POLITIK

Ganjar Ojo Kesusu, Pak Jokowi Masih Mau Tiga Periode

Jakarta, FNN – Pengamat politik Rocky Gerung meyakini di belakang Jokowi ada kerapuhan institusi dan nilai yang sekarang sudah mulai disadari oleh ormas Projo sebagai pendukung utama Jokowi menjadi presiden. Analisis Rocky ini menyikapi pernyataan Presiden Jokowi dalam Rakernas V Pro-Jokowi (Projo) di Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang dibaca publik sedang menyiapkan Ganjar sebagai penerus Jokowi.  “Saya kenal teman-teman di Projo yang sebagian dari mereka berupaya untuk mengevaluasi keputusan-keputusan politik di masa lalu.  Karena beberapa teman di Projo menganggap Indonesia atau Pak Jokowi sebetulnya di belakangnya ada kerapuhan institusi, ada kerapuhan nilai, dan mereka mulai pulih melihat itu. Jadi saya bisa tafsirkan, tafsir saya, Pak Jokowi tahu dia akan dievaluasi oleh Projo maka dia mengatakan “ojo kesusu, jangan terburu-buru untuk menganggap bahwa saya tidak akan mencalonkan diri lagi”. Kira-kira begitu,” kata Rocky Gerung kepada wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Ahad, 22 Mei 2022. Rocky menegaskan bahwa sesungguhnya Jokowi tidak menyiapkan Ganjar Pranowo apalagi Ercik Thohir sebagai proksi.   “Ganjar itu bukan disiapkan oleh Jokowi. Demikian juga orang yang lain, apalagi Erik Tohir.  Bapak Jokowi tetap seorang yang ingin bahwa kesempatan dia untuk memimpin tiga periode jangan dihalangi dulu oleh berbagai macam kalkulasi. Jadi pesannya jelas, “ojo kesusu, jangan terburu-buru menganggap saya udah nggak punya ambisi,” paparnya. Rocky mengingatkan bahwa politik Indonesia harus dibaca between the line dan Pak Ganjar sebetulnya ingin mendapat kepastian, bahwa dialah yang akan dijadikan sebagai putra mahkota. “Tetapi Projo ini kan bukan sekadar pasukan yang biasa disebut pasukan nasi bungkus, beberapa di kalangan Projo saya  kenal betul, kemampuan mereka untuk menganalisis politik. Itu teman-teman baik saya yang juga menginginkan agar supaya Indonesia dirawat melalui etika politik. Jadi itu sebetulnya saya anggap bahwa Projo ingin mengevaluasi kekuasaan berdasarkan etika politik,” paparnya. Rocky menegaskan bahwa sebagian teman-temannya di Projo berharap masih ingin agar Indonesia dilahirkan kembali melalui basis etika politik, juga memperhatikan sepak terjang dari Ganjar soal keadilan di bidang pertanahan. Mereka  juga tahu bagaimana Ganjar gagal untuk memberantas kemiskinan di Jawa sehingga angka stunting di  Jawa itu naik terus, demikian juga disparitasnya naik. “Nah, bagian dari Projo ini yang saya kira musti kita dukung supaya betul-betul ada kemampuan dari dalam diri presiden untuk melihat bahwa ada yang gagal dalam kepemimpinan dia. Itu etika politik. Mudah-mudahan itu bisa menjadi pertimbangan di dalam diskusi-diskusi Projo di Magelang. Saya hanya mengusulkan itu karena saya kenal kemampuan sebagian mereka adalah untuk mengevaluasi politik dengan basis nilai, basis etik,” tegasnya. Tak hanya itu kata Rocky, yang juga harus dilihat adalah kemampuan kita untuk menilai dan memastikan bahwa Jokowi memang masih menghendaki itu. “Oleh karena itu segala upaya dilakukan, diam-diam maupun terbuka. Tapi sekali lagi, fungsi dari pers kan sekadar memetakan, lalu mengalisis. Dan dalam menganalisis itu, analisis FNN terutama, selalu ditunggu oleh masyarakat sipil. Saya bicara dengan teman-teman pemuda di Bima menganggap kalau kita mau tahu analisis politik lewat apa? Apakah lewat berkas konferensi pers, dari Pak Airlangga, apakah melalui pernyataan-pernyataan Pak Jokowi yang selalu mendua. Ya lewat FNN,” paparnya. Menurut Rocky, masyarakat ingin melihat ketegasan. Ketegasan yang tidak pernah diucapkan baik oleh Presiden Jokowi mengenai siapa yang akan jadi penerus dia, maupun oleh oposisi yang tiba-tiba muncul dari istana, semacam kelompoknya Airlangga Hartarto itu. “Jadi kekacauan yang membuat kita menganggap bahwa memang publik tidak lagi menghendaki tukar tambah yang terselubung. Publik mau yang terang terangan saja. Airlangga kalau mau beroposisi keluar dari kabinet, bangun kekuatan, kami akan dukung. Kira-kira begitu,” papar Rocky. Demikian juga Jokowi kalau memang niatnya masih ingin berkuasa ya ucapkan saja bahwa Ganjar itu bukan proksi saya. “Jadi jangan memanfaatkan angin liar sehingga badai itu justru dihasilkan dari istana. Itu pointnya,” tegas Rocky. Rocky mengingatkan, apapun ambisi politik kita, semua itu akan dibatalkan oleh keadaan ekonomi yang terus memburuk. “Jadi bangsa ini bakal berantakan justru karena ambisi politik itu disalurkan sekadar sebagai ambisi, bukan sebagai konsep.  Kan kalau Pak Erick misalnya punya ambisi, ya sudah terangkan saja bagaimana cara dia menyelesaikan masalah kebutuhan pokok yang semakin sulit, biaya energi, biaya pangan, dan  segala macam. Tentu orang mau dengar itu. Bukan karena poster Pak Erick yang sekarang ada di mana-mana,” tegasnya. Demikian juga Pak Jokowi, kalau dia ingin memperpanjang, kasih tahu, ada jalan keluar baru nggak, masalah ekonomi. Ganjar juga begitu. “Jadi, kita balik lagi pada prinsip dasar bahwa ekonomi yang akan mendikte politik. Kalau kata Bill Clinton dulu, apa sebetulnya problem dalam politik? Soal ekonomi goblok. The economy stupid,” pungkasnya. (ida, sws) 

ANTARA Mengajak Media Kampanyekan Jurnalisme Positif-Konstruktif

Jakarta, FNN - Direktur Pemberitaan (Dirpem) Perum Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Akhmad Munir mengajak media massa mengampanyekan penerapan jurnalisme positif dan konstruktif guna menghadapi pertempuran dengan media sosial dalam memberikan informasi yang benar dan tepat.“Pertempuran antara media massa dan media sosial ini dapat berlangsung cepat ketika ada kesadaran kolektif dari para pemilik dan pengelola media massa untuk melakukan jurnalisme positif dan konstruktif. Oleh karena itu, ada baiknya kita terus berkampanye mengenai penerapan jurnalisme positif dan konstruktif,” kata Cak Munir, sapaan akrab Akhmad Munir.Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam diskusi media secara virtual bertajuk “Membaca Arah Jurnalisme Positif dan Konstruktif”, sebagaimana dipantau di Jakarta, Jumat.Lebih lanjut, Cak Munir menjelaskan pertempuran yang dihadapi oleh media massa dengan media sosial itu bukan berarti menjadikan media sosial sebagai musuh media massa.\"Pertempuran yang dihadapi media massa dengan media sosial adalah terkait dengan konten-konten hoaks yang mendominasi media sosial sehingga mengantarkan masyarakat pada misinformasi. Konten-konten (media sosial) itulah yang bertempur dengan kita (media massa),\" ujar dia.Dalam pertempuran itu, lanjut Cak Munir, media massa harus menjelaskan dan mengedukasi masyarakat mengenai suatu informasi.\"Di sinilah muncul yang namanya jurnalisme positif dan konstruktif, yaitu bagaimana berita-berita yang kita siarkan sebagai perusahaan media memiliki unsur edukasi, menggerakkan, memberdayakan, serta menginspirasi masyarakat,\" jelas dia.Selanjutnya, menurut dia, meskipun media-media arus utama (mainstream) di Indonesia pada saat ini sudah dapat dikatakan menerapkan jurnalisme positif dan konstruktif dalam pemberitaan, hal tersebut belum diterapkan pula oleh media nasional secara luas, khususnya media-media daring (online).Cak Munir menilai secara umum, media mainstream telah menerapkan jurnalisme positif dan konstruktif dengan baik karena dalam pemberitaan, mereka mematuhi Undang-Undang Pers, pedoman media siber, serta etika dan kaidah jurnalistik.Sementara terkait dengan media-media daring, menurut dia, ada beberapa di antara mereka yang masih mengabaikan etika dan kaidah jurnalistik dalam pemberitaan.Pada kesempatan yang sama, Ketua Departemen Kemitraan dan Hubungan Internasional Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Anthony Wonsono menyampaikan bahwa jurnalisme positif merupakan jurnalisme yang beritikad baik dan mematuhi etika serta kaidah-kaidah jurnalistik.“Intinya, jurnalisme positif adalah jurnalisme yang beritikad baik dan sejatinya mematuhi etika atau kode etik jurnalis serta kaidah jurnalistik,” kata dia.Jurnalisme konstruktif, katanya menegaskan, adalah pemberitaan yang tidak hanya menyebarkan informasi tetapi juga mengarah pada pemberian solusi. (Ida/ANTARA)

Harkitnas Momentum Bangun Kebanggaan Nasional

Jakarta, FNN - Tokoh Muda Nahdlatul Ulama (NU) Dr KH Adnan Anwar mengatakan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) harus menjadi momen membangun kebanggaan nasional agar masyarakat tidak terperangkap dalam imajinasi liar membentuk negara agama seperti yang diyakini kelompok radikal.\"Harus ada yang namanya disebut kebanggaan nasional, semua warga bangsa utamanya kaum milenial ini harus memperkuat jati diri keindonesiaannya, bahwa Indonesia ini memiliki peradaban yang sangat maju dan mampu mengelola perbedaan, serta bisa mengelola berbagai macam tantangan,\" kata Adnan Anwar dalam siaran pers dari Pusat Media Damai Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang diterima di Jakarta, Jumat.Disamping membangun kebanggaan nasional sebagai bangsa dengan sejarah besar dan budaya toleransi yang kental, lanjutnya, Harkitnas juga harus bisa menjadi momentum agar semua warga bangsa senantiasa menyuntikkan spirit nasionalisme dan patriotisme di hati sanubari anak bangsa.\"Seperti di masa lalu, kaum muda berani membuang ego sektoral dan sentimen primordial demi memperjuangkan kepentingan yang lebih besar, yakni kemerdekaan bangsa,\" ucap Direktur Panata Dipantara yang bergerak dalam bidang kajian kontra-narasi dan ideologi paham radikal terorisme tersebut.Terlebih lagi, tambahnya, praktik intoleransi, ekstremisme, radikalisme, dan terorisme dalam beberapa tahun terakhir membuat relasi keagamaan dan kebangsaan menjadi renggang akibat merebaknya paham ekstremisme-kekerasan yang dilatarbelakangi oleh konservatisme dan fanatisme keagamaan.\"Padahal agama-agama di Indonesia, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu selama ini sangat berperan sangat aktif sebagai stabilisator dan penjaga NKRI. Namun, ideologi transnasional bertopeng agama justru telah menyumbang andil pada lunturnya nasionalisme,\" jelas pria yang akrab disapa Kyai Adnan itu.Oleh karena itu, pria yang juga Instruktur Pendidikan Kader Penggerak Nahdatul Ulama (PKPNU) Nasional itu kembali mengingatkan kebanggaan sebagai bangsa (pride of nations).Kebanggaan terhadap nasionalisme bangsa Indonesia harus dimunculkan, bahwa membesarkan bangsa itu lebih baik daripada mencari pilihan ideologi lain, yang belum terbukti kalau diterapkan bisa menghasilkan kemaslahatan atau kebaikan.\"Dan kita juga harus selalu mensyukuri atas peran dari para founding father, yang mampu melahirkan sebuah negara besar dengan tingkat keragaman paling kompleks, yang masih eksis dan paling aman. Kita perlu mewujudkan rasa syukur dan bangkit bahwa negara kita adalah yang terbaik di antara negara yang lain yang sedang berkonflik,\" jelasnya.Sehingga, dalam hal ini, perlu peran tokoh agama dan masyarakat guna mendorong kebangkitan dalam melawan ancaman nyata intoleransi, ekstremisme, dan radikalisme melalui dakwah yang menyejukkan.\"Tokoh agama harus mampu memberikan penerangan dan pengertian hingga level grassroot dalam melawan intoleransi, ekstremisme, dan radikalisme. Seperti apa yang sudah diupayakan BNPT dan Gugus Tugas Pemuka Agama yang bertugas memberikan pencegahan paham radikal terorisme,\" katanya.Indonesia adalah negara yang berbasis agama terbesar di dunia. Masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama yang taat dan setia menjalankan syariat agamanya dan tokoh agama dipandang masyarakat sebagai orang yang dijadikan panutan, jelasnya.\"Tidak hanya itu, para tokoh agama atau tokoh masyarakat tentunya perlu memperkuat forum kerukunan lintas agama dan lintas kultur di semua tingkatan masyarakat. Seperti FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) tentunya, perlu diperluas dan diperkuat kualitas dialognya,\" katanya.Dalam kesempatan yang sama, Adnan juga ingin mendorong ketegasan Pemerintah dalam penerapan Pancasila yang lebih masif untuk mendorong kebangkitan semangat nasionalisme masyarakat melawan ancaman nyata intoleransi, ekstremisme, dan radikalisme.\"Tentunya Pemerintah diharapkan harus bersungguh-sungguh dalam menerapkan Pancasila ini dalam formulasi kebijakan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang luhur. Ini harus diupayakan bersama untuk bangkit melawan segala paham atau gerakan yang menjadi ancaman penting bagi keutuhan NKRI,\" ujarnya. (Sof/ANTARA)

LSJ: Prabowo Capres Pilihan Generasi "Digital Natives"

Jakarta, FNN - Lembaga Survei Jakarta (LSJ) menyebutkan bahwa Prabowo Subianto merupakan calon presiden yang paling banyak menjadi pilihan generasi digital natives, yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam dunia digital. \"(Prabowo) mengungguli Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo yang berada di bawahnya,\" kata Peneliti Senior LSJ Fetra Ardianto dalam siaran pers hasil survei yang dilakukan secara daring di Jakarta, Kamis. Generasi digital natives, menurut LSJ adalah generasi yang lahir berdampingan dengan teknologi informasi, generasi di bawah 35 tahun. Mereka adalah orang-orang yang sangat aktif berselancar di internet mencari berbagai informasi, termasuk informasi tentang capres. Prabowo, dalam survei tersebut, memperoleh 24,9 persen suara responden yang merupakan berasal dari generasi digital natives. \"Mereka mempersepsikan Prabowo sebagai seorang negarawan yang paham dan mampu mengatasi berbagai masalah ekonomi, termasuk masalah lapangan kerja yang paling menjadi perhatian dan dibutuhkan anak muda,\" kata dia. Alasan lainnya adalah dengan jarangnya Prabowo berpolemik atau memicu polemik di medsos maupun di panggung politik nasional akhir-akhir, justru diapresiasi para warganet yang mayoritas merupakan anak-anak digital natives. Di bawah Prabowo, menurutnya ada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memperoleh 20,6 persen, lalu 12,4 persen responden memilih Ganjar Pranowo, dan 10,1 persen menjatuhkan pilihan pada Sandiaga Uno. Nama-nama capres lain memiliki elektabilitas yang kurang signifikan di kalangan generasi digital natives. Hanya Ridwan Kamil, Ahok, dan Dedi Mulyadi yang tingkat elektabilitas sedikit lumayan, yakni masing-masing 5,7 persen, 5,4 persen, dan 3,6 persen. \"Suatu temuan menarik dari survei LSJ kali ini adalah rendahnya elektabilitas Ganjar Pranowo di kalangan generasi digital natives. Meskipun dalam berbagai rilis lembaga survei elektabilitas Ganjar disebut cukup tinggi, di kalangan digital natives ternyata tidak terlalu menarik,\" ucap Fetra Ardianto. Menurut dia, hanya 12,4 persen anak-anak digital natives yang mengaku akan memilih Ganjar jika pilpres dilaksanakan hari ini. \"Ini tentu sebuah fenomena anomali, mengingat Ganjar merupakan salah satu capres yang paling banyak manggung di media sosial yang notabene merupakan panggungnya anak-anak muda,\" kata dia. Sementara, LSJ melihat kenapa publik lebih memilih Prabowo dibandingkan Anies dan Ganjar yang lebih aktif di media sosial karena sosok Ketum Partai Gerindra itu dipersepsikan tidak ambisius menjadi presiden, berbeda dengan Ganjar dan Anies yang sangat aktif di medsos sebagai capres. Provokatif\"Pendukung Ganjar dan Anies yang sangat provokatif dan kontradiktif di medsos justru dikhawatirkan oleh generasi digital natives membuat negeri ini akan terus terjebak dalam polarisasi yang tidak produktif,\" katanya. Selain itu, safari Lebaran Idul Fitri yang dilakukan Prabowo dengan menemui sejumlah tokoh nasional dan ulama senior, tampaknya juga diapresiasi positif oleh generasi digital natives. Berdasarkan analisis media monitoring yang dilakukan oleh LSJ, sentimen negatif warganet dalam 2 minggu terakhir terhadap Prabowo Subianto sangat rendah (5 persen), sementara sentimen positifnya cukup tinggi (37,1 persen). \"Artinya, apa yang dilakukan Prabowo dalam 2 minggu terakhir dengan melakukan safari Idul Fitri diapresiasi positif oleh warganet dan oleh generasi digital natives khususnya. Sebaliknya pada saat yang sama, sentimen negatif terhadap Ganjar dan Anies cukup tinggi, yakni 18 persen dan 35,8 persen,\" ujarnya. Survei LSJ dilaksanakan pada 15 hingga April 2022 di 34 provinsi di Indonesia. Proses penarikan sampel dilakukan secara purposif dengan klasifikasi berdasarkan usia 15-34 tahun (generasi digital natives). Proses penentuan jumlah responden menggunakan metode Lemeshow, diperoleh 1.225 sampel dengan margin of error plus minus 2,8 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan, pengumpulan data dilakukan melalui teknik tatap muka dengan pedoman kuesioner. (mth/Antara)

Bikin Blok di Dalam Kabinet, Airlangga Cs Dungu Juga Ternyata

 Jakarta, FNN - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar Airlangga Hartarto meminta kader Partai Golkar untuk meningkatkan kerja sama dengan kader Partai Persatuan Pembangunan dan kader Partai Amanat Nasional dalam bingkai Koalisi Indonesia Bersatu. Airlangga menegaskan bahwa koalisi tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, yakni mengawal pembangunan hingga 2024.   “Ini koalisi Pak Airlangga kadang kala pinter, kadang kala dungu juga.  Karena orang mau dapat keterangan jelas dari beliau, dia bikin koalisi buat apa. Ini kan blocking baru di dalam kabinet dan kalau dia blocking lama ya bilang saja bahwa ini adalah extention dari kepentingan presiden,” kata pengamat politik Rocky Gerung dalam wawancara eksklusif dengan wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Kamis, 19 Mei 2022. Rocky menegaskan dengan pernyataan Airlangga tersebut akhirnya publik menilai bahwa ia sama juga dengan bosnya, plin plan. Keterangan yang diberikan Airlangga bahwa PAN dan PPP itu mau bikin koalisi baru yang sifatnya netral dengan koalisi di istana. “Sekarang dia bilang kita nggak berbeda, kita bisa melanjutkan. Ngapain bikin koalisi di blok baru, bikin blok baru kalau untuk melanjutkan,” paparnya. Sebelumnya para analis kasih point bahwa bagus juga Pak Airlangga ambil inisiatif untuk memberi sinyal bahwa dia bagian rasional dari kabinet. “Tetapi sekarang dia bilang enggak, kita bagian dari Jokowi. Jokowi irasional, itu artinya kebijakan dia kemarin juga irasional kan?,” tegsnya. Rocky heran dengan sikap Airlangga yang tidak konsisten. Ia ingin agar logika semacam ini diluruskan. “Ini yang mau kita tuntun supanya jangan jadi dungu kalau bikin kebijakan. Jadi sekali lagi, publik hanya ingin lihat, kalau Airlangga rasional mustinya dia berbeda dengan Jokowi yang irasional. Demikian juga dua pengikutnya itu. Kalau sekarang dia bilang hanya melanjutkan, berarti Airlangga Cs atau blok koalisi baru ini mau melanjutkan irasionalitas kebijakan Jokowi,” paparnya. Koalisi coba-coba yang berubah haluan itu, menurut Rocky mungkin karena ada tekanan baru. “Mereka tiba-tiba berubah. Jadi, begini-beginian ya sudahlah, memang ngga ada pemimpin.  Mending kita bikin bangunan blok sendiri saja dari pada berharap kecelakaan di istana,” paparnya. Pola-pola gertak seperti Airlangga Cs itu menurut Rocky, sesungguhnya dalam upaya cari selamat. “Begitu ditegur, pasti soal komorbid dari tiga tokoh politik ini juga sudah dibongkar-bongkar oleh istana kan? Lalu mereka berubah, enggak, kami bikin blok justru untuk mem-backup bahkan melanjutkan Pak Jokowi, entah tiga periode atau perpanjangan kekuasaan,” paparnya. Dari kenyataan ini, kata Rocky akhirnya masyarakat bisa mengukur kualitas kepemimpinan kita. Rocky menyarankan kalau memang punya komorbid, tidak usah sok-sok beroposisi dari dalam, sehingga membuat bingung masyarakat. “Sudahlah, itu kita anggap blok ini, akhirnya blok abal-abal juga. Dan kita kampanyekan saja bahwa jangan percaya pada keterangan dari blok yang baru ini. Lebih baik kita bikin blok tandingan saja. Dan semua kapasitas kita yang ingin kita investasikan bagi demokrasi jangan sampai tercuri atau seolah-olah ada harapan baru dengan blok ini.  Ini blok yang sama juga,” tegasnya. Mulai sekarang, kata Rocky, kita anggap bahwa Airlangga (Golkar), PAN, dan PPP adalah ingin memperpanjang kekuasaan Pak Jokowi karena mereka menyatakan bahwa kami ingin melanjutkan kepemimpinan dan strategi dan segala macamlah. “Jokowinomic akan dilanjutkan oleh Pak Airlangga, Jokowi-isme juga akan dilanjutkan oleh PAN, dan Jokowi, etc akan dilanjutkan oleh PPP. Jadi, ini tiga partai yang sebetulnya konyol, dianggap berisi ternyata kosong,” pungkasnya. (sof, sws)  

Revisi UU ASN Mengakomodasi Tiga Putusan MK

Jakarta, FNN - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal menyatakan revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) akan mengakomodasi tiga keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan ASN.\"Rapat Panja RUU ASN tadi tidak mengambil keputusan apa pun, hanya memberikan penjelasan tentang apa yang sudah ditetapkan MK. Kami akan mengakomodasi putusan MK tersebut dalam revisi UU ASN,\" kata Syamsurizal di Jakarta, Kamis.Dia menjelaskan ada tiga putusan MK yang akan diakomodasi dalam RUU ASN. Pertama, Putusan MK Nomor 41/PUU/XII/2014 yang menilai Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN bertentangan dengan UUD 1945.Menurut dia, Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU ASN disebutkan ASN yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, presiden, dan wakil presiden harus mengundurkan diri.\"Namun dalam Putusan MK Nomor 41/PPU/XII/2014 disebutkan ASN yang telah ditetapkan sebagai calon kepala daerah, calon presiden, calon wakil presiden tak harus mengundurkan diri. MK benar itu, kalau daftar lalu tidak lolos, kasihan karena sudah mengundurkan diri,\" ujarnya.Kedua, menurut dia, Putusan MK Nomor 8/PUU/XIII/2015 yang mengubah Pasal 124 ayat (2) UU ASN, yang sebelumnya disebutkan \"Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat\".\"Ketika selesai jabatan negara bisa balik lagi, dikasih kesempatan 2 tahun kalau ada lowongan, kalau tidak ada maka diberikan kesempatan. MK usulkan 5 tahun,\" ujarnya.Ketiga adalah Putusan MK Nomor 87/PUU/XVI/2018 terkait Pasal 87 ayat (4) UU ASN terkait \"PNS diberhentikan tidak dengan hormat dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki keputusan hukum tetap karena lakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan atau pidana umum\".Menurut dia, dalam Putusan MK Nomor 87/PUU/XVI/2018 yang dihilangkan terkait pidana umum sehingga kalau melanggar jabatan, boleh diberhentikan tidak dengan hormat.\"Kalau pidana umum, misalnya, maling ayam yang tidak ada hubungannya dengan jabatan ASN maka diberhentikan biasa. Namun kalau terkait jabatan seperti korupsi dan penyalahgunaan kewenangan, bisa diberhentikan dengan tidak hormat,\" katanya.Dia mengatakan ketiga putusan MK tersebut wajib diakomodasi dalam revisi UU ASN. (Ida/ANTARA)

Jangan Terjebak Euforia Pelonggaran Penggunaan Masker

Jakarta, FNN - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat meminta masyarakat jangan terjebak euforia pelonggaran penggunaan masker di area terbuka sehingga abai terhadap kesehatan, kebersihan diri, dan lingkungan.Dia menilai kebijakan pelonggaran penggunaan masker di area terbuka harus dimaknai sebagai bagian dari proses menuju endemi.\"Dalam proses menuju endemi memang perlu secara bertahap menguji imunitas masyarakat terhadap kondisi terkini. Karena itu, kepatuhan terhadap kebijakan yang diambil pemerintah dalam pengendalian COVID-19 harus terus ditingkatkan,\" kata Lestari Moerdijat atau Rerie dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.Dia mengatakan masyarakat perlu mencermati kebijakan tersebut karena pemerintah hanya memperbolehkan masyarakat melepas masker di area terbuka.Sementara itu, menurut dia, di ruang tertutup dengan jumlah kepadatan orang tertentu, maka penggunaan masker masih diperlukan.\"Apalagi berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 persentase kelompok penduduk lanjut usia di Indonesia tercatat 29,3 juta jiwa atau setara dengan 10,82 persen. Kelompok lansia ini dinilai relatif rentan terhadap paparan COVID-19,\" ujarnya.Selain itu, menurut dia, masih ada kelompok masyarakat yang berisiko, seperti orang dengan komorbid yang meliputi diabetes, hipertensi, dan gagal ginjal.Lestari berharap masyarakat tetap waspada dan disiplin mematuhi kebijakan pengendalian COVID-19 yang diberlakukan pemerintah. (Ida/ANTARA)

Cucu Panglima Perang Jelajah Nusantara Surati Sultan Jogja HB X untuk Ambil Peran

Jakarta, FNN - Menyikapi situasi carut marut ekonomi, politik, dan keamanan nasional saat ini yang mengkhawatirkan keselamatan rakyat, bangsa dan negara banyak tokoh yang merasa khawatir. Salah satunya  Dr. Rahman Sabon Nama, pengamat politik senior cucu pahlawan Adipati Kapitan Lingga Ratu Loli. Ia mengaku merasa gusar atas keselamatan konstitusi negara UUD 1945 dan tegaknya Pancasila. Sehingga mendorongnya meminta restu kepada YM Sri Sultan Hamengkubowono X Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat dan rekannya para Sultan/Raja Nusantara mendirikan Partai Daulat Kerajaan Nusantars (PDKN). Surat itu ditulis sendiri oleh Rahman Sabon Nama, sebagaimana yang dikirim ke redaksi FNN. Jakarta, 13 May 2022  Kepada Yth. Bapak YM Sri Sultan Hamengkubowono X  Raja Kesultanan Yogjakarta Hadiningrat  Dan Rekan/Saudaraku YM 101 Para Sultan dan Raja Nusantara Assalamualaikum wr.wb. Mohon dengan hormat perkenalkan kami Dr. Rahman Sabon Nama, Cucu Buyut  (Wareng ke-VI) dari Panglima Perang Jelajah Nusantara Pra-Kemerdekaan RI Adipati Kapitan Lingga Ratu Loli dan Letjen TNI Purn. Dr. H. Umar Abdul Azis, SH. MH, Cucu buyut dari Sultan Siak, Sultan Syarif Kasim II Kerajaan Siak Sri Indrapura Riau, melaporkan dan mohon perkenan pada Bpk YM Sri Sultan HB X bahwa kami berinisiatif untuk membuat kendaraan politik guna menyalurkan aspirasi kita dalam hidup berbangsa, bernegara, dan berdaulat. Inisiatif ini berangkat dari amatan dan telaah kami, serta mempelajari secara saksama pelbagai sumber analisis tentang fenomena/kecenderungan perilaku sosial, politik, budaya dalam kehidupan negara kita belakangan ini.  Di antara fenomena/kecenderungan itu adalah semakin terkikisnya kesadaran nasional dari generasi pribumi dengan mereduksi pranata nilai agama (relegius), sosial, bahkan budaya ke-Nusantara-an yang pada gilirannya dapat melahirkan pelbagai krisis nilai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Krisis seperti inilah menjadikan suatu bangsa menjadi lumpuh, dimangsa oleh bangsa lain, terlebih di tengah gelombang konspirasi global saat ini.  Adalah tanggungjawab moral kita bersama, para Sultan dan Raja seantero Nusantara, menghadapi fenomena dan kecenderungan itu. Alasan utama dan sahihnya adalah: Karena  kita, para Sultan dan Raja di seantero Nusantara, telah dengan kebesaran hati dan jiwa menyerahkan segenap kebesaran berupa kekuasaan, mahkota, martabat, bahkan tanah kedaulatan termasuk rakyat kita kepada Negara Republik Indonesia lewat Presiden Soekarno beberapa waktu pasca Proklamasi RI pada 17 Agustus 1945.  Penyerahan kekuasaan hingga penyerahan wilayah kedaulatan termasuk rakyat yang berada di wilayah Kesultanan dan Kerajaan tersebut terkandung perjanjian/komitmen bahwa Negara RI berkewajiban menyejahterakan dan memakmurkan Kesultanan/Kerajaan berikut seluruh rakyatnya yang telah digabungkan ke dalam Negara Kesatuan RI.  Perjanjian/komitmen akan kesejahteraan dari kemakmuran yang wajib dipenuhi oleh Negara RI itu terpatri dalam UUD 1945 dan Pancasila, realistis jauh panggang dari api.  Namun, para Sultan dan Raja yang hebat dan luar biasa itu tidak permasalahkan. Atau, belum mau permasalahkan???  Hari ini, di tengah negara, RI, mengidap multi krisis---krisis keterbelahan sosial (polarisasi), keberadilan hukum, dan krisis ekonomi --- para Sultan dan Raja tetap memiliki tanggungjawab moral untuk mengambil peran perbaikan dan pelurusan. Terlebih, krisis kepercayaan publik terhadap lembaga penyalur aspirasi rakyat (DPR/MPR/DPRD), pemerintahan eksekutif maupun yudikatif.  Ruang atau kiprah untuk mengejawantah peran perbaikan bagi bangsa dan negara adalah melalui kendaraan politik yaitu organisasi partai politik. Ini urgen, karena selain upaya perbaikan tatanan bangsa, juga upaya mengawal kepentingan Kesultanan/Kerajaan Nusantara dan rakyat. Langkah strategis ini dikemas dengan kekuatan terpadu, yaitu Para Sultan/Raja dan Ulama.  Langkah tersebut secara struktural kepartaian, para Sultan dan Raja menduduki posisi dalam struktur Dewan Pembina, sedangkan para Ulama chos berada di posisi Dewan Mursyidin sebagai bentuk pengejawantahan partisipasi ulama dalam pembangunan nasional yakni melakukan amar makruf nahi munkar: Suatu tugas pokok dalam membina masyarakat dan umat maupun interaksi dengan umara (penguasa). Berangkat dari pemikiran di atas, mohon perkenan dukungan dari YM Bpk Sri Sultan HB X dan rekan YM para Sultan/Raja dan para Ulama/Mursyid se-Indonesia untuk desain dan rancangan pendirian Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN).  Demikian dan terima kasih. (*)

Anis Matta: Kinerja Pemerintah Makin Terpuruk Kalau Menteri Sibuk Kampanye

Jakarta, FNN  - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat Indonesia Anis Matta menegaskan, kinerja pemerintah saat ini semakin terpuruk, karena para menterinya sibuk kampanye atau melakukan kerja-kerja politik menjelang Pemilu 2024. Padahal sebagai pembantu Presiden, kemampuan teknis seorang menteri dibutuhkan untuk mengatasi kompleksitas krisis berlarut saat ini, bukan sibuk mempersiapkan pertarungan politik berikutnya Hal itu disampaikan Anis Matta dalam diskusi Gelora Talk bertajuk \'Kasak Kusuk Politik Aji Mumpung 2024, Bagaimana Sikap Presiden?\', yang digelar secara daring, Rabu (18/5/2022) petang. \"Seseorang yang seharusnya menjadi pembantu Presiden menggunakan seluruh resources yang ada dalam departemennya untuk membantu Presiden menjalankan tugas-tugasnya, justru melakukan kerja-kerja politik di luar itu\" kata Anis Matta. Menurut Anis Matta, manuver politik dari para menteri ini dalam rangka sosialisasi pencapresan atau berupaya membentuk koalisi baru menimbulkan persoalan moral dan etika, serta kontradiksi kompleksitas sistem presidensil. Dalam sistem presidensial, lanjut Anis, para menteri adalah pembantu Presiden yang diangkat dengan asumsi memiliki kemampuan teknis dalam bidang yang ditunjuk oleh Presiden. \"Jabatan kementerian adalah jabatan yang tidak dipertaruhkan melalui pemilihan, melainkan pengangkatan. Tapi begitu Presiden memasuki paruh kedua dari periode masa kerjanya, para menteri justru sibuk menyiapkan pertarungan berikutnya,\" ujar Anis Matta. Hal ini, tentu saja sangat disayangkan di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional. Anis Matta berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak membiarkan kondisi tersebut, hanya melihat saja para menterinya menggunakan jabatannya untuk melakukan kerja-kerja politik atau berkampanye secara terselubung. Sebab, kompleksitasnya masalah sekarang membutuhkan perhatian serius dari seorang Presiden dengan dibantu para menteri yang memiliki kemampuan teknis. \"Presiden tidak bisa membenarkan kelemahannya, ini memang bagian dari kompleksitas masalah sistem presidensil. Tetapi nanti kalau kita hidup 10-20 tahun lagi, kita mengenang ini sebagai periode Pak Jokowi, bukan periodenya Airlangga Hartarto. Karena kita mengenal satu nama yang bertanggungjawab dalam periode itu, yaitu presiden,\" katanya. Ketua Umum Partai Gelora ini menilai Presiden Jokowi akan menghadapi ujian berat dalam 2,5 tahun di sisa masa jabatannya. \"Presiden harus mampu memfaslitasi semua tujuan besarnya di tengah kompleksitas masalah sekarang, sehingga dapat meninggalkan legacy yang baik saat mengakhiri jabatannya,\" pungkas Anis Matta. Menanggapi hal ini, aktivis demokrasi Syahganda Nainggolan meminta Jokowi segera memberikan instruksi kepada menterinya untuk tidak bicara politik atau melakukan kerja-kerja politik hingga 2023. \"Buat saja Keputusan Presiden atau Instruksi Presiden, semua menteri tidak boleh bicara politik  sampai Tahun 2023. Kalau perlu ganti menteri agar fokus, dilakukan reshuffle. Jokowi harus keras kepada menterinya, supaya etika bernegara bisa ditegakkan,\" tegas Syahganda Nainggolan. Namun, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai ada sikap paradoks yang ditunjukkan Presiden Jokowi, sehingga sulit untuk mengganti menterinya yang melakukan kampanye terselubung. \"Selain mengizinkan menterinya rangkap jabatan ketua umum partai, jangan lupa tahun lalu, salah satu pimpinan Partai Gerindra sudah minta izin untuk maju sebagai calon Presiden. Jadi memang Jokowi membiarkan dan memberikan izin menterinya menjadi capres,\" kata Ujang Komarudin. Ia sudah meminta Jokowi agar memecat menteri yang melakukan kampanye atau melakukan kerja-kerja politik, hingga akhirnya dibully oleh buzzer empat calon presiden dari menteri tersebut. \"Tapi demi kepentingan bangsa, meski saya dibully sama buzzer empat capres tetap harus saya lakukan. Sekarang ini apa yang kita ucapkan, sering kali berbeda dengan tindakan. Kita sudah membiasakan kemunafikan,\" katanya. Sebaliknya, Direktur Eksekutif  Indo Barometer Muhammad Qodari menilai Presiden Jokowi menghadapi dilema dengan sistem perpolitikan sekarang, sehingga tidak bisa seenaknya mengganti menteri meski tidak bisa bekerja di lapangan. \"Dari 33 menteri sekarang, Presiden Jokowi hanya memilih setengahya, setengahnya lagi ditentukan ketua umum parpol. Jadi kalau berharap dengan kinerja menteri sekarang sama saja dengan mimpi,\" kata Qodari. Menurut Qodari, desain politik sekarang harus dipahami semua pihak, yang kurang memberikan ruang bagi Presiden untuk menentukan seorang menteri tanpa harus konsultasi dengan ketua umum parpol. Sehingga ketika seorang menteri yang diusulkan ketua umum parpol tidak bisa bekerja, Presiden tetap saja tidak bisa menggantinya, karena ada dukungan partai politik, meskipun tidak memiliki kompetensi. \"Jadi anda harus pahami desain politik sekarang. Ketika dia didukung kekuatan politik, apa kemudian saya bisa mengganti, ya tidak bisa. Suka tidak suka, itulah realitas dan situasi dan kondisi sekarang. Rekomendasinya perbaiki sistemnya,\" kata Direktur Eksekutif Indo Barometer ini. Wakil Ketua Partai Gelora Fahri Hamzah menegaskan, politik itu memiliki aturan hukum. Jika standar etiknya dilanggar, maka akan menimbulkan kekacauan dalam sistem. \"Presidensialisme itu, tidak mentoleir membagi-bagi kekuasaan. Presiden itu mutlak, dia nggak bisa diatur-atur pimpinan parpol atau parlemen, dan Presiden tidak bisa dijatuhkan. Menterinya boleh berdebat jangan takut dihadang parlemen, kalau anggarannya ditolak, apa susahnya kembali ke anggaran tahun lalu,\" kata Fahri. Fahri justru mempertanyakan, apakah benar para pimpinan parpol berani sama Presiden, karena mereka akan menghadapi situasi dalam pemilu, dimana partainya maupun yang bersangkutan bisa tidak terpilih lagi \"Makanya kalau di Amerika Serikat ada pemilu sela sebagai ajang koreksi terhadap Presiden dan partai politik. Sehingga ketika ada pemilu akan menghasilkan partai yang berbeda dengan Presidenya,\" katanya. Fahri meminta Presiden Jokowi menertibkan para menterinya yang sibuk kampanye atau melakukan kerja-kerja politik menjelang Pemilu 2024. \"Keluyuran-keluyuran yang enggak jelas dari orang-orang yang ingin menjadi capres ini, adalah tindakan liar yang harus dihentikan, dan yang harus menghentikan memang Presiden. Elektabilitas Presiden sekarang melorot, karena memang ini salah, dan nggak boleh dibiarkan orang-orang itu. Berkampanye sendiri sudah ada jadwalnya baik itu Pilpres maupun Pemilu Legislatif,\" tegas Fahri Hamzah. (sws)

Para Profesor dan Akademisi Dukung Gerakan Mahasiswa

Jakarta, FNN - Sejumlah profesor dan para akademisi berkumpul di kawasan Cikini Jakarta untuk membicarakan sejumlah persoalan bangsa. Dari problem ekonomi, problem korupsi, problem pendidikan, problem politik hingga problem hak azasi manusia dan lain-lain. Akademisi yang hadir dan bersedia disebutkan namanya diantaranya Ubedilah Badrun, Laode M Kamaludin, Hafied Abas, Anthony Budiawan, dan lain-lain. \" Mahasiswa itu kelompok masyarakat ilmiah. Ketika mereka menyampaikan aspirasi itu sesuatu yang wajar karena mereka pemilik masa depan republik ini, maka dengarkan suara mahasiswa \" ujar Prof.Hafid Abas Laode M Kamaludin dalam pertemuan tersebut mengemukan  tentang tugas kesejarahan mahasiswa.  \" mahasiswa itu menyampaikan tugas kesejarahan mereka sebagai anak muda untuk menyuarakan aspirasi rakyat, melalui semacam gerakan moral untuk mengingatkan agar bangsa ini betul betul menjalankan Pancasila. Saya mendukung gerakan mahasiswa, karena memang secara historis perubahan selalu dimulai dari anak muda mahasiswa \" ujar Prof.Laode M Kamaludin. \" ini diskusi agak serius, kita saling berbagi pandangan tentang kondisi Indonesia saat ini. Diskusi tadi mengerucut setidaknya pada tiga hal. Pertama, sama-sama memahami bahwa Indonesia sesungguhnya dalam kondisi bermasalah sangat serius. Kedua, respon terhadap kondisi saat ini yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat lainya melalui demonstrasi dinilai hal biasa dalam demokrasi. Ketiga, para profesor dan akademisi memberikan dukungan kepada para mahasiswa dan lain-lain yang akan menyampaikan aspirasi rakyat melalui demonstrasi\" ujar Ubedilah Badrun. (sws)