POLITIK

Kenaikan Bipih Rasional Agar Terhindar Skema Ponzi

Dokumentasi Pribadi. Jakarta, FNN - Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin Jahar menilai kenaikan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) menjadi Rp69.193.733,60 rasional agar jamaah terhindar dari skema Ponzi.\"Usulan sangat rasional, tepat, dan menghindari skema Ponzi,\" kata Asep dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.Dia mengatakan berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) 2010-2022 tampak nilai manfaat (NM) dana jamaah haji tidak mencerminkan nilai riil.Sebagai contoh, dalam waktu empat tahun 2010-2014 (NM 2010 Rp4,45 juta; NM 2014 Rp19,24 juta), nilai manfaat Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di atas 400 persen.”Ini mustahil. Inilah yang menjadi kekhawatiran sehingga ada kecenderungan (peluang) skema Ponzi dalam penggunaan nilai manfaat dana haji,” kata dia.Dia mengatakan tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan skema Ponzi karena ada unsur ketidakadilan dan berbahaya untuk jangka panjang. Asep menegaskan kenaikan Bipih menjadi penting sehingga biaya untuk berhaji didasarkan pada kebutuhan riil, subsidi pemerintah, dan terhindar dari penyalahgunaan keuangan.Dia mengingatkan kasus yang menimpa calon jamaah umrah First Travel adalah akibat skema Ponzi, di mana perusahaan menawarkan harga murah dan mengatur keuangan dengan skema Ponzi.”Perputaran uang secara sepihak yang tidak transparan sama halnya dengan menginvestasikan uang tanpa persetujuan dari pendaftar,” kata Asep.Dia menyarankan Kementerian Agama dalam hal ini diwakili Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah melakukan berbagai pangawasan komprehensif untuk menghindari kasus penggelapan dana jamaah haji.Masa tunggu haji yang lama, kata dia, jangan lantas dijadikan alasan bagi para oknum untuk menangguk keuntungan dari dana haji yang mengendap sembari menunggu pelunasan.”Bagi perusahaan travel yang kedapatan melakukan itu, maka harus ditindak tegas,” ujarnya.Faktor lainnya, menurut Asep, adalah \"istithoah\" dan keadilan di mana dana haji yang relatif kurang rasional menjadikan penumpukan para calon jamaah hingga puluhan tahun.Menurutnya, jika hal ini tidak dibenahi akan berakibat pada spekulasi dana pada satu sisi dan masa tunggu yang tidak rasional sehingga langkah Kemenag untuk menaikkan ongkos Bipih dengan landasan rasionalisasi ini perlu diapresiasi.(ida/ANTARA)

Tamsil Linrung Sebaiknya Segera Dilantik, Jika Hukum Bisa Batalkan Keputusan DPD, maka Hukum Juga Bisa Batalkan Pelantikan Pimpinan MPR

Jakarta, FNN - Sidang perkara Fadel Muhammad yang menggugat Keputusan DPD RI menemui jalan buntu. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan menerima eksepsi para tergugat, dan memutuskan tidak berwenang memutus serta mengadili sengketa yang diajukan penggugat. Penarikan Fadel sebagai Wakil Ketua MPR untusr DPD disebutkan sebagai kewenangan absolut lembaga DPD melalui forum tertinggi Sidang Paripurna. Demikian putusan PN Jakarta Pusat yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Bakri pada Rabu (18/1). Merujuk pada putusan tersebut, Fadel Muhammad praktis tak lagi menyandang posisi sebagai Wakil Ketua MPR unsur DPD, dan digantikan oleh Tamsil Linrung sesuai hasil keputusan Paripurna DPD 18 Agustus 2022.  Menanggapi putusan ini Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies (INFUS), Gde Siriana Yusuf menyarankan agar Pimpinan MPR RI segera melantik Tamsil Linrung. Berikutnya pernyataannya yang disampaikan kepada redaksi FNN, Ahad (22/01/23). Petikannya: Bagaimana tanggapan Anda, atas kandasnya gugatan Fadel Muhammad terhadap Keputusan DPD? Saya kira upaya hukum sudah maksimal dilakukan Fadel Muhammad meskipun masih tersedia peluang banding, kasasi dan PK. Merujuk pada putusan hakim kan sangat jelas, bahwa obyek sengketa merupakan bagian kewenangan DPD melalui forum tertinggi yaitu Sidang Paripurna. Jadi saya pikir persepi di tingkat yang lebih tinggi akan sama. Apalagi hakim merujuk pada yurisprudensi MA. Apa yang harus dilakukan pimpinan MPR atas putusan PN Jakarta Pusat? Ya seharusnya MPR segera melantik Tamsil Linrung. MPR harus mempertimbangkan alasan penolakan Hakim PN tersebut agar tidak berlanjut kekosongan pimpinan MPR.  Kapan kita kira Tamsil Linrung bisa dilantik sebagai Wakil Ketua MPR unsur DPD? Ya secepatnya.  Berdasarkan Peraturan MPR 1/2019 tentang Tata Tertib MPR Pasal 29 Ayat 3,  semestinya tanpa menunggu 30 hari pimpinan MPR sudah bisa mengambil Keputusan untuk menetapkan wakil ketua MPR yang sudah diusulkan oleh kelompok DPD. Apakah ada alasan hukum menunda pelantikan Tamsil Linrung? Logika hukumnya begini, jika hukum bisa membatalkan keputusan DPD maka tentunya hukum juga bisa membatalkan pelantikan pimpinan MPR. Seharusnya jika pelantikan MPR menunggu hingga proses PK kubu Fadel, mengapa berpikirnya MPR sekarang, dilantik aja dulu Tamsil Linrung, nantinya menang PK, gugat lagi pelantikan pimpinan MPR. Ini persoalan sederhana, mengapa jadi rumit begini? Karena esensi persoalan ini adalah persoalan politik, yang diselesaikan melalui sidang paripurna DPD. Tetapi dibawa ke penyelesaian hukum. Ya jadi rumit lah. (sws)

Anggota KPI Pusat Harus Memenuhi Keterwakilan Perempuan

Jakarta, FNN - Sekretaris Fraksi PKB MPR RI Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz mengatakan bahwa penetapan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2022-2025 harus memperhatikan komposisi keterwakilan perempuan.“Keanggotaan KPI harus memperhatikan keterwakilan perempuan. Kalau di (KPI) Pusat ada sembilan orang anggota, maka seharusnya minimal tiga orang di antaranya adalah perempuan,” kata Neng Eem dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.Hal tersebut, kata Neng Eem, sebagaimana masukan dari organisasi perempuan Fatayat Nahdlatul Ulama (NU) terhadap uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang diikuti 27 calon anggota KPI Pusat, dengan komposisi 22 laki-laki dan lima perempuan.“Yang diajukan untuk fit and proper test dari 27 calon didominasi laki-laki. Hanya ada lima orang perempuan. Keterwakilan perempuan tidak hanya angka, tetapi juga representasi bahwa perempuan akan membawa kepentingan perempuan dan anak-anak,” ujarnya.Untuk itu, ia menilai sensitivitas gender, sangat diperlukan untuk memberi masukan terkait keputusan atau kebijakan dalam penentuan ataupun pengawasan konten penyiaran.Terlebih, lanjut dia, isi konten siaran saat ini masih banyak mengeksploitasi perempuan sehingga keterwakilan kaum perempuan di lembaga pengawas penyiaran tersebut menjadi sangat penting.\"Bahkan pemberitaan kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ataupun perbuatan kriminal lain yang korbannya adalah perempuan dan anak-anak masih seringkali belum berpihak pada korban (perempuan dan anak-anak),\" kata Ketua Bidang Advokasi, Hukum dan Politik Pimpinan Pusat (PP) Fatayat NU itu.Sebelumnya, Kamis (19/1), Wakil Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari mengatakan keputusan atas hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat periode 2022-2025 akan diumumkan pada Selasa (24/1).\"Kita akan melakukan rapat internal untuk pengambilan keputusan itu hari Selasa, minggu depan. Hari Selasa, jam 13.00 InsyaAllah nanti kita akan adakan rapat internal,\" kata Abdul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.Ia menjelaskan bahwa Komisi I DPR telah dua hari menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap 27 calon anggota KPI Pusat periode 2022-2025 guna menentukan sembilan anggota KPI Pusat terpilih.(sof/ANTARA)

Kotak Suara Keliling dan Pos untuk Pemungutan Luar Negeri, Rawan

Jakarta, FNN - Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyampaikan berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya metode kotak suara keliling dan metode pos paling dinilai rawan untuk pemungutan suara bagi WNI di luar negeri.  \"Yang paling banyak masalah metode kotak suara keliling dan metode pos. Perlu diketahui kotak suara keliling ini terobosan untuk memfasilitasi pemilih pada negara yang mempunyai banyak pekerja migran Indonesia,” kata Rahmat Bagja dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.  Bagja mengatakan pemilu di luar negeri menggunakan tiga metode pemungutan suara, yakni metode tempat pemungutan suara (TPS), kotak suara keliling, dan metode pos. Kotak suara keliling menurut dia rentan atas dokumen ganda seperti penggunaan paspor dan kartu pekerja.  \"Menurut saya, kotak suara keliling ini masih relevan sampai sekarang dengan perlunya penguatan pengawasan,\" ucap dia. Berikutnya, dia mengatakan potensi masalah menggunakan metode pos paling banyak akibat pemilih yang mengambil dua metode sekaligus, yakni mencoblos di TPS yang biasanya ada di kedutaan besar sekaligus juga memilih menggunakan metode pos.  \"Sehingga memilih dua kali di TPS dan metode pos karena metode pos dikirim dua minggu sebelum hari pemungutan suara,\" ujar Bagja.  Selain itu, permasalahan lain menurut dia biasanya berasal dari daftar pemilih tetap (DPT), termasuk persoalan pakai paspor atau tidak. Bagja mengatakan pengalaman pemilu sebelumnya, di Malaysia paspor ditahan oleh pengusaha sehingga pekerja migran hanya mempunyai kartu pekerja.  Kemudian, alamat domisili juga sering pula menjadi masalah di negara yang banyak pekerja migran.  \"Dulu, ada kasus di Kuala Lumpur, satu alamat untuk sekitar 500 pemilih untuk satu tempat alamat, sehingga kesulitan dalam mengirimkan formulir undangan (C-6),\" ujarnya.  Meski begitu, Bagja meyakinkan kalau negara melalui upaya pemerintah dan penyelenggara pemilu sangat kuat untuk menjamin hak pilih.(sof/ANTARA)

Perpanjangan Masa Jabatan Kades Harus Disertai Kualitas SDM

Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin mengatakan perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun harus disertai dengan upaya peningkatan kualitas aparatur desa.\"Perpanjangan jabatan kepala desa harus diikuti dengan langkah nyata Pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas aparatur desa,\" kata Yanuar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu.Dia menilai kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi problem terbesar di pemerintahan desa saat ini, di luar wacana perpanjangan masa jabatan kades yang kini sedang bergulir.\"Kita harus serius menata sistem yang kokoh untuk membangun kualitas manusia di desa. Sayangnya, Pemerintah tidak cukup serius tentang soal ini,\" imbuhnya.Menurut dia, kucuran dana desa yang besar melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) selama ini tidak diimbangi dengan program sistematis dan fokus dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membangun kualitas aparatur desa.Akibatnya, lanjut dia, dana desa secara umum belum mempercepat pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa karena cara pandang kepala desa maupun perangkat desa lebih tertuju pada pembangunan infrastruktur fisik.\"Ketika Pemerintah pusat mendorong ke arah pemberdayaan ekonomi, wirausaha, dan bisnis lokal, aparatur desa masih kebingungan bagaimana cara untuk memulai dan melangkahnya,\" jelasnya.Dia menggarisbawahi bahwa hal tersebut merupakan problem dari kualitas SDM dan bukanlah problem keterbatasan sumber daya ekonomi.\"Bahwa dalam beberapa kasus terjadi penyimpangan dana desa oleh kepala desa, maka ini hanya bukti bahwa kualitas mental kepala desa masih bermasalah, tidak ada kaitannya dengan masa jabatan,\" tuturnya.Oleh karena itu, perpanjangan masa jabatan kepala desa harus dilihat dalam perspektif lebih luas, menyeluruh, dan cocok untuk percepatan kemajuan desa.\"Pelatihan-pelatihan yang bersifat teknis-teknokratik tidak cukup, harus naik satu tingkat melalui pelatihan berbasis character building dan pemberdayaan pikiran,\" ujar Yanuar.(sof/ANTARA)

Partai Gelora Ingatkan Pergantian Sistem Pemilu 2024 dari Terbuka Jadi Tertutup Bisa Picu Revolusi

 Jakarta, FNN - Pro kontra perdebatan penggunaan sistem proporsional terbuka atau tertutup dalam Pemilu 2024 kembali mencuat dan meruncing. Sehingga hal ini membuat elit di tanah air mengalami kegalauan dalam menentukan jalan demokrasi yang benar. Wakil Ketua Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah saat menjadi narasumber dalam diskusi Moya Institute bertajuk \'Pemilu Proporsional Tertutup: Kontroversi\' di Jakarta, Jumat (20/1/2023) sore, mengatakan, atas kegalauan tersebut, maka para elit kita ingin menciptakan narasi demokrasi yang khas Indonesia. \"Dugaan saya, ini didrive (dipaksa) dua tren global tentang efektivitas dalam pengelolaan negara. Disatu sisi  melihat demokrasi dan kemajuan Tiongkok (China), disisi yang lain melihat demokrasi liberal barat yang berasal dari Prancis dan Amerika Serikat,\" kata Wakil Letua Umum Partai nomer urut 7 ini dalam keterangannya, Sabtu (21/1/2023). Ketika melihat efektivitas penerapan dua sistem demokrasi tersebut plus minusnya, maka ada semacam keinginan dari para elit kita untuk menciptakan sistem demokrasi tersendiri ala Indonesia.  \"Menurut saya, kita tidak perlu canggung untuk mengusulkan demokrasi yang utuh agar sebagai bangsa kita ada capaian yang jelas, sehingga kita tuntas. Sebagai bangsa kita tidak boleh seperti bangsa baru yang terus mengalami kegalauan,\" katanya. Wakil Ketua DPR Periode 2004-2019 ini, lantas menjelaskan, pada awal Kemerdekaan RI 1945 hingga 1950, Indonesia pernah menerapkan Demokrasi Terpimpin dan Parlementer/Liberal pada era Orde Lama (Orla) semasa Bung Karno (Presiden Soekarno RI ke-1). Namun, pada masa Orde Baru (Orba) selama 32 tahun saat mantan Presiden Soeharto RI ke-2 berkuasa, Demokrasi Terpimpin kemudian diganti Demokrasi Pancasila. \"Pak Harto kemudian jatuh tahun 1998, karena Demokrasi Pancasila dianggap menyumbat kekuatan rakyat. Dan sekarang hal itu diajukan kembali pertanyaan tersebut, setelah adanya amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali itu dianggap kebablasan,\" katanya. Karena itu, para elit kita kata Fahri, terus berusaha untuk mengikat atau menambal lubang demokrasi di mana-mana.  \"Tapi saya mau mengingatkan, kalau demokrasi itu pakaian kita, maka jangan salah tambal. Yang kita tambal itu auratnya saja, kalau yang bukan aurat ditambal juga, itu nanti menjadi kacau,\" katanya. Menurut Fahri, dalam konteks demokrasi, pemilihan terbuka itu, aurat. Sehingga demokrasi atau pemilihan langsung kepada orang seperti sekarang sudah benar, tidak perlu diubah lagi. \"Itu yang harus ditambal, dalam pengertian tidak boleh diubah. Itu sudah tertambal tidak boleh dibuka, karena itu aurat dari demokrasi kita. Kalau aurat kita tutup dalam pengertian dalam demokrasi tertutup, itu sudah tidak demokratis namanya,\" ujar Fahri. Dalam demokrasi, lanjut Fahri, rakyat lebih penting dari negara atau institusi. Karena itu, partai politik (parpol tidak boleh mengambil alih peran rakyat. Sebab, rakyat  adalah unit paling penting dalam demokrasi, bukan institusi atau negara. \"Makanya parpol itu, penyelenggara negara, diluar. Tidak boleh dia masuk ke dalam sistem dan mengambil alih pertanggungjawaban individu atau orang. Ini nilai-nilai dasar dalam konstitusi kita,\" katanya. Fahri berharap para elit sekarang menghargai jasa-jasa para fouding fathers yang memiliki keberanian luar biasa mengubah sistem kerajaan (daulat tuanku) menjadi republik (daulat rakyat).  \"Luar biasa keberanian founding fathers kita mengalihkan ke republik dari kerajaan. Padahal sudah ada imperium di dalamnya, sudah ada kerajaan dan kesultanan yang sudah jalan. Tidore itu penguasa pasifik, belum lagi kalau kita bicara Sriwijaya atau Majapahit, dan dikampung saya ada Kerajaan Sumbawa. Itu semua kerajaan hebat, puluhan, bahkan ratusan tahun berkuasa di Indonesia,\" katanya. Namun, para founding fathers saat itu, sadar bahwa feodalisme kerajaan sulit untuk diajak bersatu. Namun, dalam perkembangannya, feodalisme justru digunakan Orba agar terus berkuasa dengan merampas kebebasan rakyat. \"Tetapi ada upaya dari elit kita untuk mengembalikan  feodalisme, karena itu hati-hatilah terhadap kemunculan satu generasi yang tiba-tiba tidak paham dengan elitnya. Tiba-tiba bosan sama elitnya, itu mesti kita hati-hati, jangan sampai dijatuhkan seperti Pak Harto tahun 1998,\" katanya. Fahri menegaskan, upaya untuk mengubah sistem proporsional terbuka menjadi tertutup bisa menyebabkan ketidaksinambungan antar generasi  dan memicu revolusi lagi. \"Jangan percaya partai politik yang mengusulkan sistem proporsional tertutup akan aspiratif itu, bohong. Biarkan rakyat mengkombinasi sendiri siapa wakilnya. Jadi demokrasi terbuka tidak boleh diubah,\" tegasnya. Fahri menilai carut marutnya sistem Pemilu di Indonesia, lebih disebabkan pada manajemennya, bukan sistemnya. Seperti terjebak pada pelaksanaan Pemilu Serentak, yang harusnya dipisah antara pemilihan legislatif dengan eksekutif, termasuk pemilihan kepala daerah. \"Kita sendiri yang menciptakan keruwetan Pemilu, menciptakan politik transaksional (politik uang), menciptakan kelelahan menumpuk sehingga petugas Pemilu sampai 800-an meninggal pada Pemilu 2019 lalu.  Itu semua menurut saya, bukan sistemnya, tapi karena buruknya manajemen,\" tegasnya. Fahri beranggapan, bila pada Pemilu 2024 Indonesia kembali menerapkan sistem proporsional tertutup, maka akuntabilitas politik akan rusak.  Sebab menurut Fahri, transaksi politik antara rakyat dan pemimpin harus dilakukan secara langsung, tidak melalui perantara partai politik. \"Mandataris hanya bisa muncul kalau pemberi dan penerimanya bisa saling berhubungan langsung,\" ujarnya. Fahri kembali menegaskan, bahwa sistem proporsional terbuka yang dipakai dalam beberapa pemilu terakhir sudah tepat.  \"Sistem demokrasi langsung memilih orang itu sudah benar. Itu auratnya demokrasi. Aurat itu harus dijaga, jangan malah yang tidak penting ditutup,\" pungkas Fahri. (sws)

Prof. Hafid Abbas: Sejarah Mencatat ketika Komunis Berkuasa Terjadi Pembantaian Massal

Jakarta, FNN – Pro- kontra- tentang Keppres Nomor 17 tahun 2023 sampai saat ini masih kontroversial. Bahkan, sejumlah purnawirawan mulai mempersoalkan Kepres ini, karena dianggap justru mereka yang sekarang dipersalahkan. Mereka mempertanyaan kalau kemudian Pak Jokowi atas nama negara minta maaf, itu minta maaf kepada siapa. Kepada orang-orang komunis atau PKI yang menjadi korban atau terhadap korban-korban dari kalangan ulama dan TNI yang menjadi korban kekejaman PKI. Profesor Hafid Abbas, Guru Besar Universitas Negeri Jakarta, yang pernah menjadi ketua Komnas HAM dan banyak terlibat dalam berbagai aktivitas hak asasi manusia dunia menyampaikan hasil riset beliau tentang hal tersebut. Hasil riset beliau menunjukkan bahwa di negara-negara komunis terjadi banyak sekali pembantaian massal. Mengutip hasil penelitian Profesor Ramos dari Hawai University dan Cheryl Ramos University, diketahui bahwa sepanjang abad ke-20 ada ratusan juta orang menjadi korban pembantaian oleh rezim penguasa dan 70% terjadi di negara-negara dengan pemerintahan komunis atau diktator komunis. Seandainya dalam pertikaian politik antara dua kekuatan, yaitu PKI dan TNI Angkatan Darat yang didukung oleh sebagian besar umat Islam, tahun ‘65 PKI dimenangkan PKI, apakah mungkin juga terjadi pembantaian seperti yang terjadi di negara-negara komunis, termasuk China, yang pada waktu itu menjadi poros Jakarta Beijing. Dalam uraian yang dimuat dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Jumat (20/01/23), Prof. Hafid Abbas, mengutip Prof. Ramos, menyampaikan bahwa abad ke-20 merupakan abad yang penuh luka. Sepanjang abad ke-20 (dalam satu abad), ditemukan 212 juta penduduk dunia yang dibantai secara sia-sia karena ada kekuasaan yang diselewengkan. Tetapi, begitu muncul publikasi itu, banyak teman profesor lain dari Harvard University dan yang lain mengatakan bahwa data itu salah, karena ada lagi 48 juta penduduk yang juga dibunuh. Bukan hanya oleh satu negara, tapi ada negara lain yang membantu negara tersebut untuk menghabisi penduduk di negara itu. Jadi, jumlah korban jiwa sekitar 272-400 juta atau rata-rata 336 juta.  Masalahnya, 70% dari 336 pembantaian itu terjadi negara-negara berhaluan politik komunis, bukan di negara-negara berhaluan politik kapitalis. Jika dihitung lagi maka setiap hari terjadi 6.438 pembantaian di negara-negara komunis. Itulah sebabnya mengapa Kofi Annan menyebut abad ke-21 haruslah menjadi abad yang penuh cahaya, abad damai. Tetapi, sampai saat ini, di tahun ke-23 abad ke-21, situasi damai belum juga terwujud. Mengapa negara-negara komunis ini senang membantai orang? Kita ambil contoh misalnya China. Tragedi Tiananmen pada 4 Juni tahun 1989, di China, mengakibatkan  lebih dari 10 ribu orang meninggal. Mereka tidak mau ada perbedaan sehingga kalau ada yang menentang suara Beijing, suara pemerintah, maka dibantai. Kemudian kasus pembantaian yang terjadi di Uighur (2016-2021) yang mengakibatkan lebih dari satu juta orang meninggal; 1,8 juta orang dimasukkan di camp (seperti penjara terorisme); dan  ratusan ribu anak-anak tidak bisa bertemu orang tuanya karena harus dicuci otaknya menjadi anti-Islam. Bahkan, berdasarkan data yang dipublikasikan oleh US Department of State, sebanyak 16.000 masjid diratakan dengan tanah. Dari pengalaman Prof. Hafid berkeliling ke berbagai belahan dunia, terutama di negara-negara yang pernah dilanda oleh kekejaman pelanggaran HAM berat, seperti Uganda, Prof. Hafid  melihat langsung sebuah gedung besar yang isinya tengkorak. Ternyata pembantaian di Pnomh Penh  itu dibantu oleh China. Jadi ada koalisi dengan negara lain untuk membantai penduduk yang ada di negara itu. Jumlahnya cukup besar,yaitu 1,8 juta. Jadi China memfasilitasi pembantaian untuk menghabisi 1,8 juta penduduk di sana. Berdasarkan buku yang ditulis oleh Ponco Sutowo yang terkait Untold Story mengenai Pak Harto, Prof. Hafid menceritakan bahwa ketika peristiwa lubang buaya, yaitu 7 jenderal dibuang, ternyata ditemukan bahwa senjata yang dipakai adalah senjata yang diselundupkan dari China. Jadi ada penyelundupan senjata.(sof)

Fight Back ke Megawati Dimulai, Koordinasi Intelijen Diserahkan ke Menhan, Jokowi Politisasi BIN

Jakarta, FNN – Saat ini, agak sulit membaca manuver politik apa yang sedang dilakukan oleh Pak Jokowi, karena seperti ada sinyal yang mendua dari Pak Jokowi. Di satu sisi, ada sinyal dari para relawan Jokowi yang menunjukkan bahwa Pak Jokowi sudah tidak akan maju lagi. Projo, misalnya, sudah menyatakan penolakannya terhadap ide 3 periode dan penundaan Pemilu. Di daerah, relawan juga sudah mulai mengusulkan dan mendeklarasikan Ganjar untuk menjadi capresnya.  Tetapi, di sisi lain Pak Jokowi masih blusukan terus dan bahkan makin intensif. Selain itu, Jokowi juga sepertinya mulai menunjukkan fight back dengan menginstruksikan agar kendali orkestrasi laporan intelelijen dipegang oleh Menhan. “Ini perang bubat, bener-bener. Jadi, Pak Jokowi memang waktu dia diomelin Ibu Mega, dan kita, FNN, membuat dugaan kuat bahwa Jokowi akan fihgt back. Dan betul terjadi. Sebetulnya, Megawati akhirnya mau dipreteli kekuasaannya,” ujar Rocky Gerung dalam sebuah pembahasan di Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Sabtu (21/01/23). Menurut Rocky, BIN yang diketuai oleh Budi Gunawan bisa dikatakan berada di bawah kekuasaan Megawati, sedangkan yang “punya” Jokowi adalah KPK. “Jadi, di dalam persaingan politik, lembaga-lembaga yang potensial untuk melakukan mobilisasi intelijen, mobilisasi opini, akhirnya mesti dipangkas oleh Jokowi,” ujar Rocky. Masalahnya, kata Rocky, kalau kita sebut sistem intelijen negara maka dia centralis, supaya BIN ini betul-betul profesional dan usernya adalah negara. Presiden adalah pengguna dari data BIN. Data BIN sendiri tidak boleh membuat kesimpulan, tetapi hanya membuat indikasi lalu diputuskan di tingkat yang paling tinggi, yaitu presiden. “Tetapi, kalau dia dipindahkan ke Pak Prabowo, artinya fungsi BIN itu berhenti. Jadi, sinyal utama yang terbaca adalah Pak Jokowi nggak ngerti fungsi intelijen dan kedudukan BIN sebagai pengatur informasi,” ujar Rocky. Departemen Pertahanan tidak boleh punya fungsi BIN karena bisa membuat mereka bersikap mendua, lanjut Rocky. Misalnya, jika Departemen Pertahanan mendapat informasi tentang ancaman negara, dia mesti call BIN. Kalau kondisinya seperti sekarang, dia sendiri yang mesti lakukan itu. Artinya, tidak ada semacam second opinion.  “Jadi, sekali lagi, Pak Jokowi hanya karena ingin balas dendam pada Ibu Mega maka kekuasaan Ibu Mega dipreteli di BIN,” tegas Rocky. Pak Jokowi menganggap bahwa kalau dipindahkan ke Dephan maka Pak Prabowo akan menguasai informasi strategis.  Sepertinya Pak Jokowi panik karena tidak ada lagi peralatan untuk bertempur dengan Mega, lalu dia bujuk Pak Prabowo, tambah Rocky.   “Dan yang lebih penting adalah Jokowi akhirnya mempolitisai BIN,” tandas Rocky. Jadi, hal yang sudah dipastikan dalam undang-undang sekarang ini fungsinya secara langsung atau tidak langsung dipindahkan ke Departemen Pertahanan. Padahal, Departemen Pertahanan adalah user dari BIN, pengguna informasi BIN. Bukan dia yang mengumpulkan informasi, dia pengguna. “Ini kacau. Peta-peta diplomasinya berantakan dan yang paling senang adalah intelijen asing. Mereka akhirnya tahu bahwa BIN sudah berantakan. Jadi, Pak Jokowi membocorkan kelemahan intelijen kita pada intelijen asing dengan mempreteli BIN-nya. Ini semua terjadi karena ambisi Pak Jokowi untuk jadi 3 periode dihalangi oleh Bu Mega,” ujar Rocky.(ida)

Rencana Penerapan ERP Diminta untuk Dikaji Ulang

Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Muhammad Iqbal meminta rencana pemberlakuan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) itu sebaiknya dikaji ulang. \"Rencana ERP itu sebaiknya dikaji ulang. Terlebih, transportasi publik di wilayah Jakarta dan sekitarnya tidak merata,\" kata Muhammad Iqbal di Jakarta, Jumat. Menurut dia cakupan layanan transportasi publik bagi warga Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Bodetabek) menuju Jakarta masih perlu diperbanyak. Hal itu utamanya bagi pekerja di Jakarta.\"Perlu keseriusan lebih melakukan pembenahan transportasi publik. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Jabodetabek perlu bekerja sama memikirkan masalah ini,\" kata dia.  Diketahui melalui ERP, kendaraan yang melintas di beberapa ruas jalan pada waktu tertentu akan dipungut biaya berkisar Rp5.000 sampai Rp19.900. Hal tersebut juga akan berlaku untuk pengendara sepeda motor. \"Kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih setelah pandemi COVID-19. Retribusi ini bisa memberatkan mereka, apalagi ojol,\" kata Iqbal. Ia pun mengingatkan mengenai ancaman krisis keuangan global yang diprediksi akan terjadi pada tahun ini, sebagaimana sering disampaikan Presiden Jokowi. \"Ditambah masyarakat harus membayar retribusi ERP, beban hidup masyarakat jadi bertambah,\" kata dia lagi.  Kemudian, dia menilai rencana kebijakan ERP di 25 ruas jalan di Jakarta tersebut tidak tepat untuk mengatasi kemacetan ibu kota. Malahan, menurut Iqbal penerapan ERP akan membuat masalah baru.  \"Rencana pelaksanaan electronic road pricing di beberapa ruas jalan di Jakarta ini tidak menyelesaikan masalah kemacetan ibukota. Justru sama dengan memindahkan kemacetan di jalan yang tidak berbayar,\" ujar Iqbal.(ida/ANTARA)

Autogate di Terminal Bandara Soetta Diaktifkan Kembali

Tangerang, FNN - Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta (Soetta) kembali melakukan uji coba pengaktifan autogate di Terminal 3 Bandara Internasional guna meminimalisir perlintasan dokumen palsu dan lolosnya penumpang yang masuk daftar cekal.Kepala Bidang (Kabid) Teknologi Informasi dan Komunikasi Imigrasi Kelas I Soetta, Habiburrahman di Tangerang, Jumat mengatakan bahwa dengan pengaktifan kembali autogate di Terminal Bandara Internasional ini sesuai Peraturan Menteri Hukum dan HAM No 44 tahun 2015 tentang Tata Cara Pemeriksaan Masuk dan Keluar Wilayah Indonesia di Tempat Pemeriksaan Imigrasi.\"Dan autogate difungsikan baik kedatangan maupun keberangkatan, itu diuji coba sejak 3 Januari 2023 kemarin,\" katanya.Ia menjelaskan, dalam penggunaan autogate ini penumpang hanya perlu melakukan scan paspor diawal. Kemudian, jika sudah terverifikasi melalui tes biometrik seperti sidik jari dan face recognition selanjutnya dapat melintas.Dia mengaku, autogate ini sebelumnya sudah pernah aktif pada tahun 2018, namun karena pandemi COVID-19 autogate tersebut harus di non-aktifkan pada tahun 2020.\"Untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19, karena memang harus buka masker dan cek sidik jari,\" jelasnya.Sementara itu, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno Hatta, Muhammad Tito Andrianto, menambahkan sejak uji coba dimulai hingga 18 Januari 2023 telah melintas melalui autogate sebanyak 44.536 orang.\"Terdiri dari 18.501 orang melalui autogate keberangkatan dan 26.035 orang melalui autogate kedatangan, Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta,\" ujarnya.Berdasarkan angka tersebut terlihat masyarakat sangat antusias dengan teknologi ini. Terlebih lagi Direktur Jenderal Imigrasi saat ini sangat fokus dengan digitalisasi dan juga peningkatan pelayanan.(ida/ANTARA)