POLITIK

Proporsional Tertutup Pemicu Lonceng Kematian Demokrasi

Jember, Jawa Timur, FNN - Pengamat politik Universitas Jember Dr. Muhammad Iqbal mengatakan sistem proporsional tertutup akan menjadi pemicu lonceng kematian demokrasi di Indonesia.\"Jika narasi proporsional tertutup terus digaungkan, kemudian diaminkan oleh MK dan tanpa penegakan hukum yang sarat efek jera terhadap penjahat korupsi pemilu dan politik uang, maka lonceng kematian demokrasi bisa berdentum kencang tanda kemunduran esensi demokrasi,\" katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis.Menurutnya penolakan delapan fraksi DPR RI atas narasi mengganti sistem pemilu menjadi tertutup itu sudah tepat dan cocok dengan situasi Indonesia yang tengah mematangkan dan mendewasakan diri sebagai bangsa demokratis.\"Tidak ada yang ideal dalam sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup. Yang paling pas atau cocok dalam situasi demokrasi Indonesia yang beranjak mulai dewasa bagi saya adalah proporsional terbuka,\" tuturnya.Ia menjelaskan wacana untuk kembali menjadi sistem proporsional tertutup adalah keinginan ego politik dari parpol besar untuk pertahankan status quo atau terbesit kepentingan oligarki politik untuk \"memuluskan jalan\" bagi partai baru agar tidak terseok di Pemilu 2024.\"Kematangan demokrasi Indonesia jelang 1 tahun 10 bulan menuju Pemilu 2024 kembali diuji. Kali ini oleh wacana mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup,\" ucap pakar komunikasi FISIP Unej itu.Sejak 2004 sistem proporsional terbuka dianut dalam rezim Pemilu Indonesia dan sistem itu memastikan calon wakil rakyat berinteraksi langsung kepada calon pemilih di daerah pemilihannya.\"Berbeda dengan sistem proporsional tertutup yang membuat rakyat hanya memilih parpol karena calon wakil rakyat sudah ditentukan partai, sehingga rakyat seolah membeli kucing dalam karung karena tidak tahu pasti siapa caleg yang akan dipilihnya,\" katanya.Menurutnya wacana untuk kembali ke sistem pemilu proporsional tertutup karena maraknya politik uang dari sistem proporsional terbuka sebetulnya alasan yang cenderung sumir dan rapuh.\"Politik uang dan korupsi pemilu bisa selalu terjadi bukan semata mengganti sistem pemilu. Tidak ada jaminan korupsi pemilu dan politik uang berhenti hanya dengan mengganti sistem yang terbuka jadi yang tertutup,\" ujarnya.Bahkan sangat mungkin, lanjut dia, korupsi pemilu dan politik uang semakin merajalela dan membabi buta ketika para bakal calon legislatif diberi \"angin surga\" nomor urut jadi oleh parpol.\"Jika Mahkamah Konstitusi terjebak dalam arus narasi sistem pemilu kali ini, maka MK boleh dikata ikut serta dalam merobohkan demokrasi sistem pemilu itu domain pembentuk UU yang mensyaratkan partisipatif masyarakat,\" ucap pengajar Ilmu Hubungan Internasional FISIP Unej itu.Dosen yang biasa disapa Cak Iqbal itu mengatakan jika hanya berdasarkan Keputusan MK terkait sistem pemilu nanti, maka asas partisipasi masyarakat jadi hilang dan demokrasi pun kehilangan sendi esensi.(sof/ANTARA)

Terbitkan Perppu, Jokowi Abaikan MK dan DPR, Sudah Penuhi Syarat Pemkazulan?

Jakarta, FNN – Tampaknya, isu mengenai Perppu Omnibuslaw atau Cipta Kerja terus bergulir. Desakan agar presiden di-impeach semakin kuat. Suara itu datang dari Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie. Selain itu, hari ini, 5 Januri 2022, sekitar pukul 11.00-an, aktivis buruh dan sejumlah aktivitas lain akan membacakan pernyataan sikap di depan pagar gedung DPR RI. “Ini satu hal yang sebenarnya dari awal kita prediksi bahwa kekuasaan akan makin arogan. Nggak mungkin kekuasaan itu mengurangi ambisinya karena dia sendiri legitimasinya kurang. Jadi sebetulnya kalau merasa legitimasinya kuat, santai aja,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Kamis (05/01/23) yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, menanggapi hal tersebut. Jadi, tambah Rocky, karena di ujung pemerintahan rezim Jokowi ini berbagai macam kelemahan berlangsung, lalu ingin diperkuat dengan menjadi otoriter. Sikap-sikap semacam ini yang menunjukkan bahwa presiden Jokowi sudah sangat lemah. Orang yang lemah itu akan menggunakan kekuatan terakhirnya untuk seolah kuat. Itu dasar sosiologisnya. Kalau kita lihat dasar yuridisnya, menurut Rocky, tentu tidak ada lagi cara untuk membenarkan apa yang disebut sebagai Perpu itu. Sudah berkali-kali kita terangkan pada kekuasaan bahwa Perppu itu bahaya dalam demokrasi.  Perppu memang disediakan sebagai cara darurat. Tetapi, kalau kedaruratan itu dia rencanakan sendiri, itu artinya dia hanya mau menyelamatkan dirinya sendiri, bukan negeri ini. Negeri ini menuntut supaya Perppu itu justru dibatalkan, dia mau unjuk rasa besar-besaran, lalu ada korban. Itu menunjukkan bahwa rakyat tidak bersepakat dengan isi Perpu yang menguras sumber daya, tetapi melemahkan buruh. Isi Perppu sebetulnya adalah menumpukkan kekayaan pada 3 - 4 orang, tetapi rakyat di bawah tidak dapat kesejahteraan, lanjut Rocky. “Jadi, secara sosiologis, apalagi secara filosofis, Perppu itu bertentangan dengan maksud awal dari keadilan sosial yang adalah dasar dari segala dasar hukum ,” tegas Rocky. Bukan baru kali presiden menggunakan siasat-siasat seperti  ini. Sudah berkali-kali Presiden Jokowi mengeluarkan aturan yang sebetulnya dari awal sudah ditolak secara halus, misalnya oleh para ahli tata negara. Tetapi, dia cari akal untuk menyogok ahli hukum tata negara yang lain supaya bisa diloloskan.  Hal itu yang membuat orang semacam Jimly Asshiddiqie menganggap bahwa ini sudah keterlaluan, karena sudah bermacam-macam kasus seperti ini dia lakukan. Kasus pertama, kata Rocky, adalah penunjukan Kepala Daerah. Itu sudah melanggar kedudukan rakyat, melanggar pasal 2 ayat 1, Pasal 1 ayat  2 bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di tangan Presiden. Jadi, berkali-kali presiden melakukan pelanggaran konstitusi.   “Jadi, sekali lagi, tumpukan persoalan ini akhirnya disodorkan oleh sejarah untuk diputuskan secara moral, bukan secara politik, bukan secara etis,” kata Rocky. Tentu secara moral Mahfud MD tahu bahwa ini salah, tapi kenapa dia masih berpihak di situ. Pak Jimly secara moral tahu ini salah maka dia lakukan gugatan. Jadi, kata Rocky, boleh kita membuat perdebatan tentang status Perppu dalam sistem hukum kita, tetapi intinya profil itu dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai cacat di dalam proses pembuatan. Tidak ada partisipasi yang bermakna. \"Artinya, itu barang busuk dan tidak diproses melalui prosedur formal yang etis, yang sound , yang bersih,” ujar Rocky. Jadi, lanjut Rocky, kenapa kekotoran itu di-Perppu-kan? Jadi, Presiden Jokowi melanggengkan kekotoran proses hukum. “Ini yang tidak boleh dibantah oleh Pak Mahfud karena dia ada di dalam. Justru karena dia lihat itu kotor maka dia yang ada di dalam keluar dong, masa tinggal di ruangan kotor,” kata Rocky. Sebagai orang yang pernah menjadi hakim MK, Mahfud MD pasti tahu ada mekanisme yang disebut dissenting opinion. Kalau tidak, orang akan bertanya-tanya, bukankah banyak sekali ahli hukum di lingkungan Pak Jokowi, ahli hukum tata negara, pidana, dan sebagainya, yang bisa memberikan opini bahwa apa yang dilakukan oleh Pak Jokowi sangat berbahaya. Pertama, jelas melecehkan lembaga tinggi negara lain Mahkamah Konstitusi). Kedua, itu juga sangat berbahaya buat Pak Jokowi sendiri, karena bisa ke arah pemakzulan. “Iya, itu kan Pak Mahfud melecehkan lembaga yang dia pernah pimpin sendiri. Begitu jalan pikirannya. Tapi, kalau memang Pak Mahfud punya niat untuk menjatuhkan Pak Jokowi, ya kita sambut itu. Dia umpankan saja agar presiden terus menerus membuat kesalahan,” tukas Rocky. Dengan demikian, DPR akan merasa bahwa sudah keterlaluan. Kalau tidak, rakyat saja yang akan bicara, tapi rakyat sepertinya sudah tidak punya gairah karena melihat politik kita sudah membusuk. Tetapi, kata Rocky, satu soal yang seringkali kita lupa bahwa nyala lilin itu padam tiba-tiba dan tinggal sumbunya. Istana itu sebetulnya berupaya untuk menegakkan benang basah, berupaya untuk memperpanjang sumbu lilin, berupaya untuk menghalangi badai, tapi tidak bisa. Menurut Rocky, hal-hal seperti ini, kalau dibilang bisa di-impeach, memang dari awal bisa di-impeach. Dari janji-janji yang tidak dipenuhi Presiden, itu sudah potensi di-impeach, karena artinya dia berbohong. Kalau melanggar konstitusi ada pasalnya, tetapi melanggar etika tidak ada pasalnya. Itu yang namanya moral call para pemimpin. “Kita tidak ada soal, kita dorong saja pembusukan. Kalau bisa seluruh DPR setujui supaya yang dicoblos para pelajar supaya rakyat tahu bahwa ini busuk semua, supaya DPR menyetujui Perppu itu supaya rakyat tahu bahwa ini keropos semua,” tegas Rocky. Jadi, menurut Rocky, memang ada satu kebulatan tekad dari rakyat untuk mendorong supaya proses pembusukan dipercepat. Sekarang bola bergulir di DPR. Harusnya, yang mempunyai kewenangan untuk melakukan impeachment adalah MPR, tetapi DPR yang harus mengambil inisiatif. Setidaknya ada dua partai oposisi di DPR, yaitu PKS dan Demokrat. Mari kita lihat apakah mereka berani mengambil inisiatif soal itu? (sof)

Kacau, Plt. Ketum PPP Mengusulkan Eks Napikor Romahurmuziy Menjadi Duta Antikorupsi, Anda Setuju

 Jakarta, FNN - Pelaksana tugas Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan, Muhammad Mardiono, mengatakan bahwa mantan narapidana korupsi jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy atau biasa dipanggil Romi, cocok dijadikan duta antikorupsi. Pernyataan Mardiono itu tampaknya muncul sebagai respons atas munculnya kritik keras kepada PPP karena mengangkat Romahurmuziy sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Dewan Pimpinan Pusat PPP. Romi, kata Mardiono, bisa berbagi pengalaman agar kasus serupa (korupsi) tidak terjadi lagi. Dengan kata lain, beliau bisa menjadi duta antikorupsi di tengah-tengah masyarakat. Bisa menjadi duta antikorupsi di tengah-tengah kader PPP, kata Mardiono lagi. “Bukan berarti kami tidak mendukung langkah KPK maupun penegak hukum untuk mencegah korupsi. Kami dukung sepenuhnya, tetapi kami tidak bisa menutup hak-hak politik seseorang. Kan mereka juga punya hak, kecuali pengadilan mencabut hak politiknya,” kata Mardiono. Mardiono menyebut alasan dia memberikan jabatan kepada Romi sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai karena sebagai politisi Romi mempunyai kemampuan politik yang sangat baik. Romi, kata Mardiono, juga telah menebus kesalahannya sesuai dengan keputusan pengadilan. PPP memberi kesempatan semua kader untuk kembali berperan untuk bangsa. Kembalinya Romi ke jajaran elit DPP PPP mengundang kritik dari banyak kalangan. Hal ini mulai mencuri perhatian publik ketika dia mengunggah Surat Perubahan Susunan Personalia Majelis Pertimbangan DPP PPP. Seperti kita ketahui bahwa dalam beberapa waktu terakhir ini, PPP sedang menyusun struktur kepengurusan baru. Banyak sekali nama-nama baru yang masuk di lingkungan PPP. Salah satu hal yang paling banyak mendapat sorotan adalah masuknya Romi. Surat Keputusan Pengangkatan tersebut ditandatangani oleh Ketum Muhammad Mardiono dan Sekjen Arbani Tomafi.   “Kuterima pinangan dengan bismillah, tiada lain kecuali mengharap berkah, agar warisan ulama ini kembali merekah,” tulis Romi di akun Instagramnya. Unggahan Romi inilah yang kemudian mengundang kehebohan di dunia maya, sekaligus mengundang kritik. Sebelumnya, Romi dikenal sebagai politisi muda yang cukup moncer. Alumni dari ITB ini pernah menjadi Ketua Umum DPP PPP pada periode 2014-2019, menggantikan Surya Dharma Ali, yang juga menjadi terpidana dalam kasus korupsi.   Sebelumnya, Robi juga pernah menjadi Sekretaris Jenderal DPP PPP dan dua kali berturut-turut menjadi anggota DPR Fraksi PPP.  Pada Pemilu 2014, dia dikenal sebagai pendukung yang sangat kuat dari Pak Jokowi dan hubungannya sangat dekat dengan Presiden Jokowi. Romi sering sekali mendampingi Presiden Jokowi, terutama ketika menemui para Kyai NU di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur dan seringkali mengunggah foto-foto kedekatannya dengan Presiden Jokowi. Kedekatannya dengan Presiden Jokowi langsung hancur berantakan, karier cemerlangnya juga hancur lebur ketika dia terjerat kasus jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Jawa Timur. Romi ditangkap oleh petugas KPK setelah melalui kejar-kejaran di sebuah hotel di Surabaya. Romi akhirnya divonis 2 tahun penjara dengan denda 100 juta rupiah, dengan subsider 3 bulan kurungan. Tetapi, dia mengajukan banding sehingga hukumannya hanya satu tahun penjara. Romi bebas pada 29 April 2020. Kembalinya Romi ke lingkaran elit PPP ini mendapat sorotan tajam di tengah ramainya isu munculnya wacana sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup. Dengan sistem proporsional tertutup artinya figur-figur seperti Romi yang mantan koruptor bisa kembali ke dunia politik dan bisa kembali terpilih menjadi wakil rakyat di DPR. Karena, kalau kembali ke sistem proporsional tertutup, yang menentukan wakil rakyat di parlemen bukan lagi rakyat, tetapi para elit politik. Artinya, mereka yang punya kedekatan dengan dengan elit politiklah yang kemungkinan akan diangkat menjadi wakil di Parlemen, seperti Romi ini.  Jadi, sangat mungkin setelah Pemilu 2024, kita akan melihat figur-figur politisi seperti Romi wira-wiri lagi di Senayan, bahkan mungkin menduduki posisi penting. Itulah yang membuat masyarakat meributkan soal soal rencana kembali ke proporsional tertutup. Bagaimana? Apakah Anda setuju dengan yang disampaikan oleh Plt. Ketua Umum PPP yang akan menjadikan Romi sebagai duta antikorupsi? Apakah kalau menjadi duta antikorupsi harus diberi jabatan elit di partai politik? Kenapa mereka tidak diminta membuktikan dulu untuk menjadi semacam pelayanan publik, betul-betul menjadi duta antikorupsi, bukan sekadar wacana atau semacam justifikasi pengangkatan mereka menjadi seorang tokoh elit di lingkungan platform? Harusnya jalanin dulu saja kalau mereka memang menjadi tokoh antikorupsi dan menunjukkan mereka tidak mengulangi lagi perbuatannya. Saya kira itu jauh lebih penting daripada mencari-cari alasan untuk menjustifikasi Romi menjadi Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Persatuan Pembangunan lagi. Demikian pembahasan Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, di Kanal Yotube Hersubeno Point edisi Rabu (04/01/23). (ida)

Johnny G. Plate Sebut Kominfo Tangani 1.321 Konten Hoaks Politik

Jakarta, FNN -  Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menyebutkan kementeriannya hingga Rabu telah menangani 1.321 konten hoaks bermuatan politik. \"Hingga 4 Januari 2023 (Rabu), informasi yang terkait dengan hoaks sudah dilakukan penutupan; atau kami telah melakukan penanganan konten sebanyak 1.321 hoaks politik,\" kata Johnny saat konferensi pers \"Menyongsong Pemilu Serentak 2024: Pemilu Berkualitas untuk Indonesia Maju\" di Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu. Selain hoaks, dia juga mengatakan Kominfo telah menutup 11 siaran streaming TV radikal serta 86 URL atau situs web. Hal itu dilakukan untuk mengawal tahun politik menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak 2024 agar tidak dipenuhi dengan budaya politik pascakebenaran (post-truth politics) hingga teknik propaganda semburan dusta (firehose of falsehood) di ruang digital. \"Jangan sampai diisi hoaks, disinformasi, malainformasi,\" tambahnya. Dengan jadwal kampanye pemilu yang relatif lebih singkat, menurut Johnny, maka potensi pemanfaatan dan penggunaan ruang-ruang digital pun akan bersifat masif. Ol;eh karena itu, dia mengimbau masyarakat menggunakan ruang digital dengan bertanggungjawab dan melakukan hal-hal bermanfaat. \"Memanfaatkan ruang-ruang digital Indonesia untuk meningkatkan kontes pemilu, memanfaatkan ruang-ruang digital kita untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, memanfaatkan ruang digital kita untuk menghasilkan pemilihan umum yang legitimate (logis, red.),\" jelasnya. Masyarakat juga diimbau mengedepankan kultur dan etika politik dengan baik serta menghormati para calon pemimpin yang akan bertarung pada Pemilu 2024. \"Dengan tidak menyebarkan informasi yang bersifat post-truth, baik itu hoaks maupun hate speech ataupun ujaran-ujaran kebencian di dalam ruang-ruang digital kita,\" ujar Johnny. Dia juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024, karena pesta demokrasi lima tahunan tersebut merupakan momentum penting bagi Indonesia untuk menentukan arah bangsa ke depannya. (sws/ant)

Dekan FH Unud Nilai Proporsional Terbuka Picu Biaya Politik Tinggi

Jakarta, FNN  - Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana (FH Unud) Bali Putu Gede Arya Sumertha Yasa menilai penerapan sistem proporsional terbuka dalam pemilihan legislatif (pileg) dapat memicu biaya politik yang tinggi. “Bayangkan saja, calon legislatif (caleg) yang memiliki kualifikasi yang mumpuni dari aspek intelektual selalu kalah dengan caleg yang mengandalkan modal besar. Bahkan ironisnya, dari pemilu ke pemilu, biaya politik yang dikeluarkan caleg semakin mahal,\" kata Putu Gede, sebagaimana dikutip dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.  Kondisi tersebut, kata dia lagi, mengakibatkan caleg-caleg cenderung terpilih karena memiliki banyak uang, sehingga kemampuan untuk memperjuangkan hak rakyat tidak menjadi ukuran prioritas pemilih. Putu Gede berpendapat sistem proporsional terbuka membuat kader partai yang mumpuni dan senantiasa ikut menjalankan roda organisasi kepartaian dalam melaksanakan pendidikan politik bagi anggota ataupun masyarakat luas serta membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sering dikalahkan dengan calon yang punya banyak uang. Hal tersebut, kata dia, jauh dari semangat nilai musyawarah yang dikehendaki oleh pendiri bangsa Indonesia. “Sistem proporsional terbuka juga menghendaki persaingan sebebas-bebasnya, sehingga berdampak pada ruang-ruang perselisihan antarcalon legislatif, termasuk di internal partai semakin mengeras,\" kata dia pula. Lambat laun, Putu Gede menilai kerapuhan partai-partai politik dapat terjadi akibat kuatnya individual bermodal di tubuh partai. Lalu pada akhirnya, tujuan dari partai politik sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan untuk turut andil dalam pembangunan negara bisa terhambat. Saat ini, Mahkamah Konstitusi (MK) sedang menguji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait sistem proporsional terbuka. Apabila uji materi itu dikabulkan oleh MK, sistem Pemilu 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup. Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.  Meskipun di satu sisi ada pihak yang mendukung penerapan sistem proporsional tertutup, di sisi lain, ada pula pihak yang keberatan, seperti mayoritas fraksi di DPR. Mereka menginginkan sistem proporsional terbuka yang digugat itu untuk terus dipertahankan. (ant/sws)

Putra Mahkota Keraton Surakarta Berharap Tidak Ada Lagi Konflik Internal

Surakarta, FNN - Putra Mahkota Keraton Surakarta Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Purbaya berharap tidak ada lagi konflik yang terjadi dalam lingkungan keraton.\"Saya secara pribadi berdoa tidak akan ada masalah lagi. Apa pun yang sudah terjadi kemarin, sekarang sudah dirembuk,\" kata Purbaya usai menghadiri undangan makan siang dari Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka di Rumah Dinas Wali Kota Surakarta Loji Gandrung, Surakarta, Jawa Tengah, Rabu.Ke depan, lanjutnya, yang harus terus dijaga adalah membangun komunikasi secara baik antaranggota keluarga keraton.\"Bagaimana menjalin komunikasi yang baik antarkeluarga, antarsaudara, supaya tidak terjadi miskomunikasi,\" tambahnya.Sebelumnya, Selasa (3/1), dua kubu keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang terlibat konflik memutuskan untuk bertemu. Pertemuan tersebut untuk meredam konflik yang kembali memanas beberapa waktu terakhir.Terkait hal itu, Perwakilan Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Surakarta Kanjeng Pangeran Eddy S. Wirabhumi mengatakan perlu upaya damai untuk masa depan keraton.\"Masalah ini akan selesai jika yang bicara keluarga inti. Dalam pertemuan disampaikan, kalau persoalan ini nggak selesai-selesai, yang kasihan keraton,\" kata Eddy.Sementara itu, istri Pakubuwana XIII, Prameswari Dalem Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pakubuwana XIII Hangabehi, mengatakan saat ini seluruh anggota keluarga Keraton Surakarta sudah bersatu.\"Sinuwun (Pakubuwana XIII) merangkul semua putra dan putri dari enam ibu. Sinuwun dan Gusti Wandan sudah sawiji (bersatu), tidak ada apa-apa. Sinuwun menunggu Pemerintah Kota Surakarta untuk pembangunan keraton,\" ujarnya.(ida/ANTARA)

Sistem Proporsional Terbuka Lemahkan "party-ID" dan Demokrasi

Jakarta, FNN - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Jawa Tengah, Agus Riewanto menyampaikan terdapat dua kelemahan sistem proporsional terbuka, yaitu dapat melemahkan identifikasi diri dengan partai I\"party-ID\") dan demokrasi.  “Pertama, melemahkan identifikasi diri dengan partai atau party-ID. Party-ID merupakan perasaan seseorang bahwa partai tertentu adalah identitas politiknya,\" kata Agus Riewanto dalam keterangannya diterima di Jakarta Rabu.  \"Party-ID\" itu, kata dia, merupakan komponen psikologis yang akan memberikan sumbangan bagi stabilitas dukungan terhadap partai dan sistem kepartaian yang bisa memperkuat demokrasi.  Agus Riewanto mengutip hasil survei nasional yang dilakukan Indikator Politik Indonesia pada Februari 2021. Survei menunjukkan bahwa party identity masyarakat Indonesia sangat rendah.  Dia menjelaskan 92,3 persen dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia menyatakan tidak ada kedekatan dengan partai politik tertentu (\"party ID\"). Hal itu, katanya, menunjukkan sentimen terhadap partai rendah sekali. Menurut dia, kalau sentimen terhadap partai baik, maka pemilih akan merasa diwakili partai.  Ia menjelaskan tentang hasil survei nasional Litbang Kompas pada Januari 2022 menunjukkan lemahnya \"party-ID\" di Indonesia. Dari 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia, 67,3 persen pemilih tidak ada ikatan \"party-ID\", sedangkan pemilih yang menyatakan ada ikatan \"party-ID\" hanya 23,8 persen.  Selain melemahkan \"party-ID\", persoalan kedua yang disebabkan sistem proporsional terbuka adalah melahirkan fenomena antipartai politik atau deparpolisasi yang berdampak buruk bagi bangunan demokrasi di Indonesia.  \"Terjadi perubahan pilihan pemilih dari satu partai politik ke partai politik lain, dari satu pemilu ke pemilu selanjutnya (\'electoral volatility\') sehingga pemilu menghasilkan perubahan dramatis yang ditandai naik-turunnya dukungan pemilih terhadap partai layaknya \'roller coaster\',” kata Agus.  Dampak buruknya, lanjut dia, pemilu hanya bergantung pada figur, kandidat, dan calon anggota legislatif saja sehingga pemilih lebih mempertimbangkan kepada calon anggota legislatif yang populer dan bermodal uang bukan pada kesamaan \"party-ID\".  Untuk diketahui, saat ini Mahkamah Konstitusi (MK) sedang Menguji Materi (\"Judicial Review\") UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait Sistem Proporsional Terbuka. Apabila judicial review itu dikabulkan MK, maka sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.(ida/ANTARA)

Kominfo dan Polri Menjalin MoU untuk Bersinergi Mengawal Pemilu

Jakarta, FNN - Kepolisian RI (Polri) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memiliki nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) baru tentang \"Sinergi Tugas dan Fungsi di Bidang Komunikasi dan Informatika\" guna mengawal pesta demokrasi Pemilu Serentak 2024.“Polri bersama Kominfo saat ini telah memiliki nota kesepahaman baru yaitu tentang Sinergitas Tugas dan Fungsi di bidang komunikasi dan informatika,” kata Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal (Wakabareskrim) Polri Irjen Pol Asep Edi Suheri saat konferensi pers, di Kementerian Kominfo, Jakarta, Rabu.Asep menjelaskan bahwa nota kesepahaman ini dimaksudkan untuk memperbaharui nota kesepahaman antara Polri dengan Kominfo yang telah ada sebelumnya tertanggal 20 Desember tahun 2017 tentang Pengamanan dan Penegakan Hukum di Bidang Komunikasi dan Informatika.“Pembaharuan nota kesepahaman ini kami lakukan bertujuan untuk meningkatkan koordinasi dalam rangka sinergitas dan tugas fungsi di bidang komunikasi dan informatika,” ujarnya pula.Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate menjelaskan bahwa nota kesepahaman baru untuk mengantisipasi keamanan terkait penyebaran disinformasi serta muatan yang dilarang di ruang digital itu telah ditandatangani pada 3 Oktober 2022 lalu.Ia menyebut nota kesepahaman tersebut memiliki enam ruang lingkup, yakni (1) pertukaran data dan atau informasi; (2) pencegahan penyebarluasan dan penggunaan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang dilarang; dan (3) bantuan pengamanan.“Keempat, penegakan hukum. Kominfo bukan aparat penegak hukum, akan tetapi Kepolisian RI adalah aparat penegak hukum, setiap pelanggaran hukum dalam ruang digital yang terkait langsung dengan tindak pidana dalam ruang digital penegakan hukumnya dilakukan oleh Bareskrim Polri dalam kerja sama dengan Kominfo,” ujarnya pula.Kemudian; (5) penyediaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana; serta (6) peningkatan kapasitas dan pemanfaatan sumber daya manusia atau SDM building.Johnny menjelaskan bahwa nota kesepahaman baru dengan Polri tersebut dibuat guna memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berjalan dengan baik, sebagaimana pihaknya yang menjalin kerja sama pula dengan pihak penyelenggara pemilu.“Kami telah melaksanakan kerja sama dengan penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU dan Bawaslu. Telah ada nota kesepahaman antara KPU dan Kominfo, serta saat ini dalam proses juga kerja sama atau memorandum kerja sama antara Kominfo dan Bawaslu untuk mewujudkan semangat bersama kita yaitu pemilu berkualitas untuk Indonesia Maju,” katanya pula.Dalam konferensi pers tersebut turut dihadiri pula Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kominfo Usman Kansong, Sekretaris Jenderal Kominfo Mira Tayyiba, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Vivid, dan Karopenmas Polri Brigjen Pol Ahmad Ramadhan.(ida/ANTARA)

Geram Dengan Rezim Penguasa, Aggota DPD RI ini Siap Pimpin Pemakzulan Jokowi

Jakarta, FNN - Keputusan Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja terus mengundang kritik dari berbagai kalangan. Para praktisi hukum tata negara menilai tidak ada alasan yang kuat berupa kegentingan yang memaksa, yang bisa menjadi dasar Presiden Jokowi menerbitkan sebuah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang. Tindakan tersebut bahkan bisa dinilai sebagai pelecehan terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi yang telah memutuskan Omnibuslaw atau Undang-undang Cipta Kerja ini sebagai undang-undang inkonstitusional bersyarat. Oleh karena itu, sejumlah aktivis dan praktisi sedang menyiapkan langkah hukum untuk menggugat Perpu tersebut. Bahkan, seorang anggota DPD menyatakan dengan keputusan itu presiden sesungguhnya bisa langsung dimakzulkan atau dilengserkan. “Andai saja DPD punya kewenangan lebih, percayalah, saya akan mengambil inisiatif pemakzulan itu,” kata anggota DPD RI dari Sulawesi Tengah, Abdurrahman Thaha, sebagaimana dikutip dari tempo.co. Sayangnya, kewenangan DPD itu sangat terbatas. Yang punya hak untuk mengajukan pemakzulan adalah anggota DPR RI, kemudian dilaksanakan oleh MPR. Kendati begitu, Abdurrahman Thaha mendorong seluruh anggota DPD RI untuk menemui Presiden Jokowi di istana dan mengingatkan preseden buruk yang dihasilkan dari penerbitan Perpu Omnibuslaw Cipta kerja itu. Keputusan pemerintah menerbitkan Perpu Undang-undang Cipta Kerja kita kerja ini sungguh-sungguh sangat mengejutkan. Dalam keputusan sidang yang digelar hari Kamis, 25 November 2021, Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Utsman mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan oleh penggugat. Bahkan, pembentukan Undang-undang Cipta Kerja itu dinilai bertentangan dengan Undang-undang ‘45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak keputusan itu diucapkan. Dalam keputusan itu MK juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan diucapkan. Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-undang Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional tetap, tidak konstitusional.  ya Undang-undang Cipta Kerja ini sebelumnya digugat oleh sejumlah kelompok masyarakat yang terdiri dari Migran Care, Badan Kerapatan Adat dari Sumatera Barat, Mahkamah Adat Minangkabau, dan seorang warga bernama Muchtar Syair. Dengan keputusan tadi, tenggang waktunya kurang lebih baru 1 tahun, harusnya pemerintah dan DPR melakukan revisi terhadap beberapa ketentuan yang disebutkan oleh MK sebagai bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. “Tetapi, yang terjadi alih-alih menjalankan Keputusan MK, Presiden pada 30 Desember 2022, malah menerbitkan Perpu Nomor 2 tahun 2022. Nah, ini memang yang dianggap Pemerintah sangat arogan,” kata Hersubeno Arief, wartawan senior FNN, dalam Kanal Youtube Hersubeno Point edisi Selasa (03/01/23). Penerbitan Perpu itu disampaikan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartato didampingi oleh Menkopolhukam dan Wamenkumham, Profesor Edi Yaris. Berikut cuplikannya, “Tadi kami sudah berkonsultasi, dipanggil Bapak Presiden dan diminta untuk mengumumkan terkait penetapan pemerintah untuk Perpu tentang Cipta Kerja, dan tadi Bapak Presiden telah berkonsultasi dengan sudah berbicara dengan Ketua DPR, dan pada prinsipnya ketua DPR sudah terinformasi mengenai Perpu tentang Cipta Kerja. Dan ini berpedoman pada Peraturan Perundangan dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 38/PUU/7/2009 dan hari ini telah diterbitkan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tertanggal 30 Desember 2022. Pertimbangannya adalah pertama kebutuhan mendesak. Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global, baik yang terkait dengan ekonomi kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, kemudian ancaman stagflasi, dan juga beberapa negara sedang berkembang yang sudah masuk kepada IMF itu lebih dari 30, dan sudah antri juga 30. jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat riil dan juga terkait dengan geopolitik, perang Ukraina – Rusia, dan konflik lainnya juga belum selesai, dan pemerintah menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan, dan perubahan iklim...”    “Keputusan pemerintah menerbitkan Perpu Cipta Kerja itu sungguh mengejutkan. Apalagi, kalau kita simak penjelasan Airlangga Hartarto dan Mahfud MD tadi memang tidak cukup kuat,” ujar Hersubeno. Tadi disebut-sebut bahwa alasannya di antaranya perang di Ukraina yang membuat situasi global tidak ada ketidakpastian.  Alasan ini lebih pada kepentingan dan kepastian hukum terhadap para investor. Padahal, amanat dari Mahkamah Konstitusi jelas, yaitu meminta pembuat undang-undang, dalam ini hal ini pemerintah dan DPR, untuk memperbaikinya. Mereka diberi waktu 2 tahun, harusnya cukup. Tetapi, dalam penjelasan yang disampaikan Pak Mahfud, dijelaskan bahwa mereka berkejaran dengan waktu, terutama para investor yang perlu kepastian hukum. “Saya tidak terkejut kalau ada yang menganggap bahwa ini melecehkan Mahkamah Konstitusi. Jadi, alih-alih membicarakan terlebih dahulu dengan DPR, membahasnya, dan melakukan perbaikan-perbaikan, pemerintah malah menerbitkan Perpu,”  ujar Hersu gemas. Sekarang ini bola bergulir ke DPR. Apakah DPR akan mengesahkan Perpu itu menjadi undang-undang?  Kalau kita berkaca dari berbagai pembahasan perundang-undangan, termasuk terbitnya Perpu nomor 1 tahun 2020 tentang stabilitas keuangan negara untuk penanganan covid, DPR hampir dipastikan akan mengesahkannya. Wajar kalau sekarang ini banyak yang frustrasi menghadapi rezim pemerintahan Jokowi ini. “Setiap kali membuat undang-undang yang bertentangan dengan rakyat, pemerintah dan DPR tetap jalan terus, tidak peduli ada unjuk rasa besar-besaran, termasuk ketika pembentukan Undang-undang Omnibuslaw ini. Kemudian jawabannya paling enak silahkan digugat ke Mahkamah Konstitusi,” ungkap Hersu.   Namun,menurut Hersu, dalam kasus Omnibuslaw Cipta Kerja, setelah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai inkonstitusional bersyarat, perlu dicatat, ini satu-satunya keputusan yang pernah diambil oleh MK tapi langsung diterpedo oleh Pemerintah dengan menerbitkan Perpu.  “Ya, ini arogan sekali pemerintah. Mereka sangat tidak peduli, suara rakyat tidak didengarkan dan suara lembaga tinggi hukum seperti Mahkamah Konstitusi juga diabaikan,” ungkap Hersu. Wajar kalau kemudian anggota DPD RI seperti Abdurrahman Thaha menyerukan adanya pemakzulan terhadap Jokowi. Bahkan, dia menyatakan dia akan memimpin andai saja DPD punya kewenangan. Sayangnya, DPD memang tidak punya kewenangan. Yang punya kewenangan itu DPR dan kita tahu DPR sekarang sepenuhnya sudah dikuasai oleh pemerintah. “Jadi, langkah apa yang harus kita lakukan?” tanya Hersubeno Arief mengakhiri pembahasannya. (ida)

Proporsional Terbuka Masih Relevan Diterapkan pada Pemilu 2024

Jakarta, FNN - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi VI Fraksi PAN Intan Fauzi menilai sistem proporsional terbuka yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemilu masih relevan untuk diterapkan pada pemilu 2024 yang akan datang.  \"Oleh karena itu seyogyanya Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi atau judicial review UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional yang tengah diajukan,\" kata Intan di Jakarta, Selasa.  Ketua Umum Perempuan Amanat Nasional (PUAN) Ketua Umum Perempuan Amanat Nasional (PUAN) tersebut mengatakan apabila judicial review itu dikabulkan oleh MK, maka sistem pemilu pada 2024 mendatang akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.  Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pemilihan legislatif (pileg).  Menurutnya, sistem proporsional terbuka memenuhi prinsip demokrasi yang amat mendasar, yakni pengakuan kedaulatan rakyat maupun prinsip equality before the law (persamaan di hadapan hukum). Dalam sistem proporsional terbuka, semua kader memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih, sehingga baik bagi calon legislatif (caleg) perempuan.  Berkaca pada pemilu sistem proporsional tertutup, caleg perempuan seringkali ditempatkan di nomor urut buntut, setelah petahana legislator, pengurus harian partai, dan kalangan elit partai. UU Pemilu Nomor 7/2017 mewajibkan pengajuan daftar calon oleh partai politik pada setiap daerah pemilihan (dapil) harus memenuhi 30 persen keterwakilan perempuan, dengan penempatan minimal 1 perempuan dari 3 nama caleg.  Maka dari itu, sistem proporsional terbuka adalah solusi tepat untuk memenuhi keterwakilan 30 persen perempuan di parlemen, tanpa mencederai hak masyarakat untuk menentukan wakil-wakilnya di parlemen.  Intan berpendapat caleg yang takut pada sistem proporsional terbuka hanyalah pihak-pihak yang khawatir tak cukup sanggup menarik hati rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Dengan sistem proporsional terbuka, semua caleg diberi panggung yang sama untuk berkompetisi dan tidak ada privilege atau hak istimewa bagi caleg.  \"Semua bisa bertarung bebas dan saya akui, sistem proporsional terbuka ini membantu para kader perempuan meraih kursi di DPR. Semua teman caleg satu partai juga berkompetisi, sehingga para caleg benar-benar berjuang meyakinkan masyarakat menjadi calon wakil rakyat yang potensial,\" tuturnya  Dengan demikian, kata dia, sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini sudah sangat bagus dan tidak perlu diutak-atik hanya untuk mengakomodir kepentingan individu caleg. Intinya, jangan sampai terjadi kemunduran dalam sistem pemilu legislatif.  Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih lebih mengenal calon legislatifnya karena masing-masing caleg baik, petahana maupun yang belum duduk di parlemen akan berkompetisi secara terbuka serta berusaha untuk berkontribusi secara baik bagi masyarakat dan terbuka.(ida/ANTARA)