ALL CATEGORY

Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, Kenapa Tidak?

Oleh Brigjen TNI (Purn) Drs. Aziz Ahmadi, M. Sc. BULAN Oktober, boleh disebut sebagai bulan TNI. Di bulan kesepuluh inilah, TNI diukir dalam sejarah. Tepatnya, sejak 5 Oktober 1945, secara resmi dan profesional, TNI mulai "menyejarah". Melengkapi Sama Oktobernya, tapi berbeda fokusnya. Kali ini, publik tidak bertanya hal-hal substantif. Bagaimana perkembangan TNI, setahun terakhir ini? Tapi, lebih fokus ke hal-hal praktis yang seksi. Kapan Panglima TNI (akan) diganti? Siapa, yang paling berpeluang menggantikannya? Adalah, Selamat Ginting Suka. Wartawan senior dan pemerhati militer. Sekaligus, dosen/akademisi Universitas Nasional (Unas). Ia tanggap akan selera "pasar". Ia jawab dengan analisa tajam dan komprehensip, seputar pergantian Panglima TNI itu. Melalui kanal Youtube, "Forum News Network (FNN)", yang digawangi oleh wartawan senior juga. Hersubeno Arif, namanya. Ginting, antara lain mengemukakan, "Proses dan dinamika pergantian Panglima TNI saat ini, amat menarik dan dinamis. Melahirkan berbagai skenario dan dipengaruhi beberapa hal. (1) Relasi kekuasaan ; (2) Tarik-menarik kepentingan (politik) ; dan (3) Beberapa faktor risiko", - berupa domino/rangkaian peristiwa ikutan - yang mesti dipertimbangkan. Tulisan ini, tidak untuk mengkritisi analisa yang sudah komplit itu. Apalagi, "vis a vis" hendak menanggapinya. Tulisan ini, hanya "melengkapi" untuk membulatkannya. Atau, sekadar tambahan elaborasi, untuk memperkaya informasi atas masalah terkait. Suasana Galau Patut diduga, proses pergantian Panglima TNI kali ini, dibarengi galaunya suasana kebatinan, di pihak Presiden. Galau, karena harus melepas "kepastian kenyamanan", menuju "ketidakpastian". Hal itu wajar saja, sebagai "sesuatu" yang mengiringi - walau untuk sesaat - terjadinya proses pergantian suatu jabatan. Apalagi, terkait jabatan se-strategis Panglima TNI. Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, menjabat Panglima TNI sejak, 8 Desember 2017. Nyaris genap empat tahun (hanya kurang 8 hari). Durasi yang amat lama, tentunya. Ini sekaligus menjadi bukti, jika Presiden merasa amat cocok, nyaman dan aman, bersama Marsekal Hadi. Di sini, tentu faktor subjektivitas (Presiden), amat menentukan. Sependek yang penulis dapat catat, Panglima TNI ke-20 ini, menjabat paling lama dan (memang terlanjur) kelamaan. Memecahkan rekor terlama sebelumnya, yang dipegang Panglima TNI ke-14, Jenderal TNI Endriartono Sutarto, 7 Juni 2002 - 13 Februari 2006. Sayangnya, sudah kelamaan, tapi masih juga diulur (terus) sampai memasuki injury time. Wajar dan sah-sah saja, jika kemudian timbul berbagai analisa, komentar, dan praduga-praduga. Kedzaliman Baru Pertanyaan kritisnya, apa dampak negatif (durasi jabatan yang terlalu panjang) bagi organisasi TNI? Ada dua yang amat menonjol dan signifikan: pertama, organisasi TNI mengalami kejenuhan. Kedua, terjadi kemacetan proses regenerasi kepemimpinan. "Kejenuhan", lazimnya mengikis kesegaran dinamika organisasi. Menghambat kreativitas berpikir. Mendorong berbagai apatisme, dan menghalangi lahirnya prestasi dan inovasi. Begitu pula dengan "kemacetan proses regenerasi", sangat mengganggu proses dan dinamika sirkulasi kepemimpinan. Bahkan amat menghambat hadirnya pemimpin baru, yang lebih fresh dan memberi harapan baru, bagi institusi TNI. Pada kondisi seperti itu, cenderung terjadi ironi. Terjadi hal-hal yang sungsang, sifatnya. Disengaja atau tidak, di sini terjadi sebuah "kedzaliman baru". Ada yang mestinya lebih berhak, tapi justru tidak mendapatkan haknya, karena lokomotif mbegegek di tempat. Tidak bergeser atau bergerak. Sebaliknya, juga ada yang beroleh keberuntungan. Tetiba mendapat "rejeki nomplok", alias "durèn gogrok". Berlakulah ungkapan, "si dungu dapat dikalahkan si cerdas. Tapi si cerdas bisa dikalahkan oleh si bejo atau yang ketiban nasib baik". Multi Tafsir Dasar hukum pergantian Panglima TNI, ada 3 (tiga): Pertama, Tap MPR RI, No. VII/2000, tentang Peran TNI dan Polri, Pasal 3. Kedua, UU, No. 3/2002, tentang Pertahanan Negara, Pasal 17. Ketiga, UU No. 34/2004, tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), Pasal 13. Dari ketiga dasar hukum itu, hanya UU No. 34/2004, yang cukup detail menjelaskan, "Bagaimana prosedur dan mekanisme pergantian Panglima TNI". Ini termuat dalam 10 Ayat, Pasal 13 tersebut. Namun demikian, masih juga terjadi tarik-menarik dan relasi kepentingan yang tidak singkron, dalam setiap proses pergantian (calon) Panglima TNI. Satu sebabnya, terjadi "multi tafsir" terhadap Ayat (4), Pasal 13. Ayat (4) ini, pada prinsipnya berbunyi : "Jabatan Panglima TNI, dapat dijabat secara bergantian, oleh perwira tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan". Kata "dapat", bermakna mubah, atau bisa dan boleh. Tidak harus/tidak wajib. Maksudnya, "bisa/boleh tidak bergantian", atau, "tidak harus/tidak wajib bergantian". Sedangkan kata, "bergantian" itu sendiri - belum diikuti oleh aturan yang jelas. "Bagaimana pola/bentuk bergantian, itu"? Apakah : (1) Menggunakan pola, "gilir kacang/linear"? (AD, AL, AU ; AD, AL, AU ; AD, AL, AU). (2) Apakah berpola, "deret ukur/hitung"? (AD, AD, AL ; AL, AU, AD ; AD, AU, AU) ; dan (3) Atau dengan pola "perbandingan"? (2 : 1 : 1 ; 1 : 2 : 1 ; 1 : 1 : 2). Tidak Relevan Walau ayat (4) tersebut multi tafsir, tapi di sana pulalah nilai bijaksanaanya. Menjadi luwes atau tidak kaku, dan tidak pula membelenggu atau menyulitkan, Presiden dan DPR. Sesempurna apapun sebuah UU/aturan, pelaksanaannya sangat ditentukan oleh semangat penyelenggaranya. Kata kuncinya, tidak dijadikan dalih, untuk mengumbar subjektivitas diri (Presiden/DPR), secara liar dan berlebihan. Oleh karenanya, menjadi tidak relevan, diskusi tentang usia calon, jumlah personil, dan lain-lain. KSAD, misalnya - dinilai berkurang elektabilitasnnya menjadi Panglima TNI, hanya karena satu tahun lagi pensiun. Tidak efisien dan efektif lagi, katanya. Padahal, efisiensi dan efektivitas kepemimpinan, tidak ditentukan semata oleh durasi bertugas. Tapi lebih bertumpu pada integritas, komitmen, visi, dan strong leardership, yang dimilikinya. Satu tahun, bahkan satu hari sekalipun tidak masalah. Asalkan, "mampu mengubah jerami menjadi emas". Niscaya itu lebih bagus, dari pada menjabat bertahun-tahun. Namun hasilnya, hanya "membikin Harimau menjadi Kucing", misalnya. Sama tidak relevannya, menjadikan faktor jumlah prajurit, sebagai alasan untuk mendapat jatah (bergantian), yang lebih sering, dari lainnya. Setiap matra, memiliki sifat dan ciri khas sendiri. Dari (+/-) 400.000-an personil prajurit TNI, hampir ⅔-nya prajurit Angkatan Darat. Matra darat (TNI AD) sifatnya, "awak yang dipersenjatai", alias, padat penduduk. Sedangkan matra laut dan udara (TNI AL & AU) sifatnya, "senjata yang diawaki", alias, padat teknologi. Jadi, klaim "padat penduduk" mesti bisa diredam dengan "padat teknologi". Kenapa Tidak? Diskusi dan diskursus tentang calon pengganti Panglima TNI, juga terasa makin tidak adil dan bijaksana. Manakala, hanya berkutat pada sosok KASAD dan KASAL. Manakala, sejak pagi-pagi sudah tidak melibatkan Kepala Staf TNI AU (KSAU). Alasannya terlalu lucu dan dicari-cari. Hanya karena pejabat yang akan diganti (incumbent), berasal dari matra yang sama (TNI AU). Memangnya, kenapa jika dari matra yang sama? Marsekal TNI Fadjar Prasetyo - KSAU - justru paling eligibel menjadi Panglima TNI. Dari sisi profesioalisme, disiplin dan loyalitas, semua Kepala Staf Angkatan, tentu tak perlu diragukan lagi. Dari sisi kepatutan dan kelayakan (fit & proper), pastilah yang the good dan the best, di Angkatan/matra, masing-masing. Dari sisi usia? Dihadapkan dengan usia pensiun, Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, SE, M.P.P, paling ideal. Ia lahir, 9 April 1966 (usia baru 55 tahun). KSAU ke-23 ini, memiliki waktu yang cukup untuk menjadi Panglima TNI. Masih ada tiga tahun, sebelum pensiun. Sementara KASAL ke-22, Laksamana TNI Yudo Margono, SE, MM, adalah lulusan AAL XXXIII/1988. Lahir, 26 November 1965 (usia 56 tahun). Tersisa (+/-) dua tahun lagi, menuju pensiun. Adapun KASAD, Jenderal TNI Andika Perkasa, SE, MA, M. Sc, M. Phil, Ph. D, merupakan lulusan Akmil 1987. Lahir, 21 Desember 1964 (usia 57 tahun). Kasad ke-22 ini, hanya tinggal (+/-) satu tahun lagi, menuju pensiun. Lebih dari itu, dari aspek moral dan tradisi/budaya kepemimpinan dalam militer, Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, relatif paling mulus, dibandingkan lainnya. Publik, tidak punya catatan atau imajinasi negatif, terhadap KSAU. Tidak ada, resistensi permasalahan yang membebaninya. Juga, tidak ada kesenjangan ekspektasi, saat menjabat sebagai KSAU, selama ini. Jadi, KSAU punya posisi tawar paling tinggi dari aspek moral dan tradisi kepemimpinan dalam militer/TNI. Hal ini sesuai dengan penjelasan Pasal 13 Ayat (2), UU No. 34/2004, sebagai berikut: "Yang dimaksud dengan persetujuan DPR (terhadap calon Panglima TNI yg diajukan oleh Presiden) adalah, pendapat berdasarkan alasan dan pertimbangan yang kuat tentang aspek moral dan kepribadian, berdasarkan rekam jejak". Pointnya, Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, SE, M.P.P, paling tepat, patut dan layak, dipilih Presiden dan DPR, menjadi (calon) Panglima TNI. Kenapa Tidak? *) Purnawirawan TNI

Gonjang-Ganjing Nusantara

Oleh Sugengwaras *) Motif kebohongan yang dibungkus pembangunan dengan biaya APBN adalah salah satu modus jitu yang digunakan oleh setan-setan politik di lingkaran istana. Politik tidak identik dengan kekuasaan dan kekerasan, tanpa perjuangan politik tidak ada NKRI. Namun politik yang dibungkus dengan strategi, bisa menghancurkan tatanan dan peradaban bangsa. Contoh gamblang adalah pembangunan jalan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang cacat visibel, paradok perhitungan manfaat, pemerataan rakyat dan untung rugi. Jokowi pada awalnya mewanti-wanti agar tidak menggunakan biaya APBN, namun kini karena pelambatan kerja dan pembengkakan biaya yang salah satunya akibat pandemi Covid - 19, terpaksalah bekerja dengan pola mumpung kuasa dengan menaikkan dan membuka lahan baru perpajakan yang dibebankan kepada rakyat melalui perubahan NIK di KTP menjadi NPWP. Artinya bagi pemegang KTP otomatis sebagai wajib pajak, bisa jadi ke depan akte kelahiran juga akan di-NPWP-kan. Dikatakan non-visibel karena asumsi atau prediksi akan meraub penumpang sebanyak 40.000 orang perhari, adalah imposible, di samping jarak yang relatif dekat dengan kecepatan tinggi juga menambah ketimpangan pemerataan kesejahteraan rakyat di luar area Jakarta-Bandung. Keterlibatan Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) sang superman yang mengangkangi 10 jabatan penting, mengindikasikan kebuntuan berpikir sang presiden dalam tugas negara yang bisa dibagi habis oleh para pakar dan praktisi di bidangnya. Penyiapan tim pemilu pada Pilpres 2024 yang mengarah kepada dominasi eks pejabat lama KPU dan BAWASLU, mengindikasikan cara-cara dan permainan lama dengan bungkus baru. Konsep RUU Kepolisian yang mengarah akan bisa menangkap, mem-BAP dan memidana langsung kepada anggota TNI semakin menambah kecurigaan atas gagasan Tito Karnavian dalam bukunya yang berjudul Democratic Policing, serta cuplikan arahan Tito sewaktu menjabat Kapolri terkait agar semua jajaran Polri bersabar. Kita mengalah untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu mewujudkan Democratic Policing yang nantinya TNI akan tunduk pada hukum kepolisian. Untuk itu agar terus rangkul TNI. Jika suratan di atas tanpa direkayasa dan dikurang lebihi, Tito harus klarifikasi kepada masyarakat umumnya, dan TNI khususnya, agar kekompakan TNI POLRI tidak hanya sebagai jebakan atau slogan belaka. Perlu dipahami dan disadari bahwa antara TNI dan POLRI merupakan badan atau instansi yang sangat dominan dalam bidang Pertahanan dan Keamanan Negara, yang menjalankan politik negara untuk kepentingan negara dan meninggalkan politik praktis untuk kepentingan tertentu. Oleh karenanya TNI POLRI harus disetarakan kedudukannya serta disesuaikan kebutuhan awak dan peralatanya agar tidak merasa arogan secara sepihak yang bisa memunculkan kecemburuan. Logikanya tidak mungkin polisi akan paling terdepan berperan di negara ini, karena kondisi dan hakikat menghadapi ancaman senantiasa harus diimbangi dengan awak, sarana dan prasarana yang dimiliki. Konkritnya polisi hanya berkemampuan beberapa kilo meter dari pantai dengan kedalaman tertentu untuk menyikapi bahaya atau ancaman laut, apa lagi bahaya udara atau ancaman udara. Sedangkan hakikat ancaman jauh lebih dimampui oleh ancaman nyata baik di darat, laut, maupun udara ketimbang kemampuan yang dimiliki polisi. Sayangnya pihak TNI sendiri secara oknum pejabat strategis, banyak yang abai pengertian ini sampai-sampai menggeneralisir dan menyalahtafsirkan makna kepemilikan presiden terhadap raktyatnya include TNI POLRI nya. Menyedihkan sekali. Maka tidak mengherankan bahwa masyarakat merasakan kebohongan dan kegaduhan yang dipertontonkan rezim ini tak ada habis-habisnya bak tepi tanpa batas. Atau barangkali ini sebagai tantangan dari rezim untuk menungggu celotehan PEOPLE POWER? *) Purnawirawan TNI AD, tinggal di Bandung

Aliansi Dosen UNJ Tolak Pemberian Gelar Kehormatan Doktor Honoris Causa untuk Ma'ruf Amin dan Erick Thohir

Jakarta, FNN - Aliansi Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menolak pengajuan kembali gelar kehormatan doktor honoris causa untuk Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin dan Menteri BUMN Erick Thohir. Ubedilah Badrun yang mewakili Presdium Aliansi Dosen UNJ mengatakan sikap itu ditegaskan pihaknya menyusul informasi bahwa senat kampus tersebut akan mengadakan rapat penentuan pengajuan kembali Ma'ruf dan Erick untuk mendapatkan gelar kehormatan tersebut pada Kamis (14/10). Kabar itu, kata dia, terbaca pada agenda persetujuan pemberian gelar Dr HC yang dimuat dalam surat undangan rapat Senat UNJ bernomor B/3110/UN39.22/TP.01.07/2021 tertanggal 4 Oktober 2021. Padahal, kata Ubed, pemberian gelar doktor kehormatan kepada pejabat negara itu sudah ditolak pada September 2020 lalu karena berbau kepentingan pragmatis. Kini, sambung Ubedilah, Aliansi Dosen UNJ akan tetap konsisten dengan penolakan itu. "Tentu saja Aliansi Dosen UNJ kaget dan tetap konsisten menolak upaya tersebut," kata Ubedilah. Dalam keterangan tertulis yang diterima FNN (14/10/2021) Ubedilah menuturkan setidaknya ada empat alasan mengapa pemberian gelar kehormatan akademis dari kampus untuk pejabat negara tersebut ditolak. Pertama, aliansi dosen menilai pemberian gelar doktor honoris causa pada tokoh yang sedang berkuasa dan memegang jabatan publik berpotensi mengancam otonomi perguruan tinggi dan kebebasan akademik. Selain itu, menurutnya pemberian gelar tersebut juga bisa merusak moral akademik universitas. Hal itu, kata Ubed, sudah diatur dalam Pedoman Penganugerahan Doktor Kehormatan UNJ tahun 2021 Bab tentang Persyaratan. Pada ayat 3 telah diatur bahwa penganugerahan gelar doktor honoris causa tidak diberikan UNJ kepada siapa pun yang sedang menjabat dalam pemerintahan. "Berbahaya jika rektor dan para profesor yang terhormat sebagai anggota senat universitas melanggar kode etik pedoman yang dibuatnya sendiri," ucapnya. Alasan kedua, lanjut Ubed, usulan pemberian gelar doktor honoris causa kepada pejabat negara juga kontraproduktif terhadap upaya memulihkan nama baik institusi UNJ. Apalagi kata dia, beberapa kali UNJ mendapat sorotan negatif atas beberapa peristiwa yang dinilai mencederai kehormatan kampus terkait relasinya dengan sejumlah pejabat. Alasan selanjutnya, Ubed menyebut alasan pemberian gelar doktor honoris causa kepada Ma'ruf Amin atas pemikirannya tentang negara kesepakatan patut dipertanyakan. "Selain ide tersebut tidak orisinal karena telah dikemukakan para pemikir klasik sejak abad ke-17 melalui teori kontrak sosial, dalam catatan kami Ma'ruf Amin juga memiliki catatan khusus dalam isu politik identitas di Jakarta tahun 2017 yang justru bertentangan dengan teori kontrak sosial," ucapnya. Alasan keempat, Ubed berpandangan mekanisme pemberian gelar doktor honoris causa juga diabaikan. Ia menduga usulan tersebut bukan dari program studi S3 UNJ yang berakreditasi A, tetapi dari atas. "Karenanya kami menolak pemberian gelar Dr. HC kepada pejabat tersebut dan mendesak senat UNJ agar upaya pemberian gelar kepada pejabat betul-betul dibatalkan demi marwah Universitas," kata dia. (mfq)

Anis Matta: Selamat Datang Ridwan Kamil

Jakarta, FNN — Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta akan sangat senang dan membuka pintu selebar-lebarnya jika Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mau bergabung ke partainya. “Kalau beliau mau bergabung, Ahlan Wa Sahlan (selamat datang),” kata Anis kepada GenPI.co, Selasa (12/10/2021). Nama Ridwan Kamil menjadi salah satu figur yang sering muncul dalam berbagai survei calon presiden RI 2024. Kansnya cukup besar. Tak jarang ia masuk dalam 5 besar top survei. Sebelumnya mantan Walikota Bandung dua periode ini mengaku akan melakukan salat istikharah untuk bergabung dengan partai politik atau parpol. Saat ini, ia masih menimbang partai mana yang cocok sebelum diumumkan pada pertengahan tahun depan. “Kalau lanjut gubernur juga periode kedua, mungkin posisinya sudah berpartai. Mungkin di 2022 mungkin akan saya sampaikan, istikhoroh mana yang pas dulu,” cetus pria yang akrab disapa Kang Emil ini. “Sekarang masih istikharah menganalisa yang pas buat sosok saya. (Keputusannya) pertengahan 2022,” imbuhnya. (genpi/fajar)

Pemerintah Izinkan Wisman 19 Negara Masuk Bali dan Kepri

Jakarta, FNN - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengumumkan pemerintah telah memberikan izin bagi wisatawan mancanegara (wisman) dari 19 negara untuk bisa melakukan penerbangan internasional ke Bali dan Kepulauan Riau (Kepri). "Sesuai arahan Presiden RI, kami memberikan izin kepada 19 negara untuk bisa melakukan perjalanan menuju Bali dan Kepulauan Riau," kata Menko Luhut Pandjaitan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu. Ke 19 negara tersebut yaitu Saudi Arabia, United Arab Emirates (UAE), Selandia Baru, Kuwait, Bahrain, Qatar, China, India, Jepang, Korea Selatan, Liechtenstein, Italia, Perancis, Portugal, Spanyol, Swedia, Polandia, Hungaria, dan Norwegia. Dalam rapat koordinasi yang digelar secara virtual di Jakarta, Rabu, Menko Luhut mengungkapkan pemberian izin kepada 19 negara itu bukan tanpa alasan. Negara-negara tersebut dipilih sesuai standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) karena angka kasus terkonfirmasi COVID-19-nya berada pada level 1 dan 2, dengan angka positivity rate yang rendah. "Daftar 19 negara yang masuk ke Indonesia ini hanya berlaku khusus untuk penerbangan langsung ke Bali dan Kepri," kata Menko Luhut. Ia mengatakan semua jenis pelaku perjalanan dari 19 negara tersebut dapat masuk ke Bali dan Kepri selama mengikuti persyaratan sebelum dan saat kedatangan, seperti melampirkan bukti sudah melakukan vaksinasi lengkap dengan waktu minimal 14 hari sebelum keberangkatan yang dibuat dalam Bahasa Inggris, serta memiliki hasil RT-PCR negatif dalam kurun waktu 3x24 jam. Menko Luhut pun berharap pembukaan pariwisata di Bali berjalan dengan lancar. Pemerintah juga akan melakukan evaluasi dari waktu ke waktu. Sementara itu semua negara lainnya (termasuk yang di luar daftar 19 negara) tetap dapat masuk ke Indonesia, melalui pintu masuk perjalanan internasional Jakarta atau Manado, dengan catatan mengikuti ketentuan karantina dan testing yang sudah ditetapkan. "Lama karantina ini selama 5 hari dan itu tidak hanya berlaku di Bali atau Kepri, tetapi juga di pintu masuk lainnya, baik udara, darat, maupun laut, dan berlaku bagi semua jenis pelaku perjalanan, seperti PMI, TKA, ASN, WNI/WNA umum," ungkap Menko Luhut. Selama proses karantina berlangsung di Bali dan Kepri, WNA/WNI yang masuk Indonesia tidak diperbolehkan keluar dari kamar/private villa/kapal (live on board) sampai masa karantina berakhir dan akan dilakukan pemeriksaan PCR lagi pada hari ke-4 karantina. Selain itu Menko Luhut juga menerangkan bahwa pembiayaan karantina akan dilakukan secara mandiri bagi seluruh penumpang penerbangan internasional yang masuk dan tidak ada yang dibiayai oleh pemerintah. "Oleh karena itu sebelum boarding menuju Bali/Kepri, mereka harus menunjukkan bukti booking hotel/villa/kapal," ujarnya. Sebelum kedatangan pelaku perjalanan internasional ke Bali dan Kepri harus memiliki asuransi kesehatan dengan nilai pertanggungan minimal setara Rp1 miliar dan mencakup pembiayaan penanganan COVID-19. Terakhir Menko Luhut kemudian berpesan pada Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), gubernur, pangdam, dan Kapolda Bali untuk berkoordinasi dan menyelesaikan segera persiapan teknis kedatangan perjalanan internasional ke Bali. Selanjutnya akan segera diterbitkan pula Surat Edaran (SE) oleh BNPB yang mengatur lebih rinci tentang regulasi perjalanan internasional tersebut. (ant, sws)

ESDM Catat Ada 2.741 Lokasi Tambang Tanpa Izin

Jakarta, FNN - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat ada 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin atau PETI yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan terdapat 96 lokasi PETI batu bara yang tersebar di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bengkulu, dan Sumatera Selatan, serta 2.645 lokasi PETI mineral yang tersebar hampir di seluruh provinsi. "Melibatkan sekitar 3,7 juta orang pekerja PETI dengan rincian kira-kira 480 lokasi berada di luar wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) serta 133 lokasi di dalam WIUP, dan 2.128 lokasi belum diketahui berada di dalam atau di luar WIUP yang akan diidentifikasi," ujarnya dalam sebuah webinar di Jakarta, Rabu. Menteri Arifin menyampaikan kegiatan pertambangan tanpa izin memiliki banyak dampak yang dapat merusak kegiatan usaha bagi pemegang izin resmi. Tak hanya itu, PETI juga membahayakan keselamatan karena tidak mengikuti kaidah-kaidah pengertian penambangan yang memadai serta berpotensi terjadi kerusakan lingkungan hidup, antara lain banjir, longsor, dan mengurangi kesuburan tanah. Aktivitas pertambangan tanpa izin juga berpotensi menimbulkan masalah sosial, gangguan keamanan, dan kerusakan hutan. "Kemudian potensi lain adalah merugikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta penerimaan pajak daerah," kata Arifin. Nilai kerugian negara yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan tanpa izin kurang lebih hampir sama dengan setengah PNBP Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM. "Kegiatan menambang yang tanpa dilengkapi dengan perizinan yang sah merupakan suatu tindakan kejahatan atau tindakan pidana," tegas Arifin. (ant, sws)

Sebanyak 60 Perwira Tinggi TNI Naik Pangkat

Jakarta, FNN - Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menerima laporan kenaikan pangkat 60 orang perwira tinggi (pati) TNI, di Aula Gatot Soebroto Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu. Kabidpenum Puspen TNI Kolonel Laut (KH) Edys Riyanto, dalam siaran persnya, mengatakan kenaikan pangkat ini berdasarkan Surat Perintah Panglima TNI Nomor Sprin/2243/X/2021 tanggal 12 Oktober 2021. Kenaikan pangkat ini terdiri dari 36 pati TNI AD, 8 pati TNI AL, dan 16 pati TNI AU. Dari TNI AD yang naik pangkat satu tingkat, yaitu Letjen TNI Madsuni (Dankodiklat TNI), Mayjen TNI Seff Nurdin (Pa Sahli Tk III Bid Polkamnas Panglima TNI), Mayjen TNI Purwo Sudaryanto (Pa Sahli Tk III Kasad Bid Intekmil dan Siber), Mayjen TNI Erwin Bambang Tetuko (Kasatwas Unhan), Mayjen TNI Ricky Fredrick Winowatan (Pa Sahli Tk III Bid Jahpers Panglima TNI), Mayjen TNI Agus Arif Fadila, S.I.P. (Tenaga Ahli Pengajar Bid Ideologi Lemhannas), Mayjen TNI Saiful Rachiman (Aslog Kasad), Mayjen TNI Kukuh Surya Sigit (Wadanjen Akademi TNI). Mayjen TNI Agung Hermawanto (Kapoksahli Ka RSPAD Gatot Soebroto), Mayjen TNI Jhonny Djamaris (Kapusjianstralitbang TNI), Brigjen TNI Resmanto Widodo Putro (Karo Perencanaan dan Keuangan Unhan), Brigjen TNI I Made Riawan (Kadispsiad), Brigjen TNI Eko Setiawan Airlangga (Dirlitbang Pusjianstralitbang TNI), Brigjen TNI Muhamad Muchidin (Danmentar Akmil), Brigjen TNI I Wayan Suarjana (Pa Sahli Tk. II Wassus Sahli Bid Wassus dan LH Panglima TNI), Brigjen TNI Rano Maxim Adolf Tilaar (Danrem 052/Wkr Jakarta Barat Kodam Jaya), Brigjen TNI Yudianto Putrajaya (Danrem 102/Pjg Palangkaraya Kodam XII/Tpr), Brigjen TNI Muhammad Ali (Asintel Kas Kogabwilhan II), Brigjen TNI Edy Rochmatullah (Kasetum TNI). Brigjen TNI Triadi Murwanto (Pa Sahli Tk II Kam Teror Sahli Bid Polkamnas Panglima TNI), Brigjen TNI Mohamad Rafi’i (Pa Sahli Tk II Ekku Sahli Bid Ekkudag Panglima TNI), Brigjen TNI Achmad Budiono (Kapuslitbang Sumdahan Balitbang Kemhan), Brigjen TNI Sumartono (Dir Rendalgiat Ops pada Deputi Bid Intelijen Luar Negeri BIN), Brigjen TNI Iwan Bambang Setiawan (Penasihat Militer PTRI PBB di New York, Amerika Serikat). Brigjen TNI M. Fachmi Rizal Nasution (Tenaga Ahli Pengkaji Madya Bid Sismennas Lemhannas), Brigjen TNI Tato Frederik Pasaka (Dir Asia Pasifik pada Deputi Bid Intelijen Luar Negeri BIN), Brigjen TNI Godman Siagian (Widyaiswara Bid Metodologi Riset Seskoad), Brigjen TNI Budi Hariswanto (Waasintel Kasad Bid. Inteltek dan Hublu), Brigjen TNI Nur Salam (Waaskomlek Panglima TNI), Brigjen TNI Yustinus Agus Peristiwanto (Pa Sahli Tk II LH Sahli Bid. Wassus dan LH Panglima TNI), Brigjen TNI Joko Prianto (Dirum Puspalad), Brigjen TNI Sukiman (Wakapuskesad), Brigjen TNI Noch. Tiranduk Mallisa (Pa Sahli Tk II Bid. Banusia Panglima TNI), Brigjen TNI Supriyantoro (Dirum Puspomad), Brigjen TNI Darmaya (Dircab Pusbekangad), dan Brigjen TNI Azhar (Kaotmilti III Surabaya Babinkum TNI). Sebanyak 8 pati TNI AL, yaitu Laksda TNI Dr. Bambang Wiratama (Pa Sahli Tk III Bid Banusia Sahli Panglima TNI), Laksma TNI Hadi Susilo (Bandep Urusan Perencanaan Kontijensi Depolstra Setjen Wantannas), Laksma TNI Joni Sudianto (Dirjianstra Pusjianstralitbang TNI), Laksma TNI Ashari Alamsyah (Danguspurla Koarmada III), Laksma TNI Mugiono (Irlog Itjen TNI), Laksma TNI Halili (Asisten Deputi Koordinasi Kewaspadaan Nasional Kemenko Polhukam), Brigjen TNI (Mar) Edy Prakoso (Danlatamal XI Mer Koarmada III), dan Brigjen TNI (Mar) Supriyono (Wadan Koopssus TNI). Sedangkan dari TNI AU sebanyak 16 pati, yakni Marsdya TNI A Gustaf Brugman (Wakasau), Marsda TNI Rochmadi Saputro (Pa Sahli Tk III Bid Ekkudag Panglima TNI), Marsda TNI Anang Nurhadi S (Tenaga Ahli Pengkaji Bid Ketahanan Nasional Lemhannas), Marsda TNI Andi Heru Wahyudi (Tenaga Ahli Pengajar Bid Sismennas Lemhannas), Marsda TNI Danang Hadiwibowo (Kapusku TNI), Marsda TNI Widyargo Ikoputra (Danseskoau), Marsma TNI M. Somin (Direktur Sarana dan Prasarana BNPP Basarnas), Marsma TNI Tahyodi (Danpuslat Kodiklat TNI). Marsma TNI Setiawan (Pangkosek Hanudnas I Jakarta), Marsma TNI Hendro Arief H (Waka Pusjianstralitbang TNI), Marsma TNI David Yohan Tamboto (Danlanud Hnd), Marsma TNI Nurcahyo Aloysius (Ses Irjenau), Marsma TNI Edi Wuryanto (Dirbinganisminmil Ditjen Badilmiltun Mahkamah Agung), Marsma TNI Petrus H. Sujatmoko (Pa Sahli Tk II Poldagri Sahli BidPolkamnas Panglima TNI), Marsma TNI dr. P. Aribowo (Pati Sahli Kasau Bid Strahan), dan Marsma TNI dr. Mukti Arja Berlian (Ka RSPAU dr. S. Hardjolukito). Turut hadir dalam acara tersebut, Kasau Marsekal TNI Fadjar Prasetyo, Kasum TNI Letjen TNI Eko Margiyono, Irjen TNI Letjen TNI (Mar) Bambang Suswantono, Wakasad Letjen TNI Bakti Agus Fadjari, dan Wakasal Laksdya TNI Ahmadi Heri Purwono. (sws, ant)

Komnas HAM: Nama Dosen USK Saiful Mahdi Harus Dipulihkan

Banda Aceh, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI menyatakan bahwa nama dosen Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh Saiful Mahdi yang telah mendapatkan amnesti harus dipulihkan oleh pihak manapun, termasuk kampus. "Pemulihan nama Saiful Mahdi harus dipulihkan, sebagai pengajar di USK dan juga berbagai aktivitas lainnya," kata Komisioner Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara, di Banda Aceh, Rabu. Terhadap kasus Saiful Mahdi ini, Komnas HAM memandang bahwa yang bersangkutan memang tidak layak dipidana hanya karena nilai kritisnya terhadap situasi dan persoalan yang terjadi di kampus. Menurut Beka, pemberian amnesti terhadap Saiful Mahdi juga menjadi penanda bahwa tidak ada unsur pidana yang dilakukan oleh dosen MIPA USK Banda Aceh tersebut. "Karena itu saya kira Komnas HAM harus mendorong nama dan hak-hak Saiful Mahdi segera dipulihkan oleh siapapun, termasuk dari USK," ujarnya. Beka juga menuturkan, kasus Saiful Mahdi ini telah memberikan pelajaran terhadap semua pihak bahwa UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) sudah sepatutnya direvisi mengingat banyak orang dipenjara akibat peraturan tersebut. Beka meminta kepada Pemerintah dan DPR RI untuk mempercepat proses revisi UU ITE tersebut, supaya kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara sebagai hak konstitusional warga itu terlindungi, serta tidak dikriminalisasi dengan mudah. "Apalagi dalam kasus Saiful Mahdi ini, Komnas HAM sudah dari awal menyatakan pendapat bahwa ini tidak layak dipidanakan," kata Beka Ulung. Seperti diketahui, dosen MIPA USK Unsyiah Saiful Mahdi itu divonis bersalah berdasarkan hasil Kasasi Mahkamah (MA) yang menguatkan putusan PN Banda Aceh, ia harus menjalani hukuman penjara selama tiga bulan dan denda Rp10 juta. Saiful Mahdi dihukum atas kritikannya di grup whatsapp internal USK Banda Aceh terkait hasil seleksi atau tes CPNS dosen Fakultas Teknik kampus tersebut, ia dituntut dengan UU ITE. Lalu, Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Saiful Mahdi dengan memberikan surat ke DPR RI tertanggal 29 September 2021 perihal permintaan pertimbangan atas permohonan amnesti Saiful Mahdi. Melalui rapat paripurna, DPR RI telah mengetuk palu tanda menyetujui pemberian amnesti tersebut, Keppres nya juga telah ditandatangani Presiden Jokowi, dan kini Saiful Mahdi telah dibebaskan dari jeruji besi Lapas Kelas II A Banda Aceh. (ant, sws)

Menggelikan, Menyaksikan Pelantikan Ketua Umum PDIP oleh Petugas Partai

Oleh: Tjahja Gunawan*) TERUS terang saya geli bercampur sedih menyaksikan peristiwa politik di panggung kekuasaan saat ini. Merasa geli karena seorang ketua umum partai penguasa dilantik untuk menduduki jabatan yang secara struktural berada dibawah seorang petugas partai dari parpol penguasa tersebut. Merasa sedih karena penulis sebagai rakyat biasa semakin hari semakin sering menyaksikan perilaku elite politik yang saling berebut kekuasaan dan jabatan di hampir semua lini birokrasi dan struktur kelembagaan politik lainnya. Seperti kita ketahui bersama, pada Rabu 13 Oktober 2021, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, dilantik sebagai Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Istana Negara, Jakarta. Dia dilantik oleh Presiden Joko Widodo yang nota bene sering juga disebut sebagai Petugas Partai. Penyebutan istilah Petugas Partai ini bukan dari saya atau dari masyarakat, tapi sering dilontarkan oleh Megawati Soekarnoputri di berbagai forum terbuka. Pengertian lugas dari kalimat Petugas Partai tersebut dalam frase bahasa pergaulan orang-orang Betawi kira-kira begini: "Eh walaupun elo Presiden, tapi elo bukan siape-siape. Elo tetap berada di bawah ketiak gua sebagai pimpinan partai". Nah, tiba-tiba sekarang Pimpinan Partai Penguasa itu dilantik oleh petugas partainya. Artinya secara struktural, Ketua Umum DPP PDIP ini harus "tunduk dan patuh" kepada Presiden Jokowi yang notabene posisinya sebagai petugas partai (PDIP). Dengan premis di atas, mungkin saja ada orang yang menuduh penulis tidak memahami konteks birokrasi dengan politik? Justru pelantikan Megawati menjadi seorang pejabat di jajaran birokrasi sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN, telah menyalahi etika politik dan birokrasi. Apalagi sesungguhnya jabatan Megawati di birokrasi bukan hanya di BRIN, sebelumnya dia juga sudah dilantik sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Dapat gaji dobel? Berdasarkan Perpres No 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya Bagi Pimpinan, Pejabat dan Pegawai BPIP yang diteken Presiden Jokowi pada 23 Mei 2018, Megawati berhak mendapatkan gaji senilai Rp 112.548.000 per bulan. Saya belum mengetahui berapa besarnya gaji Megawati dalam jabatan barunya sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN. Yang jelas dalam Keppres Nomor 45 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Keanggotaan Dewan Pengarah BRIN disebutkan, “Dan kepada yang bersangkutan masing-masing diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya sesuai peraturan perundang-undangan". Selain Megawati, sembilan orang lainnya juga ditetapkan sebagai Dewan Pengarah BRIN, di antaranya Menkeu Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dilantik menjadi Wakil Ketua Dewan Pengarah. Selain itu ada juga Sudhamek Agung Waspodo Soenjoto sebagai Sekretaris Dewan Pengarah. Sebelumnya dia juga anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) . Sudhamek Agung juga dikenal sebagai pengusaha, pimpinan Grup Garuda Food. Sementara enam orang lainnya ditetapkan sebagai Anggota Dewan Pengarah BRIN, yakni Emil Salim (mantan Menteri KLH di zaman Orde Baru) , I Gede Wenten, Bambang Kesowo (Mantan Menteri Sekneg di era Presiden Megawati Soekarnoputri tahun 2001-2004), Adi Utarini, Marsudi Wahyu Kisworo, dan Tri Mumpuni. Menurut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, fungsi Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Dewan Pengarah BRIN nantinya menjadi pagar aktivitas keilmuan agar tetap berlandaskan ideologi Pancasila. Harapan penulis: Semoga Pancasila tidak dikerdilkan menjadi Trisila dan Ekasila. Sebagaimana kita ketahui bersama, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang semula hendak dipaksakan dibahas di DPR mendapat penolakan keras dari masyarakat. Itu karena dalam pasal 6 RUU HIP memuat tentang Trisila dan Ekasila. Banyak yang menganggap itu sama saja mengerdilkan Pancasila. Pada Pasal 6 RUU HIP dinyatakan bahwa ciri pokok Pancasila disebut Trisila, antara lain Ketuhanan, Nasionalisme dan Gotong Royong. Semua sila dari Pancasila tidak dapat dilaksanakan secara terpisah-pisah karena Pancasila merupakan satu kesatuan yang utuh dan saling berkaitan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila pertama dan utama yang mendasari keempat sila lainnya. Setelah RUU HIP kandas di DPR, sekarang dibentuk BRIN. Ada kesan, RUU HIP gagal dibuat jadi UU kemudian diganti dengan BRIN. Menurut anggota Komisi VII DPR Mulyanto, pembentukan Dewan Pengarah di BRIN tidak memiliki dasar hukum. "Tidak ada dasar hukum posisi Dewan Pengarah dalam struktur organisasi BRIN termasuk dalam UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek atau Sisnas Iptek. Memang ada dalam RUU HIP. Tapi ini kan baru RUU dan itu pun sudah di-drop dari Program Legislasi Nasional atau Prolegnas," ujar Mulyanto. Dalam Perpres Nomor 74 Tahun 2019 tentang BRIN dan Kepres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Lembaga Pemerintah Non-Departemen tidak dikenal jabatan Dewan Pengarah. Jabatan Dewan Pengarah pada BRIN baru muncul pada Perpres Nomor 33 Tahun 2021 yang diteken Jokowi pada 28 April 2021. Dalam menjalankan tugasnya, BRIN sebenarnya tidak membutuhkan jabatan Dewan Pengarah. Terlebih, apabila jabatan itu bersifat ideologis dari BPIP. "Saya pribadi tidak setuju BRIN memiliki dewan pengarah dari BPIP. Logikanya kurang masuk akal. Kalau dicari-cari mungkin saja ada hubungan antara haluan ideologi Pancasila dengan riset dan inovasi. Namun hubungan itu terlalu mengada-ada dan memaksakan diri," kata Mulyanto. Logika anggota DPR ini masuk akal publik. Seharusnya lembaga BRIN tidak dipolitisasi dan dibiarkan bekerja secara ilmiah, objektif, dan rasional. BRIN adalah lembaga ilmiah, biarkan institusi baru ini bekerja dengan dasar-dasar ilmiah objektif, rasional dengan indikator out come yang terukur. Jangan dibebani dengan tugas-tugas ideologis. Namun dengan hadirnya Megawati Soekarnoputri di BRIN, sulit untuk tidak mengatakan bahwa lembaga ini bebas dari kepentingan politik. BRIN berpotensi besar ditunggangi kepentingan politis. Berdasarkan Perpres No 33 Tahun 2021 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada 5 Mei 2021, BRIN merupakan satu-satunya badan penelitian nasional. Semua badan penelitian nasional Indonesia seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bergabung menjadi BRIN. Orang-orang yang ada di berbagai lembaga yang sekarang tergabung dalam BRIN adalah orang-orang pintar, ilmuwan, dan para peneliti handal dari berbagai disiplin ilmu. Mereka adalah orang-orang objektif dan independen. Meskipun mereka bukan politisi "pokrol bambu" seperti orang-orang di partai politik, bukan berarti mereka tidak paham dengan motif busuk para politisi hitam. Mungkin mereka sekarang diam, tapi suatu saat nanti mereka akan memberi kesaksian atas politisasi BRIN. Semoga. *** *) Wartawan senior FNN

"Solo Connection" Akan Kawal Jokowi hingga Pasca 2024

Jakarta, FNN – Berdasarkan teori interaksi simbolik, diduga kuat KSAD Andika Perkasa akan diplot menjadi Panglima TNI menggantikan Hadi Tjahjanto. Pilihan pada Andika sudah melalui pertimbangan yang matang. Demikian analisa pengamat Komunikasi Politik dan Militer dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting kepada Hersubeno Arief melalui kanal Hersubeno Point, jaringan FNN, Selasa (12/10/2021). Setelah pensiun, kata Ginting pengganti Andika tidak mungkin dari TNI AD, karena TNI AL akan kehilangan kesempatan dua kali menjadi Panglima. “Ini akan berakibat kurang bagus. Sebagai kompromi, Jokowi menggunakan Perpres 66 tahun 2019, dimana ada posisi Wakil Panglima TNI. Kemungkinan Yudo Margono bisa menjadi Wakil Panglima TNI,” tegasnya. Perpres ini lanjut Ginting pernah dipakai ketika Laksamana Widodo AS jadi Panglima TNI. Saat itu Fahrur Rozi sebagai Wakil Panglima. Setelah itu saat Panglima TNI Endriartono Sutarto, tidak ada lagi posisi wakil Panglima. Jadi, papar Ginting, saat Andika jadi Panglima TNI, kemungkinan wakil Panglima TNI bisa diisi oleh Yudo Margono. Perpres itu akan digunakan lagi. Tetapi kalau Perpres itu tidak digunakan, dia akan tetap menjadi KSAL. Kalau Yudo boleh memilih, akan memilih KSAL ketimbang Wakil Panglima TNI. Namun, setelah Presiden Joko Widodo sukses menjadikan Andika Perkasa menjadi Panglima TNI, tak serta-merta posisi orang nomor satu di republik ini sudah kuat, sebab Andika hanya menjabat sekitar 1 tahun 2 bulan. Jokowi harus memikirkan sosok pimpinan TNI yang sesuai dengan seleranya. Ia harus mengkader pimpinan TNI, bahkan sampai pasca 2024. Selamat Ginting menegaskan bahwa Presiden Jokowi harus menyiapkan sosok pimpinan TNI yang memiliki jejak hubungan baik dengannya. Dudung Abdurahman, kata Ginting memiliki posisi kuat menduduki jabatan KSAD menggantikan Andika Perkasa. Yang juga menarik, kata Ginting adalah siapa yang bakal menggantikan posisi Pangkostrad yang ditinggalkan Dudung Abdurrahman. Menurut keyakinan Selamat Ginting, calon Pangkostrad yang akan dipilih Jokowi adalah Agus Subianto. “Dialah sosok yang paling mungkin menduduki jabatan Pangkostrad,” katanya. Beliau, kata Ginting, saat ini menjabat Panglima Kodam Siliwangi, lulusan Akmil 1991. Sementara calon alternatif kedua yang bisa menduduki Pangkostrad, menurut Ginting, adalah Maruli Simanjuntak yang saat ini menjadi Pangdam Udayana, lulusan Akmil 1992. Maruli juga menantunya Luhut Binsar Pandjaitan, Menko Marves. “Agus dan Maruli orang dekat lingkaran Jokowi. Keduanya kebetulan pernah menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden. Agus Subianto juga pernah menjadi Komandan Kodim di Solo saat Walikota Solo dijabat Joko Widodo. Jadi, ada interaksi. Solo Connection, istilahnya. Maruli juga Solo Connection, karena sebelumnya menjadi Danrem Warastatama di Solo. Sebelumnya juga pernah menjadi Komandan Grup A Paspampres, dimana pemegang kendali pengamanan presiden. Kalau Grup B wakil presiden. Ini betul betul orang orang pilihan. Backround-nya Kopassus,” papar Ginting. Sementara untuk Pangdam Jaya, kata Ginting, Jokowi akan mencari pengganti Mulyo Aji. Dia seangkatan dengan Andika Perkasa. Dia akan mendapatkan promosi bintang tiga, pernah menjadi Danrem di Solo. Solo Connection juga. Jokowi betul-betul membutuhkan lingkaran dekatnya untuk menopang kekuasaannya agar lebih aman dari kalangan militer. “Jokowi tidak pernah mengabaikan orang-orang yang pernah bekerja sama dengan dia,” kata Ginting. (sws)