OPINI
Suka atau Tidak, Reuni 212 Kini Menjadi Arus Besar
Arus dan gelombang besar 212 akan terus mempersoalkan prilaku ketidakadilan yang bersumber dari para penguasa. Juga akan mempersoalkan kesemena-menaan para pemilik modal yang menguras habis sumber daya alam milik rakyat. Gerakan 212 juga mengingat terus para pemburu rente ekonomi impor yang telah menyesarakan petani, peternak dan nelayan. By Asyari Usman Jakarta, FNN - Bisa dipastikan bahwa semua penguasa tingkat tinggi tidak ada yang suka melihat pelaksanaan Reuni 212 tahun 2019 ini. Yang juga tidak suka termasuk para konglomerat, terutama mereka yang hitam. Yaitu, para konglomerat yang merasa umat Islam garis lurus sebagai penghalang bagi kesewenangan dan rencana-rencana jahat mereka. Kalau ada yang bilang mereka suka, hampir pasti pernyataan itu hoax atau bohonh. Pura-pura saja mereka. Alias munafik. Sebab sejauh ini, hanya Gubernur DKI Anies Baswedan yang diyakini tidak gerah melihat Reuni 212. Dia langsung memberikan izin penggunaan kawasan Monas untuk acara reuni. Bisa dipastikan pula bahwa para penguasa memiliki perangkat lunak dan perangkat keras untuk mencegah gerakan umat Islam ini. Mereka bisa melarang, menghalangi massa, dan mereka bisa menciptakan suasana yang membuat para peserta merasa tak nyaman. Supaya pendukung Reuni 212 tak mau hadir lagi. Semua ini bisa mereka rekayasa sesuka hati. Tetapi, perhelatan Reuni 212 insya Allah akan terlaksana besok, 2 Desember 2019. Meskipun semua pemegang kekuasaan membencinya. Meskipun institusi-institusi keamanan tidak suka. Meskipun kaum liberal, kaum sesat, umat garis bengkok sangat tidak suka. Meskipun Ade Armando, Denny Siregar, Abu Janda, Sukmawati, Megawati, Paloh, Bamsoet, Banser, dan lain-lain, juga tidak suka. Mengapa para penguasa, pengusaha, orang-orang sesat dan bengkok pikiran itu tak suka adanya 212? Karena gerakan 212 berhasil menghimpun kekuatan umat garis lurus. Yang akan menghadang dan mpersoalkan prilaku kesewenangan, keserakahan, dan kebatilan ideologi. Arus dan gelombang besar 212 akan terus mempersoalkan prilaku ketidakadilan yang bersumber dari para penguasa. Juga akan mempersoalkan kesemena-menaan para pemilik modal yang menguras habis sumber daya alam milik rakyat. Gerakan 212 juga mengingat terus para pemburu rente ekonomi impor yang telah menyesarakan petani, peternak dan nelayan. Kekuatan 212 akan melawan habis ideologi-ideologi yang berbahaya bagi kelansungan hidup bangsa dan Negara kita. Akan melawan sampai mati keinginan para penganut komunisme dan kekuatan politik besar yang punya ambisi hendak mengijonkan dan menyerahkan negara ini kepada RRC. Inilah peranan penting kehadiran dan keberadaan gerakan 212. Kekuatan ini tak bisa dianggap enteng, karena sudah didukung oleh semua lapisan masyarakat. Ada jutaan “ordinary people” (orang biasa). Tetapi banyak pula kaum intelektual, para ilmuwan, teknokrat, dan lain sebagainya. Umat dari segala latar-belakang itu bersatu dan menyatu tanpa ada sekat. Gerakan 212, insya Allah, tak mungkin lagi bisa dibendung. Gerakan ini sudah menjadi “rallying point” atau “tempat berkumpul” umat dadn manusia garis lurus. Kekuatan ini telah menjadi “mainstream” (arus besar) umat. Yaitu, gerakan yang telah diterima oleh mayoritas umat. Mau suka atau tidak suka. Sepanjang para tokohnya bisa selalu menjaga kesakralan gerakan dan misinya, dapat dipastikan Arus 212 bisa menimbulkan distorsi serius terhadap agenda jahat yang disusun oleh musuh-musuh bangsa dan Negara. Penulis adalah Wartawan Senior
Perkebunan Kruwuk [2] Status Quo, Dinetralkan
Kepada para pihak juga diminta untuk melaporkan kepada Polres Blitar jika ada salah satu pihak yang melanggar keputusan ini. Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sanggahan berikutnya muncul dari Pitoyo Hariyadi yang meluruskan bahwa redistribusi yang terjadi beberapa waktu lalu mengacu pada keputusan yang terjadi pada 1964. Justru pada pertemuan antara PPKM dan PT Rotorejo Kruwuk yang difasilitasi Kanwil BPN Jatim, Direktur Utama perusahaan tersebut diminta untuk melepaskan lahan redistribusi yang sesuai dengan permintaan warga; dan dalam kenyataannya, permintaan Kepala Kanwil BPN Jatim tersebut tidak digubris. Menjawab sanggahan, perwakilan BPN Kabupaten Blitar menyatakan belum bisa menghapus HGU PT Rotorejo Kruwuk karena adanya hubungan lembaga yang masih melekat dan PT Rotorejo Kruwuk tetap menjadi prioritas pemegang perpanjangan HGU tanpa ada batas waktu. Ini dilandaskan atas Permen ATR/BPN RI Nomor 9 Tahun 1999. Aryo kemudian meminta diterangkan pada pasal berapa dalil yang disampaikan utusan BPN Kabupaten Blitar ini, sebab setelah mencermati Permen dimaksud tidak disebutkan adanya hubungan lembaga yang melekat dan frase yang tidak serta-merta lahan perkebunan eks-PT Rotorejo Kruwuk diambil alih oleh negara. Pada sisi lain, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pertanahan dan perkebunan secara tegas menyatakan lahan tersebut kembali kepada negara dan HGU harus dihapuskan. Disampaikan pula analogi kontrak rumah dan perpanjangan SIM yang jika lewat batas waktu harus mengulang pembuatan SIM sejak awal, karena sudah habis masa berlakunya. Perwakilan BPN Kabupaten Blitar menyampaikan bahwa yang disampaikan olehnya juga dilandaskan pada teori hukum dan berputar-putar memberikan alasan untuk tidak secara detail berkaitan dengan pertanyaan dari pendamping PPKM Aryo Purboyo. Ketua PPKM Pitoyo Hariyadi menambahkan dengan satire, mungkin yang dimaksud dengan perwakilan BPN Kabupaten Blitar ini adalah hubungan lembaga yang melekat itu adalah hubungan “persaudaraan” antara Kantor BPN Kabupaten Blitar dengan PT Rotorejo Kruwuk. Tim akademisi menambahkan seharusnya BPN Kabupaten Blitar tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan dan secara tegas menghapus HGU PT Rotorejo Kruwuk. Perwakilan PPKM Yudiono menambahkan, tepat yang disampaikan tim akademisi dan BPN Kabupaten Blitar harus segera menindaklanjutinya. Perwakilan BPN Kabupaten Blitar tetap bersikukuh, untuk menghapus HGU ada tahapan-tahapannya. Tanpa ada pelepasan dari PT Rotorejo Kruwuk, BPN Kabupaten Blitar tidak bisa menghapus HGU. Kepala Satuan Reskrim Polres Blitar menyampaikan analogi bahwa HGB dan HGU sama, dengan mencontohkan pengalaman pribadi membeli rumah yang HGB-nya habis masa berlaku dan tidak serta-merta diminta oleh negara. Bahkan mengurus HGB tersebut dan menjadikan SHM. Analogi ini dimintakan perwakilan BPN Kabupaten Blitar untuk mengoreksinya. Perwakilan BPN Kabupaten Blitar mengiyakan bahwa HGB dan HGU sama. Pimpinan rapat, Wakapolres Blitar mengambil alih jalannya rapat dengan keputusan men-status quo-kan perkebunan Rotorejo Kruwuk dengan mencermati menjaga kamtibmas. Alasan utama penetapan status quo tersebut adalah berlarut-larutnya mediasi antara warga dengan PT Rotorejo Kruwuk. Status quo tersebut baru bisa dicabut jika PT Rotorejo Kruwuk bisa segera menunjukkan SK HGU perpanjangan atau ada pihak lain yang sah menjadi pengelola perkebunan dengan membawa SK HGU yang asli. Di dalam masa status quo tersebut, kedua belah pihak tidak boleh mengeluarkan hasil kebun dalam bentuk apa pun. Jika kedua belah pihak sepakat, maka dituangkan di dalam pernyataan kesepakatan bersama. Kedua belah pihak sepakat, dan Aryo Purboyo menegaskan bahwa warga rela untuk mundur dan tidak beraktivitas di lahan perkebunan jika ada pihak yang membawa SK HGU yang resmi dikeluarkan negara. Di sela proses redaksional pernyataan kesepakatan bersama itu, PT Rotorejo Kruwuk yang diwakili Suratmi, Sekretaris Perusahaan, menyampaikan keberatan. Alasannya, karena ada karyawan yang bergantung pada hasil kebun dan secara rutin mengolah bahan baku kebun tersebut. Wakapolres Blitar menegaskan bahwa keputusan Polres Blitar ini semata demi kamtibmas dan tidak ada perintah untuk memecat/merumahkan karyawan PT Rotorejo Kruwuk. Pembacaan redaksional kesepakatan bersama oleh Wakapolres Blitar dan pihak PPKM menyatakan sepakat dengan isi kesepakatan bersama itu. Tapi, PT Rotorejo Kruwuk melalui kuasa hukumnya ET Wibowo menyampaikan keberatan. Alasan utamanya jika yang dianggap status quo kawasan penebangan tanaman keras yang saat ini disegel Polres Blitar, PT Rotorejo Kruwuk bisa menyepakatinya. Namun, jika kawasan yang tengah dioperasionalisasikan PT Rotorejo Kruwuk masuk ke dalam status quo, pihaknya berkeberatan. Wakapolres Blitar menegaskan, kesepakatan bersama yang telah dibacakan dan tertuang di dalam tulisan adalah kesepakatan bersama yang telah disetujui di dalam forum. Ihwal hal ini, PT Rotorejo Kruwuk tetap menolak dan tak akan menandatangani kesepakatan bersama tersebut, baik kuasa hukum maupun Direktur PT Rotorejo Kruwuk. Wakapolres Blitar mengeluarkan putusannya bahwa Polres Blitar mengabaikan kesepakatan bersama tertulis dan tetap pada putusan men-status quo-kan Perkebunan Rotorejo Kruwuk demi kamtibmas dan akan menindak siapa pun dari kedua belah pihak secara hukum yang melanggar keputusan tersebut. Kepada para pihak juga diminta untuk melaporkan kepada Polres Blitar jika ada salah satu pihak yang melanggar keputusan ini. Penulis wartawan senior. (Selesai)
Mana Lebih Urgen: Narkoba Atau Radikalisme?
By Asyari UsmanJakarta, FNN - Badan Narkotika Nasional (BNN) mendata sekitar 4,200,000 (4.2 juta) pemakai narkoba di Indonesia. Jumlah desa dan kelurahan tercatat 83,447. Jadi, rata-rata desa dan kelurahan memiliki 50 orang pemakai narkoba. Ini angka rata-rata. Kalau diasumsikan pemakai narkoba itu lebih banyak di kawasan perkotaan (urban), boleh jadi di setiap kelurahan di kota-kota besar ada 80-an pemakai narkoba.Kalau 50 orang pemakai narkoba per desa/kelurahan itu melakukan rekrutmen, bisa dibayangkan masa depan bangsa ini. Jika 50 orang pemakai itu berhasil menambah anggota 25 orang per tahun, berarti dalam lima tahun akan bertambah 125 orang pemakai baru. Karena itu, pada 2025 nanti Indonesia memiliki “pasukan narkoba aktif” sebanyak 50+125x83,447=14,603,225. Kita sederhanakan saja menjadi 14 juta orang. Angka ini tidak memperhitungkan kalau para pemakai baru melakukan rekrutmen. Jika pemakai baru juga aktif mencari teman baru, silakan para pakar matematika membuatkan tabulasinya.Baik. Kita ambil sajalah angka 14 juta sebagai proyeksi jumlah pemakai narkoba pada 2025. Kira-kira, serepot apa bangsa ini nanti? Di desa atau kelurahan Anda nantinya akan ada 175 orang pemakai narkoba. Ada 175 sel aktif narkoba di sekitar Anda. Kalau 10 persen saja diantara mereka kita sebut “pemakai radikal”, berarti ada 17 orang yang siap menjadi “bom bunuh diri” yang akan meneror tiap desa dan kelurahan.Ada lagi angka yang sangat mencemaskan dari Komisi Perlindingan Anak Indonesia (KPAI). Di awal Maret 2018, Komisi mengatakan dari 87 juta anak di bawah 18 tahun, hampir 6 juta diantaranya masuk kategori pencandu narkoba.Selain angka pemakai dan proyeksi rekrutmen ini, kita lihat sepintas kerugian lain akibat penggunaan narkoba. BNN mengatakan, sekitar 40 orang menemui ajal setiap hari karena benda yang berbahaya ini. Potensi kerugian ekonomi diperkirakan mencapai 75 triliun rupiah per tahun.Sebelum dilanjutkan, kita memohon kepada Allah SWT agar proyeksi ini tidak menjadi kenyataan. Amin, Allahumma amin.Nah, dari angka-angka yang sangat menyeramkan ini, menurut Anda mana lebih urgen masalah narkoba dibandingkan isu radikalisme? Sebagai ilustrasi saja, radikalisme yang sangat ditakuti oleh para penguasa, terutama Menag Fachrul Razi, itu baru sebatas pemakaian cadar dan celana cingkrang. Kalau pun lebih dari ini, radikalisme di kalangan umat Islam baru sebatas aktivitas amar-ma’ruf nahi mungkar oleh FPI atau cita-cita khilafah di kalangan “ormas ompong” HTI.Atau, radikalisme itu baru sebatas kepatuhan kaum perempuan muslim untuk menutup aurat mereka. Di kampus-kampus atau di tempat kerja. Atau, radikalisme itu baru sebatas ghirah untuk ikut Reuni 212.Dan tidak semua umat Islam punya ghirah yang tinggi untuk bersyariat. Masih ada puluhan juta yang tak mau tahu soal halal-haram. Ada jutaan lagi umat Islam garis bengkok yang siap membakar bendera Tauhid. Masih banyak yang siap bekerja sama dengan Israel atau China komunis, dlsb. Dan mereka ini siap pula berhadapan dengan kaum yang dilabel-label radikal itu.Jadi, masalah radikalisme yang menghantui para penguasa saat ini masih belumlah mencemaskan. Tidak semengerikan 6 juta anak-anak di bawah 18 tahun yang saat ini kecanduan narkoba. Belumlah tertandingi angka kematian akibat narkoba yang mencapai 40 orang tiap hari.Dampak cadar, cingkrang, janggut, atau pakaian muslimah lainnya, belumlah bisa menandingi kerugian ekonomi sebesar 75 triliun per tahun terkait peredaran narkoba. Kalau radikalisme itu kalian anggap sebagai gangguan, masih belumlah menyamai jumlah 50 orang pencandu narkoba per desa atau kelurahan di Indonesia.Karen itu, cobalah Anda para penguasa merenungkan mana yang lebih urgen masalah narkoba dibandingkan isu radikalisme?Mana yang lebih berbahaya: ratusan ton sabu dan 13 juta butir ekstasi yang tak tertangkap oleh aparat atau Reuni 212, cadar, celana cingkrang, janggut, jilbab, dll?[]30 November 2019Penulia wartawan senior.
Presidensialisme, Potensial Menuju Tirani?
Yang sangat mengagumkan dan membuat kita terperangah dari perdebatan itu semua tentang presidensialisme adalah “pembelahan pendapat sedalam dan sekeras itu tak mengakibatkan mereka melupakan kompromi”. Saat David Bearly pada tanggal 4 September melaporkan hasil kerja Komisi Pendalaman Committee of Detail, munguatlah ide pemilihan presiden melalui electoral college. By Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Hari-hari ini hangat dan intens betul gagasan-gagasan tak terkoordinasi penguatan sistem presidensial di Indonesia. Sama hangat dan intens dengan gagasan perpanjangan masa jabatan presiden. Gagasan tak tercerahkan ini terus muncul secara acak. Semuanya membuat landscap politik mutakhir terlihat begitu menarik. Biasakah landscap ini nyata dalam kehidupan politik? Mungkin ya. Membekali presdien dengan setumpuk kekuasaan negara, merupakan inti gagasan presidensialisme. Itu Bagus? Tunggu dulu. Mengapa? Dua hipotesis berbeda harus diperiksa secara seksama. Hipotesis presiden sebagai orang baik, ratu adil, bapak dari seluruh orang dalam sebuah negara, terbukti di panggung sejarah tak valid. Signifikansinya praktis tidak ada. Ini hipotesis Indonesia. Hipotesis kedua tipikal Amerika. Hipotesisnya presiden punya ambisi pribadi, bisa menjadi tiran, dan korup. Hipotesis ini teruji di sepanjang sejarah presidensialisme. Hipotesis itu membawa para pembentuk UUD Amerika Serikat pada konvensi Philadelphia. Mereka merancang secara hati-hati, dan penuh kesadaran tentang masa jabatan presiden, serta cara presiden itu dipilih. Sejarah membawa siapapun pada kenyataan bahwa pemerintahan presidensial itu, sepenuhnya kreasi Amerika. Sistem ini diciptakan oleh pembuat UUD Amerika Serikat pada tahun 1787. Seperti pembentuk UUD 1945 dahulu, pembentuk UUD Amerika Serikat arif, bijak dan memiliki pengetahuan sejarah yang hebat. Mereka tahu, dalam batas yang sangat produktif bagaimana pemerintahan-pemerintahan sebelumnya di belahan dunia lain. Pengetahuan mereka tentang sejarah monarki, membawa mereka ke satu titik. Titik itu bernama “waspada dan curiga.” Mereka waspada dan curiga pada kekuasaan yang menumpuk pada seseorang, atau single person. Kewaspadaan dan kecurigaan terlihat nyata pada perdebatan tiga isu. Pertama, apakah jabatan presiden bersifat tunggal? Dipegang oleh seseorang singgle person atau jamak? dan terhadap pembatasan masa jabatan presiden. Kedua, kekuasaan presiden pun harus dibatasi, ditentukan jangkauannya. Ketiga, cara mengisi jabatan presiden harus tepat. Isu utamanya apakah presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih oleh legislatif. Semua isu ini penting. Tetapi isu tentang masa jabatan dan cara mengisinya menjadi dua isu yang berkali-kali dibahas. Semuanya terekam secara mengagumkan dan berkelas dalam “A Brililant Solution, Inventing the American Constitution dari Carol Berkin”, professor sejarah politik Amerika dari Baruch of College. Sarinya terlihat pada uraian-uraian selanjutnya. Hebat, sebab sebelum lebih jauh berdebat mengenai isu-isu di atas, mereka berhasil menyepakati tujuan esensial konvensi. Esensinya adalah membentuk pemerintahan model baru, dan pemerintahan nasional yang efektif. Ini dicapai pada rapat kedua tanggal 30 Mei 1787. Pada rapat ini pulalah ide presiden sebagai eksekutif tunggal muncul dan diperdebatan. Memunculkan ide dan gagasan-gagasan, yang menurut saya melampaui zaman mereka. Ide eksekutif tunggal –singgle person in executive office- dalam penilaian Randolph, delegasi dari Virginia, meniru sistem pemerintahan Inggris. Randolp, karena itu menolak ide eksekutif tunggal tersebut. Lebih jauh Randolph dalam kata-katanya menyatakan a singgle executive was nothing less that “the foetus of monarchy”. Eksekutif yang independen dari legislatif, dalam gagasan Rogers Sherman, menurut Randolph memiliki esensi sebagai tirani. Tetapi pandangan ini segera disanggah James Wilson. Baginya itu bukan bayi monarki, tetapi benteng melawan tirani. Alexander Hamilton, salah satu peserta konvensi, sekaligus orang dekat George Washington (Ketua Konvensi) menghendaki masa jabatan presiden 4 (empat) tahun. Sedangkan James Wilson, sarjana hukum kelahiran Polandia yang berimigrasi ke Amerika Serikat tahun 1765, mengusulkan masa jabatan presiden 3 (tiga) tahun, dengan hak dipilih sekali lagi. Belakangan ia mengusullkan masa jabatan presiden 6 (enam) tahun. Tetapi ide Wilson ditolak oleh George Masson, delegasi dari Virginia. Mantan hakim dan anggota legislatif – House of Burgesses- juga penulis Virginia Decalaration of Rights 1776. Dalam kata-kata penolakannya Masson menegaskan right to run reelection lead a man use bribery and trickery to regain office. Mason mengusulkan masa jabatan presiden 7 (tujuh) tahun, tanpa hak dipilih kembali. Gagasan ini ternyata ditolak juga. Gunning Bedford, delegasi Delawere menegaskan berbahaya sebuah negara diperintah selama 7 (tujuh) tahun dengan orang yang tidak kompeten. Ternyata soal kompetensi tidak terlalu dimasalahkan, dibandingkan dengan bahaya intrik. Itu sebabnya gagasan ini diterima oleh 6 (enam) delegasi. Tidak yakin dengan gagasan itu, George Masson muncul dengan gagasan masa jabatan presiden ditentukan oleh perilaku baiknya (good behavior). Bereskah isu ini? Tidak juga ternyata. Charles Pinckney, delegasi Shout Carolina, Elbridge Gerry, delegasi Messachusetts dan Edmond Randolph, delegasi Virginia menolak gagasan presiden sebagai eksekutif tunggal. Pinckney menyodorkan ambisi pribadi, yang menurutnya dimiliki setiap orang. Ia menandainya, dengan cara yang meyakinkan, sebagai hal menakutkan. Itu sebabnya Pinckney menyerukan kekuasaan presiden harus dirancang, dibatasi secara hati-hati. Gagasan tentang ragam kekuasaan presiden yang tertera dalam Virginia Plan, dalam penilaian Gerry terlalu besar. Menurutnya rancangan ini akan menghasilkan presiden yang terlalu powerful, seperti raja-raja di Inggris. Ia menunjuk raja George III sebagai penguasa tiran. Tidak berhenti disitu. Gerry bergerak maju dengan isu-isu lain. Gerry mengidentifikasi kecenderungan presiden mendahulukan kepentingan daerah asalnya. Baginya, ini tidak dapat diterima. Dalam penilaiannya, presiden harus mengutamakan kepentingan nasional. Itu sebabnya dia menolak gagasan ragam kekuasaan presiden yang dirancang dalam Viriginia Plan ini. Untuk menggantikannya, Gerry mengusulkan model baru, triumvirat. Tetapi baik gagasan Gerry maupun Pinckney disanggah oleh Roger Sherman, delegasi Connecticut. Baginya isu ini simple. Sherman yang masih berkerangka pikir presiden dipilih oleh Kongres, berpendapat presiden hanya melaksanakan kehendak legislatif. Menariknya, gagasan ini juga ditolak. Argumen penolakannya, secara singkat. Pemilihan melalui legislatif mengakibatkan dua cabang kekuasaan, yaitu eksekuif dan legislative terintegrasi menjadi satu. Ini sangat berbahaya. Belum lagi bicara mengenai tirani aristokrasi. Sebutan untuk tabiat legislatif. Menariknya, Gerry seperti dikutip Berkin menolak gagasan pemilihan presiden langsung oleh rakyat. Argumen penolakannya “if the people elect the executive, Gerry said, any organized group that draw together men from across the nation will be able to control outcome”. Gerry juga mengidentifikasi bahaya konspirasi antara legislatif dengan eksekutif bila presiden dipilih oleh legislatif. Gagasan Gerry mendapat respon Morris. Bagi Morris, yang ahli hukum dan pengacara ini, jika presiden dipilih oleh legislatif, tulis Berkin lebih spesifik lagi, “itu akan dikerjakan dengan cara intrik, komplotan rahasia, dan faksi”. Sangat terbelah. Rogers Sherman menyambar, dalam makna mendukung argumen-argumen di atas. Sherman dengan nada elitis menyatakan the people, will never be sufficiently informed of characters, to select wisely. Terbelah lagi. George Masson, penulis Piagam Hak Asasi Manusia Virginia 1776 justru mempertahankan pemilihan presiden secara langsung. Juga menyangkal pemilihan presiden oleh legislatif, yang orang-orangnya ia kualifikasi sebagai ordinary citizen. Yang sangat mengagumkan dan membuat kita terperangah dari perdebatan itu semua tentang presidensialisme adalah “pembelahan pendapat sedalam dan sekeras itu tak mengakibatkan mereka melupakan kompromi”. Saat David Bearly pada tanggal 4 September melaporkan hasil kerja Komisi Pendalaman Committee of Detail, munguatlah ide pemilihan presiden melalui electoral college. Ide ini akhirnya disepakati sebagai cara pemilihan presiden yang berlaku di Amerika Serikat sampai sekarang. Beberapa tahun setelah konvensi berakhir, John Dickinson, dalam kata-kata Berkin mengatakan “claim full credit for the creation of the electoral college”. Sebaran dan ragam kekuasaan presiden, yang saat ini terlembagakan dalam konstitusi mereka, juga dicapai pada rapat ini. Kecuali Wakil presiden menjadi Ketua Senat secara ex officio. Ragam kekuasaan presiden itu, dengan ketepatan yang tak terbantahkan, diadopsi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Tetapi derajat kehatian-hatian yang hebat dari mereka, dalam kenyataan tidak dapat mendefenisikan jangkauan, ragam kekuasaan presiden secara rigid. Kata Berkin, kekuasaan presiden bersifat situasional, potensial dan tergantung pada perkembangan sejarah. Ini semua tidak diharapkan oleh para pembentuk UUD. Bahkan mereka, para pembentuk UUD pun tak dapat membayangkannya. Banyak dari kekuasaan presiden muncul pada situasi krisis. Identifikasi krisis sebagai kesempatan presiden memperluas kekuasaanya juga datang dari Richard M. Tifus, professor studi Amerika pada Columbia University. Bahkan, disini terlihat perbedaan dengan ahli hukum, Richard dengan menunjuk bahasa konstitusional yang mendua, umum dan tidak rigid, sebagai cara memungkinkan bekerjanya kekuasaan presiden dalam jumlah besar dan meluas. Perlu batasan rinci guna mengatasi keadaan darurat. Apa yang bisa ditandai dari semua argumen dan gagasan para perancang UUD Amerika Serikat yang diidentifikasi Berkin di atas? Menyelami sejarah, mengenal kebobrokan pada semua aspek presidensialisme dan cara pemilihan presiden, baik secara langsung atau melalui legislative, menandai pada tingkat tak terbantahkan, untuk mencegah tirani. Semuanya dipertimbangkan dalam kerangka menjaga presidensialisme, mencegah munculnya pemerintahan tiranis. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate
Defisit APBN 2019 Melangar UU, Jokowi Tamat?
Sepanjang tahun 2019, sampai dengan bulan Oktober 2019, utang pemerintan telah bertambah Rp. Sebanyak Rp 426,5 triliun. Dalam bulan November dan Desember 2019, pemerintah aktif menawarkan Surat Utang Negara (SUN). Penjualan SUN besar-besaran ini untuk menutupi kekurangan Aanggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019. By Salamuddin Daeng Jakarta, FNN- “Kami tidak memiliki kepercayaan yang banyak terhadap angka Produk Demostik Bruto (PDB) Indonesia. Sebab PDB Indonesia telah stabil selama beberapa tahun terakhir. Pelacakan bulanan terhadap aktivitas ekonomi dan modal, telah menunjukan indikator pertumbuhan ekoniomi Indonesia melambat selama setahun terakhir, ”ujar ekonom Gareth Leather dari Captal Economics Ltd. London. Petumbuhan ekonomi Indonesia hampir tidak bergerak naik atau stagnan dalam tiga kuartal terakhir ini. Kenyataan ini juga telah mendorong beberapa analis dan ekonom dunia meragukan data-data pertumbuhan ekonomi yang disampaikan pihak Indonesia. Dengan demikian, angka pertumbuhan GDP Indonesia juga tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Artinya, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebenarnya sudah berada di bawah lima persen. Bukan lagi di atas lima persen, seperti yang diakui pemerintah salama ini Pertanyataan Gareth Leather ini dimuat oleh bloomberg.com pada edisi 5 November 2019 lalu. Pernyataan Gareth Leather ini cukup membuat kita terkaget-kaget dan terperangah. Lembaga ekonomi yang berkantor di London, Inggris ini meragukan angka PDB Indonesia yang sampai sekarang belum berani diumumkan oleh Badan Pusat Statitik (BPS) Indonesia. Bila BPS salah mengumumkan angka resmi PDB Indonesia, maka akan sangat berpengaruh terhadap nasib pemerintahan Presiden Jokowi. Sebab defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 tidak boleh lebih dari 3%. Jika defisit APBN lebih dari 3%, itu artinya pemerintahan Presiden Jokowi telah melanggar undang-undang keuangan negara. Batas besarnya utang pemerintah setiap tahun menurut undang-undang keuangan Negara, maksimum hanya 3% dari PDB. Sedanagkan batas total utang pemerintah secara keseluruhan, ditetapkan maksimum adalah 60% dari PDB. Tidak boleh lebih. Batas utang itu ditetapkan melalui undang-undang. Besaran defisit yang diperbolehkan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 12 Ayat (3). Pada bagian penjelasan pasal ini berbunyi “defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Sedangkan jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik Bruto". Bagaimana kenyataan sekarang? Apakah pemerintah sudah melanggar UU keuangan negara? Kalau pemerintah sudah melanggar undang-undang, berarti DPR bisa melakukan proses menuju impeachment untuk menjatuhkan Presiden Jokowi di tengah jalan. Alasannya, karena Presiden Jokowi melanggar telah melanggar undang-undang. Untuk itu, marilah kita hitung-hitung. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), sejak awal tahun 2019 sampai dengan kwartal III, utang luar negeri pemerintah bertambah U$ 10,84 miliar dollar, atau setara dengan Rp. 152,07 triliun. Selanjutnya, utang pemerintah dari Surat Utang Negara (SUN) bertambah dari Januari sampai Oktober 2019 sebesar Rp. 274,4 triliun. Jadi, sepanjang tahun 2019, sampai dengan bulan Oktober 2019, utang pemerintan telah bertambah sebanyak Rp 426,5 triliun. Dalam bulan November dan Desember 2019 ini, pemerintah sedang aktif menawarkan Surat Utang Negara (SUN). Penjualan SUN besar-besaran ini ini untuk menutupi kekurangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019. Kalau penambahan utang sepanjang tahun ini dibagi 0,03 sebagai batas 3% dari PDB, maka sampai dengan bulan Oktober 2019, angka PDB Indonesia seharusnya minimal Rp. 14.216 triliun. Lantas, berdasarkan perkiraan, berapa sebenarnya PDB Indonesia di tahun 2019 ini? Jawabannya sekitar Rp 15.000 triliun sampai dengan Rp. 15.500 triliun. Gross Demostic Produc (GDP) tidak bisa mencapai angka yang sesui dengan peningkatan utang pemerintan. Atau jika utang pemerintan melebihi batas yang ditetapkan oleh undang-undang, maka itu berarti nyata-nyata pemerintah sudah melanggar undang-undang. Sampai disini Presiden Jokowi bisa diimpeachment, karena anggaran tahun 2019 belum berakhir. PDB adalah angka ekonomi yang dihasilkan dari survey. Perhitungan besarnya PDB diperoleh dengan menggunakan metodologi tertentu. PDB juga dimonitor oleh lembaga-lembaga keuangan internasional. Dengan demikian PDB itu bukan angka pasti. Lembaga keuangan internasional memiliki angka perkiraan yang berbeda-beda mengenai jumlah PDB Indonesia sekarang. Demikian juga dengan BPS Indonesia, yang juga memiliki angka PDB berbeda. Menurut perkiraan International Monetary Fund (IMF), PDB Indonesia adalah USD 1.110 miliar atau setara dengan Rp. 15.540 triliun. Sedangkan menurut World Bank, PDB Indonesia tahun 2019 sekitar Rp. 15.300 triliun. Sementara BPS sampai belum merilis angka resmi PDB tahun 2019 Jika dikalikan 3% batasan yang diberikan oleh undang-undang, maka Ibu Menteri Sri Mulyani hanya bisa mencari utang baru untuk menutupi defisit APBN 2019 maksimal Rp. 466 triliun. Sementara, sampai dengan Oktober lalu, utang yang sudah didapat Ibu Sri adalah Rp. 426,5 triliun. Artinya, Ibu Menteri Sri masih hanya bisa mencari utang baru Rp. 40 triliun. Tidak boleh lebih. Waktu yang hanya tersisa hanya satu bulan lagi. Sementara kekurangan penerimaan negara dari dalam negeri diperkirakan sebesar Rp 500 triliun. Jika ditambah dengan defisit sebesar Rp 466 triliun, maka Ibu Sri Mulyani harus mencari utang baru untuk tahun 2019 sebesar 966 trliun. Lagi-lagi ini nyata-nyata telah melanggar undang-undang keuangan negara. Masalah lainnya, Pemerintah Jokowi berhutang satu dolar dengan bunga 8%. Maka sekian banyak itulah nilai utang dan bunga utang yang harus dibayar oleh pemerintah. Menjadi masalah ketika utang yang adalah angka pasti itu harus dibandingkan dengan PDB yang merupakan angka perkiraan untuk menentukan apakah pemerintah telah melanggar undang-undang atau tidak. Karena angka pembandingnya PDB bersifat perkiraan, maka boleh menggunakan perkiraan sebagai acuan. Padahal angka PDB yang merupakan perkiraan itu, bisa saja dilebih-lebihkan. Atau bisa pula dikurangi. Ini hal yang kurang masuk akal, karena bisa dimanipulasi untuk menghindar dari tuduhan telah melanggar undang-undang. Jadi, implikasinya berapapun Sri Mulyani berhutang, tidak mungkin Pemerintahan Jokowi dinyatakan melanggar undang-undang keuangan negara. Karena angka perkiraan PDB bisa saja diatur-atur. Sebab masing-masing lembaga internasional memiliki angka perkiraan PDB Indonesia yang berbeda-beda. Penulis adalah Penelisi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia
Agnes Mo, Anies Baswedan & Sukanto Tanoto dalam Nasionalisme Kita
Sikap Anies ini berbeda antara bumi dan langit dengan Sukanto Tanoto. Sukanto Tanoto, yang kekayaannya melimpah ruah karena berbagai "kemudahan" bisnis di Indonesia malah menyatakan bahwa RRC lah ayah kandungnya. Ini tentu sebuah gambaran buruk dwi identitas dibanding Anies tadi. Seharusnya Sukanto menjadikan Indonesia "ayah kandung" untuk berbakti, bukan sebaliknya. By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Banyak tokoh-tokoh pegiat politik marah dengan Agnes Mo beberapa hari ini. Bahkan, mantan Ketua Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Emmi Hafidz, seperti dikutip Tempo dari akun FB-nya, minta Agnes pindah saja ke neraka. Pasalnya, dalam suatu wawancara bergengsi di Amerika, BUILD Series, Agnes mengatakan dia tidak punya sama sekali darah Indonesia. Sebelumnya, Kevan Kenney, pembawa acara, menanya Agnes, kenapa dia profil fisiknya berbeda dengan kebanyakan orang Indonesia. Pihak-pihak yang marah maupun bertanya-tanya antara lain dilatari. Pertama, Agnez dinilai tidak tahu berterima kasih terhadap Indonesia yang sudah membesarkan dia. Kedua, Agnez membangkitkan sentimen nasionalistik. Dapat berdampak sentimen atas darah keturunan yang ingin disamakan (dianggap setara pribumi) selama ini menjadi dipertanyakan kembali. Ketiga, bagaimana Agnez bisa punya kewarganegaran Indonesia? Soal Agnez ini menarik untuk kita diskusikan. Karena Agnez adalah artis terkenal di Indonesia. Dia mempunyai banyak fans. Kedua, beberapa waktu lalu "kasus kebangsaan" ini banyak terjadi. Anies Baswedan misalnya, menyatakan akan membangun Pribumi dalam pidato kemenangannya Oktober 2017. Selain itu, Jokowi mengangkat menteri energi, Archandra, pada saat mana Archandra tercatat sebagai warga Negara Amerika. Beberapa tahun lalu, pengusaha Sukanto Tanoto juga mengatakan persoalan yang hampir sama dalam sebuah pertemuan elit di RRC. Dia mengatakan bahwa RRC adalah bapak kandungnya. Sedangkan Indonesia hanya sebagai bapak tiri Sukamto Tanoto. Begitu juga dengan Bahlil Lahadalia, yang dikecam orang-orang Papua karena dianggap mengaku-ngaku sebagai orang Papua. Di jaman globalisasi dan internet of things, pembicaraan kebangsaan ini tetap dalam kontroversi. Antara lain cairnya identitas seseorang d i satu sisi versus mengentalnya netionalisme di sisi lain. Kita akan tetap menemukan kontrovensi masalah ini dengan pelaku yang berbeda di masa mendatang. Kita akan membandingkan kasus-kasus seperti di atas pada isu nasionalisme bangsa kita. Apakah memang benar bahwa bangsa kita tidak ada yang asli? Sebagaimana Sukarno dan para founding fathers membuatnya pada pasal 6 UUD 1945 yang asli. Apakah persoalan identitas yang ditampilkan Agnez vs. Anies vs. Archandra vs. Sukanto Tanoto vs. Bahlil mempunyai skala isu yang sama? Pribumi vs Non Pribumi Bangsa Indonesia dan warganegara Indonesia adalah suatu yang berbeda. Agnez pada dasarnya ingin memberitahu pembawa acara Kevan Kenney, atau semua kita yang saat ini terlibat diskusi ini, bahwa dia bukanlah Bangsa Indonesia, melainkan hanya warganegara Indonesia. Karena tidak ada darah Indonesia yang mengalir di dalam tubuhnya. Sebagaimana Michael Jackson atau Rihanna di Amerika, misalnya, mereka adalah Bangsa Afrika, tetapi adalah warganegara Amerika. Begitu juga dengan Agnez, yang adalah bangsa campuran Jepang, China dan Jerman, tetapi warganegara Indonesia. Di Amerika orang Afrika menyebut dirinya Afro-American atau Black America. Sebuah bangsa menurut ahli seperti Anthony Smith vs. Ernst Gellner sudah berbeda. Dalam "The Warwick Debate", yang menjadi rujukan para ahli "national vs nationalism", antara keduanya di Universitas Warwick, Inggris, tahun 1996, Smith meyakini bahwa fenomena bangsa itu ada. Sedangkan Gellner meyakini bahwa bangsa itu hanya produk modernisme dalam abad industri. Pikiran bahwa bangsa itu ada, sejalan dengan Soekarno dan para founding fathers bahwa Bangsa Indonesia itu artinya adalah yang asli. Bukan bangsa Arab, China maupun Eropa. Amien Rais dan kawan-kawan, pada tahun 1999-2002, tidak percaya bahwa Bangsa Indonesia asli itu ada. Akibatnya, pasal 6 UUD 1945 yang dirumuskan BPUPKI dirubah mereka dalam Amandemen. Siapapun termasuk Agnez punya hak yang sama dengan orang-asli asli untuk menjadi presiden kita. Pemikiran Amien Rais dan kawan-kawan tersebut, ternyata sejalan dengan Ernst Gellner, Eric Hobswam dan Ben Anderson. Bahwa yang ada adalah warganegara atau pemegang parpor seperti Agnez Mo. Pemegang aspor bukanlah sebuah bangsa. Dalam pikiran Sukarno dan pendiri Negara lainnya, bahwa garis kewarganegaran itu mengalir dari darah kebangsaan. Pendapat ini juga dibenarkan oleh Professor Hikmahanto Juwana. Kewarganegaraan cecara otomatis diberikan buat bangsa lainnya sesuai aturan yang mengaturnya. Lalu bagaimana soal pribumi vs. non pribumi? Senator Mc Cain, 2008, di pilpres USA, sebagai penantang Obama, pernah mengatakan bahwa Obama bukanlah pribumi. Lebih tepatnya Mc Cain menyebut "American Heritage" berasal dari Anglo Saxon. bukan Afrika seperti Obama. Namun, McCain gagal memberi perspektif yang bertentangan soal siapa Bangsa Amerika. Sebab, semua orang Amerika adalah pendatang. Setidaknya mereka menganggap begitu. Warga negara Amerika kemudahan adalah siapapun yang lahir di Amerika. Anies juga bicara soal kemajuan kaum pribumi, pada tahun 2017. Ketika menyampaikan pidato kemenangan dia sebagai Gubernur DKI, 2018 (lihat Syahganda dalam "Anies, Mandela dan Evo Morales : Aspek Teoritik dan Sejarah Perjuangan Pribumi"). Kala itu dia menyebutkan akan berjuang untuk kemajuan pribumi. Namun isu itu surut ketika Anies dilaporkan warga ke polisi, karena dianggap rasis. Anies juga diejek oleh sebagian nitizen kalau dia bukan pribumi alias Arab. Namun, jika melihat kasus Bahlil yang besar di Papua dan anak-anak "pendatang" (lahir dan besar di Papua) menjadi korban kebiadaban di Wamena beberapa waktu lalu. Mereka dianggap bukan dianggap asli maupun pribumi di sana. Maka asli dan pribumi itu terlihat pula memiliki tempat dalam kazanah politik kita. Bahkan, di Papua, hanya orang Papua asli alias pribumi yang boleh jadi Gubernur di sana. Lalu apakah Anies membedakan antara pribumi vs. asli? Dari apa yang terlihat, semangat Anies memperjuangkan pribumi adalah nyata. Jika Anies, yang pasti sadar bahwa dia adalah turunan Arab, bukan asli, namun cinta pribumi, maka dapat dipastikan itu adalah spirit ke Indonesiaan dan patriotisme yang dimilikinya. Sama dengan kakeknya, yang anggotan BPUPKI A. R Baswedan, yang memilih berjuang bersama pribumi Indonesia melawan Belanda. Sikap Anies ini berbeda antara bumi dan langit dengan Sukanto Tanoto. Sukanto Tanoto, yang kekayaannya melimpah ruah karena berbagai "kemudahan" bisnis di Indonesia malah menyatakan bahwa RRC lah ayah kandungnya. Ini tentu sebuah gambaran buruk dwi identitas dibanding Anies tadi. Seharusnya Sukanto menjadikan Indonesia "ayah kandung" untuk berbakti, bukan sebaliknya. Tantangan Nasionalisme Apakah Agnez perlu pindah ke neraka? Soal Agnez ini adalah soal identitas sosial belaka. Masalah kontestasi identitas ini mungkin menyakitkan masyarakat awam. Apalagi jika Agnez yang sudah dianggap Indonesia, kemudian terkesan menyepelekan Indonesia. Saya bukanlah orang awam yang larut dalam perdebatan semu soal Agnez. Sedikit kecewa, mungkin iya. Tapi, bagi saya Agnez adalah gadis jujur belaka. Yang mengungkapkan tentang dirinya, sebagai sebuah klarifikasi sosial apa adanya. Tidak menambah. Juga tidak mengurangi. Dalam jaman global ini, Agnez dan fenomena sebagian masyarakat sebagai anggota atau bagian "global community" merupakan keniscayaan, khususnya di kota-kota besar. Mengapa saya tidak menganggap ini terlalu penting? Karena Agnes tidak melibatkan negara, bangsa dan masyarakat Indonesia pada urusannya tersebut. Tentu hanya orang awam pula yang perlu atau punya "hak" menista Agnez. Sebaliknya, orang-orang politik atau mengerti politik, akan menjadi "misleading" jika ikut dalam polemik isu Agnez. Artinya, dalam "political sphere" maupun "public domain", soal Agnez ini tidak merugikan. Namun, soal "Anies dan Pribumi", "Archandra dan Dwi Kewarganegaran", "Sukanto Tanoto dan Bapak Kandung" serta "Bahlil dan Asli Papua", merupakan tema politik dan harus dibahas serius oleh pemimpin-pimpinan bangsa ini. Apakah pribumi, asli dan nasionalisme, akan kita anggap sebagai produk modernisme, sesuatu yang akan kita biarkan sirna? Atau sebaliknya? Kita justru kembali merivitalisasi spirit kebangsaan kita. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh pendiri bangsa? Membiarkan sirna, artinya kita tidak perlu lagi mempersoalkan siapa pemilik tanah air ini. Namun sebaliknya, jika mengikuti "spirit Sumpah Pemuda", maka tanah air ini ada pemiliknya. Berbagai negara dan bangsa di dunia saat ini banyak melakukan revitalisasi kebangsaan mereka. Seperti di Eropa dan Amerika. Juga Amerika latin. Hal ini penting bagi mereka untuk mempertahankan eksistensi mereka dalam struktur negara bangsa. Dari cepatnya perputaran migrasi penduduk dunia saat ini. Penutup Soal Agnez hanyalah soal identitas tanpa muatan politik. Sehingga tidak perlu dikecam berlebihan. Apalagi harus meminta Agnez pindah ke neraka. Orang-orang harus sadar, bahwa masalah nasionalisme kita bukan pada isu identitas bangsa vs. kewarganegaran Agnes. Namun, ada pada kemauan kita mengembalikan identitas politik bangsa ini. Apakah bangsa pribumi atau asli ini akan tetap menjadi pemilik tanah air Indonesia? Ataukah akan terhempas dalam kejayaan bangsa-bangsa asing yang menguasai sumber daya alam dan kekayaan lainnya? Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang-Merauke Circle
Moeldoko Pasang Badan untuk Agnez, Kapan Agnez Pasang Badan untuk Pak Moel?
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Agnez Monica boleh-boleh saja berstatus bintang. Tapi, hari-hari ini yang menjadi bintang malah Pak Moeldoko —Kepala Staf Kepresidenan. Pasalnya, pejabat penting Istana ini pasang badan untuk Agnez. Ketika bintang model dan tarik suara ini sedang dikeroyok gara-gara mengaku bahwa dia tidak berdarah Indonesia, Moeldoko tampil ke depan. Pak Moel mengimbau agar pengakuan Agnez tidak digoreng terus. Menurut Moeldoko, walau tak mengaku berdarah Indonesia, tak berarti Agnez tidak nasionalis. Mengapa Moeldoko tampil pasang badan untuk Angez? Tentu Pak Moel sendiri yang tahu. Yang jelas, beliau merasa terpanggil pasang badan untuk Agnez. Semata-mata dengan alasan yang mulia. Yaitu, untuk mencegah agar hujatan terhadap Agnez tidak berlanjut. Apa yang dilakukan Moeldoko itu sebetulnya sangat riskan. Besar taruhannya. Sebab, opini publik dalam kasus Agnez didominasi oleh hujatan dan kritik pedas. Artinya, Moeldoko siap berlawanan dengan suara publik. Kemudian, apakah salah Pak Moel pasang badan untuk Agnez? Tidak ada yang salah. Sah-sah saja. Itulah pilihan Kepala Staf Presiden. Walaupun membela Agnez belum tentu menjadi tugas Pak Moel, beliau merasa terpanggil untuk pasang badan. Terpanggil untuk membela kebenaran dan kejujuran. Dalam hal ini, Agnez benar dan jujur. Dia benar bukan berdarah Indonesia. Dan dia jujur mengakuinya. Ini sangat terpuji. Jadi, Pak Moel spontanitas saja pasang badan. Sejalan dengan jiwa patriotisme beliau sebagai tentara. Tidak ada yang berlebihan. Pasang badan Pak Moel ini tentu tidak ternilai harganya bagi Agnez. Dan kita yakin Pak Kepala Staf melakukan itu sebagai ekspresi rasa cinta dan sayangnya kepada sesama warga Indonesia. Yang sedang dilanda masalah. Pak Moeldoko pastilah tidak mengharap apa-apa dari pasang badan untuk Agnez. Tetapi, sebagai orang yang paham tatakrama Indonesia, Agnez pun tentu siap juga memasang badannya untuk Pak Moel.[] 27 November 2019 Penulis wartawan senior.
Sosok Menteri di Era Gus Dur
Oleh: Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Masih terngiang cerita seorang menteri era Gus Dur yang berani mengatakan apa adanya kepada presiden maupun para menteri dalam sidang kabinet. Dia menjadi bawahan tapi juga sekaligus teman diskusi serta teman debat Presiden. Orangnya hamble dan cenderung "hitam-putih" dalam melihat persoalan. Dalam sidang kabinet, dia tidak sungkan untuk mengatakan: "Anda Salah", baik kepada Presiden maupun para menteri. Orang yang tidak mengenal karakternya, akan menilai bahwa orang ini sombong apalagi orangnya memang jarang tersenyum. Tapi apapun isi percakapan dan debat sengit yang disampaikan sang menteri ini, itu semua hanya berlangsung di ruang sidang kabinet. Tidak sampai bocor atau dibocorkan oleh menteri itu ke luar/media. Bahkan terhadap sebuah keputusan yang sudah diambil Gus Dur sekalipun, Sang Menteri ini tidak segan-segan untuk mengatakan: "Saya Tidak Setuju dengan Keputusan Anda.... Bapak Presiden" "Selanjutnya terserah Anda, saya bawahan Anda Pak Presiden. Apakah Anda mau memberhentikan saya atau tidak". Itulah etika birokrasi sekaligus prinsip yang dipegang sang menteri ini. Walaupun berbeda pendapat atau tidak setuju dengan Presiden sebagai atasannya, dia tetap "stand with the boss". Kala itu, banyak di antara menteri yang diangkat dan dipecat Gus Dur. Tapi ada juga menteri yang mundur hanya karena tidak setuju dengan keputusan Gus Dur. Menteri yang pernah dipecat Gus Dur di antaranya Wiranto dan Jusuf Kalla. Saya menceritakan ini karena wajah sang menteri ini tiba-tiba sering berkelabat dalam ingatan saya dalam beberapa hari terakhir ini. Betapa tidak, di saat kabinet sedang gaduh di era Gus Dur, Sang Menteri sering ngajak curhat dengan para kuli tinta. Nah, supaya posisinya sejajar, sengaja saya sebagai kuli tinta yang mengajak sekaligus "mentraktir" sang menteri ini untuk hang out sambil makan/ngopi-ngopi di luar. Setelah itu, bon makan-makannya saya reimburs ke kantor tempat saya bekerja. Lalu saya ajak beberapa kolega yang sama-sama bertugas di Palace waktu itu. "Negara besar dengan persoalan yang besar tapi dikelola secara amatiran,". Begitulah antara lain ucapan dan otokritik yang disampaikan menteri ini. "Lalu kenapa Anda mau jadi menterinya Gus Dur?" sergah saya. Harap Anda tahu, kata menteri itu, saya sudah berteman dengan Gus Dur cukup lama bahkan sebelum dia menjadi Presiden. Tapi begitu dia menjadi presiden tahun 2000, saya menolak ketika Gus Dur memintanya untuk menjadi menteri dalam kesempatan pertama. "Namun karena Gus Dur berkali-kali meminta saya untuk masuk kabinet dengan alasan krisis sumber daya manusia waktu itu, saya pun akhirnya tidak bisa mengelak lagi," ujarnya. Pasca lengsernya Soeharto, persoalan bangsa silih berganti dan menumpuk. Masalah utama waktu itu, krisis ekonomi dan krisis poltik, persoalan GAM Aceh juga belum beres, dll. Presiden Habibie dan Presiden Gus Dur boleh dibilang periode "cuci piring" sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat. Menteri yang saya ceritakan ini orangnya sangat rasional sehingga dia tidak percaya ketika Gus Dur bakal menjadi Presiden saat terjadi krisis kepemimpinan pasca Habibie. Waktu itu konflik antara Partai Golkar yang mendukung Habibie dengan PDIP sebagai pendukung Megawati Soekarnoputri, sangat keras. Di atas kertas, seharusnya waktu itu Megawati yang menjadi Presiden karena di parlemen anggota PDIP cukup kuat. Namun karena waktu itu lahir Poros Tengah yang diinisiasi oleh Amien Rais, akhirnya yang menjadi Presiden Gus Dur yang awalnya waktu itu hanya didukung oleh PKB. Tapi kemudian didukung oleh partai-partai lain seperti PAN bahkan akhirnya Partai Golkar ikut mendukung Gus Dur. Kembali ke cerita dan curhat sang menteri. Gus Dur, kata dia, bukan hanya sekali dua kali saja menyatakan kepadanya kalau dia akan terpilih menjadi Presiden. "Bahkan ketika Gus Dur sedang di rumah sakit akibat terkena serangan stroke, dia masih sempat cerita soal politik. Dia waktu itu sangat yakin bakal menjadi Presiden dan meminta saya membantu dia untuk masuk ke dalam kabinet," cerita Sang Menteri ini. Walaupun dirinya sudah lama menjadi teman diskusi politik dan berdebat dengan Gus Dur. "Tapi saya kan nggak tega juga berdebat dengan orang yang sedang terbaring sakit. Jadi saya iyain aja ke Gus Dur," katanya. Padahal, dalam hati Sang Menteri ini menggerutu: Gus Dur ini sedang ngimpi. Karena berdasarkan analisa dan kalkulasi politik sang menteri ini, Gus Dur mustahil bisa menjadi seorang Presiden. Tapi akhirnya realitas politik waktu itu menunjukkan bahwa Gus Dur benar-benar menjadi seorang Presiden. Sejak itu, sang menteri ini tidak berani lagi untuk menganalisa langkah politik Gus Dur . Tidak hanya menteri yang satu ini, banyak elite politik waktu itu yang tidak mampu membaca langkah politik Gus Dur. Sehingga kala itu ada joke, "Gus Dur ini ibarat sopir bemo, bawa kendaraannya sulit ditebak orang, mau lurus, belok kiri atau nganan juga tidak ada yang tahu karena nggak pernah pakai lampu sein kalau mau belok". Kalau melihat ke belakang, para menteri waktu itu memiliki karakter dan prinsip yang tegas dan jelas. Tidak setuju dengan Presiden, dia mundur. Kalau nggak salah Ryaas Rasid yang mundur waktu itu. Lalu ada juga beberapa menteri yang dipecat bahkan seorang menteri non parpol yang sebelumnya menjadi kepercayaan Gus Dur. Priadi adalah orang yang diangkat Gus Dur menjadi Menkeu karena orangnya dinilai baik dan bisa dipercaya. Dan selama berkarier di BRI hingga menjadi direksi di Bank BUMN tersebut, Priadi praktis tidak mempunyai cacat. Dia boleh dibilang orang yang "lurus" dan sederhana. Tapi toh, akhirnya dia termasuk salah seorang menteri yang dipecat Gus Dur juga. Belakang saya paham, Gus Dur banyak mengangkat dan memberhentikan menteri waktu itu semata hanya sebagai manuver politik. Apa tujuannya ? Hanya Gus Dur yang tahu. Yang jelas sang menteri ini walaupun sering mendebat Gus Dur dalam sidang kabinet, justru dia yang dipertahankan hingga berakhirnya kekuasaan Gus Dur yang kurang lebih hanya 18 bulan. Setelah menjadi Menteri Sekretaris Kabinet, sang menteri ini kemudian dipindah menjadi Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM). Terakhir dia dipindah lagi oleh Gus Dur menjadi Jaksa Agung. Waktu itu kartel politik dan oligarki parpol tidak parah seperti sekarang. Di era Gus Dur, posisi Presiden relatif masih powerfull terutama dalam proses penyusunan kabinet. Sistem politik presidensial masih terasa walaupun banyak menteri waktu itu yang merupakan representasi dari parpol. Tapi rupanya makin lama kekuatan parpol di parlemen semakin solid dan akhirnya melalui proses politik Gus Dur berhasil dilengserkan oleh parlemen. Mereka yang mengangkat, mereka pula yang menjatuhkan Gus Dur. Bulog Gate cuma pintu masuk saja untuk menurunkan Gus Dur dari kursi Presiden. Lalu Presiden diganti oleh Megawati. Sampai persidangan Bulog Gate berakhir, Gus Dur tidak terbukti terlibat dalam Bulog Gate. Dalam persidangan, Gus Dur pernah datang untuk memberikan kesaksian, setelah dia tidak menjadi Presiden lagi. Komitmen Gus Dur dalam penegakan hukum tidak diragukan lagi, keberanian untuk menghapus Dwi Fungsi ABRI juga merupakan salah satu legacy Gus Dur. Semoga tulisan ini tidak sampai dibaca oleh sang menteri yang saya ceritakan di tulisan ini. Alfatihah untuk almarhum Gus Dur. Wallohualam Bhisawab..... Penulis wartawan senior.
Hukum di Dunia Yang Terkoneksi
By Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Hongkong dilanda demonstrasi berbulan-bulan. Kongres Amerika, entah apa pertimbangannya, mengeluarkan satu Rancangan Undang-Undang (RUU). Garis besar RUU itu berisi otorisasi kepada pemerintah Amerika mengambil langkah pemerintahan untuk melindungi hak asasi dan demokrasi di Hongkong. RUU ini, hebatnya disetujui secara aklamasi oleh seluruh anggota Kongres. Ini menarik. Mengapa? Kongres dalam kenyataannya sangat terbelah. House of Representative dikuasai Demokrat. Sedangkan Senat dikuasai oleh Republik. Menariknya lagi, saat RUU ini dikeluarkan, House of Representative yang dikuasai Demokrat sedang menyelenggarakan penyelidikan impeachment terhadap Presiden Trumph, presiden dari partai Republik. Komisi Intelijen yang menyelidiki kasus ini telah memeriksa sejumlah saksi kunci. Terlihat sangat eksplosif. Dalam sidang ini, muncul satu nama, Rudi Guiliani, pengacara pribadi Presiden Trumph. Ia teridentifikasi sebagai sosok yang sangat berpengaruh. Terlihat sebagai orang, yang hampir separuh nafasnya mewakili Trumph dalam urusan dengan Presiden Ukraina. Peran sosok ini, pada level tertentu, mengingat lagi peran Kolonel Edward Mandel, House dalam pemerintahan Woodrow Wilson. Nama yang disebut terakhir, diidentifikasi Ralph Epperson dalam Invisible Hand-nya sebagai sosok yang membawa Woodrow Wilson menggapai kursi presiden. House juga teridentifikasi sebagai orang yang sangat menentukan. Dengan pengarahannya kepada presiden Woodrow Wilson memasuki perang dunia pertama. House pada level tertentu. bersama dengan Allen Dulles, Walter Lippman, dan Louise Brandies menjadi arsitek dari 14 pasal yang dibawa Wilson ke pertemuan Versailes, Perancis. Dunia Berubah Hongkong berada ribuan mill dari Amerika, tetapi mengapa Amerika memasuki masalah mereka? Itulah yang tidak dimengerti oleh pemerintahan China. Ketidakmengertian ini membawa pemerintah China memanggil Duta Besar Amerika. Pemerintahan China hendak memperoleh keterangan yang kredibel. China, seperti negara berdauat lainnya didunia, tentu melihat sikap Amerika ini sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima begitu saja. Artikel ini tidak akan memasuki isu itu lebih jauh. Artikel ini hendak memasuki isu keleluasaan Amerika di panggung dunia, dengan segala implikasi fundamental yang menyertainya. Doktrin Monroe, jelas dalam soal itu. Tetapi kehebatan doktrin itu, sejauh yang dapat diidentifikasi secara terukur, baru menemukan aspek praktis dan idiologisnya pada masa pemerintahan Woodrow Wilson. Woodrow Wilson adalah professor Administrasi Negara dari Princeton University ini. Dia membungkus pemerintahannya dengan serankaian gagasan besar. Misalnya, International liberalism, National Self Determination, Economic Globalization, New World Order, Colective security. Selian itu, kebebasan berlayar di laut, mereduksi senjata. Semua ide tersebut, dalam identifikasi Scot Bruce berasal dari colonel Edward Mandel House. Ide cemerlang lain yang sering dilupakan adalah “Madate System”. Ide ini menjadi dasar untuk dibentuk, dalam pertemuan Versailes, yang Liga Bangsa-Bangsa (PBB). Amerika gagal menerima ini, karena beberapa sebab. Awalmnya, senat menolak ide ini. Tetapi kelak ide ini menemukan alasan dan waktu yang tepat untuk dioperasikan. Menurut Andrew Zimerman, sejak 1919-2013 Inggris dan Amerika memainkan peran yang cukup jelas dalam mendestabilisasi Timur Tengah. Cukup menarik identifikasi Zimerman tersebut. Menurutnya, semua kredo pemerintahan Wilson, terutama civilization terhubung dengan kultur Yunani dan Romawi. Inherent dalam kultur ini adalah supremasi, ketika diletakan dalam konteks dunia. Segera setelah berakhir perang ini, Jerman penyebab terbesar perang dunia pertama segera berubah. Jerman mengakhiri kerajaan mereka, dan mengantikannya dengan republik. Pergantian bentuk pemerintahan ini dilembagakan dalam Konstitusi, dikenal dengan Konstitusi Weimar 1919. Begitu juga China berubah menjadi republik. Kekhalifaan Turki Usmania masuk dalam medan ini. Penantian anak mudanya sebelum perang dunia pertama untuk mendekorasi negaranya dengan demokrasi, benar-benar menuai hasil setelah perang ini. Yang juga cukup menarik adalah Allen Dulles. Salah satu penasihat bidang hukum yang disertakan Woodrow Wilson dalam konfrensi Perdamaian di Versailes bekerja di Turki pada tahun 1920. Sejauh mana dan bagaimana, andai ada, Allen Dulles ikut bermain dalam mempercepat perubahan di Turki? Tidak jelas. Kenyataannya, tahun 1924 kekhalifaan Usman bubar untuk selamanya. Seperti Jerman, Turki berubah menjadi republik. Kemal Attaturk muncul menjadi pemimpin negara baru ini. Perubahan ini juga dilembagakan dalam konstitusi. Inggris, entah dirangsang oleh kesepakatan Versailes atau tidak, tetapi pada tahun 1922 menurut Karen Amstrong memberikan sedikit kemerdekaan kepada Mesir. Mereka membentuk pemerintahan baru dengan parlemen baru, dan seperti biasa membuat konstitusi liberal. Mesir pun terbaratkan. Persis seperti Jerman, konstitusi Mesir juga mengadopsi begitu banyak ide-ide liberal khas Inggris dan Perancis. Makna Akhir perang dunia pertama, dalam kenyataannya tidak serta-merta menyudahi berbagai persoalan, terutama ekonomi. Sampai dengan pemerintahan Herbert Hover, Amerika terus ditekan krisis keuangan. Memuncak pada tahun 1933. Entah bagaimana, Jerman juga dilanda krisis yang sama. Tetapi dengan atau tanpa sebab ini, Jerman kembali memicu perang dunia kedua. Apakah perang dunia kedua memang terjadi karena sebab lain apapun itu? Atau dirangsang dengan jelas oleh keperluan untuk memastikan dunia benar-benar diatur oleh satu kekuatan tunggal? Inggris seperti diidentifikasi John Colleman, seperti pada perang dunia pertama kembali memainkan propaganda khasnya. Mempercepat terjadi perang dunia kedua. Terlepas dari soal itu, faktanya Liga Bangsa-Bangsa, sebagai bentuk kongkrit gagasan “mandate system” gagal terbentuk di penghujung perang dunia pertama. Fakta lainnya belum terealisasi gagasan hebat Wilson. Dalam kenyataannya dunia akhirnya masuk ke perang dunia kedua. Seperti perang dunia pertama, perang dunia kedua juga akhirnya menemui akhir. Ini juga menarik. Menurut John Colleman, Rosevelt yang menginginkan negaranya terlibat dalam perang dunia kedua, berpihak kepada Inggris. Tetapi terhalang oleh sikap rakyatnya yang anti perang. Berkat kecanggihan cara kerja Tavistok, sebuah agen non negara yang menghendaki perang itu, Jepang yang sebenarnya telah berkeinginan menghentikan perang, justru menyerang Pearl Habour. Serangan ini jadi berkah buat Rosevelt. Persis seperti Woodrow Wilson, yang semula menolak terlibat perang, tetapi kenyataan membawa pemerintahannnya memasuki perang itu. Dalam kasus Rosevelt, serangan terhadap Pearl Habour diksploitasi secara sistematis dengan propaganda resmi pemerintah. Office of War Information (OWI) dan Office of Strategig Service (OSS), cikal bakal CIA memainkan peran propaganda atas pemboman itu. Dua organiosasi ini terbentuk berkat gagasan Tavistock. Dan sekadar catatan kehadiran OWI, sama dengan kehadiran Commite on Public Information, ciptaan Woodrow Wilson ketika pemerintahannya memasuki perang dunia pertama. Perang, seperti biasa selalu menemui akhir. Perang dunia kedua pun berahir. Perang ini terlihat sebagai berkah bagi gagasan Kolonel House yang diimplementasikan Wilson pada perang dunia pertama. Gagasan “Mandat Systemnya” yang gagal direalisasikan pada perang dunia pertama, justru direalisasikan sesudah perang dunia kedua. Setelah perang dunia kedua, badan dunia lain yang dibentuk selain PBB, menurut James M. Boughton adalah World Bank dan International Monetery Fund (IMF). Pembentukannya disepakati pada pertemuan 44 negara di Bretoon Woods, Newhamsphire. Dunia berubah menuju demokrasi. Hebat, Mohammad Mosadeg yang terpilih secara demokratis di Iran, dikudeta 1954. Patrick Lumumba di Conggo juga sama, dikudeta. Cukup menarik peristiwa-peristiwa ini terjadi semasa Allen Dulles, memegang kendali CIA sebagai orang sipil pertama di jabatan ini. Di Indonesia tak lama setelah kudeta itu, Allan Pope, penerbang pembom asal Amerika yang terbang dari Morotai ke Ambon ditembak jatuh. Allen Dulles juga berperan penting dalam memperluas penguasaan lahan untuk American United Fruit di Guatemala. Kala itu dipimpin oleh Arbenz. Dalam catatan Stephen Kinzer, Allen Dulles dan Abangnya John Foster Dulles adalah dua protolobist untuk kepentingan korporasi di Washington. Menarik, United Fruit dicatat oleh Colleman dan John Perkin dalam Economic Hitmannya sebagai korporasi yang berada di belakang kudeta terhadap Alende di Chlie tahun 1974. Alende, untuk alasan kudeta, dituduh sebagai representasi sosialis Komunis. Ada Kolonel Edward Mandel House, ada Allen Dulles, dan Zbigniew Brezezinsky. Sososk yang terakhir ini memainkan peran yang relativ sama dengan tiga sososk sebelumnya. Brezezinski, seperti House dan Allen Dulles pada masanya adalah sosok berpengaruh kuat terhadap pemerintahan Jimmy Carter. Sosok inilah yang menasihati Presiden Carter melipatgandakan keterlibatan Amerika di Afganistan, dalam menghadapi Uni Soviet. Apa makna semuanya? Tidak ada peristiwa di suatu negara, apapun negara itu, yang terlepas dari kebijakan negara lain, khususnya negara kuat. Konstitusi dan hukum organik sebuah negara, untuk alasan ini, cukup beralasan untuk dikenali secara tepat derajat pertalian “tersembunyi” dengan kehendak negara lain. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate
Solusi Solar Langka, Percepat Pembangunan Kilang Tuban!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar beberapa hari lalu membuat pengusaha angkutan kelimpungan. Tidak tanggung-tanggung, kerugian yang dialami mencapai miliaran rupiah. “Langkanya solar di Jatim yang hanya beberapa hari membuat pengusaha angkutan rugi Rp 6,4 miliar,” ungkap Ketua Organisasi Angkutan Daerah (Organda) Khusus Tanjung Perak Surabaya Kody Lamahayu Freddy. Menurutnya, kondisi tersebut disebabkan semua pengiriman baik di dalam negeri maupun luar negeri mengalami keterlambatan. Kody sendiri memiliki 8.000 unit di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Nah, kerugian per unitnya mencapai Rp 800 ribu. “Kami tidak bisa apa-apa kalau pasokan solar telat. Banyak truk yang tidak bisa beroperasi karena harus antri solar. Akibatnya, banyak barang yang tidak terkirim,” ungkapnya, seperti dilansir Radarsurabaya.jawapos.com, Kamis (21/11/2019, 14: 12: 36 WIB). Menurut General Manager PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region (MOR) V Werry Prayogi, kelangkaan solar pekan lalu terjadi karena adanya panic buying. Sehingga, kuota yang semestinya cukup ternyata habis terjual. Jika konsumsi solar biasanya 10 ribu liter per hari, tiba-tiba naik menjadi 12 ribu hingga 15 ribu liter per hari. “Kebutuhan stabil rata-rata 200-216 ribu kiloliter per bulan. Angkanya sedikit naik bulan Oktober,” ujarnya. Dia menyebut panic buying ini berawal dari informasi di masyarakat tentang kelangkaan solar. Akibatnya, masyarakat khususnya sopir angkutan mulai panik dan membeli solar dalam jumlah banyak. Antrean pun mengular dan tidak terhindarkan. “Jadi begini, panic buying itu pembelian yang dipicu rasa khawatir terbatasnya barang yang akan dibeli. Ini berasal dari informasi yang beredar dan untuk mengamankan diri. Para sopir truk membeli solar dari yang tidak seperti biasanya,” ungkapnya. Biasanya truk jika isi 200 liter ini jadi 300 liter. Karena terpicu informasi akhirnya dipenuhi saja biar aman. Selain itu, Werry menyebut panic buying ini mengakibatkan pasokan solar di beberapa SPBU habis. Misalnya, saat hari biasa, SPBU menjual hanya 10 ribu liter solar, namun beberapa hari ini mencapai 15 ribu liter solar. “Kami mengamati dari kejadian itu yang tadinya menjual solar 10 ribu liter jadi 15 ribu dan ini dipicu panic buying. Efeknya dengan barang yang selama ini cukup, menjadi seperti ini. Itu maksudnya panic buying menciptakan distorsi informasi,” ujar Werry. “Hari ini Insya Allah sudah normal. Kasus kelangkaan dipicu dari satu SPBU, berita menjadi muncul dan terjadi panic buying,” kata Kepala Dinas ESDM Jatim Setiajit saat konferensi pers di Kantor Gubernur Jatim Jl. Pahlawan Surabaya, Senin (18/11/2019). Sementara saat disinggung adanya surat edaran terkait pembatasan penjualan solar, Setiajit menyebut edaran ini telah dicabut. Sebelumnya, edaran ini dikeluarkan untuk membatasi truk-truk industri dan truk yang mengangkut barang-barang tambang. “Pada akhir bulan Oktober kuota untuk bahan bakar premium maupun solar subsidi telah melebihi kuota yang ada. Namun demikian BPH Migas dengan Pertamina sepakat melayani sesuai kebutuhan masyarakat,” ujarnya. “Jadi tidak benar kalau ada pembatasan dari tanggal 14. Surat edaran sudah dibatalkan. Tadi sudah dijelaskan solar dan premium bersubsidi sudah jelas penggunanya,” tambah Setiajit. Menurut Unit Manager Communication Relation dan CSR MOR V Pertamina Rustam Aji, secara umum kuota solar yang disalurkan ke seluruh wilayah kabupaten/kota di Jatim sudah sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. Rustam mencontohkan, 4 kota/kabupaten di Madura mendapat kuota tidak sampai 100 ribu kiloliter tiap tahunnya. Tapi, sampai awal November ini kuota sudah melebihi 10 persen dari ketentuannya. “Kalau mau tegas-tegasan, sebenarnya kalau jatahnya habis ya sudah. Tapi, kami berusaha memahami bahwa solar ini menjadi kebutuhan masyarakat. Termasuk kendaraan angkutan barang yang menggerakkan perekonomian,” ungkap Rustam. “Kami tetap salurkan tapi agar lebihnya tidak membesar kami tetap kendalikan,” lanjutnya pada Radio Suara Surabaya. Dengan kelangkaan ini, kata Rustam, khusus wilayah Madura sudah diputuskan untuk menambah kuota solar sampai 20 persen. Ini berlaku mulai Kamis (14/11/2019) sampai 2-3 hari ke depan. “Diharapkan 1-2 hari ke depan sudah mulai recovery. Kami imbau pada masyarakat untuk tidak panik karena stok aman. Tapi kuotanya diatur agar kelebihannya tidak makin banyak,” ujarnya. Menurut Rustam, kuota solar year on year di Jatim sampai November ini pada umumnya sudah melebihi 10 persen. “Setiap daerah berbeda-beda dan yang termasuk paling besar di Madura. Kalau secara bulan per bulan, kuota memang sudah berlebih,” katanya. Meskipun ada beberapa daerah yang belum sampai batas kuota yang ditentukan. “Kita atur, jika ada kuota di kabupaten/kota lain yang pengendaliannya lebih selektif dengan daerah yang rawan dengan penyalahgunaan solar,” lanjut Rustam. Pengendaliannya, tidak kaku dan sesuai dengan laporan di lapangan. “Perak Surabaya dan Madura kita kembalikan penyaluran rata-rata 340-350 kiloliter per hari. Mulai hari ini kita kembalikan tambah 20 persen di atas normal,” ungkap Rustam. “Harapannya hari ini atau besok sudah mulai normal lagi pasokannya,” ujar Rustam. Karena, jika ada kuota berlebih dan tidak diganti pemerintah jadi Pertamina yang memberi subsidi. Di satu sisi, Pertamina akan melaporkan ke pemerintah terkait kondisi di lapangan. Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menjamin tidak akan ada kelangkaan BBM jenis solar di Jatim. Ia mengaku untuk memastikan ketersediaan stok BBM di Jatim, termasuk jenis solar, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pertamina dan BPH Migas. “Untuk Jawa Timur, Insya’ Allah aman. Masyarakat diminta tenang dan jangan ada Panic Buying,” kata Khofifah, seperti dilansir Kompas.com, Selasa (19/11/2019). Untuk mengatasi kelangkaan solar, beberapa daerah lalu berkirim surat ke BPH Migas atau Kementerian ESDM untuk minta tambahan kuota solar. “Tapi, posisi Pertamina itu sebagai operator bukan untuk meminta tapi kami hanya menerima penugasan pendistribusian. Jadi tinggal menunggu jawaban dari pihak terkait apa dikabulkan atau kuota tetap tapi dikendalikan,” kata Rustam. Kilang Tuban Pembangunan Kilang Tuban yang sedang berlangsung diharapkan bisa membantu pengadaan dan cadangan BBM di Jatim. Apalagi, PT Pertamina dan Rosneft PJSC telah menandatangani perjanjian proyek pembangunan kompleks kilang minyak dan petrokimia Tuban di Moskow, Rusia pada Senin (28/10/2019) lalu. Dari sekitar 800 ha lebih lahan yang dibutuhkan untuk kilang Tuban, baru sekitar 349 ha yang sudah dibebaskan. Sisanya, sekitar 500 ha milik masyarakat dan Perhutani sedang dalam proses pembebasan. Proses pembebasan lahan ini melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tuban dan nanti melibatkan tim independen. ”Ya proses pembebasan lahan,” ujar Sekda Tuban Budi Wiyana, seperti dilansir Tempo.co, Kamis (31 Oktober 2019 10:54 WIB). Lahan yang telah dibebaskan adalah milik pemerintah, sebagian berada di Desa Wadung, Desa Mentoso dan Desa Rawasan, ketiganya berada di Kecamatan Jenu, Tuban. Sedangkan sisanya yang tengah dalam proses pembebasan berada di Desa Sumur Geneng, Desa Kali Untu, dan sebagian di Desa Wadung, juga di Kecamatan Jenu, Tuban. Pihak PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia yang merupakan joint venture yang telah dibentuk sejak Oktober 2016. Dalam perusahaan patungan ini, porsi kepemilikan saham Pertamina sebanyak 55 persen dan Rosneft 45 persen. Usaha patungan dua perusahaan migas ini dibentuk dengan melihat kondisi pasar dan prospek pertumbuhan Indonesia yang menjanjikan. Hal ini yang mendorong Pertamina dan Rosneft sepakat mengembangkan konsep komplek kilang dan petrokimia yang memiliki daya saing tinggi. “Pabrik diprediksi menjadi salah satu kilang dengan teknologi tercanggih di dunia,” ujar Unit Manager Communication & CSR Pertamina MOR V Rustam Aji, sebagaimana dalam release yang diterima Tempo, Kamis (31/10/2019). Kilang Tuban didesain memiliki kapasitas pengolahan utama hingga 15 mmta. Sebagian di antaranya akan mengolah Petrokimia seperti produk etilen sebanyak 1 mmta dan hidrokarbon aromatik sebanyak 1,3 mmta. Kilang Tuban rencananya akan mulai berjalan pada 2025. Dengan adanya tambahan kilang Tuban, maka Indonesia diprediksi tak perlu lagi mengimpor BBM setelah semua proyek kilang selesai. Bahkan, Pertamina diharapkan juga bisa memasok produk hasil olahannya yang berlebih ke pasar komersial. Dengan melihat peristiwa “solar langka” di beberapa daerah di Jatim beberapa waktu lalu, Kilang Tuban bisa menjadi solusi atasi kelangkaan BBM. Penulis wartawan senior.