indonesia, adalah “Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat.” Sekarang semua anjuran Nabi tersebut, secara kebetulan telah menjadi jurus banyak negara dalam menghadapi pandemi global coronavirus. Mulai dari negara komunis, Hindu, Kristen, Katolik, liberal, sekuler, dan lain-lain, melakukan lockdown. Ironisnya, Indonesia yang merupakan negara mayoritas Muslim, justru mengabaikan pesan Sang Nabi. Alih-alih, kita malah melakukan langkah sebaliknya. Saat Cina sedang diharubiru coronavirus, yang memaksa negara itu melockdown Wuhan hingga menutup Kota Terlarang, kita (kita?) malah mengundang turis masuk ke negara ini, bahkan dengan iming-iming diskon. Kedua, saat orang terinfeksi mulai ditemukan, kita sama sekali tidak mau melakukan karantina wilayah. Akibatnya, kini virus telah menyebar di sebagian besar provinsi di Indonesia. Yang terinfeksi dan meninggal semakin banyak. Saat situasi semakin buruk, malah terdengar skenario melakukan herd immunity. Skenario yang seakan menyerahkan anak bangsa ini menjadi hidangan virus korona. Silakan bertarung sendiri melawan virus itu melalui mekanisme seleksi alamiah. Survival of the fittest. Sejak lama, para ahli menyatakan mortality rate virus ini adalah dua persen. Jadi, peluang Anda hidup adalah 98/100. Pastikan saja anda tidak termasuk yang dua persen. Lalu, berapa dua persen orang Indonesia? Sekarang penduduk kita sekitar 270 juta. Kalau skenario herd immunity benar-benar tega dijalankan, maka yang akan mati adalah sekitar 4,5 juta orang. Seberapa banyak itu? Bayangkan saja Singapura dijatuhi bom atom, dan seluruh penduduknya mati. Sebanyak itulah nanti yang mati. Itu pun kalau benar-benar dua persen saja yang mati. Sekarang, berdasarkan data Worldometer sampai dengan Sabtu sore ini, kasus positif coronavirus berjumlah 601.010, dengan tingkat kematian 27.432, atau 4,56 persen. Lalu bagaimana kalau tingkat kematian herd immunity sampai 4,5 persen? Jumlahnya tinggal dikali dua. Maka, yang mati sekitar 12 juta orang. Jumlah yang mati akan lebih banyak daripada penduduk Jakarta. Inggris, yang disebut-sebut mencoba menerapkan skenario herd immunity, gagal dan diobrak-abrik virus ini. Bahkan, perdana menteri dan pewaris tahta Inggris, berhasil diinfeksi virus ini. Para ahli pun menentang skenario kejam tersebut. Bukan hanya akan mengorbankan jutaan nyawa, skenario ini pun penuh dengan ketidakpastian. Seorang peneliti mengatakan virus ini baru memulai perjalanan evolusinya. Di Wuhan maupun Jepang, sudah didapati kejadian ganjil, orang yang sembuh, ternyata bisa terinfeksi lagi. Bahkan di Wuhan angkanya sampai lima persen. Berita lain menyebut angkanya sampai 14 persen. Nabi, sejak 14 abad silam, tidak pernah menyarankan skenario kejam seperti itu. Nabi mengajarkan karantina, isolasi, dan menjaga kebersihan. Mari kita tengok lagi tulisan Dr Craig, yang basah kuyup oleh guyuran hadits. Nabi Muhammad, tulisnya, sangat mendorong manusia mematuhi praktik higienis yang bakal membuatnya aman dari infeksi. “Pertimbangkan hadits-hadits ini, atau perkataan Nabi Muhammad:” “Kebersihan adalah sebahagian dari iman.” “Cucilah tanganmu setelah bangun tidur; kamu tidak tahu ke mana tanganmu bergerak saat tidur.” “Keberkahan makanan terletak pada mencuci tangan sebelum dan setelah makan.” Lalu, bagaimana jika seseorang jatuh sakit? Nasihat apa yang akan diberikan Nabi Muhammad kepada sesama manusia yang sedang didera rasa sakit? Dr Craig kembali bertanya, retoris. Jawabannya, menurut profesor yang tahun lalu menerbitkan buku “Islam in America: Exploring the Issues” (ABC-CLIO 2019), ini, adalah: “Dia (Nabi Muhammad) akan mendorong untuk mencari perawatan medis.” Dr Craig pun mengutip hadits yang sangat terkenal. “Manfaatkan perawatan medis (berobatlah), karena Tuhan tidak menciptakan penyakit tanpa obatnya, dengan pengecualian terhadap satu penyakit –usia tua (pikun).” Hadits ini diriwayatkan Imam Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah. Hampir sekujur artikel Dr Craig, bercerita tentang Sang Nabi dan sabdanya yang sangat diperlukan umat manusia, hari-hari ini. Dan, yang menurutnya merupakan salah satu poin terpenting, Nabi mengajarkan bagaimana menyeimbangkan iman dan akal. Dr Craig kemudian mengajak kita melihat respons umat beragama, beberapa pekan terakhir. Sebagian orang, tulisnya, bergerak terlalu jauh, dengan menyarankan bahwa berdoa akan lebih baik dan akan menjauhkan dari coronavirus, ketimbang mematuhi aturan dasar tentang social distancing dan karantina. Dr Craig pun mereka-reka, kira-kira apa tanggapan Nabi terhadap pendapat seperti itu. Dan, Dr Craig menjawabnya dengan menukil sebuah kisah unta orang Badui, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi. “Pertimbangkan kisah berikut. Suatu hari, Nabi Muhammad melihat seorang lelaki Badui meninggalkan untanya tanpa mengikatnya. Dia (Nabi Muhammad) bertanya kepada orang Badui tersebut, ‘Mengapa tidak engkau ikat untamu?’ Orang Badui itu menjawab, ‘Aku menaruh kepercayaan (tawakal)kepada Tuhan.’ Sang Nabi pun kemudian bersabda, ‘Ikat dulu untamu, baru kemudian tawakkal kepada Tuhan’.” Sebagai kesimpulan, Dr Craig menyatakan bahwa Nabi Muhammad menyarankan umat untuk mencari bimbingan dalam agama mereka, namun Nabi tetap berharap mereka melakukan langkah-langkah mendasar terkait pencegahan, kestabilan, dan keselamatan. “Dengan kata lain, dia {Nabi) berharap umat menggunakan akal sehatnya.” Era Umar bin Khattab Situasi lockdown zaman nabi, juga diterapkan oleh Umar bin Khattab ketika mengunjungi Syam. Cerita ini dikisahkan dalam buku Biografi Umar bin Khattab karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi. Pada tahun 18 Hijriyah, suatu hari Umar bin Khattab bersama sabahat-sahabatnya, melakukan perjalanan menuju Syam. Sebelum memasuki Syam, di perbatasan mereka mendengar sebuah kabar tentang wabah penyakit kulit yang menjangkiti wilayah tersebut. Penyakit kulit ini dinamai Wabah Tha’un Amwas. Penyakit menular yang menyebabkan benjolan di seluruh tubuh. Benjolan yang terus tumbuh hingga pecah, membuat penderita mengalami pendarahan hingga kematian. Beberapa waktu kemudian, Gubernur Syam, Abu Ubaidah bin Al Jarrah, datang menemui rombongan Umar di perbatasan. Terjadi percakapan di antara para sahabat dengan Umar. Akhirnya mereka bersepakat untuk mengikuti Hadits Nabi, untuk tidak masuk ke daerah Syam yang sedang mengalami wabah, dan kembali pulang ke Madinah. Syam diberlakukan lockdown. Setiap beberapa waktu sekali, Abu Ubaidah mengabarkan situasi kondisi yang terjadi di Syam, kepada Umar bin Khattab. Satu persatu sahabat Umar meninggal saat wabah, hingga tercatat sekitar 20 ribu orang yang wafat karena wabah. Jumlahnya hampir separuh dari penduduk Syam, termasuk di dalamnya ada Abu Ubaidah. Posisi Gubernur kemudian digantikan oleh Amr bin Ash, Sahabat Umar. Amr bin Ash memerintahkan kepada penduduk Syam untuk saling berjaga jarak, agar tidak tidak saling menularkan penyakit, dan berpencar dengan menempatkan diri di gunung-gunung. Penularan penyakit kusta pun dapat diredam, dan Syam kembali normal Sumber: – https://www.newsweek.com/prophet-prayer-muhammad-covid-19-coronavirus-1492798 Penulis Wartawan Senior.
Darurat Sipil? Apa Yang Mau Dilindungi Pak Presiden?
By Margarito Kamis Jakarta FNN – Selasa (31/03). Corona yang tak terlihat bentuknya itu, memulai serangan mematikannya dari Wuhan, China. Perlahan tapi pasti, hampir negara di dunia menjadi sasaran serangannya. Sangat mematikan. Telah puluhan ribu orang mati. Apa senjatanya, apa strategi, apa taktiknya, dan bagaimana propagandanya, dan seterusnya, semuanya tak terlihat. Mahir menemukan sasaran, cepat dalam penetrasi, dan cekatan dalam mengobrak-abrik benteng pertahanan setiap orang. Itulah pasukan corona. Hebatnya tidak jelas siapa panglimanya? Tidak jelas juga siapa komandan tempurnya? Bagaimana garis komandonya? Itu pulalah pasukan corona ini. Sekali lagi, sangat mengerikan. Ini perang tanpa bentuk. Perang jenis ini paling sulit dihadapi. Ini perang paling berbahaya. Secanggih apapun mesin perang sebuah negara, selalu sulit menghadapi perang jenis ini. Itu sebabnya semua negara-negara top, ambil misalnya Inggris dan Amerika pun kewalahan. Sempoyongan, sejauh ini. Inggris dan Amerika yang dikenal jagoan mengubah tatanan dunia melalui perang dan krisis keuangan itu, tak bisa bersiasat. Tak bisa memanggil senjata hebat dari Arsenalnya menghadapi kepungan virus laknat ini. Rakyat kedua negara ini juga mati, karena virus jahannam ini. Kecenderungannya terus meningkat dari hari ke hari. Itu sebabnya diperlukan strategi dan taktik jitu menghadapi dan melumpuhkannya. Indonesia, harus diakui, sebenarnya telah memiiki senjata canggih, lengkap dengan strategi dan taktik teknis dan politik menghadapi perang ini. Semuanya tersedia dalam Arsenal yang bernama UU No. 6 tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan. Undang-undang ini disiapkan oleh Presiden Jokowi dua tahun lalu. Undang-undang ini sangat antisipatif. Sangat hebat. Strategi sederhananya adalah begitu virus, pasukan ini mulai menyerang, pada tahap awal sekali pemerintah sudah harus buat perkiraan terhadap ini sumber serangan, jenis senjata (virus), level bahayanya, dan kecepatan serangannya. Lalu buat proyeksi atas efeknya terhadap keamanan “kesehatan masyarakat.” Bila virusnya telah teridentifikasi, kecepatan serangannya, ruang serangannya, dan efeknya terhadap Kesehatan masyarakat, maka pemerintah siapkan tindakan melawannya. Tindakan pertama adalah “Deklarasi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.” Setelah deklarasi ini, barulah dipertimbangkan tindakan-tindakan berikutnya. Tindakan berikutnya adalah melakukan pembatasan. Menurut undang-udang ini, namanya “karantina.” Termasuk pengertian karantina itu adalah “Pembatasan Sosial Berskala Besar.” Begitulah bangsa ini menyiapkan diri menghadapi musuh tak terduga itu. Virus yang hari ini dinamai corona, laknat ini. Undang-undang ini memerintahkan pemerintah menyiapkan segala kebutuhan dasar rakyat untuk sekadar hidup. Di dalamnya termasuk kebutuhan makan hewan peliharaan, manakala pemerintah melakukan pembatasan sosial berskala besar menurut undang-undang ini. Tetapi harus diakui, detail “tindakan-tindakan mitigasi” menurut ilmu kesehatan baru saja diatur. Dan saya percaya saja skema teknis kerjasama pemerintah dengan pemerintah daerah juga diatur dalam PP yang baru terbit ini. Keterlambatan inilah penyebab terbesar tak terkordinasinya tindakan Pemerintah Daerah (Pemda) dengan Pemerintah Pusat. Walau hanya satu PP, tetapi menurut saya cukup masuk akal secara hukum. Mengapa? Undang-undang tidak mengharuskan jumlah PP. Memang Sedikitnya 3 (tiga) pasal dalam undang-undang ini yang memerintahkan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP). Tetapi bagi saya satu PP saja sudah cukup. Hal terpenting adalah cakupan materi, dan muatannya harus komprehensif. Bila komprehensif, maka 11 (sebelas) pasal yang memerintahkan pemerintah membentuk Peraturan Menteri (Permen), dapat diminimalkan jumlahnya. Dilihat dari sudut materi, muatan dari pasal-pasal itu, dapat diproyeksikan sedikiitnya tiga menteri harus membuat Permen. Menteri Hukum dan Ham, Menteri Kesehatan dan Menteri Perhubungan. Menariknya, dalam rapat terbatas Senin (30/3) Presiden Jokowi bahkan mengatakan perlu didampingi oleh kebijakan darurat sipil. Tadi sudah saya sampaikan bahwa perlu didampingi adanya kebijakan “darurat sipil” (tanda petik dari saya) (Tempo.co.id 30/3/2020). Pernyataan tentang “darurat sipil” ini sangat menarik dilihat dari sudut Tata Negara. Bagaimana argumentasi konstitusional ternalar antara serangan virus corona dengan eksistensi dari pemerintahan dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)? Apakah pemerintah atau sebagian pemerintah daerah mulai tak berfungsi? Apakah NKRI Indonesia sedang terancam pecah, atau disintegrasi? Apakah disintegrasi sedang dipelupuk mata? Apakah sebagian rakyat Indonesia menjadi bagian dari pasukan virus corona itu ? Apakah wabah corona dapat diberi status sebagai manusia, yang pemberontak? Protokol penanganan pasukan virus berbeda secara fundamental dengan protokol penanganan pasukan (sekumpulan orang dengan agenda jelas, terorganisir, bersenjata dan bermotif politik) menyerang negara ini. Protokol virus bertolak dari UU No. 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Protokol penanganan Tertib Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 23 Tahun 1959 Tentang Keadaan Bahaya. Alasan Tata Negara dibalik Perpu berbeda dengan alasan tata negara dibalik UU No. 6 Tahun 2018. Alasan fundamental Tata Negara pada Perpu adalah terganggunya tertib sipil itu sebagai akibat dari hal-hal sebagai berikut: Pertama, adanya serangan bersenjata, atau pengacau oleh orang-orang bersenjata. Kedua, serangan bersenjata itu bermaksud, nyata-nyata atau sembunyi-sembunyi, untuk menggantikan pemerintahan yang sah, atau setidak-tidaknya mengakibatkan pemerintah atau pemerintah daerah yang sah, sebagian atau seluruhnya lumpuh atau tidak dapat berfungsi sebagaimana fungsi pemerintah dalam keadaan tertib sipil. Ketiga, Serangan pasukan itu dimaksudkan untuk melepaskan sebagian wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, atau menciptakan negara baru terlepas dari wilayah NKRI. Keempat, membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau setidak-tidaknya menempatkan sebagian pemerintah daerah atau satu daerah di bawah kendali pasukan itu. Semua soal ini, untuk alasan secanggih atau sengawur apapun, tidak bakal ditemukan dalam serangan virus corona jahannam ini. Betul, keadaan tertib sipil saat ini sedang terganggu. Tetapi harus diingat betul bahwa penurunan level tertib sipil saat ini, sama sekali tidak disebabkan oleh gangguan pasukan atau sekelompok orang bersenjata dan bermotif politik. Penurunan derajat tertib sipil saat ini merupakan hasil, dan sekaligus cara sah mencegah virus corona. Penurunan derajat tertib sipil ini, untuk alasan apapun, sah. Mengapa? Penurunan itu merupakan cara pemerintah menghalau virus, yang diyakini sebagai cara ampuh menormalkan kembali tertib sipil itu. Apalagi konsekuensi Tata Negara yang menyertainya Darurat Sipil berbeda sangat mendasar dengan Darurat Kesehatan. Apa bedanya? Pertama, dalam darurat sipil, status Presiden mengalami perubahan. Kedua, harus dibentuk institusi tata negara tambahan. Presiden, dalam keadaan “Darurat Sipil” berstatus sebagai “Penguasa Darurat Sipil Pusat.” Bila darurat sipil diubah, ditingkatkan menjadi “Darurat Militer” maka Presiden berstatus sebagai “Penguasa Darurat Militer Pusat.” Andai keadaan tak menolong sehingga harus ditingkatkan menjadi “Darurat Perang” maka Presiden berstatus sebagai “Penguasa Darurat Perang” Baik Darurat Sipil, Darurat Militer dan maupun Darurat Perang, Presiden dalam melaksanakan fungsinya dibantu oleh satu Badan. Badan itu berisi Menteri Pertama, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Menteri Luar Negeri, Kepala Staf ASngkatan Darat, Kepala Staf Angkat Laut, Kepala Staf Angkatan Udara, Kepala Kepolisian Negara. Perlukah Badan ini pada Darurat Kesehatan. Tidak. Apa konsekuensi kehadiran Badan itu? Menejemen pembuatan kebijakan berubah. Perumusan kebijakan bernegara dalam mengelola Darurat Sipil, untuk sebagian besar berputar pada pejabat-pejabat ini. Betul, Presiden tetap menjadi center of constitutional authority, tetapi presiden harus mendapat nasihat dari pejabat-pejabat itu. Konsekuensi perubahan menejemn lainnya? Kepala Daerah yang daerahnya ditetapkan berada dalam darurat sipil, harus dibantu oleh Komandan Militer tertinggi di daerah itu, plus Kepala Kepolisian Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya, mereka disupervisi oleh Kepala Kejaksaan. Seperti Presiden, Kepala Daerah itu, mau atau tidak, suka atau tidak wajib mendengar nasihat pejabat-pejabat dimaksud. Konsekuensi ini tidak ada pada darurat Kesehatan. Pada Darurat kesehatan, keadaan Tata Negara tidak berubah sedikitpun. Tetapi pembatasan hak bergerak warga negara misalnya, sama untuk keduanya. Hak bicara dan berkorespondensi, tidak dibatasi dalam darurat kesehatan. Pada Dadrurat Sipil, justru dilakukan secara ad hoc, dan represif berdasarkan pertimbangan Penguasa Darurat Sipil Daerah. Selain kesamaan-kesamaan relatif itu, terdapat satu perbedaan. Perbedaan ini dapat disebut fundamental. Pada Darurat Sipil, pemerintah tidak dibebani kewajiban memberi makan dan minum rakyat. Rakyat cari makan sendiri, urus diri sendiri. Sebaliknya, pada Darurat Kesehatan yang diikuti “Pembatasan Sosial Berskala Besar”, pemerintah menanggung biaya makan dan minum rakyat. Tentu alakadarnya. Begitulah perbedaan fundamentalnya dari sudut pandang Tata Negara. Mungkinkah pemerintah menempatkan Darurat Sipil di meja pembuatan keputusan sebagai sekoci ketika pemerintah tak lagi mampu mengurus kebutuhan dasar rakyat? Faktanya pemerintah sudah membebaskan rakyat dari bayar listrik, dan atau bayar setengah saja. UMKM dikasih stimulus. Rakyat miskin mau dikasih uang. Lalu apa? Politik? Bagaimana nalarnya? Energizer disipiln masyarakat? Agak sulit disodorkan sebagai jawabannya. Rakyat pada cari akal dan cara sendiri menjaga diri dan lingkungannya. Mereka bisa terhindar dari kemungkinan menjadi sasaran virus. Sungguh saya tak mampu menjelaskannya. Apakah Darurat Sipil, andai benar bakal dilakukan, akankah dijadikan justifikasi bagi pemerintah melakukan represi terhadap orang-orang yang berbeda haluan politiknya dengan Presiden? Entahlah. Tak bisa berspekulasi. Memang sejarah Tata Negara dan politik bangsa ini dengan kebenaran tak terbantahkan menunjukan tindakan sejenis itu pernah terjadi. Pembubaran paksa pertemuan politik oleh orang-orang yang tergabung dalam “Liga Demokrasi” misalnya, di awal tahun 1960, adalah satu peristiwa kecil yang mematikan dari politik darurat seperti itu. Pak M. Sjahrir, Pak Yunan Nasution, Pak Sjafrudin Prawiranegara, yang ketika itu berbeda haluan politiknya dengan Presiden Seokarno, ditangkap. Mereka dipenjarakan begitu saja. Begitulah adanya pendekatan politik dulu. Itulah hasil politik darurat kala itu. Politik busuk ini tidak ditemukan, dalam perspektif perbandingan dengan misalnya masa Presiden Franklin D. Rosevelt, yang masuk ke kekuasaan di tengah krisis besar ekonomi Amerika. Orang dibiarkan mengeritik tindakannya. Kritik terhadap tindakannya yang menyita emas milik rakyat, tanpa ada ganti rugi yang memadai. Kritik dibiarkan saja begitu. Anehnya, tidak ada satupun tindakan represi kepada pengeritik-pengeritik Rosevelt itu. Mereka dibiarkan bernyanyi dengan nadanya sendiri sampai sempoyongan. Begitulah Rosevelt mengelola krisis. Canggih caranya dan berkelas. Kecanggihannya itulah yang memungkinkan Rosevelt berkuasa selama empat periode. Ini preseden satu-satunya dalam sejarah kepresidenan di Amerika hingga sekarang. Akhirnya, penyakit strok membawa Rosevelt ke akhir jabatan periode keempatnya ke awal yang lebih cepat. Rosevelt lalu digantikan oleh Harry Truman. Indonasia pun merdeka pada masa pemerintah Herry Truman. Begitulah politik bekerja. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate.
Corona Berjangkit, Utang Bakal Kian Melangit?
Oleh Edy Mulyadi Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo hari ini (Selasa, 31 Maret 2020) mengumumkan sejumlah kebijakan perlindungan sosial dan stimulus ekonomi guna menghadapi dampak Covid-19. Tentu saja, ini melegakan. Kabar gembiranya, pemerintah bakal mengalokasikan anggaran hingga Rp405 triliun untuk keperluan tersebut. Jumlah yang lumayan gede itu antara lain Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial, dan Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR). Sisanya yang Rp150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional. Dalam program ini termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta dunia usaha. Semua itu dimaksudkan guna menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi. Para dokter dan tenaga medis yang selama ini menjadi pahlawan di garda terdepan melawan virus Corona boleh berlega hati. Pasalnya, anggaran yang disiapkan untuk dukungan bidang kesehatan yang Rp75 triliun itu, di antaranya digunakan perlindungan tenaga kesehatan, terutama pembelian APD. Dana tadi juga bagi pembelian alat-alat kesehatan yang dibutuhkan; seperti: test kit, reagen, ventilator, hand sanitizer, dan lainnya sesuai standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan. Masih di bidang kesehatan, ada dana untuk upgrade 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien Covid-19, termasuk Wisma Atlet. Juga ada insentif dokter (spesialis Rp15 juta/bulan), dokter umum (Rp10 juta), perawat Rp7,5 juta, dan tenaga kesehatan lainnya Rp5 juta. Jika, ini jika ya mudah-mudahan tidak terjadi, meninggal ada santunan kematian tenaga medis Rp300 juta. Kabar gembira lain berupa dianggarkannya dana untuk perlindungan sosial. Antara lain, dinaikkannya jumlah Kartu Sembako dari Rp150.000 menjadi Rp200.000 selama sembilan bulan. Jumlah penerimanya juga naik dari 15,2 juta menjadi 20 juta. Begitu juga dengan anggaran Kartu Prakerja, dinaikkan dari Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun. Jumlah ini bisa menjangkau sekitar 5,6 juta pekerja informal, pelaku usaha mikro dan kecil. Yang tidak kalah menggembirakan, ada pembebasan biaya listrik selama tiga bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450VA. Sedangkan untuk 7 juta pelanggan 900VA ada diskon 50%. Khusus dukungan logistik sembako dan kebutuhan pokok, pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp25 triliun. Ngutang Lagi Sampai di sini, semua kebijakan tersebut tentu saja amat menggembirakan. Namun senyum lebar tadi berubah jadi kekhawatiran baru. Betapa tidak, anggaran yang Rp405 triliun tadi, ternyata bukan bersumber dari realokasi anggaran. Lantas dari mana? Dari mana lagi kalau bukan (rencana) membuat utang baru. Tidak percaya? Simak baik-baik pernyataan Joko saat mengumumkannya siang tadi, yang di antaranya dia mengatakan, “ Terkait penanganan Covid19 dan dampak ekonomi keuangan, saya menginstruksikan total tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan Cofid-19 adalah sebesar Rp405,1 Triliun.” Pada bagian lain, Presiden mengatakan, “ PERPPU juga mengantisipasi kemungkinan terjadinya defisit yang diperkirakan akan mencapai 5,07%. Karena itu perlu relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3%. Namun relaksasi defisit hanya untuk tiga tahun, yaitu tahun 2020, 2021, dan 2022. Setelah itu kembali ke disiplin fiskal maksimal defisit 3 % mulai tahun 2023.” Uraian tersebut jelas sekali menunjukkan akan ada utang baru untuk membiayai anggaran perlindungan sosial dan stimulus ekonomi dalam menghadapi wabah Corona. Pertanyaannya, mengapa tidak menggunakan anggaran yang sudah ada? Bukankah bisa dilakukan realokasi anggaran yang dianggap tidak atau kurang penting? Memang, dalam penjelasannya Joko mengatakan pemerintah tetap berupaya menjaga pengelolaan fiskal yang hati-hati melalui refocusing dan realokasi belanja untuk penanganan Covid-19. Misalnya, dengan realokasi cadangan dan penghematan belanja kementerian dan belanja senilai Rp190 Triliun. Dari penjelasan ini, maka setidaknya akan ada tambahan utang baru di luar yang sudah direncanakan semula sebesar Rp405 triliun - Rp190 triliun = Rp215 triliun. Asal tahu saja, desifit APBN 2020 sebesar Rp302,1 triliun. Dari mana menutupi defisit ini? Jelas ngutang, lah. Artinya, guna mengatasi wabah Corona, total rencana utang kita bakal membengkak menjadi Rp517,1 triliun! Tidak Perlu Utang Baru Pertanyaannya, benarkah tambahan utang baru itu diperlukan? Jawabnya, tidak perlu. Tidak adakah cara lain? Jawabnya, tentu saja ada! Caranya, pemerintah merealokasikan anggaran pembayaran bunga utang yang Rp295 triliun plus cicilan pokok utang Rp359 triliun. Jika 50% saja total anggaran untuk membayar utang yang mencapai Rp654 triliun direalokasikan, maka ada dana Rp327 triliun yang bisa dipakai. Banyak, kan? Lalu, pemerintah juga bisa merealokasi 50% anggaran insfrastruktur yang mencapai Rp419 triliun, sehingga diperoleh angka Rp209,5 triliun. Masih ada lagi, yaitu penghematan 20% anggaran belanja kementerian dan lembaga (K/L) yang mencapai Rp1.600 triliun. Dari sini, ada penghematan Rp320 triliun. Lalu, ada SAL dan SILPA yang angkanya lumayan gede, Rp240 triliun. Sekarang mari kita rekap hasil realokasi dan penghematan anggaran tersebut. Rp327 triliun + Rp209,5 triliun + Rp320 triliun + Rp240 triliun = Rp1.096,5 triliun. Wow, guede bangettt! Jumlah ini jauh di atas kebutuhan dana perlindungan sosial dan stimulus ekonomi yang Rp405 triliun tadi. Bahkan jika karena, misalnya, pemerintah tak punya cukup keberanian untuk merenegosiasi pembayaran utang kepada para kreditor, separuh dari Rp1.096 triliun tadi pun masih lebih besar ketimbang yang RP405 triliun. Doyan Berutang Tapi justru di sinilah masalahnya. Pemerintah, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani, memang terkenal sangat doyan berutang. Parah! Lebih parah lagi, utang-utang yang dibuat Sri berbunga amat tinggi. Jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain. Bunga utang yang dibuat Sri bahkan lebih tinggi dibanding negara-negara yang peringkatnya lebih rendah daripada Indonesia, seperti Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja. Pelebaran defisit APN menjadi 5% juga dimaksudkan untuk menyelamatkan Presiden dari pelanggaran UU Keuangan Negara. Di sini disebutkan, batas maksimum defisit yang diizinkan adalah 3% dari PDB. Kalau angkanya tidak dilebarkan, bukan mustahil Joko akan dimakzulkan karena melanggar Undang Undang. Sungguh ironi yang memuakkan. Di tengah gempuran wabah Covid-19 yang mengerikan dan ancaman rakyat kelaparan, penguasa justru sibuk berusaha mempertahankan kekuasaan! Mas Joko, mau sampai kapan Indonesia terjebak dalam jeratan utang? Dan Sri, tidakkah kamu punya kemampuan lain selain berutang? Mosok doktor ekonomi jebolan Amerika seperti kamu ilmunya cetek banget. Mbok jangan malas. Cerdas dan kreatif, lah. Ingat utang kita sudah teramat besar. Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) yang diterbitkan Bank Indonesia (BI) Maret 2020, mencatat sampai Januari 2020, utang luar negeri kita mencapai US$410,8 miliar. Dengan kurs tengah BI hari ini yang Rp16.367, maka utang itu setara dengan Rp6.724 triliun! Super super besaaarrr! Beban utang yang teramat besar itu telah membebani APBN. Lebih dari 30% anggaran dialokasikan untuk membayar utang. Akibatnya, APBN kita dari tahun ke tahun tidak mampu menjadi penghela perekonomian secara maksimal. Mas Joko, mbok kasihani rakyat... Penulis Wartawan Senior
Testimoni (1): Banyak yang Mengakui, Sembuh Corona Berkat Probiotik Siklus!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Selasa (31/03). Judul tulisan di atas memang sengaja saya buat seperti itu, karena kenyataannya banyak yang mengakui, dari beberapa orang yang sudah dinyatakan positif terjangkit Virus Corona, bisa sembuh lebih cepat. Ada yang sembuh dalam waktu dua hari! Dus, di tengah wabah Virus Corona, ternyata ada banyak masyarakat yang sudah tergabung dalam Grup Probiotik Siklus (GPS), melakukan pengobatan mandiri. Mereka yang tergabung dalam puluhan GPS ini lebih siap dalam menghadapi serangan virus corona tersebut. Mereka melakukan pengobatan secara mandiri. Kalau pun ada yang sudah dinyatakan positif virus corona oleh rumah sakit tempat dirawat, mereka berhasil sembuh dengan menggunakan varian produk Probiotik Siklus (PS). Dalam tulisan ini akan ditampilkan beragagm testimoni dari beberapa anggota GPS yang sudah dinyatakan positif virus Corona maupun yang mengalami gejala serupa Corona. Seorang bidan yang berkerja di salah satu RS di Bogor menceritakan kasus yang dialaminya. Berikut ini petikannya yang diceritakan dalam WA GPS: “Testimoni dengan (PS) saya setelah berobat ke RS dinyatakan ODP Covid-19 besoknya demam dan tanda-tanda bermunculan langsung dibawa lagi ke RS dan dirawat sebagai PDP. Setelah di beri resep oleh Pa Bas tentunya.” “Alhamdulillah hanya 2 hari gejala-gejala covid lsg hilang, setelah saya dites hasilnya negatif covid dan pasien paling cepat di rawat d rsh. Dirawat tgl 20, tgl 23 sudah boleh pulang Alhamdulillah. Tgl 30 telah kontrol, dan dinyatakan bebas cobid-19 oleh r,h, Trims ps.” Mungkin bisa diceritakan bagaimana awal mulanya masuk RS hingga akhirnya dinyatakan negatif corona? “Hari pertama saya berobat ke RS He. Saya adalah pasien dengan astma sekalian mengantar anak berobat karena demam, saya juga berobat ke poli penyakit dalam. Anak saya boleh pulang dengan kakeknya, sedang saya masih menunggu dokter.” “Setelah saya diperiksa oleh dokter penyakit dalam dengan keluhan beberapa hari ini, ada serangan atsma di pagi hari dan saya memang pernah melakukan perjalanan ke Jakarta tgl 1-3-2019. Menengok saudara sakit struk.” “Selain itu, keluhan dari hari Senin ada kenaikan suhu 37 derajat, keluhan ada lemes, batuk. Lalu saya dianjurkan melakukan ronsen oleh dokter dan hasilnya ada infeksi di pernapasan. Lalu dokter menyarankan untuk di rawat di RS.” “Setelah itu saya menunggu masuk ruangan saya pun masuk ruang isolasi dan diperiksa darah apakah covid atau tidak. Alhamdulillah, hasilnya bagus, saya tidaklah jadi dirawat namun berstatus ODP dan dipulangkan.” “Saya pun berkonsultasi dengan Pa Bas dan diberi resep PS, G14, Bio Enzim. Dan h/g 12, Besoknya keluhan saya semakin berat dengan demam di atas 39,1, kebetulan teman saya menengok dr puskesmas, dan keadaan saya memburuk keluhan flu. Nyeri dada sesak nafas.” “Saya mengkonsumsi PS 1 jam sekali dengan anjuran Prof Bas, karena kondisi saya semakin drop saya dibawa ke RSUD uju.... Be.... Bandung, dan demam masih 38 derajat, dilakukan pemeriksaan lab lagi hasil lab kata suami saya tidak baik jadi saya d rujuk lg ke RS r.h.” “Karena kondisi saya masih drop, sadar tidak sadar sambil diberi oksigen oleh RS. Sambil saya kuat2in minum PS dan juga obat yg diberi RS. Selain itu juga karena suami Herbalis juga diberi gamat emas.” “Propolis, kata suami saya liat kondisinya kayak sekarat jadi panik, segala dikasih. Lalu saya dirujuk ke RS r.h. Bandung. Saya pun masuk ruang isolasi dengan status PDP. Diperiksa darah dironsen lg, periksa swab.” “Hari ke-2 dan ke-3 di sudah tidak demam lagi dan tinggal sesak nafas. Saya pun terus mengkonsumsi PS karena ingin cepat pulang. Karena, disatukan oleh penderita susp covid 19.“ “Alhamdulillah, pasien yg lain masih lemas, saya sudah bisa jalan2 walau masih sesak sesekali. Sambil menunggu hasil lab, hari ke 4 saya sudah boleh pulang karena hasil swab negatif.” “Saya juga sudah nanya sama yg lain biasanya dirawat 6 hari. Alhamdulillah saya hanya 4 hari sudah boleh pulang. Setelah itu saya menjalani karantina mandiri sampai tgl 30 dan kontrol ke RS r.h. dan hasilnya telah terbebas dari covid 19.” “Alhamdulillah saya sudah masuk lg bekerja besok. Sebagai bidan. Trima kasih PS. Sekarang pun saya masih konsumsi untuk pencegahan. Dan agar tidak tertular lagi.” “[25/3 22:11] +62 813-1606-xxx: Terimakasih Sy Kenal PS. Sy baru menyadari kalo yg lagi rame saat ini. Sy Ndak tau benar apa ndaknya, sy Ndak bayak cerita Sama tetangga khawatir jadi heboh tetangga.” “Awal bulan feb lupa tgl, Anak ke3 sy demam, panas, flu..., hampir sepekan, puncaknya sakit kepala sampe Ndak kuat kepala ditekan kan ke lantai sambil pukul2 lantainya.” “Sy binggung....., saat suami sakit yg di luar dugaan sy masih bisa kendalikan diri, tapi saat kemaren sy betul2 shok, sy sampe nangis dan bilang ke RS ya mas....de Risqi cari mobil bw mas ke RS PON.” “Jujur kalo ingat saat anak kesakitan yg sangat panas, Ndak bisa napas, masih sakit kepalnya, mas Aziz Ndak mau ke RS ....malah tambah nangis ..., akhirnya: 1. Saya tusuk titik puncak kepala,( saya spray dgn G 10) sy keluarkan darah sambil di tekan2; 2. Agak berkurang sakitnya tp masih susah napasnya; 3. Buat ramuan G8, 17, biozime, biozime super, bioimun, madu; 4. Alhamdulillah berkurang tp napas masih sulit; 5.bagian punggung sy totok punggung sambil di hangatkan dgn TDP, sekujur badan ay spray dgn G10, sampe rambutnya juga; 6. Sekitar 1 jam kemudian sy beri PS yg dicamur2 tadi...,sy berikan perjam; 7. kejadian dr magrib sampe jam 9 mlm sdh 3x minum PS. “Alhamdulillah....sdh lebih tenang dan sesaknya sdh berkurang walau masih sakit. Pagi hari lanjut minumnya cuma jaraknya 2 jam. Alhamdulillah 3 hari membaik dan sehat. Tetap konsumsi PS. Alhamdulillah. Alhamdulillah.” “Stkali lagi maturnuwun tuk Formulator dan Prof B@s.” “Sy benar2 bersyukur, mungkin kalo ay Ndak kenal PS, sy sdh masukan anak sy ke RS PON, karna panik dan Ndak tau harus berbuat apa liat kondisi anak saat itu,benar2 pengalaman tak terlupakan,terima kasih Allah sdh pertemukan sy dgn PS dan saudara2 yg luar biasa.” “Semoga semakin byk lagi di luar sana yg tertolong dgn PS dan PS lbh di kenal masyarakat dan menerimanya, Aamiin.” (Bersambung) Penulis Wartawan Senior.