ALL CATEGORY

BPBD Mataram Segera Aktifkan Posko Terpadu Penanganan Dampak Bencana

Mataram, FNN - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, segera mengaktifkan posko terpadu penanganan bencana sebagai kesiapsiagaan menghadapi dampak La Nina yang diprediksi terjadi hingga Februari 2022. "Di posko itu nanti kita siapkan personel, saran prasarana serta logistik menghadapi dampak cuaca ekstrem untuk mengurangi dampak bencana serta menekan kerugian," kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Mataram Mahfuddin Noor di Mataram, Rabu. Untuk mengaktifkan posko terpadu penanganan bencana tersebut, pihaknya masih melakukan rapat pada Provinsi NTB bersama dengan seluruh kabupaten/kota se-NTB, terkait dengan antisipasi dampak La Nina. "Setelah rapat dengan provinsi, kita akan koordinasi di tingkat kota bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait penanggulangan bencana untuk mengambil langkah-langkah dampak ke depan," katanya. Dia mengatakan posko terpadu penanganan bencana di halaman pendopo, selama 24 jam disiagakan perwakilan petugas dari beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) terkait secara bergantian. Mereka, antara lain satgas dari Dinas PUPR, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, Tagana serta dari tim reaksi cepat (TRC) BPBD. Selain menyiagakan personel, pihakanya juga akan menyiapkan peralatan kedaruratan yang dibutuhkan, antara lain gergaji mesin, kendaraan operasional, dan kendaraan pengangkut sampah. "Selain itu, kita siapkan juga untuk logistik kedaruratan bagi masyarakat yang terdampak bencana, seperti selimut, bahan pokok, dan perlengkapan keluarga lainnya," katanya. Ia mengakui, dampak La Nina saat ini sudah terjadi di Kota Mataram, sebab dalam dua pekan terakhir Kota Mataram diguyur hujan deras, angin kencang, puting beliung, pohon tumbang dan genangan air pada sejumlah titik. Untuk pohon tumbang, katanya, dalam seminggu terakhir sudah terjadi delapan titik, antara lain Jalan Selaparang, Brawijaya, Kawasan Pasar Karang Jasi, Jalan Amir Hamzah, Karang Bedil dan Simpang Monjok. "Pohon tumbang ini rata-rata terlihat masih bagus, tapi mungkin karena struktur tanah yang lembab akibat hujan yang terus-menerus membuat pohon mudah tumbang ketika terjadi angin kencang," katanya. (sws)

Polres Kolaka Siapkan Operasi Kontijensi Dalam Penanggulanan Bencana

Kendari, FNN - Kepolisian Resor Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra), menyiapkan langkah kontijensi kebencanaan dalam penanggulangan bencana dengan melibatkan semua anggotanya. Kapolres Kolaka AKBP Saiful Mustofa yang dikonfirmasi melalui Kasubsi Penmas Humas Polres Kolaka, Aipda Riswandi mengatakan, selain menyiapkan personil dalam penanggulangan bencana, pihak kepolisian juga memberikan edukasi kepada masyarakat. Selain itu, kata Riswandi, juga memberikan bimbingan kepada masyarakat serta penyebaran berupa pamflet, eflayer, spanduk termasuk media cetak dan elektronik mengenai penanggulangan bencana. "Bahkan seminar dan sarasehan dilakukan terkait kebencanaan dan pencegahan maupun mitigasi bencana," katanya. Dia mengatakan pihak kepolisian sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi dan pencegahan terkait kebencanaan apalagi saat ini kondisi wilayah Kolaka sudah mengalami perubahan iklim. Riswandi juga mengimbau kepada masyarakat untuk tetap waspada dan mengantisipasi adanya bencana alam khususnya banjir dan angin kencang serta tanah longsor. (sws)

Ketua MA Ambil Sumpah Nyoman Adhi

Jakarta, FNN - Ketua Mahkamah Agung (MA) RI Syarifuddin memandu sumpah jabatan Nyoman Adhi Suryadnyana sebagai anggota Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Masa Jabatan 2021-2026. Dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, pengucapan sumpah jabatan Nyoman sebagai Anggota BPK RI didasari oleh Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo Nomor: 126/P Tahun 2021 tanggal 18 Oktober 2021 tentang Pemberhentian dengan Hormat dan Peresmian Anggota Badan Pemeriksa Keuangan. Nyoman terpilih menjadi anggota BPK RI setelah mendapatkan suara terbanyak usai melewati proses kelayakan dan kepatutan di Komisi XI DPR RI. Nyoman Adhi Suryadnyana memperoleh 44 suara dari total 56 suara. Acara pengucapan sumpah dilaksanakan di ruang Prof. Dr. Kusumah Atmadja Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu. Dalam sumpah yang dipandu langsung oleh Ketua Mahkamah Agung, Nyoman berjanji akan bersungguh-sungguh menjadi anggota BPK RI. Ia berjanji akan bersungguh-sungguh melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Pada kesempatan yang sama, Nyoman juga bersumpah akan setia terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dan patuh terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Sebelumnya, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengajukan gugatan terhadap Ketua DPR RI Puan Maharani atas tidak sahnya pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Boyamin mengatakan bahwa berdasarkan daftar riwayat hidup, Nyoman Adhi Suryadnyana adalah Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III), yang notabene adalah pengelola keuangan negara (Kuasa Pengguna Anggaran / KPA). Menurut Boyamin, Nyoman Adhi seharusnya tidak lolos seleksi karena riwayat jabatannya bertentangan dengan Pasal 13 huruf J Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK. Pasal tersebut menyatakan bahwa untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK, calon harus paling singkat telah dua tahun meninggalkan jabatan sebagai pejabat di lingkungan pengelola keuangan negara. Oleh karena itu, Boyamin mengajukan gugatan karena menganggap pemilihan tersebut tidak sah dan tidak memenuhi syarat Pasal 13 huruf j UU tentang BPK. (sws, ant)

Surpres yang Bukan ‘Surprise’

Jakarta, FNN - Selamat Ginting, pengamat komunikasi politik dan militer dari Universitas Nasional (Unas) Jakarta menanggapi Surat Presiden (surpres) tentang usulan Jenderal Andika Perkasa menjadi Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kepada FNN Ginting mengatakan bahwa sebagai pengamat, ia melihat tidak ada yang surprise (kejutan) mengenai surpres (surat presiden) tersebut, karena beberapa hal. Pertama; setelah melewati dinamika politik Presiden Jokowi akhirnya mantap menetapkan Jenderal Andika Perkasa untuk menjadi calon panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan segera memasuki usia pensiun 58 tahun pada 8 November 2021 mendatang. Andika sesungguhnya sudah dipersiapkan lama bersamaan dengan penetapan Marsekal Hadi Tjahjanto menjadi Panglima TNI pada Desember 2017 lalu. Dipersiapkan menjadi KSAD untuk kemudian menjadi Panglima TNI menggantikan Hadi Tjahjanto. Kedua; dalam satu bulan ini sudah banyak isyarat bahwa Andika Perkasa akan dipilih menjadi calon Panglima TNI. Yang paling akhir adalah pertemuan ‘rahasia’ Andika Perkasa dengan Presiden Jokowi beberapa hari jelang keberangkatan Jokowi keluar negeri, seperti dikemukakan sebuah sumber. Jadi, pertemuan ini luput dari perhatian publik. Bukan saat Andika turut melepas Presiden Jokowi ke luar negeri, melainkan beberapa hari sebelumnya. Di situ sesungguhnya kepastian tersebut terjadi. Pertemuan itu merupakan grand final dari pertemuan antara utusan Presiden, yakni Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 11 Oktober 2021 lalu di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad). Mensesneg diduga memberikan kabar dari Presiden mengenai penjajakan Jenderal Andika Perkasa akan menjadi calon Panglima TNI. Ketiga; jika mengacu pada alasan pertama, sesungguhnya Presiden Jokowi telah memiliki kedekatan sosiologis dan psikologis dengan Jenderal Andika Perkasa. Hal inilah yang membuat Jokowi berat untuk pidah ke lain hati, walau pun usia Andika hanya sekitar satu tahun saja untuk bisa menjadi Panglima TNI dengan catatan tidak akan mengalami perpanjangan usia pensiun. Keempat; jika Presiden Jokowi mau, maka bisa saja usia pensiun Andika diperpanjang menjadi 60 tahun, sehingga masih bisa menjabat sampai tiga tahun pada Desember 2024 atau masa peralihan kepemimpinan nasional pada Oktober 2024 mendatang. Preseden ini sudah beberapa kali terjadi. Misalnya ketika di era Presiden Soeharto tahun 1996. Jenderal Feisal Tanjung yang harusnya pensiun usia 55 tahun, pada 1996, namun mendapatkan perpanjangan hingga pensiun jelang usia 59 tahun. Saat itu usia pensin TNI masih 55 tahun. Begitu juga dengan Jenderal Endriartono Sutarto pada 2002. Seharusnya pada April 2002, dia pensiun 55 tahun, namun diperpanjang hingga 59 tahun pada 2006. Kelima; dari segi senioritas KSAD Jenderal Andika Perkasa paling senior dibandingkan dengan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono maupun Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo. Baik dari sisi kepangkatan bintang empatnya lebih dahulu dan menjabat Kepala Staf Angkatan juga terlebih dahulu. Andika lulusan Akmil 1987, Yudo lulusan AAL 1988-A, dan fadjar lulusan AAU 1988-B. Keenam; Andika punya pengalaman lengkap sebagai perwira, antara lain pernah memegang jabatan komandan lapangan, sejak menjadi Komandan Batalyon 32/Apta Sandhi Prayuda Utama, Grup 3/Sandhi Yudha. Juga komandan wilayah, seperti Komandan Resor Militer (Danrem) 023/Kawal Samudera, Kodam I/Bukit Barisan pada 2012. Setelah itu dalam kariernya sebagai perwira tinggi dimulai menjadi Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat, kemudian Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) (2014), Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) XII/Tanjungpura (2016). Dari situ promosi menjadi Komandan Komando Pembina Doktrin, Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat (Dankodiklatad) (2018), Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) (2018), hingga menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (2018) selama 2,5 tahun. Andika yang banyak berkarier di bidang intelijen antiterror ini sudah matang dan waktunya untuk memimpin TNI. Ketujuh; dari hakikat ancaman negara saat ini yang ada di depan mata adalah masalah Papua. Papua ini wilayah daratan yang harus dipimpin panglima dari matra darat yang lebih mengenal wilayah gerilya lawan, yakni Organisasi papua Merdeka (OPM). Sementara masalah Laut China Selatan baru merupakan potensi ancaman, belum merupakan ancaman nyata seperti di Papua. Dibutuhkan panglima yang paham tentang operasi militer dalam menghadapi hakikat ancaman terhadap NKRI. (sws)

Orang Tua yang "Terbuang" dalam Perspektif Lain

Oleh Ady Amar *) KISAH ibu yang "dibuang" anak-anaknya terus jadi berita. Sudah lebih dari sepekan berita itu viral. Dimulai dari secarik kertas dari 3 anaknya bermeterai, yang menyerahkan sang ibu pada sebuah panti jompoh viral lebih dulu. Kemudian fisik sang ibu muncul dari pemberitaan media, khususnya televisi. Ditambah sang ibu yang digiring pernyataan awak media, menyatakan bahwa ia "dibuang" anak-anaknya yang tak sanggup merawatnya. Ibu itu memang mengalami kelumpuhan fisik, meski tampak tubuhnya sehat. Kisah ibu yang "dibuang", itu memang mampu mengaduk emosi banyak pihak menumpahkan sumpah serapah pada sang anak yang dikatakan dengan anak tak tahu balas budi. Ada pula yang menyebutnya, bagai kisah Malin Kundang jilid 2. Para komentator yang biasa disebut netizen, itu menjadi manusia seolah paling tahu tentang sebuah peristiwa, dan tentu seolah tahu kondisi yang dihadapi ibu dan terutama anak-anaknya. Sehingga penghakiman mesti diberikan pada anak-anaknya, dengan sebutan zalim. Putusan kata "zalim" sudah diberikan, seolah kata itu pantas diberikan pada anak-anaknya, tanpa mau mendengar mengapa sang anak harus menyerahkan sang ibu ke panti jompo. Tiga anak, dari ibu itu, tidak tinggal di satu kota. Domisili mereka di Jakarta, Bogor dan Pekalongan. Di tiga kota itu anak-anaknya tinggal. Satu dari anaknya sempat di hubungi, dan juru warta ikut mendengar dialog lewat speaker. Sang ibu mengatakan, mengapa ia "dibuang"? Dan sang anak menjawab, sama sekali bukan membuang. Ibu tidak dibuang. Ibu tinggal di sana cuma sementara, dan pada saatnya ibu nanti saya jemput. Dialog dalam bahasa Jawa, itu cukup mengenaskan bagi siapa saja yang mendengar dengan hati. Anak-anaknya memang tampak dalam kondisi kesulitan ekonomi yang sangat, bahkan salah satunya korban PHK. Kesumpekan ekonomi dan hal-hal psikologis lainnya, di mana mereka lalu bersepakat menitipkan sang ibu ke panti jompo yang dirasanya tepat. Tentu agar bisa diurus dengan baik. Semua dari kita tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya, seberapa dahsyat kesulitan sang anak sehingga tidak mampu merawat sang ibu Kita acap mengukur semuanya dari kondisi diri sendiri, yang lalu dipersepsikan dengan kondisi orang lain. Semua yang ada di diri ini seolah representasi dari nilai kebaikan. Maka, sang anak dalam persepsi yang dimunculkan para netizen yang maha tahu, itu dengan "membuang" sang ibu. Barat dan Timur Tidak Serupa Di Timur menitipkan orang tua di panti jompo itu perbuatan tidak manusiawi, dan bahkan masuk kategori zalim. Kaidah yang dipakai, bahwa saat anak-anak dulu ia dipelihara dengan baik oleh kedua orang tuanya. Giliran orang tua sudah tua tega-teganya dititipkan di panti jompo. Di Timur, saat anak-anak tumbuh dewasa dan bekerja, maka tidak dikenal atau boleh muncul alasan kesulitan ekonomi atau hal-hal psikologis lain, sehingga orang tua yang sudah rentan mesti dititipkan pengasuhannya pada sebuah panti. Jika di Timur muncul anak-anak seperti kisah di atas, maka sumpah serapah didapatnya. Dianggap ia anak-anak tidak berbakti pada orang tua, dan umpatan sadistik lainnya bakal diterima. Sekali lagi, sikap dan laku seseorang di Timur dibuat agar menjadi sama, meski kondisi eksosbud seseorang dengan lainnya tidaklah sama. Di Timur, menjadi kesulitan tersendiri jika seseorang mencoba melawan konvensi yang dibuat sewenang-wenang dengan menyamaratakan kondisi semuanya (harus) menjadi sama. Jika berani bersikap "melawan" konvensi, maka bersiaplah untuk disebut anak durhaka. Ini Timur, bukan Barat, setidaknya itu yang selalu terngiang di hati. Maka jangan coba-coba berani melakukan hal yang diluar kebiasaan yang sudah sejak lama "diatur" menjadi kesepakatan diam-diam. Maka kebiasaan Timur itu terus diikhtiarkan. Muncul banyak orang tua yang tetap tinggal bersama anaknya dalam satu rumah, tapi seolah ia tidak merasakan tinggal bersama anaknya. Komunikasi yang diharap tidak didapat sebagaimana yang diharap. Anaknya sibuk dengan pekerjaan, sehingga komunikasi jarang didapat. Lain di Timur lain pula di Barat... Di Barat, sudah menjadi kebiasaan pada mereka yang masih aktif bekerja, menyisihkan sedikit dari gajinya untuk masa tuanya. Dan itu untuk hidup di panti jompo. Persiapan sudah dibuat jauh hari menyongsong masa tuanya. Bagian dari kesadaran, bahwa kondisi yang dihadapi sang anak di masa depan akan lebih sulit dibanding dengan masa saat ia mengasuh anak-anaknya dulu. Disitu tampak ada konsep ikhlas, meski itu tidak dikenal, hanya rasionalitas yang berbicara. Maka, di Barat tinggal di panti saat usia tua itu pilihan. Bukan "dibuang" dalam konsep Timur yang konvensinya masih terjaga rapi. Saat usia tua hidup di panti jadi pilihan. Hidup bersama banyak orang seusianya, berkomunikasi dengan baik dan dijaga kesehatannya oleh mereka yang memang hadir untuk itu. Tiap akhir pekan setidaknya sang anak, menantu dan cucunya datang mengunjungi sang nenek/kakek dengan membawa bekal sepekan yang dibutuhkan. Terkadang mengajak makan bersama di luar panti. Setidaknya itu yang bisa dilakukan, dan semua tampak happy. Jika sudah menjadi konvensi, maka Timur dan Barat punya caranya sendiri menyerap makna "berbakti", dan semestinya tidak dimaknai dengan persepsi sesukanya, bahkan persepsi yang dipaksakan dengan cara mengumpat apa yang dianggap tidak semestinya. Kehidupan di Timur dan Barat akan terus berjalan. Dan jika ada yang melenceng dari konvensi, maka bisa jadi itu karena kondisi yang menyertai. Satu hal lagi yang mesti ada dan dipunya, ikhlas dalam menyertai orang tua di usia senja tuanya, seperti mereka juga ikhlas saat mengasuh kita dengan baik dan kasih saat kanak-kanak dulu. Sekali lagi, ikhlas sebagai kata kunci dalam memperlakukan orang tua, yang sudah sepuh, dengan selayaknya. (*) *) Kolumnis

Saksi Penyidik Kepolisian Mengaku Tidak Berada di KM 50

Jakarta, FNN - Sidang lanjutan peristiwa KM 50 dengan terdakwa dua anggota polisi menghadirkan saksi penyidik dari Polda Metro Jaya. Penyidik bernama Saifullah yang hadir di PN Jakarta Selatan, Selasa, 2 November 2021, sempat dipermasalahkan jaksa penuntut umum karena tidak ada penetapan sebelumnya apakah sidang digelar secara offline atau online. Jaksa sudah memanggil saksi ke Kejaksaan Negeri sesuai penetapan hakim di persidangan sebelumnya. Belum ada penetapan yang baru dari hakim. Jaksa meminta saksi supaya datang ke kejaksaan negeri, bukan ke PN Jakarta Selatan. Sedangkan hakim menginginkan pengadilan tetap berjalan. Jaksa mengatakan, saksi yang hadir di Kejaksaan Negeri hanya satu, Saifullah. Tujuh orang saksi lainnya berada di PN Jakarta-Selatan Dari perdebatan yang cukup alot akhirnya persidangan dimulai hanya dari saksi Saifullah yang hadir di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Saifullah adalah anggota polisi yang bertugas sebagai penyidik Bareskrim Polri. Saksi dari hasil penyidikan atas peristiwa tersebut dan juga rekomendasi Komnas HAM, yang meninggal 6 orang Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang terbagi dua lokasi. Pertama, sebelum masuk tol Jakarta-Cikampek. Kedua, di dalam mobil yang dikendarai Fikri dan kawan-kawan. Hal tersebut berdasarkan surat perintah penyidikan untuk melakukan penyidikan atas dugaan pembunuhan enam pengawal Habib Rizieq Shihab itu. Henry keberatan terhadap keterangan saksi. Sebab, saksi hanya sebagai penyidik, tidak berada di lokasi kejadian tewasnya 6 orang laskar FPI itu. Meski ada keberatan dari Henry, namun jaksa tetap melanjutkan permintaan keterangan dari saksi Saifullah. Dari hasil penyidikan, kematian Laskar FPI tersebut akibat luka tembak. Peristiwa itu terjadi didalam mobil Xenia yang dikendarai Fikri dan kawan-kawan di Km 50. Menurut Saifullah, laskar mau dibawa ke Polda Metro Jaya dengan menggunakan mobil. Akan tetapi, kata saksi, di dalam mobil terjadi perlawanan dari laskar. Mereka terpaksa ditembak polisi. Petugas yang menembak adalah adalah Elwira, Yusril, dan Fikri. Saksi melakukan kroscek di lapangan. Berdasarkan rekomendasi investigasi Komnas HAM, pengecekan di lapangan, kroscek dimulai dari area sesuai kronologi yang ada. Mulai dari Sentul, Tol Bogor, Hotel Karawang, Tol Jakarta-Cikampek sampai di rest area km 50. Penguntitan itu dilakukan karena ada informasi yang menyebutkan terjadi pengumpulan massa ke Jakarta. Ada enam orang dalam satu tim bersama Fikri. Dari hasil penyelidikan terjadi kejar-kejaran dan tembak-menembak antara polisi dan laskar. Ketika di KM 50 mobil yang ditumpangi laskar rusak. Enam penumpang pun disuruh keluar dari mobil. Menurut hasil penyelidikan, kata saksi, dilakukan penggeledahan dan pemeriksaan terhadap enam laskar dan juga isi mobil. Saat penggeledahan, kata saksi yang berasal dari polisi tersebut, ditemukan senjata tajam dan senjata api. Itu menurut hasil penyidikan yang dilakukan polisi. Kemudian, tim ahli pun melakukan penyelidikan selanjutnya. Saifullah mengakui mengetahui peristiwa tersebut dari proses penyidikan, bukan melihat langsung kejadian tersebut. Saifullah mengatakan, terdakwa membenarkan adanya penembakan. Hal itu dilakukan terdakwa karena mempertahankan senjata. Terkait keterangan tersebut, saksi hanya menyampaikan kesimpulan dari hasil penyidikan. Ia tidak melihat langsung dan tidak di berada di lokasi ketika peristiwa terjadi. Saifullah mengatakan, dari hasil penyidikan, senjata api atau senpi adalah senjata rakitan. Akan tetapi, ia tidak menyebutkan apakah berdasarkan penyidikan, senpi itu milik laskar FPI. Saifullah mengatakan, tidak melakukan pendalaman tentang kepemilikan senjata api tersebut. Majelis hakim menunda sidang sampai Selasa, 9 November 2021 pekan depan. (Much).

Surpres Calon Panglima TNI Atas Nama Jenderal Andika Perkasa

Jakarta, FNN - Ketua DPR RI Puan Maharani menerima Surat Presiden (Surpres) yang berisi calon Panglima TNI atas nama Jenderal TNI Andika Perkasa. Surpres Nomor R-50/Pres/10/2021 itu diantar langsung Mensesneg Pratikno kepada Pimpinan DPR. “Pada hari ini, Presiden telah menyampaikan Surat Presiden mengenai usulan Calon Panglima TNI kepada DPR RI atas nama Jenderal TNI Andika Perkasa, untuk mendapatkan persetujuan DPR,” kata Puan. Hal itu disampaikan Puan dalam konferensi pers di Media Center DPR RI, Jakarta, Rabu (3/11/2021), usai menerima Mensesneg Pratikno. Hadir pula dalam jumpa pers Wakil Ketua DPR RI Lodewijk Freidrich Paulus dan Rachmat Gobel. Setelah menerima nama calon Panglima TNI, kata Puan, DPR RI akan menindaklanjuti Surpres dengan menugaskan Komisi I DPR RI untuk melakukan pembahasan termasuk fit and proper test terhadap calon yang diajukan oleh Presiden. Selanjutnya, Komisi I akan melaporkan hasil pelaksanaan fit and proper test di dalam Rapat Paripurna untuk mendapatkan persetujuan. “Persetujuan DPR RI terhadap calon Panglima yang diusulkan oleh Presiden, disampaikan kepada Presiden paling lambat 20 (dua puluh) hari, tidak termasuk masa reses, terhitung sejak permohonan persetujuan calon Panglima diterima oleh DPR RI,” urainya. Puan menegaskan, DPR RI dalam memberikan persetujuan Panglima TNI usulan Presiden, akan memperhatikan dari berbagai aspek dan dimensi yang dapat memberi keyakinan bahwa Panglima TNI yang diusulkan dapat menjalankan tugasnya sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang TNI. “TNI ke depan juga diharapkan dapat merespons dan mengantisipasi dinamika perkembangan geopoloitik serta medan perang baru yang dipengaruhi oleh cyber dan teknologi, yang dapat mengancam kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa,” ujar cucu proklamator Bung Karno ini. Puan mengingatkan, dalam setiap momentum pergantian Panglima TNI akan selalu disertai harapan rakyat. “Agar TNI dapat mewujudkan dirinya sebagai alat negara yang profesional dan efektif dalam mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara,” ujarnya Namun, DPR bisa menolak calon Panglima TNI yang diusulkan Presiden. Jika ini yang terjadi, maka Presiden harus mengirim nama baru. Tapi, penolakan calon Panglima TNI yang sudah diusulkan Presiden sangat jarang terjadi. Dikirimnya surpres ini mengakhiri teka teki soal siapa Panglima TNI baru pengganti Hadi. Sebelumnya, selain nama Andika, KSAL Laksamana TNI Yudo Margono menjadi calon kuat. Yudo menjadi calon kuat karena berdasarkan prinsip rotasi, harusnya tampuk Panglima TNI dijabat oleh AL setelah sebelumnya dijabat matra udara. (as)

Menggugat Kebijakan Harga BBM Populis Tak Berkeadilan

oleh Marwan Batubara DALAM sebulan terakhir terjadi kelangkaan bahan bakar Jenis BBM Tertentu (JBT, terutama solar), Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP, terutama premium), dan BBM umum (pertamax & pertalite) pada sejumlah SPBU di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Kelangkaan antara lain telah menimbulkan antrian panjang, kemacetan, terhentinya nelayan Pantura melaut (Gresik, Lamongan, Tuban, dll.), dan terganggunya kegiatan ekonomi. Penyebab kelangkaan baik menurut BPH Migas, Pertamina, maupun analisis IRESS seperti diurai berikut. Pertama, dikatakan BBM langka karena stok dan pasokan perlu dikendalikan agar tidak melampaui kuota 2021 (15,8 juta kiloliter, kl). Artinya pasokan memang sengaja dikurangi agar kuota tidak terlampaui, terutama karena menyangkut pagu anggaran APBN. Kedua, kebutuhan BBM melonjak seiring meningkatnya aktivitas masyarakat karena pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Menurut Pertamina, dibanding tahun lalu, permintaan BBM jenis gasoline (Pertalite dan Pertamax series) dan gasoil (biosolar dan dex series) naik antara 3,5 hingga 16 persen di berbagai wilayah. Ketiga, terjadi penyalahgunaan BBM terutama karena semakin besarnya disparitas harga BBM umum/non- subsidi dengan solar dan preminum. Selisih harga membesar karena semakin tingginya harga minyak dunia. Sementara harga solar dan premium tidak naik. Maka, secara ilegal konsumen BBM non-subsidi beralih ke BBM bersubsidi. Pasar gelap dan penyelewengan pun marak pada sektor-sektor industri, tambang, perkebunan, dll. Keempat, penyalahgunaan BBM semakin meningkat akibat lemahnya pengawasan, minimnya penegakan dan sanksi hukum, serta terlibatnya oknum-oknum terkait pada rantai pasok, distribusi, dan pengawasan. Perburuan rente ini terjadi secara sistemik berkelanjutan. Kelima, solar langka akibat kenaikan harga minyak sawit/CPO, sebab BBM solar subsidi masuk program solar B30. Harga CPO telah naik sekitar 75% dibanding 2020, sehingga harga FAME sebagai campuran B30 ikut naik. Sementara, meski menjadi negara pengekspor CPO terbesar, pemerintah belum menerapkan DMO. Maka, Indonesia jangan bermimpi mengurangi impor migas dengan program B40, B50, dst, jika hanya untuk kadar rendah saja seperti B30 gagal berdaulat. Keenam, pemerintah/BPH Migas gagal mengantisipasi naiknya permintaan saat PPKM direlaksasi, saat kehidupan “kembali normal”. Hal ini sebetulnya bisa dianalisis, karena permintaan menigkat secara gradual. Karena itu, langkah-langkah antisipatif mestinya mudah disiapkan, sehingga kelangkaan bisa dicegah. Ketujuh, kelangkaan BBM terjadi diyakini sebagai bagian upaya Pertamina mengatasi masalah cash flow. Karena harga minyak dunia terus naik, sementara harga solar dan premium tetap, maka beban subsidi dan kompenasi semakin besar. Memang subsidi dan kompensasi ini kelak dibayar pemerintah, namun karena jumlahnya terus membesar dan waktu pelunasan tidak pasti, maka keuangan Pertamina jelas terganggu. Karena itu, di samping menyiapkan dana talangan yang juga menimbulkan beban tambahan berupa bunga (cost of fund), Pertamina pun harus mengurangi pasokan. Berbagai langkah kebijakan dan program mengatasi sebagian dari tujuh faktor penyebab kelangkaan di atas dapat dilakukan pemerintah dengan cepat. BPH Migas dan Pertamina misalnya telah melakukan koordinasi. BPH Migas telah menerbitkan surat relaksasi distribusi solar bersubsidi. Pertamina diberi wewenang mengatur kuota antar wilayah dan sektor, sepanjang tidak melebihi kuota nasional 15,8 juta kl. Kuota nasional 15,8 juta kl bisa saja dinaikkan, terutama jika dibutuhkan untuk menjamin perbaikan ekonomi dan berbagai aspek kehidupan masyarakat. Kenaikan ini relevan, sebab sebelumnya nilai kuota 35 juta kl (2020) dan 38 juta kl (2019, sebelum pandemi). Pemerintah dan DPR dapat membuat kesepakatan sesuai mekanisme dan hukum berlaku. Hal prioritas dan menyangkut hidup rakyat tidak boleh dikalahkan mekanisme teknis prosedural. Sistem Pricing & Subsidi Tidak Adil Ternyata di balik berbagai faktor penyebab kelangkaan terkandung masalah besar yang mendesak diperbaiki. Disparitas harga telah menimbulkan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Disparitas harga terjadi karena kebijakan subsidi dan pricing BBM populis bermasalah. Sedang kebijakan populis ini, terutama dengan tidak menaikkan harga solar dan premium, terjadi akibat dominannya pertimbangan politik. Tujuannya, untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan, dan pada level tertentu, untuk kepentingan oligarki dan perburuan rente. Dampak kebijakan BBM populis antara lain adalah anggaran subsidi APBN semakin besar terutama saat harga minyak dunia terus naik. Padahal studi Bank Dunia menunjukkan sekitar 72% subsidi BBM tidak tepat sasaran. Artinya, mayoritas dana subsidi APBN puluhan hingga ratusan triliun Rp justru dinikmati golongan mampu secara tidak adil. Selain itu, karena ruang fiskal terbatas, maka naiknya dana subsidi akan mengurangi alokasi dana untuk pengentasan kemiskinan. Maka populasi rakyat miskin dan gap kaya-miskin (rasio GINI) tetap tinggi. Di samping tidak adil dan melanggengkan kemiskinan, kebijakan BBM populis telah pula merusak kinerja BUMN, terutama Pertamina dan PLN sebagai penyedia layanan energi utama publik. BUMN energi kita sudah biasa menjadi objek bancakan penguasa, sejak dulu hingga sekarang. Sikap semau gue karena berkuasa ini telah dan akan terus mengancam pelayanan energi berkelanjutan dan ketahanan energi nasional, termasuk naiknya harga BBM dan listrik secara signifikan oleh swasta, jika BUMN sampai bangkrut atau saham anak usahanya dijual. Berdasar publikasi Pertamina dan APBN 2021, harga minyak mentah Indonesia, ICP, diasumsikan US$ 45/barel. Ternyata harga minyak naik menjadi US$ 50-an sejak Januari dan menjadi US$ 80-an per barel pada Oktober. Secara rerata hingga Oktober 2021 ICP telah naik sekitar 80%. Karena harga solar dan premium tidak berubah, maka besarnya piutang Pertamina kepada pemerintah hingga Oktober 2021, berasal dari subsidi dan kompensasi (selisih harga jual eceran JBT dan JBKP), diperkirakan mencapai US$ 5,1 milar, atau sekitar Rp 72 triliun. Jangka pendek, pemerintah harus segera membayar piutang Pertamina, terutama agar masalah cash flow dan kelangkaan BBM dapat segera diatasi. Sejalan dengan itu, terlepas dari mekanisme APBN yang harus dipenuhi, pemerintah pun harus menambah kuota BBM, termasuk tambahan dana subsidi yang menyertai. Jika tidak ditambah, bisa saja ekonomi dan kehidupan masyarakat terdampak. Namun, masalah yang dihadapi rakyat bukan sekedar kelangkaan BBM, dan dianggap selesai dengan solusi jangka pendek. Selama ini rakyat telah sangat dirugikan saat dana subsidi BBM diselewengkan ke sektor industri, tambang, perkebunan, dll. Rakyat butuh solusi adil, komprehensif dan berkelanjutan, yang berpangkal dari kebijakan harga dan subsidi BBM yang bermasalah, serta sarat kepentingan pencitraan politik. Untuk itu, IRESS menuntut agar pemerintah segera menetapkan sistem pricing dan subsidi BBM yang adil dan berkelanjutan. Sebagaimana diusulkan sejak 2015-an, sistem pricing BBM harus dinamis secara berkala sesuai perubahan variable harga minyak dunia, kurs dan indeks harga barang tertentu. Selain itu sistem harga tunggal atas seminim mungkin jenis ini, perlu pula menerapkan skema dana stabilisasi (mengatasi dampak volatilitas harga minyak dunia) dan skema dana ketahanan/saving (mendukung keberlanjutan dan pengembangan EBT). Bersamaan dengan penerapan harga tunggal dinamis berkala, sistem harga BBM pun harus bebas dari pola subsidi barang untuk diganti dengan pola subsidi langsung. Rakyat miskin dan sektor-sektor relevan dan layak harus diprioritaskan memperoleh subsidi. Jika pemerintah dan Pertamina berkomitmen kuat, tidak terkontaminasi berbagai kepentingan sempit, pola subsidi langsung mestinya mudah dilakukan menggunakan teknologi IT dan aplikasi on-line yang telah berkembang pesat. Pertamina pun telah memulai dengan digitalisasi SPBU dan pelayanan. Apakah “The Real President”, Mr. Jokowi, peduli mengakhiri kebijakan harga BBM populis tak berkeadilan?[] Jakarta, 3 November 2021 *) Direktur Eksekutif IRESS

SBY Sakit Diumumkan Tanpa Harus Ada Yang Dipolisikan

By Asyari Usman TERIMA kasih kepada Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang langsung memberitahu publik bahwa beliau sakit dan akan dirawat di luar negeri. Cepat diumumkan, tanpa harus menunggu publik bertanya-tanya. Tanpa menunggu spekulasi bermunculan. Tanpa ada wartawan bereputasi yang harus dipolisikan. Informasi tentang Pak SBY sakit sangat jelas dan detail. Penyakit apa, juga disebutkan. Mau dirawat ke mana, diterangkan. Hanya dalam satu atau dua lembar rilis tertulis saja. Begitulah seharusnya seorang tokoh publik (public figure). Orang ingin tahu. Dan memang berhak tahu. Apalagi soal sakit-sehatnya tokoh tersebut. Konon pula tokoh itu adalah mantan presiden. Singkatnya, apa saja yang dilakukan oleh, atau yang terjadi atas, tokoh publik tidak boleh disembunyikan. Kalau dia sedang sakit, orang ingin tahu apa penyakitnya. Bagaimana perawatannya. Bahkan orang ingin tahu proses diagnosenya. Juga komentar para dokter yang memeriksa, dan lain sebagainya. Dengan begitu, kalangan media tidak perlu terjebak. Para wartawan tidak harus menggali informasi yang tak jarang harus berputar-putar mengenai kondisi seorang “public figure”. Bertelangkai ke sana ke mari untuk mencari kepastian. Sangat mungkinlah terjadi kekeliruan --kecil atau besar. Yang disebabkan oleh ketersendatan informasi mengenai tokoh publik. Sekitar awal September baru lalu, itulah yang terjadi. Jurnalis senior yang berjam terbang panjang dan sangat berpengalaman, ingin mencari tahu apa yang terjadi dengan mantan presiden lainnya – Bu Megawati Soekarnoputri (Bu Mega). Hersubeno Arief, si wartawan senior FNN, berusaha sekuat tenaga untuk memastikan rumors bahwa Bu Mega dirawat di ICU RSPP. Hersubeno, yang selalu hati-hati dan menjunjung tinggi asas jurnalistik itu, membuat uraian yang kronologis tentang kondisi ketua umum PDIP itu. Hersu memasukkan semua informasi yang terkait dengan rumors Bu Mega Sakit. Semua penjelasan dari orang-orang senior PDIP waktu itu disertakan di dalam laporan analitik Hersubeno. Namun, informasi yang pasti dan valid tak kunjung muncul. Sementara rumors itu semakin ramai di media sosial. Lebih dari 24 jam sejak rumors muncul, barulah ada kepastian. Bu Mega sendiri langsung menjelaskan kondisi beliau ketika membuka acara kaderisasi PDIP. Ternyata, beliau tidak sakit. Nah, apakah rumors ini harus diabaikan saja? Jawabannya: tidak mungkin diabaikan karena tiga hal. Pertama, Bu Mega adalah “public figure”. Kedua, Hersubeno adalah seorang jurnalis. Ketiga, rumors itu telah menjadi pengetahuan khalayak. Sayangnya, tayangan Bung Hersu yang sangat komplit dan seratus persen berkaidah jurnalistik itu, dilaporkan ke Kepolisian oleh seorang kader PDIP. Hersubeno dituduh menyebarkan berita hoax. Hanya karena ucapan Bung Hersu bahwa dia rada-rada bisa percaya dengan penjelasan temannya seorang dokter bahwa informasi tentang Bu Mega yang dirawat di ICU RSPP itu, benar. Harap diingat, kutipan ucapan teman Hersubeno itu tidak “on its own” (berdiri sendiri). Ucapan dokter tersebut adalah bagian dari laporan panjang dan komprehensif. Yaitu, laporan analitik yang memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik. Tidak wajar kalau bagian yang integral itu di-“singled out” (dicomot begitu saja) untuk dijadikan tuduhan hoax oleh si pelapor. Bung Hersu justru mengingatkan agar siapa pun juga jangan mudah menyebar hoax. Dia juga mengajak publik untuk menerapkan prinsip dasar seorang jurnalis yang “wajib” skeptis terhadap semua informasi. Bahkan Hersu meminta agar informasi dari dokter teman beliau yang mengklaim bahwa Bu Mega koma 1,000 persen valid, juga harus diverifikasi lebih dulu. Kepolisian tidak seharusnya memproses laporan kader PDIP itu karena konten video yang dibuat dan ditayangkan oleh Bung Hersu adalah karya jurnalistik. Yang dilindungi oleh UU No. 40 tahun 1999 Tentang Pers. Kepolisian seharusnya merujuk subjek laporan tersebut ke Dewan Pers sebagai “majelis hakim” yang berwenang menilai konten video dimaksud. Kembali ke Pak SBY, publik di media sosial langsung medoakan beliau agar sembuh dari kanker prostat. Publik juga mengapresiasi penjelasan tentang kondisi beliau. Rakyat tahu apa yang terjadi terhadap presiden yang dinilai sukses memimpin Indonesia menjadi lebih baik. Untuk Bu Mega, semoga tidak ada lagi rumors tentang kondisi kesehatan beliau. Kita doakan agar Bu Mega sehat selalu. Kalau pun beliau sakit, semoga tidak berlama-lama. Maksudnya, tidak berlama-lama menjelaskan ke publik. Dan mudah-mudahan pula tidak ada lagi wartawan yang dilaporkan ke Polisi gara-gara percikan spekulasi dan rumors yang tidak segera dipadamkan.[] (Penulis wartawan senior FNN)

Nyanyian Liberal Ade Armando, “Dholaal wa Mudhil” (Sesat dan Menyesatkan)

Oleh Shamsi Ali *) SAYA sebenarnya tidak terlalu tertarik menanggapi video terbaru si Ade Armando. Selain banyak yang mengingatkan agar tidak perlu direspons karena hanya memberi posisi yang sangat tidak layak baginya. Juga memang membuang waktu, energi dan juga kesia-siaan. Respons kepada respons saya yang lalu tidak bermutu, kekanak-kekanakan, dan menggambarkan akal yang terbalik (twisted mind). Ade Armando kembali menyanyikan lagu kaum liberal. Nyanyian lama yang tidak bermutu dan membosankan. Bahwa ketika ada di kalangan Umat ini menyampaikan argumentasi Islam secara “konsisten dan benar” maka dia akan dituduh sempit, kurang logis/rasional, kurang luas berpikir/wawasan. Tuduhan kepada para Ulama seperti ini sudah nyanyian bersama kaum liberal. Karena di satu sisi mereka mengaku menghormati keragaman opini/pendapat. Tapi di sisi lain ketika ada yang menentang pemikiran mereka justeru dituduh sempit dalam berpikir. Saya ingin mengatakan bahwa mereka (kaum liberal) ini adalah orang-orang yang tidak saja tidak rasional dalam berpikir. Tapi akal pikirannya memang tertutup (khatamallah) dan terbalik (twisted). Itupun kalau masih ada akal yang tersisa. Jangan-jangan sedang out of mind (mengalami kegilaan). Mengingkari versus Memahami Saya dari awal menekankan bahwa Syariah adalah bagian baku (mendasar) dari agama. Dan karenanya mengingkari hal baku/mendasar dari agama adalah juga mengingkari Islam. Syahadat, sholat, puasa, zakat, Haji, hingga ke aturan-aturan mu’amalat (bisnis, politik, urusan berubah tangga Nikah/cerai hingga ke tersenyum) ada dalam tatanan Syariah Islam. Yang diperlukan kemudian dalam memahami Syariah itu adalah “ilmu fiqh”. Dengan fiqhlah Umat ini akan melakukan penyesuaian-penyesuaian berdasar kepada situasi waktu dan tempat dengan menjaga prinsip-prinsip dasar Syariah itu. Keanehan berpikir di Armando misalnya terlihat ketika menutup mata dengan realita pemerintah Indonesia saat ini yang sedang giat-giatnya mengembangkan menejemen Keuangan dan perbankan Syariah. Bahkan Menteri Pariwisata juga giat mengembangkan pariwisata halal. Karenanya kejahilan Armando dalam menyikapi Syariah Islam adalah tidak mampu membedakan mana Syariah dan mana penafsiran terhadap Syariah yang disebut ilmu fiqh. Tapi lebih jauh lagi, dan ini sangat berbahaya bahkan anti Pancasila dan Indonesia, adalah mengingkari eksistensi Syariah dalam beragama. Mengingkari dalam bahasa agama disebut mengkafiri. Dan jika Syariah dipahami secara benar sebagai “dasar-dasar hukum agama” maka berarti Armando mengkafiri agama itu sendiri. Apakah Armando Kafir? Biar Allah yang menghakimi. Mengingkari Sholat 5 Waktu Hal lain yang sangat sesat dan menyesatkan dari Armando ini adalah pernyataan bahwa perintah sholat 5 waktu dalam Islam itu tidak ada. Lebih jauh dia berkata “saya sholat karena memang itu yang saya lakukan sejak kecil”. Artinya bagi Armando sholat itu tidak lebih karena kebiasaan semata. Pernyataan ini sendiri menggambarkan secara jelas siapa Armando itu, dan bagaimana dia melihat agama yang diakuinya. Baginya agama bukan Ilmu dan iman. Tapi kebiasaan semata. Sholat itu rukun kedua Islam dan menjadi kewajiban ‘aini (fardi) setiap Muslim. Ketetapan sholat lima waktu secara umum disebutkan dalam beberapa ayat Al-Quran. Lalu dirincikan dalam hadits-hadits Rasulullah SAW. Saya tidak bermaksud menuliskan secara rinci di sini. Tapi ini adalah sebuah prinsip dasar berdasar Quran, sunnah, dan Ijma’ Umat sepanjang zaman. Mengingkari kewajiban sholat 5 waktu adalah bentuk kekafiran (hadits). Memahami Tafshiil (rincian) Syariah Salah satu bunyi “gonggongan” Armando adalah Jika Syariah diyakini ada dan dipraktekkan maka potong tangan, rajam, menggauli budak, dan entah apalagi, yang menurutnya tidak sejalan dengan dunia abad 21. Di sìnilah tampak, tidak saja kebodohan Armando, tapi lebih dari itu kebencian terhadap Syariah dan agama Islam itu sendiri. Pernyataan dia itu persis dengan apa yang dilakukan oleh para Islamophobia di Amerika dan Barat. Karenanya saya bisa melihat “koneksi” di antara keduanya. Armando ingin dilihat maju berpikir seperti orang Barat. Sayang, yang semakin terbuka adalah pemikiran bodoh dan terbalik (twisted). Hal-hal yang disebutkan oleh Armando itu adalah ayat-ayat Quran yang berbicara hukum global. Hal-hal global itulah yang kemudian memerlukan ilmu fiqh untuk menemukan penjabaran yang sesuai. Ketika Armando menyebutkan semua ini sejatinya meyakini adanya hukum Islam. Hanya saja dia pura-pura menutup mata terhadap urgensi “fiqh” atau penafsiran terhadap ayat-ayat hukum itu. Hal ini tidak terbatas pada masalah-masalah “jinaaiyah” (criminal code ) Syariah. Bahkan masalah-masalah mu’amalat lainnya, seperti banyak aspek dalam transaksi keuangan dan bisnis. Semua terbuka kepada wacana-wacana dan penafsiran baru selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Syariah atau Islam itu sendiri. Inilah yang saya maksud bahwa si Armando ini berada pada dua situasi. Satu, tidak punya Ilmu agama. Dan karenanya saya katakan dia tidak usah komentar tentang agama karena kapasitas (spesialisasi)dia bukan di sana. Dua, memang punya i’tikad buruk kepada agama. Dan karenanya, seperti lazimnya kaum Islamophobia lainnya, agama ditampilkan dengan wajah yang menakutkan. Syariah dan Indonesia Armando kembali secara dungu ingin membangun persepsi bahwa mendukung Syariah berarti melawan negara. Ini lagu lama mereka yang ingin membenturkan antara Islam (Umat) dan negara. Ini cara licik dan jahat untuk memarjinalkan Umat Islam Indonesia. Saya ingin mengatakan bahwa Syariah dengan pemahaman yang benar dapat ditafsirkan dan diamalkan dalam tatanan negara Indonesia yang “berketuhanan”. Karena sila Ketuhanan Yang Maha Esa sejatinya adalah esensi agama. Bagi Umat Islam realisasi (implementasi) dari sila Ketuhanan itu adalah dengan Syariah (mengikut kepada ajaran/aturan Islam). Himbauan kepada Umat Saya ingin akhiri dengan himbauan kepada seluruh Umat Islam Indonesia. Kiranya membuka mata dan berhati-hati dengan orang seperti Ade Armando dan golongannya. Pemikirannya tidak saja bertentangan dengan Islam. Tapi memang “sesat” (dhoolun) dan “menyesatkan” (mudhillun). Saya bahkan menghimbau kepada teman-teman non Muslim agar berhati-hati. Karena apa yang diupayakan oleh orang ini adalah memecah belah. Tapi lebih berbahaya adalah “pelemahan” agama dalam tatanan kehidupan berbangsa. Saya justeru ingnon sebagaimana Umat Islam taat kepada agamanya, juga ingin teman-teman Kristiani, Katolik, Hindu, Budha, maupun Konghucu untuk taat kepada agama dan aturan-aturan agama mereka. Sebab itu amanah Pancasila kita bersama. Pada akhirnya kita harusnya sadar bahwa orang-orang seperti Armando ini jangan-jangan memang bagian dari “hidden hands” (tangan-tangan halus) untuk melemahkan agama, sebagai bagian dari memperkuat “ideologi anti agama”. Apa ideologi anti-agama itu? Terserah anda menafsirkan! Hehe…saya ketawa. Jadi Armando salah kalau saya dianggap emosi…hehe…hehe. Tapi juga saya ketawa karena melihat logis lucu dari seorang yang merasa pintar. Subway NYC, 02 Nopember 2021 *) Presiden Nusantara Foundation