POLITIK

Perubahan Konstitusi Hancurkan Ingatan Kolektif Bangsa

Palopo, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan dampak perubahan konstitusi UUD 1945 yang dilakukan dalam kurun waktu 1999-2002 sangat besar.  “Ancaman paling serius bagi Indonesia adalah penghancuran ingatan kolektif bangsa dengan metode damai atau non-militer. Yaitu dengan menjauhkan generasi bangsa itu dari ideologinya,” tutur LaNyalla, saat mengisi Kuliah Umum dengan tema “Mengembalikan Kedaulatan dan Mewujudkan Kesejahteraan Rakyat” di Aula Ratona Wali Kota Palopo, Kamis (22/9/2022). Setelah ingatan kolektif tersebut hancur, bangsa ini akan dipecah belah persatuannya. “Untuk kemudian dipengaruhi, dikuasai dan dikendalikan pikirannya, agar tidak memiliki kesadaran, kewaspadaan dan jati diri atau identitas, serta gagal dalam regenerasi untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional bangsa,” katanya. LaNyalla mengatakan, amandemen konstitusi pada 1999-2002 memiliki agenda terselubung tersebut.  “Dan, kita secara tidak sadar telah kehilangan jati diri atau identitas, karena amandemen tersebut menjauhkan bangsa ini dari ideologi Pancasila yang menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutur LaNyalla. Ancaman lainnya adalah proses pencaplokan bangsa ini oleh bukan orang Indonesia asli yang dilakukan dengan tiga tahapan yakni, kuasai perekonomiannya, kuasai politiknya dan kuasai Presiden dan Wakil Presiden-nya. Hal itu terjadi setelah UUD hasil amandemen 1999-2002 mengubah pasal 6 UUD 1945 pada kalimat ‘Presiden Indonesia ialah Orang Indonesia Asli’.  “Jika tiga epicentrum penting tersebut sudah dikuasai oleh bukan orang Indonesia asli, maka Anda semua tidak akan bisa apa-apa lagi,” kata LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, kondisi tersebut akan menyingkirkan dan membuat anak-anak bangsa menjadi penduduk marginal yang tak memiliki kuasa atas kendali bangsa. Tak lagi memiliki kompetensi dan tak mampu bersaing akibat dimiskinkan.  “Lingkaran setan kemiskinan struktural inilah yang akan dilanggengkan. Sehingga, generasi kita di masa depan adalah generasi yang terpinggirkan dan akan dihabisi sebagaimana terjadi pada kaum Melayu di Singapura yang sekarang terpinggirkan,” tutur LaNyalla. Senator asal Jawa Timur itu kemudian memaparkan beberapa paradoksal yang terjadi di negeri ini. Pertama, negara yang kaya raya akan Sumber Daya Alam (SDA) ini, di mana tanahnya sangat subur dengan kekayaan laut yang melimpah, tetapi jutaan rakyatnya hidup miskin dan rentan menjadi miskin. Di sisi lain, segelintir orang dan pejabat semakin kaya raya. Inilah dampak nyata dari amandemen konstitusi, di mana pasal 33 UUD 1945 naskah asli yang terdiri dari 3 ayat dan penjelasannya, telah diubah menjadi 5 ayat dan menghapus total penjelasannya.  “Dampaknya, perubahan mazhab perekonomian Indonesia dari mazhab pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, menjadi mazhab pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan pendapatan pajak,” papar LaNyalla.  Tokoh berdarah Bugis yang besar di Surabaya itu melanjutkan, amandemen tersebut telah melucuti kekuasaan negara terhadap kekayaan yang terkandung di dalam bumi dan air, serta cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak. “Kekuasaan tersebut berpindah kepada swasta, baik nasional maupun asing. Perubahan ini sangat berdampak signifikan. Karena neraca APBN Indonesia menjadikan pendapatan negara dari pajak sebagai sumber pendapatan utama negara,” ujar LaNyalla. Sementara penerimaan negara bukan pajak yang berasal dari pengelolaan atau penguasaan negara atas SDA justru menjadi sumber pendapatan sampingan.  “Sebab, negara telah berubah fungsi hanya sebagai pemberi izin usaha pertambangan, konsesi lahan hutan dan pemberi izin investasi asing yang membawa semua tenaga kerja dari negara asal investor,” urai LaNyalla. Sejumlah peraturan perundang-undangan pun dibuat yang semakin memuluskan penyerahan perekonomian kepada mekanisme pasar. “Sehingga konsep dan filosofi Pancasila, bahwa perekonomian disusun oleh negara, untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat, menjadi dibiarkan tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar, yang memperkaya orang per orang pemilik modal,” jelas LaNyalla. Paradoks berikutnya adalah tugas dari pemerintah negara Indonesia sebagaimana tertulis dalam naskah Pembukaan UUD 1945. Pemerintah berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, terasa semakin jauh dari harapan. “Bagaimana mungkin kewajiban pemerintah untuk menjamin rakyat dapat mengakses kebutuhan hidupnya, dikatakan sebagai subsidi. Ketika APBN tak mampu mengcover, kewajiban pemerintah diubah seolah menjadi opsional atau pilihan, sehingga subsidi dapat dihapus,” katanya. Untuk itu, LaNyalla terus berkampanye menata ulang Indonesia, demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat.  “Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri dan berdikari. Kuncinya, kita harus kembali kepada Pancasila agar tidak menjadi bangsa yang kehilangan jati diri dan karakter,” tuturnya. LaNyalla juga mengajak semua elemen bangsa untuk menyatukan tekad untuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli yang disusun oleh para pendiri bangsa.  “Untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar, dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi. Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli wajib dan harus kita sempurnakan, agar kita tidak mengulang praktek penyimpangan yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru,” demikian LaNyalla. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Staf Khusus Ketua DPD RI, Brigjen Pol Amostian. Hadir di antaranya Wali Kota Palopo M Judas Amir, Wakil Wali Kota Palopo Rahmat Masri Bandaso, Sekda Palopo Firmanza, Rektor Universitas Andi Djemma Palopo Dr Annas Boceng, M.Si, Wakapolres Palopo, Kompol Sanodding, Forkopimda, sejumlah tokoh masyarakat dan ratusan mahasiswa Universitas Andi Djemma. (Sof/LC)

Dewan Kolonel Usung Tema Soekarnois, Sudah Tidak Relevan

Jakarta, FNN – Puan Maharani, Ketua DPP PDIP, mengatakan pembentukan Dewan Kolonel merupakan inisiatif dari anggota DPR. Keputusan PDIP menggunakan istilah Dewan Kolonel menyebabkan masyarakat mempertanyakan tujuan dan adakah keterkaitannya dengan kudeta.  Dalam video berjudul \"Kudeta dan Pemberontakan Dunia Dilakukan Kolonel. PDIP Bentuk Dewan Kolonel Mau Kudeta Siapa?\", Pengamat Politik Rocky Gerung membahas persoalan ini dengan Hersubeno Arief, selaku wartawan senior FNN melalui kanal Youtube Rocky Gerung Official, Rabu (21/09/22).  \"Kita nggak tahu kenapa istilah Kolonel yang dipakai. Tentu untuk efektivitas komando, tapi nanti orang mulai mengira-ngira itu ada apa? Apa benar ada Dewan Kolonel?\" tutur Rocky pada Hersubeno.  Hersubeno menyinggung persoalan yang menyangkut urusan Puan merupakan kelanjutan trah Soekarno. Rocky menanggapi bahwa sistem tradisi Kolonel adalah upaya menaikkan popularitas Puan.  “Tapi kelihatannya memang dimaksudkan ada semacam efisiensi dalam organisasi karena kan Mbak Puan musti digelontorkan suara, artinya dinaikkan popularitasnya tuh. Dan terlihat mungkin hanya sistem yang dipandu oleh tradisi Kolonel itu yang bisa menaikkan Mbak Puan,” ucap Rocky.  Sementara itu, Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jendral PDIP membantah adanya Dewan Kolonel dalam struktur partai. Hasto menyebutkan bahwa dalam partai politik hanya terdapat Dewan Pimpinan Pusat, Dewan Pimpinan Daerah, Dewan Pimpinan Cabang, dan anak ranting, tidak dikenal istilah Dewan Kolonel.  Melihat hal ini, Puan Maharani sudah bisa dipastikan akan mencalonkan diri sebagai calon presiden pada Pemilu 2024. Rocky juga menyoroti aura kepemimpinan PDIP masih bergantung pada Soekarno.  \"Kan tetap PDIP itu digantungkan pada aura kepemimpinan Soekarno. Karena itu, kelihatannya semua istilah akan dikaitkan dengan pemimpin bangsa ini pada Bung Karno,\" ujarnya.  Oleh karena itu, Rocky berpesan kepada PDIP untuk berubah dan tidak selalu berciri \'Soekarnois\' karena seiring perkembangan zaman, tema tersebut sudah tidak lagi relevan.  \"Kita ingin agar supaya partai PDIP berubah, masih ada kader supaya gak selalu Soekarnois. Kan gak mungkin juga partai itu tumbuh di abad 22 dengan tema yang masih Soekarnois sementara itu udah gak relevan,\" tutup Rocky memberi saran.  Menurut keterangan Puan pada Rabu (21/09/22), PDIP membentuk Dewan Kolonel untuk membantu menjalankan tugas-tugas partai PDIP, khususnya kepentingan persiapan menghadapi Pemilu 2024. ((ida, oct)

Semua Jalan Sudah Buntu, Jokowi Hanya Minta Jaminan Reputasinya Tetap Dijaga

Jakarta, FNN – Setelah wacana tiga periode gagal dan taktik musyawarah rakyat (Musra) tidak lagi berhasil, Presiden Joko Widodo mencoba mempertahankan jaminan reputasinya dengan merangkul para politisi.  Rocky Gerung membahas hal ini bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam video berjudul \"Kudeta dan Pemberontakan Dunia Dilakukan Kolonel. PDIP Bentuk Dewan Kolonel Mau Kudeta Siapa?\" melalui kanal Youtube Rocky Gerung Official yang dirilis pada Rabu, 21 September 2022.  Menurut Rocky, Jokowi akan lebih akrab dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, sebagai \'cantolan\' atau sangkutan mendekati hari-hari akhir kedudukannya sebagai presiden.  \"Kelihatannya Pak Jokowi akan bersikap lebih akrab pada Prabowo ketimbang pada Puan dan Ibu Mega. Kan ini soal yang sangat pragmatis bagi Pak Jokowi tentu dia butuh cantolan di hari-hari terakhir ini dan di hari-hari pertama dia lengser,\" ungkap Rocky kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief.  Setelah wacana tiga periode yang sempat disebut pada Musra di Bandung pada Agustus lalu gagal dan wacana menjadi wakil presiden sudah hilang, kini Jokowi terfokus memperbaiki reputasinya pada pemerintahan berikutnya.  “Poin kita selalu adalah Pak Jokowi sudah gagal untuk tiga periode, itu wacananya sudah hilang, juga musyawarah rakyat itu juga sudah nggak mempan tuh. Jadi wakil presiden juga sudah hilang. Jadi tinggal satu poin, yaitu meyakinkan bahwa pemerintahan berikutnya akan menjamin reputasi Pak Jokowi untuk tidak dipersoalkan, baik secara hukum maupun secara sosial,” tutur Rocky.  Rocky juga memaparkan analisisnya bahwa Prabowo akan mengasuh batin dan jalan pikiran Jokowi melalui hikmah yang terselubung.  \"Kelihatannya dalam berapa tahun terakhir ini Pak Prabowo betul-betul mengasuh Pak Jokowi batin dan jalan pikirannya sehingga Pak Jokowi punya kepercayaan kepada Pak Prabowo dan itu blessing in disguise sekali pada Bapak Prabowo,\" tambahnya.  Selain itu, Rocky juga menyebut Desmond J sebagai politisi cerdik. Diketahui, pada Selasa (19/09/22), Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra tersebut menyebutkan bahwa Jokowi sedang cari selamat, sehingga menyampaikan dukungannya terhadap siapapun calon presiden di Pemilu 2024 mendatang.  Rocky berpendapat Jokowi akan merasa aman bersama Gerindra karena pertemuan pertama dengan Prabowo. Hal tersebut juga didukung dengan Gerindra yang telah menjadi partai besar.  \"Jadi kira-kira, Desmond politisi yang cerdik jadi dia mengintip sesuatu untuk dia balikkan nanti. Bahwa pada akhirnya Jokowi akan bersama Gerindra karena rasa aman itu kan ada dari awal dan pertemuan pertama dengan Prabowo waktu diundang untuk masuk kabinet. Kan pasti sudah ada dugaan lebih kuat, bahwa oke kenapa Pak Jokowi butuh Prabowo? Ya, karena Gerindra-nya gede,\" jelas Rocky. (ida, oct).

Usulan Penurunan Syarat Usia dan Pendidikan Pengawas "ad hoc"Disampaikan Bawaslu

Jakarta, FNN - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengusulkan perubahan aturan berupa penurunan syarat usia dan tingkat pendidikan panitia pengawas (panwas) ad hoc untuk Pemilu dan Pilkada Presiden 2024.Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku telah menyampaikan usulan tersebut secara langsung kepada Presiden Joko Widodo dalam audiensi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.\"Kami juga mengusulkan misalnya panwas ad hoc (syarat) usianya diturunkan menjadi 17 atau 18 tahun. Itu juga kami mohon (syarat) pendidikannya itu diturunkan menjadi SMP, bukan SMA,\" kata Bagja kepada awak media usai pertemuan di Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.Bagja meyakini penurunan syarat tersebut akan banyak membantu Bawaslu dalam merekrut panitia pengawas ad hoc hingga ke tingkat kelurahan dan tempat pemungutan suara (TPS).Terkait penurunan level pendidikan, Bagja meyakini lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah cukup memiliki kemampuan mendasar untuk melakukan tugas-tugas pengawas ad hoc.\"(Lulusan) SMP kan pasti sudah bisa membaca, menulis, menambah, mengkali kan ya. Itu cukup jadi kemampuan dasar untuk teman-teman pengawas ad hoc, khususnya di TPS,\" katanya.Menurut Bagja, Presiden Jokowi memberi tanggapan positif atas usulan tersebut dan memahami kesulitan Bawaslu dalam merekrut pengawas ad hoc.\"Pak Presiden bilang bahwa Indonesia ini bukan hanya Jakarta dan Pak Presiden mengerti kesulitan Bawaslu dalam melakukan rekrutmen pengawas ad hoc, khususnya di daerah kepulauan, perbatasan, dan sebagainya,\" jelasnya.Dalam kesempatan yang sama, Bagja mengaku jajarannya juga sempat menyampaikan rekomendasi mengenai revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mungkin diperlukan karena pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di wilayah Papua.Sebelumnya, pada 31 Agustus lalu, Bagja telah menjabarkan dua rekomendasi Bawaslu terkait hal tersebut.Pertama, membentuk Bawaslu provinsi di tiga provinsi DOB Papua. Kedua, menetapkan Bawaslu Provinsi Papua sebagai pelaksana tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu di tiga DOB melalui tambahan ketentuan revisi UU Nomor 7 Tahun 2017.Bagja bersama keempat anggota Bawaslu RI lainnya yakni Herwyn Jefler Hielsa Malonda, Lolly Suhenty, Puadi, dan Totok Hariyono untuk pertama kali mendatangi Istana Kepresidenan Jakarta sejak dilantik untuk masa jabatan 2022-2027 pada 12 April lalu. (Ida/ANTARA)

Apkasi Memfasilitasi Para Bupati Bahas Nasib Tenaga Honorer

Makassar, FNN - Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) memfasilitasi para kepala daerah melakukan pertemuan untuk membahas nasib para tenaga honorer yang mulai tahun 2023 dihapuskan.Sekretaris Jenderal Apkasi Adnan Purichta Ichsan dalam keterangannya di Makassar, Kamis, mengatakan rapat koordinasi dengan sejumlah kepala daerah dan kementerian terkait digelar untuk mencari solusi dari persoalan tenaga honorer setelah terbitnya kebijakan dari pemerintah. \"Jadi, poin pentingnya yang dibahas adalah terkait persoalan tenaga non-aparatur sipil negara (ASN) atau tenaga honorer di pemerintahan daerah masing-masing,\" ujarnya.Adnan Purichta Ichsan yang juga Bupati Gowa, Sulawesi Selatan, itu mengatakan kehadirannya pada pertemuan tersebut untuk mengawal permasalahan tenaga honorer di daerah masing-masing. Pertemuan itu untuk menyatukan persepsi dengan kepala daerah lainnya guna mencari solusi terbaik terhadap nasib tenaga honorer pada masa mendatang.\"Selaku kepala daerah dan Sekjen Apkasi, rakor ini sebagai tempat kami menjelaskan kepada kementerian mengenai permasalahan di daerah. Kami berharap pak menteri yang dulunya juga ketua Apkasi dan juga pernah menjadi bupati dapat melihat permasalahan honorer di daerah dengan lebih detail,\" katanya.Adnan pun berharap melalui pertemuan itu bisa memberikan solusi terbaik bagi daerah dan tenaga honorernya.Adnan menambahkan ada beberapa poin yang telah dibahas sejak awal antara Apkasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Pertama, persoalan keterbatasan anggaran yang dimiliki oleh pemerintah daerah sehingga perlu disusun rentang gaji tenaga honorer sesuai dengan kemampuan daerah.Kedua, bagi tenaga honorer yang tidak mampu mengikuti CAT dengan passing grade dan tidak memenuhi syarat menjadi PNS atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) karena kualifikasi pendidikannya yang tidak terpenuhi, sebaiknya dapat diberikan kesempatan sesuai dengan minatnya. Misalnya, membekali pelatihan kewirausahaan atau Kartu Prakerja.Menurut Menteri PAN-RB Abdullah Azwar Anas, secara aturan penanganan masalah tenaga honorer sudah mulai dijalankan sejak tahun 2005, kemudian berlanjut pada 2012, 2018, 2019, dan 2021.\"Jadi, sebenarnya warning untuk pengangkatan non-ASN ini sudah lama. Tapi, ada fakta juga kalau non-ASN ini tidak ada, pelayanan-pelayanan kita bisa terganggu di kabupaten dan kota,\" terangnya.Anas menjelaskan bahwa saat ini lembaganya sementara mempertimbangkan tiga alternatif penyelesaian tenaga honorer dan terus melakukan koordinasi lintas sektoral, antara lain pada skenario pertama, tenaga honorer diangkat seluruhnya menjadi ASN.\"Hanya saja skenario ini akan menjadi beban yang berat bagi negara dan kompetensi birokrasi kita tentu akan ada problem pada beberapa titik yang ketika saat rekrutmen kualitasnya tidak diperhatikan,\" jelas Anas yang juga mantan Ketua Apkasi.Adapun skenario kedua, yakni tenaga honorer diberhentikan seluruhnya. Sementara, opsi jalan tengah yang ketiga adalah pengangkatan tenaga honorer sesuai dengan prioritas.Ketiga skenario ini akan didiskusikan bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Komisi XI DPR RI. \"Yang lain bukan tidak prioritas, tapi diselesaikan secara bertahap,\" ucap mantan Bupati Banyuwangi dua periode itu. (Ida/ANTARA)

Partai Gelora : Sipol KPU Rawan Serangan Siber, Pemilu 2024 Berpotensi Alami Kekacauan

Jakarta, FNN  -  Kasus peretasan data oleh hacker Bjorka  memicu Indonesia menghadapi dua tantangan besar saat ini. Yakni tantangan eskalasi konflik geopolitik dan konflik Pemilu 2024. \"Pemerintah harus benar-benar menjaga atau memperkuat sistem pertahanan siber kita agar kita tidak terseret dalam konflik yang tidak perlu,\" kata Anis Matta, Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia dalam Gelora Talk bertajuk \'Bjorka dan Ancaman Kedaulatan Digital Kita\', Rabu (21/9/2022) sore.  Dalam jangka pendek yang perlu diantisipasi terkait kebocoran data, menurut Anis Mata, adalah memperkuat sistem pertahanan nasional dengan menjadikan siber sebagai matra baru dalam sistem pertahanan nasional kita. \"Cepat atau lambat, eskalasi konflik geopolitik akan menyeret Indonesia dalam pusaran besaran konflik dalam waktu dekat. Bukan hanya di Eropa, tapi Kawasan Pasifik akan menjadi spot paling panas di hari-hari yang akan datang,\" katanya. Anis Matta menegaskan, serangan siber juga sangat mungkin terjadi pada Pemilu 2024 mendatang, meskipun KPU telah menerapkan kombinasi penggunaan data manual dan digital dalam Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU. \"Proses kombinasi seperti ini sangat memungkinkan terjadinya serangan siber pada Pemilu 2024. Kita bisa saja mengalami banyak kekacauan,\" kata Ketua Umum Partai Gelora ini. Anis Matta meminta pemerintah belajar dari kasus Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) pada 2016 dan 2020. Hasil Pilpres AS tersebut, sampai sekarang tidak dipercayai, bahkan mantan Presiden AS Masih terus mengangkat kecurangan Pemilu 2020 hingga kini. \"Apalagi di tengah krisis ekonomi sekarang ini, sedikit saja ada trigger dari mishandling dalam kasus data Pemilu nanti 2024, kita sangat mungkin terseret dalam kerusuhan politik,\" katanya. Sebab, suasana psikologis masyarakat di tengah krisis ekonomi secara keseluruhan menjelang Pemilu 2024 panas bisa meledak setiap saat. \"Secara mental dan suasana psikologis, masyarakat itu dalam kondisi siap untuk meledak. Karena itu, saya mengulangi kembali agar pemerintah memperkuat sistem pertahanan siber kita, supaya kita tidak terseret dalam konflik yang tidak perlu,\" pungkasnya. Anggota Komisi I DPR Dave Akbarshah Fikarno (Dave Laksono) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peratutan Presiden (Perpres) sebagai tindak lanjut dari pengesahan Undang-undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP) pada Selasa (20/9/2022). \"UU-nya sudah kita kirim ke Istana, semoga dalam waktu dekat akan bisa diberikan ke Presiden. Ini langkah kita selanjutnya untuk peraturan pemerintah, peraturan presiden dan lain-lain yang mengatur secara teknis pidananya,\" kata Dave Laksono. UU PDP ini, kata Dave Laksono, tidak hanya melindungi data pribadi dan negara, juga jaringan. Sementara orang-orang yang mengakses dan menjual data tanpa izin, yang selama ini terkesan dibiarkan, sekarang dapat dipidana karena merupakan perbuatan kriminal, \"Pemerintah diharapkan terus menginventarisasi persoalan keamanan di dunia internet di masing-masing lembaga maupun perbankan, yang rawan diretas hacker,\" katanya. Ia berharap upaya penindakan pelanggaran di dunia siber perlu diperkuat lagi, dengan secepatnya menyelesaikan pembahasan RUU Keamanan Siber sebagai landasan hukumnya. \"Tapi kalau bentuk Satgas, itu sifatnya adhoc, karena kasus Bjorka saja. Sangking cepatnya, kita bingung tukang es ditangkap, padahal nggak punya komputer, nggak bisa beli pulsa bisa jadi TSK. Tetapi infonya, pulangnya dikasih uang Rp 5 juta, ya kita nggak tahulah. Paling nggak aksi Bjorka ini mempercepat penyelesaian UU PDP,\" katanya. Politisi Partai Golkar ini berharap berharap pemerintah lebih sigap lagi memperkuat perangkat hukumnya. Sebab, Saat ini, belum jelas siapa penanggung jawab dari \'wali data\' keamanan siber, apakah Polri, BSSN, Kementerian Kominfo atau membentuk lembaga baru \"Nah, kita berharap setelah PDP ini, RUU Keamanan Siber perlu segera dibahas dan diselesaikan untuk menjaga data dan jaringan kita,\" tegasnya kembali. DPR, lanjutnya, terus mendorong pemerintah untuk memberikan literasi digital kepada publik dalam berbagai forum, selain memperbanyak infrastruktur TIK di seluruh Indonesia. Sehingga, kata Dave Laksono, masyarakat menjadi faham dan mengerti tentang penggunaan digital, dan bijak dalam berselancar di dunia maya. Jangan Dianggap Remeh Sementara itu, Pengamat Intelijen Negara Wawan H  Purwanto, mengatakan, peretasan data yang dilakukan Bjorka hanya bersifat umum, sifatnya pribadi dan tidak ada kebocoran negara. \"Jadi untuk mencegah kebocoran data itu harus dimulai dari diri kita sendiri. Sehingga isu kebocoran data tersebut dinilai hanya hoax saja, semua kita encrypto (enkripsi). Kita cek semua data negara aman,\" kata Wawan. Menurut Wawan, perlindungan data pribadi dan negara perlu melibatkan semua pihak, baik sebagai mitigasi maupun pencegahan kejahatan siber secara nasional maupun lokal. \"Ini peran bersama, pemerintah, swasta untuk membangun infrastruktur guna menjaga perlindungan data publik. Dalam UU PDP ini juga diatur sanksi pidana dan denda,\" katanya. Juru Bicara Badan Intelijen Negara (BIN) mengajak semua pihak bersama-sama menjaga kedaulatan digital kita, melalui peningkatan kapasitas bulding, SDM, dan pembangunan infrastruktur digital. Sehingga Pemilu 2024 tidak terganggu dan berjalan lancar. \"Kita tidak bisa sembrono lagi, semua stakeholder harus bertindak lebih mengenai pengamanan datanya. Dengan adanya kombinasi ini, hasil Pemilu 2024 nantinya diharapkan bisa berjalan lancar dan meminimalisir aksi hacker dalam melakukan peretasan,\" katanya. Pakar Keamanan Siber dan Forensik Digital Alfons Tanujaya, meminta pemerintah jangan menganggap remeh aksi peretasan yang dilakukan Bjorka, meskipun data yang dibobol bersifat umum.  Pemerintah harus berupaya melindungi data pribadi warganya seperti yang telah dilakukan Isreal. \"Israel sebagai contoh, tidak main-main sekarang sudah memiliki tim siber yang terkemuka di dunia. Tim bekerja dan dibiayai negara, dan dilakukan oleh talenta terbaik,\"ungkapnya. Alfons mengatakan, masyarakat Indonesia yang datanya  dibocorkan hanya pasrah dan berdoa saja, karena tidak bisa berbuat apa-apa. \"Jadi ketika kita dikasih telur 10 biji, dikasih tepung dan mentega, itu yang enak dibikin apa? Di tangan saya, itu paling jadi telur dadar atau telur mata sapi. Tetapi di tangan orang jago seperti Bjorka, itu bisa jadi kue yang paling enak,\" katanya. Artinya, di tangan orang awam, big data itu tidak mengerti dan bingung digunakan untuk apa?  Sebaliknya, di tangan orang yang jago, big data tersebut bisa digunakan untuk pemenangan Pemilu 2024. \"Big data bisa digunakan untuk pemenangan Pemilu 2024, pemetaan penduduk di mana saja. itu yang perlu disadari,\" kata peneliti keamanan siber dari Vaksin.com Karena itu, Alfons berharap agar big data dikelola sebagai amanah, bukan sebagai berkah. Sebab, ketika datanya bocor akan merugikan negara dan wargaya. \"Jadi saya berharap berharap kelola big data itu sebagai amanah, jangan sebagai berkah. Harus dilakukan sebagai amanah untuk menjaga data itu Tapi kalau sebagai berkah, lalu datanya bocor, maka kita akan mendapat musibah,\" tegasnya. (sws)

Rezim Makin Arogan, Para Aktivis Berkumpul Membahas Percepatan Perubahan

Jakarta, FNN – Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI) menggelar temu tokoh nasional bertemakan \"Qua Vadis Indonesia Di Tepi Jurang Krisis dan Kebangkrutan\" di Teras Budhe, Jalan Panglima Polim V, Jakarta Selatan, Rabu (21/09/22).  Forum tersebut menghadirkan para aktivis ternama Indonesia, di antaranya Syahganda Nainggolan (Direktur Sabang-Merauke Circle), Rocky Gerung (Pengamat Politik), Edy Mulyadi (Wartawan Senior FNN), Tamsil Linrung (Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI Sulawesi Selatan), Habil Marati (Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Forum Ka’bah Membangun), Said Didu (Mantan Sekretaris Utama Kementerian BUMN), dan tokoh-tokoh lainnya.  Selaku moderator, Syahganda memaparkan konsep acara ini. Pertama, sebagai rasa syukur atas bebasnya Edy Mulyadi. Kedua, mendukung pelantikan Tamsil Linrung sebagai Wakil Ketua MPR oleh Bambang Soesatyo. Dan mendukung gerakan mahasiswa, buruh, ulama, dan emak-emak mengenai BBM. Acara berlangsung selama 1,5 jam dengan inti acara menghasilkan resolusi.  Rocky menjelaskan bahwa harapan itu bersifat absurd apabila hanya diperharapkan. Pengamat politik tersebut sempat membahas G20 yang akan digelar di Indonesia dan mengatakan dirinya ingin menerangkan sungguh-sungguh agar ada variabel yang kita pegang hari ini.  Eskalasi harus diterjemahkan secara jelas, diperluas atau diperdalam. Menurut Rocky, eskalasi itu mestinya diperdalam. Rocky juga menyinggung ketidakadilan yang disebabkan oleh desain pemilu. Rocky mendukung gerakan mahasiswa dan emak-emak untuk menghasilkan lebih cepat aura perubahan. Bahwa perubahan politik hanya berubah kalau direncanakan.  Edy Mulyadi, selaku wartawan senior FNN, menceritakan sedikit pengalamannya saat keluar dari penjara setelah 7 bulan 15 hari. Edy juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada tim pengacara Ahmad Yani yang telah memperjuangkan upaya pembebasannya.  Selanjutnya, Tamsil Linrung menyampaikan karena dirinya dan LaNyalla yang merupakan aktivis berada di DPD RI, apabila keduanya diletakkan di MPR, pemerintah khawatir bahwa massa demonstrasi akan merobohkan pagar DPR agar dapat masuk. Hal tersebut dikarenakan anggota DPD RI itu mengaku akan mengusulkan bahwa demonstran harus diterima untuk masuk ke DPR. Tamsil juga menceritakan rencana dirinya untuk rapat dan mengikuti mekanisme pelantikan.  Habil Marati, Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Forum Ka’bah Membangun, menyampaikan peresmian forum tersebut yang akan digelar pada pertengahan Oktober di Yogyakarta. Habil menjelaskan tujuan dibentuk Forum Ka’bah Membangun untuk menjembatani kader untuk memilih PPP. Habil juga berharap koordinator dapat menemukan kembali Indonesia, salah satu bahu bangsa.  Selanjutnya, Said Didu memaparkan 7 jebakan yang diwarisi oleh bangsa. Pertama, jebakan utang dengan membandingkan utang Soekarno hingga utang Jokowi. Kedua, jebakan infrastruktur tentang mangkraknya pembangunan sehingga berdampak pada perekonomian bangsa. Ketiga, jebakan politik identitas dengan adanya upaya melegitimasi kaum mayoritas. Keempat, jebakan demokrasi cukong. Kelima, jebakan hubungan internasional.  Keenam, jebakan pembelokkan arah bangsa untuk meninggalkan landasan negara. Dan jebakan kodifikasi sosial. Said juga menyatakan kekhawatirannya bahwa sebanyak 50% pendapatan negara akan dipakai untuk membayar utang.  Seperti yang diketahui, ide pencetus PMKI berasal dari Rocky Gerung. Forum ini diadakan sebagai ajang berkumpulnya aktivis-aktivis dan pejuang pergerakan dengan bertukar pikiran untuk mewujudkan karakter bangsa yang lebih baik. (oct)

PMKI Minta Pimpinan MPR RI Berhentikan Fadel Muhammad

Jakarta - Perhimpunan Menemukan Kembali Indonesia (PMKI) meminta pimpinan MPR RI segera mengeluarkan surat keputusan pemberhentian Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR RI dari unsur Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI. \"MPR yang seharusnya mempertimbangkan keputusan DPD yang dilakukan secara kelembagaan melalui rapat paripurna, malah bertindak seolah-olah sebagai pengacara Fadel Muhammad,\" kata tokoh PMKI Syahganda Nainggolan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu. Menurut Syahganda, rapat pimpinan MPR RI pada Senin (19/9) memutuskan mengirimkan surat kepada DPD RI yang intinya menunda pelantikan Tamsil Linrung dengan alasan tidak ada masalah hukum setelah pelantikan. Padahal, kata dia, pergantian dari Fadel ke Tamsil jelas sesuai undang-undang yang berlaku dan dilaksanakan melalui Rapat Paripurna DPD RI. Ia mengatakan surat pimpinan MPR tersebut jelas terlihat mempertimbangkan semua masukan dari seorang Fadel Muhammad dan pengacaranya. Pimpinan MPR malah mengabaikan surat DPD yang merupakan suara forum tertinggi lembaga negara ini, yaitu melalui penghitungan suara terbuka pada rapat paripurna. Hal itu disampaikan Syahganda dalam diskusi bertema \"Quo Vadis Indonesia, di Tepi Jurang dan Kebangkrutan\". Dalam diskusi tersebut, sejumlah aktivis yang ikut menjadi pembicara, antara lain, Rocky Gerung, Muhammad Said Didu, Ahmad Yani, Lieus Sungkarisma, Habil Marati, dan Arif Minardi. Selain itu, PMKI meminta Ketua MPR RI Bambang Soesatyo beserta seluruh pimpinan lembaga negara tersebut agar segera mengagendakan pelantikan Tamsil Linrung. Hal itu guna mengisi kekosongan jabatan Wakil MPR dari unsur DPD. \"MPR bertugas menindaklanjuti dengan melantik Wakil Ketua MPR Tamsil Linrung, hasil keputusan DPD. Tidak boleh menunda pelantikan dan mempertanyakan kembali hasil keputusan Rapat Paripurna DPD itu,\" katanya menegaskan. Sebelumnya, DPD RI menarik dan memberhentikan Fadel Muhammad dari posisi Wakil Ketua MPR RI unsur DPD dalam rapat paripurna. Tamsil Linrung terpilih sebagai Wakil Ketua MPR unsur DPD setelah mengamankan dukungan dalam voting terbuka di Rapat Paripurna DPD. Tamsil berhasil menyisihkan Bustami Zainudin, Yorrys Raweyai, dan Abdullah Puteh dalam pemilihan yang digelar pada Kamis (18/8). Pergantian itu mendapatkan tanggapan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) yang menyatakan pimpinan MPR segera bersurat kepada pimpinan DPD RI terkait pergantian Fadel Muhammad sebagai Wakil Ketua MPR. \"Pimpinan MPR akan segera berkirim surat untuk menjawab surat pimpinan DPD RI terkait usulan pergantian pimpinan MPR unsur DPD RI dari Fadel Muhammad kepada Tamsil Linrung,\" kata Bamsoet dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (20/9). Dia menjelaskan pimpinan MPR RI mempersilakan terlebih dahulu kepada pimpinan DPD RI untuk memastikan bahwa usulan pergantian itu sudah berkepastian hukum sesuai ketentuan UUD NRI 1945, UU MD3, Tata Tertib MPR RI, dan sesuai dengan hirarki perundang-undangan yang berlaku. \"Dengan demikian tidak mengandung konsekuensi masalah hukum di kemudian hari bagi Lembaga MPR,\" ujarnya. (ant/sws)

Hasto Menepis Isu Dewan Kolonel PDIP

Jakarta, FNN - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menepis isu pembentukan Dewan Kolonel oleh anggota DPR RI Fraksi PDIP untuk mendukung Ketua DPR Puan Maharani maju sebagai bakal Calon Presiden (Capres) 2024. \"Tidak ada yang namanya Dewan Kolonel, karena hal tersebut tidak sesuai dengan AD/ART partai,” kata Hasto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu.Ia menambahkan, “Mana ada di dalam partai, struktur seperti militer. Jadi partai kan yang dikenal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai, Dewan Pimpinan Daerah (DPD), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), hingga anak ranting. Sehingga tidak dikenal adanya Dewan-Dewan Kolonel,” katanya pula.Ia menyebut telah berkoordinasi dengan Ketua Fraksi PDIP DPR RI Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi PDIP DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul, keduanya menyebut bahwa isu Dewan Kolonel hanyalah guyonan dalam politik.\"Kemudian saya juga memberi tahu Pak Utut selaku ketua fraksi bahwa Fraksi PDI Perjuangan DPR RI itu tugas utamanya adalah kepanjangan dari partai di dalam memperjuangkan seluruh ideologi dan platform partai, baik fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan,\" katanya pula.Hasto juga membantah bahwa Puan menyetujui Dewan Jenderal. Ia menyebut yang disetujui oleh Puan adalah kemerdekaan dalam berserikat. “Enggak ada. Kan saya sudah memberikan bantahan secara resmi bahwa Dewan Kolonel tidak ada, karena kami adalah partai sebagai suatu institusi yang memperjuangkan kehendak rakyat, yang dimaksudkan Mbak Puan adalah kebebasan di dalam berserikat, berkumpul,\" ujarnya lagi.Dia mengatakan bahkan Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri juga kaget atas mencuatnya isu pembentukan Dewan Kolonel di Fraksi PDIP tersebut. “Bahkan tadi pagi pun, Ibu Mega ketika melihat di running text pada saat saya laporan ke beliau, beliau juga kaget dan kemudian saya diminta memberi penjelasan bahwa tidak ada Dewan Kolonel,” ujarnya pula.Ia kemudian menyampaikan pesan Megawati agar seluruh kader PDIP berdisiplin utamanya terkait dengan capres dan cawapres yang dinamikanya sangat kuat. Ia menyebut fokus seluruh kader PDIP saat ini ialah menjadi jembatan aspirasi rakyat agar terbangun energi positif untuk kemajuan bangsa.“Diingatkan oleh Ibu Ketua Umum (Megawati) bahwa berpolitik itu harus melihat konteks, dan konteks yang saat ini adalah partai turun ke bawah membantu rakyat, membangun harapan rakyat, apalagi situasi yang belum pulih akibat pandemi, kemudian disusul kebijakan yang terpaksa harus diambil terhadap kenaikan BBM,\" kata Hasto. (Sof/ANTARA)

Digitalisasi Pemilu Menuju Pesta Rakyat yang Demokratis

Tanjungpinang, FNN - Pemanfaatan teknologi dalam pemilu bukan sebuah halusinasi. Penggunaan teknologi dalam proses pesta demokrasi, yang kemudian dikenal dengan istilah digitalisasi pemilu, merupakan harapan yang dapat diwujudkan.Pada era digitalisasi, penggunaan teknologi pada masa pemilu merupakan keniscayaan. Karena, digitalisasi pemilu diyakini mampu memberi kemudahan masyarakat untuk menggunakan hak suaranya. Penggunaan perangkat digital dalam pemilu juga menciptakan efisiensi, baik dari aspek anggaran maupun sumber daya manusia.Energi yang dikeluarkan penyelenggara pemilu sudah tidak terlalu besar dibanding pemilu dengan sistem konvensional.Penggunaan teknologi dalam pemilu juga mampu menghadirkan pemilu yang transparan dan mencegah terjadi pelanggaran pemilu akibat kelalaian maupun keterbatasan pengawasan. Teknologi akan mempermudah penyelenggaraan tahapan pemilu dan memperkuat pengawasan pemilu, meski jumlah petugas yang terbatas.Menyadari bahwa pemilu sebagai akar demokrasi untuk melanjutkan estafet kepemimpinan, berbagai negara pun mulai mencobanya. Dari hasil penelitian International Idea tahun 2019 terhadap 106 negara, diperoleh kesimpulan bahwa digitalisasi pemilu merupakan langkah tepat untuk melahirkan pemimpin dari pesta demokrasi yang demokratis, transparan, jujur, dan adil.India dengan jumlah penduduk mencapai 1,3 miliar orang, misalnya, menggunakan e-voting dalam pemilu berskala nasional maupun lokal. Filipina, yang berada dalam satu kawasan (ASEAN) dengan Indonesia, Brazil, Estonia, Kazakhstan, Norwegia, Nepal, Rusia, Pakistan, Amerika, dan Belgia juga memanfaatkan teknologi pada tahapan pemungutan dan penghitungan suara pemilu.Meski demikian, penggunaan teknologi dalam penyelenggaraan tahapan pemilu masih ditemukan kelemahan, seperti masalah keamanan sistem yang dibangun sehingga berimbas pada kepercayaan pemilih. Padahal, kepercayaan masyarakat pemilih merupakan bagian terpenting dalam pemilu. Krisis kepercayaan terhadap pemilu merupakan benih konflik yang potensial membesar.Tidak semua negara berhasil menggunakan teknologi pemilu. Bahkan dua negara maju, seperti Belanda dan Jerman kembali menyelenggarakan pemilu secara konvensional setelah gagal menggunakan sistem digitalisasi.Dari keberhasilan dan kegagalan dalam penyelenggaraan tahapan pemilu dengan memanfaatkan teknologi itu seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Perhatian itu sebagai bentuk evaluasi terhadap kelemahan dalam sistem digitalisasi pemilu untuk kemudian ditingkatkan. Mengembalikan sistem digital pemilu menjadi konvensional juga bukan jawaban kebutuhan kepemiluan, melainkan menurunkan derajat harapan masyarakat.Perkembangan teknologi dari masa ke masa tidak terlepas dari peran dunia pendidikan, terutama kampus. Kampus harus mampu melahirkan dosen dan mahasiswa yang memiliki kualifikasi mengembangkan teknologi untuk berbagai sektor strategis, salah satunya pemilu.Pemilu di IndonesiaSetahun berjalan era reformasi, Indonesia ternyata sudah berupaya menggunakan teknologi pemilu, meski tidak menyeluruh. Tepatnya tahun 1999, sejarah teknologi kepemiluan dimulai setelah pemerintah menyadari digitalisasi pemilu akan mempermudah KPU dan jajarannya menyelenggarakan tahapan pemilu.Digitalisasi pemilu juga dinilai mampu melahirkan pemimpin dari proses pemilihan yang berkualitas, transparan, dan profesional.Dalam catatan sejarah kepemiluan di Indonesia, digitalisasi pemilu tidak dilaksanakan dalam seluruh tahapan, melainkan pada proses pendaftaran partai politik peserta, pengelolaan logistik pemilu, rekapitulasi pemilu, registrasi pemilih, pendaftaran calon, kampanye, dan laporan dana kampanye.Dalam hal ini, rekapitulasi suara hasil pemilu bukan merupakan alat bukti, melainkan hanya berperan sebagai alat bantu. Padahal teknologi rekapitulasi suara yang kemudian disebut sebagai e-recap dalam Sistem Penghitungan (Situng) dibangun untuk mempermudah proses rekapitulasi suara dari hasil penghitungan konvensional di tempat pemungutan suara (TPS).Kesalahan dalam input data pemilih di TPS menyebabkan kesalahan rekapitulasi suara atau sebaliknya. Namun KPU RI menyadari Situng memberikan kemudahan bagi jajarannya, mulai di tingkat kelurahan hingga provinsi dalam proses rekapitulasi suara.Berkaca dari pengalaman dalam proses digitalisasi Pemilu 2019, misalnya, penggunaan teknologi pada tahapan yang penting dan strategis sebaiknya dilaksanakan pada Pemilu 2024. e-voting merupakan salah satu tahapan yang penting sebagai penyeimbang e-recap.Sistem pemungutan suara secara digital atau elektronik merupakan gagasan strategis  yang menjawab kebutuhan publik saat ini.Penyelenggara pemilu dan pemerintah harus mampu membangun kepercayaan publik dalam pemilu dengan melahirkan sistem yang mudah, transparan, dan berkualitas. Sistem itu juga sebagai bagian terpenting melahirkan kepercayaan peserta pemilu yang sudah terkuras energinya berkompetisi dalam pemilu.e-voting mampu mengurangi beban kerja petugas, meningkatkan kualitas pemilihan, dan menghemat anggaran. Namun, hasilnya dipengaruhi pada sistem yang dibangun sehingga memang wajib memperhatikan aspek keamanan dan keandalan sistem digital yang digunakan.Kemudahan dalam proses pemungutan suara juga menjawab kebutuhan publik pada masa pandemi COVID-19. Protokol kesehatan masih harus dilaksanakan untuk mencegah penularan COVID-19. E-voting mengharuskan pemilih dan petugas tidak berinteraksi. Pemilih juga tidak perlu mencoblos surat suara, melainkan cukup menentukan pilihan melalui sistem atau aplikasi khusus yang telah disiapkan secara digital.e-voting juga tidak membutuhkan bilik suara, gembok, meja, dan peranti fisik lainnya di TPS. Kemudian penggunaan e-voting juga mengurangi jumlah petugas di TPS, PPS, dan PPK, termasuk petugas keamanan dan pengawas pemilu di lokasi itu.Dari uraian tersebut dapat diprediksi sekitar 60 persen anggaran negara yang dialokasikan untuk anggota badan ad hock dan lainnya pada pemilu, dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya.Contohnya, pada Pilkada Kepri 2020, KPU Kepri mendapatkan dana hibah sebesar Rp98 miliar, yang sebagian besar digunakan untuk membayar honor anggota badan ad hock, seperti KPPS, PPS, dan PPK.Tahun politikWarsa 2024 menjadi tahun politik yang paling sibuk. Bagaimana tidak, pemungutan suara yang dijadwalkan serentak di 514 kabupaten dan kota pada 14 Februari 2024, itu merupakan sejarah baru bagi Indonesia. Bagaimana tidak, beberapa bulan setelah pemilu atau tepatnya 27 November 2024 Indonesia kembali menyelenggarakan pilkada serentak di 34 provinsi.Seluruh pihak tentu tidak menginginkan peristiwa suram pada Pemilu 2019 kembali menimpa penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan kelurahan. Berdasarkan catatan KPU, kala itu sebanyak 894 petugas meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit saat melaksanakan tugas.Jalan tengah untuk mengurangi beban kepada penyelenggara pemilu di tingkat kecamatan dan kelurahan adalah membangun sistem dengan memanfaatkan teknologi. Petugas yang kelelahan dalam menyelenggarakan pemilu secara konvensional sebaiknya menjadi isu yang dibahas saat ini untuk memulai peradaban baru dalam proses kepemiluan yang canggih namun bisa dilakukan  sederhana berkat dukungan teknologi.Petugas yang kelelahan mengerjakan tugas-tugas kepemiluan akan mempengaruhi kinerjanya, misalnya, keliru menginput perolehan suara salah satu peserta pemilu. Kesalahan penginputan perolehan suara, yang kemudian menyebabkan kesalahan dalam rekapitulasi suara, berpotensi menimbulkan permasalahan lainnya akibat ketidakpercayaan publik.Karena itu, e-voting dan e-recap merupakan dua tahapan yang perlu diperhatikan, tidak hanya sebatas alat bantu, melainkan sebagai salah satu alat ukur keberhasilan dalam pemilu. (Sof/ANTARA)