ALL CATEGORY

Sekarang Kita Ada di Mana?

Oleh: Yusuf Blegur,  Pegiat Sosial dan Aktivis Yayasan Human Luhur Berdikari Ketika kehidupan telah menampilkan kebenaran dan kejahatan saling berhadap-hadapan, maka ada dua kemungkinan yang bisa dilakukan. Memilih salah satu berdasarkan  keyakinannya atau mengambil jalan tengah, mencari posisi  yang aman bagi kepentingannya. Pilihan terhadap salah satu dari keduanya sama-sama memiliki konsekuensi dan risiko tersendiri. Begitupun yang tidak memilih satupun dari keduanya. Sikap diam dan ambigu dalam mengambil pilihan ini, terkadang memiliki peminat yang banyak dan menggumpal menjadi mayoritas. Meminjam terminologi Islam, pada narasi  Amar Maruf Nahi Munkar, maka sangat jelas sesuatu yang hak tak akan bisa dan tak akan pernah bercampur dengan yang batil. Jangan berupaya meskipun hanya dalam berpikir sekalipun, untuk mencoba  menyatukannya. Kebenaran dan kejahatan mengandung nilai, sifat, dan karakter berbeda. Keduanya sama sekali tidak memiliki unsur chemistry, kohesifitas  dan apalagi persenyawaan. Seperti  kata peribahasa, resan air ke air, resan minyak ke minyak.  Menegakkan kebenaran dan melawan kemungkaran merupakan suatu realitas yang dilandasi oleh pemaknaan identitas, eksistensi dan pencapaian tujuan  dalam kehidupan. Sebagaimana dalam kaidah moral dan agama. Ada pembeda dan petunjuk tentang jalan kemaslahatan dan jalan kemudharatan. Jika polarisasi pertarungan kebenaran dan kejahatan itu sudah sampai memasuki ranah friksi, benturan dan konflik. Biasanya memunculkan domain dan irisannya masing-masing. Penetrasinya juga membangun ruang konstelasi dan konfigurasi sendiri. Tentunya akan menampilkan pelaku, strategi dan wilayah pertarungannya. Peta konflik akan meliputi peperangan fisik, peperangan pemikiran dan peperangan aqidah atau keyakinan. Agama, ideologi, ekonomi dan politik biasanya paling rentan menjadi sasaran dan terdampak signifikan dari skenario konflik berkepanjangan. Seiring perkembangan jaman, karakterisik konflik tidak selalu direpresentasikan dengan penggunaan senjata atau kehadiran militer. Sejarah perang yang aliran hulu dan hilirnya mengacu pada kekuasaan. Menggunakan kekuasaan untuk mempertahankan dan  mendapatkan kekuasaan yang lebih besar lagi.  Kekuasaan yang menunggangi konflik akan sangat fleksibel memenuhi tuntutan jaman. Memenuhi setiap ruang interaksi dan dinamika yang luas. Instrumen digitalisasi juga mengalami dualisme. Selain memudahkan peradaban, juga rentan mengalami distorsi fungsi. Dalam era perang modern, frame digital menggerakan semua perangkat teknologi informasi dan komunikasi. Pengendalian strategi digital  pada akhirnya efisien dan efektif dalam mengelola kekuasaan, menciptakan konflik dan melumpuhkan pergerakan.  Melalui distribusi produk informasi, kampanye dan semua narasi agitasi dan propaganda. Rekayasa teknologi informasi dan komunikasi yang menyimpang. Sejatinya telah menjadi trend perang di era \'new age\'. Jejaring udara yang cepat dan memiliki daya jangkau luas dan optimal itu. Hasilnya bisa dirasakan dalam pelbagai pembentukan      opini publik yang masif, terstruktur dan sistematik. Pengorganisasian komunikasi dan informasi, dapat menjadi sihir massal yang menghipnotis, memengaruhi sekaligus mengendalikan kesadaran pikiran dan tindakan. Alhasil,   rasa permusuhan dan kebencian menjejali interaksi sosial. Kebohongan dan fitnah telah menjadi senjata paling modern  dan paling berbahaya bagi peradaban manusia. Tidak sedikit yang mengalami kelumpuhan akal sehat sehat dan keguguran iman, larut menopang kejahatan. Kamuflase dan manipulasi informasi  data yang sesat dan jahat. Bukan hanya berdampak pada penghancuran fisik semata. Daya rusaknya juga mampu menggerogoti nilai-nilai dan norma. Kejahatan informasi yang terus-menerus mengembangbiakan kebohongan dan fitnah. Perlahan tapi pasti menempatkan rasa permusuhan dan kebencian sebagai faktor akselerasi kehancuran negara, bangsa dan agama. Menyusuri Jalan Kesunyian Pada akhirnya, setiap pikiran, hati dan jiwa dituntut untuk mengambil posisi dan memainkan peran. Menunjukkan keberaniannya akan keberpihakan. Dalam fase tertentu tak bisa menghindar dan mengelak. Berada pada barisan kecil dan sedikit yang menggusung kebenaran  meski tertatih-tatih, atau menyusup dalam hiruk-pikuk istana kejahatan yang megah. Merasa terasing dan terkadang dikucilkan. Merupakan realitas dari kehidupan yang kuat memegang prinsip dan keyakinan. Hidup menjalani kesepian meski tengah berada di keramaian. Memiliki banyak ruang dan waktu tetapi seperti terisolasi.   Sering terjadi, kebersamaan itu berarti tak boleh ada yang berbeda. Penghormatan dan penghargaan harus dimaknai sebagai sikap tunduk dan lemah. Kekuatan selalu dimaknai dengan bilangan hitung. Semakin banyak semakin lazim dan dianggap kebenaran. Sementara yang diluar kebiasaan dan tradisi diangggap nyeleneh dan aneh. Bisa juga dianggap tidak logis dan rasional, jika tak bisa disebut sesat.  Penampakan wajah  sosial yang menggiurkan, mampu  mesona dengan kecantikannya. Indah dan menarik dari luar. Kedalaman batin dan relung sukma tak  begitu penting dan berarti. Semua yang tak elok dipandang dan memanjakan rasa, divonis sebagai hal yang buruk dan seperti penyakit. Begitulah potret realitas sosial  terpajang dan banyak diminati. Seperti itu hidup memberikan pilihan. Ada suguhan yang menggugah selera, ada juga tawaran penuh makna.  Bagai kebenaran dan kejahatan yang disajikan, hanya tinggal memesan menunya. Kalau memilih jalan kebenaran menjadi keharusan. Bisa dipastikan akan melangkah menyusuri jalan kesunyian. Air yang mengguyurnya hanyalah berupa hujan kebencian dan fitnah yang begitu deras.  Karena kenikmatan kebenaran itu sesungguhnya ada pada penderitaan menjalaninya. Terlebih saat virus kebencian begitu cepat menjalar dan fitnah merasuki bagai pandemi. Sambil  menunggu kesadaran dari mabuk hasrat yang tak berujung. Kita berusaha sadar. Sambil meronta membatin,  terbersit pertanyaan sekarang kita ada di mana? (*)

Fenomena Empat Nol

Empat nol adalah sepakbola gajah. Gajah Thailand yang gagah ngobrak-abrik gajah duduk atau gajah bleduk. Oleh: M Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan INDONESIA dikalahkan Thailand 4-0 di leg pertama final kejuaraan AFF suzuki. Meski tidak mudah untuk mengalahkan Thailand namun dengan digunduli begitu tentu di luar dugaan. Memang terlihat Indonesia kalah kelas dalam permainan. Gol dicetak pada menit kedua oleh Chanatip Songkrasin.  Ia mencetak gol lagi pada menit 52. Gawang Indonesia dibobol lanjutan oleh Supachok dan Bordin Phala. Ada tiga fenomena menarik dari kekalahan ini.  Pertama, Ketum PSSI Mochamad Irawan atau Iwan Bule dinilai mengganggu konsentrasi pemain dengan video call yang akan masuk ke ruang ganti pakaian pada leg berikut. Efeknya ada Netizen yang minta agar Iwan Bule dilengserkan. Iwan dianggap mendahulukan pencitraan diri.  Kedua, perang dukun antara dua tim. Thailand menyiapkan dukun untuk membantu kemenangan. Indonesia demikian juga. Persatuan Dukun Nusantara (Perdunu) melakukan ritual dan jampi-jampi. Sentralisasi ritual dilaksanakan di Banyuwangi. Samar Wulu nama ritualnya.  Ketiga, janji atau ocehan Presiden yang akan memberi bonus Rp 12 miliar kepada pemain jika berhasil memenangkan pertandingan. Tidak jelas duit siapa dan duit apa yang akan diberikan sebagai bonus  tersebut. Tidak lazim berjanji seperti ini. Faktanya timnas kalah telak.  Empat nol adalah kenyataan pahit. Meski sesumbar di leg 2 Indonesia akan menang 5-O pun namun publik tetap pesimis. Mental pemain nasional  tidak terlalu hebat. Alih-alih sukses 5-O jangan-jangan justru kiper akan sering memungut bola di gawang sendiri.  Empat nol menguak budaya buruk bangsa yang memalukan yaitu mistis, materialistis, dan egosentris. Mistis dengan pedukunan yang tidak hanya untuk urusan klenik pengobatan, tetapi masuk ke ruang olahraga bahkan politik. Materialistis dengan Presiden yang cuma bisa memotivasi dengan duit, duit, dan duit. Egosentris, di kancah kebersamaan sempat-sempat jualan. Ketum PSSI yang berniat melanggar aturan soal kehadiran di ruang ganti dan flyer foto gede kampanye diri.  Empat nol adalah sepakbola gajah. Gajah Thailand yang gagah ngobrak-abrik gajah duduk atau gajah bleduk.  Tapi sebenarnya tidak masalah karena menang kalah itu hal biasa. Kalah 8-0 pun Indonesia pernah. Kini kita berprestasi hanya  kalah 4-0. Harapan selalu ada. Yang kelihatan hilang harapan adalah melekatnya budaya mistis, materialistis, dan egosentris itu.  Negara yang dipimpin oleh para figur mistis, materialistis, dan egosentris akan meruntuhkan martabat. Ketum PSSI dan Ketum NKRI saatnya diganti. Perlu penyegaran untuk membangun harapan ke depan.  Bandung, 31 Desember 2021. (*)

Putera Minang Buat Kerajaan di Philipina

Semirip regionalisme sudah berlaku antara Pagaruyung dan Negeri Sembilan. Bekas raja Negeri Sembilan yang cakap menjadi Raja Pagaruying, vice versa. Oleh: Ridwan Saidi, Budayawan SERAT Pararaton 1600 M memberi kabar,, yang Gajah Mada 238 tahun sebelum serat ditulis, bersumpah akan taklukan sejumlah kerajaan a.l Temasik. Temasik berdiri di Singapura pada tahun 1299. Tak ada konfirmasi dari Singapura bahwa Gajah Mada pernah ke Singapura apalagi kuasai Temasik. Dongeng begini tidak mendidik. Setelah berdiri kerajaan Pagaruyung di Minangkabau pada tahun 1347 berangkatlah ke Philipina seorang warga Minang bernama Bagindo Ali. Niatnya mau berdakwah, tapi entah apa yang terjadi Bagindo Ali malah mendirikan power system. Namanya Kerajaan Sulu, Presiden Duterte dan Nur Mesuari mengakui fakta sejarah ini. Di dalam perjalanannya Kerajaan Sulu membangun semirip regionalisme dengan Kerajaan Sambas dan Tidore. Pada abad XV M menyusul putra Minang lain Rajo Sulaiman membangun power system yang ia beri nama Fi Amanilah. Nama ini kemudian menjadi nama kota Manila. Presiden Marcos menghargai jasa Rajo Sulaiman dengan membuat statue beliau dan gate. Semirip regionalisme sudah berlaku antara Pagaruyung dan Negeri Sembilan. Bekas raja Negeri Sembilan yang cakap menjadi Raja Pagaruying, vice versa. Tradisi ini bulan baru, Egypt dan Persia juga melakukan hal serupa. Malah mereka lebih dulu. Tetapi tradisi ini di Jawa tak dikenal. Adityawarman mestinya perdana mentri yang cakap, mestinya dia native atau dari salah satu negara tetangga. Saya belum dapat keterangan akurat Adityawarman putra daerah, atau dari kerajaan Melayu. Syahbandar Sunda Kalapa 1518-1540 Wa Item sebelumnya Syahbandar Malaka. Nama asli beliau Muhammad Kasim. Migrasi penduduk pun tidak sepihak. Di Jakarta ada kampung Melayu dan di Tangerang juga. Di Bangkok ada kampung Jawa. Ada pula Pondok Ranggon di Jakarta yang mengingatkan kita pada Burma atau sekarang Myanmar. Ajarkanlah anak didik sejarah yang benar. Jangan rangsang mereka berkhayal. RSaidi (*)

Wajah Giring (Jadi) Lebam-lebam

Oleh: Ady Amar, Kolumnis DROP Out (DO) sepertinya sudah  menjadi kata serapan, khususnya untuk penyebutan mahasiswa yang gugur hak-hak kemahasiswaannya oleh sebab-sebab tertentu. DO jadi lebih populer ketimbang kata \"gugur\", yang sebenarnya maknanya sama. Setidaknya dalam beberapa hari ini, kata DO memenuhi jagat pemberitaan. Dan itu menyasar Giring Ganesha, Ketua Umum PSI. Giring pernah sebagai mahasiswa Universitas Paramadina, jurusan Hubungan Internasional, dan ia di-DO. Bahkan di -DO tidak cukup sekali, bahkan sampai 2 kali. Pertama di-DO, lalu beberapa tahun kemudian ia mendaftar dan kuliah lagi pada jurusan yang sama, dan lagi-lagi di Wajah Giring (Jadi) Lebam-lebam. DO DO pada seseorang biasanya tidak terlalu jadi persoalan, meski itu mengena publik figur. Biasanya diberitakan sambil lalu, dan seketika dilupakan. Tapi khusus untuk Giring, meski DO itu terjadi beberapa tahun lalu, tapi justru setidaknya pekan ini dibicarakan dengan intensitas tinggi. Dibicarakan dengan olok-olok, dipelesetkan DO jadi Dikit Otak, Dasar Oon, dan seterusnya. Mengapa terjadi demikian. Tidak lain sepertinya itu yang memang diinginkan Giring. Bermula saat Giring \"membodoh-bodohkan\" dan bahkan kata \"pecat\" diumbar yang ditujukan pada Anies Baswedan. Saat menjadi Mendikbud Anies memang diberhentikan di tengah jalan oleh Presiden Jokowi. Apa karena Anies memang \"bodoh\" ia \"dipecat\" -- sengaja memakai narasi kasar Giring. Anies diberhentikan tentu bukan karena kinerjanya yang buruk. Justru Kemendikbud saat Anies memimpin, dianggap tiga kementerian paling terdepan, disamping Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Agama. Mengapa Anies diberhentikan, cuma Jokowi-- dan orang sekelilingnya yang menghendaki Anies dicopot-- dan Tuhan saja yang tahu. Maka, Giring yang membodoh-bodohkan Anies, meski tidak menyebut nama tapi narasi \"bekas menteri pecatan\" itu pastilah merujuk pada Anies, dan itu diucap di depan Jokowi, saat perayaan ulang tahun ke-7 PSI. Lagak giring itu urakan, yang jauh dari kesantunan. Jika muncul tanggapan berbagai politisi itu hal wajar Orasi berapi-apinya itu sekadar mengumbar ketidaksukaan pada Anies. Berbangga bisa membuat Jokowi tertawa, meski mulut dan hidung tertutup masker, tapi gestur tubuh lewat dagunya bergerak naik turun menahan geli. Tidak jelas tertawa karena senang Giring bisa mencaci Anies yang punya elektabilitas tinggi bisa menggantikannya, atau entah sebab apa. Lagak Giring itu seperti buzzer kalap, yang punya tugas khusus memutar balikkan fakta sebenarnya. Anies Baswedan seperti biasanya bersikap tenang-tenang saja melihat berbagai serangan kalap semacam itu. Kali ini dari mantan mahasiswanya, mahasiswa DO yang pastinya tidak berprestasi. Menjadi absurd Anies yang mantan rektornya disebut bodoh dan ungkapan negatif lain yang tidak berdasar. Anies sih cuek bebek dengan orasi Giring, yang bak penjual obat salep gatal-gatal di alun-alun kabupaten, yang hadir di akhir \'70-an. Orang menyebut itu semata dendam Giring pada mantan rektornya, atau memang kebijakan partainya sudah bulat hadir \"mengganyang\" Anies dengan terus memproduk narasi jahat. Narasi tidak berdasar yang terus-menerus dijejalkan pada publik, berharap siapa tahu ada yang nyantol mempercayainya. Tapi tidak sedikit yang mau muntah dengan jejalan narasi yang dibangun itu. Publik sudah makin pintar, bro sis. Pola merendah-rendahkan Anies jangan diterus-teruskan, itu tidak efektif. Makin Mengkilap Anies tidak marah dengan olok-olok bualan para buzzer, termasuk yang berkumpul di PSI. Setidaknya gaya partai satu ini layak disebut menyerupai kerja buzzer dalam memproduk hal buruk yang tidak semestinya. Anies tidak marah, tapi tidak dengan mereka yang mengidolakannya. Yang lalu membalas dengan membongkar jejak Giring, mahasiswa 2 kali DO, tapi berbuat nekat membodoh-bodohkan mantan rektornya, Anies Baswedan. Maka respons pada Giring berhamburan seperti pesta olok-olok tanpa henti. Giring seperti membuka jejak kebodohan diri sendiri. Bermaksud menghajar Anies, tapi justru wajah Giring sendiri jadi lebam-lebam, seperti ditonjok ramai-ramai. Upaya membodoh-bodohkan Anies, justru 2 kali DO Giring tersebar luas. Orasi urakannya mendapatkan balasan menohok menyakitkan. Menyasar Anies dengan narasi jahat yang tidak sebenarnya, bukannya mendapat apa yang diharapkan. Tapi justru membuka jejak diri sendiri, memberi senjata orang untuk menyebut Giring si Dongok Original. Anies dihujat tidak meredup, justru makin mengkilap. Itu yang tidak disadari mereka yang ada di balik penggagas munculnya buzzer. Giring dan partainya PSI sepertinya memilih ada di pusaran itu. Bukan gagasan yang dihadirkan, dan sepertinya memang tidak punya gagasan yang bisa dijual, kecuali membidik Anies terus menerus. Hidup seperti tanpa tahu maksud dan tujuannya. Miris. (*)

Meski Omicron Tidak Membahayakan, Vaksinasi Anak 6-11 Tahun Dipaksakan

Mana suara dokter Indonesia, sementara kata Dr. Tifa, apalah arti nasib 26,5 juta anak Indonesia yang harus divaksin. Mereka korban keadaan. Oleh: Iriani Pinontoan, Wartawan Senior FNN PEMERINTAH melalui Kementrian Kesehatan didukung Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) hingga Ahad, 19 Desember 2021, sudah vaksin 500.000 anak Indonesia usia 6-11 tahun dari target 26,5 juta anak. Miskin edukasi cenderung menakut-nakuti dengan mutasi virus covid menjadi omicron, plus gabungan varian delta jadi delmicron, orang tua pun berkeinginan kuat agar anak segera divaksin. Vaksin apa, ya Sinovac. Setidaknya, ada lima alasan IDAI mengapa anak perlu divaksin. Pertama, anak rentan terinveksi corona. Kedua, sulit mengurus anak yang teriveksi virus corona. Ketiga, tingginya kematian anak akibat virus corona di Indonesia. Keempat, hadirnya varian omicron, dan terakhir, kelima, anak-anak harus segera bersekolah kembali. Data pertama dari Satgas Covid, anak terinveksi covid 10-12%. Alasan kedua, jika anak sakit betapa sulit mengurus karena harus pendampingan orang tua. Ketiga, IDAI mencatat ada 1.000 terinveksi covid wafat, keempat, varian omicron lebih cepat memular dan anak-anak rentan terinveksi. Terakhir, kelima, cluster penularan tatap muka membuktikan anak-anak harus segera vaksinasi. Kelima alasan ini belum tersosialisasi maksimal sudah dilakukan vaksinasi. Akbatnya, beberapa anak diperkirakan kena Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI) atau Kejadian Ikutan Paska Vaksinasi (KIPVI). Epidemologi prediktif Dr. Tifauzia Tyassuma sama sekali tidak khawatir dengan kehadiran omicron. \"Saya jauh lebih khawatir dengan vaksinasi terhadap anak,\" katanya kepada FNN, Kamis (31/12/2021). Anak-anak sudah berjatuhan KIPVI hingga ada yang meninggal. Seperti biasa, kejadian pada orang dewasa, lansia dan ibu hamil, pemerintah hanya mencatat sebagai angka kematian semata. Bukan mencatat sebagai manusia yang wafat akibat KIPVI. Tidak ada penelitian dan pernyataan resmi. Pekan lalu, seorang anak usia 8 tahun divaksin bersama teman-teman sekelasnya di sekolah. Empat dari anak-anak ini KIPVI, kena demam tinggi tidak turun-turun pada suhu 39,5. Tiga dari mereka diberi paracetamol dan obat lainnya oleh dokter, 3 hari kemudian normal kembali. Satu-satunya yang demannya tidak turun terjadi pada Rara. Empat hari kemudian dirujuk ke rumah sakit, tapi disuruh pulang kembali sambil berobat jalan. Dua hari kemudian Rara jadi lemes di rumah dan minta kepada neneknya untuk ke rumah sakit. \"Rara enggak tahan, Nek,\" katanya. Salah satu rumah sakit daerah di Pasar Minggu akhirnya menerimanya. Dokter melakukan observasi dan mengatakan Rara kemungkinan KIPI. Neneknya lalu bercerita dan memuatnya di sosial media. Belum lagi ada yang wafat seusai divaksin di Sulawesi. Tuntutan Emak-emak Pekan ini viral vidio Babe Aldo dan emak-emak sedang diterima Kementrian Kesehatan menyampaikan kekhawatiran mereka tentang vaksinasi anak. Salah seorang emak keberatan anak-anak divaksin. Alasannya, imunitas dan antibodi anak cukup tinggi untuk melawan virus apapun termasuk virus corona. Belum ada penelitian yang menyebutkan anak penyebar virus corona. Di sisi lain, orang dewasa dan lansia dikejar-kejar untuk divaksin.Jika tidak,diancam tidak mendapat pelayanan publik, khususnya adminiatrasi. Salah seorang emak yang juga wartawati senior, Nina Bahri, bercerita pengalamannya ketika berwisata ke Padang dan dikejar-kejar aparat untuk seluruh penumpang bus wajib vaksin. \"Bapak-bapak, andai hari itu ada yang meninggal usai divaksin, saya akan viralkan ke seluruh dunia,\" katanya berapi-api.\" Apalagi, sekarang anak-anak dipaksa vaksin. Mereka generasi masa depan Indonesia. Seharusnya mereka dilindungi. Apa yang akan terjadi pada mereka kelak, tidak ada yang tahu. \"Jangan hanya ingin mempertahankan jabatan menteri, bapak-bapak seolah-olah tidak tahu. Kalau mau divaksin, periksa dulu. Apakah ada comorbid atau tidak. Jangan semua dipaksa. Apalagi anak-anak. Tanggungjawab bapak dunia akhirat lho,\" ujar Nina masih dengan nada tinggi. Sementara kata Dr. Tifa, apalah arti nasib 26,5 juta anak Indonesia yang harus divaksin. Mereka korban keadaan. \"Dan, ketika anak-anak menjadi korban sejak dini, sebagai generasi penerus bangsa, maka kita tinggal menunggu kehancuran negara,\" tandasnya. Mana suara dokter Indonesia, sementara kata Dr. Tifa, apalah arti nasib 26,5 juta anak Indonesia yang harus divaksin. Mereka korban keadaan. Dr. Tifa sejak awal pandemi adalah epidemiolog prediktif dengan pengikut sosial medianya ribuan hingga jutaan yang berseberangan dengan dokter pada umumnya. Prediksinya mendekati kebenaran. Prediksinya tentang pandemi, vaksinasi dan perubahan iklim dunia tidak meleset. Berkali-kali mengatakan tidak anti vaksin, tapi berkali-kali pula sosial medianya, khususnya facebook di- takedown. Khusus untuk vaksin covid, konon perlu waktu panjang untuk penelitiannya. Mana suara dokter Indonesia? (*)

Polisi Surabaya Siagakan 2.400 Personel untuk Pengamanan Perbatasan

Surabaya, FNN- Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya menyiagakan sebanyak 2.400 personel untuk pengamanan perbatasan, tujuannya mencegah perayaan malam Tahun Baru di tengah pandemi COVID-19.Kapolrestabes Surabaya Komisaris Besar Polisi (Kombes Pol) Akhmad Yusep Gunawan di Surabaya, Kamis, mengatakan petugas itu menjaga mobilitas di seluruh wilayah perbatasan, dan menghalau kendaraan mulai pukul 17.00 WIB pada 31 Desember 2021.\"Juga ada bantuan atau BKO dari Kepolisian Daerah Jawa Timur, Tentara Nasional Indonesia dan Satuan Polisi Pamong Praja Pemerintah Kota Surabaya,\" katanya saat dikonfirmasi di Surabaya, Kamis.Kombes Pol Yusep menjelaskan pola pengamanan malam tahun baru di Kota Surabaya terbagi dalam tiga \"ring\".Dia memaparkan personel yang ditempatkan di ring 3 fokus melakukan pembatasan mobilisasi di seluruh perbatasan wilayah Kota Surabaya, mulai pukul 17.00 WIB.\"Personel di ring 2 menghalau mobilitas agar tidak masuk ke pusat Kota Surabaya. Selain itu, di ring 1 menjaga tempat-tempat yang berpotensi menjadi pusat keramaian, seperti di Jalan Raya Darmo, Kertajaya, Tunjungan dan Pemuda,\" ujarnya.Yusep menegaskan tidak memberi izin keramaian untuk perayaan malam Tahun Baru. Dasarnya, adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 66 Tahun 2021, yang telah ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Wali Kota Surabaya.Menurut Inmendagri Nomor 66 Tahun 2021, seluruh aktivitas di berbagai tempat yang berpotensi menimbulkan keramaian di malam tahun baru harus berhenti beroperasi pada pukul 22.00 WIB.Yusep mengimbau agar masyarakat patuh pada aturan tersebut demi Kota Surabaya yang kondusif, aman dari kriminalitas, serta terbebas dari transmisi COVID-19.\"Saya sangat berharap agar masyarakat tidak melakukan pelanggaran-pelanggaran yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Sehingga kami tidak perlu melakukan penertiban dan tindakan tegas yang justru membuat tidak nyaman aktivitas di Kota Surabaya,\" tuturnya. (mth)

Menpora Luncurkan Jurnal Olahraga

Jakarta, FNN - Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali pada Kamis resmi meluncurkan Jurnal Olahraga Pendidikan Indonesia (JOPI) sebagai wadah para akademisi maupun peneliti untuk menerbitkan tulisan di bidang olahraga.   Zainudin mengatakan bahwa kehadiran JOPI tidak hanya penting sebagai media informasi terkait perkembangan olahraga, tetapi juga referensi penyusunan kebijakan di sektor olahraga.   “Disini lah pentingnya kita mempunyai satu media untuk mendapatkan informasi sekaligus sebagai referensi pada saat kita melakukan aktivitas, tugas, dan kegiatan kita sebagai stakeholder olahraga,” kata Zainudin dalam siaran pers, Kamis.   “Bagi pemerintah, tentu itu diperlukan menjadi bahan untuk penyusunan kebijakan sektor olahraga. Dan bagi para akademisi, tentu itu dibutuhkan sebagai bahan-bahan referensi yang tentu bisa menjadi panduan pada proses belajar dan mengajar di perguruan tinggi maupun sekolah-sekolah ditingkatkan di bawahnya,” sambung dia.   Zainudin membuka kesempatan kepada seluruh pihak yang ingin mempublikasikan karya ilmiahnya dalam JOPI. Namun ia menekankan pentingnya kualitas dan pengelolaan jurnal demi menjaga kepercayaan publik.Setelah JOPI diluncurkan, Zainudin memastikan bahwa Kemenpora berkomitmen untuk konsisten memberikan fasilitas terhadap kelangsungan JOPI agar bisa terus eksis dan konsisten menerbitkan karya ilmiah, termasuk dukungan dari sisi anggaran di setiap tahunnya.   Lebih lanjut, Zainudin berharap JOPI nantinya bisa fokus pada penerbitan karya yang berkaitan dengan olahraga pendidikan karena itu menjadi pilar utama yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).   “Olahraga pendidikan menurut saya menjadi pilar utamanya karena dari olahraga pendidikan lah kita bisa mendapatkan bibit-bibit dan olahraga prestasi,” tegasnya.   Sementara itu, Deputi Bidang Pembudayaan Olahraga Kemenpora Raden Isnanta mengatakan bahwa JOPI akan terbit dua tahun sekali. Adapun publikasi perdana telah diterbitkan pada akhir tahun 2020 lalu.“   \"Tentu akan berlanjut pada tahun-tahun berikutnya dengan edisi rutin minimal dua kali dalam satu tahun,” kata Isnanta.   JOPI merupakan jurnal dari berbagai tulisan penelitian para akademisi dan para guru olahraga yang bisa menjadi rujukan dan panduan para stakeholder dalam pengambilan kebijakan. Demi menjaga kualitas tulisan, jajaran editor maupun reviewer diisi para pakar akademisi yang mumpuni di bidang olahraga, di antaranya akademisi dari Universitas Negeri Malang, Unnes, UPI, dan Universitas Negeri Makassar. (mth)   

Negara Bukan Milik Pemerintah, Semua Harus Paham!

Oleh: Sugeng Waras, Kolonel Purn. TNI AD, Mantan Kepala Dosen dan Direkrtur Pendidikan SESKO TNI PRESIDEN dibantu para Menteri, itulah yang dinamakan pemerintah! Berdasarkan undang-undang, Presiden adalah Kepala Negara, sekaligus Kepala Pemerintahan, juga Panglima tertinggi Angkatan Perang, namun semua itu jika ditotal hanya sebagai pengelola negara, dan bukan pemilik negara! Dalam mengelola negara, kekuasaan dibagi-bagi, Pemerintah (ekskutif) pelaksana UU, bekerja sama dengan  DPR (legislatif) pembuat UU, yang juga sebagai perwakilan atau pengejawantahan rakyat, yang antara lain berhak mengawasi, mengontrol, menegor, bertanya, angket, interpelasi, dan MK (Yudikatif) pengawas UU, dalam rangka menuju dan mencapai tujuan Nasional dan cita cita Negara. Adapun yang benar benar sebagai pemilik negara adalah Rakyat, oleh karenanya rakyatlah sebagai pemegang tertinggi kedaulatan negara Faktanya.... Mereka, manusia-manusia yang berperan mengawaki, bukannya bodoh, tapi masih bisa dibodohi pihak lain yang lebih kuat, lebih pintar, lebih cerdik, dan lebih licik Konkritnya, pihak ekskutif, yudikatif, dan legislatif ini masih bisa dibodohi dan dikepreti oleh konglomerat Taipan, China (9 Naga ), dengan permainan uang. Ironisnya, BIN (Badan Inteljen Negara) yang seharusnya menjadi mata dan telinga pemerintah, buta dan tuli dalam melihat hal-hal dan kejadian sebenarnya. Tidak buka suara adalah keharusannya, tapi tidak bisa mengubah keadaan yang lebih baik adalah dosanya. Inilah yang membuat negara gaduh, kacau, carut-marut, cemas harap dan tidak jelas tujuan dan arahnya, yang bisa jadi akibat permainan uang. Agar semuanya berjalan mulus, dibuatlah trik trik yang mengelabuhi dan menyesatkan seperti menghasut, memojokkan, memecah-belah, mengadu-domba dengan mengeluarkan statement atau pernyataan pernyataan seperti teroris, intoleransi, dengan sasaran para ulama dan tokoh tokoh Islam (potensi bangsa) melalui tangan besi aparat penegak hukum dan keamanan termasuk para buzzer RP. Nyaris semuanya sulit dibuktikan secara hukum, karena kolaborasi dan konpirasi jahat bersama-sama yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif. Menebak dan menduga duga seperti hal di atas gampang, segampang menangkap, menculik atau menghabisi orang seperti para pejuang kebenaran dan keadilan. Sesungguhnya, jika mereka ini manusia beriman dan bertaqwa, serta tidak dipersulit dengan keluarga yang disayang, wanita cantik/pria brondong selingkuhan, negara akan aman aman saja Maka, orang orang seperti HRS, sang penggagas dan penulis Resolusi/Revolusi Akhlaq, menjadi penghalang bagi mereka, pasti dibuat menderita selama lamanya. TNI-POLRI, di bawah bayang-bayang kekuasaan rezim, nampak silau dan berpaling dari peran dan sumpahnya. Oleh karenanya, semakin jelas, siapa yang harus kita bela dan siapa yang harus kita singkirkan di NKRI ini. Semoga saja, TNI-POLRI segera sadar, terbangun dan bangkit kembali bersama rakyat untuk menjadikan NKRI lebih baik. Singkirkan.para oknum penguasa yang merasa negara jadi miliknya. Yakinlah, manusia hanya sebatas bermimpi dan berencana, pada akhirnya Allah swt, yang akan menseleksi alam ini, untuk menentukan siapa para calon penghuni surga dan neraka! Wait and see..! (*)

Pasukan Mataram Unjuk Gigi dan Akhlak

Oleh: Ridwan Saidi, Budayawan MATARAM Lama yang berpusat di Sleman awalnya berperan dalam zona econ Semarang, tapi akhirnya pada IX Masehi mereka undur diri karena harus bersaing dengan pebisnis-pebinsis dari Asia Minor. Mestinya Mataram II telah bangkit sebelum 1540, karena tahun-tahun itu sudah took over keamanan zona econ Semarang dari Demak yang dihancurkan \"raden\" Pate. Zona econ Bandar Jakarta juga minta bantuan Mataram untuk memperkuat pertahanan di Sunda Kalapa. Kemudian pada tahun 1580 Mataram membasmi pengacau yang bikin onar di masjid Tegal Kalong Sumedang. Dan setelah itu pun pasukan reguler Mataram ada yang bertugas di Sumedang. Di sekolah tidak diajarkan sebab-sebab terjadinya perang Mataram vs Belanda. Pada tahun 1623 pasukan Mataram diusir Belanda dari Batavia (re: Oud Batavia). Lima tahun Mataram mempersiapkan diri. Banyak narasi beredar bahwa Mataram jalan kaki ke Jakarta, bahkan ada yang bilang mereka mampir dulu di Karawang untuk bersawah. Tidak. Pasukan Mataram membawa gajah. Mereka gunakan kapal dari Semarang. Litho Belanda menunjukan pasukan gajah Mataram.Pasukan Mataram tiba di Batavia Agustus 1628. Di mana base camp pasukan Mataram? Di tempat yang kemudian diberi nama Kampung Jawa. Ketika itu bukit-bukit Tambora belum diratakan. Akses ke Kota via Pekancilan, jalan yang kelebarannya cukup untuk gajah. Kapal-kapal Mataram merapat di Ancol. Dari Ancol, dengan menghindari SKA Beos, sekarang, tidak jauh. Tentara Belanda di mana? Museum Bahari, sekarang, dan loji di belakangnya, kini Jl Pakin. Berapa banyak clash? Setidaknya dua kali. Clash pertama di depan SKA Beos, sekarang, Belanda membuat lithonya. Di sini pasukan gajah beraksi. Berdasar litho, saat itu Mangga Dua masih sawah. Clash ini dimenangkan Mataram. Clash kedua sebenarnya bukan clash karena pasukan Mataram melakukan aksi pembakaran di loji Jl Pakin yang oleh tentara VOC dijadikan asrama. VOC kalah total. Banyak Belanda yang mati hangus. Bekas-bekas pembakaran masih ada. Dalam buku sejarah perang Sultan Agung 1628-1629, yang pas Agustus-Februari tahun-tahun tersebut. Mengapa Mataram tidak kuasai Batavia? Bukan niatnya. Mataram hanya mau kasih pelajaran pada orang-orang Belanda, ojo sa\'karepé déwé. RSaidi. (*)  

Bahar Smith Dipanggil Polda Jawa Barat pada Senin Pekan Depan

Bandung, FNN - Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat menjadwalkan pemanggilan terhadap Bahar Smith pada Senin 3 Januari 2022, pekan depan terkait penyidikan kasus dugaan ujaran kebencian.\"Polda Jawa Barat melayangkan surat panggilan kepada saudara Bahar bin Smith untuk diminta keterangannya pada Senin 3 Januari 2022,\" kata Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Erdi A Chaniago di Bandung, Jawa Barat, Kamis.Menurut dia, pemanggilan tersebut dilakukan setelah pihaknya menyerahkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) pada Selasa (28/12) ke kediaman Bahar yang berada di Bogor.\"Direktorat Kriminal Umum telah melayangkan SPDP terhadap Bahar bin Smith,\" kata dia.  Erdi pun menyebut Bahar dalam proses penyidikan tersebut masih berstatus sebagai saksi. Erdi mengatakan Bahar Smith diduga memberikan suatu pernyataan sehingga membuat kericuhan di tengah masyarakat.Namun kasus tersebut bukan terkait dengan Jenderal TNI Dudung yang ini ramai diperbincangkan, melainkan kasus lain yang belum bisa ia sebutkan secara rinci. Adapun kasus itu menurut Erdi diduga terjadi di wilayah hukum Polres Cimahi.\"Tentunya ini masih konsumsi penyidik ya, nanti perkembangannya akan kita sampaikan,\" katanya.Dalam penyidikan kasus tersebut, polisi menerapkan Pasal 28 ayat (2) Jo Pasal 45A ayat (2) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan atau Pasal 14 dan Pasal 15 UU RI nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. (mth)