ALL CATEGORY

Pengamanan Ibadah Dilakukan TNI dan Polri di Gereja Kota Malang

Malang, FNN - Personel gabungan TNI dan Polri melakukan pengamanan pada sejumlah gereja di Kota Malang, Jawa Timur, dalam rangka ibadah peringatan wafatnya Yesus Kristus, Jumat Agung, Jumat, hingga perayaan Paskah pada Minggu (9/4).Kapolresta Malang Kota Kombes Pol. Budi Hermanto di Kota Malang, Jawa Timur, Jumat, mengatakan pengamanan tersebut juga sebagai bentuk toleransi antarumat beragama di Kota Malang.\"Pengamanan yang kami laksanakan ini bukan hanya karena tugas semata, namun juga merupakan bagian dari wujud toleransi kita dalam beragama,\" kata Buher, sapaan akrab Budi Hermanto.Dia menjelaskan aparat Polri dan TNI memastikan umat yang melaksanakan ibadah Jumat Agung dan Paskah dapat menjalankan ibadah dengan merasa aman dan nyaman, tanpa ada gangguan keamanan dan ketertiban.Menurutnya, pengamanan pada sejumlah gereja di Kota Malang sudah dilakukan sejak Kamis malam (6/4) dan akan dilaksanakan hingga Minggu Paskah.\"Kami berusaha memastikan agar saudara-saudara kita menjalankan ibadahnya dengan rasa aman dan nyaman,\" tambahnya.Sejumlah gereja yang mendapatkan pengamanan dari Polresta Malang Kota, di antaranya adalah Gereja Hati Kudus Yesus di Jalan MGR Sugiyopranoto dan Gereja Kristen Jawi Wetan Jl. Janti Barat, Kota Malang.\"Seluruh personel Polresta Malang Kota yang bertugas dalam pengamanan ibadah di setiap gereja, juga dibantu oleh anggota dari jajaran TNI,\" katanya.Dalam kesempatan itu, salah satu jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan, Debora, mengatakan bahwa ia merasa bersyukur bisa kembali melakukan ibadah di gereja setelah sebelumnya beribadah daring akibat pandemi COVID-19.Dia juga mengapresiasi Polri dan TNI yang memberikan pengamanan bagi jemaat saat melakukan ibadah. Dia juga berharap perayaan Paskah dapat memberikan kedamaian.\"Puji Tuhan, kami bersyukur karena setelah pandemi berlalu akhirnya kami semua dapat merasakan ibadah bersama di gereja menyambut Paskah,\" ujar Debora.Pengamanan yang dilakukan oleh personel Polresta Malang Kota akan berlangsung hingga perayaan Paskah pada Minggu (9/4). Polresta Malang Kota juga melibatkan Unit K9 untuk melakukan sterilisasi gereja dan memastikan pelaksanaan ibadah berjalan aman dan lancar.(ida/ANTARA)

Pembobolan Mobil Wartawan di Bandung Diusut Polisi

Bandung, FNN - Satreskrim Polrestabes Bandung, Jawa Barat, menyelidiki kasus pembobolan mobil milik seorang wartawan hingga menyebabkan barang-barang yang berada di dalam mobil tersebut hilang.Kapolrestabes Bandung Kombes Pol. Budi Sartono memastikan pihaknya akan mengungkap pelaku pembobolan yang terjadi pada Kamis (6/4) sekitar pukul 20.00 WIB di Jalan Purnawarman, Kota Bandung, Jawa Barat.\"Tetap akan kami ungkap. Insyaallah kami laksanakan olah TKP (tempat kejadian perkara) dengan baik,\" kata Budi di Bandung, Jawa Barat, Jumat.Polrestabes Bandung akan membentuk tim khusus dalam penyelidikan kasus tersebut. Untuk itu, dia meminta waktu dalam proses penyelidikan itu hingga pihaknya bisa membekuk pelaku.\"Kami memeriksa saksi-saksi, sehingga dalam waktu dekat bisa kami ungkap,\" imbuhnya.Seorang wartawan yang menjadi korban pembobolan mobil disertai pencurian itu bernama Machradin Wahyudi Ritonga, yang akrab disapa Yudi. Dia bekerja di salah satu media nasional dengan kantor biro di Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung.Yudi mengaku saat kejadian sedang berkunjung ke restoran untuk menyantap makan malam setelah berbuka puasa. Menurutnya, mobilnya terparkir sekitar 50 meter dari restoran yang berada di Jalan Purnawarman itu.\"Waktu itu banyak juga mobil yang parkir di pinggir jalan,\" kata Yudi.Setelah sekitar satu jam berada di restoran, Yudi pun hendak pulang pada pukul 21.00 WIB. Namun, saat itu, ia mendapati kondisi kaca mobilnya di bagian kursi supir telah pecah atau dibobol.\"Barang yang hilang itu satu tas ransel berwarna hitam, di dalamnya berisi satu unit laptop, satu unit kamera, kartu pers, STNK sepeda motor, dan SIM C,\" ujar Yudi.(ida/ANTARA)

KKB Kelompok Numbuk Telenggen Ditangkap Tim Gabungan TNI-Polri di Puncak

Jayapura,FNN - Tim gabungan TNI-Polri menangkap Biasa alias Yamison Murib, anggota KKB yang menjadi anak buah Numbuk Telenggen kampung Wako, Distrik Gome, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Kaops Damai Cartenz Kombes Faizal Rahmadani di Jayapura, Jumat, mengatakan Yamison Murib ditangkap Rabu (5/4) setelah anggota mendapat informasi terkait keberadaannya.  Saat ini tersangka yang diduga terlibat sejumlah aksi kekerasan yang dilakukan KKB ditahan di Polres Puncak.  \"Yamison Murib merupakan anak buah dari pimpinan KKB Puncak, Numbuk Telenggen dan Pilanus Walker yang terlibat dalam beberapa aksi hingga menimbulkan korban jiwa baik masyarakat maupun anggota TNI-Polri, \" jelas Kombes Faizal yang juga menjabat sebagai Dir Krimum Polda Papua.  Kombes Faizal menjelaskan Yamison Murib terlibat dalam aksi penembakan terhadap tukang ojek ojek yaitu Udin tanggal 14 April 2021 di Kampung Eromaga, Distrik Omukia, dengan LP / 10 / IV / 2021 / Papua / Res Puncak Tgl 15 April 2021, pembakaran tower BTS tanggal 3 Januari 2021, pembakaran helikopter UP MI815 milik PT. Ersa di Bandara Aminggaru tanggal 11 April 2021 dengan LP / 11 / IV / 2021 / I / Papua / Res Puncak tanggal 15 April 2021.  \"Kemudian penembakan terhadap anggota Ops Nemangkawi di Kampung Olenki, tanggal 27 April 2021 lalu,\" kata Faizal.(ida/ANTARA)

Ramadhan Momentum Meningkatkan Kualitas Iman dan Toleransi

Jakarta, FNN - Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Darud Dakwah Wal Irsyad (PB DDI) Suaib Tahir menilai Ramadhan menjadi momentum bagi umat Islam untuk meningkatkan kualitas iman, toleransi, dan mengamalkan nilai-nilai dalam Al Qur\'an.\"Karena apa pun yang kita kerjakan di bulan suci ini memiliki pahala yang sangat besar. Bulan Ramadhan merupakan kesempatan yang paling baik bagi setiap orang untuk melakukan perbaikan yang semestinya dilakukan,\" kata Suaib dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.Menurut dosen pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Quran (PTIQ) Jakarta itu, meningkatkan kualitas iman di bulan Ramadhan dapat dilakukan dengan meninggalkan kebiasaan tidak baik.Dia mencontohkan apabila suka menggunjing, menceritakan keburukan teman, malas bekerja, kikir, tidak suka bersedekah, dan sifat buruk lainnya; maka sebaiknya di bulan Ramadhan mulai belajar untuk meninggalkan semua itu.Suaib juga menilai perlu peningkatan kedewasaan bersikap sebagai Muslim di bulan Ramadhan, misalnya berpikir positif ketika melihat orang tidak berpuasa di bulan Ramadhan.Menurut dia, jangan karena melihat orang tidak berpuasa, lalu dengan mudah memvonis sebagai kafir, pembangkang, dan sebagainya; karena situasi orang berbeda-beda.\"Permasalahan akan muncul kalau kita selalu mempersamakan diri kita dengan orang lain. Hal itu yang banyak terjadi sehingga menimbulkan ketidakrukunan yang tidak diinginkan dalam agama,\" jelasnya.Dia berharap umat Islam dapat memanfaatkan bulan Ramadhan untuk meningkatkan kualitas keimanan. Menurut dia, peningkatan kualitas keimanan seorang hamba akan terlihat dari semakin baiknya hubungannya dengan Tuhan dan sesama manusia.\"Setidaknya, setiap bulan suci Ramadhan itu ada perubahan signifikan di dalam diri kita, misalnya setelah Ramadhan ini kita sudah terbiasa tidak meninggalkan salat dan terbiasa bersedekah,\" ujar Suaib.(ida/ANTARA)

Politik Rondo Ucul di Era Demokrasi Lontong Sayur

Oleh Chris Komari - Activist Democracy Activist Forum Tanah Air (FTA). PARTAI politik di zaman sekarang beda dengan partai politik zaman dulu. Para pendiri partai politik zaman dulu sangat idealistik, memiliki gagasan besar dan memiliki rasa nasionalis yang tinggi. Bung Karno dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) membawa ide kebangsaan. Bung Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri (PM) Indonesia pertama dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) adalah arsitek di balik kemerdekaan Indonesia. Pak Natsir dengan Partai Masyumi dengan mosi integral demi menyatukan 16 negara bagian, dari sistem negara Federal Republic United States of Indonesia (USI) atau yang dikenal dengan Negara Indonesia Serikat (RIS) menjadi NKRI. Coba lihat partai politik sekarang, orientasinya politik rondo ucul. (Rondo: rumongso ora nyekel duit okeh). Demokrasinya lontong sayur. Kerjaannya cari mahar, kegiatannya serangan fajar dan kampanyenya ngibuli publik dengan baliho. Para ketua partai politik, mendirikan partai  politik dan terjun ke dunia politik bukan untuk menyalurkan ide, gagasan dan ideology partai, akan tetapi mayoritas lebih untuk mencari harta, tahta dan rondo. Ketika musim pemilu datang, mereka berharap bisa menjual Rondo politik untuk mendapatkan mahar, supaya tidak  mengeluarkan banyak duit untuk membiayai Pemilu. Kalau bisa justru mencari keuntungan besar di musim Pemilu dengan menjual dukungan partai untuk mendapatkan mahar politik sebesar-besarnya. Ketika tidak ada yang mau membayar mahar politik, mereka ramai-ramai bikin koalisi supaya biaya politik ditanggung bersama dan kalau berhasil menang Pemilu kue kekuasaanya juga dibagi rata. Itulah politik rondo ucul di era demokrasi lontong sayur. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) itu koalisi yang terus mencari capres semenjak dibentuk, tetapi tidak ada capres yang mampu membawa dana Pilpres dan popularitas. Sehingga KIB sebagai koalisi harus berkoalisi dengan koalisi lainnya. PDI-P juga sama, tidak punya Capres sendiri yang populer dan juga minim dana Pilpres. Mau tidak mau, PDIP harus bergabung dengan koalisi yang ada.  Pilihannya hanya dua, pertama bergabung dengan Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP), tetapi harus berhadapan dengan Nasdem dan Partai Demokrat. Kedua, bergabung dengan KIB plus KIR (Koalisi Indonesia Raya) tetapi harus berhadapan lagi dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP) dan Jokowi serta pendukungnya. Sebenarnya PDI-P masih bisa menjadi single partai untuk mengusung Capres sendiri, atau bisa berkoalisi dengan KIB. Setelah itu tinggal mencari urusan dana Pilpres yang tidak sedikit.  Kendala dana Pilpres 2024 inilah yang membuat koalisi partai politik harus berkoalisi lagi koalisi lainnya. 4). KPP dan KIB plus KIR juga masih membutuhkan partner bohir bohir politik untuk membiayai Pilpres 2024. Potensi Anies Rasyid Baswedan (ARB) menjadi tersangka korupsi oleh KPK masih sangat besar. Petinggi KPK masih ngotot ingin menjadikan ARB tersangka. Kekuataan besar dibalik KPK akan terus mencari jalan untuk menggagalkan ARB maju menjadi Capres 2024. PD juga diobok-obok terus oleh Moeldoko dan kemungkinan besar, Anas Urbaningrum setelah keluar dari penjara. Kemungkinan 1 partai koalisi ditawarin Rp5 trilliun hingga Rp10 trilliun di hari akhir batas pendaftaran Pilpres supaya koalisi KPP bubar, juga masih possibility, bahkan probability. Semua kondisi politik di atas, tidak ada yang menguntungkan rakyat. Selama rakyat masih figure-oriented dan partai politik oriented, tidak akan mendapatkan keuntungan politik dan ekonomi dari Pemilu. Untung di era demokrasi lontong sayur sekarang ini ada FTA (Forum Tanah Air), bukan Forum Tempe Anget.  FTA tidak berorientasi pada figur seorang Capres atau politisi. FTA juga tidak berorientasi pada partai politik. FTA berorientasi pada isu, pada masalah-masalah besar, kritikal dan krusial bagi kehidupan rakyat. Politik yang terbaik bagi rakyat luas adalah menjadi \"intelligence voters\" tidak menjadi figure-oriented dan juga tidak menjadi partai politik oriented. Rakyat tetap issue-oriented dan tidak memberikan suara (vote) secara gratis kepada capres  Tidak semua yang kita lihat itu benar, tidak semua yang kita dengar itu benar, karena mata dan telinga itu tidak bisa dipercaya 100%. When we expect nothing at all from the world, that is when the world reveals it\'s deep secrets. (Ketika kita tidak membutuhkan apa-apa dari kehidupan dunia ini, maka pada saat itulah dunia mulai membuka tirai-tirai rahasianya pada diri kita).  Selamat menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan, semoga berkah, banyak rejeki, lancar puasanya dan dimudahkan semua urusan di dunia. (*)

Tantangan Anies Baswedan Sebagai Pemimpin Peradaban

Meskipun  intim dengan pelbagai isu, intrik dan fitnah yang menyerangnya. Anies Baswedan tetap memuliakan ahlak. Bahkan betapapun kini dengan upaya kriminalisasi oleh rezim kekuasaan. Capres yang didukung rakyat itu mampu menjadikan penderitaannya sebagai kekuatannya.  Terutama saat  bersiap menghadapi transisi pemerintahan sebagai pemimpin peradaban. Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  REPUBLIK Indonesia kini tak sebesar nama dan kesannya. Kisah-kisah patriotisme dan nasionalisme yang pernah menyelimutinya  semakin pudar dimakan zaman. Sejarah dan empiris perjuangannya, cukup hanya bisa  dikenang, kehebatannya tak berlanjut dan masa kelamnya justru terus berulang. Pemberontakan demi pemberontakan, penghianatan demi penghianatan  dan kedzoliman demi kedzoliman terus berlangsung tiada henti. Bumi nusantara penuh sesak oleh manusia ambigu seperti  keledai-keledai dungu, layaknya penegasan kata pepatah. Dua periode kepemimpinan nasional terakhir terus membawa negara ke jurang kehancuran. Ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum, pertahanan dan keamanan  mengalami degradasi dan keterpurukan yang dalam. NKRI yang mengusung Pancasila dan UUD 1945 semakin tak dihargai oleh bangsanya sendiri,  seiring itu terus direndahkan dan dilecehkan oleh bangsa asing. Saat Bung Karno pernah mengatakan ada negara yang menjadi korban eksploitasi manusia atas manusia dan eksploitasi bangsa atas bangsa. Maka sesungguhnya, Bung Karno sedang menunjuk kepada negara dan bangsanya sendiri, yang ia ikut bersusah psyah berjuang melahirkannya.  Ada beberapa catatan penting, negara Indonesia bisa dibilang tak pernah lepas dari penjajahan baik sebelum kemerdekaan maupun setelah kemerdekaannya. Setidaknya setelah hampir 78 tahun hidup di alam kemerdekaan, Indonesia tidak pernah memiliki kedaulatan yang sesungguhnya atas negerinya sendiri. Berkiblat pada kapitalisme dan komunisme global, hampir semua pemimpin formal Indonesia menjalankan republik sebagai kacung internasional. Membiarkan kekayaan alam berlimpah dan potensi sumber daya manusianya tak bisa bisa dimanfaatkan untuk mewujudkan  kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya. Sistem dan orang telah menyatu membuat distorsi penyelenggaraan negara. Pemerintahan bukan menghasilkan negara kesejahteraan, melainkan hanya negara angkara murka penuh bencana. Berikut ini beberapa fakta dan kondisi obyektif yang menyebabkan NKRI sulit mewujudkan Pancasila dan UUD 1945 dalam praktik keseharian berbangsa dan bernegara. Begitupun dengan pelaksanaan kehidupan keagamaan yang seharusnya mampu menghadirkan kedamaian dan kemuliaan dalam peradaban manusia khususnya di Indonesia. Agama dikucilkan, kemunafikan seolah-olah mengagumkan. Memang miris dan sangat memprihatinkan realitas negeri, seperti ulasan berikut. 1. Pengaruh sekulerisasi dan liberalisasi.  Tak pernah bisa lepas dari pergaulan internasional, Indonesia perlahan tapi pasti meninggalkan akar budayanya sendiri. Konsep pembangunan bangsa yang dipikul dan terpikul natur terabaikan. Developmentalisme angkuh meminggirkan humanisme.   Cita-cita modernisasi hanya mengangkat kehidupan sekelompok manusia tertentu namun merendahkan kelompok manusia yang lainnya. Kapitalisme dan komunisme tak lebih dari sekedar penyebab terjadinya pertentangan kelas dan membunuh kesetaraan, jauh dari kebaikan dan kebenaran. Dominasi dan hegemoni paham materialistik dan anti Tuhan itu juga membuat bangsa Indonesia tercerabut dari kehidupan religi yang sejatinya menjadi fundamental jatidirinya.  2. Kegagalan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Akibat distorsi penyelenggaraan negara baik secara sistem dan person,  membuat sebagian besar rakyat Indonesia menjadi manusia yang individualis, egois dan materialisik. Tidak adanya keseimbangan antara kesadaran ideal spiritual dan kesadaran rasional material, membuat banyak orang mengidolakan harta dan jabatan. Kehormatan, martabat dan harga diri tak laku, sepi peminatnya. Mencapai tujuan dengan segala cara, hanya mengembangbiakan manusia-manusia yang menjadi predator dan karnivora bagi sesamanya. Saling memangsa, memanfaatkan orang lain demi kepuasan, kebahagiaan dan keselamatannya sendiri. Tak peduli pada kemiskinan dan penderitaan orang lain. 3. Telah terjadi kerusuhan dan perang sosial yang masif. Di negeri yang agama hanya menjadi wacana, sementara keduniawian menjadi segalanya. Maka mental dan karakter yang terbentuk pada rakyatnya, hanya menjadikan manusia sebagai hewan yang paling buas. Ketika kejahatan ditempatkan sebagai pemimpin dalam negara dan masyarakat, kehidupan negara akan selalu dipenuhi tradisi korupsi berjamaah, berbangga pada penghianatan dan saling membunuh sesama anak bangsa. Agama dinista ulama dihina, sementara pendusta dijadikan terhormat dan dipuja. Negara telah menjadi paripurna sebagai pusat prahara dan durjana. Dengan situasi dan kondisi yang sedemikian rupa, menjelang transisi kekuasaan dan bergantinya kepemimpinan nasional.    Maka figur Anies yang menguat sebagai capres pada pilpres 2024, diharapkan  membawa harapan perubahan yang mampu menuntun Indonesia sebagaimana keingin para \"the founding parents\" dan cita-cita proklamasi kemerdekaan.. Tak cukup hanya kapabilitas dan integritas, Anies yang dikenal sebagai pemimpin cerdas, santun dan berwibawa juga mengandalkan kesolehan sosial yang lekat menempel pada dirinya. Indonesia yang telah amburadul dan berantakan, menjadi tantangan buat manusia sekaligus  pemimpin semacam Anies. Rekonstruksi Indonesia mutlak dilaksanakan. Meminjam istilah Bung Karno menjebol dan membangun, seperti itulah revolusi dibutukan untuk  negara yang telah bobrok karena nekolim dan ulah segelintir bangsanya. Bukan cuma prestasi dan penghargaan yang mutlak ysng menjadikan pemimpin itu baik dan amanah.  Bukan pula performans apalagi sekedar tampang dan mulut-mulut berliur manis penuh janji. Tapi yang pertama dan utama adalah pada kekuatan ahlak yang menjadikan seorang pemimpin itu membawa suatu negara bangsa dekat pada kemaslahatan. Kemuliaan ahlak yang bisa memimpin untuk mencapai kemaslahatan. Tak ubahnya seorang Anies Baswedan yang akan menerima tantangan sebagai  pemimpin peradaban bagi Indonesia yang lebih baik. Wallahu a\'lam bishawab. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan. Bekasi Kota Patriot. 07 April 2023/16 Ramadhan 1444 H.

Waduh Pemkot Bandung Dikencingi Indomaret

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  ADA 3 (tiga) stiker besar ditempel di gedung Indomaret Jl. Cihampelas 149 Bandung. Para pejabat dan petugas \"penyegelan\" berfoto bersama mengepalkan tangan penuh wibawa siap menegakan hukum. Publik mengapresiasi ketegasan Pemkot Bandung setelah dua surat sebelumnya telah diabaikan.  Isi tulisan sangat jelas yaitu \"Bangunan Mini Market Ini Belum Memiliki : 1. IMB/PBG (Persetujuan Bangunan Gedung)  2. Sertifikat Laik Fungsi\".  Indomaret semestinya faham bahwa operasi Indomaret itu ilegal atau tidak berizin sebab sesuai PP No 6 tahun 2021 Pasal 6 ayat (4) PBG dan Sertifikat Laik Fungsi adalah syarat dari perizinan. Dengan stiker Pemkot sesungguhnya Indomaret harus menghentikan operasinya karena ia telah berusaha di gedung ilegal.  Saat Tim Pembela Hukum Penghancuran Masjid Cagar Budaya Cihampelas 149 mendatangi lokasi keesokan harinya ternyata Indomaret tetap beroperasi. Seakan  gerai ini tidak merasa salah atau melanggar sama sekali. Adakah \"deal\" dengan Pemkot  ? Kecil kemungkinan. Kemungkinan terbesar adalah Indomaret telah melecehkan bahkan mentertawakan Pemkot Bandung.  Apa artinya \"pasukan\" datang menempel stiker besar itu jika hanya sekedar formalitas atau semata pengumuman. Pemkot bukan tukang stiker atau spanduk yang dipajang pinggir jalan melainkan Pemerintah yang memiliki otoritas untuk menegakkan aturan. Menjaga wibawa kebijakan yang diambilnya  serta menyeret para pelanggar aturan ke ruang sanksi.  Ternyata Indomaret ini arogan, bandel dan sok kuasa. Jangankan patuh pada keputusan atau aturan Pemkot, untuk tenggang rasa juga tidak ada. \"Bisnis jalan terus, persetan dengan Pemkot, owe punya NIB\". Itu mungkin yang diteriakkannya. \"Owe kencingi, loe\". Owe kan pemilik ini negara.  Di sisi lain muncul pertanyaan sekecil itukah nyali Pemkot Bandung ? Punten kang Yana, ieu urang Sunda mani teu dianggap kieu.  Urang Bandung asa kabobodo.  Saatnya warga kota Bandung melakukan konsolidasi bahkan mobilisasi untuk membantu memulihkan wibawa Pemerintah Kota Bandung dalam melawan arogansi oligarki dan konglomerasi yang berperilaku seperti penjajah di negeri ini.  Menjadi pertanyaan entah apa hubungan antara PT. KAI dengan Indomaret ? Jangan-jangan tanah-tanah pribumi dan tanah negara telah tergadai atau terjual kepada para pebisnis yang secara tidak disadari telah menjajah bangsa Indonesia. Jika PT. KAI justru yang telah memfasilitasi hal itu, maka PT. KAI adalah penghianat bangsa.  Mungkin nanti ada yang menyebut bahwa PT. KAI lebih pas jika disebut PT. PKI.  Bandung, 7 April 2023

Jokowi Menegur Firli, Kekuatan di Belakang Firli Masih Misteri

Jakarta, FNN -  Pengembalian secara paksa Direktur Penyelidikan KPK, Brigjen Pol Endar Priantoro, ke Mabes Polri oleh Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Firli Bahuri, bahkan diikuti dengan pemecatan terhadapnya menjadi blunder besar. Akibatnya, Firli tidak hanya harus berhadapan dengan Kapolri, tapi juga dilawan oleh para penyidik Polri di KPK, dikecam oleh berbagai elemen masyarakat sipil, dan akhirnya ditegur secara keras oleh Presiden Jokowi agar jangan bikin gaduh. Demikian juga dengan pernyataan-pernyataan  Dewan Pengawas KPK yang juga tidak berpihak ke Firli. Firli kini tengah menuai badai kecaman akibat ulahnya melawan arus. Bahkan, Presiden sampai harus turun tangan dan menegur Firli. “Bila presiden hanya mendiamkan berarti Presiden Jokowi memang merestui, bahkan memerintahkan manuver Firli. Jelas ini tidak menguntungkan bagi presiden Jokowi,” ujar Hersubeno Arief kanal Youtube Hersubeno Point edisi Kamis (6/4/23). Langkah Firli yang terlalu berani tersebut dikaitkan dengan kekuatan besar di belakangnya yang ingin mentersangkakan Anies dalam kasus formula E dan membatalkan pencapresannya. Logika publik tentu mengarah pada kepentingan istana. Tetapi, faktanya Jokowi malah menegur Firli. Ini menunjukkan bahwa Jokowi secara tidak langsung berpihak kepada Kapolri. Teguran Jokowi terhadap Firli juga menunjukkan kepada publik bahwa dia tidak terlibat dalam skenario culas mempersangkakan Anies. Sebaliknya, sama seperti Kapolri, Jokowi  tetap ingin memperkuat KPK dan mendukung penegakan hukum dalam koridor yang benar. Bila Jokowi saja sudah menegur Firli maka bisa diperkirakan nasib Firli selanjutnya. Apalagi Dewan Pengawas akan memproses laporan Endar Priantoro terhadap Sekjen KPK dan Firli Bahuri. Sepertinya Jokowi tidak mau citranya makin jeblok dan tidak mau dituduh menggunakan instrumen hukum untuk menghabisi lawan-lawan politiknya. Karena itu, dia memilih berpihak pada Kapolri. Sedangkan untuk KPK, Hersubeno sementara menyimpulkan bahwa KPK saat ini menjadi lembaga yang nuansa politiknya lebih kuat ketimbang soal penegakan hukum junto pemberantasan korupsi. Jika kondisinya terus seperti ini maka mimpi kita untuk melihat negara Indonesia ini bersih dari korupsi semakin jauh dari kenyataan. “Sayang sekali ya lembaga yang tadinya diharapkan menjadi salah satu senjata untuk menghabisi praktik-praktik korupsi tapi kemudian jatuh terjerembab ke dalam lumpur dan hanya menjadi alat kekuasaan,” ujar Hersu. (sof)

Kurang Sengsara Apa Lagi Bangsa Ini?

SIAPA hari ini yang tidak mengeluh kesulitan pangan, pekerjaan, dan papan? Hampir semua mengeluh, tapi tak mau mengungkapkannya. Mungkin gengsi, harga diri tinggi. Mari kita putar lamunan kita pada awal 1998. Kaum yang mengklaim reformis menuduh Soeharto sang diktator. Kekuasaannya mencapai 32 tahun, jika tidak dihentikan, ia bisa berkuasa seumur hidup. Oleh karenanya langkah Soeharto harus dihentikan. Maka proses penjatuhan Soeharto pun didiskusikan. Orasi, brosur, pamflet dan buku-buku disebar. Isinya tentang Korupsi, Kolusi, Nepotisme Soeharto dan kroninya. Soeharto dituduh menumpuk kekayaan. Hartanya tersebar dari dalam hingga ke luar negeri. BUMN dikangangki, PNS dikebiri, ABRI dikuasai dan Yayasan-yayasan dialihfungsi. Masyarakat jadi paham. Hati mereka terhenyak. Kesadaran terbangun. Dan marah. Mahasiswa bergerak. Demonstrasi di mana-mana. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah luntur, terkikis habis. Kejadian ini terus berlangsung secara sporadis di beberapa wilayah, utamanya Jakarta, Medan, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, dan Makassar.  Puncaknya masyarakat dan mahasiswa berhasil menduduki gedung DPR RI. Mereka mendesak Ketua MPR untuk mencabut mandat terhadap Soeharto. Harmoko sang Ketua MPR anak manis piaraan Soeharto berpihak pada mahasiswa. Pada saat yang bersamaan 17 menteri di bawah provokasi Ginandjar Kartasasmita mundur dari Kabinet Pembangunan VII. Akhirnya Soeharto menyatakan mengundurkan diri pada 21 Mei 1998. Ia membacakan teks, disusun oleh Yusril Ihza Mahendra yang kini juga sebagai kaum reformis. Mahasiswa bersorak sorai. Masyarakat bergembira. Aneka polah dipertontonkan merayakan kemenangan, mirip anak SMA lulus sekolah yang bajunya dipilox. Sang diktator telah mundur. Langkah berikutnya undang-undang diubah, era baru telah datang, politisi bagi-bagi kekuasaan. Kini era reformasi tengah berjalan. Presiden berganti, kabinet bergiliran, gubernur dan bupati bergantian. Mereka menikmati kekuasaan. Saking nikmatnya, hasrat berkuasa makin merajalela. Presiden ingin berkuasa lagi, meski konstitusi membatasi. Mereka lupa amanat penderitaan rakyat. Rakyat kini tak mendapatkan keuntungan apapun dari proses reformasi. Apa apa yang dulu ditentang di zaman Orba, kini ditiru oleh kaum reformis. Apa apa yang dulu  diharamkan, sekarang dihalalkan. Korupsi yang dulu jadi musuh, sekarang jadi sahabat. Kolusi yang dulu dibenci, sekarang dipuji. Nepotisme yang dulu dihujat, sekarang dijiplak.  Apa yang didapat oleh rakyat dari proses reformasi, tidak ada. Rakyat makin sengsara. Rakyat terkena prank penguasa. Jika dulu masih ada subsidi, sekarang gigit jari. Jika dulu masih ada sekolah gratis buat orang miskin, sekarang justru dihujat, siapa suruh kamu miskin. Mau pintar? Bayar! Sadis. Dulu seorang penjual bubur bisa naik haji. Sekarang penjual bubur tak bisa jualan lagi. Gas mahal, beras mahal, listrik mahal, lapak mahal. Boro-boro ke tanah suci. Jika dulu anak petani, nelayan, dan buruh masih bisa sekolah, sekarang mereka disuruh duduk manis di rumah menunggu BLT datang. Ngalap berkah. Proses pembodohan terus berjalan. Bangunlah jiwanya bangunlah badannya. Namun jiwa rakyat telah dininabobokkan oleh uluran tangan penguasa. Ia menjadi pengendali jiwa-jiwa kerdil, mengharap pemberian dan belas kasihan. Otak mereka dicuci untuk selalu nrimo bahwa negara sudah ada yang mengurusi, jangan banyak mimpi. Ketakutan disebar, kekhawatiran diumbar: jangan sampai Indonesia jadi bar bar seperti Suriah, Irak, dan negara negara Arab lainnya. Stempel Kadrun disematkan. Akibatnya sebagian masyarakat jadi apatis, lemah dan tak berdaya. Mereka ikut membenci saudaranya sendiri oleh gerombolan pengadudomba yang dibiayai. Sadarlah wahai bangsaku. Kekuatanmu telah dipecah belah. Saatnya bersatu melawan para pengkhianat bangsa. Kaum reformis tak lebih baik dari Orba. Mereka hanya follower belaka. Wahai Ketua MPR, anda gak lebih gentleman ketimbang Harmoko. Wahai para  menteri, anda tak lebih cerdas dari Ginanjar Kartasasmita. Wahai penguasa, nikmatmu tak akan lama, apalagi jika kau peroleh dari darah rakyat. Wahai rakyat, perubahan tak akan datang hanya dengan berpangku tangan. Jika cara-cara normal tak memungkinkan, gunakan cara-cara abnormal, keduanya sama-sama konstitusional.  Stop jadi jongos ekonomi dan politik rezim taipan oligarki. Sekarang saatnya bergerak : It\'s now or never. Tomorrow will be to late. Rotten fish from its head (Sekarang atau tidak pernah. Besok atau terlambat. Ikan busuk dari kepalanya).  \"When justice fails, public opinion takes over. When the law is lost in the extremes of legalism, or bends under the weight of money, mobs begin to burn and murder.” (Ketika keadilan gagal, opini publik mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena uang, massa mulai akan membakar dan membunuh). Cepat atau lambat rakyat dengan caranya sendiri sendiri pasti akan bangkit melawan. (*)

Syahwat KPK dan Begal Demokrat (Upaya Menggergaji Anies Baswedan)

Oleh Ady Amar - Kolumnis  SELANG sehari Partai Demokrat resmi mengusung Anies Rasyid Baswedan jadi bakal calon presiden (Bacapres) pada Pilpres 2024, Moeldoko mengiringi mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA), 3 Maret 2023. Katanya, ada 4 bukti baru (novum) ditemukan. Itu yang akan diujikan di MA, tentang keabsahan \"kepemilikan\" Partai Demokrat. Ketua umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan, bahwa yang diajukan Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun itu bukanlah bukti baru. Semuanya sudah pernah diajukan di PTUN, dan ditolak. Tidak persis tahu 4 novum yang diajukan ke MA itu isinya macam apa. Putusan MA sudah jelas memenangkan Partai Demokrat pimpinan Ketua Umum AHY. Mestinya semuanya sudah selesai, bahwa yang sah adalah Partai Demokrat di bawah ketua umum AHY, yang dipilih secara aklamasi pada Kongres V Partai Demokrat, 15 Maret 2020, di Jakarta. PK dengan novum yang ditemukan, padahal sudah pernah diuji, ini terasa janggal, mengada-ada. Kita lihat saja bagaimana MA menyikapinya. Langkah Moeldoko itu, jika ditarik pada Pilpres 2024, tidaklah aneh. Jika putusan MA nantinya mengakui keabsahan Partai Demokrat, hasil Kongres Luar Biasa (KLB), 5 Maret 2021 di Deli Serdang, Sumatera Utara. Di mana Moeldoko terpilih sebagai Ketua Umum, dan Jhoni Allen Marbun sebagai Sekjen. Maka bisa dipastikan gairah menghadirkan perubahan bersama Anies Baswedan di 2024 menjadi pupus. Moeldoko bisa dipastikan akan menghentikan hadirnya Koalisi Perubahan untuk Persatuan (NasDem, Demokrat, PKS), yang sebelumnya deklarasi sepakat mencapreskan Anies Baswedan. Dengan dibegalnya Demokrat, maka NasDem dan PKS jumlah persyaratan untuk mengajukan Anies sebagai capres buyar berantakan.  Segala upaya menggagalkan pencapresan Anies dengan cara \"membegal\" Demokrat itu disampaikan AHY di hadapan ratusan kader Demokrat, 3 April 2023, tentang pengajuan novum ke MA oleh Moeldoko dan Jhoni Allen Marbun. \"Ada upaya serius untuk membubarkan Koalisi Persatuan (KPP), tentu salah satu caranya adalah dengan mengambil alih Partai Demokrat, karena Demokrat merupakan salah satu kekuatan dari perubahan selama ini,\" ujar AHY dan disambut kader Demokrat dengan teriakan, lawan... lawan...! Semua menjadi mafhum, bahwa \"menggergaji\" Anies--disebut menggergaji karena dilakukan berbagai cara dan modus berlapis untuk menggagalkan pencapresan Anies. Anies ibarat batang pohon kokoh yang coba digergaji dari segala sudut. Karenanya, begal Demokrat itu lebih pada sasaran antara, bagian dari menggergaji Anies agar tidak melenggang di 2024 nanti. Moeldoko, yang menjabat sebagai Kepala Staf Presiden (KSP), mustahil langkah begalnya itu tidak direstui Presiden Joko Widodo. Justru langkahnya itu bagian dari skenario istana yang cawe-cawe ikut menentukan suksesi 2024 yang tidak semestinya.  Sedang menggergaji Anies lainnya, itu bisa dilihat dari syahwat KPK menersangkakan Anies. Lewat Formula E, upaya KPK terus mencari celah menersangkakan Anies.  Belum berhasil, meski itu harus menumbalkan pimpinan struktural KPK yang masih punya nurani, dan mesti dipecat. Adalah Karyoto dan Endar Priantoro, keduanya dari unsur kepolisian. Mereka berdua dikembalikan ke institusinya karena masa tugasnya sudah berakhir. Meski Endar Priantoro masa jabatannya oleh Kapolri diperpanjang, tapi tetap saja pintu untuk Endar di KPK tertutup. Karyoto dan Endar ini disebut-sebut 2 orang yang menolak kasus Formula E dinaikkan statusnya dari penyelidikan ke penyidikan, karena tidak cukup alat bukti. Dua orang itu bisalah dianggap menghalang-halangi menersangkakan Anies. Ada pula pejabat dari unsur Kejaksaan yang memilih kembali ke institusinya, dan lagi-lagi itu yang termasuk keberatan \"menersangkakan\" Anies. Meski alasan mundur yang dibuat, itu dalam rangka ingin mengembangkan karir di korps Adhyaksa. Tampak kasat mata KPK jadi alat kepentingan kekuasaan (politik) rezim menersangkakan Anies, dan itu dipertontonkan dengan terang benderang. Bersyukur di KPK masih tersisa beberapa pimpinan yang masih punya nurani dan marwah, yang tidak diombang-ambingkan kepentingan politik menghalalkan segala cara. Disusul respons perlawanan muncul di internal KPK atas pemecatan Endar Priantoro, yang tidak diterima oleh sejawatnya dari unsur kepolisian. Dibuatlah surat, lebih pada petisi terbuka, pada pimpinan KPK. Intinya, apabila pemecatan terhadap Endar tidak dicabut, maka mereka lebih memilih kembali pada induknya (kepolisian). Artinya, semua akan meninggalkan KPK. Buat mereka itu bukan sekadar personal Endar, tapi lebih membawa nama institusi kepolisian. Menggergaji Anies lainnya, itu dimainkan lewat buzzerRp, yang kerjanya meneriakkan Anies intoleran, dan bahkan teriakan rasis yang terus-menerus digaungkan dengan berbagai variannya. Mereka seperti layaknya bekerja saja dengan gaji yang tidak sedikit, dan tentu dinilai senioritas dan kualitas cacian yang dibuat. Entah sudah berapa ratus milyar rupiah dibuat untuk itu. Hanya untuk mengesankan Anies dengan tidak sebenarnya. Sedang gergaji lainnya dimainkan lewat lembaga survei bayaran, yang terus merilis hasil surveinya, yang menempatkan Anies lebih selalu di posisi 3 besar. Biasanya Ganjar Pranowo di posisi pertama, tapi bisa juga Prabowo Subianto yang di posisi pertama. Seolah berbagi posisi pertama dan kedua diperuntukan hanya di kedua nama itu saja. Semua lembaga survei papan atas, yang populer di telinga, bahkan tiap bulan merilis hasil surveinya, seolah tiap bulan kecenderungan pilihan orang bisa secepat itu berubah dalam menentukan pilihannya. Menggelontorkan uang untuk \"menggergaji\" Anies tidak lagi berpikir berapa banyak nominal uang yang dikeluarkan, layaknya uang tidak berseri saja. Bayangkan saja ada satu lembaga survei yang dikontrak setahun Rp 100 milyar. Pastilah akan aktif tiap bulan merilis hasil survei-surveiannya. Jangan tanya uang itu dari mana sumbernya. Mustahil bisa terjawab saat ini. Tapi pada saatnya pasti akan terjawab. Menggergaji Anies Baswedan untuk tidak ikut dalam kontestasi Pilpres 2024, ternyata mahal harganya. Manusia langka dengan integritas semacam Anies ini pantas jika punya nilai tak ternilai. Melihat gergaji terus dimainkan dari seluruh penjuru, sedikit pun tidak membuat down pecinta Anies, terutama para relawan yang terus bekerja mensosialisasikan Anies siang malam tanpa henti-tanpa lelah. Tetap dengan semangat optimis berharap hadirnya perubahan. Dan, tak sedikit pun berpikir gergaji itu mampu merobohkan batang pohon yang sekuat Anies Baswedan. (*)