ALL CATEGORY

Pemerintah Targetkan Produksi Blok Rokan 200.000 Barel/Hari Tahun 2023

Pekanbaru, FNN- Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Arifin Tasrif mengharapkan hasil produksi minyak Pertamina Hulu Rokan (PHR) bisa meningkat menjadi 200.000 barel per hari pada tahun 2023. "Caranya adalah dengan banyak melakukan pengeboran sumur baru, dan ini akan terus ditingkatkan kedepannya," kata Arifin saat melakukan kunjungan kerja (kunker) di wilayah kerja PHR area Minas Kabupaten Siak, Riau, Kamis. Menurut dia, upaya lainnya dalam mencapai target ditetapkan itu adalah menggunakan teknologi baru sebagai salah satu sistem monitoring yang diterapkan yang bisa menghemat waktu dan menghemat biaya. Teknologi baru tersebut, katanya diharapkan bisa mendeteksi masalah yang terjadi di lapangan sehingga langkah-langkah perbaikan bisa dilakukan. "Tekhnologi ini menggunakan teknologi informasi yang paling baru," katanya. Di hadapan Menteri ESDM, Arifin Tasrif, Gubernur Riau, Syamsuar menyemangati pekerja Pertamina Hulu Rokan (PHR) agar terus memberikan yang terbaik untuk meningkatkan produksi minyak di wilayah kerja Blok Rokan. "Kami mensupport adanya peningkatan-peningkatan produksitivitas yang terkait dengan migas ini," kata Syamsuar. "Dengan datangnya Menteri ESDM saat ini, kami harap para pekerja PHR dapat termotivasi untuk terus bersemangat," katanya. Selain itu, kepada Menteri ESDM Gubri memaparkan, bahwa saat ini pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis B30 campuran biodiesel berbasis kelapa sawit sudah ada di Riau sejak tahun 2019. "Saat ini pengolahan pengganti BBM itu sebenarnya sudah ada di Riau sejak tahun 2019. Diresmikan di Pertamina Dumai. Ini akan dikembangkan menjadi B50 sampai B100, seperti yang diharapkan oleh Presiden Joko Widodo," kata Syamsuar. B30 adalah energi alternatif pengganti BBM untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi. Selain itu untuk meningkatkan nilai tambah industri kelapa sawit dan mengurangi konsumsi dan impor BBM, serta mengurangi emisi gas rumah kaca. (mth)

Tim BBPJN Investigasi Proyek Jalan Nasional di Kepulauan Nias

Nias, FNN - Tim investigasi dari Balai Besar Pembangunan Jalan dan Jembatan Nasional (BBPJN) wilayah Sumatera Utara melakukan investigasi dan mendata proyek preservasi jalan nasional yang rusak dari Kota Gunungsitoli sampai Teluk Dalam, Nias Selatan. "Kami diperintahkan pimpinan kami Kepala BBPJN untuk melakukan investigasi dan mendasepanjang jalan nasional dan sudah kami data, hasilnya nanti akan kami laporkan kepada pimpinan kami," kata Ketua tim Pejabat Fungsional Ahli Madya BBPJN, Robert, di Nias, Kamis. Ia mengatakan pihaknya sudah melakukan investigasi dan mendata seluruh titik yang rusak sesuai data yang diberikan Aliansi Masyarakat Sipil Pemerhati Pembangunan Kepulauan Nias (AMSP2 - KN). Dia mengucapkan terima kasih atas informasi yang diberikan oleh AMSP2 - KN dan mengakui jika ada beberapa titik yang rusak pada proyer preservasi jalan nasional setelah melakukan investigasi dan pendataan. "Saya akui semua ingin pekerjaan preservasi ini dikerjakan dengan baik, tetapi kita harus mengakui bahwa pasti ada kekurangan dan kelurangan tersebut masih bisa diperbaiki karena proyek preservasi masih dalam pengerjaan," katanya. Setelah melakukan investigasi, diketahui ada 20 titik pekerjaan preservasi yang rusak.Namun ke 20 titik tersebut masih bisa diperbaiki, sebab pekerjaan preservasi jalan nasional tahun 2021 masih berjalan. "20 titik yang rusak tersebut akan diperbaiki tahun ini, dan wajib selesai tahun ini karena pekerjaan preservasi jalan nasional tahun anggaran 2021.masih tahap pengerjaan," kata Jack, salah seorang anggota tim. (mth)

Peraih Nobel Maria Ressa, Soroti Algoritma Berita

Jakarta, FNN - Peraih Hadiah Nobel Perdamaian dan jurnalis asal Filipina, Maria Ressa, menyoroti algoritma yang digunakan dalam distribusi berita oleh platform-platform media sosial dan news aggregator, yang dapat menciptakan perpecahan dan mengancam perdamaian. Dalam acara Bincang-Bincang dengan Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian 2021 Maria Ressa, yang diselenggarakan oleh IDN Times, jurnalis dan pimpinan media Rappler asal Filipina itu mengatakan bahwa kebanyakan platform media sosial menggunakan algoritma friends of friends dalam mendistribusikan informasi. Dengan algoritma seperti itu, informasi yang direkomendasikan terhadap seseorang mengacu pada apa yang biasanya diakses oleh orang itu sendiri. “Yang mereka lakukan ini adalah distribusi dengan algoritma dan bias algoritma,” ujar Ressa dalam acara yang dipantau dari Jakarta, Kamis. Menurut dia, algoritma semacam itu menempatkan seseorang di dalam gelembung. Di sana lingkaran itu, informasi yang diterima telah melalui filter tertentu sehingga dapat menciptakan bias dan pandangan yang terdistorsi akan dunia. “Algoritma menumbuhkan perpecahan yang melebar, kemudian Anda berada di dalam apa yang disebut sebagai filter bubble,” katanya. Dia pun menambahkan bahwa algoritma seperti itu dapat semakin menyulut kemarahan orang-orang yang mendapatkan informasi yang bias, dan hal itu dapat membuat orang menjadi tidak rasional dan tidak logis. “Ini adalah permasalahan besar yang kita hadapi karena inilah akhir dari fakta untuk kita semua […] ini merubah pandangan kita terhadap dunia,” kata Ressa. Ia menambahkan bahwa algoritma semacam itu merupakan “manipulasi yang berbahaya”. Hal itu pun menjadikan para jurnalis dan media sebagai penyaji fakta kehilangan peran sebagai penjaga atau gatekeeper, terutama mengingat banyaknya masyarakat kini yang mengakses platform-platform media sosial dan menjadikannya tempat mereka mendapatkan informasi. Maria Ressa diberi penghargaan Hadiah Nobel Perdamaian, bersama dengan jurnalis asal Rusia, Dmitry Muratov, “atas perjuangan berani mereka untuk kebebasan berekspresi di Filipina dan Rusia”. Maria Ressa mengepalai perusahaan media digital Rappler yang ia dirikan bersama tiga orang mitra pada 2012. Media tersebut tumbuh menonjol melalui pelaporan investigasi, termasuk terkait pembunuhan besar-besaran dalam kampanye polisi melawan narkoba, seperti dikutip dari laporan Reuters. Pada Agustus, pengadilan Filipina menolak kasus pencemaran nama baik terhadap Ressa, yang merupakan salah satu dari beberapa tuntutan hukum yang diajukan terhadap jurnalis yang mengatakan dia menjadi sasaran karena laporan kritis Rappler tentang Presiden Rodrigo Duterte. Nasib Ressa, salah satu dari beberapa jurnalis yang dinobatkan sebagai "Person of the Year" Majalah Time tahun 2018 karena memerangi intimidasi media, telah menimbulkan kekhawatiran internasional tentang pelecehan media di Filipina, negara yang pernah dipandang sebagai pembawa standar kebebasan pers di Asia. (ant, sws)

Wamenkeu: Penerimaan Negara Harus Ditingkatkan untuk Penuhi Kebutuhan Kelas Menengah

Jakarta, FNN - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan penerimaan negara perlu ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan kelas menengah terkait pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. “Aspirasi mereka luar biasa besar yang muncul dalam konsumsi, namun aspirasi ini perlu dibiayai oleh negara. Infrastruktur dan beberapa hal lain terkait SDM (Sumber Daya Manusia) perlu belanja dari Anggaran dan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” kata Wamenkeu Suahasil Nazara dalam Dialog Publik daring yang dipantau di Jakarta, Kamis. Menurutnya, dalam 20 tahun terakhir persentase kelas menengah meningkat dari 41 menjadi 47 persen. Persentase Kelompok menengah ke atas pun meningkat lebih tinggi lagi yakni dari tujuh menjadi 22 persen dari total penduduk Indonesia. Sementara itu, pada saat yang sama persentase kelompok miskin dan rentan miskin justru turun dari sekitar 50 persen menjadi sekitar 30 persen. “Kalau middle class naik pesat, karakteristik di perekonomian yang akan muncul, salah satunya konsumsi penduduk kelas menengah tumbuh luar biasa tinggi, makanya terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sumbangan konsumsi kita bisa 56 persen,” kata Wamenkeu. Karena itu, menurutnya, pemerintah perlu meningkatkan penerimaan negara untuk memenuhi aspirasi atau permintaan kelas menengah terhadap berbagai fasilitas publik yang mesti dibiayai oleh negara. Peningkatan penerimaan negara ini dapat dilakukan dengan membangun sistem perpajakan yang lebih adil, sehat, efektif, dan akuntabel melalui penerbitan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). “Kita berharap APBN akan memiliki basis pajak yang baik dan akan melakukan tugasnya, yaitu melakukan fungsi alokasi terutama alokasi untuk barang publik, redistribusi pendapatan, dan stabilitas perekonomian,” kata Wamenkeu Suahasil. Ia mengatakan pemerintah masih harus melakukan reformasi sektor keuangan lebih lanjut, selain reformasi fiskal dimana reformasi perpajakan termasuk di dalamnya. Reformasi ini diperlukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19. (ant, sws)

Pemerintah Tetapkan 3.103 Komcad TNI

Pemerintah telah menetapkan anggota Komponen Cadangan (Komcad) Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak 3.103 orang dari berbagai latar belakang profesi. Personel Komcad akan mendukung TNI dalam menjalankan fungsi pertahanan.

PPKM Tetap Diberlakukan Jelang Natal dan Tahun Baru

Jakarta, FNN - Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) akan tetapi dilakukan jelang libur Natal dan Tahun Baru pada akhir tahun. "PPKM akan terus dilakukan karena telah terbukti efektif dalam menekan kasus termasuk untuk menghadapi periode libur Natal dan Tahun Baru," kata Wiku dalam konferensi pers virtual yang dipantau dari Jakarta pada Kamis. Terkait pemberlakuan itu, Wiku meminta agar masyarakat untuk tetap mematuhi kebijakan pemerintah. Dia juga mengharapkan agar pemerintah daerah dapat mengawasi dan mengendalikan mobilitas warga demi mencegah peningkatan kasus. Koordinator Tim Pakar Satuan Tugas Penanganan COVID-19 itu menyampaikan bahwa belajar dari kenaikan kasus signifikan sebelumnya, peningkatan biasanya terjadi ketika ada relaksasi kebijakan pembatasan tanpa adanya modifikasi yang disesuaikan dengan karakteristik daerah. Sementara PPKM Mikro yang dilakukan serentak oleh seluruh daerah dengan penyesuaian situasi hingga tingkat RT/RW terbukti mampu menurunkan kasus hingga 134 persen selama empat belas pekan meski terjadi dibukanya kembali aktivitas masyarakat sebanyak 50 persen. "Pembelajaran ini harus dijadikan pegangan utama pada periode Natal dan Tahun Baru yang berpotensi meningkatkan kembali kasus COVID-19," katanya. Dia menegaskan bahwa kebijakan PPKM Darurat dan Level 4 membuktikan rem darurat yang diterapkan serentak di seluruh wilayah dan disesuaikan dengan kondisi daerah dapat menekan kasus secara efektif dan maksimal. Menuju periode libur di akhir tahun, dia menegaskan perlu disiapkan kebijakan didasarkan berdasarkan situasi masing-masing daerah dengan relaksasi diberlakukan 50 persen dari kapasitas, dilakukan pengawasan sampai tingkat akar rumput dan menyiapkan skenario pembatasan ketika terlihat tren kenaikan kasus signifikan. (ant, sws)

Pansel KPU-Bawaslu Mencerminkan Akal Busuk

By Asyari Usman HARI-hari ini publik memberikan perhatian besar terhadap Panitia Seleksi (pansel) yang akan memilih para komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode 2022-2027. Ada 11 orang anggota pansel. Ketuanya, Juri Ardiantoro, adalah Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP). Orang Istana tulen. Pertanyaan publik adalah: mungkinkah pansel KPU-Bawaslu ini akan memilih orang-orang yang independen? Agar penyelenggaraan pileg, pilkada, dan pilpres berjalan jujur dan adil? Rasa-rasanya tak mungkin. Hampir pasti pansel KPU dan Bawaslu tidak akan independen dari intervensi kekuasaan. Terlalu muluk mengharapkan pansel betukan Jokowi ini akan bebas. Bagaimana mungkin orang yang ditunjuk Jokowi bisa bebas dari intervensi? Bagaimana Anda bisa percaya pansel akan bebas sementara Jokowi berusaha keras mempertahankan kekuasaan dengan segala cara? Dan KPU-Bawaslu adalah dua lembaga yang krusial untuk tujuan ini. Jadi, independensi pansel hanya ada di alam hayalan. Penjelasannya sederhana. Presiden mendudukkan Juri Ardiantoro sebagai ketua pansel. Juri adalah pejabat senior di KSP. Dan KSP itu adalah dapur yang mengolah dan mengelola cara-cara untuk terus berkuasa. Yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana cara melanjutkan kekuasaan Jokowi melalui presiden berikutnya. Juri akan ikut dalam ikhtiar ini. Ada pula Wamenkumham Edward Hiariej. Mungkinkah beliau ini akan memilih orang-orang yang independen untuk posisi komisioner KPU dan Bawaslu? Dipastikan tidak. Dia akan condong memilih orang yang pro-penguasa. Tak perlu dijelaskan lagi. Bagaimana dengan Prof Hamdi Muluk? Pakar psikologi politik UI ini punya rekam jejak membela penguasa. Dia membela habis tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menyingkirkan para penyidik non-kompromi di KPK. Akankah Hamdi berani memilih orang independen menjadi komisioner KPU-Bawaslu? Sekadar bermimpin boleh saja. Terus ada Poengky Indarty dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Peongky terkenal membela Polri dalam banyak kesempatan. Dia memang berlatar belakang aktivis HAM. Tetapi, setelah masuk ke Kompolnas dia mengalami perubahan drastis. Anda harapkan dia memilih figur netral duduk di KPU dan Bawaslu? Berarti Anda tak paham sepak-terjang Kompolnas. Singkat kata, pansel tidak kredibel. Ketuanya orang Istana. Dan para anggotanya juga dijamin sudah diseleksi agar sesuai dengan keinginan penguasa. Para penguasa itu adalah oligarki politik yang berkolaborasi dengan oligarki bisnis. Dua oligarki inilah yang sekarang menghancurkan Indonesia. Mereka inilah yang berkomplot menguras kekayaan rakyat untuk kepentingan pribadi-pribadi mereka. Mereka 100% bermental korup dan bermoral setan. Anda wajar khawatir bahwa pansel KPU dan Bawaslu akan mewakili kepentingan kedua oligarki. Pansel akan memilih orang-orang yang bisa diatur oleh oligarki. Arahnya sudah bisa dibaca. Kedua oligarki itu memerlukan KPU dan Bawaslu yang diisi oleh orang-orang yang lihai dan siap melakukan manipulasi elektoral secara halus maupun kasar. Terutama dalam pemilihan presiden (pilpres). Mereka paham bahwa KPU dan Bawaslu memegang kunci penting untuk tetap menggenggam Istana lewat pilpres 2024. Karena itu, pansel kedua lembaga ini adalah titik awalnya. Memilih personel pansel yang akan memilih komisioner KPU dan Bawaslu adalah salah satu langkah yang akan menyempurnakan kehendak oligarki politik dan oligarki bisnis. Juri Ardiantoro tak mungkin mewakili saya dan Anda yang menginginkan Indonesia yang lebih baik. Dia selama ini tenggelam dalam genangan “akal busuk”. Karena itu, pansel ini akan mencerminkan “akal busuk” itu.[] (Penulis wartawan senior FNN)

Hadapi Ancaman Kebangkrutan, Anis Matta: Indonesia Butuh Revolusi Ekonomi

Jakarta, FNN - Indonesia saat ini membutuhkan reformasi ekonomi berskala besar yang sistemik dalam struktur perekonomian sekarang. Revolusi ekonomi tersebut, diperlukan untuk menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan dunia usaha dan kebangkrutan negara. "Tampaknya kita sepakat bahwa kondisi pandemi Covid-19, bukan sekadar masalah ancaman kebangkrutan dunia usaha, bahkan bisa menjadi ancaman kebangkrutan negara," kata Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Anis Matta dalam diskusi Gelora Talk bertajuk 'Covid-19 dan Ancaman Kebangkrutan Dunia Usaha', di Jakarta Rabu (13/10/2021) . Diskusi yang disiarkan secara live di Channel YouTube Gelora TV tersebut, dihadiri pengamat ekonomi Faisal Basri dan juga Bob Azam Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Menurut Anis Matta, Indonesia butuh ekonomi yang berorientasi pada perubahan iklim, perubahan sosial, transformasi teknologi dan faktor geopolitik seperti konsep ekonomi 'Geloranomics' yang tengah dikembangkan di Partai Gelora. Anis Matta menilai angka pengangguran pada usia muda (milenal dan generasi Z) yang sudah mencapai 18 persen, bisa menjadi satu pertanda awal mula terjadinya revolusi pergerakan sosial yang besar. "Karena apa, yang tadinya saya tulis kelompok usia muda sebagai bonus demografi, sekarang tiba-tiba menjadi bencana demografi. Ini fakta dan terjadi secara nyata," katanya. Partai Gelora, lanjutnya, tidak hanya sekedar mengkritik pemerintah, tapi lebih kepada membongkar fakta. Sehingga nantinya didapatkan suatu stimulan untuk memikirkan arah ekonomi baru bagi Indonesia. "Kita ingin membantu masyarakat untuk mengetahui, apa yang menjadi problema substansial dan membuka perbincangan hari-hari menjadi lebih berkualitas. Ini bisa menjadi konsumsi publik karena menyentuh kehidupan kita secara nyata," ujarnya. Anis Matta menambahkan pandemi Covid-19 saat ini menjadi 'trigger' yang bisa memecahkan 'bisul' permasalahan perekonomian Indonesia, yang selama ini menjadi masalah. Indonesia, kata Anis Matta, sedang menunggu datangnya gelombang ketiga dan keempat Covid-19, yang saat ini sudah terjadi di Amerika, Eropa, Rusia dan Turki. Sebab, krisis sekarang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir, meski trennya mengalami penurunan saat ini. "Setiap hari kita lihat begitu banyak tumbangnya perusahaan dan berdampak pada PHK pada dunia usaha kita. Hal ini bisa menjadi ancaman kebangkrutan dunia usaha, bahkan ancaman kebangkrutan negara," ujarnya. Pengamat ekonomi Faisal Basri meminta pemerintah segera mengambil langkah luar bisa dalam menghadapi ancaman kebangkrutan ekonomi saat ini, yang sudah memukul dunia usaha dan membuat APBN defisit cukup dalam. "Jadi negara-negara yang survive (bertahan) adalah negara-negara yang mengandalkan perdagangan intra-industri merupakan bagian dari global supply chain," kata Faisal Basri. Ia menilai dunia usaha lebih mampu bertahan dari ancaman kebangkrutan, dbandingkan dengan negara. Dunia usaha akan cepat beradaptasi dengan krisis, sementara negara cenderung membutuhkan waktu yang lama untuk beradaptasi dan kondisi keuangan negara bisa terkuras habis. "Kebangkrutan itu bisa sebelum 2024, pemerintah ini sudah bangkrut. Saya berharap Pak Jokowi (Joko Widodo) segera sadar bahwa keuangan negara sedang di bawah ancaman dan perlu langkah taktis untuk menyelamatkan itu," ujar ekonom senior ini. Sementara itu Wakil Ketua Apindo Bob Azam mengatakan, pandemi Covid-19 telah mengakibatkan 50% dari 30 juta UMKM terancam bangkrut. Disamping itu, ada juga perusahaan-perusahaan yang masih dalam periode bertahan dan bisa menghadapi situasi pandemi, serta ada perusahaan yang dalam masa recovery. Namun, dia mengungkapkan, ada lebih dari 1.000 perusahaan yang telah mengajukan diri ke Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Perusahaan itu menghadapi ancaman kebangkrutan juga. "1.000 lebih perusahaan yang mengajukan diri ke PKPU menghadapi isu kebangkrutan. Dan pandemi ini belum tentu akan selesai karena masih ada ancaman varian baru dan perubahan-perubahan di dunia usaha," pungkasnya. (mth)

Penyesatan Logika (Logical Fallacy)

BANGSA ini dijajah, ditindas, dijarah, didzolimi, ratusan tahun oleh bangsa Eropah (Portugis-Spanyol- Belanda-Inggris) dan Jepang. Tapi, narasi yang dibangun saat ini adalah narasi kebencian terhadap bangsa Arab. Yang merusak dan menghancurkan negeri kita hari ini adalah ; budaya korupsi, konsumsi narkoba, gaya hidup materialistik dan hedonis, perampokan sumber kekayaan alam negara oleh elit oligharki, sex bebas, dan LGBT. Namun di spanduk beberapa seminar, upacara, sekolah, yang dianggap ancaman adalah ; Radikalisme, Intoleransi, Politik identitas. Oknum dan kelompok yang banyak merusak dan menghancurkan bangsa ini hingga banyak masyarakat yang miskin dan bodoh adalah : Politisi partai politik, aparat negara, cukong, dan pejabat. Tapi yang diprovokasi untuk dimusuhi seolah jadi musuh negara adalah ; Ulama, Kiyai, Habaib, Aktifis dan Pejuang Demokrasi. Yang secara fakta dan sejarah kelompok yang berkhianat, membunuhi rakyat dan mau mengganti Pancasila adalah ; PKI di zaman Soekarno, dan RUU HIP diusulkan PDIP di zaman Jokowi. Tapi yang selalu dituduh anti Pancasila dan dibubarkan ormasnya adalah ; FPI dan HTI. Yang selalu bohong, tidak menepati janji, membuat hutang dan perjanjian investasi merugikan negara hari ini adalah rezim penguasa. Tetapi yang dipenjarakan adalah para pejuang yang mengkritik dan mengingatkan untuk perbaikan. Demikianlah potret buram bangsa kita hari ini. Telah terjadi upaya penggeseran nilai moralitas dan nilai-nilai kebaikan menjadi terbalik. Nilai moralitas dan nilai-nilai kebaikan yang baik, disulap menjadi kata-kata yang menakutkan. Nilai kehidupan yang membawa dampak kerusakan dan maksiat, dipoles seolah menjadi nilai kebaikan atas nama moderenisasi dan kemajuan. Radikalisme (taat kepada ajaran agama yang mengakar), Intoleransi (ke-istiqomahan atas nilai moral individual), Politik identitas (Nilai kodrati dan fitrah atas keberagaman), disulap jadi kata-kata yang sangat buruk menakutkan. Padahal, Indonesia ini tidak akan merdeka kalau tidak ada radikalisme terhadap agama dan keyakinan sehingga lahirlah semangat perlawanan berbasis nilai spritualitas yang tinggi. Padahal sikap intoleransi ini adalah benteng manusia secara individu atas nilai-nilai yang merusak nilai dan moralitas yang sudah ada hidup dan berkembang sesuai kearifan lokal nusantara. Namun intoleransi saat ini, menjadi alat “pemukul” kepada mereka yang tidak mau ikut dan tunduk pada nilai nilai kehidupan liberal dan sekulerisme. Sambil, melemahkan dominasi kelompok mayoritas agar tunduk dan takluk pada minoritas. Padahal politik identitas untuk kondisi keberagaman nusantara adalah karakter dasar yang harus dijaga, agar tidak larut dalam budaya budaya global yang merusak jati diri anak bangsa. Sehingga bangsa Indonesia tetap berkarakter Indonesia berjati diri nusantara yang religius. Begitu juga dengan isu “War on terror”, dimana di Barat isu ini sudah tak laku lagi dan basi. Karena barat khususnya Amerika sudah sadar dan kecolongan, ketika mereka sibuk tiga dasa warsa memerangi kelompok Islam di timur tengah, di satu sisi China bangkit sebagai negara naga raksasa baru dunia. Malah hari ini China negara komunis adi daya hari ini, sudah berani terang terangan menantang hegemoni Amerika dan sekutunya. Namun di Indonesia, aparat dan penguasanya semakin serius menjadikan isu terorisme untuk menghabisi kelompok Islam yang mayoritas di Indonesia. Islam berhasil mereka balik menjadi ancaman dan musuh negara berbasis Fasisme-Feodalistik. Yaitu ; Mengadu domba sesama ummat Islam, ummat Islam dengan kelompok non-muslim radikal, Islam Vs Syiah, Islam Vs Kelompok Sekuler/Liberal, dan Islam Vs musuh abadinya Neo-Komunis. Kelompok Islam yang tak mau tunduk akan di cap radikal, intoleran, ujungnya diteroriskan agar punya legitimasi untuk dihabisi. Tapi kelompok Islam yang manut, patuh, meskipun tolol dan idiot akan diberikan fasilitas kekuasaan dan jabatan. Sempurna sudah kelompok Islam yang taat (fundamental) dikeroyok kekuasaan dan antek-antek peliharaannya. Kondisi sosial hari ini kalau kita tanyakan kepada para tokoh sepuh dan orang tua memang sangat mirip sekali dengan suasana sosial politik ketika PKI berkuasa pada tahun 1960an di bawah kekuasaan rezim orde lama Soekarno. Ummat Islam dibuat gerah dan tidak nyaman hidup di negeri ini. Kriminalisasi, persekusi, penistaan, hingga pembunuhan sadis dialami ummat Islam saat itu. Ulama dan tokohnya dipenjarakan. Ajaran Islam dinistakan. Ormas pelindung ummat Islam yang idealis dibubarkan. Tapi sebaliknya para pembenci Islam dipelihara dan diback-up kekuasaan. Lalu apa bedanya dengan hari ini ??? Itulah yang disebut dengan perang asymetris berbasis ideologi. Menggunakan methode logical fallacie dalam hal mencuci otak masyarakatnya agar menjadi terbalik. Agar mudah disusupi, diracun pikirannya, dan kemudian dikuasai kehidupannya. Sebagai mana strategi komunis dalam menguasai sebuah negara yaitu ; Miskinkan, bodohi, pecah belah, hancurkan, kuasai, dan teror. Awalnya mereka akan angkat isu menjunjung tinggi nilai keberagaman agar tidak terjadi hegemoni kelompok mayoritas. Setelah itu masing kelompok yang beragam ini mereka pertentangkan dan ado domba hingga berpecah belah dan saling cakar. Kemudian baru mereka masuk dan kuasai sambil mengatakan agama sebagai sumber masalah yang melahirkan keberagaman, maka solusinya tinggalkan agama dan hidup jauh dari nilai agama yang dianggap sebagai racun dan candu. Awalnya sejalan dengan ideologi sekuler dan liberal yaitu memisahkan kehidupan dari agama dan hidup bebas dari nilai agama yang doktrin. Namun puncaknya adalah ; Mereka hidup tanpa agama, anti terhadap agama, dan tunduk hanya pada penguasa tunggal atas nama negara. Itulah puncak dari ideologi komunisme itu. Jadi sudah jelas bukan ?? Siapa musuh sejati bangsa kita hari ini ?? Jawabannya adalah kelompok Neo-Komunis yang disponsori negara super power baru China. China hari ini di bawah kepemimpinan Xi Jin Ping, akan menjadikan instrumen ideologi komunisme sebagai sarana mewujudkan impiannya menguasai dunia. Dan Indonesia adalah salah satu target utamanya. Menggunakan sentimen dendam para anak PKI yang gagal dua kali kudeta, memanfaatkan sentimen kebencian kelompok minoritas non-muslim radikal, memanfaatkan sentimen penganut Syiah dan kelompok Liberal untuk jadi ujung tombak proxy China untuk “soft-aneksasi” Indonesia menjadi Indochina 2030. Jawabannya sekarang ada pada seluruh rakyat Indonesia. Musuh sudah jelas di depan mata. Masih mau ditipu daya dan dibodohi? Masih jadi pengecut? Atau bangkit bersama melawan? Alias bangkit atau punah? Biarkan waktu yang menjawabnya. Wallahualam.

Piting, Banting, dan Gonjang-Ganjing

By M Rizal Fadillah Ini adalah peristiwa aksi unjuk rasa mahasiswa di depan Kantor Pemkab Tangerang berkaitan dengan HUT Kabupaten Tangerang ke 389. Para mahasiswa ingin menyampaikan aspirasi kepada Bupati Kabupaten Tangerang namun dihadang aparat Kepolisian sehingga terjadi kericuhan. Seorang mahasiswa Muhammad Faris Amrullah (21) mendapat perlakuan kasar petugas dengan dipiting, diangkat, dan dibanting. Pingsan dan mengalami kejang-kejang. Kemudian menjadi gonjang-ganjing dalam pemberitaan. Tuntutan publik agar anggota Kepolisian Polresta Tangerang pelaku kekerasan dikenakan sanksi terus bergulir baik sanksi administratif maupun pidana. Propam menjalankan Pemeriksaan. Kapolresta Tangerang maupun Kapolda Banten telah meminta maaf kepada korban dan keluarga. Gonjang-ganjing belum berhenti. Video kejadian tetap viral di media sosial. Aksi kekerasan penanganan aksi unjuk rasa bukan pertama, tetapi berulang, bahkan pengunjuk rasa yang tewas maupun teraniaya telah terjadi di berbagai tempat. Kasus penanganan aksi unjuk rasa di depan kantor Bawaslu 21-22 Mei 2019 yang menewaskan 9 pengunjuk rasa belum tuntas pengusutan apalagi pemberian sanksi. Kepolisian kini sedang mendapat sorotan masyarakat. Di samping konsep "democratic policing" yang dinilai telah membawa Kepolisian merambah kemana-mana (multi fungsi) termasuk ke ruang politik, juga pada penegakan hukum yang banyak menuai kritik. Penggunaan UU ITE sangat diskriminatif dan bernuansa politis. Tugas Kepolisian dirasakan memiliki garis demarkasi yang tipis antara alat negara dengan alat pemerintahan atau alat kepentingan politik penguasa. Keterlibatan Brimob menjadi titik krusial Kepolisian dalam menangani unjuk rasa. Polisi "bersenjata dan berpostur tentara" ini sering menjadi warna berbeda dengan wajah "sipil atau kemasyarakatan" Polisi. Babinsa di Sulut baru baru ini "dipiting" juga oleh Brimob. Mengingat postur seperti ini wajar jika di masyarakat muncul gagasan agar Brimob ini sebaiknya dilebur saja ke dalam TNI. Apapun itu, nampaknya perlu evaluasi mendasar atas fungsi dan peran Kepolisian dalam sistem ketatanegaraan kita, termasuk kaji ulang Kapolri yang berkedudukan langsung di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. Apalagi ternyata praktek politik kenegaraan nyatanya lebih bersifat oligarkhi ketimbang demokrasi. *) Pemerhati Politik dan Pemerintahan