ALL CATEGORY
JBI Tanam Bibit Pohon Bambu di Bantaran Sungai Ogan
Baturaja, FNN - Lembaga lingkungan hidup Jejak Bumi Indonesia (JBI) Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, mengadakan kegiatan penanaman bibit pohon bambu di daerah bantaran Sungai Ogan. JBI menyiapkan 2.000 bibit pohon bambu untuk ditanam di 30 titik di bantaran Sungai Ogan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). "Gerakan tanam pohon bambu ini dilakukan serentak di Kabupaten OKU," kata Pendiri JBI OKU Hendra Setyawan di Baturaja, Minggu. "Titik penanamannya di bantaran daerah hulu sungai," katanya. Bibit pohon bambu antara lain ditanam di wilayah Kecamatan Muara Jaya, Pengandonan, Lubuk Batang, Sosoh Buay Rayap, Ulu Ogan, dan Semidang Aji. Dia menjelaskan, penanaman bibit pohon bambu di daerah bantaran sungai merupakan bagian dari upaya untuk menghijaukan daerah aliran sungai (DAS). "Jenis tanaman ini memiliki daya serap air yang tinggi sehingga diharapkan dapat mencegah bencana banjir dan tanah longsor akibat luapan Sungai Ogan," katanya. Ia menambahkan, penanaman pohon bambu di daerah bantaran sungai juga diharapkan bisa mendatangkan manfaat bagi warga sekitar. (mth)
Keluarga Luncurkan Buku "Dunia Hoegeng, 100 Tahun Keteladanan"
Jakarta, FNN - Keluarga besar mantan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Imam Santoso secara resmi meluncurkan buku berjudul "Dunia Hoegeng, 100 Tahun Keteladanan" dalam rangka 100 tahun Pak Hoegeng yang ditulis oleh wartawan senior Farouk Arnaz. "Ide penulisan buku ini muncul dari Pak Komisaris Jenderal (Purn) Drs. Nanan Soekarna dan Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Komjen Arief Sulistyanto," kata anak kedua mantan Kapolri Jenderal Polisi Drs. Hoegeng Imam Santoso, Aditya Hoegeng di sela-sela peluncuran buku tersebut di Jakarta Selatan, Minggu. Pada saat ia bertemu dengan kedua orang tersebut, Didiet sapaan akrab Aditya, disarankan menulis buku yang berisi tentang sosok Kapolri kelima itu dari segi humanisnya. Saran itu dilatarbelakangi karena sebelumnya sudah ada buku-buku tentang Hoegeng tentang kedinasan. Setelah itu, Nanan Soekarna dan Kabaharkam Komjen Arief Sulistyanto mengenalkan Didiet dengan seorang wartawan senior yakni Farouk Arnaz. Selama kurun waktu empat bulan dan beberapa kali revisi, buku berjudul "Buku Dunia Hoegeng, 100 Tahun Keteladanan" dalam rangka 100 tahun Pak Hoegeng berhasil diterbitkan. Selepas itu, lanjut dia, tepat 14 Oktober 2021 atau 100 tahun Hoegeng, keluarga besar dan penulis mendatangi istri dari Hoegeng yakni Meriyati Roeslani di daerah Depok Jawa Barat untuk menyerahkan buku yang telah diselesaikan tersebut. Sekilas isi buku tersebut menceritakan tentang sosok Hoegeng Iman Santoso yang meninggalkan warisan mempertahankan prinsip, menjaga integritas, dan dedikasi. Kapolri kelima yang berkisah tentang keteguhan menjabat mulai 1968 hingga 1971 itu adalah sosok langka yang sulit dicari padanannya mulai dulu hingga kini. Tak hanya sendiri, Hoegeng juga mengajak serta keluarganya untuk terjun memasuki kehidupan yang penuh idealisme dan antikompromi yang sesungguhnya tak pernah mudah itu. Hoegeng tidak mau berkhianat dan berkongsi dengan kebatilan. Ia menjaga nama baik dan sumpah dengan perbuatan nyata bukan sekadar kata-kata. Sepak terjang Hoegeng yang tak bisa disetir membuat gerah para "tuan besar" sehingga ia kehilangan jabatannya. Namun, Hoegeng tak pernah menyesali langkahnya. Ia bahkan bergabung dengan Petisi 50 pada tahun 1980 yang lantang mengkritik penguasa saat itu yang dianggap mulai melenceng. Buku tersebut juga berisi testimoni orang-orang terdekat Hoegeng dari 'dapurnya' Hoegeng yang tanpa dukungan, keikhlasan, dan pengertian mereka. Perjuangan sosok Hoegeng sangat berat. Sebab, Hoegeng adalah seorang suami, Hoegeng adalah ayah, dan Hoegeng adalah kakek. Selain itu, buku tersebut juga berisi tiga kasus menonjol di akhir karier Hoegeng sebagai Kapolri dan kebijakan-kebijakan Hoegeng semasa menjadi Kapolri yang terekam dalam berbagai media massa. Peluncuran buku tersebut dilakukan di salah satu restoran di daerah Jakarta Selatan dan dihadiri langsung oleh anak, cucu hingga cicit serta sejumlah pejabat negara hingga kalangan partai politik. (mth)
Surga Pajak yang Segera Hilang
Jakarta, FNN- Lima tahun silam dunia pernah diguncang skandal Panama Papers ketika orang-orang kaya yang rata-rata memiliki korporasi besar dan berkuasa, memarkir kekayaannya di wilayah yang menawarkan pajak rendah yang dikenal dengan tax haven atau surga pajak. Awal bulan lalu kehebohan serupa muncul setelah untuk kesekian kali International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) menerbitkan bocoran dokumen pajak terbaru, Pandora Papers, yang menyingkapkan siasat licin 35 pemimpin dunia dan mantan pemimpin dunia termasuk mantan PM Inggris Tony Blair, 330-an politisi dan pejabat pemerintah di 91 negara, para buronan, penipu, dan penjahat, serta 130-an miliarder, dalam menghindarkan pajak guna menyembunyikan kekayaannya. Yang istimewa dari Pandora Papers adalah skandal ini diekspos tidak lama dari tercapainya konsensus global yang beberapa pekan kemudian disepakati para pemimpin Kelompok 20 atau G20, mengenai minimal 15 persen pajak untuk korporasi besar. Kedua peristiwa itu tak ada hubungannya, tetapi keduanya mengekspos surga pajak dalam perspektif yang bertolak belakang. Bagi mereka yang disebut dalam Pandora Papers, surga pajak adalah tempat yang membuat mereka leluasa menyembunyikan kekayaannya di wilayah yang menerapkan pajak rendah yang kebanyakan melulu mementingkan arus modal masuk atau capital inflow tanpa mempedulikan asal dan bentuk kapital yang masuk itu. Penikmat surga pajak bukan hanya individu-individu kaya dan berkuasa, tapi juga korporasi-korporasi besar yang biasa disebut perusahaan multinasional. Sebaliknya, bagi bagian terbesar dari 136 negara yang menyepakati konsensus keuangan global itu, surga pajak adalah petaka yang mengikis kemampuan ekonomi nasional dan menciptakan ketimpangan dalam praktik bisnis karena bagian terbesar keuntungan mengalir kepada pemegang saham dan pemilik, bukan kepada pekerja. Lain dari itu, pajak yang semestinya mengalir ke negara di mana perusahaan asing itu beroperasi, malah parkir di negara lain yang menawarkan pajak rendah yang mereka jadikan kantor pusat atau kantor cabang utama regionalnya. Oleh karena itu, boleh dibilang konsensus minimal pajak 15 persen untuk perusahaan global itu adalah pakta ekonomi internasional paling penting abad ke-21 karena bisa mendorong perekonomian menjadi lebih berorientasi pekerja, selain mendistribusikan kembali secara adil pendapatan swasta ke wilayah di mana mereka mencetak laba, bukan lagi melulu ke wilayah atau sistem pajak lain di mana perusahaan yang mencetak laba itu berkantor pusat. Yang lebih menggugah dari prakarsa itu adalah semangat kolektif dunia dalam menerapkan sistem pajak yang adil, bukan lagi mendorong terciptanya sebuah sistem ultra-nasionalistis di mana negara-negara berlomba menurunkan tarif pajak hanya demi capital inflow yang membuat satu negara beruntung di atas kerugian dan penderitaan negara lain. Ketimpangan Pajak Global Rp 3.511 Triliun per Tahun Ketimpangan pajak global sudah bertahun-tahun menggerogoti kemampuan negara dalam menarik pajak kepada individu atau korporasi yang mencari laba di negerinya tapi membayar pajak di negara lain. Menurut Tax Justice Network, praktik seperti itu membuat banyak pemerintah di seluruh dunia kehilangan pemasukan pajak sebesar 245 miliar dolar AS (Rp3.511 triliun) per tahun. Perumpamaan dari praktik ini bisa digambarkan dalam contoh ketika korporasi A beroperasi dan mencari keuntungan di Indonesia, tapi perusahaan ini justru berkantor pusat di Singapura. Singapura dan sekitar 35 negara di dunia adalah negara-negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau dalam kata lain menjadi surga pajak. Negara kota ini adalah satu dari sepuluh negara atau wilayah yang paling diuntungkan oleh praktik penghindaran pajak korporasi di seluruh dunia. Sembilan lainnya adalah Kepulauan British Virgin, Kepulauan Cayman, Bermuda, Belanda, Swiss, Luksemburg, Hong Kong, Jersey dan Uni Emirat Arab. Indonesia tak bisa memungut pajak dari perusahaan A karena perusahaan ini tidak masuk yurisdiksi pajaknya sekalipun menjual jasa dan produk di Indonesia yang dengan demikian mencetak laba di Indonesia. Indonesia, dan negara-negara serupa dalam skenario ini, terpaksa gigit jari karena tak bisa memajak perusahaan global semacam itu padahal mereka mencetak pendapatan besar dari konsumen Indonesia yang memakai jasa atau produknya. Oleh karena itu, sekalipun dipandang skeptis oleh sejumlah kalangan seperti organisasi nirlaba Oxfam International, konsensus global tarif pajak minimal 15 persen dianggap bisa menghentikan adu tarif pajak di antara negara-negara dan memaksa korporasi global merealokasikan keuntungan kepada negara di mana mereka mencetak pendapatan dan laba. Bagi sejumlah besar negara, skenario ini membuat mereka memperoleh sumber dana tambahan untuk investasi publik yang penting bagi pembangunan ekonominya. Skenario ini juga membuat pekerja menjadi lebih terberdayakan, apalagi sejak lama korporasi-korporasi besar menggunakan muslihat akuntansi dan rekayasa hukum demi menghindari pajak agar tetap menguntungkan pemegang saham dengan cara mengalihkan beban pajak ke surga pajak itu. Tidak heran banyak negara yang berusaha keras mencegah korporasi multinasional tidak memindahkan keuntungannya ke negara-negara surga pajak, namun nyaris tak berhasil sampai dunia menyepakati tarif pajak minimal 15 persen itu. Dipaksa Berbagi Keuntungan Tarif pajak minimum 15 persen ini berlaku untuk korporasi multinasional yang memiliki nilai penjualan minimal 750 juta euro (Rp12,4 triliun), sedangkan korporasi multinasional yang memiliki perputaran transaksi dagang per tahun 20 miliar euro (Rp330 triliun) dan marjin laba di atas 10 persen, bakal dipaksa membayar pajak di negara di mana mereka menjual produk atau jasanya antara 20 sampai 30 persen dari kewajiban pajaknya. Ini artinya porsi tertentu dari jumlah pajak yang dibayarkan perusahaan multinasional akan dibayarkan kepada negara di mana mereka menjual produk atau jasanya, bukan lagi hanya ke negara di mana korporasi itu berkantor pusat. Dengan cara seperti ini, negara-negara di dunia, taruhlah contohnya AS, memang bakal berkurang pemasukan pajaknya dari korporasi-korporasi multinasionalnya yang berkantor di AS seperti Google, Apple atau Facebook, karena korporasi seperti ketiga raksasa IT ini mesti merelokasikan kewajiban pajaknya ke negara di mana mereka menjual jasa atau produk dan mencetak laba. Tetapi AS mendapatkan tambahan pajak besar dari korporasi asing yang beroperasi di sana, sebutlah Samsung, Toyota atau Volkswagen. Dalam perspektif sama, Indonesia bisa menuntut bagian pajak yang biasanya dibayarkan sebuah korporasi besar yang berkantor pusat di Singapura atau di surga pajak mana pun, tetapi menjual produk atau jasanya di Indonesia. Pola baru seperti bisa membuat pajak yang sebelumnya terparkir semata di surga pajak menjadi sebagian masuk lagi ke negara-negara di mana korporasi besar mencetak pendapatan. Mengutip Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OCED), pola baru ini bisa membuat negara-negara di mana korporasi asing besar beroperasi, memperoleh total pemasukan baru 150 miliar dolar AS (Rp2.148 triliun) per tahun. Masalah terakhir yang harus dihadapi adalah bagaimana konsensus pajak global ini diundang-undangkan di dalam negeri karena beberapa negara seperti AS di mana bagian besar korporasi besar berkantor pusat diperkirakan bakal menghadapi kendala dalam melegislasi kesepakatan global itu. G20 sendiri memasang 2023 sebagai tenggat tahun bagi efektifnya aturan ini. Konsekuensinya, pada 2022 ketika Indonesia menjadi ketua KTT G20, konsensus pajak global ini akan ditandatangani oleh mayoritas pemerintahan di seluruh dunia. Ketika itu terjadi, maka korporasi besar akan dipaksa segera berhitung ulang untuk berbagi keuntungan yang diperolehnya dari tempat di mana mereka mencetak laba. Tren itu juga bisa berimbas kepada upaya dunia untuk tidak lagi menoleransi individu-individu yang menghindari pajak dengan memarkir kekayaannya di surga pajak. Jika semua berjalan sesuai rencana, maka cepat atau lambat surga pajak tidak lagi menjadi surga. (mth)
Megawati Harap Polisi Teladani Hoegeng yang Merakyat dan Berdedikasi
Jakarta, FNN - Ketua Umum DPP PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, berharap polisi di Indonesia dapat mencontoh sosok dan keteladanan Kapolri ke-5 Hoegeng Iman Santoso yang merakyat dan penuh dedikasi saat menjalankan tugas. “Menurut saya, he is the best. Kenapa? He is the real Polri. Orangnya sangat merakyat,” ujar Megawati mengenang mendiang Hoegeng, saat memberi sambutan pada acara peluncuran buku memperingati 100 tahun Hoegeng Iman Santoso di Jakarta, Minggu. Sebagai anak kedua Presiden Soekarno, dia mengenal langsung sosok Hoegeng dan menyaksikan langsung kesederhanaan dan kedekatan Hoegeng dengan rakyat, meskipun saat itu ia masih menjadi seorang mahasiswa di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Ia menceritakan pengalamannya bertemu Hoegeng, yang saat itu menjabat sebagai kepala Kepolisian Indonesia, bersepeda dari rumahnya menuju Markas Besar Kepolisian Indonesia, di Jalan Trunojoyo, Jakarta. “Oom, mau ke mana? Saya manggilnya Oom. Oom, masa kapolri naik sepeda. (Hoegeng menjawab): Biar saja, ini sekalian berolahraga,” kata Megawati menceritakan sosok Hoegeng yang sederhana. Tidak hanya itu, Megawati pun berpesan kepada para polisi agar menjadikan sosok Hoegeng sebagai contoh dalam menjalankan tugas. “Menurut saya, (dari keteladanan) Pak Hoegeng, mereka (polisi) harus punya dedikasi. Kalian disuruh mengatasi terorisme, radikalisme,” kata dia. Ia lanjut menyampaikan dedikasi yang dicontohkan mendiang Hoegeng juga mendorong dia menjalankan tugas dengan penuh tanggung jawab. Ia menceritakan masa-masa ia bertugas sebagai wakil presiden. Ia saat itu tidak hanya menerima laporan tertulis dari bawahan, tetapi meninjau langsung situasi di lapangan. “Saya mau lihat sendiri. Saya enggak mau hanya (terima) laporan. Jadi betul-betul saya ikuti,” kata dia. Dedikasi dan tanggung jawab terhadap tugas, kata dia, merupakan sikap yang selalu dipraktikkan oleh para polisi. “Bukan hanya tugas rutin belaka, bukan hanya karena ingin naik pangkat belaka,” kata dia. Hoegeng Iman Santoso, menteri pada Orde Lama dan kepala Kepolisian Indonesia yang pertama pada Orde Baru, lahir di Pekalongan pada 14 Oktober 1921 dan wafat di Jakarta pada 14 Juli 2004. Sejak lama dia sangat menyukai dan menikmati musik, terkhusus genre hawaiian, dan dia membentuk kelompok musik hawaiian, yaitu Hawaiian Seniors, yang rutin mengisi program acara di TVRI. (mth)
Alvarez Bekuk Plant di Ronde 11 untuk Rengkuh Juara Sejati
Jakarta, FNN - Kedigdayaan Saúl "Canelo" Avarez di ring tinju dunia berlanjut dalam pertarungan ke-60 selama kariernya, dan ia pun mengukuhkan diri sebagai juara dunia kelas menengah super sejati setelah menghancurkan Caleb Plant di ronde ke-11 di MGM Grand Garden Arena, Las Vegas, Sabtu waktu setempat atau Minggu WIB. Dalam penampilan yang sabar tapi dominan, Alvarez membombardir Plant dengan serangkaian pukulan brutal hingga wasit menghentikan pertarungan untuk memberikan kemenangan TKO. Kemenangan itu sekaligus menambahkan gelar IBF Amerika ke sabuk WBA, WBC dan WBO yang sudah dimiliki Alvarez. “Saya ingin berterima kasih kepada semua orang di sini malam ini,” kata Alvarez dalam bahasa Spanyol melalui penerjemah seperti dikutip Theguardian. Menurut Alvarez, bukan hal yang mudah untuk bisa menjadi juara sejati seperti dua saat ini, karena selain perlu kerja keras, ia pun butuh dukungan dari banyak pihak. “Tidak mudah untuk sampai ke titik ini. Namun, dengan dukungan Anda, keluarga saya, tim saya, kami menjadi melangkah sangat jauh. Ini untuk kalian semua, terutama yang dari Meksiko, ini satu lagi untuk tim kami. Kami melakukannya lagi malam ini," kata petinju kelahiran 18 Juli 1990 ini. Dalam pertandingan ke-60 nya ini, Alvarez bermain sabar di awal pertandingan sehingga Plant mengambil inisiatif menyerang dengan melayangkan jab-jab kiri, tetapi Alvarez mementahkan dengan double cover yang rapat Bahkan, di pertengahan ronde pertama, Alvarez mendapat momen menekan Plant ke sisi ring, tetapi serangannya dimentahkan Plant dengan cara mengapitkan tangannya hingga memaksa wasit melerai kedua petinju. Selepas ronde pertama, Akvarez mulai meningkatkan intensitas serangan dan memaksa Plant bertahan sambil mencari celah melayangkan pukulan balasan. Memasuki ronde kelima, kedua petinju mulai tampil terbuka sehingga jual beli pukulan pun tak terhindarkan. Pertarungan dengan intensitas tinggi itu membuat stamina Alvarez dan Plant terkuras, sehingga memasuki ronde ketujuh pertarungan terlihat agak santai. Hingga ronde kedelapan, tidak banyak pukulan keras yang dilepaskan oleh sesama juara kelas menengah itu. Sejak ronde kesembilan, Alvarez tampil agresif dengan terus menekan lawannya. Sejumlah pukulan Alvarez pun masuk. Pada ronde ke-11, Plant terjatuh setelah terkena hook kiri Alvarez. Plant mampu bangkit, tetapi Alvarez tak mau kehilangan kesempatan Ia terus melayangkan pukulan kombinasi yang membuat Plant terkapar di kanvas. Wasit pun menghentikan pertandingan dan memutuskan Alvarez menang TKO. (mth)
Kasihan Kodok
Oleh Ady Amar *) KODOK seperti juga anjing dan babi menjadi binatang (dianggap) menjijikkan. Padahal semuanya itu ciptaan Tuhan. Tapi Tuhan juga menetapkan mana binatang ciptaannya yang boleh dikonsumsi, mana yang terlarang. Jika lalu pertanyaan "nakal" diteruskan, mengapa Tuhan menciptakan makhluk itu tapi terlarang untuk dikonsumsi. Maka jawabnya bisa jadi, mungkin di balik itu, sebenarnya Tuhan ingin menguji mana manusia yang taat dengan tidak melanggar perintahnya, dan mana yang bandel dengan memilih tetap melanggar mengkonsumsinya. Tapi perbincangan kali ini terkhusus pada kodok, tentu tidak sebagai binatang yang kehadirannya berproses dari larva, lalu jadi cebong dan berakhir pada kodok. Tidak pada makhluk ciptaan Tuhan itu. Kodok hanya disebut atau dipakai inisialnya, dan itu untuk menandai sebuah rezim. Wow! Adalah Muhammad Said Didu, mantan Sekretaris BUMN, yang menginisialkan "kodok" untuk memotret rezim saat ini, yang menurutnya lebih buruk dari rezim Orba, yang rontok setelah memerintah 32 tahun. Rontok oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Adakah yang lebih buruk dari KKN, menurutnya kodok, tentu dalam inisial, lebih buruk dari itu. Menurutnya, cebong itu fase menuju kodok. Dan setelah kodok tidak akan ditemui fase lain kecuali kematian. Makna mati di sini lebih pada runtuh. Rezim akan runtuh setelah benar-benar menjadi kodok. Seperti juga rezim sebelumnya yang runtuh setelah memasuki fase KKN. Said Didu tampak cerdas, saat membuat istilah yang tidak dipaksa-paksakan, tapi jika dilihat secara obyektif rasanya _sih_ benar juga apa yang diistilahkannya itu. Maka, makna kodok itu diinisialkan dengan korupsi, oligarki, dinasti, otoritarian dan koncoisme. Inisial kodok yang dibuat itu sungguh menyentak obyektivitas kesadaran yang sebenarnya, bahwa kita memang sedang memasuki fase terakhir menuju keruntuhan. Bagaimana tidak runtuh jika negeri ini dikelola dengan model kodok style, yang itu cuma menguntungkan sekelompok kecil dari kelompoknya. Untuk meyakinkan bahwa sebutan kodok itu adalah istilah yang tepat, ia pun perlu menggambarkan gerakan binatang kodok yang "gayanya menendang ke bawah, menyingkirkan (menyepak) ke samping dan menjilat ke atas". Said Didu tampak seolah memaksa-maksakan gaya binatang kodok, itu yang Subhanallah_memang pas dengan inisial yang disampaikannya. Kasihan memang, jika kodok sebagai binatang harus diinisialkan pada perangai buruk manusia, dan itu pada sifat tamak yang lebih buruk dari sikap binatang. Pastilah kodok tidak mampu protes menolak namanya diinisialkan dengan sikap tamak makhluk paling sempurna, tapi yang justru merendahkan kesempurnaan ciptaan-Nya. Tapi setidaknya nama kodok akan lebih sering disebut, bahkan disebut sebagai istilah untuk menamakan sebuah rezim. Kodok, meski binatang kecil, lebih akan sering disebut ketimbang anjing atau babi, yang belum ditemukan inisialnya untuk menandakan tidak saja sebuah rezim, tapi apapun yang bisa menggambarkan sebuah peristiwa menjijikkan/menjengkelkan, yang jika disebut satu persatu akan panjang bererotan. (*) *) Kolumnis
Siapa Pun KSAD Asal Bukan Dudung
By M Rizal Fadillah JUDUL di atas terinspirasi komentar netizen medsos dengan tulisan hal yang sama, lucu juga. Kesannya siapapun boleh menjadi KSAD asal bukan Dudung. Maksudnya adalah Letjen TNI Dudung Abdurrahman Pangkostrad kini dan Pangdam Jaya sebelumnya. Figurnya kontroversial. Peluang Dudung Abdurrahman menjadi KSAD memang besar, kenaikan posisi dari Pangdam menjadi Pangkostrad adalah pertanda bahwa bukan hal berat meningkat jabatan menjadi KSAD untuk menggantikan Jenderal Andika Perkasa yang sedang dipromosikan sebagai Panglima TNI. Sayangnya Dudung adalah sosok yang yang bermasalah, didukung oleh kekuasaan tetapi tidak disukai oleh rakyat. Ada empat masalah besar yang menjadikan Dudung Abdurrahman tokoh kontroversial sehingga menjadi tidak layak menjadi KSAD, yaitu : Pertama, perusak sejarah TNI dengan mengomandani penurunan baliho Habib Rizieq Shihab di Petamburan. Misi militer yang dinilai sebagai kudeta atas pekerjaan Satpol PP. Dudung masuk jauh ke dalam kegiatan politik pragmatis dan murahan. Kedua, dalam agenda pekerjaan Kepolisian turut menyertai Kapolda Irjen Pol Fadil Imron tampil dalam Konferensi Pers pembantaian 6 laskar FPI dan turut berdusta dengan menyatakan terjadi "tembak menembak" serta menunjukkan alat bukti yang diduga rekayasa. Pangdam yang menampilkan diri sebagai "ajudan" Kapolda. Ketiga, mendirikan patung Soekarno yang di samping Proklamator juga pemimpin Orde Lama di Kompleks Akademi Militer Magelang. Sebagai Gubernur Akmil saat itu Dudung meresmikan patung Soekarno bersama Megawati. Patungisasi Soekarno dicanangkan Megawati dimana-mana. Jika benar niat untuk menghormati Proklamator semestinya bersama dengan Moh Hatta. Keempat, merusak atau menghilangkan patung diorama penumpasan G 30 S PKI di Museum Makostrad. Nuansa ketidaksukaan kepada sejarah peran Nasution, Soeharto, dan Sarwo Edhi dalam menumpas PKI di masa Orde Lama sangat terasa. Alasan "haram patung" yang ditoleransi Dudung Abdurrahman adalah sumier dan tidak adekuat. Kalkulasi dukungan politik kekuasaan memungkinkan Dudung Abdurrahman untuk menjadi KSAD, akan tetapi pencitraan dirinya menimbulkan kesan "dosa politik" yang bertumpuk. Publik menilai Dudung tidak pas dan tidak pantas sebelum kasus dan campur tangan politiknya diusut tuntas. Yang wajar dan pantas untuk menjadi KSAD adalah siapa pun, asal bukan Dudung ! *) Analis Politik dan Kebangsaan
Data Center Dinilai Sebagai Tulang Punggung bagi Industri Digital
Jakarta, FNN - Chairman & CEO Sinar Mas Telecommunications & Technology Franky Oesman Widjaja menilai data center atau pusat data merupakan tulang punggung bagi industri digital di Tanah Air yang semakin berkembang pesat saat pandemi COVID-19. Oleh karena itu, perseroan melalui unit usahanya Smartfren menandatangani nota kesepahaman dengan perusahaan yang bergerak di bidang Artificial Intelligence (AI) dan Cloud Computing asal Abu Dhabi, Group 42 (G42) serta mitra lokal asal Indonesia, PT Amara Padma Sehati (APS) yang akan berperan sebagai salah satu rekanan lokal yang memiliki kekuatan dalam ekosistem bisnis dan teknologi, untuk menyelenggarakan pusat data berkapasitas 1.000 MegaWatt (MW) di Indonesia. "Smartfren memahami pentingnya pusat data sebagai tulang punggung perkembangan industri digital di Indonesia. Kami optimis, kerja sama ini akan mewujudkan pembangunan pusat data di Tanah Air dan menjaga kedaulatan data nasional yang sedang dilakukan Pemerintah Indonesia. Selain itu, berkembangnya pusat data ini akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, juga akan memacu inovasi sektor industri 4.0 di Tanah Air," ujar Franky dalam keterangan di Jakarta, Sabtu. CEO G42 Peng Xiao mengatakan, G42 dan Etisalat baru-baru ini melakukan penggabungan bisnis pusat data mereka untuk menciptakan penyedia pusat data terbesar di Uni Emirat Arab dengan kapasitas sekitar 300 MW yang sedang dibangun. "Dengan kemampuan kami dalam hal Cloud Computing, kami di G42 senang dan siap bekerja sama dengan Smartfren serta mitranya untuk mendukung pengembangan strategis infrastruktur digital Indonesia sesuai dengan standar internasional tertinggi untuk desain fasilitas, operasi, serta privasi dan keamanan data," ujar Peng Xiao. Smartfren dan perusahaan afiliasinya Moratel yang bergerak di penyedia konektivitas berbasis fiber optik, akan berkolaborasi dengan APS dan G42 yang akan berperan sebagai mitra strategis. Dengan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki, lanjut Franky, kolaborasi tersebut diharapkan akan meningkatkan ketahanan, keamanan dan kedaulatan data nasional. Saat ini kebutuhan pusat data di Indonesia berkembang sangat pesat. Pembangunan infrastruktur pusat data di dalam negeri yang memadai menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan. Dengan menggunakan pusat data yang berada di dalam negeri, akan memberi kemampuan untuk akses data yang lebih mudah, cepat dan aman dan akan melengkapi serta memperkuat ekosistem digital untuk mendukung pengembangan ekonomi digital yang sangat pesat serta menciptakan lapangan kerja yang besar di bidang digitalisasi dan industri 4.0. "Hal ini, merupakan kunci perwujudan ketahanan, keamanan dan kedaulatan data nasional menuju ekonomi digital Indonesia," kata Franky. Pertukaran dokumen perjanjian antara kedua perusahaan dilakukan antara Chairman dan CEO Sinar Mas Telecommunication and Technology Franky Oesman Widjaja dan CEO G42 Peng Xiao dalam sebuah acara yang digelar di Expo Dubai dan disaksikan oleh Presiden Republik Indonesia H. Joko Widodo dan Perdana Menteri UEA dan Ruler of Dubai, HH Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum. (mth)
Telinga Iwan Fals Tipis, Tak Setebal Anies Baswedan
Oleh Ady Amar *) Ada yang kerap bahkan sudah jadi hobi lapor melaporkan pada pihak berwajib, jika merasa dirinya atau junjungannya, atau kelompoknya diberitakan dengan tidak sebenarnya. Dilaporkan pada kepolisian untuk sebisa mungkin diseret ke pengadilan. Itu bisa karena postingan, atau pernyataan seseorang terhadap publik figur dianggap tidak mengenakkan, bahkan dianggap fitnah, lalu memilih jalur hukum menyelesaikan persoalan itu. Kemarin Kamis, 4 November, Rosana, istri musikus gaek yang lagu-lagunya penuh kritik, Iwan Fals, mengadukan laporan ke Polda Metro Jaya, seseorang dengan inisal KS, yang disebutnya mencemarkan nama baik suaminya. Itu berkenaan dengan Ormas Orang Indonesia (OI). Ia didampingi sang suami, Iwan Fals, yang lalu berstatus sebagai saksi. Mengapa tidak Iwan Fals sendiri yang mengadukan pencemaran nama baiknya, kok justru harus istrinya. Aneh, kan. Iwan Fals terbilang tukang kritik. Lagu-lagunya sarat kritik, yang akhirnya tak tahan juga dirinya diganggu dengan "kritik". Telinga Iwan ternyata tipis. Mengadu pada instrumen kekuasaan (polisi) jadi pilihan. Kalau saja pada masa lalu ada pihak di era Soeharto yang dikritiknya menempuh jalur hukum, entah sudah berapa kali ia mesti menghuni prodeo. Iwan Fals saat ini memang bukan seperti yang dulu. Iwan Fals yang sekarang ini, orang menyebut "singa tua" yang ompong, yang mata dan hatinya tak mampu melihat fenomena sosial-politik sekeliling dengan baik. Ia tampak menikmati keasyikan tersendiri bisa makan semeja dengan penguasa. Banyak yang menyayangkan langkahnya memilih jalur hukum. Memang sih pokok materi perkara aduannya tidak di-share di ruang publik. Maka, semua tidak tahu seberapa dahsyat fitnah yang mengenainya itu. Meski demikian, menempuh jalur hukum itu mengesankan ia bukan terbilang orang yang "jembar hati" melihat persoalan dan menyelesaikan dengan cara-cara persuasif di luar pengadilan. Atau bahkan membiarkan saja persoalan yang dianggapnya fitnah, itu justru langkah elegan, yang lambat laun pastilah "fitnah" itu akan pupus dengan sendirinya. Tapi ya itu tadi, tukang kritik memang tidak selamanya kuat dikritik, dan lalu memilih jalur hukum. Berharap saja pihak kepolisian bijak dan tidak memproses perkara yang sebenarnya bisa dicari titik temunya. Tidak semua perkara mesti diseret ke pengadilan yang melelahkan, hanya untuk kepuasan semu satu pihak. Anies Memang Istimewa Bersyukur Iwan Fals tidak ditakdir sebagai Gubernur DKI Jakarta, yang tidak berperangai seperti Anies Baswedan. Tidak berperangai seperti Anies, itu karena ia "'sempit hati", yang tidak tahan kritik yang lalu memilih jalur hukum. Maka, sehari bisa 3-4 kali, seperti minum obat layaknya, ia akan bolak-balik melaporkan orang-orang yang mengkritiknya. Menjadikan pekerjaan utama sebagai Gubernur jadi terbengkalai. Diakui atau pun tidak diakui, tetaplah Anies Baswedan itu pejabat istimewa, seng ada lawan. Ia membiarkan saja, bukan lagi kritikan, tapi hujatan bahkan fitnah keji yang didapatnya dari para buzzer bergaji rupiah, yang umpatannya jahat penuh dusta, yang seperti diproduksi massal. Memilih dengan tidak menghiraukan. Bak dianggap angin lalu saja. Anies tidak ingin terkotori pikirannya dengan hal-hal tidak produktif. Anies tampak tidak mempermasalahkan dirinya jadi samsak hidup, dihajar tiap hari dengan fitnah yang diada-adakan. Anies tampak menikmatinya. Ia tak harus bersungut-sungut melaporkan mereka yang memang bekerja dan digaji dengan mengumpat-memfitnahnya. Intensitas umpatan jahat penuh fitnah tampak makin hari makin sadis dihantamkan. Seolah para buzzer berlomba memproduk umpatan paling sadis yang bisa membuat Anies terusik. Sekali lagi, Anies tetap saja tak bergeming. Agaknya rugi bahkan menjatuhkan diri jika merespons umpatan sampah. Sikap yang dipilih Anies setidaknya efektif. Menjadikan pekerjaan utamanya tidak jadi terbengkalai cuma ngurus hal tidak semestinya yang sifatnya personal. Anies terus bekerja membuat Jakarta makin "bercahaya", yang itu memang cuma bisa dilihat oleh mereka yang tak buta hati dan matanya. Tahun 2024 masih jauh, tapi kerja para buzzer dan analis politik berbayar, yang belakangan muncul seperti jamur di musim hujan, seolah diikhtiarkan-dihadirkan punya tugas menenggelamkan elektabilitas Anies yang moncer. Tampaknya, menjatuhkan Anies berlebih, bahkan terkesan dikeroyok jadi musuh utama, rasanya tidak efektif lagi. Justru di mata publik, tidak saja di Jakarta, tapi di seantero negeri justru menimbulkan empati dan simpati sebaliknya. Sepertinya cara-cara busuk dengan membusuk-busukkan Anies Baswedan, itu sudah mampu dibaca publik dengan baik. Memilih diterus-teruskan pastilah mubazir. (*) *) Kolumnis
BNI Antar UMKM Tembus Pasar Dubai
Dubai, FNN - PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) memfasilitasi debitur Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) nasional masuk ke Al Jaber Gallery di Mall of Dubai, sebagai salah satu upaya pengembangan bisnis segmen UMKM BNI. "Tentunya, kami sangat bangga karena UMKM Nasional yang kami bina ditempatkan di etalase premium di mall terbesar dunia yaitu di Al Jabber Gallery, Dubai Mall. Kami berharap dapat memberi dampak positif membuka jalan UMKM Indonesia go global," kata Direktur Utama BNI Royke Tumilaar di Dubai, Sabtu. Al Jaber Gallery merupakan jaringan toko sovenir terbesar di United Arab Emirates (UEA) yang berdiri 1960. Pemilik Al Jaber Gallery adalah Abdulla Jaber Belshalat, pengusaha bidang kerajinan dan barang antik. Al Jaber Gallery saat ini memiliki 26 gerai yang tersebar di berbagai mall serta jalan raya di Dubai dan Abu Dhabi yang menjual berbagai kerajinan asli Arab dan berbagai negara, seperti Timur Tengah dan Asia Selatan. Sebagai pilot project, BNI mensponsori 10 pelaku UMKM dengan 30 produk berupa antara lain sepatu, keramik, fabrik, perhiasan, porselen, tas, dan pajangan rumah untuk dapat dipasarkan di Al Jaber Gallery. Acara peresmian dihadiri langsung Menteri BUMN Erick Thohir. Royke Tumilaar menuturkan UMKM adalah segmen strategis yang tengah didorong pemulihan kinerjanya tahun ini. BNI terus mencari potensi pertumbuhan debitur UMKM menembus pasar global, termasuk Timur Tengah, yang ceruk pasarnya besar. Menurut dia, BNI baru saja merampungkan kerja sama dengan Al Jaber Gallery, yang diharapkan mampu memperbesar pasar bagi produk UMKM. Pada tahap tersebut, lanjutnya, BNI Xpora berperan sebagai fasilitator UMKM untuk mendapat tempat istimewa di gerai terbesar UEA. Ke depan, tentunya para pelaku UMKM ini dapat mandiri bekerja sama langsung dengan Al Jaber Gallery. "Kehadiran Xpora menjadi komitmen BNI mengakselerasi UMKM naik kelas dan go global. Melalui BNI Xpora, kami yakin akan semakin banyak memfasilitasi business matching UMKM nasional ke banyak negara lain juga," ujar Royke. Pada kesempatan itu Menteri BUMN Erick Thohir mengapresiasi upaya BNI membuka akses UMKM menembus pasar global dan ia optimistis momentum kebangkitan kinerja UMKM akan lebih cepat seiring terbukanya pasar global. "Ini tentunya sangat bagus. BNI dengan program Xpora-nya mampu membuka akses pada UMKM. Di sinilah peluang pendapatan UMKM yang besar itu," sebutnya. Erick pun menyoroti produk UMKM di Dubai yang memiliki desain khas tradisional serta kualitas premium. Dia yakin BNI telah bekerja keras membimbing UMKM mencapai level tersebut. "Ini juga berkat upaya bimbingan BNI terhadap para pelaku UMKM-nya. Produknya bagus-bagus sehingga harganya pun menembus berkali-kali lipat dari harga luar negeri," imbuhnya. Lebih lanjut Erick menuturkan dukungan pemerintah belanja produk UMKM akan terus ditingkatkan, sehingga mendapat pasar tetap yang dapat dijadikan basis pendapatan untuk berkembang lebih tinggi. "Pokoknya di bawah Rp14 miliar pemerintah belanja melalui UMKM. Itu besar loh. Ingat, itu harus terdaftar melalui OSS," imbuhnya. Abdulla Jaber Belshalat mengatakan telah mengkurasi 30 produk dari BNI Xpora dan kagum melihat produk UMKM memiliki kualitas serta tingkat kerumitan yang tinggi. "Ini sangat bagus. Kualitasnya sangat bagus. Kami tentu akan mendorong pelanggan kami membeli produk Indonesia," imbuhnya. Dia berharap produk Indonesia mampu menjaga kualitas, agar permintaan pelanggan lebih tinggi. Terlebih, Al Jaber akan mulai menempatkan produk-produk UMKM ke seluruh gerainya di Dubai dan Abu Dhabi. "Ke depannya kami juga menjalin kerja sama langsung dengan pelaku UMKM Indonesia agar pengadaan barang dilakukan lebih cepat," imbuhnya. Sementara itu Founder Keewa Shoes Dani Ika Suryandari mengapresiasi langkah proaktif BNI mencari peluang pertumbuhan UMKM. Dia optimistis akan mendapat penjualan yang besar dengan masuk pasar Dubai. "Sebetulnya kami pun tak menyangka upaya BNI seagresif ini. Benar-benar tak menyangka produk kami dijual di Al Jaber Gallery yang sangat eksklusif. Pokoknya keren," katanya. Dia menuturkan Rumah Keewa sudah berjalan selama 6 tahun. Dia bersama perajin lain berupaya menciptakan produk unik tradisional berkualitas yang mampu dicintai oleh orang Indonesia, termasuk di luar negeri. "Kami tentu yakin usaha kami akan semakin lebih meningkat lagi. BNI juga terus memberi bimbingan dan aktif mengajak kami untuk banyak program pembelajaran. Kami juga diberi banyak tips terkait ekspor dan sosial media," katanya. Founder Borneo Queen Kiki Aprilia pun sangat mengapresiasi upaya BNI untuk menjual produk dari Kalimantan Tengah ini tembus ke Dubai. "Seneng banget. BNI sangat setia membina kami para pelaku UMKM. Dari awal bisnis kami selalu mendapat support sehingga mampu menembus pasar ekspor seperti saat ini. Tentu kami pun bangga," sebutnya. Dia menyampaikan usahanya kini terus menambah jumlah perajin menjawab permintaan yang terus meningkat. Kiki akan terus mempertahankan usaha dengan konsep kerajinan tangan agar keunikan produk dapat terjaga. "Memang permintaan kami itu sudah meningkat hingga 5.000-7.000 per bulan. Sebelumnya sedikit sekali. Ke depannya tentu akan naik, dan kami akan terus tambah perajin. Sekarang saja sudah perajin 1 kampung kami berdayakan," imbuhnya. (mth)