OPINI
Mandat Kuat Masyumi Reborn
Kini terpulang kepada para ulama para tokoh, apakah tugas ini dilanjutkan untuk melahikan kembali Masyumi atau dihentikan. Kalau para ulama dan tokoh umat memerintahkan berhenti, kami siap berhenti. Tetapi bila para ulama dan tokoh umat memerintahkan lanjut, kami juga siap melanjutkan. By Dr. Masri Sitanggang Jakarta FNN - Kelahiran kembali Masyumi adalah kebutuhan kekinian. Kalau PKI sekarang sudah kembali unjuk gigi, mengapa tidak dengan Masyumi. Inilah mandat paling kuat dari umat. Sabtu, 7 Maret 2020, Aula Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII), di Jalan Kramat Raya No. 45 penuh sesak. Banyak yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk. Yang dating melimpah sampai pelataran gedung . Pada barisan dan kursi-kursi depan, tampak sejumlah tokoh nasional dan tokoh-tokoh sepuh. Di panggung depan, terpampang layar lebar yang menayangkan biorama perjuangan Partai Islam Masyumi, sejak lahir hingga bubarnya. Sementara di kiri-kanan layar itu, serta sebahagian besar dinding ruangan, menempel wall banner dari tokoh tokoh Masyumi seperti KH. Hasyim Ashari, Ki Bagus Hadikusumo, Mohammad Natsir, Wahid Hayim, H. Agus Salim, Buya Hamka, Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Roem, Burhanuddin Harahap, KH. Isya Ansyori dan lain-lain. Menariknya lagi, setiap wall banner dari tokoh itu disertakan pula kutipan pesan perjuangannya. Suasana itu membawa setiap hadirin yang berusia sikitar 70 tahun pada kenangan masa kecil ketika Partai Islam Masyumi masih ada. Suasana ini juga menumbuhkan kerinduan akan hadirnya masa lalu itu. Bagi genarasi di bawahnya, atau malah genarasi melenial, suasana tersebut tentu saj membangkitkan rasa ingin tahu tentang apa itu Partai Masyumi dan sepak terjangnya dalam perpolitikan nasional. Juga sekaligus menumbuhkan semangat untuk mengikuti jejak perjuangan Masyumi. “Umur kami mungkin tidak lama lagi. Tetapi kami tidak rela dipanggil Allah SWT ketika kami dan teman teman seangkatan kami yang pernah dididik oleh para tokoh Masyumi belum mewariskan ruh perjuangan Masyumi melalui jalur Politik formal. Kami membayangkan andaikan dulu Partai Masyumi tidak membubarkan diri karena dipaksa bubar, mungkin NKRI sudah menjadi negeri Baldatun Thoyyibatun Warabbun Ghaffur. Semoga adik-adik yang menggagas Masyumi Reborn bisa meneruskan risalah ini dengan mengajak seluruh keluarga besar, anak cucu dan pecinta ideologi Masyumi secara ikhlas tanpa pamrih jabatan. Tidak terburu-buru, sistematis dan istiqomah. Semoga Allah SWT merestui ijtihad ini demi NKRI yang tercinta”. Itulah sebuah flyer berisi foto KH. A. Cholil Ridwan, KH. Abdul Rasyid Abdullah Syafi’I, Abdullah Hehamahua danTaufiq Ismail yang ditayangkan di layar lebar. Rangkaian kalimat yang menumpahkan kegelisahan hati para pejuang sepuh yang sadar tinggal menghitung hari untuk kembali menghadap Sang Khaliq. Hidmad dan sangat hidmat. Pandangan para hadirin tampak terpaku pada untaian kalimat di flyer tereebut. Tidak sedikit diantara mereka mengusap matanya karena haru berlinang air mata. Ini memang acara “Silaturrahmi Keluarga, Anak Cucu dan Pecinta Masyumi”. Themanya, “Masyumi Reborn, Masyumi lahir kembali”. Tidak hanya dari propinsi-propinsi yang ada di pulau Jawa yang hadir. Tetapi juga banyak dari luar Jawa. Tercatat misalnya, datang dari Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nanggro Aceh Darusalam, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bangka Belitung, Riau, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat,Kalimantan Selatan. Kalimantan Tengah, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua. Menariknya, acara silaturrahmi ini diikuti dari berbagai lintas usia, dari usia senja 80-an tahun hingga yang disebut dengan melenial. Tidak kurang 20 orang tokoh dari kalangan ulama, politisi, akademisi, budayawan dan kalangan pergerakan ditampilkan di atas panggung. Mereka berbicara beberapa menit tentang Masyumi dan pandangannya terhadap Masyumi Reborn. Diantara tokoh-tokoh yang berbicara itu KH Abdul Rasyid Abdullah Syafi’i, Taufik Ismail, Dr. Abdullah Hehamahua, Prof Dr Fuad Amsyari, Ridwan Saidi, Dr. MS Ka’ban, Dr. La Ode Kamaluddin, Dr. Musni Umar, Drs. Lukman Hakim, Bachtiar Chamsah, Ustadz Khotot, Nurdiati Akma ,Egy Sujana, Joko Edy, Sri Bintang Pamungkas dan Chairul Anas “si robot pendeteksi kecurangan” yang mewakili kelompok melenial. Ada juga tokoh yang tidak bisa hadir karena berhalangan lalu menitipkan pesan tertulisnya untuk dibacakan. Diantara mereka adalah Dr. AM Saefuddin, Letjen (Purn) Syarwan Hamid dan Mohammad Siddik Ketua Dewan Dakwah. Ada juga yang hadir tapi tidak sempat memberi pandangan, namun memberikan dukungan penuh, karena harus segera menghadiri acara lain seperti Ustadz Zaitun Rasmin. Menjawab tantangan Dr. Masri Sitanggang, Ketua Panitia Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis (P-4II), semua pembicara yang tampil sepakat “perlu segera melahirkan kembali Partai Masyumi”. Dalam sambutannya Masri Sitanggang melaporkan bahwa selama empat bulan perjalanan P-4II, diperoleh kenyataan bahwa umat Islam mengelu-elukan lahirnya kembali Masyumi. Hampir Semua provinsi dan sebagian besar kabupaten kota telah memberikan dukungan. Masing-masing telah siap untuk membentuk membentuk komunitas di daerahnya. Tetapi P-4II tidak merasa puas sebelum menyelenggarakan pertemuan Silaturrahmi Akbar antara Anak Cucu dan Pencinta Masyumi untuk mendengarkan pendapat mereka. Kini terpulang kepada para ulama para tokoh, apakah tugas ini dilanjutkan untuk melahikan kembali Masyumi atau dihentikan. Kalau para ulama dan tokoh umat memerintahkan berhenti, kami siap berhenti. Tetapi bila para ulama dan tokoh umat memerintahkan lanjut, kami juga siap melanjutkan. Kami patuh kepada perintah para ulama dan tokoh umat. Namun bila kami boleh berpesan kepada para ulama dan tokoh umat, maka pesan kami adalah “Kalau PKI sekarang sudah unjuk gigi, mengapa tidak dengan Masyumi?”. Begitu pekik Masri Sitanggang yang disambut pekik takbir dari para hadirin. Pertemuan silaturrahmi di Aula Dewan Dakwah itu memiliki banyak arti penting. Pertama, ini merupakan mandat dari keluarga, anak cucu dan pecinta Masyumi kepada P-4II untuk melahirkan kembali Masyumi. Dengan demikian legalitas dan kinerja P-4II diakui oleh umat Islam secara luas. Setidaknya oleh keluarga dan pecinta Masyumi. Dengan demikian pula, tidak ada lagi partai selain yang dilahirkan oleh P-4II. Hanya P-411 yang dapat mengklaim dirinya sebagai (penerus) “ Partai Masymi”. Apalagi ternyata pertemuan silaturrahmi ini disenggarakan di Dewan Dakwah, sebuah lembaga yang ketahui sebagai “Pewaris Masyumi”. Kedua, undangan yang disampikan secara terbuka di berabagai media. Ini menunjukkan bahwa kegiatan ini juga terbuka bagi siapa saja yang merasa anak cucu dan pecinta Masyumi untuk menyampaikan pokok pirannya seputar Masyumi Reborn. Dengan demikian, bila kelak di belakang hari ada pandangan miring terhadap, atau bahklan mempertanyakan kelahiran Masyumi, maka itu tidak lagi pada tempatnya. Gugur dengan sendirinya. Ketiga, tampilnya sejumlah besar pembicara dari berbagai latar belakang disiplin menunjukkan bahwa upaya melahirkan kembali Masyumi bukanlah kemauan orang per orang. Bukan pula alasan kepentingan kelompok. Tetapi adalah hasil proses pengamatan dan pengkajian memadai dari kalangan yang memiliki spectrum yang luas. Pertemuan ini juga sekaligus menepis anggapan bahwa kelahiran kembali Masyumi adalah akibat perpecahan di kalangan elit partai tertentu. Sebaliknya, kelahiran kembali Masyumi dinilai sebagai kebutuhan mendesak di tengah situasi politik yang tidak menentu dan cenderung tidak menguntungkan umat Islam. Masyumi diharapkan dapat menjadi wadah pemersatu gerakan politik sekaligus gerakan dakwah umat Islam ke depan. Keempat, nama besar Masyumi ternyata masih melekat di hati umat dan masih dirindukan kehadirannya. Membludaknya peserta silatutrrahmi dan antusiasme umat dengan membentuk komunitas di berbagai daerah serta pokok-pokok pikiran yang terlontar dalam pertemuan yang dipandu oleh Dr. Ahmad Yani, membuktikan lekatnya Masyumi di hati ummat dan kerinduan akan kehadirannya kembali. Masyumi masih punya daya tarik yang sangat kuat. Bola salju telah bergulir. Para tokoh gerakan, ulama, politisi dan akademisi serta anak cucu dan pecinta Masyumi telah memberi mandat. Ketua Badan Penyelidik Usaha Pendirian Partai Islam Ideologis, KH Cholil Ridwan, telah memberi petuah bahwa cuma ada dua partai dalam perspektif Islam, yaitu “Hisbullah dan Hizbussyaithan”. Panitia pun telah pula bekerja keras menyiapkan segala perangkat. Kini tinggal menungu waktu yang tepat untuk memberi maklumat “wahai para politisi musafir, pulanglah, Masyumi telah lahir”. #MasyumiReborn. Wallahu a’lam bisshawab. Penulis adalah Ketua Panitia Persiapan Pendirian Partai Islam Ideologis (P-4II).
Babak Baru Amandemen UUD 1945 Sofyan Effendi Disomasi
Oleh Mangarahon Dongoran Jakarta, FNN - SEDIKITNYA 26 orang mantan Panitia Ad Hoc (PAH) I dan III Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 1999-2004 gusar. Mereka yang tergabung dalam Forum Konstitusi (FK) tidak menerima pernyataan mantan Rektor Universitas Gajahmada (UGM) Yogjakarta, Prof. Sofyan Effendi yang menuding 11 fraksi MPR saat itu menerima uang berkarung-karung dari pihak asing dalam proses amandemen UUD 1945. Kegusaran mereka itu dilakukan dalam bentuk somasi kepada Sofyan Efdendi. Sofyan harus meminta maaf secara terbuka dan mempertanggungjawabkan tudingannya itu berdasarkan fakta yang benar. Kegusaran mereka yang tergabung dalam Forum Konstitusi disampaikan dalam pertemuan pers, di kantor pengacara Zoelva & Parthner, di kawasan Gandaria City, Jakarta Selatan, Jumat, 13 Maret 2020. "Secara resmi kami akan menyampaikan somasi kepada Prof Sofian untuk meminta maaf secara terbuka mengklarifikasi dan mempertanggungjawabkan pernyataannya itu. Jika tidak, maka kami akan melakukan langkah-langkah hukum melaporkan secara pidana dan perdata," kata Pengawas Forum Konstitusi, Hamdan Zoelva. Hadir dalam konferensi pers itu di antaranya mantan Ketua PAH I BP MPR Jakob Tobing, mantan anggota PAH I Pataniari Siahaan, mantan anggota PAH I Lukman Hakim Saifuddin (mantan Menteri Agama), mantan anggota PAH I Zain Badjeber, mantan anggota PAH I Baharudin Aritonang, mantan anggota PAH I Seto Haryanto, mantan anggota PAH I Irjen (Purn) Ketut Astawa, mantan anggota PAH I, Theo Sambuaga. Pernyataan Sofian itu disampaikan dalam acara peluncuran buku di sebuah kampus di Jakarta Selatan pada Rabu, 11 Marer 2020 dan dimuat di media daring. Dalam pernyataannya, Sofian menyebut uang berkarung-karung dibawa untuk menyogok 11 Fraksi MPR guna memasukkan pasal sesuai dengan pesanan. Pernyataan Sofyan yang tidak mereka terima itu adalah : ... "dalam rapat-rapat panitia ad hoc di MPR juga dihadiri oleh orang-orang yang bukan warga negara Indonesia. Dan LSM National Democratic Institute (NDI), kata Prof Sofyan, membawa uang berkarung-karung ke dalam gedung MPR dan membagi-bagi uang itu kepada semua 11 fraksi." "Kami ingin menjelaskan kepada masyarakat itu bohong! Tidak benar! Dan selanjutnya kami akan ambil tindakan-tindakan hukum pidana dan perdata," kata Jacob Tobing. Forum Konstitusi memberi waktu kepada Sofian dalam waktu maksimal 3 x 24 jam untuk meminta maaf dan mengklarifikasi secara terbuka. Bila tidak, Forum Konstitusi akan melaporkan tindakan hukum. Jika Sofyan meminta maaf, mereka masih terus melihat perkembangannya dalam bentuk pertanggungjawaban yang bersangkutan. Kemungkinan lanjut ke ranah hukum bisa terjadi sebagai bentuk pembelajaran agar tidak asal bicara. Apalagi yang melemparkan tudingan itu seorang profesor. "Ini terkait kepentingan bangsa. Bukan saja urusan pribadi. Karena ini mendemoralisasi UUD 1945, mendemoralisasi hasil keputusan oleh 700 anggota MPR," kata Hamdan yang juga mantan Ketua MK. Menurut Zoelva, permintaan maaf dan pertanggunjawaban itu sangat penting. "Ini dalam rangka pelurusan sejarah bangsa di masa yang akan datang. Jika tidak diluruskan, dikhawatirkan generasi mendatang menganggap UUD 1945 diubah karena uang," kata Hamdan Zoelva. Sedangkan Baharudin Aritonang dan Theo Sambuaga menyebutkan, pernyataan Sofyan itu tidak benar dan merupakan fitnah kepada mereka yang bekerja habis-habisan mengamandemen UUD 1945. Masuk angin "Tudingan Sofyan yang menyebutkan National Democratic Institute membawa uang, apalagi berkarung-karung untuk dibagikan kepada 11 Fraksi MPR tidak benar dan fitnah," kata Theo Sambuaga. Sedangkan Baharuddin Aritonang mengatakan, " Kami sudah capek difitnah terus. Ini (fitnahan) tidak bisa dibiarkan terus." Apa yang dikatakan Aritonang itu ada benarnya. Sebab, sejak proses amandemen UUD 1945 dilakukan, isu tak sedap mengenai uang bertebaran sudah mengemuka. Aroma yang dihembuskan waktu itu adalah istilah "masuk angin." Sebagai wartawan yang aktif meliput kegiatan MPR/DPR waktu itu, desas-desus dihembuskan beberapa pihak karena sebagian amandemen UUD 1945 itu dianggap merupakan pesanan asing. Namun, namanya kabar burung, isu adanya uang dalam menggolkan amandemen tersebut hilang begitu saja. Belakangan, isu uang itu muncul kembali, terutama jika Amien Rais melakukan manuver politik. Saat amandemen UUD 1945, Amien Rais adalah Ketua MPR RI. Akan tetapi, Yakob Tobing menepis kaitan fitnah itu ditujukan untuk menjatuhkan kredibilitas Amien Rais. Sebab, selama proses amandemen, Amien Rais lebih banyak menerima hasil dan laporan dari PAH BP MPR. ** Penulis wartawan senior. Penulis, Wartawan Senior
Sembunyikan Info Corona, Jokowi Bermain-main Dengan Nyawa Rakyat
Kalau strategi ini dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk meredam keresahan dan kepanikan, justru yang terjadi kebalikannya. Masyarakat malah panik. Mengapa? Sebab, mereka tidak percaya sama sekali pada stetmen-stetmen pemerintah. Bola salju ketidakpercayaan itu membesar terus. By Asyari Usman Sekarang, jumlah “resmi” yang positif virus Corona di Indonesia ada 96 orang. Meningkat cukup cepat sejak terungkap Corona Depok (dua orang) pada 2 Maret 2020. Sebelum kasus dua wanita Depok, pemerintah senantiasa membantah dugaan tentang Corona yang sudah masuk ke Indonesia. Tetapi, sejak awal, para ahli kesehatan dan statistik epidemi tak percaya. Mereka itu benar. Ternyata, pemerintah sengaja “membohongi” publik. Jokowi sendiri yang mengungkapkan itu. “Memang ada yang kita sampaikan dan ada yang tidak kita sampaikan. Karena kita tidak ingin menimbulkan keresahan dan kepanikan di tengah masyarakat,” kata Presiden Jokowi di bandara Soekarno-Hatta, Jumat (13/3/2020). Di tengah keinginan publik agar penyebaran virus Corona tidak ditutup-tutupi, pemerintah pusat mengambil langkah yang sangat konyol. Pemerintah tidak membuka semua informasi terkait penyebaran virus maut tsb. Mereka tidak transparan. Kalau strategi ini dilakukan oleh Presiden Jokowi untuk meredam keresahan dan kepanikan, justru yang terjadi kebalikannya. Masyarakat malah panik. Mengapa? Sebab, mereka tidak percaya sama sekali pada stetmen-stetmen pemerintah. Bola salju ketidakpercayaan itu membesar terus. Sekarang, publik mempertanyakan kredibilitas pemerintah setelah Jokowi mengakui adanya pembohongan yang disengaja. Kredibilitas Presiden Jokowi menjadi nol. Sangat mengherankan mengapa langkah untuk meredam kepanikan dijadikan alasan untuk menyembunyikan informasi Corona? Bukankah transparansi akan membuat masyarakat bisa lebih waspada? Sebagian kecil orang mungkin akan bereaksi panik. Tetapi, setelah dugaan bahwa kasus Corona itu banyak, publik tidak juga terlalu resah. Mereka malah bisa memaksimalkan jaga diri. Sangat, sangat konyol. Informasi mengenai penyebaran Corona tidak mungkin diredam terus-menerus. Publik tahu perkembangan di banyak negara. Mereka bisa memikirkan sendiri berbagai kemungkinan tentang Corona di negara ini. Publik tidak bodoh untuk dibohongi. Presiden Jokowi harus meminta maaf. Dia telah bermain-main dengan nyawa rakyat. Bukan tak mungkin sudah banyak anggota publik yang tertular disebabkan ketidaktahuan mereka tentang “hotspot” virus ganas itu. Akibat penyembunyian infromasi yang sengaja direncanakan pemerintah. Dan tak cukup hanya minta maaf saja. Jokowi harus segera memecat para pejabat dan penasihat yang menyarankan agar informasi tentang Corona ditahan. Sejak pekan lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meminta Indonesia agar mendeklarasikan darurat Corona. Dan agar pemerintah tidak menyembunyikan semua informasi terkait virus Corona. Penulis adalah Wartawan Senior
IBADAH MENGHADAPI WABAH VIRUS CORONA 1
Oleh Mochammad Sa'dun Masyhur Jakarta, FNN - Secara spesifik, mengadapi perubahan musim pancaroba, sehingga timbul banyak wabah penyakit, termasuk penyebaran wabah virus corona, dan dalam kaitannya untuk menjaga kesehatan, terdapat 3 hal sangat penting yang harus diperhatikan. Pertama, menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Kedua, Meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh. Ketiga, Meningkatkan imunitas atau daya tahan tubuh. Tiga aspek materi ini akan diuraikan dalam tiga seri tulisan. Dalam kaitan itu, Islam mengatur barbagai rangkaian ibadah, yang pada dasarnya berhubungan langsung bagi kehidupan manusia di dunia. Tidak salah dinyatakan bahwa ibadah orang yang beriman itu, bukanlah semata-mata untuk kepentingan Allah, tetapi lebih dari itu, untuk menyelamatkan kehidupan manusia di dunia kini, dan di akhirat kelak. Tidak berlebihan dikatakan bahwa Islam mungkin adalah satu-satunya agama di dunia yang mengatur hal-hal pernak-pernik kehidupan, yang seolah remeh temeh. Dalam hubungannya dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, misalnya, Islam tidak hanya memperhatikan persoalan kebersihan dan higienitas, tetapi di atas itu, mengajarkan tentang kesucian. Dalam persoalan bersuci (thoharoh), sesunguhnya tanpa disadari mengandung muatan untuk menghindarkan diri dari kuman penyakit. Karena itu, syariah Islam tidak hanya mengatur ketentuan menyangkut media bersucinya, berupa air atau tanah, tetapi juga mengatur tata cara bersuci. Dalam hal membersihkan kotoran tertentu, diperlukan hingga 7x siraman dengan air mengalir, yang di antara itu harus membersihkan bagian yang terkena najis tertentu itu, dengan tanah. Najis dalam pengertian luas adalah segala sesuatu kotoran, yang berbahaya bagi tubuh, termasuk kuman penyakit semacam COVID-19. Untuk menjaga kesucian, dalam kaidah syariah, air yang digunakan bersuci, harus air yang mengalir atau air dalam volume tertentu. Syariat juga melarang membasuh atau memasukan tangan kotor ke dalam bejana berisi air, tetapi harus memakai gayung. Atau mengatur cara membersihkan kotoran (istinjak) sampai sifat-sifat kotoran itu hilang dengan tangan kiri. Dan makan mengunakan tangan kanan yang didahului dengan cuci tangan. Agar tubuh tetap bersih dan menghindari berbagai penyakit, Sunah Rasul menuntun untuk bersiwak/gosok gigi utamanya hendak tidur, setelah makan dan hendak sholat. Berwudhu dengan benar, yang disunahkan dimulai dengan berkumur, dan istinsyaq atau menghirup air ke dalam rongga hidung adalah cara yang baik untuk menjaga masuknya virus ke dalam tubuh. Lalu membasuk muka, kemudian menyapu kepala, yakni mengosok-gosokan jari yang basah ke seluruh bagian kepala, adalah hal yang sangat penting dan baik untuk membangkitkan seluruh syaraf dibagian kepala. Coba lakukan dengan benar dan rasakan manfaatnya. Secara keseluruhan aspek penting lain dalam ritual berwudhu adalah menstabilkan suhu badan pada temperatur normal, sehingga tubuh akan terasa lebih segar. Maka sangat wajar jika dalam mengadapi corona, berwudhu ini direkomendasikan dan dianjurkan banyak pihak. Demikian juga syariah mengatur pakaian menutup aurat, yang tidak hanya bermakna secara etis, tetapi juga untuk menjaga kesehatan. Selain itu juga disunahkan memakai wewangian, karena renik patogen, cenderung berbau busuk dan tidak nyaman di lingkungan yang wangi. Mengingat suhu tubuh manusia normal dalam kisaran 36,5 sd 37,3 derajat Celcius, tidak didesain mengalami kejutan suhu. Sangat tepat mandi sebelum matahari terbit dan sebelum tenggelam. Dan agar tidak terjadi sock suhu, awali dengan berwudhu. Atau saat kehujanan, beradaptasi dulu dengan air biasa, dan tidak langsung mandi dengan air panas. Dalam hal menjaga kebersihan lingkungan, sunah mengajarkan mengalirkan air tergenang, menutup bejana, menutup maknn dan minuman, menimbun bangkai dan hal-hal berbau busuk, menutup pintu dan jendela sebelum malam tiba dan membuka sebelum matahari terbit. Juga menutup mulut saat batuk, menguap atau bersin. Khusus bersin disertai untuk saling mendoakan. Dalam hal-hal tertentu, sorban dan cadar sebagai kesunahan, sering dipandang sebelah mata. Padahal berguna fungsional, sebagai pelindung kepala disaat hujan atau panas terik, penutup hidung, melindungi wajah dan kepala dari tiupan angin dan debu. Singkatnya ia berfungsi multiguna termasuk sebagai penganti masker, penghangat tubuh disaat dingin, dll. Belakangan baru disadari dan beredar kabar bahwa Muslimah yang bercadar lebih kecil terjangkit virus corona. Subhanallah. Tentu masih banyak hal tentang menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang bagi seorang muslim sudah menyatu dalam kehidupan keseharian. Tentang menjaga kesucian itu, Allah SWT berfirman yang artinya Allah tidak ingin menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, agar kamu bersyukur, (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 6). Selanjutnya perlu dibahas ritual ibadah yang berhubungan dengan upaya utuk meningkatkan kebugaran dan kekuatan tubuh. (Bersambung) Penulis adalah Holistic Healing Consulting, Expert and Inventor Medical Quran
Jika Gagal di Solo, Akankah Gibran Maju di Kota Blitar atau Surabaya?
Mochamad Toha Jakarta, FNN - Ketua DPC PDIP Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo menyatakan, PDIP tetap solid mendukung pasangan Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa (Puguh) sebagai pasangan bakal calon pada Pilkada Kota Solo 2020 mendatang. Walikota Solo itu menegaskan, pasangan Puguh ini merupakan bakal calon sah yang diusung oleh PDIP Solo. “Saya yakin pasangan pasangan bakal calon Puguh bisa memenangi Pilkada Solo,” ujar Rudyatmo di sela acara “Apel Satgas PDIP Surakarta” yang digelar di kawasan parkir Vastenburg Solo, Ahad, 8 Maret 2020. Rudyatmo menegaskan, dirinya sudah menyampaikan agar kader PDIP Surakarta tidak takut untuk mendukung pasangan bakal calon Puguh pada Pilkada 2020, 23 September 2020 nanti. Karena Puguh merupakan pasangan yang diusung DPC PDIP Solo. DPC PDIP hanya mengajukan satu pasangan ke DPD yang dilanjutkan DPP PDIP. Sementara itu, anak Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju melalui jalur DPD PDIP Jawa Tengah. Menurut Rudyatmo, semua Satgas dan pengurus partai di Solo tidak perlu khawatir. Ia yakin pasangan Puguh akan mendapat rekomendasi dari DPP PDIP. Meski demikian, dia meminta agar kader patuh dengan ketentuan partai. “Artinya, tegak lurus mengikuti apapun keputusan dari Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri tetap harus diutamakan,” kata Rudyatmo, seperti dilansir Tempo.co, Minggu (8 Maret 2020 15:32 WIB). Sebelumnya, Lembaga Survei Indo Barometer merilis hasil survei terbaru yang menunjukkan bahwa 67,5 persen masyarakat menerima Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Walikota Solo pada Pilkada 2020. Sementara 23,7 persen publik tidak mau menerima jika putra sulung Presiden Joko Widodo itu maju sebagai calon Walikota Solo. “Ada lima alasan publik tidak menerima. Paling besar karena menganggap Gibran belum berpengalaman dalam pemerintahan (37 persen),” kata Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari di Jakarta, Minggu (16/2/2020). Empat alasan lain tidak menerima, yakni menciptakan dinasti politik (28,1 persen), masih banyak calon lain yang lebih kompeten (12,3 persen), masih terlalu muda (8,9 persen), dan dapat menimbulkan kontroversi publik (6,8 persen). Ada lima alasan publik dapat menerima, yakni semua warga negara berhak memilih dan dipilih (49,4 persen), hak ikut berdemokrasi (13,9 persen), dan tidak masalah jika memenuhi syarat pencalonan (13,9 persen). Mengutip GenPI.com, Minggu (16 Februari 2020 17:32), berikutnya, yaitu melanjutkan Jokowi yang pernah memimpin Solo (9,4 persen), Gibran mempunyai kepribadian dan kemampuan yang baik sebesar 7,7 persen. Hasil survei itu juga merilis, ternyata masih ada yang tidak mengetahui kalau Gibran akan mencalonkan sebagai walikota sebesar 39,3 persen, sementara yang mengetahui sebesar 51,4 persen. Survei nasional itu dilakukan Indo Barometer pada 9 – 15 Januari 2020 menggunakan metode multistage random sampling dengan 1.200 responden dan memiliki margin of error lebih kurang 2,83 persen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka responden menggunakan kuosioner dengan syarat responden WNI yang berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah. Mengapa Ditolak? Tidak semua warga Solo setuju dengan pencalonan putera pertama Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka maju pada Pilkada Kota Solo 2020. Warga Solo yang tergabung dalam Peduli Pemilu (PWSPP) menyatakan keberatan karena persoalan etika berpolitik. Mengutip HanTer.com, Rabu (11 Desember 2019 - 10:19 WIB), pada Pilkada Solo 2015, Gibran tidak memberikan hak suaranya alias Golput. Menurut Ketua PWSPP Johan Syafaat Mahanani, apabila orang yang tidak mau memilih (golput) diberikan kesempatan untuk memilih, maka bisa menjadi contoh generasi muda untuk bersikap egois hanya mementingkan kepentingan sendiri. “Sebaiknya Gibran maju Pilkada Kota Solo pada 2025 namun pada 2020 dia bersedia memilih,” kata Ketua PWSPP, Johan Syafaat Mahanani, di Solo, Selasa (10/12/2019). Menurut Johan, keberatan ini, sebagai bentuk pendidikan politik bagi masyarakat agar di kemudian hari orang yang tidak menggunakan hak memilih tidak menuntut haknya untuk dipilih. Syafaat, seperti dilansir Antara, mengakui pihaknya sudah mengajukan surat keberatan kepada partai politik atas pencalonan Gibran dalam Pilkada Kota Solo 2020. Gibran diketahui sempat menampakkan sikap ngototnya yang tetap berusaha maju dengan melawan keputusan DPC PDIP Solo yang mantap mengusung pasangan Puguh. Padahal, keputusan DPC PDIP Solo tersebut berdasarkan aspirasi akar rumput. Namun, keinginan Gibran untuk maju pada Pilkada Solo 2020 terkesan bukan atas dasar kepentingan rakyat. “Itukan seperti arogansi, seolah-olah berkata yang bisa menyejahterakan rakyat itu saya dan kelompok saya,” ungkap analis politik Universitas Islam Indonesia (UII) Geradi Yudhistira. Dalam manuver yang dilakukan sosok yang baru mendaftar sebagai kader PDIP beberapa waktu lalu itu terkesan arogan. Bahkan dinilai jauh dari kepentingan rakyat. Alih-alih dia menghormati keputusan DPC, Gibran justru tetap berkeinginan untuk mencalonkan diri dengan menghadap ke Ketum PDIP beberapa waktu lalu. Pengamat politik Universitas Diponegoro M Yulianto menilai, rencana Gibran maju pada Pilkada Solo 2020 dalam konteks demokrasi sah-sah saja. Namun, menurutnya, asalkan telah memenuhi kualitas, kapasitas, intergritas. “Sebenarnya dalam konteks demokrasi (Gibran maju Pilkada, red) sah dan boleh. Tetapi kalau kualitas, kapasitas, intergritasnya memenuhi tidak masalah,” ungkap Yulianto di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Namun, di sisi lain, menurutnya, pencalonan Gibran itu akan memberikan tren dinasti politik di keluarga (oligarki) penguasaan kelompok tertentu berbasis pada dinasti keluarga. “Karena itu juga bisa, itu juga ada di Sumatera. Kemudian di Solo dan nanti itu akan diikuti tokoh-tokoh politik dari PDI Perjuangan yang membangun plan-plan keluarga di situ,” ungkapnya. Menurutnya, hal ini merusak sistem yang sudah dibangun oleh PDIP yang dipertahankan dengan loyal oleh pengurus kabupaten/kota dan povinsi. “Ini artinya apa? Ini bagian dari manajemen partai yang harus dikritisi, jangan mentang-mentang atau jangan seolah-olah karena punya power yang besar kemudian merusak mekanisme sistem yang didesain oleh partai dengan baik,” tandasnya. Pengamat Politik Ray Rangkuti mengatakan, publik akan kecewa kepada Presiden Jokowi ketika putera Gibran maju dalam Pilkada 2020. Ia menilai, publik kecewa karena ternyata keluarga Jokowi tidak mengambil jarak dengan dunia politik praktis. “Ini menambah bobot makin jauhnya harapan agar Jokowi menjadi salah satu figur yang mempraktekan politik dengan kultur baru,” ujar Ray, Selasa (10/12/2019). Terlebih lagi, selama ini Jokowi dicitrakan sebagai pembawa pembaruan yang tidak mempraktekkan politik dinasti dan nepotisme ketika menjabat sebagai presiden. Majunya Gibran saat Jokowi masih menjabat, menurutnya, menjadi titik yang menghapus semua citra baik yang selama ada di mata publik. “Artinya, dalam hal ini, Pak Jokowi tak memberi tauladan yang berbeda dari kebanyakan politisi Indonesia,” tambah Ray. Pengamat Politik, Hendri Satrio mengatakan, jika Gibran terpilih menjadi walikota karena menggunakan fasilitas Jokowi, maka masuk ke dalam kategori dinasti politik. Dan, lanjut dia, hal itu tentunya merusak nama Jokowi sendiri. Menurut Hendri, langkah Gibran terjun ke dunia politik bisa menorehkan tinta negatif sejarah. Karena, Gibran maju saat ayahnya, Jokowi, masih memimpin Indonesia. “Sekarang terserah Gibran tetap mau menjaga tinta positif sejarah Indonesia dalam berpolitik bagi Jokowi tentunya, atau berkontribusi menorehkan tinta negatif untuk ayahnya,” katanya di Jakarta, Selasa (10/12/2019). Dia mengatakan, sejak Indonesia berdiri sampai saat ini belum ada anak presiden yang ikut dalam pesta demokrasi. Bahkan, pada era pemerintahan Presiden Soeharto tidak ada anaknya yang maju ke dalam kontestasi politik. “Karena akan dicatat sejarah sebagai presiden pertama yang anaknya maju ke perhelatan pilkada sebagai Walikota. Belum ada itu, Pak Harto saja 32 tahun nggak kayak gitu," kata dia, seperti dilansir Harianterbit.com. Jika pada akhirnya rekomendasi DPP PDIP jatuh ke pasangan Puguh, maka peluang Gibran maju Pilkada Serentak 2020 hanya ada di Kota Blitar atau Kota Surabaya. Kabarnya, pilihan untuk dua kota ini sedang dibicarakan di DPP PDIP. Tampaknya Gibran masih ngotot ingin maju Pilkada Serentak 2020, bukan? Akankah warga Kota Blitar dan Kota Surabaya menerima Gibran? *** Penulis wartawan senior.
Dipersekusi Segelintir Orang, Polresta Malang Berupaya Hentikan Kajian UBN
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Acara kajian Islam Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) di Hotel Radho Syariah Jalan Simpang Kawi Kota Malang “dibubarkan” oleh aparat Polresta Malang dengan alasan tidak mengantongi izin dan berpotensi menimbulkan keributan. Apalagi, menurut Kasat Intelkam Polresta Kompol Sutiono, sejak sore telah banyak aduan dari masyarakat yang menolak kajian tersebut. “Banyak yang ngadu ke saya dan ke Pak Kapolresta (Kombes Pol Leonardus Simarmata),” tegasnya. Melansir RadarMalang.id, Selasa (10 March 2020 1:12 pm), “Sebelumnya mereka ditolak mengadakan acara di masjid Universitas Brawijaya, lalu di Sengkaling, tiba-tiba pindah ke sana (Hotel Radho),” lanjut Sutiono. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari warga sekitar, Ustadz Bachtiar Nasir sebagai pembicara dianggap membawa materi kajian yang provokatif. Secara prosedur pun, acara ini ternyata belum memenuhi syarat. Karena surat baru sampai ke divisi Intelkam pada Senin sore. Sementara kajian tersebut diadakan malam harinya pukul 19.00 WIB. “Prosedurnya surat harus dikirim 3×24 jam sebelum acara digelar. Lha ini nggak. Surat baru masuk sore. Digelar juga sore itu. Saya telepon penanggungjawabnya juga nggak bisa,” ujar Sutiono. Akhirnya polisi pun mendatangi lokasi dan mengamankan peserta kajian yang berjumlah 200 orang itu. Polisi juga berusaha meredam emosi warga sekitar dan ormas. “Saya lobi ke pak ustadz agar dihentikan. Saya tidak melarang, tapi ini mengundang gesekan, sebaiknya dihentikan lebih cepat. Ini demi keamanan saja. Karena, ya kami ingin Malang ini damai,” lanjutnya. Negosiasi sempat alot. Namun, pada pukul 21.00 WIB, peserta kajian diarahkan ke luar gedung dengan pengawalan oleh tak kurang 100 anggota kepolisian. “Kami ingin memastikan peserta kajian aman dan selamat,” pungkas dia. Menurut Ustadz Muhammad Ali yang dapat kabar dari peserta kajian Ustadz Bachtiar Nasir yang akrab dipanggil UBN itu, sebenarnya yang unjuk rasa itu jumlahnya sekitar 15 orang saja. “Kenapa justru kajian yang harus dibubarkan?” katanya. Bagaimana peristiwa yang sebenarnya malam itu telah diungkap oleh Gus Abrar Rifai, Ketua PA 212 Malang. Acara itu bukan hanya dihadiri oleh Kompol Setiono saja yang berpakaian preman, tapi juga Wakapolresta Malang AKBP Setyo Koes Heriyatno dengan seragam. “Sampai sekarang serasa masih ada bongkahan batu yang mengganjal di hati, menyaksikan UBN acaranya dihentikan dan kemudian beliau digelandang pergi dari hotel,” ungkap Gus Abrar. Sekitar pukul delapan malam, Ahad malam Senin kemarin, Habib Asadullah Alaydrus kontak Gus Abrar Rifai. “Beliau memberi kabar, ada penolakan acara yang akan dihadiri UBN di Malang,” lanjutnya. Malam itu juga Gus Abrar kontak Mas Lutfi Ardobi, sekretaris PA 212 dan KH. Khoirul Anam, Ketua Rampak Naong (komunitas kiai berdarah Madura di Malang). “Saya minta panitia untuk bertemu,” ungkapnya. Tapi rupanya DR. Muwafik, dosen Fisip UB yang menjadi Ketua Panitia sedang berada di Jakarta. “Sehingga yang diutus adalah Mas Reza, dosen Fakultas Teknik UMM, selaku Sekretaris Panitia,” jelas Gus Abrar. Menurutnya, Habib Asad pun mempercepat pengajiannya, untuk bisa bertemu mereka. “Kiai Anam pun saat saya telpon, sebenarnya sudah bersiap ke peraduan. Entah mau apa tidur sesore itu,” lanjutnya. Akhirnya pukul 23.30 mereka bertemu. Gus Abrar mendengar langsung permasalahannya. Termasuk update surat ke Polisi yang masih belum mendapatkan Surat Keterangan Tanda Terima (SKTT). Malam itu setelah berbincang, kita sepakat acara tetap lanjut. “Tapi, Mas Reza saya minta untuk segera mendapatkan SKTT,” tegasnya. Besoknya, ia mendapatkan info dari Mas Lutfi, ternyata Polsek Dau tidak mau mengeluarkan SKTT. Tapi acara tetap akan dilaksanakan, hanya tempatnya yang dipindah dari Hotel Radho Sengkaling ke Hotel Radho Kawi. Gus Abrar mendapatkan kepastian, Kokam siap memberi pengamanan. LPI pun sudah siap sedia. Laskar Gamal pun sudah siap. “Saya kontak Mas Junaedi dan Gus Hisa (Ansor), mereka memberi kabar bahwa tidak ada penolakan secara insitusi dari Ansor maupun Banser. Itulah kemudian, saya pastikan bahwa tidak ada penolakan acara UBN di Malang!” tegasnya. Senin Malam selepas isya’ ia menuju lokasi acara. Sampai sana suasana aman-aman saja. UBN sudah di lokasi, tapi masih di kamar. Namun, saat itu UBN disebut sedang mandi. “Saya balik arah menuju ruang acara, masih separuh kursi terisi,” ungkapnya. Setelah itu Gus Abrar Rifai keluar hotel, melihat-lihat suasana. Seorang laskar membuntuti. “Gak apa-apa, sampean balik ae nang jerru,” katanya. Ia jalan-jalan di sekitar hotel. Tidak ada hal-hal yang mencurigakan. Tapi, kemudian beberapa mobil Polisi yang ditumpangi banyak perwira berdatangan. Satu, dua, dan seterusnya. Akhirnya secara bersamaan, Habib Zainal Abidin Bilfeqih dan Doktor Muwafiq datang. Ia masuk bersama mereka. Naik ke lantai lima, tempat acara. UBN sudah ada di sana. “Kami dipersilakan duduk di deretan kersi di depan. Saya dan Dr. Muwafiq menampik,” ujarnya. Gus Abrar memilih kembali turun ke bawah, sementara Dr. Muwafiq memilih duduk di kursi paling belakang, di belakang para ibu-ibu. Sedang Habib Zainal, karena beliau memang harus memberi sambutan, beliau pun maju. Duduk di sebelah UBN. Acara dimulai: mulai MC, tilawah, sambutan, dan paparan UBN. Lancar-lancar saja. Peserta membludak. Kursi tidak cukup. Banyak peserta yang berdiri. Semua lancar terkendali. “Saya husnuzhzhan saja, ini tidak ada apa-apa,” ungkap Gus Abrar. Tapi tak lama kemudian, ada kabar dari Ustadz Abdullah Hadrami, Habib Asad dan beberapa orang lainnya, mereka mendapat info dari Polisi bahwa sedang ada pergerakan massa menuju lokasi acara. Gus Abrar mengumpulkan para pimpinan laskar, “Kalian jangan terprovokasi. Berjagalah di depan hotel,” instruksinya. “Kalau mereka melakukan aksi di halaman, biarkan saja. Itu adalah tugas Polisi, apakah akan membiarkannya atau membubarkan. Tugas kalian adalah menjaga acara untuk tetap berjalan. Kalau sampai mereka masuk hotel untuk mengacau, baru kalian boleh bertindak!” “Siaaap!” jawab mereka. Tidak berapa lama memang ada beberapa orang, kisaran belasan orang saja. “Menurut informasi kawan-kawan, diantara mereka ini adalah orang-orang yang sama yang dulu pernah menolak deklarasi PA 212 di Gedung Muamalat,” ujarnya. Gus Abrar masuk ke barisan laskar di teras hotel. Mendengar, menyimak suara-suara mereka. Tid ak jelas memang, karena mereka tidak menggunakan pengeras suara. diantara beberapa yang terdengar, “Ayo mettuo koen, nyingkrio. Ojok nggawe kisruh nang Malang!” “Wong atasane dudu ulamaˋ kok ngaku-ngaku ulamaˋ. Ayo rene balapan karo aku moco kitab kuning, moco Imriti, moco Alfiyah…” dan lain sebagainya teriakan mereka. “Teman-teman diam saja mendengarkan teriakan mereka. Sambil sesekali tersenyum dan tertawa, kalau didapati ada yang dirasa lucu,” ungkap Gus Abrar Rifai. Teleponnya berdering, Mas Lutfi meminta Gus Abrar baik ke lantai tiga. Rupanya sedang berlangsung negosiasi antara beberapa Polisi dengan Dr. Muwafiq. Polisi minta acara dihentikan. Gus Muwafiq bersikeras tidak. Adu argumen terjadi. Polisi berdalih, acara ini tidak mengantongi SKTT. Sehingga harus bubar! Dr. Muwafiq berdalih, ini acara ilmiah, seminar, diskusi. Di dalam ruangan, bukan di ruang terbuka, tidak perlu adanya SKTT dan sejenisnya. “Kami sudah sering mengadakan acara semacam ini. Tidak pernah ada apa-apa. Polisi tidak ada yang meminta kami bubar.” “Tapi ini ada penolakan massa. Sehingga untuk alasan keamanan, acara dihentikan saja. Kami minta begitu. Tolong!” timpal seorang Polisi. Gus Abrar ikut menyela, “Pak, kalau memang untuk menghindari keributan, kenapa bukan mereka saja yang dibubarkan. Kenapa harus kami?” “Tidak bisa. Mereka adalah warga yang menolak.” “Alasannya apa?” Polisi tidak menjawab. Mereka tetap hanya meminta acara dibubarkan, agar situasi kembali baik. “Sekarang begini saja. Siapapun mereka yang melakukan penolakan, sebaiknya Sampean ajak masuk. Sampean dan mereka hadir saja, ikut mendengar ceramah UBN. Kalau memang dalam isi ceramah beliau ada yang tidak sesuai, silakan diturunkan. Silakan distop!” Tapi mereka tetap tidak mau. Mereka hanya meminta acara dihentikan. Itu saja. Negosiasi bubar. Gus Abrar tanya Dr. Muwafiq sebagai Ketua Panitia. “Gimana?” “Iya, kita ngalah saja. Acara kita hentikan,” jawabnya. Waktu mendekati pukul 21.00. “Saya dekati MC, saya sampaikan apa yang terjadi. Ustadz Bachtiar dibisiki. Beliau mengangguk. Tapi beliau minta waktu, sedikit saja. “Kalau begitu kita lompat saja ke urutan yang terkhir,” katanya kepada hadirin. Tepat jam 21.00 beliau mengakhiri ceramahnya. Tidak ada tanya jawab. “Saya meminta mic, saya kabarkan kepada jamaah, bahwa acara kita sukses, karena bisa terlaksana hingga pukul sembilan malam, sebagaimana rencana semula,” ujar Gus Abrar. Ia tidak memberitahu jamaah secara eksplisit tetang apa yang terjadi. Gus Abrar juga hampiri UBN, kita salaman dan bercipika-cipiki. Ia pun lantas berbisik, “La baˋsa. Hadza syaiˋ ‘adi fidda’wah.” Apakah setelah acara dihentikan kemudian tuntutan selesai? Ternyata tidak! Polisi meminta agar peserta cepat-cepat keluar dari hotel. Padahal makan malam sudah terlanjur disiapkan. Gus Abar minta waktu kepada Polisi, “Biarkan mereka makan dulu, Pak.” Polisi setuju. Tapi tak lama, Polisi meminta agar cepat-cepat selesai, semua harus keluar dari hotel. Semua peserta sudah keluar. “Yang tersisa di hotel adalah para tamu, yang sebagian saya lihat wajah mereka menyuratkan kecemasan. Saya dan beberapa panitia memang sudah buka kamar, jadi kami termasuk tamu hotel,” ungkap Gus Abrar. Tapi, setelah itu apakah urusan selesai? Ternyata tidak! Kali ini Polisi meminta UBNr untuk menemui orang-orang pengunjuk rasa. “Saya setuju, Mas Reza setuju. Dr. Muwafiq sudah tidak ada di lokasi. Saya telpon beliau, tapi ternyata sudah menjauh dari hotel,” katanya. Ia sampaikan kepada beberapa orang yang mengawal UBN –sebagiannya disebut ajudan– agar ditemui saja mereka. Kita dialog, kita diskusi, apa sebenarnya yang menjadi penolakan mereka terhadap UBN. Biarkan UBN menjawab. Ternyata menunggu lama, UBN tak juga keluar dari kamar. Bahkan seorang diantara yang disebut pengawal UBN berujar, “Gak perlu ditemui mereka. Malah nanti kita bisa marah, kalau mereka melontarkan omongan-omongan yang tidak sopan.” Dari situ Gus Abrar sudah tidak OK. Kenapa harus takut dengan cercaan, cacian dan bahkan hinaan sekaligus. Justru ini kesempatan bagi UBN untuk mendengar dan menyampaikan sikapnya. Apalagi di hadapan Wakapolresta dan jajarannya, yang sudah menyatakan akan mendampingi. UBN tidak juga keluar. Polisi terus mendesak. Akhirnya Gus Abrar berinisiatif ia dan Pak Dadik, pemilik hotel yang menghadapi. Kita temui lima orang perwakilan mereka. “Tapi pembicaraan sudah tidak fokus ke substansi,” lanjutnya. Tapi malah melebar ke mana-mana: Parkiran mobil, pedagang nasi, orang Malang dan bukan orang Malang dan lain-lain. Mereka menuntut adanya ganti rugi dari Pak Dadik terkait juru parkir yang katanya tidak bisa bekerja karena adanya acara ini. Ada juga pernyataan ketidaksukaan terhadap UBN. Tapi tak disertai alasan apa yang membuat mereka tidak suka kepada UBN. Pak Dadik menjelaskan bahwa hotel ini bebas. Siapa saja boleh menginap dan membuat acara. “Lha wong saya ini bisnis, ” kata Pak Dadik. “Ada banyak ulamaˋselain UBN yang menginap dan membuat acara di hotel Radho. Kita terima saja.” Pak Dadik kemudian menyebut banyak nama yang sudah pernah menginap di Radho Hotel. Termasuk juga daftar ulamaˋyang akan menginap. Diantaranya KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden Republik Indonesia. Pak Dadik memberi sejumlah uang, yang katanya untuk ganti rugi mereka. Mereka juga mengultimatum agar Pak Dadik tidak lagi menerima UBN dan yang sama dengannya. “Saya tidak tahu pasti, apa yang dimaksud sama,” ujarnya. Apakah setelah itu selesai? Ternyata tidak! Kali ini tuntutannya sebagaimana yang disampaikan oleh Wakapolresta adalah UBN keluar dari hotel. Entah pindah hotel atau keluar Malang. “Saya jamin keamanan beliau selama dalam perjalan,” kata Wakapolresta. “Sampai di situ saya minggir. Saya tidak ikut-ikut lagi. Saya serahkan bagaimana Mas Reza dan Timnya UBN. Saya naik ke lantai tiga, menemui teman-teman Forum Peduli Bangsa (FPB) yang kebetulan malam itu juga sedang rapat,” ungkap Gus Abrar. Selanjutnya ia sudah tidak tahu apa yang terjadi. Sampai akhirnya terdengar teriakan-teriakan keras. "Rupanya UBN sudah dikeluarkan dari hotel, disertai Polisi. Diiringi teriakan orang-orang yang entah apa maksudnya,” katanya. Jadi, siapa sebenarnya yang menolak UBN di Kota Malang itu? *** Penulis wartawan senior.
RUU Omnibuslaw Minerba, Balas Jasa Kepada Bandar Tambang Batubara
By Salamuddin Daeng Jakarta FNN - Membaca draf UU Omnibuslaws terkait dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara (Minerba), disana tampak bahwa Omnibuslaws ini adalah UU untuk menciptakan pekerjaan bagi para bandar batubara. Mereka itu yang ditenggarai menjadi penyandang dana utama dalam Pilpres 2019 lalu. Draf Omnibuslaws UU Minerba memperlihatkan ambisi para taipan tambang, terutama tambang batubara. Mereka berambisi untuk mengeruk keuntungan dengan sangat efektif dan efisien. Untuk itu, mereka sangat berharap berbagai kemudahan yang akan diberikan langsung oleh pemerintah pusat dalam hal ini oleh Presiden, melalui : Pertama, menghapus semua kewenangan Pemerintah Daerah (Pemda) dalam UU Minerba. Yang paling utama adalah bagian perijinan. Pengusaha pertambangan berharap Pemda menyerahkan semua hak dan keweangan terkait pertambangan kepada pemerintah pusat yakni presiden. Rencana ini termuat dalam sebagian besar pasal Omnibuslaws. Bahkan menjadi maksud dan tujuan utama penghapusan banyak pasal dalam UU minerba. Pintu masuknya adalah Pasal 4 ayat (2) RUU Omnibuslaw, yaitu “penguasaan mineral dan batubara oleh negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan Pemerintah Pusat”. Pada ayat (3) ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan penguasaan mineral dan batubara diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kedua, penyediakan pintu ijin pertambangan khsus bagi pihak-pihak yang diangap pemerintah harus diberi kehususan. Misalnya, “pertambang milik oligarki penguasa sendiri, teman-temannya penguasa sendiri, atau asing yang biasanya selalu dihkususkan oleh penguasa”. Ketentuan mengenai masalah ini termuat dalam pasal 36 ayat (1) “kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan pertambangan khusus terdiri atas dua tahap kegiatan, yaitu eksplorasi yang meliputi kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. Berikutnya adalah operasi produksi, yang meliputi kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta reklamasi dan pasca tambang. Sedangkan ayat (2)RUU ini menyatakan “pelaku usaha yang memenuhi perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara”. Pada ayat (3) berbunyi “pelayanan perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menggunakan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah. Ketiga, melepaskan kewajiban perusahaan pertambangan batubara dari kegiatan pengolahan di dalam negeri. Selama ini kewajiban melakukan pengolahan di dalam negeri dianggap telah menghambat ijin, ekspor, dan lain sebagainya. Maksud ini termuat dalam RUU ini pasal 102 ayat (1), yaitu “pelaku usaha yang melakukan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara wajib meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dan/atau Batubara melalui a). pengolahan dan Pemurnian Mineral logam, b). pengolahan mineral bukan logam, c). pengolahan batuan, dan/atau d). pengembangan dan pemanfatan batubara”. Sementara pada (2) menyatakan “pelaku usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengembangan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat dikecualikan dari kewajiban pemenuhan kebutuhan batubara di dalam negeri”. Keempat, pemberian hak lebih luas kepada pemegang ijin pertambangan khsus untuk bermitra dengan yang tidak khusus. Jadi, dengan demikian ijin bersifat kusus, namun pemanfaatan bahan tambangnya bersifat umum atau seperti pertambangan lainnya. Maksud ini termuat dalam pasal 104 yakni (1) RUU ini adalah Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan, dan kegiatan usaha pertambangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan kerjasama pengolahan dan/atau pemurnian dengan Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha pertambangan khusus atau dengan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha pengolahan dan/atau pemurnian. Pada ayat (2) menyatakan Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha pertambangan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 dapat melakukan kerjasama pengembangan pemanfaatan batubara dengan Pelaku Usaha Kegiatan Operasi Produksi untuk kegiatan usaha pertambangan dan kegiatan usaha pertambangan khusus atau dengan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha pengembangan dan pemanfaatan batubara. Kelima, pemberian fasilitas tambahan kepada perusahaan tambang batubara berupa pembebasan kewajiban royalty menjadi nol persen (0%). Padahal selama ini royalty pertambangan batubara hanyalah secuil dibandingkan dengan nilai batubara yang dikeruk dari bumi Indonesia. Maksud ini tertuang dalam Pasal 128 dan 129. Yang disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 128A yang berbunyi sebagai berikut (1) pelaku usaha yang melakukan peningkatan nilai tambah mineral dan b/JHC batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103, dapat diberikan perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128. Sementara pada ayat (2) pemberian perlakuan tertentu terhadap kewajiban penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kegiatan peningkatan nilai tambah batubara dapat berupa pengenaan royalty sebesar 0%. Keenam, memberikan hak perpanjangan otomatis kepada perusahaan yang berakhir masa kontraknya, tanpa melalui lelang. Ketentuan ini dipastikan berkaitan dengan tambang batubara raksasa yang akan berakhir masa kontraknya sampai dengan tahun dalam tahun 2020-2021. Maksud ini termuat didalam Pasal 169 dan Pasal 170. Juga disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 169A pada ayat 91) yang berbunyi “Kontrak Karya dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara: a). yang belum memperoleh perpanjangan, dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan pertama sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara”. Sedangkan pada huruf berikutnya b). menyatakan “yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat diperpanjang menjadi Perizinan Berusaha terkait Pertambangan Khusus perpanjangan kedua sebagai kelanjutan operasi tanpa melalui lelang setelah berakhirnya perpanjangan pertama kontrak karya atau perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara dengan mempertimbangkan peningkatan penerimaan negara”. Jadi luar biasa hasil pemilihan presiden langsung di Indonesia kakli ini. Telah mengasilkan politik balas jasa dari para penyelenggara negara kepada para bandar yang menjadikan mereka sebagai pejabat negara, dan menjadi orang hebat. Ini sungguh pengabdian para pejabat negara ini kepada para taipan yang mengkhianati amanat Pancasila dan UUD 1945. Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (EPI)
Jokowi Siapkan Ahok Jadi Presiden?
Mungkinkah Anies Baswedan vs Ahok akan terulang di pilpres 2024? Tak ada yang tak mungkin. Jika itu terjadi, tentu akan jauh lebih panas dari pilgub DKI 2017 dan pilpres 2019. Benturan sosial mungkin akan jauh lebih dahsyat. Politik identitas yang terakumulasi dengan kekecewaan terhadap kekuasaan akan memicu terjadinya gelombang aksi massa dan benturan sosial. By Tony Rosyid Jakarta FNN - Ahok, manusia satu ini gak ada matinya. Didemo tujuh hingga belasan juta orang, jatuh. Kalah di pilgub DKI dan dipenjara dua tahun. Keluarganya pun ikut berantakan. Keluar dari penjara, Ahok bangkit kembali. Kali ini jadi komisaris utama (komut) PT. Pertamina. BUMN yang aduhai duitnya. Protes dimana-dimana, Jokowi hitung. Ternyata hanya riak, bukan gelombang. Tak berbahaya. Rencana jalan terus. Rupanya, Jokowi punya keyakinan sendiri tentang Ahok. Keyakinan atau rencana? Itu yang sedang dalam banyak pengamatan. Rakyat membaca keyakinan atau rencana Jokowi itu. Kemana arah manuver Jokowi ini nantinya. Yang pasti, Ahok sudah menjadi komut PT. Pertamina. Ini tanda bahwa Ahok punya kesempatan untuk bangkit kembali. Tepatnya, dibangkitkan lagi oleh Jokowi. Belum tampak hasil kinerjanya sebagai komut di PT. Pertamina. Jokowi sebut-sebut Ahok akan jadi calon kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru. Sepertinya Ahok adalah calon terkuat. Meski ada nama Bambang Bridjonegoro, Abdullah Azwar Anas dan Tumiyana. Tiga nama yang disebut belakangan boleh jadi sekedar cadangan. Cadangan hanya akan dipakai jika Ahok gagal. Berpotensi gagal jika protes terhadap Ahok membesar jadi gelombang. Selama protes terhadap Ahok tak masif, apalagi hanya riak-riak kecil di medsos, atau paling banter di acara ILC, peluang Ahok jadi kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru sangat besar. Protes tidak massif, artinya tak bakal membahayakan terhadap posisi Jokowi. Sebaliknya, jika protes mulai membahayakan, mungkin Jokowi akan berhitung lagi. Ahok bisa ditarik mundur selangkah. Seandainya pun Ahok gagal sebagai kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru, tak lantas karir Ahok berhenti di PT. Pertamina. Masih akan ada posisi-posisi strategis yang disiapkan untuk Ahok ke depan. Tentu, sebelum Jokowi turun dari kursi presiden. Jabatan komut PT. Pertamina diduga oleh banyak pengamat hanya sebagai batu loncatan untuk Ahok reborn. Analisis ini seolah mendapat pembenaran ketika Jokowi mengumumkan Ahok sebagai kandidat kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru. Clear! Tak lama setelah nama Ahok disebut sebagai kandidat kepala Badan Otorita Ibu Kota Baru, lagi-lagi Jokowi membuat sebuah pernyataan mengejutkan. "Tidak masalah presiden Indonesia itu non-muslim". Publik ramai. Jokowi dianggap seolah-olah telah menyiapkan perahu politik untuk Ahok yang notabene non-muslim sebagai capres 2024. Analisis ini masuk akal mengingat belum ada nama kandidat yang potensial di luar Anies Baswedan. Survei elektabitas Tito Karnavian, orang dekat Jokowi, masih sangat rendah. Sementara Puan Maharani, Ganjar Pranowo dan Risma, selain masih sangat rendah, juga bukan calon Jokowi. Tiga kader PDIP itu milik Megawati. Kecil kemungkinan Jokowi berpatner dengan Megawati di pilpres 2024. Gabung dengan Mega, Jokowi pasca pensiun hanya akan jadi anggota biasa di PDIP. No pengaruh. Apalagi selama menjadi presiden, kabarnya Jokowi telah banyak mengecewakan Megawati. Maka, akan jauh lebih strategis jika Jokowi punya calon sendiri. Untuk sementara, hanya Ahok dan Tito Karnavian yang bisa dimainkan oleh Jokowi sebagai jagoannya. Jika kedua tokoh ini pun gagal dibranding, mendukung Anies bagi Jokowi jauh lebih rasional dari pada bergabung dengan Megawati. Ketika Jokowi bilang bahwa calon presiden boleh non-muslim, tentu sebagai presiden, Jokowi tak asal bicara. Soal langkah politik, Jokowi sangat terukur. Boleh orang meemehkan, tapi dua periode menjadi presiden bukan perkara mudah. Butuh kemampuan berpolitik kelas tinggi. Jadi, ucapan Jokowi bahwa presiden boleh non-muslim tentu punya arah. Ucapan Jokowi tersebut tidak keluar di ruang hampa. Artinya, bukan omong kosong. Komut PT. Pertamina, lanjut kepala Otorita Ibu Kota Baru, lalu nyapres adalah proses branding. Ahok sendiri baru-baru ini juga pernah menyatakan bahwa dia bisa jadi presiden. Bagaimana dengan aturan perundang-undangan? Semua bisa dirubah dan dikondisikan. Parlemen saat ini ada di genggaman Jokowi. Persoalan sesunghuhnya bukan di aturan, tapi begaimana hasil survei elektabilitas Ahok. Itulah yang akan jadi variabel untuk menentukan. Mungkinkah Anies Baswedan vs Ahok akan terulang di pilpres 2024? Tak ada yang tak mungkin. Jika itu terjadi, tentu akan jauh lebih panas dari pilgub DKI 2017 dan pilpres 2019. Benturan sosial mungkin akan jauh lebih dahsyat. Politik identitas yang terakumulasi dengan kekecewaan terhadap kekuasaan akan memicu terjadinya gelombang aksi massa dan benturan sosial. Secara obyektif, berbasis pada pertama, analisis pilgub DKI 2017. Kedua, melihat psikologi dan karakter rakyat Indonesia, maka rivalitas Anies vs Ahok di pilpres 2024 tidak hanya akan membuat benturan social. Lebih dari itu akan berpotensi terjadinya perang saudara. Tentu, ini adalah prediksi. Bagi kelompok tertentu, Ahok dianggap ancaman. Tidak saja terhadap agama Islam yang dipeluk mayoritas rakyat, tetapi juga bangsa dan negara. Ini sebuah analisis yang baik, sekiranya disurvei datanya di lapangan. Bukan hanya survei elektabilitas berbasis kuantitatif, tetapi juga survei etnografis untuk membaca potensi konflik jika Ahok dipaksakan untuk nyapres. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Produksi Blok Rokan Turun, SKK Migas Bertanggungjawab?
By Marwan Batubara Jakarta FNN - Pengelolaan Blok Rokan akan beralih ke Pertamina pada Agustus 2021. Sebelumnya dikuasai oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI) lebih dari setengah abad. Blok Rokan adalah penghasil minyak terbesar Indonesia. Puncak produksi sekitar satu juta barel per hari (bph) pada 1980-an. Saat ini, produksi Blok Rokan hanya sekitar 160.000-an bph. Blok Rokan hanya berpotensi menghasilkan minyak sekitar 140.000-an bph pada 2021. Penurunan produksi tersebut sebagai akibat kelalaian dan pelanggaran peraturan oleh CPI dan pemerintah, terutama SKK Migas. Dalam kondisi produksi migas nasional yang terus menurun pada 6-7 tahun terakhir, Indonesia harus mengimpor minyak (BBM) lebih banyak dari yang mampu diproduksi. Saat harga minyak dunia naik, meningkatnya impor minyak berdampak pada naiknya defisit neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan (current account deficit). Itu sebabnya Presiden Jokowi sangat concern dan berulang-ulang mengingatkan isu defisit kepada jajaran kabinetnya dalam dua tahun terakhir. Saat ini masalah defisit sedikit tertolong karena turunnya harga minyak dunia akibat membanjirnya supply dan melemahnya demand. Akibat lain karena merebaknya wabah Covid-19. Namun jika penurunan kuota produksi minyak OPEC dan Rusia akhirnya disepkati (Jumat 6/3/2020 kesepakatan gagal tercapai), maka harga minyak dapat kembali pulih. Bagi Indonesia, pulihnya harga minya akan menjadi runyam. Sebagai akibat terus turunnya produksi minyak, termasuk dari Blok Rokan. Apalagi jika nilai tukar dollar terus menguat terhadap rupiah. Khusus untuk Blok Rokan, siapa pihak yang pantas dituntut untuk bertanggungjawab? Sebaiknya, mari kita telusuri dan teliti bersama. Pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VII DPR (20/1/2020), Presiden Direktur CPI Albert Simanjuntak menerangkan bahwa CPI sudah tidak melakukan pengeboran lagi di Blok Rokan sejak 2019. Karena menilai investasinya tidak lagi ekonomis. Untuk mempertahankan tingkat produksi, Albert mengatakan ada tiga opsi yang dapat diambil. Opsi Pertama, CPI yang mendanai dan membor. Opsi Kedua, CPI yang membor dan Pertamina yang mendanai. Opsi Ketiga, Pertamina yang membor dan mendanai. Namun opsi pertama sudah tidak berlaku lagi. CPI telah menghentikan investasi, karena menganggap tidak lagi ekonomis. Saat RDP tersebut, Albert mengaku telah melakukan proses rencana alih kelola Blok Rokan di bawah koordinasi SKK Migas. Untuk itu, telah dibentuk tim koordinasi. Diakui bahwa proses tersebut sudah memiliki jadwal yang disepakati, dan berjalan dengan baik. Namun ternyata hingga saat ini, ketiga opsi semuanya belum ada yang terlaksana. Berkaitan dengan itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan (26/1/2020), pemerintah terus mendorong proses transisi di Blok Rokan. Harapannya, dapat berjalan mulus supaya Pertamina segera berinvestasi, sehingga penurunan laju produksi di Blok Rokan dapat ditekan. Guna mengantisipasi dan menjamin tingkat produksi terjaga, pemerintah telah menerbitkan Permen ESDM No.26/2017 tentang Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi Pada Kegiatan Hulu Migas. Pasal 2 Permen tersebut menyatakan: Pertama, kontraktor wajib menjaga kewajaran tingkat produksi migas sampai berakhirnya masa Kontrak Kerja Sama (KKS). Kedua, dalam rangka menjaga tingkat produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kontraktor wajib melakukan investasi pada wilayah kerjanya. Selain itu, Permen ESDM No.26/2017 lebih telah direvisi dengan terbitnya Permen ESDM No.24/2018 yang menjamin pengembalian investasi CPI segera dibayar Pertamina sebelum KKS berkahir. Pasal 8 Permen ESDM No.24/2018 antara lain menyatakan bahwa Kontraktor baru (maksudnya Pertamina) wajib melakukan penyelesaian atas nilai pengembalian biaya investasi yang dikeluarkan CPI paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum penandatanganan KKS oleh Pertamina. Hingga saat ini kesepakatan antara CPI dan Pertamina belum juga tercapai. Akibatnya, produksi minyak berpotensi terus turun. Dalam hal ini, kita pantas mempertanyakan atau menggugat CPI dan SKK Migas bertanggungjawab atas potensi kegagalan lifting. Terkait CPI, pertama dinyatakan pada RDP Komisi VII DPR bahwa CPI siap bekerjasama dengan SKK Migas dan Pertamina untuk menciptakan alih kelola yang lancar. Namun, pada prakteknya, CPI tampaknya justru bersikap tidak kooperatif. Kedua, CPI dapat dianggap membuat pernyataan yang tidak benar di hadapan DPR. CPI menyebutkan bahwa investasi di Rokan sudah tidak ekonomis, sehingga CPI tidak melakukan pengeboran. Namun saat yang sama CPI menghalangi Pertamina menjalankan opsi ketiga, di mana Pertamina yang melakukan pemboran sekaligus berinvestasi, dengan berbagai alasan yang lebih bersifat administratif. Ketiga, CPI telah sengaja mengabaikan kewajiban, serta melecehkan peraturan dan kedaulatan negara dengan melanggar pasal 2 Permen ESDM No.26/2017. Peraturan tersebut mewajibkan Kontraktor KKS melakukan investasi guna menjaga tingkat produksi, karena pada prinsipnya seluruh investasi yang dilakukan akan segera dibayarkan kembali oleh Pertamina sebelum KKS berakhir, sebagaiman diatur dalam pasal 8 Permen ESDM No.24/2018. Keempat, terkait dengan butir ketiga, pada prakteknya CPI mengakui telah menghentikan pemboran sejak 2019. Dalam hal ini, rencana tersebut mestinya telah termuat dalam Work Program & Budget (WP & B) yang disepakati dengan SKK Migas pada akhir 2018 atau awal 2019. Dengan kondisi seperti ini, tampak bahwa sebelum negosiasi alih-kelola berlangsung. CPI telah menunujukkan iktikad tidak baik tanpa peduli kepentingan nasional untuk mempertahankan produksi melalui pengelolaan Blok Rokan yang optimal. Terkait dengan SKK Migas, kita perlu mengungkap dan menggugat berbagai kelalaian atau pelanggaran yang dilakukan. SKK Migas dapat dicurigai bernuansa moral hazard dalam pengelolaan Blok Rokan. Pertama, SKK Migas telah lalai menjalankan tugas dan fungsi sesuai Permen ESDM No.17/2017, yang antara lain memberikan persetujuan rencana WP&B, serta memonitor dan melaporkan pelaksanaan KKS kepada Dewan Pengawas, agar lifting tetap terjaga. Kedua, terkait dengan butir pertama, sesuai Perpres No.9/2013, Menteri ESDM sebagai Kepala Dewan Pengawas SKK Migas juga dituntut ikut bertanggungjawab atas penurunan lifting tersebut. Karena membiarkan sikap tidak kooperatif CPI dan kelalaian SKK Migas mengendalikan pelaksanaan KKS dan WP & B Blok Rokan. Menteri ESDM Arifin Tasrif (dan yang sebelumnya Ignatius Jonan) tidak cukup hanya bersikap “mendorong” penyelesaian proses alih-kelola, tanpa menggunakan kekuasaan untuk memaksa dijalankannya peraturan. Ketiga, sebagai pengawas pelaksanaan WP & B berdasarkan SK Kepala SKK Migas No.0154/SKKO/2015 tentang Pedoman Tata Kerja WP&B, SKK Migas telah lalai atau sengaja membiarkan CPI tidak melakukan pemboran pada 2019, sehingga lifting terancam. Ada dua kemungkinan sebagai sumber masalah. Pertama, SKK Migas membiarkan CPI yang sejak semula tidak merencanakan pemboran pada 2019, tanpa memaksa untuk melakukan revisi WP & B sesuai ketentuan PTK No.0154/2015. Kedua, SKK Migas membiarkan saja CPI tidak merealisasikan pemboran meskipun pada awalnya CPI telah membuat rencana dalam WP & B. Keempat, berangkat dari pengalaman alih kelola Blok WMO dan Mahakam, tanpa adanya peraturan pendukung dan peran aktif SKK/BP Migas, maka lifting migas telah menurun drastis saat pengelolaan berpindah tangan. Untuk kasus Blok Rokan, peraturan pendukung telah tersedia, yakni Permen ESDM No.26/2017 dan No.24/2018. Namun, karena ketidakpedulian SKK Migas, yang seharusnya berperan aktif dan antisipatif, malah terkesan enggan melakukan koreksi. Dengan demikian, penurunan produksi seperti kasus WMO dan Mahakam akan kembali terulang. Uraian di atas menunjukkan mengapa dan siapa yang telah bersikap abai atau melanggar aturan? Dampaknya, tingkat produksi Blok Rokan akhirnya menurun lebih cepat dari tingkat penurunan alaminya (karena telah berumur tua). CPI sebagai Kontraktor jelas telah menyatakan sikap tidak berminat berinvestasi karena hal itu sudah tidak ekonomis. Namun CPI tidak pantas berbuat sesuka hati, karena ada peraturan yang membatasi. Masalahnya, SKK Migas yang seharusnya melakukan fungsi pengawasan dan pengendalian. Setelah itu menjamin dilaksanakannya seluruh peraturan oleh Kontraktor KKS. Namun pada prakteknya pun ikut-ikutan tidak peduli atau membiarkan pelanggaran terjadi. IRESS ikut terlibat aktif bersama Serikat Pekerja dan berbagai elemen masayarakat guna mengadvokasi agar Blok WMO dan Blok Mahakam dikelola BUMN. Saat itu barisan rakyat justru berhadapan dengan Kementerian ESDM dan/atau BP/SKK Migas yang memihak asing. Untuk Blok Rokan, memang keputusan pengelolaan oleh Pertamina telah ditetapkan pada Juli 2018. Meskipun untuk hak yang dijamin konstitusi tersebut, Pertamina harus membayar sekitar Rp 11 triliun. Namun, untuk proses alih kelola yang smooth tampak SKK belum bekerja optimal dan terkesan “lebih dekat” dengan CPI. Semoga saja kesan IRESS di atas salah. Walau indikasi kedekatan tersebut cukup terasa. Sekarang, terserah Presiden Jokowi. Apakah akan bersikap konsisten dengan kebijakan dan program untuk menekan defisit melalui peningkatan lifting migas, terutama menahan laju penurunan lifting Blok Rokan. Bisa juga sabliknya, membiarkan SKK Migas dan CPI mengulur-ulur waktu, entah untuk kepentingan apa? Namun rakyat tidak butuh retorika. Apalagi sandiwara yang melecehkan akal sehat dan dapat dicurigai bernuansa moral hazard. Penulis adalah Managing Director IRESS
Terendus, Aroma Skandal Dua Proyek Kementerian PUPR di Maluku
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Center for Budget Analysis (CBA) menemukan dugaan tindak pidana korupsi dalam Mega Proyek Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Provinsi Maluku (Satker PJN III Prov Maluku) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). “Proyek yang kami maksud adalah Preservasi Jalan yang berlokasi di Pulau Larat dan Pulau Selaru,” ungkap Koordinator Investigasi CBA Jajang Nurjaman. Dalam proses lelang ditemukan dugaan kongkalikong antara pihak Kemen PUPR yakni Pokja 03 BP2JK Maluku sebagai panitia lelang dan Satker PJN III Prov Maluku selaku Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA) dengan pihak swasta. Pertama, proses lelang proyek preservasi jalan ini berlarut-larut, sampai dua kali lelang. Pada 25 November 2019 pihak Kementerian PUPR sebenarnya sudah menjalankan tender dan terdapat 2 perusahaan yang memasukan penawaran. Yakni, PT Dian Mosesa Perkasa dengan penawaran Rp 22.480.391.280 dan PT Mitra Pesona Samudra dengan penawaran Rp 23.139.560.049. Tapi lelang ini dibatalkan oleh pihak Kemen PUPR dengan alasan tidak ada yang memenuhi persyaratan evaluasi administrasi, kualifikasi, teknis dan harga. Selanjutnya Kemen PUPR melakukan lelang yang kedua kalinya atau lelang ulang, dan pada 19 Desember 2019 ada tiga peserta yang memasukan penawaran. Pemenang lelang adalah PT Samaprima Jaya (PT SPJ) dengan nilai kontrak yang disepakati: Rp 21.048.981.195,25. Ada kejanggalan dengan dimenangkannya PT. SPJ, hal ini terlihat saat pihak Pokja pemilihan menyampaikan Berita Acara Hasil Pemilihan (BAHP) kepada pejabat Pembuat Komitmen (PPK). “Pihak PPK menolak BAHP dengan alasan alat utama untuk pengerjaan proyek, yakni Self Propolled Rotary Mixer dengan merk/type SEKO, tidak jelas keberadaanya,” ungkap Jajang Nurjaman. Ternyata PT. SPJ saat lelang hanya mengandalkan bukti invoice nomor ABT/014/TH/19, yang mengklaim telah melakukan Pembelian alat Self Propolled Rotary Mixer dari Jepang pada Maret 2019 melalui PT. ABT, dan dalam waktu 3 minggu akan tiba di Jakarta. “Namun setelah dikroscek lagi pada PT. ABT, alat tersebut belum juga ada, dan pihak ABT memberikan keterangan alat tersebut akan tiba di Jakarta dua bulan lagi,” lanjutnya. Meskipun pihak PT. SPJ diduga kuat melakukan pemalsuan invoice, pihak Pokja dan Satker PJN III Prov Maluku selaku Kuasa Anggaran tetap ngotot memenangkan PT. SPJ. Hal ini sangat aneh, padahal sebelumnya lelang proyek ini sempat dibatalkan dengan alasan masalah persyaratan yang tidak terpenuhi. Namun, dalam lelang ulang pihak Kemen PUPR dengan mudahnya meloloskan perusahaan yang tidak memenuhi syarat dan bahkan menjadi pemenang. Berdasarkan catatan di atas, lanjut Jajang Nurjaman, CBA menduga proses lelang proyek Preservasi Jalan yang berlokasi di Pulau Larat dan Pulau Selaru hanya formalitas belaka. Diduga Pokja pemilihan dan PA/KPA sudah menentukan pemenang dari awal. Karena itu, “CBA mendorong KPK untuk segera membuka penyelidikan atas proyek di atas. Panggil Menteri Basuki Hadimuljono, serta panitia lelang mulai dari Pokja, PPK, PA/KPA terkait proyek ini untuk dimintai keterangan,” tegasnya. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, seperti kata Jajang Nurjaman, semestinya memang perlu dimintai keterangan oleh KPK. Karena, proyek pembangunan jalan di Pulau Selaru dan Pulau Selarat itu memang di bawah kewenangan Kemen PUPR. Jejak digital news menunjukkan hal itu. Seperti dilansir AntaraNews.com, Jum’at (11 Januari 2019 00:08 WIB), Menteri Basuki tetap akan terus melanjutkan pembangunan jalan di Pulau Selaru dan Larat, Kabupaten Maluku Tenggara. “Sekarang ini jalan dari Selaru ke Larat ini baru 158 km, nanti juga kami akan melihat yang di Larat, nanti akan kita teruskan,” ujar Menteri PUPR di Yamdena, Maluku pada Kamis (10/1/2019). Menurut Menteri Basuki, pembangunan jalan di Selaru yang baru sampai desa Kandar juga akan dilanjutkan. “Tahun 2019 baru yang perbaikan ini, kemudian nanti pada 2020-2021 akan kita teruskan, itu pasti akan kita teruskan,” katanya. Selain pembangunan jalan, Menteri Basuki juga menyinggung tentang rencana Kementerian PUPR untuk mengganti jembatan Wai Ela dan pembangunan jembatan-jembatan lainnya di Maluku. “Kami di Wai Ela sudah ada dua bentang jembatan yang kami kirim 2x60 m untuk mengganti jembatan Wai Ela, kemudian mungkin jembatan-jembatan lainnya,” kata Menteri PUPR usai bersama Menkeu Sri Mulyani meresmikan Jembatan Leta Oar Ralan yang menghubungkan Pulau Yamdena dan Pulau Larat, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB). Jembatan Leta Oar Ralan memiliki panjang 322,80 m, lebar 10 m. Jenis konstruksi pondasi menggunakan tiang pancang baja 600 mm, sementara bangunan atas memakai konstruksi beton pracetak prategang. Sebelumnya Menteri Basuki juga menyatakan bahwa fokus Kemen PUPR pada 2019 adalah menyelesaikan pembangunan infrastruktur jalan di pulau-pulau terluar. “Semua pulau-pulau terluar membutuhkan jalan lingkar, itu akan kita fokuskan lebih ke sana,” kata Menteri Basuki di Ambon, Maluku pada Rabu (9/1/2019). Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa pihaknya akan menyelesaikan pembangunan jalan-jalan di perbatasan, trans atau lintas wilayah, dan jalan lingkar di pulau-pulau tersebut seperti di Sangihe, Talaud, Yamdena, Morotai, Nias dan Natuna. Adakah keterkaitan dugaan tindak pidana korupsi dalam Mega Proyek Satker PJN III Prov Maluku) Kemen PUPR seperti yang disampaikan CBA di atas? Yakni: Proyek Preservasi Jalan! *** Penulis wartawan senior.