POLITIK

Hasto Khianati Mega!

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - “Jangan sekali-kali punggungi rakyat, jangan itung untung rugi bagi kerja politik, jangan mencari keuntungan pribadi atau kelompok dari tugas ideologis ini,” tegas Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Jum’at (10/1/2020). Dalam pidato politiknya di Rakernas dan HUT ke-47 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, itu, Mega mengingatkan kader partainya agar tak mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dalam menjalankan tugas sebagai politikus. Dia meminta kader PDIP bekerja sungguh-sungguh untuk bangsa dan negara. “Kader-kader PDI Perjuangan di seluruh tanah air penuhi jiwa ragamu dengan semangat mewujudkan cita-cita rakyat tersebut,” tegasnya dengan berapi-api. Mega mengatakan, pernyataan untuk tak mengambil keuntungan pribadi tersebut merupakan instruksinya kepada seluruh kader PDIP. Jika ada yang melanggar, dia menegaskan tak akan melindungi. “Dengar, pidato politik ini adalah instruksi langsung dari ketua umum bagi seluruh kader PDI Perjuangan. Saya tidak akan lindungi kader yang tidak taat instruksi partai,” tegas Mega lagi. Mega pun mengatakan akan 'menggebrak' kader agar sadar akan tugas partai. Dia kemudian mempersilakan kader yang tak siap untuk menjalankan instruksinya keluar dari PDIP. “Saya akan menggebrak kalian-kalian seperti biasanya, berkali-kali agar sadar terhadap tugas ideologis partai. Jika tidak siap, silakan kalian pergi dari PDI Perjuangan,” ujar Mega. “Siap atau tidak?”tanya Mega kepada seluruh kader yang hadir. “Siap!” jawab seluruh kader dengan suara lantang dan kompak. Pernyataan keras Mega ini tentu menjadi pertanyaan. Benarkah ini memang untuk seluruh kader partai? Atau diarahin pada seseorang atau sekelompok kader PDIP? Ada dua kalimat Mega yang secara tegas bisa menggambarkan bahwa terdapat kader partai yang tidak taat instruksi. Yakni: “Saya tidak akan lindungi kader yang tidak taat instruksi partai” dan “Jika kalian tidak siap, silakan kalian pergi dari PDIP!” Coba simak skandal suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang ditangkap KPK karena terima suap yang diduga melibatkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan caleg PDIP terkait PAW untuk Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia itu. Wahyu tertangkap basah dalam OTT KPK pada Rabu, 8 Januari 2019. Menurut KPK, Wahyu menerima uang sogok Rp 850 juta. Bahkan, ada yang memberitakan Rp 900 juta yang dimintanya dari Harun Masiku, caleg PDIP dari Dapil 1 Sumatera Selatan. Harun sedang mengusahakan agar dia yang duduk sebagai anggota DPR RI PAW Nazaruddin yang meninggal dunia. Nazaruddin terpilih dari Dapil 1 Sumatera Selatan di pileg 2019. Pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia yang berhak menjadi PAW. Sesuai dengan perolehan suara, Riezky-lah yang berhak menggantikan Nazaruddin itu. Harun mencoba hendak menggeser Riezky. Harun diduga yang telah memberikan uang pada Wahyu agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui PAW. Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, KPK belum berhasil memintai keterangan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto patut dimintai keterangan karena, Saeful Bahri yang mengaku sebagai orang kepercaannya, menyebut uang suap itu berasal dari Hasto. Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, selain Wahyu, KPK telah menetapkan Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu, mantan anggota Bawaslu. Kemudian, politikus PDI-P Harun Masiku dan seorang pihak swasta bernama Saeful Bahri. Dua nama terakhir disebut Lili Pintauli Siregar sebagai pemberi suap. Sementara Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Tersangka Harun sendiri tak terjaring dalam OTT, Rabu (8/1/2020) lalu dan saat ini masih belum diketahui keberadaannya. Harun Masiku adalah caleg PDIP yang menempati urutan keenam dalam perolehan suara. Meski urutan keenam, justru Harun yang dimajukan PDIP untuk menggantikan Nazaruddin yang meninggal sebelum Pileg 2019 digelar. Sedangkan posisi kedua hingga kelima ditempati Riezky Aprilia (nomor urut 3), Darmadi Jufri (nomor urut 2), Doddy Julianto Siahaan (nomor urut 5), dan Diah Okta Sari (nomor urut 4). Meski meninggal, Nazaruddin memperoleh suara terbanyak. Hasto Kristiyanto saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2020), mengatakan, “Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya,” kata Hasto. Ironis! Sosok bersih koq nyuap? Berdasarkan putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019, partainya memiliki kewenangan dalam menentukan pengganti anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia. Hasto menegaskan, dalam merekomendasikan nama Harun, PDIP pun berpegang pada aturan tersebut. “Proses penggantian itu kan ada putusan dari Mahkamah Agung. Ketika seorang caleg meninggal dunia, karena peserta pemilu adalah partai politik, maka putusan Mahkamah Agung menyerahkan hal tersebut (pengganti) kepada partai,” lanjut Hasto. Meski demikian, pada akhirnya KPU menetapkan Riezky Aprilia menggantikan Nazarudin untuk duduk di kursi Senayan, karena memperoleh suara terbanyak kedua. Riezky Aprilia sendiri mengaku tak tahu rencana PAW Harun Masiku. DPP PDIP sejak awal menerbitkan surat kepada KPU dan menyodorkan Harun Masiku untuk dilantik dengan alasan kader partai asli dan Riezky Aprilia dianggap bikan kader asli karena pencalonannya semata sebagai anak Bupati Linggau. KPU menolak Harun dan melantik Rizky. Nampaknya Harun berbekal rekomendasi DPP PDIP itu tetap berjuang untuk bisa dilantik menjadi anggota DPR menggantikan Rizky dengan cara melobi komisioner Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Wahyu pun pada akhirnya terkena OTT KPK dengan barang bukti uang suap Rp 400 juta. Harun Masiku bernasib apes, perjuangan untuk dilantik jadi DPR malah berujung penjara kena OTT KPK. Apalagi, Ketua KPU Arief Budiman menyebut ada tanda tangan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam surat permohonan PAW Harun Nasiku untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas. Tiga surat dari DPP PDIP yang ditujukan kepada pihaknya dibubuhi tanda tangan Hasto Kristiyanto. Hal itu diungkapkan Arief dalam konferensi pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). “Kalau surat pertama soal permohonan pelaksanaan putusan MA ditandatangani oleh Ketua Bapilu, Bambang Wuryanto dan Sekjen Hasto Kristiyanto,” ujar Arief, seperti dilansir Kompas.com, Jum’at (10/1/2020). Kemudian, dalam surat kedua yang merupakan tembusan perihal permohonan fatwa terhadap putusan MA Nomor 57.P/KUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 ditandatangani Ketua DPP Yasonna Hamonangan Laoly dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Surat ketiga, tertanggal 6 Desember 2019 ditandatangani oleh Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Sebelumnya, Arief mengungkapkan adanya tiga surat yang dikirimkan PDIP terkait permohonan Harun sebagai PAW untuk Nazarudin. “Jadi KPU menerima surat dari DPPP sebanyak tiga kali. Surat pertama, terkait putusan atau permohonan pelaksanaan putusan MA, (surat ini) tertanggal 26 Agustus 2019,” ujar Arief saat jumpa pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). Putusan MA tersebut, kata Arief, berdasarkan pengajuan uji materi yang diajukan (PDIP pada 24 Juni 2019). Hasto mengakui, PDIP merekomendasikan Harun Masiku gantikan Nazarudin. Putusan atas uji materi ini dikeluarkan pada 18 Juli 2019. “Jadi prosesnya (uji materi) tidak sampai satu bulan ya,” lanjut Arief. Menurut Arief, atas surat pertama ini, KPU sudah menjawab dengan menyatakan tak dapat menjalankan putusan MA itu. “Kedua, kami menerima surat tembusan dari DPP PDIP yang meminta fatwa terhadap MA. Itu permintaan ditembuskan kepada KPU tertanggal 13 September 2019 dan disampaikan ke kita pada 27 September 2019,” jelas Arief. Tapi, karena surat itu berupa tembusan, KPU memutuskan tak membalas surat itu. Kemudian MA mengeluarkan surat atau fatwa tertanggal 23 September 2019. “Nah berdasarkan surat atau fatwa MA ini, DPP PDI Perjuangan mengirimkan permohonan lagi kepada KPU dengan surat tertanggal 6 Desember 2019 yang diterima oleh KPU pada 18 Desember 2019,” ungkap Arief. Surat inilah yang disebut KPU sebagai surat ketiga dari DPP PDIP. Karena surat ketiga ditujukan ke KPU, maka KPU menjawab pada 7 Januari 2020. “Yang isinya (surat balasan) kurang lebih sama dengan balasan untuk surat pertama,” tegas Arief. Lebih lanjut Arief mengungkapkan bahwa ada satu proses lagi terkait penetapan perolehan suara di daerah pemilihan Sumatera Selatan I ini. Proses itu terjadi saat dilakukan rekapitulasi hasil Pemilu 2019 di KPU RI. “Jadi, ada pengajuan keberatan. Sudah dibahas dan sudah diterima. Termasuk pada saat pembahasan itu kita sampaikan penjelasan yang sudah kita sampaikan lewat surat (dua surat jawaban KPU),” ungkap Arief. “Surat itu kita bacakan lagi lewat momentum itu. Jadi penjelasan kita (atas permohonan PDIP itu) sudah dua kali lewat surat, dan satu kali pada saat rekapitulasi nasional,” tambah Arief. Jika melihat demikian faktanya, ditambah lagi dengan ditetapkannya Wahyu Setiawan dan Saeful Bahri sebagai tersangka oleh KPK, seharusnya Hasto Kristiyanto juga perlu dimintai keterangannya. Kalau dia menghindar, dugaan keterlibatannya semakin jelas. Apalagi, jika kemudian diketahui bahwa Mega tak tahu-menahu soal perilaku korup kadernya ini. Berarti, Hasto telah khianati Mega! Penulis adalah Wartawan Senior

Dinasti Politik dan Skenario Lembu Peteng

Lha sekarang malah aneh. Puan jadi ketua DPR. Gibran nyoba nyalon Walkot Solo. Bukan lembu peteng. Tapi lembu padang. Berarti pertanda dinasti politik di semua lapisan sedang kepepet Oleh Hendrajit Jakarta, FNN - Biasanya, kalau anak sendiri diturunkan langsung jadi pak camat atau pak lurah, gen dinastinya sedang kepepet. Dalam skenario raja raja jawa dulu, raja malah mendukung diam diam seorang penggantinya, seolah merupakan tandingan elit kraton yang mapan. Padahal dia didorong keluar dari lingkaran kraton, untuk diplot jadi putra mahkota. Misalnya Sultan Demak Raden Patah, menggantikan raja Brawijaya V seolah olah akibat pemberontakan kerajaan Islam terhadap kerajaan Majapahit. Padahal Raden Patah juga anak kandung Brawijaya V yang justru dijagokan bapaknya. Presiden Ferdinand Marcos, diam diam menjagokan Fidel Ramos, sepupunya sendiri dan putra mantan menlu Narcisco Ramos, sebagai presiden Filipuna masa depan. Meski terinterupsi gara-gara pembunuhan terhadap Benino Aquino sehingga istrinya Cory jadi simbol oposisi melawan Marcos, namun Ramos menjadi pemain kunci bersama Cory dalam kejatuhan Marcos. Sehingga, setelah era Qory, Ramos jadi presiden Filipina berikutnya. Bahkan sempat dua periode. Raden Patah atau Ramos di era modern, inilah yang namanya Lembu Peteng. Lha sekarang malah aneh. Puan jadi ketua DPR. Gibran nyoba nyalon Walkot Solo. Bukan lembu peteng. Tapi lembu padang. Berarti pertanda dinasti politik di semua lapisan sedang kepepet. Sedang berlangsung perang senyap dan intrik para elit kraton. Dan model mereka ini, sangat takut sekali dengan istilah Suksesi Kepemimpinan Nasional. Apa sebab? Begitu oposisi berhasil melembagakan diri di luar lingkaran kraton, wacana suksesi kepemimpinan justru dipicu dari dalam kraton itu sendiri. Berarti isyarat lembu peteng akan segera merebut kekuasaan. Dan meruntuhkan dinasti lama, membangun imperium baru. Maka itu, dalam suasana gonjang ganjing langit kelap kelap kayak sekarang, rakyat harus punya skenario sendiri. Sutradara sendiri. Para aktornya sendiri. Rakyat harus mampu menyusun dan membentuk pikirannya sendiri. Dari rahim inilah akan lahir pemimpin pemimpin rakyat sejati. Bukan lembu peteng. Penulis adalah pengkaji geopolitik dan wartawan senior

Ironis! Ketua DPR RI Minta PPATK Tidak Publikasi Kepala Daerah Pencuci Uang

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo dalam penegakan hukum tampaknya bakal mengalami kendala, menyusul kabar yang dirilis Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) perihal adanya kepala daerah yang menyimpan uangnya di kasino luar negeri. Ironisnya, kendala itu justru datang dari Ketua DPR Puan Maharani yang juga politisi PDIP. Puan minta kepada pihak PPATK dan Kemendagri tak mengumbar para kepala daerah yang memiliki rekening di kasino, tempat perjudian di luar negeri ke publik. Puan menyatakan, bila diumumkan ke publik akan berpotensi menimbulkan simpang siur di tengah-tengah masyarakat. “Alangkah baiknya kalau hal-hal itu tak langsung dipublikasikan ke publik karena menimbulkan simpangsiur atau praduga bersalah pada yang bersangkutan,” kata Puan di Kompleks MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/12). Puan berharap, agar Kemendagri dan PPATK menyampaikan nama-nama tersebut ke pihak penegak hukum ketimbang ke publik. Sebab, lanjut dia, pihak penegak hukum yang memiliki kewenangan untuk menyelidiki kasus tersebut. “Yang kami harapkan dari PPATK kalau kemudian ada kasus per kasus tolong lapor ke kejaksaan, kepolisian, KPK atau pihak hukum yang bisa tindaklanjuti temuan tersebut,” kata Puan, seperti dilansir berbagai media online tersebut. Di tempat yang sama, Politikus PDIP Johan Budi mengaku terkejut terkait temuan PPATK tersebut. Ia beranggapan bahwa kasus tersebut sudah berlangsung beberapa kali hingga melibatkan banyak pejabat negara. “Harus segera ditelusuri, karena kepala daerah yang mempunyai dana sampai puluhan miliar dan kemudian ditaruh di kasino, ini pasti ada tanya besar, apakah ini dalam rangka untuk money laundering atau uang dari mana ini?” tutur Johan. Senada dengan Puan, melihat hal itu, Johan meminta agar PPATK menyampaikan langsung ke penegak hukum aliran dana untuk diusut tuntas. Ia juga menyarankan agar Kemendagri dapat memantau transfer dana pusat ke daerah yang selama ini dikelola pemerintah daerah. Menurut Johan, hal tersebut bertujuan agar penerimaan daerah itu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sebelumnya, PPATK mengungkap modus oknum kepala daerah yang melakukan pencucian uang lewat kasino atau tempat perjudian di luar negeri. Ketua PPATK Kiagus Badaruddin mengatakan pencucian uang via kasino jadi modus baru yang terendus pihaknya tahun ini. Dia bilang ada dua cara yang digunakan oknum kepala daerah dalam modus ini. “Menyimpannya (uang tersebut) betul dalam rekening kalau dia mau main dia tarik. Atau juga menyimpannya dalam bentuk membelikannya dalam koin,” kata Badaruddin , seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (16/12/2019). Badaruddin menyampaikan detail, pelaku menukarkan uang hasil kejahatan dengan koin kasino di negara-negara tertentu. Kemudian mereka menunggu hingga jam operasi kasino berakhir untuk kembali menukarkan koin ke dalam bentuk uang tunai. Para oknum kepala daerah tersebut akan mendapat uang tunai plus tanda terima dari kasino. Setelah itu, tumpukan uang tunai itu diboyong ke Tanah Air dengan status legal. Pencucian uang yang dilakukan seperti ini akan mengurangi potensi penerimaan negara. Pasalnya, aset mereka menjadi sulit terdeteksi. PPATK menyebutkan, dana yang disimpan sejumlah kepala daerah dalam rekening permainan kasino luar negeri mencapai Rp 50 miliar. Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan modus pencucian uang ini terbilang baru. Dengan skema yang lebih canggih, maka pemerintah semakin sulit melacak keberadaan aset yang seharusnya terkena pajak. “Modusnya memang berkembang, mulai revolusi dari yang standard sekarang lebih canggih. Ini dari sisi pemerintahan ada sisi potensi penerimaan pajak yang hilang,” ucap Fithra kepada CNNIndonesia.com, Senin (16/12/2019). Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid mendesak PPATK, segera mengungkap nama-nama kepala daerah yang diduga memiliki dana berupa valuta asing dengan nominal setara Rp 50 miliar di rekening permainan kasino di luar negeri. “Jangan setengah-setengah mengungkap, tapi sampaikan sejelas-jelasnya dan sebut nama,” ujar Hidayat saat ditemui di sela Rapat Koordinasi Wilayah DPW PKS Jatim, di Surabaya, seperti dilansir CNNIndonesia.com, Senin (16/12/2019 08:29 WIB). Menurut Hidayat, PPATK haruslah mengungkap temuan itu dengan jelas dan transparan. Hal itu agar publik tak resah dan justru menuduh pihak yang tak terlibat. “Jangan hanya dibuat nanggung, tapi buka seterang benderang mungkin sehingga tidak ada yang menjadi tertuduh karena menebak-nebak,” ucapnya. Bahkan, Wakil Ketua MPR ini meminta PPATK harus berani mengusut tuntas temuannya ini jika ada politikus maupun pejabat lain yang turut terlibat. Yang terpenting PPATK jangan terkesan seolah-olah sudah bekerja, padahal itu bukan hanya kepala daerah. “PPATK harus menelusurinya sampai tingkat pusat, kemudian membukanya ke publik,” tegasnya. Mendagri Tito Karnavian sendiri sudah merespons soal ini. Tito mengatakan, akan menemui PPATK untuk mengkonfirmasi informasi terkait temuan itu. Minggu depan pihaknya akan koordinasikan ke PPATK. Tito mengaku, akan mendalami informasi PPATK lebih lanjut untuk mengetahui validitas faktanya. Ia juga mempersilakan lembaga penegak hukum untuk ikut menyelidiki informasi tersebut. Bagaimana dengan KPK? KPK masih menunggu langkah lanjutan dari PPATK terkait pencucian uang yang dilakukan kepala daerah tersebut. Wakil Ketua KPK Saut Situmorang belum bisa memastikan apakah pihaknya sudah menerima laporan PPATK terkait temuan dugaan pencucian uang tersebut. “Saya harus cek dulu ya,” kata Saut saat dihubungi CNNIndonesia.com,Senin (16/12/2019). Pihaknya akan menindaklanjuti jika sudah menerima hasil temuan itu dari PPATK, terutama untuk mengusut ada tidaknya dugaan tindak pidana korupsi di dalamnya. Menurut dia, sesuai dengan kewenangan KPK, pihaknya masih bergantung pada langkah lanjutan dari PPATK. Karena informasi itu merupakan milik PPATK yang punya wewenang sebagai Financial Intelligence Unit (FIU) sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. “Akan didalami seperti apa informasi intelijen PPATK itu bisa dikembangkan dan mencari pelaku tipikornya sesuai kewenangan KPK. Itu informasi intelijen (PPATK),” kata Saut. Apa yang diungkap PPATK itu bukan isapan jempol. Bahkan, tak hanya kepala daerah saja yang “bermain” dan cuci uang di kasino di luar negeri, seperti Macau. Menariknya, kali ini bukan kepala daerah, tapi anggota dewan “yang terhormat”. Nilainya fantastis! Konon, mencapai Rp 700 miliar. Karena, kalau main, dia tidak pernah kalau, selalu menang. Siapa beliau? *** Penulis wartawan senior.

Aji Mumpung atau Politik Dinasti Jokowi: Anak-Menantu Maju Pilkada 2020

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Saat Agus Harimurty Yudhoyono maju Pilkada DKI Jakarta pada 2017, publik pun langsung menuding, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono sedang membangun politik dinasti. Padahal, kala itu SBY sudah tidak menjabat presiden lagi. Politisi Partai Demokrat Jansen Sitindaon menyinggung perihal nilai yang dipegang SBY. Ia menyebut, saat masih menjabat presiden SBY melarang anggota keluarga untuk mencalonkan diri dalam kontestasi Pilkada. “Pak SBY ketika itu berpikir presiden itu kan contoh kehidupan berbangsa,” tuturnya. Jansen menyatakan bahwa SBY kala itu enggan membentuk politik dinasti. “Jadi, dengan saya tidak memajukan saya saja di Pilkada, di daerah itu kan tumbuh politik dinasti,” kata SBY. “Apalagi kemudian kalau presiden yang sedang menjabat memajukan anak atau menantunya ke kontestasi Pilkada,” sindir Jansen, seperti dilansir TribunWow.com, Selasa (17 Desember 2019 10:11). Yang dimaksud Jansen itu adalah anak dan menantu Presiden Joko Widodo yang kini maju pada Pilkada 2020. Yakni, Gibran Rakabuming Raka yang maju pada Pilkada Kota Solo dan Bobby Nasution pada Pilkada Kota Medan. Pengamat Politik Adi Prayitno sayangkan langkah politik Gibran dan Bobby yang kemudian menyebutkan, Indonesia kini memasuki generasi keempat politik dinasti. Direktur Eksekutif Parameter Politik ini menyatakan ketidaksetujuannya atas langkah Gibran dan Bobby itu. Langkah politik tersebut dirasa Adi tidak sejalan dengan apa yang pernah dijanjikan Presiden Jokowi soal pernyataan tidak ikut sertakan keluarga dalam dunia politik. Bahwa pernyataan-pernyataan yang pernah dikeluarkan Jokowi soal partisipasi keluarga dalam ranah politik. “Menurut saya yang bikin dunia ini seakan runtuh karena Jokowi dalam banyak kesempatan bahkan dalam kampanyenya menyatakan tidak akan menyertakan keluarga besarnya dalam politik,” katanya dalam acara 'DUA ARAH' KompasTv, Senin (16/12/2019). Kehebohan majunya Gibran dan Bobby berdasarkan penjelasan Adi terjadi karena pernyataan Jokowi untuk tak ikut sertakan keluarga di ranah politik. Itu yang menjadi perdebatan, kenapa misalnya ada Bobby dan Gibran itu menjadi penting dalam satu diskursus dinasti politik. Menurut penilaian Adi, Jokowi memiliki nilai pembeda yang unik dibandingkan presiden-presiden sebelumnya. Keunikan tersebut adalah tidak mengajak keluarga terjun ke dunia politik. Namun, masuknya Gibran dan Bobby dalam kontestasi Pilkada, menurut Adi adalah bentuk nyata dari politik dinasti. “Tentu apa yang terjadi hari ini, itu beyond theory (di luar teori), beyond (di luar) sangkalan-sangkalan,” kata Adi. “Pak Jokowi sejak awal dianggap sebagai presiden yang memiliki nilai pembeda dengan presiden-presiden sebelumnya yang selalu mengajak keluarga besarnya menjadi bagian penting dalam politik,” ungkap Adi lagi. “Kalau mau kita sebut sebenarnya masuknya Gibran dan Bobby dalam lingkaran kekuasan politik, ini adalah bagian dari generasi keempat politik dinasti di Indonesia,” tambahnya, seperti dilansir TribunWow.com. Sebelumnya, politik dinasti juga terjadi di beberapa daerah saat Pilkada. Beberapa Kepala Daerah pernah “mewariskan” kepada anak istrinya. Di Bangkalan, misalnya, almarhum KH Fuad Amin Imron telah mewariskan kepada putranya. Di Kabupaten Probolinggo, Bupati Probolinggo juga mewariskan jabatannya kepada istrinya. Begitu pula Walikota Batu sebelumnya telah mewariskan jabatannya kepada istrinya. Itulah contoh politik dinasti yang terjadi di Jawa Timur. Pengamat Politik Hendri Satrio menyebut pencalonan Gibran merupakan ajang aji mumpung. Menurutnya, Gibran memanfaatkan nama besar sang ayah, Presiden Jokowi. Dalam tayangan YouTube KompasTV, Kamis (12/12/2019), Hendri menyebut ini momentum yang baik bagi Gibran untuk memenangkan Pilkada 2020. Mulanya, Hendri menyoroti keputusan Jokowi yang mengizinkan Gibran mencalonkan diri sebagai calon wali kota Solo 2020. Selain Gibran, menantu Jokowi, Bobby Nasution yang juga turut mencalonkan diri di Pilkada Medan 2020. “Kalau kemudian Pak Jokowi mempersilakan anak dan menantunya untuk maju di perhelatan Pilkada pada saat dia menjadi presiden, ini memang hal baru,” ujar Hendri. Namun, menurut Hendri banyak kasus serupa yang terjadi di daerah-daerah. “Tapi untuk seluruh Indonesia ini bukan hal baru karena memang banyak terjadi bahkan ada suaminya jadi bupati misalnya mempersiapkan istrinya menggantikan dirinya nanti, itu ada,” kata Hendri. Ia menyebut pencalonan Gibran dan Bobby pada Pilkada 2020 merupakan hal yang wajar. “Tapi pada saat kita memutuskan untuk memiliki demokrasi sebagai sistem pemerintahan hal-hal ini akan jadi wajar,” ujar Hendri. Ketua Bapilu DPP PDI-P Bambang Wuryanto berpendapat bahwa politik dinasti merupakan hal yang biasa terjadi. Hal itu ia katakan dalam menanggapi sejumlah kritik yang menganggap Presiden Jokowi tengah membangun dinasti politik. "Politik dinasti di wilayah dunia timur yang kayak gini, biasa. Bahwa dinasti atau tidak dinasti, kita ini di timur ada jarak dengan kekuasaan, itu biasa," ujar Bambang di Kantor DPP PDI-P, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, Rabu (11/12/2019). Kepada Jokowi Yth Presiden Jokowi. Dengan majunya Gibran putra kandung Bapak sebagai Cawalkot Solo melalui jalur PDI-P, dan Bobby menantu Bapak sebagai Cawalkot Medan melalui jalur Golkar, Bapak sedang menuju kepada pembuktian atas apa yang dituduhkan 45% rakyat Indonesia mengenai berbagai kebohongan dan politik pencitraan yang dilakukan selama 5 tahun yang lalu. Sekaligus perjalanan selama lima tahun ke depan sebagai pengkhiatan atas kepercayaan 55% pendukung Bapak. Padahal baru 55 hari pemerintahan periode kedua Bapak berjalan. Politik balas budi selamanya tidak akan pernah membuat negara manapun berjaya. Politik balas budi akan membuat rakyat sebagai pemilik sejati negara ini, akan menjadi budak bagi negaranya sendiri. Infrastruktur yang terbangun gegap gempita adalah panggung pencitraan terang benderang sekaligus menunjukkan betapa gelapnya jalan menuju penguasaan kekuasaan dan pemusatan sumber keuangan negara di tangan segelintir orang saja di bumi pertiwi ini. Ada 142 BUMN bersama dengan 800 perusahaan anak dan cucunya membuktikan bahwa pengerukan kekayaan negara, praktek money laundrying, korupsi, oligarki, manipulasi, dan nepotisme terus berlangsung sepanjang waktu, siapapun Presidennya, di negara Indonesia ini. Saya tidak katakan Bapak jahat kepada rakyat. Tetapi siapapun yang memegang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, di pucuk pimpinan negara maupun daerah, ketika hanya memikirkan kelanggengan kekuasaan dan pemusatan kekayaan, terbukti telah membuat negara ini menjadi penjahat kolektif bagi rakyatnya sendiri secara sistemik dan sistematis. Bapak akan jahat bila membiarkan semua ini terjadi. Dan kejahatan modern yang paling berat dan paling bengis adalah ketika siapapun pemimpinnya, tega memangsa rakyatnya sendiri. Terpuruknya kesehatan rakyat dari tahun ke tahun, jumlah kesakitan yang semakin meningkat, jenjang kekayaan dan kemiskinan sebesar 630.000 dibanding 1 di negara ini, BPJS sebagai perusahaan asuransi kesehatan yang mewajibkan setiap warga negaranya menjadi nasabahnya dengan paksaan, adalah bentuk penindasan negara kepada rakyatnya yang sungguh-sungguh tidak bisa ditoleransi. Rakyat Indonesia, yang membutuhkan Ibu yaitu bumi pertiwi dan Bapak yaitu pemerintah yang bijak bestari, telah menjadi yatim piatu di negara miliknya sendiri. Semoga apa yang saya tulis di atas salah. Walaupun saya sangat optimis bahwa apa yang saya tulis adalah benar. Semoga Allah swt memberi hidayah bagi Bapak dan keluarga. Jangan sampai kekuasaan yang digenggam menjadikan kemudharatan yang menghancurkan kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya. Saya perhatikan Markobar di banyak kota sepi pengunjung. Dan martabaknya sangat manis, menjadi penyumbang terjadinya Diabetes dan Kanker pada anak, remaja, dan generasi muda. Rasanya juga tidak istimewa. Biasa-biasa saja. Gibran masih harus belajar bisnis makanan yang membuat sehat rakyat, bukan hanya sekedar menguntungkan. @Tifauzia Tyassuma Dokter, Peneliti, dan Penulis Jika Presiden Jokowi tetap meluluskan niatan Gibran dan Bobby maju Pilkada 2010, Jokowi akan dinilai rakyat sedang membangun politik dinasti. Bahkan, rakyat akan menilai, ternyata keluarga Jokowi juga “haus kuasa”. Jika keduanya tetap bersikeras maju, Jokowi justru “terjebak” dalam citra negatif yang sangat mematikan! *** Penulis wartawan senior.

Kalau Luthfi “Bendera” Alfiandi Dihukum Penjara

Oleh Asyari Usman Jakarta, FNN - Anak muda itu bernama Luthfi Alfiandi. Dia juga dipanggil Dede Luthfi Alfiandi. Polisi menangkapnya pada 30 September 2019. Dengan tuduhan melawan atau menyerang polisi dalam aksi protes revisi UU KPK di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta. Luthfi menjadi pendemo yang terkenal. Foto dirinya yang menyandang bendera merah-putih, menjadi viral. Dilihat jutaan orang melalui semua platform media sosial. Heroik di mata publik. Apa gerangan tindak pidana yang dilakukan Luthfi? Menurut dakwaan jaksa, Luthfi berniat melakukan keonaran atau kerusuhan dalam aksi unjuk rasa di DPR itu. Ada beberapa pasal KUHP yang didakwakan. Pertama, pasal 212 juncto Pasal 214 ayat 1. Kemudian, pasal 170. Yang ketiga, pasal 218. Inilah yang dibacakan jaksa penuntut umum dalam sidang perdana Luthfi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (12/12/2019). Dakwaan yang berlapis. Ada kesan, para penguasa ingin anak muda ini mendekam di penjara. Ingin agar dia diberi pelajaran. Supaya anak-anak muda lainnya menjadi ciut. Padahal, di kamus anak-anak setara STM tidak ada kata “ciut”. Kalau sekiranya Luthfi dijatuhi hukuman penjara, apa yang akan terjadi? Anak muda usia 20 tahun ini akan semakin terkenal. Semakin dicintai publik. Dia akan menjadi pahlawan. Menjadi simbol perlawanan terhadap kesewenangan. Para penguasa, khususnya Polisi, mungkin akan melihat Luthfi sebagai terpidana. Polisi mungkin juga puas kalau dia dihukum. Tidak begitu anggapan publik. Luthfi akan diingat sebagai anak muda bersih yang berani menghadapi risiko maut melawan kezliman penguasa. Bagi publik, kasus Luthfi itu sendiri adalah bentuk kesewenangan. Bisa juga dilihat sebagai wujud dari kecengengan Polisi. Kenapa begitu? Karena dalam demo anak-anak muda pastilah ada lempar-melempar. Unjuk rasa tentulah bukan arena karaoke. Lempar batu dan luka adalah ciri demo. Dan bukan petugas keamanan saja yang mengalami cedera. Puluhan pengunjuk rasa juga luka-luka akibat tindak kekerasan para petugas. Dan bahkan ada yang tewas terkena peluru tajam. Apakah itu berarti pendemo boleh melakukan tindak kekerasan terhadap Polisi? Tentu tidak. Cuma, Polisi tidaklah perlu menangkap seorang pendemo “tangan kosong” untuk dibawa ke pengadilan. Paling-paling kesalahan Luthfi adalah menunjukkan keberaniannya di tengah situasi yang setiap saat bisa mengancam jiwanya. Luthfi bernyali baja. Mungkin ini yang “menjengkelkan” Pak Polisi. Penangkapan Luhtfi menjadikan dirinya bintang perlawanan terhadap kezaliman. Hukuman penjara, kalau pengadilan memutuskan begitu, akan membuat anak Ibu Nurhayati itu menjadi lebih top lagi. Dia akan mendominasi pembahasan di media besar dan media sosial. Luthfi akan menjadi alat ukur kearifan penguasa. Juga menjadi ukuran kesewenangan dan kecengengan. Jangan lupa. Ada aspek lain kasus Luthfi. Sejak kemarin, para politisi oportunis berlomba-lomba “mencari muka” di depan publik. Mereka siap menjadi pahlawan untuk membebaskan anak muda yang viral ini. Siapa tahu tokoh muda legendaris ini bisa diajak masuk ke partai mereka. Untuk bintang masa depan.[] 13 Desember 2019 Penulis wartawan senior.

Airlangga Hartarto, Antara Etika Politik & Kekuasaan

Sebelumnya Bank Dunia pada 9 September 2019 lalu, telah membocorkan prediksinya atas ketahanan ekonomi Indonesia. Lembaga keuangan duinia ini meperkirakan ekonomi Indonesia akan memburuk ke depan. Tetapatnya pada tahun 2020 nanti kondisi itu terjadi. By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Setelah ditunjuk jadi Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto (AH) berencana mempertahankan kekuasaannya untuk memimpin Partai Golkar (PG). Perebutan Ketua Umum PG ini telah menjadi kosentrasi utama AH belakangan ini. Setidaknya mungkin untuk beberapa saat. Namun bisa juga untuk selama lima tahun ke depan. Pembicaraan kita pada tulisan ini adalah melihat sisi moral politik atau etika dari AH. Seharusnya sisi moral dan etika ini dimiliki oleh AH sebagai pejabat tinggi Negara. Sebab yang saat ini AH bertanggung jawab menyelamatkan ekonomi 260 juta rakyat Indonesia. Mengapa isu ini harus harus dimunculkan? Karena begitu penting dan strategis. Kenapa dia harus membelah segala energi dan kosentrasinya. Sebagai kepala kementerian di bidang ekonomi, AH harus mengurus perekonomian nasional. Namun sebagai Ketua Umum PG, dia juga harus memikirkan kemenangan partainya Golkar pada Pemilu 2024 nanti. Itulah permasalahan yang sangat krusial Krisis Ekonomi Professor Stiglitz, eks ekonom legendaris World Bank, dalam wawancaranya dengan Euro News TV, pada 14 November 2019 lalu, mengatakan bahwa ekonomi dunia, di mana-mana sedang stagnan. Dia merespon pertanyaan pewawancara terkait padangan presiden Prancis, Macron, yang menyebut ekonomi dunia dalam keadaan krisis (unprecedented crisis). Ketika Stiglitz ditanya apakah akan kembali mengabdi pada politik?, dia menjawab ya. Jika Capres Partai Demokrat mengalahkan Trump, di pemilu presiden Amerika tahun depan. Secara moral, Stiglitz menunjukkan bahwa orang-orang hebat harus turun gunung memberi konsultasi pada sebuah pemerintahan, agar situasi ekonomi dapat membaik. Krisis ekonomi dunia maupun stagnan dalam istilah Stiglitz telah menjadi pembicaraan seluruh tokoh-tokoh dunia, dan ekonom kelas dunia. World Bank-IMF telah memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia hanya sekitar 3%, tahun ini. Turun dari 3,6% tahun lalu. Sebuah survei telah dilakukan terhadap 226 ekonom, dan ahli seluruh dunia. Penyelenggara survey adalah “The National Association of Bussiness Economics". Lembaga ini menyatakan bahwa 38% meyakini resesi terjadi tahun depan di Amerika. Sedangkan 34% lagi meyakini resesi akan terjadi di nanti pada tahun 2021. China sendiri sudah memasuki perlambatan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi China diprediksi hanya sekitar 5,8%. Jauh dari kejayaan lama China yang selalu dua digit. Kedua negara adidaya ini punya hubungan ekonomi, perdagangan, investasi dan politik yang kuat dengan Indonesia. Bagaimana Ekonomi Indonesia? Sebelumnya Bank Dunia pada 9 September 2019 lalu, telah membocorkan prediksinya atas ketahanan ekonomi Indonesia. Lembaga keuangan duinia ini meperkirakan ekonomi Indonesia akan memburuk ke depan. Tetapatnya pada tahun 2020 nanti kondisi itu terjadi. Entah karena Airlangga Hartarto sibuk dengan Golkar. Namun lihatlah fenomena ini, Deputi yang mewakili AH memberi ceramah progresif pada Indonesia Bussiness Forum, 20 November 2019, menyatakan bahwa Indonesia akan mengejar pertumbuhan ekonomi 7% selama 5 tahun "steady growth". Dan akan mencapai total GDP U$ 7 Triliun (https://en.tempo.co/read/1274589/indonesia-pursuing-us7tn-gdp-7-growth). Ini adalah sebuah ironi akal sehat. Karena seluruh dunia dan pelaku bisnis terkait Indonesia, justru sedang kosentrasi melihat rilis bocoran Bank Dunia tersebut. Bahwa ekonomi Indonesia tidak mencapai 5% tahun ini. Setelah itu menurun lagi tahun depan 4,9%. Lalu menurun lagi tahun 2022 hanya 4,6%. Lembaga Pengembangan Ekonomi dan Manejemen Universitas Indonesia (LPEM UI) juga dalam Economy Outlooks 2020 memperkuat sinyal perlambatan ekonomi Indonesia ini. Kondisi ini diperparah dengan indikasi yang dikeluarkan pemerintah terkait buruknya pendapatan pajak. Buruknya ekonomi kita ke depan menunjukkan pemimpin negara harus mempunyai "senses of crisis". Pengertian tentang sense of crisis adalah : Pertama, memikirkan penghematan anggaran (Austerity Policy). Apakah menggemukkan kementerian dengan belasan Wamen itu bukan simbol penghamburan uang pembayar pajak? Apakah mengangkat stafsus Presiden kelas magang, bukan simbol pemborosan? Kedua, membuat program-program yang realistis. Projek-proyek mercusuar sudah harus di stop. Ketiga, berorientasi pada pwenciptaan lapangan kerja. Sebab krisis ekonomi akan menghantam sisi lapangan kerja. Pemerintah harus bekerja keras memikirkan projek-proyek yang tepat untuk "labor intensive" selama situasi krisis. Keempat, harus bebas dari Korupsi. Pemerintah harus meningkatkan ancaman terhadap koruptor yang lebih keras lagi. Bila perlu dengan memberlakukan hukuman mati kepada para pejabat negara yang terbukti melakukan koruptor dalam masa lima tahun ke depan. Etika Airlangga Hartarto Kenapa kita persoalkan masalah etika ini? Isu etika politik telah dibahas sejak lama. Sejak jaman Aristotles, Plato dan Socrates. Yang paling ekstrim dalam soal etika adalah Machiavelli, dari Florence. Namun, semua pembicaraan mereka penting untuk dikaitkan dengan kebajikan seseorang dalam ruang publik. Moralitas politik seseorang tidak lagi miliki hak individual ketika orang tersebut telah menjadi pejabat publik. Professor Emeritus Arthur Dobrin dalam "3 Approaches to Ethics: Principles, Outcomes and Integrity" (psychologytoday. com) mengetengahkan tiga jenis etik yang perlu kita lihat, yakni "Virtue Ethics, Consequentialist Ethics dan Deontological Ethics". Virtue Ethics terkait kebajikan yang ingin dicapai seseorag, secara pribadi. Consequentialist Ethics terkait pertanyaan "What is good". Etik jenis ini sudah menyangkut hubungan perbuatan kita terhadap orang lain. Apa dampak perbuatan kita itu pada masyarakat. Sedang Deontological Ethics terkait pertanyaan "What is rights”? Hal ini berhubungan dengan pertanyaan: "What duties do I owe? How do I decide between conflicting duties”? Etik jenis ini juga sudah berhubungan dengan perbuatannya terhadap orang lain. Jadi, urusan etika bukan hanya urusan pribadi seseorang, melainkan juga urusan kita semua. apalagi untuk pejabat publik seperti Airlangga Hartarto yang menjabat Menteri Koordinator Perekonomian. Urusan Airlangga Hartarto menjadi penting kita kaitkan dengan etika untuk melihat integritas dan moral politik dia dalam kehidupan publik. Dahulu, ketika Hatta Rajasa, merangkap Menko Perekonomian dan Ketua Partai, selama 2010-2014, trend pertumbuhan ekonomi terus menurun selama lima tahun. Ironisnya, sebaliknya pencapaian jumlah suara partainya meningkat. Namun, situasi ekonomi saat itu masih "menguntungkan". Karena trend ekonomi dunia belum seburuk saat ini. Lalu, apakah tega seorang Airlangga Hartarto membagi kosentrasinya untuk 260 juta rakyat yang membutuhkan kepastian dan kestabilan ekonomi, dengan urusan partai yang membutuhkan perhatiannya untuk memenangkan pilkada 2020 dan berbagai urusan lainnya? Jika melihat peliknya situasi ekonomi ke depan, fokus Airlangga seharusnya tertuju pada penyelamatan ekonomi naisonal. Hal ini hanya bisa dilakukan apabila 100% kehidupan dia ditujukan pada usaha itu. Quote terkenal dari Manuel Quezon, mantan Presiden Filipina, "My Loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins". Quote ini sangat penting menunjukkan integritas dan moralitas politik seseorang pejabat publik. Namun, sayangnya, tetap saja bagi orang politik. Godaan etika politik ajaran Machiavelli, "rebut dan pertahankan kekuasaan dengan segala cara", sangat menggoda. Penutup Situasi ekonomi dunia memburuk. World Bank sudah memprediksi pertumbuhan ekonomi kita juga terus menurun. Pada saat bersamaan ADB (Asia Development Bank) merilis 20 juta rakyat kita kelaparan. Lalu apakah etik menteri kordinator perekonomian memecah kosentrasinya antara urusan bangsa versus urusan partai? Dimana etika Airlangga dalam politik kekuasaan? Kita lihat segera ke depan. Apa yang akan dipilihnya? Apakah dia tetap bertahan untuk maju sebagai calon ketua umum Golkar pada Munas Golkar bulan Desember 2019 ? Ataukah memilih kosentrasi pada penyelamatan ekonomi bangsa? Hal itu terpulang pada seorang Airlangga Hartarto. Namun, ingatlah bahwa manusia pada akhirnya akan lebih dikenang integritas dan moral politiknya, ketimbang politisi tanpa etika Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle

Anies Baswedan, Dipuji Tidak Terbang, Dicaci Tidak Tumbang

Oleh Hudzaifah Jakarta, FNN - Nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belakangan menjadi viral. Oleh sebab berbagai cacian, cemoohan, bahkan tudingan diarahkan kepadanya. Namun prestasi demi prestasi yang muncul dan pengakuan dari berbagai kalangan mengenai sosok membanggakan sekaligus sarat cacian ini. Konon sejumlah lembaga survei terkemuka di tanah air mencoba menggelar survei terbatas dan tertutup mengenai sosok siapakah yang paling digemari jika hari ini digelar Pemilihan Presiden. Jawabannya mengejutkan, ternyata rerata hasil survei lembaga survei tersebut menunjukkan nama Anies Baswedan dengan tingkat elektabilitas 40%. Sementara pilihan warga terhadap tokoh-tokoh lain yang beredar seperti Prabowo Subianto, Sandiaga Salahudin Uno, Risma Harini, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Budi Gunawan, Puan Maharani, Agus Harimurti Yudhoyono, Khofifah Indarparawansa, Airlangga Hartarto, sampai Muhaimin Iskandar, rerata di bawah 10%. Survei non publish ini menunjukkan bahwa nama Anies tak terbendung. Dia meninggalkan nama-nama kuat untuk Pilpres 2024. Sampai di sini wajar kalau Anies menjadi trending topic yang terus menghiasi, terutama media-media sosial, sementara media mainstream cenderung mengabaikan, bahkan tak memberi space sama sekali. Sosok Penuh Pujian Jika menengok berbagai penghargaan yang diterima Anies selama ini memimpin kota Fatahillah ini sungguh sangat membanggakan. Mulai dari predikat hasil audit wajar tanpa pengecualian (WTP) atas laporan keuangan Pemprov DKI sejak dipimpinnnya pada 2017 dan 2018. Mengapa membanggakan? Oleh karena sejak Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta mulai 2014, sampai diganti oleh Basuki Tjahaja Purnama 2017, laporan keuangan Pemprov DKI Jakarta hanya berhenti pada level wajar dengan pengecualian (WDP). Jelas Anies sangat piawai menyusun, menggunakan dan melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Makanya agak aneh dan terkesan dibuat-buat, seolah-olah penyusunan RAPBD 2020 dituding oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) disusupi niat buruk terkait adanya anggaran Aica Aibon mencapai Rp82 miliar, anggaran ballpoint Rp124 miliar, anggaran kertas Rp213 miliar. Termasuk anggaran untuk influenzer Rp5 miliar dan jalur sepeda Rp73 miliar. Padahal itu baru dummy anggaran, artinya belum dapat dikategorikan RAPBD, utak-atiknya masih bersifat internal, dan oleh karenya masih terbuka peluang untuk diubah hingga 100% alias dihilangkan. Bahkan Anies sendiri yang memimpin koreksi dan evaluasi anggaran-anggaran aneh tersebut dalam satu rapat internal. Tapi situasi ini didramatisasi, di-push oleh buzzer-buzzer piaraan PSI, eks Ahoker, seolah-olah sebagai temuan korupsi. Bahkan tak puas sampai di situ, tim buzzer ini mengirim bunga ucapan terima kasih di depan Balai Kota seolah pengungkapan korupsi ini layak dikasih award. Satu hal yang PSI dan para buzzernya lupa, pengungkapan yang tidak tepat untuk sesuatu yang masih moving target (masih bergerak) itu bukan menjatuhkan kredibilitas Anies, tapi justru melambungkan nama Anies dan menjadi trending topic yang manis. Bahkan sebaliknya, menepuk air didulang, terpercik muka sendiri. William Aditya Sarana, alias William Aibon, yang berharap menjadi hero pembongkaran korupsi, malah diperiksa Badan Kehormatan DPRD DKI Jakarta. William sang politisi muda PSI, yang tentu saja masih ingusan, dianggap melanggar etika terkait isu anggaran. Harusnya William teriak dan berjibaku setelah dummy anggaran itu disisir oleh internal Pemprov DKI Jakarta masuk dalam RAPBD 2020, bersama anggota DPRD lainnya. Di situlah seharusnya ia bisa tampil jadi pahlawan, sayangnya sequences ini tak dipahami oleh para politisi ingusan PSI. Wajar kalau Anies yang justru mendapat applause luar biasa. Selain itu Anies juga mendapat kado istimewa karena gugatan para taipan soal pencabutan izin reklamasi Pantura Jakarta dimenangkan oleh Anies di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Reklamasi yang digagas Ahok bersama para taipan dianggap ilegal karena tidak mengurus IMB dan Amdal dengan benar. Tentu saja hal ini membuat pengikut Ahok dan para taipan berang tak karuan dan tentu saja berusaha menjegal kepemimpinan Anies dengan menghalalkan segala cara. Tak hanya sampai di situ, Anies juga berhasil membangun Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara dengan Badan Usaha Milik Daerah BUMD melalui PT Jakarta Propertindo. ITF ini adalah tungku penampung sampah yang dengan sistem tertentu keluarannya berubah menjadi energi listrik. Ini adalah cikal bakal kemandirian energi sekaligus menyelesaikan persoalan sampah DKI Jakarta selama ini. Raihan prestasi Anies tak berhtenti sampai di situ, belum lama ini World Cities Summit and Mayors Forum (WCSMF) 2019 menobatkan Jakarta sebagai kota terbaik dalam perbaikan sistem transportasi dan mobilitas kota (Sustainable Transport Award—STA) di Forteleza, Brazil. Anies juga dianugerahi sebagai Gubernur Merah Putih oleh Majalah Warta Ekonomi dan Rakyat Merdeka karena keberpihakan dan kecintaannya pada warga DKI Jakarta lewat aneka program sosial dan pembangunan. Belum lagi DKI Jakarta menjadi kota pertama di Asia Tenggara yang diberikan penghargaan Geo Innovation Award pada ESRI (Environmental System Reasearch Institute). Penghargaan tersebut diterima Gubernur Anies, menambah panjang penghargaan. Terkhir keluarga besar Anies Baswedan pada 10 November mendapat penghargaan atas kepahlawanan sang kakek Abdul Rahman (AR) Baswedan oleh Presiden Jokowi di Istana Negara. Makin menjejakkan kapasitas dan kredibilitas Anies terhadap NKRI. Berkat upaya kerasnya, Anies juga berhasil merealisasikan janji politiknya soal kepemilikan rumah dengan uang muka (down payment—DP) 0%. Membuat kecintaan warga Jakarta terhadap Anies makin membuncah. Atas segala kerja kerasnya, DKI Jakarta berhasil tumbuh 6,23%, di atas rata-rata pertumbuhan nasional yang baru saja memperoleh laju pompa ekonomi hanya 5,02%. Prestasi demi prestasi, tidak semuanya terekam dalam tulisan ini, tapi tak membuat Anies terbang melayang dibuatnya. Anies tetap tersenyum simpatik, terus bekerja dan terus berprestasi di tengah badai cacian, umpatan dan cemoohan kaum pembenci. Pendek kata, Anies tidak serta merta terbang melayang oleh aneka pujian, award dan pengakuan. Tak tumbang dicaci Pada saat yang sama Anies bukanlah tipe manusia yang baperan, gampang ngambek, marah-marah, atau mentalnya tumbang hanya karena cacian. Majalah Tempo (Editor dan tabloid Detik) yang pernah dibela Anies bersama teman-temannya saat mahasiswa karena dibreidel Pemerintah Soeharto, pun ikut mengkritik Anies terkait kasus lem Aibon. Menjadi cover majalah Tempo dengan sudut pandang yang negatif tidak membuat Anies marah-marah. Anies malah memuji majalah Tempo karena kekritisannya. Saat masih mahasiswa Anies Baswedan memimpin demo mahasiswa atas penutupan majalah Tempo, Editor dan tabloid Detik. Ketiganya di breidel oleh Pemerintah Soeharto karena getol mengkritik kebijakan Pemerintah yang aneh. Hari ini, setelah 25 tahun reformasi, Tempo mengkritisi kisruh lem Aibon di APBD Pemprov DKI, Anies pun menghormati kebebasan pers sambil memberi konfirmasi apa yang terjadi sesungguhnya. Anies malah berterima kasih pada Tempo demgan mengatakan: "Terima kasih Tempo telah menjalankan tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi. Semoga perbaikan sistem yang sedang berjalan bisa segera kami tuntaskan. Terus awasi kami yang sedang bertugas di pemerintahan. Karikaturnya boleh juga. Kalau tidak begitu bukan Tempo namanya." Tak hanya Tempo, sosok seperti William Aditya Sarana, Rian Ernest Tanudjaja, Ade Armando, Deny Siregar, Abu Janda, dan barisan Ahoker dan Jokower lainnya tak henti-henti mengkritik Anies. Kritikan diarahkan dari berbagai sudut lemah maupun sedang, tapi sejauh ini tak ada kritik yang kuat. Tapi Gubernur DKI itu menganggap santai aneka kritikan yang datang secara bertubi-tubi itu. "Memang parpol, anggota DPRD punya hak untuk bicara dan publik bisa menilai. Apakah dia bicara menyelesaikan masalah, memperumit masalah atau hanya aktualisasi diri," tutur Anies. Bahkan politisi PSI Tsamara Amany yang sangat vokal terhadap Pemprov DKI dibuat surprise oleh Anies. Anies dan istri datang ke pernikahan Tsamara dan Ismail Fajrie di hotel Fairmont sebagai bentuk sikap kenegarawanan Anies terhadap lawan politiknya. Tidak baperan, apalagi bermental pecundang. Anies tetap taft memimpin DKI Jakarta, meski dikritik Ade Armando dengan meme ‘Gubernur Jahat, Berawal Dari Menteri Yang Dipecat’. Anies dengan santai mengatakan tak akan menanggapi tudingan kelas rendah tersebut, walaupun anggota DPD Fahira Idris mengadukan Ade ke kepolisian. Tak luput Deny Siregar mengkriti soal proyek bambu getah getih yang hanya menguntungkan segelintir orang. Anies juga dengan enteng menjawab, daripada menghadirkan besi impor dari Tiongkok, masih lebih baik menguntungkan para UKM lokal. Karuan saja Deny Siregar mati angin tak karuan. Pendek kata, Anies bukan tipe yang mudah terbang mengawang-awang ketika dipuji. Bahkan mentalnya tak segera tumbang meski dicaci maki. Inilah modal pemimpin masa depan, gigih, ulet, tahan banting, dan terus berprestasi. Ayo, siapa lagi mau memaki? Anies siap menghadapi...! End. Penulis adalah wartawan senior.

Surya Paloh Tak Perlulah “Baperan Seperti Anak TK”

By Kisman LatumakulitaPenulis Kader Partai Nasdem & Wartawan Senior Jakarta, FNN - Bapak Surya Paloh. Yang kalau kita lihat, malam hari ini beliau lebih cerah dari biasanya. Sehabis pertemuan beliau dengan Pak Sohibil Iman di PKS. Wajahnya cerah setelah beliau berdua berangkulan dengan Pak Sobibul Imam. Saya tidak tahu maknanya apa? Tetapi rangkulannya tidak seperti biasanya. Tidak pernah. Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat beliau merangkul Pak Sohibul Imam. Inilah penggalan pidato yang mengawali sambutan Prasiden Jokowi di ulang tahun Partai Golkar, di Hotel Sultan Rabu malam (06/11/2019). Hadirin terlihat bersemangat bertepuk tangan, disertai suara gemuruh. Tampak banyak hadirin yang tertawa, dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Presiden Jokowi tampak senyum-senyum sambil melanjutkan sambutannya. Penggalan sambutan Presiden Jokowi itu, sebagai respons atas pertemuan DPP Partai Nasdem dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di kantor PKS Senin (04/11/2019). Dari gambar foto yang beredar di media massa, tampak Surya Paloh berangkulan dengan Presiden PKS Sohibul Iman. Sekilas yang bisa terbaca oleh nalar, sambutan Presiden Jokowi pada bagian yang khusus kepada Ketua Umum Partai Nasdem adalah candaan biasa-biasa. Walaupun demikian, publik bisa membacanya dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya, dilihat sebagai peringatan yang biasa-biasa saja dari Jokowi. Sebaliknya, bisa juga bukan peringatan yang bukan biasanya. Surya Paloh menanggapi cadaan Jokowi dengan retorika yang khas, ketika membuka Munas ke-II Partai Nasdem di Jakarta Internasional Expo Kemayoran. Dengan gaya pidatonya yang biasanya menguasai panggung, Surya Paloh menanggapi sindiran Presiden Jokowi dua hari sebelumnya. Kata Surya Paloh “tingkat diskursus politik yang paling picisan di negeri ini. Hubungan rangkulan, tali silaturrahmi dimaknai dengan berbagai tafsir dan kecurigaan (detiknes 8/11/2019). Tepuk tangan kader Nasdem gemuruh dan membahana di arena kongres. Paloh menjelaskan, bangsa Indonesia sudah lelah dengan segala intrik yang mengundang sinisme satu sama lain. “Bangsa ini juga sudah lelah dengan kecurigaan satu sama lain. Sehingga ketika kita berkunjung ke kawan pun mengundang kecurigaan. Ini bangsa model apa yang seperti ini," tanya Paloh dengan bertanya-tanya. Tepuk tangan kader Nasadem kembali membahana. Berkoalisi dengan Prabowo Suka atau tidak, bahwa tanggapan Paloh ini tertuju pada pidato Presiden Jokowi dua hari sebelumnya di Holtel Sultan. Paloh sepertinya tidak terima candaan dari Presiden Jokowi itu. Padahal, jika dicerna dengan nalar yang jernih dan bersih, candaan Jokowi sangat terpuji, santun, indah dan berkelas. Mungkin Surya Paloh pura-pura budeg, bahwa pemerintah Presiden Jokowi periode kedua ini dibangun di atas rekonsiliasi yang basah keringat dan berdarah-darah. Banyak luka dan pilu yang sampai hari ini masih membekas dan menganga. Pemilu 2019 yang menghasilkan diameteral yang tajam di masyarakat, sampai sekarang belum pulih. Fakta politik di masyarakat ini, makin diperparah dengan pertumbuhan ekonimi Indonesia yang mandheg di angka 5%. Perang dagang raksasa ekonimi dunia Amerika vs Cina membuat Indonesia dan negara berkembang terjepit di tengah. Kenyataan ini diperparah dengan Shortfall pajak dalam negeri juga jauh dari target yang ditetapkan APBN 2019. Semua fakta politik dan ekonomi ini membuat Jokowi harus korbankan egoisme pribadinya. Jokowi perlu membuka tangan selebar-lebarnya, dan mengajak rivalnya Prabowo masuk dalam pemerintahnya lima tahun ke depan. Langkah Jokowi ini sebagai upaya awal mendinginkan suhu politik. Sehingga diharapkan berdampak secara sistemik kepada stabilitas pertumbuhan ekonomi ke depan. Sayangnya, di tengah Jokowi bekerja keras meyakinkan investor dunia untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Caranya, dengan mengajak Prabowo masuk sebagai anggota koalisi, Surya Paloh malah bertingkah seperti anak kecil. Surya Paloh membangun aliansi strategis dengan PKS. Padahal PKS sudah memantapkan posisinya sebagai oposisi. PKS berada di luar pemerintahan Jokowi untuk lima tahun ke depan. Bagi PKS yang dominan warna-warna ke-Islaman, kedatangan Surya Paloh dan Nasdem tentu saja diterima dengan senang hati. Tafaddol, dan ahlan wasahlan. Politisi yang bukan Islam saja diterima PKS dengan tangan terbuka. Apalagi yang datang ini masih sesama Islam. Walaupun berbeda garis politik, PKS tak mungkin menolak kedatangan Surya Paloh dan Nasdem. Garis politik PKS adalah nasionalis religius. Sedangkan Nasdem nasional sekuler. PKS sebagai partai da’wah juga mau bilang kepada publik bahwa “al-Islaamu rahmatal lil ‘aalamin”. Artinya, Islam itu rahmat untuk seluruh isi alam. Sehingga PKS membuka diri dan pintu lebar-lebar kepada siapa saja yang mau bersilaturrahmi ke PKS. Bukan sebaliknya “al-Islaamu rahmatan lil muslimin. Artinya, Islam itu bukan hanya rahmat untuk kaum mulimin. Koalisi Rapuh Sebagai anggota koalisi pemerintah, langkah liar Surya Paloh dan Nasdem menggalang kemitraan strategis dengan PKS bisa menimbulkan pertanyaan di ruang publik. Investor tentu bertanya-tanya tentang kemungkinan rapuhnya pemerintahan koalisi Jokowi di awal-awal. Langkah Paloh ini bisa membuat investor mengambil posisi wait and see untuk masuk ke Indonesia. Pemerintah Jokowi saat ini membutuhkan investasi asing dalam jumlah besar. Untuk itu dibutuhkan iklim politik yang kondusif dan sejuk. Sehingga tidak membuat investor ragu. Langkah pertama adalah berkoalisi dengan rivalnya Prabowo. Sebab, faktanya belum lama ini sekitar 60 lebih perusahaan besar yang keluar dari Cina,. Namun sayangnya, tidak satupun yang mau mampir ke Indonesia. Untuk itu, Paloh agar lebih dewasa dalam berpolitik. Paloh harus lebih wise sebagai politisi di usianya yang sudah uzur itu. Tidak perlulah “baperan” (bewah perasaan) kaya anak Taman Kanak-Kanah (TK). Perbedaan yang terjadi di dalam koalisi, sebaiknya didiskusikan atau dibicarakan saja ke dalam. Jangan hanya karena keinginan untuk mendapatkan pos jabatan atau kementerian tententu tidak bisa dipenuhi Pak Jokowi, lantas berulah seperti anak kecil. Seperti anak yang masih Taman Kanak-Kanak. Kebiasaan anak-anak kecil itu, kalau ada perminataannya atau keinginannya yang tidak bisa dipenuhi orang tuanya, suka bertingkah aneh-aneh. Suka lempar rumah, dan tidak mau pulang ke rumah. Kalau pulang ke rumah pun, tidak mau makan. Terdengar kabar yang mungkin saja tak benar validitasnya, Surya Paloh meminta kepada Jokowi agar Nasdem tetap di posisi Jaksa Agung. Selain itu, minta agar Kementerian ESDM diberikan kepada Nasdem. Kementerian ESDM ini sebagai kompensasi hilangnya Kementerian Perdagangan dari genggaman kader Nasdem. Kalau mau belajar tentang kedewasaan, maka sebaiknya balajarlah dari kami orang Maluku. Sudah lebih 41 tahun, kami orang Maluku tidak dikasih posisi menteri di kabinet. Menteri terakhir yang dari putra Maluku adalah dokter Gerrit Augutinus Siwabessy sebagai Menteri Kesehatan di tahun 1978. Padahal kami orang Maluku adalah pemegang saham pendiri bangsa ini. Satu di antara delapan provinsi yang mendirikan bangsa Indonesia ini di tahun 1945 adalah Maluku. Toh, kami orang Maluku tidak baperan tuh. Kami tidak juga meminta untuk dilakukan referendum. Tidak berupaya untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Namun sebaliknya, kami orang Maluku tetatp setia dan mencintai NKRI ini. Pagi Tempe Sore Dele Sebagai politisi senior, Surya Paloh juga harus konsisten dengan ucapannya. Kalau dalam bahasa agama harus lebih tawaddu dengan yang diucapkan. Agar bisa diteladani dan dikenang sebagai politisi yang berkarakter. Sebab banyak perilaku politik Surya Paloh yang tak sesuai dengan ucapannya. Contoh yang paling nyata bisa dlihat di manifesto politik Partai Nasdem. Awalnya, Nasdem menolak Pilkada dilakukan secara langsung. Berbagai alasan dikemukakan sebagai dalil pembenar atas sikap politik Partai Nasdem tersebut. Namun setelah memiliki kursi di DPR. Giliran Partai Nasdem yang paling getol dan menikmati Pilkada langsung tersebut. Tagline Partai Nasdem ketika itu adalah “Pilkada Tanpa Mahar atau Politik Tanpa Mahar” Tahun 2014, Surya Paloh mengatakan di depan pertemuan kader Partai Nasdem di Ancol membuat pernyataan yang luar biasa hebat. Ketika itu Surya Paloh bilang “kalau tidak masuk tiga besar, dipastikan Nasdem tidak mengajukan calon presiden”. Namun, baru hari pertama Pemilu 2014, dan masih dalam hitungan cepat lembaga survei, Nasdem ketika itu di urutan 9 partai yang lolos ke DPR. Hari itu juga Nasdem dan PDPI sudah mengadakan pertemuan di kantor Nasdem untuk mengajukan Jokowi sebagai calon Presiden. Begitu juga ketika mengajukan Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta 2017. Salah satu alasan mencalonkan Ahok yang sering dikemukakan kader-kader Nasdem adalah menolak politik identitas. Dengan alasan itu juga, stasiun televisi milik Surya Paloh, Metro TV tidak memberitakan kegiatan Reuni Akbar 212 2018. Acara yang diperkirakan dihadiri sekitar 13 juta manusia itu sepi dari pemberitaan Metro TV. Kegiatan Reuni Akbar 212 tidak diberitakan Metro TV, karena dianggap berkait erat dengan politik identitas. Padahal secara personal, orang-orang PKS adalah bagian penting, bahkan sangat kental dalam kegiatan Reuni Akbar 212 tersebut. Kumpulan politik identitas inilah yang memenangkan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017. Setelah itu kumpulan politik identitas juga yang berdiri di belakang dan mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon presiden melawan Jokowi di Pilpres 2019. Kini giliran Surya Paloh dan Partai Nasdem berangkulan erat dengan Presiden PKS Sohibul Imam. Fakta inilah yang mendorong Presiden Jokowi mengomentarinya, dengan berbagai sudut pandang. Padahal tidak bisa dipungkiri, bahwa PKS sejak kelahirannya sudah kental warna politik identitas. Itu kenyataan dan fakta yang ada. Kalau prilaku politik Surya Paloh, yang “pagi tempe sore dele” begitu bisa berdampak negatif. Apa kata dunia Bang Surya Paloh? Bagaimana juga dengan puluhan ribu, bahkan mungkin ratusan ribu kader Nasdem yang sudah ikut sekolah Akademi Bela Negara Nasdem (ABNN) itu? Janganlah warisi perilaku yang tidak konsisten, yang kurang bijak seperti itu kepada generasi muda bangsa ini. Abang Surya Paloh kan politisi senior yang hebat. Abang juga wartawan senior yang hebat. Kalau perilaku politik Bang Surya Paloh yang berubah-ubah dan kekanak-kanakan tersebut, karena faktor umur, yaa bisalah dipahami dan diterima. Namu jangan juga sampai “janji satu sebelas yang meleset bang”. End

Lem Aibon: Kenapa Kalian Makin Sinting?

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Sulit dimengerti. Tiba-tiba William Aditya Sarana dijadikan pahlawan. Karangan bunga simpati dikirimkan kepada anggota DPRD DKI dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu. Cukup banyak papan bunga yang terpampang di dekat gedung Dewan. Isinya memuji-muji William. Dia dianggap berjasa “membongkar” kejanggalan isian e-budgeting anggaran belanja pemprov DKI. Ada lem Aibon 82 miliar dan pena ballpoint 124 miliar. Kedua-duanya tak masuk akal. Janggal. William seolah menemukan korupsi yang akan dilakukan Gubernur Anies Baswedan. Padahal, semua orang tahu bahwa yang justru menyisir keanehan itu adalah Anies sendiri. Anies yang lebih dulu mempersoalkan itu. Bukan William. Cuma dia tidak berkoar-koar. Tidak seperti Ahok ketika menemukan anak-buahnya bersalah. Tapi, temuan William yang sifatnya “kesiangan” itu dijadikan simbol heroik oleh sejumlah orang. Sangat sukar dipahami. Tak bisa dipahami kenapa temuan William yang tak bermakna sedikit pun itu dielu-elukan dengan karangan bunga pujian? Kenapa kesalahan staf Anies itu dipelintir menjadi kesalahan Gubernur? Seolah Gubernur sedang menyiapkan korupsi? Heran sekali. Heran, mengapa kalian semakin sinting? Luar biasa Anda. Tak masuk akal rasanya kalau kalian tak punya akal. Sungguh reaksi kalian lewat karangan bunga untuk William itu akan memberikan pendidikan politik aliran sesat. Padahal, kalian mengaku partai milenial. Partai yang kalian bentuk dengan tujuan untuk menampung pikiran sehat generasi muda. Sekarang, bagaimana mungkin publik akan mengakui keakalsehatan kalian? Yang kalian lakukan justru kebalikannya. Kalian menunjukkan diri kakian semakin kacau. Sangat disayangkan mengapa dari hari ke hari kalian makin sinting. Seharusnya karangan bunga itu mewakili akal sehat. Tapi, kalian jadikan itu pertanda kesintingan.[] Penulis adalah wartawan senior.

Wacana Ngawur Larangan Cadar dan Celana Cingkrang

Oleh Dimas Huda Jakarta, FNN - Islam mengajarkan serahkanlah urusan pada ahlinya. Dalam hadis riwayat Bukhari disebutkan bahwa Nabi bersabda: “Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Seorang sahabat bertanya; “bagaimana maksud amanat disia-siakan?“ Nabi menjawab; “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” Di era kini, dikenal dengan istilah the right man in the right place. Secara sederhana kalimat itu dimaknai menempatkan orang sesuai keahliannya. Suatu tim akan mampu bergerak lebih cepat kalau orang di dalamnya mengurusi hal-hal sesuai keahliannya. Nyatanya, konsep ini mudah dikatakan tapi tidak selalu mudah diterapkan. Tengok saja susunan Kabinet Indonesia Maju atau KIM. Apakah Presiden Joko Widodo sudah menjalankan prinsip the right man in the right place? Untuk menilai hal itu tentu kita patut bersabar. Beri kesempatan dulu mereka, para menteri itu, bekerja. Okelah kalau begitu! Hanya saja, terhadap Fachrul Razi yang diamanahi sebagai Menteri Agama rasa-rasanya sulit bagi publik Muslim, untuk bersabar. Fachrul Razi sudah sangat berisik, cerewet dan menguras emosi umat. Publik membaca Menteri Agama yang mengaku hanya bisa menghafal juz ke-30 atau juz amma dari kitab suci Alquran, itu tak membaca secara benar tentang sejarah lahirnya kementerian agama. Bukti bahwa Fachrul Razi tidak memahami sejarah kementerian agama cukup jelas ditunjukkan ketika ia mengatakan bahwa dirinya bukan menteri agama Islam dan dia ditugaskan untuk melawan radikalisme. “Mengatakan bukan menteri agama Islam adalah pernyataan ahistoris. Sebab sejarah mencatat, bahwa aspirasi umat Islam diakomodir dengan terbentuknya kementerian itu,” tulis Dr. Ahmad Yani, Dosen FISIP dan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta. Apa yang ditulis Yani dan viral di media sosial itu sangat berdasar. Kementerian Agama dibentuk pada 1946 sebagai kompromi politik atas hilangnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, 22 Juni 1945. Sebagai pengingat, setelah proklamasi 17 Agustus 1945, umat Islam melalui tokoh-tokoh politiknya merelakan tujuh kata demi keutuhan bangsa. Pengorbanan umat Islam ini menjadi perhatian utama bagi pendiri bangsa. M. Yamin, berkata, "Tidak cukuplah jaminan kepada agama Islam dengan Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus kita wujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri. Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, wakaf dan masjid, dan penyiaran harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai Kementerian Agama." Pernyataan M. Yamin itu menjadi bukti sejarah bahwa Kementerian Agama adalah dibuat khusus untuk umat Islam dalam mengakomodir segala kepentingan umat Islam. Selain itu, Kementerian Agama juga yang menjadi titik temu antara nasionalis sekuler dan nasionalis agama. "Model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah jalan tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dan negara," ucap Kiai Wahid Hasyim suatu ketika. Pemerintah mengumumkan berdirinya Kementerian Agama setelah disepakati secara aklamasi di Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Sukarno sebagai Menteri Agama Pertama. H.M. Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah. Setelah itu, Kementerian Agama selalu diisi tokoh-tokoh Islam dari Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, dan ormas Islam lainnya. Di era Orde Baru Menag memang pernah dijabat pensiunan tentara. Mereka adalah Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Tarmizi Thahir. Nama kedua tentara tapi memiliki latarbelakang pengetahuan agama yang memadai. Lagi pula, tidak ada dokumen yang mencatat Alamsyah dan Tarmizi pernah bilang bahwa dirinya bukan menteri agama Islam. Hanya pada era kinilah, Jenderal (Purn) Fachrul Razi, yang begitu. Inilah pentingnya Fachrul belajar lebih banyak lagi. Lagi pula, kewajiban belajar itu tidak mengenal usia. Belajar dari ayunan sampai ke liang lahat, begitu agama mengajarkan. Cara dan Celana Cingkrang Neta S. Pane dalam akun Facebooknya memosting foto dirinya dan aktor film Keanu Reeves yang mengenakan celana cingkrang. Neta menulis: Nyantai aje ye.....kata teman teman aye....aye ude terpapar.....Terpapar ape ye. Terpapar kek Keanu Reeves kali ye. Sama sama penggemar celana cingkrang. Toh kagak masalah....baik aye maupun Keanu....bukan PNS ato ASN. Jadi kami asyik asyik aje terpapar bercingkrang ria.....btw kurasa lebih gaunteng aye ketimbang Keanu.....Kurasa lho...xixixixixixj ngeri ngeri sedaplah pokoknye... Status satir Ketua Presidium IPW (Indonesia Police Watch) itu jelas ditujukan kepada Menteri Agama, Fachrul Razi. Meme yang lebih menohok lagi bertebaran di media sosial belakangan ini. Fachrul boleh jadi adalah menteri yang banyak mendapat reaksi negatif dari publik sejak ia dilantik menjadi Menag. Parahnya, Fachrul cenderung over acting yang boleh jadi untuk menutup kelemahannya. Sepertinya, Menag, Fachrul Razi, gagap. Ia terjebak pada kata “memerangi radikalisme” sebagai prioritas kerjanya sehingga dia tak tahu mesti memulai dari mana. Tiba-tiba ia melempar wacara larangan cadar dan celana cingkrang bagi PNS. Wacana yang kebablasan. Ngawur dan bikin gaduh. Dibilang ngawur, karena apa yang diwacanakan Fachrul memberi kesan bahwa cadar dan celana cingkrang adalah bagian dari radikalisme. Melarang cadar dan celana cingkrang bermakna memerangi kaum radikal. Ia lupa bahwa persoalan pelarangan cadar bukan cuma soal agama, tapi juga sudah soal hak asasi manusia (HAM). Pemerintah seharusnya tidak mencampuri ranah privat setiap warga negara. Sebab, privasi warga itu hal yang paling prinsip. "Sebaiknya Menteri Agama lebih hati-hati dalam melontarkan wacana,” ucap Wakil Ketua Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, belum lama ini. Wajar saja, jika politisi PAN, Hanafi Rais, curiga jangan-jangan wacana pelarangan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah itu dimunculkan untuk menutupi masalah kapasitas Fachrul. Di sisi lain, banyak masalah yang belum beres di Kementerian Agama. Itu yang mestinya menjadi prioritas. Misalnya persoalan haji, pendidikan agama, dan isu-isu yang lain. Menag lebih baik bicara yang lebih konkret dan lebih nyata di masyarakat, ketimbang bicara masalah remeh temeh soal celana cingkrang. “Itu jangan-jangan malah menutupi kapasitasnya sendiri yang mungkin tidak bisa atau tidak mampu," sindir Hanafi. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Suhardi Alius, juga meminta kepada seluruh pihak untuk tidak mengaitkan tampilan celana cingkrang dan berjenggot dengan radikalisme. Radikalisme merupakan pandangan ideologi bukan tampilan berpakaian. "Tidak bisa kita lihat dengan cara tata busana, kemudian berjenggot, celana cingkrang, tapi itu masalah ideologi," kata Suhardi, Jumat (1/11). Bukan melindungi tiap warga negara untuk memeluk agama berdasar keyakinannya, Fachrul justru sukses menyedot emosi umat. Maka pantas saja Presiden Joko Widodo merasa perlu turun tangan. "Kalau saya ya, yang namanya cara-cara berpakaian, cara berpakaian kan sebetulnya pilihan pribadi, pilihan personal, atau kebebasan pribadi setiap orang," ujarnya. Persoalan bangsa ini sudah sangat menumpuk. Kita berada pada pintu multi krisis: krisis ekonomi, krisis moral, dan krisis kepercayaan. Ironis, masih ada pejabat tinggi yang kuper, kurang pergaulan: sibuk mempermasalahkan celana cingkrang. Pantas saja jika ada menyindir: celana cingkrang dan cadar yang diyakini sebagai perintah agama dimasalahkan, celana mini suit... suit … Penulis adalah wartawan senior.