ALL CATEGORY

UUD 45 Tak Dilaksanakan Usai Didekrit

Oleh Ridwan Saidi *) Soeharto diktator adalah diksi gampangan untuk menolak penegakan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Kok Soekarno tidak didiktatorkan? Bukankah Soekarno yang mendekrit kembali ke UUD 45, walau Soekarno tidak diambil sumpahnya sebagai Presiden RI di bawah UUD 45. Soekarno disumpah sebagai Presiden RI di bawah UUDS 1950 dan setelah proklamasi. Ketika itu ada UUD 45 tapi belum ditempatkan dalam Berita Negara. Ketika Konstitusi RIS 1949 disahkan, Mr Asaat jadi Acting Presiden RI. Soeharto sebagai Presiden terlalu lama. Karena itu perlu pembatasan masa jabatan Presiden dan ketentuan itu cukup ditempatkan dalam addendum konstitusi, tak perlu batang tubuh UUD 45 yang diacak-acak seperti sekarang yang akibatnya ditolak untuk ditempatkan dalam Lembaran Negara. Ketika Presiden Soekarno membacakan Dekrit 5 Juli 1959 status beliau sebagai Presiden UUDS 1950. Selesai dekrit dibaca, seharusnya Ir Soekarno bukan Presiden lagi. Langkah berikut seharusnya membentuk MPR(S). MPR(S) memilih Presiden dan wakilnya sebagaimana ketentuan UUD 45. Ini tak pernah dilaksanakan. Mengomentari usaha untuk menegakkan UUD 45 secara murni dan kosekuen seharusnya tidak perlu merujuk performance pemerintahan Sukarno dan atau Soeharto. UUD 45 mengalami adem pauze (rehat) begitu usai didekritkan pada 5 Juli 1959. Ini rechtsgeschidenis van de konstitutie. Pemerintahan Soekarno selama tujuh tahun 1959-66 berjalan beyond the konstitution. Pemerintah Soeharto yang dapat dipersoalkan sumber kewenangan yang diperoleh dari seorang Presiden de facto pada 11 Maret 1966. Protokol serah kekuasaan pada tanggal 21 Mei 1998 dari Soeharto ke BJ Habibie apa seperti itu. Soeharto sendiri dikabarkan. Menghendaki pemilu dipercepat pada tahun 1998 juga. Tapi pers Eropa memberitakan adanya telefon Menlu USA pada pukul 23.00 WIB tanggal 20 Mei 1998 menelefon Presiden Soeharto yang menurut surat-surat kabar Eropa sebagai coup de grace, pukulan yang mematikan. Pemerintahan reformasi berjalan di atas unknown constitution, karena perubahan konstitusi tidak ditempatkan dalam Lembaran Negara. Menegakkan UUD 45 secara murni dan konsekuen sebuah keharusan. Wa ba'duHu. *) Budayawan

Sebanyak 4.218 Personel Gabungan Bersiaga Cegah Reuni 212

Jakarta, FNN - Sebanyak 4.218 personel gabungan dari TNI, Polri dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersiaga guna mencegah aksi Reuni 212 di wilayah hukum Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya. "Sebanyak 4.218 personel gabungan dari TNI, Polri dan Pemda dikerahkan," kata Kepala Sub Bagian Hubungan Masyarakat Humas Polres Metro Jakarta Pusat, Ajun Komisaris Sam Suharto, di Jakarta, Rabu, 1 Desember 2021. Kepala Biro Operasi Polda Metro Jaya Komisaris Besar (Kombes) Marsudianto mengatakan, pengamanan tersebut merupakan bentuk operasi kemanusiaan demi menyelamatkan warga dari penyebaran Covid-19. Menurut dia, kegiatan Reuni 212 bukan bertujuan menyampaikan pendapat di muka umum, layaknya aksi unjuk rasa. "Ini adalah kegiatan keramaian," ujar Marsudianto, sebagaimana dikutip dari Antara. Oleh karena itu, kegiatan Reuni 212 termasuk unsur tindak pidana Pasal 510 KUHP ayat 1, yakni mengadakan keramaian umum dan mengadakan pawai di jalan umum. Dalam mengantisipasi kerumunan, Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya juga akan menutup jalan menuju kawasan Bundaran Patung Kuda dan Monas mulai Rabu malam pukul 24.00 WIB. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, penutupan jalan berlaku mulai Rabu pukul 24.00 WIB hingga Kamis pukul 21.00 WIB. "Area yang akan ditutup adalah area di seputar Patung Kuda dan Kawasan Monas. Jadi semua area tersebut dinyatakan sebagai kawasan terbatas atau 'restricted area'," tutur Sambodo. Berdasarkan pantauan FNN, ada beberapa ruas jalan yang sudah ditutup sejak Rabu siang kemarin. Misalnya, di pertigaan Jalan Juanda menuju Jalan Veteran (di samping kantor Wakil Presiden) sudah ditutup dengan kawat berduri. Sedangkan akses jalan menuju Monas dari arah Stasiun Gambur sudah ditutup dan mendapatkan penjagaan ketat dari aparat TNI dan polisi. Hanya mobil berplat merah dan TNI/polisi yang bisa masuk. (MD).

Ambang Batas Pencalonan 20 Persen Hasilkan Presiden Boneka

Jakarta, FNN - Bertempat di Rumah Makan Raden Bahari, Jalan Warung Buncit Raya, Mampang, Jakarta Selatan, diadakan silaturrahmi dan ramah tamah bertema, "Rakyat Berdaulat Menolak Presidential Threshold." Turut menjadi pembicara dalam diskusi yang berlangsung Rabu, 1 Desember 2021 itu, antara lain Ketua Kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), Tamsil Linrung, mantan Menteri Keuangan, Fuat Bawazier, Habib Umar Al Hamid. Sedangkan pengacara Eggi Sudjana menyampaikan paparannya lewat zoom. Pendapat Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun disampaikan lewat pemutaran video. Para pembicara menyampaikan kesepakatan agar presidential threshold (PT) atau batas ambang pencalonan presiden dan wakil presiden menjadi nol persen. Sebab, PT yang berlaku saat ini sangat bertentangan dengan demokrasi dan UUD 1945. Bahkan, hal itulah yang membuat terjadinya perampokan terhadap demokrasi dan demokrasi kriminal. PT yang berlaku 20 persen telah menyebabkan presiden boneka. Menurut Tamsil Linrung, pihaknya sangat serius dalam usaha memperjuangkan agar PT itu menjadi nol persen. DPD akan menjadi pelopor. Bahkan, pihaknya mendorong masyarakat supaya berbondong-bondong melakukan yudicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar PT menjadi nol persen. “DPD akan menyiapkan bus angkutan terhadap rombongan yang akan mengantarkan mereka yang mengajukan uji materi itu ke MK. Jadi, ayo ramai-ramai mengakukan judicial review,” ujar Tamsil. Senator asal pemilihan Sulawesi Selatan itu mengatakan, jika PT masih tetap dipertahankan 20 persen, maka presiden yang terpilih sekarang dan seterusnya adalah orang yang menjalankan tugas berdasarkan janji-janji politik. “Karena menjalankan tugas berdasarkan janji politik, dikhawatirkan ke depan akan ada presiden yang hanya karena bermimpi, tiba-tiba memindahkan ibu kota negara. Tiba-tiba menambah utang negara tanpa konsultasi dengan legislatif,” ucapnya. Upaya menghapus PT menjadi nol persen harus mendapatkan perhatian serius dari semua pihak. “Di negara mana pun di dunia, tidak ada yang namanya batas ambang pencalonan presiden. Yang ada adalah batas ambang pemilihan,” ujar Tamsil. Pakar hukum tata negara Refly Harun mengatakan, PT menjadikan demokrasi kriminal dalam konsetasi pemilihan presiden (pilpres). Oleh karena itu, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat agar menyelamatkan Indonesia dengan menolak presidential threshold atau menjadikannya nol. Menurut Refly, PT hanya menjadikan demokrasi menggunakan kekuatan finansial. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh lapisan masyarakat supaya melakukan gerakan menolak PT. “Jadikan presidential threshold nol persen atau tidak ada presidential threshold. Karena hal itu hanya menjadikan demokrasi kriminal, demokrasi jual-beli perahu, demokrasi yang menggunakan kekuatan finansial guna memenangkan kompetisi pemilihan presiden dan wakil presiden," ucapnya. (Muhammad Anwar Ibrahim D./FNN).

Minta Maaf Yang Bukan Minta Maaf

By M Rizal Fadillah Lucu media ini aneh-aneh saja, untuk membuat rasa penasaran membelokkan makna dari fakta. Judul "Mengapa Amin Rais minta maaf kepada Jokowi" tentu tendensius. Padahal itu cuplikan ungkapan atas kekesalan atau kritik Ketua Majelis Syuro Partai Ummat atas jalannya Pemerintahan Jokowi yang perlu mencegah munculnya "people power". "Mohon maaf, ya, pak Jokowi rezim anda lebih parah" Nah inilah konten mohon maaf tersebut. Kalimat halus khas Amin Rais yang menohok telak. Melengkapi kritik tajam atas berbagai perundang-undangan yang dibuat rezim Jokowi di bidang pendidikan, kesehatan, sumber daya alam, kelistrikan, perbankan dan pertambangan. "Mohon maaf" Itu frasa sindiran "merangkul memukul". Dalam tinju itu bukan "clinch" yang merangkul untuk menjaga jarak sebagai wujud melemah, melainkan "rope a dope" bersandar di tambang sambil memukul. Mohammad Ali terkenal dengan strategi "rope a dope". Kalimat ''Mohon maaf" itu bersandar di tambang sementara "rezim anda lebih parah" artinya memukul. Amin Rais dan Jokowi keduanya orang Solo yang "head to head" saling memahami karakter, hanya saja mungkin karena Amien Rais alumni Notre Dame University dan Chicago University tentu lebih berkultur blak-blakan ketimbang Jokowi yang lebih berkelok-kelok. Orang menyebut banyak hoaks. Dahulu Amien Rais juga dikenal sebagai figur terdepan untuk mendesak Presiden Soeharto lengser. "Tetangga dekat" kelahiran Kemusuk Sleman, Soeharto pada tahun 1998 seperti berhadapan dengan Amien Rais. Berujung pada peristiwa Reformasi. Habibie, Gusdur, dan Megawati kemudian menjadi Presiden saat Amien Rais menjadi Ketua MPR. Orde Baru di bawah Soeharto tentu memiliki problema yang parah. Politik yang cenderung otoriter dan militeristik dan kondisi ekonomi yang awal bagus kemudian merosot sehingga untuk mengatasi krisis ekonomi terpaksa berhutang besar kepada IMF. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merajalela. Amien Rais yang menyeru agar Soeharto menyudahi kekuasaannya. Kini Amien Rais tetap menunjukkan jiwa dan sikap konsisten untuk ber "nahi munkar" mengingatkan Pemerintahan Jokowi yang dinilai telah keluar rel. Lebih berbahaya dan destruktif bagi bangsa di banding Presiden pendahulunya. "Mohon maaf, ya, pak Jokowi rezim anda lebih parah". *) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Penyidik yang Tak Pupus

Oleh Ady Amar *) Gak ada mati-matinya, adalah sebuah ungkapan yang biasa disandarkan pada seseorang yang tetap kokoh, meski badai menerjang terus menerus serasa ingin melumatnya. Ia tetap tegar dan eksis. Julukan di atas itu julukan penuh takjub. Julukan gak ada mati-matinya, bisa disematkan pada siapa pun dan pada aktivitas apa pun. Julukan penuh kebanggaan pada yang bersangkutan, itu karena mental yang tak terkikis oleh tempaan jalan takdir tidak mengenakkan, bahkan penuh kezaliman. Tempaan baginya justru menguatkan mentalnya untuk tetap eksis di tengah hiruk pikuk persoalan yang muncul terus menerus tidak mengenakkan. Terus hadir sebisa ia hadir menyumbangkan apa yang dipunyainya. Di negeri ini masih banyak pribadi yang tak pupus ditelan situasi tidak mengenakkan. Pribadi yang tidak cuma hadir pada institusi formal dengan fasilitas memadai. Baik saat berada dalam institusi resmi di mana profesionalitas dihargai sesuai kepakarannya, maupun berada di luar institusi, ia tetap memberi sumbangsih meski tanpa embel-embel materi yang didapat. Merekalah manusia istimewa dengan darma bakti tanpa batas. Novel Baswedan dan kawan-kawannya sesama penyidik senior, yang terdepak dari KPK, bisa disebut sebagai manusia istimewa. Meski terzalimi oleh apa yang dinamakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), meski ia sudah mengabdi belasan tahun, ia tak lantas pupus. Termasuk Novel, ada 57 orang lainnya, yang dinyatakan tidak lulus dalam TWK itu. Bahkan Novel dan beberapa kawan lainnya, sudah mengabdi sejak awal komisi anti rasuah itu terbentuk. Dan yang lainnya pun mengabdi dalam hitungan waktu cukup lama. Spekulasi yang berkembang, bahwa mereka memang disingkirkan. Dan itu karena mereka terlalu keras tanpa kompromi dalam misi pemberantasan korupsi. Kehadirannya seolah mengganggu pihak-pihak yang kontra pada pemberantasan korupsi. Aneh, kan? Namun demikian, mereka yang terusir itu tetap penuh semangat dalam pemberantasan korupsi. Mereka tak pupus, terus berikhtiar semampu yang bisa dilakukan. Maka, perlawanan dari balik gedung KPK itu sudah dimulai. Novel dan kawan-kawannya mulai dengan penyidikan atas gonjang-ganjing, bahwa ada dua menteri di balik bisnis PCR. Auditor Rakyat Naluri para penyidik senior yang terdepak itu bekerja seperti biasanya. Tidak ada yang memerintah, kecuali tanggung jawab moral yang masih dimiliki. Meski tanpa bayaran serupiah pun tidak menghalangi gerak langkah mereka tetap konsen, bahwa korupsi itu harus diberantas. Maka, secara diam-diam Novel dan beberapa kawannya mendatangi pihak-pihak yang tahu soal bisnis PCR itu. Menggali informasi dari mereka, dan menemukan temuan awal, bahwa ada unsur kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) yang menyeret nama Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP), dan Menteri BUMN Erick Thohir. Mestinya gonjang-ganjing isu bisnis PCR itu disambar KPK, institusi yang difasilitasi dengan perangkat yang semestinya, itu bisa cepat bergerak. Mengungkap kemungkinan adanya unsur dugaan KKN, yang menyeret dua menteri. Tapi justru aneh hal itu belum disentuhnya, entah apa dianggap kurang menarik. KPK justru mentelengi isu terjadinya korupsi pada rencana pelaksanaan ajang Formula E, yang itu tampak dipaksakan dan mengada-ada. Bagi KPK "menggarap" Formula E, memang tidak punya risiko politis, karena yang disasar adalah Anies Baswedan. Secara politis memang Anies tidak sekuat LBP apalagi plus Erick Thohir. Jadi, KPK memilih yang ringan-ringan saja dan punya nilai plus jika ditemukan penyimpangan, yang meski secara hukum tidak mungkin bisa menyeret Anies Baswedan. Tapi setidaknya punya nilai tersendiri, meski hanya tepuk sorak kegembiraan semu dari mereka yang memang berharap Anies terperosok. Secara kebetulan, Novel dan kawan-kawan eks penyidik KPK, dipertemukan dengan kemunculan Kaukus Masyarakat Sipil untuk Demokrasi dan Keadilan, hadir membantu untuk melakukan audit bisnis tes PCR. Maka sinergi dimungkinkan. Dimana Novel dengan ketua Kaukus Fery Julianto, dan pakar hukum tata negara Refly Harun, serta beberapa orang lainnya sepakat membentuk "auditor rakyat". Pembentukan auditor rakyat itu guna menjawab tantangan yang disampaikan LBP untuk diaudit, terkait dugaaan penyalagunaan bisnis PCR. Kita lihat saja apakah LBP, dan tentu Erick Thohir, berani mewujudkan tantangannya, atau sekadar gertak sambal saja. Jika tidak merasa bagian dari mereka yang membisniskan PCR, mengapa mesti takut untuk diaudit. Justru itu kesempatan untuk menunjukkan, bahwa pak menteri bukan bagian dari mereka yang dikesankan serakah di atas penderitaan rakyat. Dan, kita rakyat merdeka, akan dengan seksama melihat tim auditor rakyat itu bekerja, guna membuka seterang benderang apakah dua menteri itu ada di balik bisnis PCR atau tidak. Jika terlibat, maka bisa dipastikan itulah muslihat yang sebenarnya guna memperkaya diri sendiri. Di saat rakyat di masa pandemi tengah dalam kondisi kesulitan hidup. (*) *) Kolumnis

Memiliki dan Merawat 212 Sebagai Ghiroh Islam

Oleh Yusuf Blegur *) Pada kenyataannya, umat Islam boleh menjalani kehidupan keagamaannya secara ritual. Melaksanakan semua kegiatan yang terkait peribadatan. Namun tidak untuk kegiatan politik. Islam di dunia dan di Indonesia sendiri, didesain sebagai agama kebudayaan yang dibatasi pada urusan shalat, puasa, zakat dan haji. Menjadi terlarang dan mewujud sebuah ancaman, jika umat Islam bisa mengambil posisi dan peran sosial politik, sosial ekonomi, sosial pendidikan dll. Harus diakui, sebagai mainstream pergerakan kemerdekaan dan upaya-upaya yang melahirkan Indonesia. Umat Islam tidak pernah merasakan kepemimpinan yang hakiki baik secara struktural maupun kultural. Sepanjang berdirinya republik, dengan posisi sebagai mayoritas sekalipun. Umat Islam hanya ditempatkan sebagai obyek, pelengkap dan pemanis belaka. Dalam ranah konstitusi dan pelbagai kehidupan sosial. Umat Islam lebih tepatnya menjadi pasar potensial dan korban eksploitasi. Sebagai pengusung utama keberadaan NKRI, umat Islam termarginalkan dalam urusan pengelolaan negara. Terlebih ketika semua kekuasaan di Indonesia menggunakan konsep politik yang memisah relasi negara dengan agama. Konsekuensinya, negara yang berlandaskan Panca Sila dan UUD 1945 harus menerima kenyataan pahit berada dalam pengaruh kekuasaan Kapitalisme dan komunisme global. Umat Islam suka atau tidak suka menjalani kehidupan bernegara dan berbangsa, dengan prinsip-prinsip sekulerisasi dan liberalisasi dinegerinya yang dilahirkan sendiri, tumbuh kembang dan dirawat meskipun dengan spiritualitas keagamaan yang kental. Dengan sejarah dan pengalaman distorsi keagamaan. Umat Islam di Indonesia yang tergusur dari peran kepemimpinan, pemerintahan dan tata kelola negara. Disadari atau tidak, umat Islam telah mengalami deislamisasi dengan modus moderasi. Gencarnya sekulerisasi dan liberalisasi Islam semakin kentara seiring munculnya eksistensi politik umat Islam. Meskipun dihujani stigma stereotif seperti gerakan intoleran, radikal dan fundamental. Bahkan dicap agama teroris. Kekuatan umat Islam yang mulai tercerahkan, semakin menunjukan peran dan pengaruhnya. Betapapun framing jahat mengepung, politik identitas kekuatan umat Islam terus berproses memasuki ranah dan sistem negara. Tentu saja menimbulkan sikap reaktif, respon cepat dan siasat kriminal. Umat Islam harus berhadapan dengan rezim represif dan otorier. Kekuasaan yang ditopang oleh oligarki dan borjuasi korporasi. Kekuatan yang bersumber dari kapitalisme dan komunisme internaional yang sejatinya memusuhi dan anti Islam. Substansi Melawan Moderasi 212 tidak saja sekedar forum silaturahim dan ajang ukuwah Islamiyah. Melainkan lebih dari itu, 212 merupakan peran politik Islam yang sudah sekian lama menghilang. Gerakan umat yang dipelopori para Ulama dan Habaib itu menjelma menjadi kekuatan kultural sekaligus strukural. Secara kulltural mampu memengaruhi kebijakan negara. Secara struktural mengancam melengserkan rezim kekuasaan. 212 Seperti menjadi cermin sekaligus representasi kekuatan umat Islam yang selama ini mengalami mati suri. 212 adalah kemurnian dan antitesis terhadap kegagalan kepemimpinan formal dan rusaknya sistem negara yang menyebabkan kemudharatan hampir di seluruh sendi kehidupan rakyat. 212 menjadi semacam "renesaince" dari upaya meraih cita-cita proklamasi kemerdekaan RI yang terlanjur salah jalan dan hilang ditelan bumi. 212 bukan sekedar politik identitas, ia juga menjadi realitas identitas dari NKRI yang identik dengan Islam. Dengan tidak bermaksud mengabaikan keberadaan dan eksistensi umat yang lain. Umat Islam telah membuktikan dapat hidup damai dan rukun berdampingan dengan politik identitas lainnya. Meski hidup dengan kebhinnekaan dan kemajemukan dalam negara bangsa. Namun tak terbantahkan bahwasanya Islam menjadi roh sekaligus badannya dari kenyataan Indonesia. Hal yang demikian itu, membuat rezim kekuasaan, menempatkan 212 sebagai entitas politik yang berbahaya dan harus segera dieliminasi. Pelbagai cara dan usaha terus dilakukan pemerintah untuk menghambat atau menggagalkan agenda 212 termasuk acara reuni tgl 2 Desember 2021. Intervensi dari luar dan dalam 212 terus dilakukan rezim sebagai upaya penolakan gerakan 212. Selain tidak memberikan perijinan, melakukan agiprop acara 212, tidak sedikit pemimpin dan ulama dalam 212 yang membelot ke pemerintah. Bukan hal mengejutkan. Lontaran itu sudah banyak terungkap. salah satunya dari Habib Bahar Bin Smith, yang dianggap dekat dan setia kepada Imam Besar Habib Rizieq Syihab pemimpin 212 yang lebih dulu dizdolimi rezim. Kini semua bergantung pada umat Islam sendiri. Maukah menjadikan 212 sebagai saluran politik ideal dari kebuntuan partai politik dan konstitusi yang ada. Setelah terjadinya simpang siur dan adanya upaya penggembosan terhadap rencana kegiatan reuni 212. Bisakah umat Islam membanjiri Patung Kuda Jakarta saat 2 Desember 2021, yang mengulang 2 Desember 2016?. Akankah kali ini menjadi momentum yang luar biasa bagi umat Islam dan Indonesia?. Mungkinkah umat Islam merasa memiliki dan merawat 212?. Setidaknya sebagai manifestasi ghiroh Islam jika belum disebut jihadnya kaum muslimin dan muslimat itu. Wallahu a'lam bishawab. Penulis, Pegiat Sosial dan Aktifis Yayasan Human Luhur Berdikari.

Klappertaart dan Elit Politik

Oleh Ridwan Saidi Jenis taart ini kuliner yang simbolkan pertemuan timur dan barat. Timur pada kelapa dan Barat pada taart. Belanda bilang taartjes. Kue ini masih dijual antara lain di kantin sebuah rumah sakit di Kuningan, Jakarta, Bogor, Manado. Taartjes diaur serutan kelapa muda. Barat dan timur bertemu di kuliner. Bangsa yang Timur tidak Barat bukan itu Israel. Ayun-ayun in de hoge klapper boom, itu lagu Belanda, penyanyi Anneke Gronloh, ayun-ayunan di ketinggian pohon kelapa. Terusannya, Masmira jangan maen gila. Masmira lambang subjek wanita yang hilang kontrol diri. Penyanyi Wieteke van Dort, kelahiran Surabaya tahun 1943 dan wafat beberapa tahun lalu, terkenal dengan lagu-lagunya antara lain Geef mij maar nasi goreng. Nasi goreng, sampai setidaknya tahun 1923 disebut goreng nasi, adalah kuliner Indonesia. Dalam lyric Wieteke sebut sambal terasi. Orang Belanda yang terkenal resik tak disangka suka terasi . Sering proses akulturasi memilih instrumen yang unik. Belanda dan orang Eropa menularkan urban culture pada sebagian penduduk. Cirinya antara lain berpakaian netjes, rapi, walau bahan sederhana. Houding, tampilan enak dilihat, kaga norak. Tutur kata sopan. Tapi anehnya orang Barat mentoleransi kentut, tetapi tidak pada sendawa. Pada pertemuan Glasgow diwartakan seorang kepala Negara Barat sempat melepas kentutnya. Tapj bukan karena ini Jin Ping tak ke Glasgow. Sampai dengan tahun 1950-an masih banyak yang kutip kata-kata East is East, West is West, and never the twin shall meet. Michael Jockson justru mempopulerkan We are the world. Apa yang patut dicontoh dari peradaban Barat adalah semangat menguasai ilmu. Kita sangat tertinggal dalam masalah ini terutama kaum elitnya. Seorang pimpinan lembaga tinggi negara memberi respons yang aneh ketika ada berita KPK mau mengusut pemakaian keuangan Formula E, kata dia jangan dicampur urusan pidana dengan olahraga. Saya tidak mengerti apa kaitan ucapan petinggi itu dengan berita KPK mengusut pemakaian keuangan daerah untuk Formula E. Pada kesempatan lain rekan si petinggi, yang petinggi juga, berkata bahwa Formula E akan angkat Jakarta menjadi seperti New York . New York New York, judul lagu hit Shirley Bassey. Lain kali moga-moga ada yang ciptakan lagu gambamg kromomg Jakarta Jakarta. Zuur zoek zuur, jenis mencari jenis, kata pepatah Belanda. Akhirnya kita tak lagi bicara dari satu elit ke elit lain. Ini genre elit reformasi. Dari sononya uda begini. Kata orang Belanda, van huis uit. Tidak mudah membangun Indonesia kembali. Turki setelah PD I diejek sebagai sick man from Bosforus. Masalah diperparah dengan sekularisme Kemal Attaturk. Tapi faktanya sekarang Turki maju. Mereka menahan diri untuk tidak besar mulut. Mereka tak mau dibilang katak hendak jadi lembu. Penyakit besar mulut timbul dari pemihan langsung di sebuah negara yang ekonominya tak maju-maju. Kesalahan dalam recruitment system pun terjadi. Proses kehancuran rejim berawal dari sini. Waarom huil je toch nona manis Aku selalu rindu padamu. *) Budayawan

Perludem Berharap Penyelenggara Pemilu yang Kuat, Otonom, dan Kompeten

Semarang, FNN - Anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini berharap hasil seleksi bakal calon anggota KPU dan bakal calon anggota Bawaslu masa jabatan 2022—2027 menghasilkan sosok penyelenggara pemilu yang kuat, otonom, kompeten, inovatif, inklusif, dan berwawasan global. "Kuat dalam penguasaan substansi kepemiluan maupun kuat secara fisik dan psikologis," kata Titi Anggraini melalui percakapan WhatsApp kepada ANTARA di Semarang, Rabu. Hal itu, lanjut Titi, menyangkut kemampuan, keberanian, dan keteguhan menjaga martabat, kemandirian, dan muruah KPU/Bawaslu yang profesional, imparsial, dan modern. Pegiat pemilu ini mengatakan hal itu terkait dengan seleksi bakal calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan bakal calon anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI yang akan melaksanakan tugas pada pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024. Sejauh ini, Pemilu dan Pilkada 2024 akan dilaksanakan tanpa perubahan UU Pemilu. Pemilu lima kotak akan terselenggara kembali seperti halnya Pemilu 2019. Selain itu, juga pilkada akan berjalan tanpa perubahan UU Pilkada. Di lain pihak, kata Titi, kompleksitas teknis Pemilu 2019 dan problematika yang dihadapi potensial berulang pada Pemilu 2024. Bahkan, tumpukan beban kerja penyelenggaraan pemilu dan pemilihan bisa memengaruhi profesionalitas dan integritas penyelenggara pemilu. Artinya, juga bisa berdampak pada kinerja dan kondisi kesehatan demokrasi Indonesia. Terobosan dan inovasi kepemiluan sepenuhnya mengandalkan inovasi KPU dan pengaturan dalam peraturan KPU/Bawaslu untuk penguatan kapasitas personel, penggunaan teknologi, penyesuaian teknis, dan lain-lain. Padahal, kata dia, peraturan KPU/Bawaslu banyak keterbatasan daya jangkau. Oleh karena itu, Titi berharap mereka bisa berlaku otonom dalam mengambil keputusan sebagai penyelenggara tanpa meninggalkan konsultasi dan pelibatan partisipasi para pemangku kepentingan pemilu. "Penyelenggara pemilu harus punya kompetensi yang memadai untuk menyusun kebijakan sekaligus melakukan berbagai fungsi sebagai penyelenggara pemilu," katanya. Secara terukur dan proporsional, kata Titi, mereka mampu berinovasi dan melahirkan terobosan yang relevan guna merespons dan mengurai kompleksitas, kerumitan, dan dinamika penyelenggaraan pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024 di tengah masifnya penggunaan teknologi dan tantangan penyebaran hoaks politik/pemilu. Ia memandang penting bangsa ini memiliki penyelenggara pemilu dengan paradigma inklusif di tengah situasi post truth era dan polarisasi politik yang membelah. Hal ini agar orientasi pelayanan penyelenggara pemilu maksimal dan adil bagi semua pemangku kepentingan. Harapan lain terhadap penyelenggara pemilu, mereka mampu membangun jejaring global untuk melaksanakan praktik terbaik dalam penyelenggaraan pemilu, kemudian berdasarkan keluasan pengetahuan kepemiluan sekaligus memerankan diplomasi demokrasi internasional untuk mengukuhkan kualitas demokrasi Indonesia di mata dunia. "Saya juga berharap mereka mampu membangun relasi sinergis di antara KPU, Bawaslu, dan DKPP tanpa menggadaikan kemandirian masing-masing lembaga. Fungsionalisasi forum tripartit dan komunikasi kelembagaan yang sehat, dialektika langsung, bukan dengan perantara media," katanya. Hal yang tidak kalah pentingnya, menurut Titi, mereka mampu mengerjakan aspek teknis secara cermat, teliti, dan detail. Namun, tetap dalam kerangka berpikir atau paradigma yang terhubung dan menyeluruh. Dengan demikian, tidak terjebak pada egosektoral divisi atau pembagian kerja secara parsial. (sws)

KPK Panggil Anggota DPRD Bintan Terkait Kasus Cukai

Jakarta, FNN - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Anggota DPRD Kabupaten Bintan Muhammad Yatir untuk penyidikan kasus dugaan korupsi pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan 2016-2018. Muhammad Yatir dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Bupati Bintan, Kepulauan Riau, nonaktif Apri Sujadi (AS). "Hari ini, bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemeriksaan saksi untuk tersangka AS dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu. Selain itu, KPK memanggil seorang saksi lainnya untuk tersangka Apri, yaitu Yhordanus selaku Direktur PT Yofa Niaga Pastya. KPK telah menetapkan Apri bersama Plt Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan Wilayah Kabupaten Bintan Mohd Saleh H Umar (MSU) sebagai tersangka. Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Apri diduga menerima sekitar Rp6,3 miliar dan Mohd Saleh menerima sekitar Rp800 juta. Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan tersangka Apri pada 17 Februari 2016 dilantik menjadi Bupati Bintan yang secara "ex-officio" menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan. Atas persetujuan Apri, dilakukan penetapan kuota rokok dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, yakni golongan A sebanyak 228.107,40 liter, golongan B sebanyak 35.152,10 liter, dan golongan C sebanyak 17.861.20 liter. Pada 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA. Diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Mohd Saleh sebanyak 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton. Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Kepala Bidang Perizinan BP Bintan Alfeni Harmi dan diketahui oleh Mohd Saleh untuk menambah kuota rokok BP Bintan Tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton sehingga total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan BP Bintan Tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton). Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah di mana untuk Apri sebanyak 16.500 karton, Mohd Saleh 2.000 karton, dan pihak lainnya sebanyak 11.000 karton. KPK menduga perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp250 miliar. (sws)

Hakim Tunda Pembacaan Dakwaan Kasus Dugaan Terorisme Munarwan

Jakarta, FNN - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur menunda agenda pembacaan dakwaan kasus dugaan tindak pidana terorisme dengan terdakwa Munarwan eks Sekretaris Front Pembela Islam (organisasi yang telah dibubarkan pemerintah, red.). Agenda pembacaan dakwaan ditunda pekan depan karena tim kuasa hukum dari terdakwa keberatan sidang dilaksanakan secara online atau virtual. Selain itu, kuasa hukum terdakwa mempersoalkan masalah berita acara pemeriksaan (BAP). "Kuasa hukum berhak meminta salinan berita acara pemeriksaan (BPA)," kata kuasa hukum terdakwa Sulistyowati di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Rabu. Jaksa penuntut umum, kata dia, menerjemahkan bahwa telah menyerahkan BAP. Sementara, di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), BAP dimaknai tidak hanya sebatas tersangka tetapi juga seluruh saksi yang ada. "Jika dilandasi undang-undang terorisme, kami setuju kok kalau sidang tertutup untuk umum," kata Sulistyowati. Akan tetapi, dalam Pasal 72 KUHAP secara jelas disebutkan bahwa untuk kepentingan pembelaan maka turunan BAP harus diberikan kepada kuasa hukum. Pada saat sidang yang digelar tertutup tersebut, kuasa hukum sempat mengatakan bahwa jika BAP tidak diberikan kepada pihaknya, maka bagaimana caranya kuasa hukum memberikan pembelaan pada terdakwa. "Kami hanya menuntut dari hukum acara sesuai Pasal 72 terkait hal itu," ujar dia. Senada dengan itu, kuasa hukum lain dari terdakwa Munarman, Sugito Atmo Prawiro berharap sidang kliennya dapat dilaksanakan secara offline atau tatap muka. (sws)