ALL CATEGORY

Menteri Agama Hadiri Perayaan Natal dengan Umat Kristiani di Kupang

Kupang, FNN – Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menghadiri perayaan Natal bersama dengan umat kristiani di Gereja Santo Yoseph Kota Kupang, Sabtu (24/12) malam.Yaqut Cholil Qoumas tiba di gereja tersebut pada pukul 19.30 WITA saat umat Katolik akan memulai ibadah misa kedua malam Natal.Menag disambut oleh ratusan orang beragama Katolik yang hendak merayakan misa malam Natal. Tak hanya itu, Menag juga dijemput oleh Pastor Paroki Santo Yoseph.Pada kesempatan itu, dia menyapa umat Katolik di gereja itu, kemudian mengatakan bahwa dia adalah Menteri Agama dan menteri semua agama di Indonesia.\"Selamat merayakan Natal saudaraku semua, Bapak, Mama, Nyong, dan Nona,\" ucap Yaqut.Menag merasakan kedamaian dan sukacita malam Natal bersama masyarakat kristiani Kota Kupang.Ia menyebut tidak ada sekat dalam solidaritas, toleransi, dan kemanusiaan. Dalam rasa saling menghargai itu, semua umat beragama patut saling menghargai.\"Tetap menjaga damai dan sukacita dalam merayakan Natal, tetap sederhana dan penuh makna,\" kata Menag saat memberikan sambutan kepada umat Katolik di gereja Santo Yoseph.Dalam kesempatan tersebut, Menag juga mengimbau seluruh umat beragama untuk saling menghargai, khusus untuk umat kristiani agar tetap menjaga keamanan di NTT.\"Saya tadi mengajak seluruh umat Katolik, umat kristiani, untuk menjaga kedamaian di negeri ini di antara umat beragama dan meyakini agamanya dengan baik. Semua agama pasti mengajarkan hal yang baik,\" kata Menag Yaqut. (mth/Antara)

Republik Begundal Neoliberal

Maka, sungguh waktu tinggal sampahnya. Berlakulah takdir orang benar di tempat salah dan orang salah di tempat benar. Sempurna sudah kita hidup di zaman penjajah modern. Oleh: Yudhie Haryono, Guru Besar Universitas Nusantara JIKA di belahan dunia lain, para perampok itu diternakkan oleh MNC (Multi National Corporate), di republik ini dikerjakan oleh negara. Ini memang aneh. Bagi Negara Indonesia, walau bersepakat dalam arsitektur republik, bekerja secara sistematis menjadi perampok bagi warganya sendiri. Karenanya, aspek-aspek terpenting dari hadirnya republik postkolonial (ada dalam pembukaan UUD 1945) diabsenkan dengan seksama dalam tempo sesingkat-singkatnya. Apa buktinya? Pemalsuan ada di mana-mana. Pemerkosaan juga di mana saja. Pemerasan menjadi menunya sehari-hari. Sogok-menyogok jadi sunnah-nya. Dan, penguasaan asing via investasi asing, utang, dan obral SDA-SDM berlangsung sistematis, masif, dan terstruktur di siang bolong. Republik ini secara cepat bertransformasi dari milik publik menjadi milik pemodal. Investasi menjadi invasi. Elitnya bekerja untuk pemodal, membela yang bayar, index-nya untuk diri dan keluarganya. Karena niatnya mengkhianati konstitusi, tugas nasionalisasi dan revolusi tanah dibiarkan. Lalu, republik sibuk urus olahraga. Yang hebatnya hanya juara lima dengan anggaran super mewah dan upacara megah. Nasionalismenya berubah secara drastis dari subtansi ke prosedur. Blusukan, pesta nikahan, berbaju militer dan selfi buat media dikerjakan dengan bangga dan dibayari pakai uang warga negara. Inilah epistema pemimpin survei dan dibesarkan hantu media. Republik neoliberal menemukan penyempurnaannya setelah dicat oleh SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), dibuat rumahnya oleh Megawati, dicanangkan pondasinya oleh Gusdur (Abdurrahman Wahid), diseminarkan BJ Habibi dan diimpikan Pak Harto (Soeharto). Lalu, apa peran dik Kowi (Joko Widodo)? Doi memastikan kesenjangan menjadi realitas yang tak terbantahkan. Dalam republik neoliberal ciri utamanya adalah para warga di zaman merdeka. Kita sadar bahwa derita orang merdeka adalah tidak diakui kemerdekaannya. Dan, derita penguasa adalah tidak diakui kekuasaannya. Dalam republik neoliberal, kiamat hanya mitos para keparat; agama hanya ilusi para durja dan jualan elitnya; hukum hanya igauan para alim; Pancasila tinggal di diktat-diktat berdebu; moral dan etik terselip di saku-saku. Dalam negara neoliberal yang culas, terdapat elit begundal yang ganas. Dalam begundal yang ganas, terselip keserakahan yang melampaui batas. Dalam keserakahan ini, puja-puji pada angka pertumbuhan diwiridkan dari Istana secara serempak via media. Maka, tiap waktu adalah sinetron bisnis peng-peng (pengusaha-penguasa). Maka, sungguh waktu tinggal sampahnya. Berlakulah takdir orang benar di tempat salah dan orang salah di tempat benar. Sempurna sudah kita hidup di zaman penjajah modern. Dalam penjajahan modern, kita datangkan semiliar serdadu untuk membunuh mereka/Bidikkan sejuta senapan tepat ke uluh hati mereka/Alam semesta kan menjadi saksi bahwa mereka di sini untuk merampok kita semua/Dan, biarkan kita mati dalam perlawanan pada mereka. Tuan Jokowi, terima kasih Anda telah berjasa memastikan republik neoliberal menjadi nyata. Dan, kenyataan ultimanya adalah negara menjadi swasta. (*)

Safari Anies Menuju Hati Rakyat

Oleh Ady Amar - Kolumnis  KEHADIRAN Anies dalam balutan safari menemui rakyat di berbagai daerah, yang memang menanti kedatangannya, pecah parah. Tidak ada yang bisa memastikan jumlah yang hadir, karena tidak ada piranti untuk menghitungnya. Tidak ada ticket dijual di sana, tidak pula amplop disiapkan sebagai pengganti transportasi mereka yang hadir. Mereka datang suka-suka, tidak ada penggalangan massa bayaran seperti biasa dilakukan mereka yang sebenarnya tidak punya massa riil, tapi memaksa sampai mesti menipu diri sendiri. Boleh juga jika itu disebut halu fatamorgana. Ditambah bisik-bisik sekeliling yang memang bekerja untuk itu, meyakinkan sosok yang digosoknya seolah ia salah satu kandidat capres yang memang disuka rakyat. Safari Anies pastilah memantik kecemburuan pihak-pihak yang sebenarnya tak siap berkontestasi secara fair, dan dengan segala cara ingin menghentikannya. Maka peraturan dibuat guna menghentikan langkah Anies. Peraturan yang dibuat, meski absurd tak masuk akal sekalipun tak jadi masalah. Terpenting tak ada lagi safari, tak boleh lagi massa berkumpul mengelu-elukan Anies presiden... Anies presiden... Agar peraturan tampak sebagai sesuatu yang seharusnya, perlu ada awalan yang melatarbelakangi munculnya peraturan itu dibuat. Agar tidak terkesan ujuk-ujuk. Skenario perlu dibuat, dimunculkanlah seseorang, atau lembaga yang diada-adakan melakukan protes keberatan atas safari Anies itu. Anies nyolong start kampanye, laporan yang dibuat. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) perlu memberi sanksi. Protes keberatan itu jadi jalan masuk perlunya peraturan dibuat. Senin (19/12), Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama Bawaslu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menyepakati perlunya dibuat peraturan, dan itu buntut safari Anies, memang mengada-ada: upaya membatasi gerak Anies. Tidak dicukupkan sampai di situ, jika perlu akan dimunculkan peraturan susul-menyusul dibuat, yang bisa memasung Anies hingga jika mungkin tak bisa bergerak. Mengganjal Anies, itu sebenarnya sudah dimulai dengan tidak diperpanjangnya jabatan selaku Gubernur DKI Jakarta, karena pemilu dibuat serentak 2024. Anies tetap mesti disudahi di 2022. Perlu diangkat Pejabat Gubernur menggantikannya. Publik mampu membacanya, karena Anies seorang menyebabkan seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota yang habis masa jabatannya di 2022 dan 2023 tidak diperpanjang. Sakti benar Anies itu. Panggung Anies di Jakarta seolah dicukupkan sampai di situ saja. Dengan tidak lagi menjabat sebagai gubernur, maka Anies tak lagi jadi sumber berita yang terus  dibicarakan. Tamatlah Anies, itu pikirnya. Tapi yang terjadi  tidak demikian. Anies justru menemukan geraknya tak lagi dibatasi panggung seteritorial Jakarta, tapi panggung-panggung lebih luas di seluruh pelosok negeri disiapkan para relawan yang bertumbuh dari Sabang sampai Merauke. Anies makin lincah bergerak, tak terbebani jabatan selaku kepala daerah, yang mustahil bisa bersafari dengan leluasa, jika ia masih sebagai pejabat. Maka itu tadi, perlu dibuat peraturan untuk membatasi gerak Anies. Peraturan dibuat terkesan memang pesanan, tidak menjadi masalah. Skenario dipaksakan sekenanya, bahkan terasa kasar sekalipun tidak merasa risih. Wajar jika  muncul ketidakpercayaan publik akan adanya pemilu jurdil, jika lembaga penyelenggaranya seperti diseret-seret oleh kepentingan pemesannya. Kekhawatiran yang sama sekali tidak berlebihan Menuju 2024 di negeri ini--semua kekuatan rezim seperti difokuskan, dan bekerja setidaknya untuk menjegal Anies--berpikir bagaimana Anies tidak makin populer, dan bahkan menghentikan langkahnya menuju pilpres. Tentu dengan segala cara dilakukan. Safari Anies yang ingin dihentikan dengan berbagai peraturan sekalipun, itu dipastikan tak akan bisa menghentikannya. Anies sudah terlanjur nampol di hati rakyat, bersemayam di hati mereka yang membersamainya, yang berharap adanya perubahan di negeri ini. Karenanya, menghentikan langkah Anies, pastilah tidak efektif. Safari Anies sudah sampai dan bersemayam di hati rakyat, dan itu rasanya sulit untuk bisa coba dihapus dengan peraturan apapun. Menjelek-jelekkan secara ekstrem pun, yang dilakukan mereka yang memang dibayar bekerja untuk itu, tak akan mampu menggoyahkan kecintaan padanya... Anies terlanjur dicinta. (*)

Babeh Ridwan Saidi, Penulis Tetap FNN Telah Pergi

Jakarta, FNN - KAMIS, 22 DESEMBER 2022 07:52:52. Itulah tulisan terakhir Babeh Ridwan Saidi di FNN yang berjudul “Emak-emak Dikepung KNILPro 22 Desember”. Memang, budayawan Betawi ini secara rutin menulis untuk FNN dalam Cabe (Catatan Babe). Cabe itu memang ditulis bertepatan dengan “Hari Ibu”, 22 Desember 2022. Ia pun menceritakan situasi Jakarta Tempo Doeloe saat Jakarta diduduki tentara KNIL. Februari 1946 Jakarta diduduki Belanda. Pasukan KNIL ada di mana-mana menjaga zona Belanda, sementara zona kita disebut Republik. Tidak mudah melintas batas terutama untuk kaum ibu. Terutama mereka yang bekerja di pabrik. Kaum Ibu, sekarang disebut emak-emak, juga berada di front. Sebut saja Malahayati dan Cut Nya\' Dien dari Aceh. Nyi Ageng Serang dalam perang Diponegoro. Christina Marta Tiahahu dalam perang Pattimura. Ibu Saelan dalam perang kemerdekaan di Makassar. Tokoh-tokoh pergerakan a.l Rohana Kudus dan Rangkayo Rasuna Said. Kartini di bidang gagasan kesetaraan. Dewi Sartika di bidang pendidikan contoh saja dari ibu-ibu pejuang. Jiwa kejuangan dan kepemimpinan sejak era cave life. Komunitas gua di Jakarta banyak tampilkan kepemimpinan wanita. Nomenclatur di Jakarta Gondang Dia, wanita agung. Di Tangerang Ma\' Poco. Seni tari di Indonesia sehak era cave life. Ini dilukiskan dalam dinding gua Kalimantan. Pada abad XV di zona-zona ekonomi terutana Jawa banyak wanita legenda. Mereka penari. Yang saya tahu nama-nama yang di Jakarta: Rantisem Sunda Kalapa, Dara Puti pulau Seribu, Kiranawati Depok, Mayang Sari Paseban. Mereka dipuja karena gerak tubuh dan mata menerjemah geometri alam. Aristoteles menyebutnya dewata. Dewata methapora system alami yang mengkondisi kemakmuran dan kedamaian. Dalam konteks ini Atistoteles IV SM menyebut negeri di ujung timur (Andunusi) dewata. Selamat Hari Ibu. (RSaidi) Hari ini, Ahad (25 Desember 2022) tiba-tiba ada kabar bahwa Babeh Ridwan Saidi meninggal Dunia. Kami, keluarga besar FNN tentu saja merasa sangat kehilangan sosok budayawan ini. Babeh bukan sekedar tokoh budayawan Betawi semata, tetapi budayawan nasional, ia kadang dijuluki kamus berjalan untuk sejarah Indonesia dan dunia. Kini babe sudah menutup mata pagi ini, menghadap Allah SWT. Babeh adalah Penulis tetap di FNN, tiap hari tanpa jeda. Menulis apa saja, mengalir seperti air. Sampai di ujung akhir hayatnya, ia masih saja terus menulis.Semoga menjadi amal jariah pelindungnya di surga. Sungguh kehilangan bagi FNN, pembaca, dan kita semua. Teringat celotehnya. Diiringi tertawa lepas, yang tanpa beban itu sudah pergi. Temuilah Allah SWT juga dengan penuh keikhlasan, sambil kami berdoa dan mengaminkan. Harapan kita tentu, semoga pemerintah menempatkan Babeh Ridwan Saidi di Taman Makam Pahlawan (TMP) sebagai penghargaan terhadapnya di dunia ini. Aamiin ya robbal\'alamin. Putra ketiga babeh Ridwan, Rifat Najmi mengatakan, almarhum sempat koma pada Jumat (23/12/2022). “Beliau meninggal karena pendarahan di batang otak. Kami menemukan beliau dalam keadaan koma pada Jumat pagi hari,” ungkap Rifat ketika dikonfirmasi wartawan, Ahad (25/12/2022) Pihak keluarga kemudian membawa babe Ridwan ke Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Bintaro Jaya, Tangerang Selatan. Keluarga juga meminta agar almarhum dibukakan pintu maaf. “Kami meminta dibukakan pintu maaf atas kekhilafan beliau selama hidup dan mohon diikhlaskan kepergiannya,” kata Rifat, dilansir Kompas.com. Sebelumnya, kabar babe Ridwan meninggal dunia juga tersebar melalui pesan berantai. “Inna lillahi wa inna ilayhi roji’un. Telah berpulang dengan tenang Suami, Ayah dan Dato kami tercinta Bapak Ridwan Saidi pada hari Ahad, 25 Desember 2023 pukul 08:35 di RSPI Bintaro Tangsel,” tulis pesan berantai itu. Babe Ridwan lahir pada tanggal 2 Juli 1942 di Gg Arab Nomor 20, Sawah Besar, Jakarta Pusat. Ia adalah anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Abdurrahim dan Muhaya, ketiga kakaknya adalah perempuan. Ia menikahi Yahma Wisnani, seorang wanita kelahiran Minang, Sumatera Barat pada tahun 1977. Pasangan ini dikaruniai lima orang anak, antara lain Syarifah Jihan Marina, Syarif Razvi, Rifat Najmi, Ferhat Afkar, dan Shahin Maulana. Babeh Ridwan memperoleh gelar sarjana dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 1976. Semasa kuliah ia aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan berhasil menjadi Ketua Umum PBHMI 1974-1976. Pada tahun 1977, Ridwan menjadi caleg PPP untuk pemilu pada tahun tersebut. Ia pun terpilih sebagai anggota DPR dari PPP. Ketika Ridwan sudah tidak aktif lagi dalam dunia perpolitikan nasional selepas menjabat anggota DPR pada 1987, ia memfokuskan diri mengamati masalah-masalah kebudayaan Betawi. Namun, Ridwan seperti yang ia katakan, “saya tidak pernah masuk ke dalam organisasi etnik Betawi, karena tidak memiliki kejelasan apa yang mereka perjuangkan”. Ridwan juga tidak memiliki hasrat untuk berkecimpung di dalam struktur pemerintahan DKI Jakarta, khususnya Badan Musyawarah (Bamus) Betawi. Semasa hidupnya, babe Ridwan dikenal sebagai budayawan nasional yang lurus dan kritis terhadap kebijakan Pemerintah yang merugikan rakyat. Kami dari keluarga besar FNN mengucapkan Terima Kasih, Babeh Ridwan. Hanya doa yang bisa kami panjatkan: Semoga Allah SWT Menerima Segala Amal Perbuatan Babeh Ridwal Saidi. Aamiin YRA. (FNN)

Terima Kasih Pak Heru, Christmas Carol Tetap Diadakan

Oleh Billy David  -  Cahaya dari Timur Foundation Di akhir Desember ini, publik bisa melihat kembali kesemarakan perayaan Natal di ruang publik Jakarta. Suasana yang meriah dengan hadirnya Christmas Carol di ruang publik. Ada tiga ruang publik yang akan dijadikan lokasi untuk menggelar Christmas Carol yaitu Terowongan Kendal, Bundaran Hotel Indonesia, dan Kota Tua Jakarta.  Kebijakan Heru Budi dengan menggelar Christmas Carol di ruang publik ini tentu saja mengikuti jejak Anies Baswedan. Di masa kepemimpinan Anies Baswedan, kegiatan Christmas Carol baru dimulai, tepatnya pada Desember 2019. Lalu dilanjutkan secara daring di pandemi tahun 2020 dengan penampilan spesial dari Ibu Veronica Tan. Dan kembali meriah kembali di tahun 2021. Berkaca di pelaksanaan Christmas Carol sebelumnya, titik-titik lokasi menggelar Christmas Carol bahkan lebih banyak. Selain di Terowongan Kendal dan Bundaran HI, ada beberapa lokasi lain yang digunakan seperti Karet Sudirman, FX Senayan, Stasiun MRT Blok M, dan Stasiun MRT Cipete, Taman Ismail Marzuki, Stasiun Tebet, Apartemen Epicentrum, Lapangan Banteng, Taman Ismail Marzuki dan banyak lainnya. Jumlah penampil pun berjumlah belasan. Mulai dari solois hingga grup dari beragam denominasi gereja ataupun kelompok umum. Dan bukan hanya mereka yang Kristen dan Katolik tapi juga agama lainnya yang ikut tampil menyemarakkan. Di media sosial, hubungan Pj. Gubernur DKI Jakarta Heru Budi dan Anies Baswedan sering dianalogikan seperti air dan minyak. Tidak pernah klop. Heru Budi dianggap selalu membuat kebijakan yang berbeda dengan Anies Baswedan. Harus berseberangan. Benarkah itu?  Sebenarnya, faktanya tidak seperti itu. Netizen di media sosial sering terburu-buru dalam membuat kesimpulan. Padahal, sebuah kebijakan harus dinilai dengan kepala dingin. Harus ditelaah secara perlahan dan mendalam. Tidak bisa main sikat dalam membuat kesimpulan.  Kebijakan menggelar Christmas Carol di ruang publik adalah bukti bahwa Anies Baswedan menegakkan toleransi di Jakarta. Semua orang paham hal tersebut, termasuk Heru Budi. Sebagai orang yang berpendidikan, Pj. Gubernur paham, bahwa kebijakan yang baik harus diteruskan.  Pak Heru Budi sebagai seorang nasionalis sejati, pasti paham bahwa kebijakan Christmas Carol di Jakarta adalah upaya pintar dalam merajut tenun kebangsaan dan merekatkan kebersamaan antar-umat beragama di Jakarta.  Hasilnya pun sudah terbukti. Di masa kepemimpinan Anies Baswedan, Jakarta adalah kota dengan pertumbuhan nilai toleransi terbaik di Indonesia. Hal tersebut berdasar riset dari Setara Institute.  Pak Heru Budi, tentu ingin melanjutkan kebijakan tersebut, karena sudah terbukti mampu memupuk toleransi di Jakarta. Memang seorang pemimpin seharusnya seperti itu. Bila kebijakan pemimpin di masa sebelumnya sudah baik, seharusnya yang diteruskan. Tak perlu diutak-atik.  Lantas, bagaimana dengan jumlah venue yang berkurang? Dulu lokasinya banyak, sekarang hanya tiga. Tenang, jangan berburuk sangka dulu. Pak Heru ingin Christmas Carol digelar di tempat-tempat yang benar-benar terpilih dan memberikan kesan mewah dan meriah.  Bundaran HI, kita tahu sekarang semakin cantik. Hadirnya Halte Transjakarta baru di Bundaran HI membuat titik ini terasa pas untuk menggelar Christmas Carol. Begitu pun dengan Kota Tua Jakarta. Sejak direvitalisasi di masa Anies Baswedan, Kawasan Kota Tua juga semakin cantik dan jadi lokasi favorit kunjungan publik. Tepat sekali untuk menggelar acara seperti Christmas Carol.  Melihat fakta-fakta di atas, sudah jelas bahwa apa yang dilakukan Heru Budi mengikuti dan meneruskan kebijakan-kebijakan Anies Baswedan. Dan pilihan itu sudah tentu sangat tepat. Bila sebuah kebijakan sudah bagus, mengapa harus diutak-atik? Tinggal lanjutkan dan nikmati hasilnya. Heru Budi paham baik hal itu.

Istana Terancan Tsunami

Bisa terjadi ending-nya alam akan berpihak kepada kebenaran ketika datang kebenaran atas kuasa Yang Maha Kuasa – tsunami Anies Baswedan akan menggulung mereka semua. Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih RAJA yang bersemayam di Istana merasa: Apa yang diinginkan dan dikatakan harus terjadi. Perpaduan I am the law: Saya adalah tiran dan l’etat, c’est moi: negara adalah saya. Telah bermetamorfosa menjadi otoritarian dan berwajah Tirani. Demokrasi saat ini hanya ada di atas kertas, karena sudah dimanipulasi oleh Istana dan partai politik, yang sudah di luar batas. Istana dan partai politik  sudah menjelma menjadi hukum dan konstitusi. Sikap angkuh dan jumawa Istana bukan karena murni dari kapasitas dan eksistensi dirinya yang memiliki kesaktian, kekuatan, dan kedigdayaan tetapi persis boneka karena di belakangnya ada kekuatan oligarki yang bisa mengatur dan menguasai semuanya. Bahwa Negara Pancasila saat ini tidak ada atau tidak hadir, karena  presiden saat ini hanya boneka kapitalis. Negara ini penuh sesak dengan oligarkis, kleptokratis, kartelis, fundamentalis, fasis dan predatoris. Kondisi hukum, ekonomi dan politik negeri ini sudah rusak parah, menjadi lahan jarahan para bandar, bandit, badut begundal dan penghianat negara. Kerusakan sudah begitu akut, maka harus dilakukan perubahan yang radikal, extraordinary bukan perubahan yang biasa baik inkremental maupun cut dan glue. Momentum dan sangat mungkin ini kehendak alam dari kekuatan yang Maha Kuasa sudah tiba saatnya munculnya tokoh restorasi kepemimpinan nasional yang kembali kepada the truth dan justice: muncullah tokoh Anies Baswedan (AB). Rakyat dengan kekuatan believe-nya menyatu dengan tokoh satu ini terasa dalam satu tujuan tekad dan niat selamatkan Indonesia. Bukan larut dengan slogan spiritual minimalis yang malas berpikir dengan tipuan Satrio Piningit. Hanya di tokohkan sebagai harapan kekuatan munculnya kejujuran dan keadilan. Fenomena ini tiba-tiba Istana gagap, bingung dan menjadi pandir. Para jagoan dari Senayan (DPR – MPR dan DPD RI), mondar-mandir gentayangan sontak merasa eksistensinya terancam. Pimpinan partai politik sebagian menjadi lingkung dan kesurupan karena lapak jualan mereka berantakan. Oligarki dan tuan besarnya dari Utara raja besar Xi Jinping pemilik OBOR terguncang terancam padam. Mereka beramai-ramai kalau perlu kerjasama dengan para iblis dan setan dari alam ghaib satu kata Anies Baswedan harus dihambat, cegat dan musnahkan. Mereka merasa ini tsunami yang membahayakan mereka. Al insanu bitadbir wallahu bitakdir: manusia hanyalah merencanakan dan Allah SWT yang memutuskan hasilnya. Apakah mereka para begundal dan penghianat negara akan berhasil, bisa jadi usaha mereka akan sia-sia. Bisa terjadi ending-nya alam akan berpihak kepada kebenaran ketika datang kebenaran atas kuasa Yang Maha Kuasa – tsunami Anies Baswedan akan menggulung mereka semua. Pilihannya tinggal secepatnya lari mencari suaka negara lain atau harus jadi penghuni pulau nyamuk di Pulau Nusakambangan untuk kerja paksa tanam singkong sebagai pertahanan hidupnya dan akhirnya harus mati berkalang tanah dengan hina dan nista. (*)

Tujuh Tantangan Besar Indonesia 2023: Kepemimpinan Ideal (Catatan Akhir Tahun - 3) l

Kemudian, siapa pemimpin ideal ke depan? Pemimpin ideal ke depan, dari pembahasan kita di atas, adalah pemimpin yang tidak didukung kekuasaan dan kekuatan Jokowi. Oleh: DR. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle SETELAH membahas persoalan demokrasi dan ketimpangan sosial, dalam tulisan sebelumnyua, serial pertama dan kedua, sekarang saya membahas serial ke-3, kepemimpinan ideal. Tahun depan persoalan menemukan pemimpin ideal bagi Bangsa Indonesia memasuki babak krusial. Semua elit negara, baik oligarki, pimpinan parpol, presiden, ormas dan lain sebagainya, dan bahkan mungkin kekuatan global yang berkepentingan di Indonesia, akan sibuk berkolaborasi, berkonspirasi, berkompetisi dan lainnya untuk menentukan siapa calon pemipin Indonesia berikutnya, khususnya presiden 2024. Tantangan ini adalah tantangan besar, karena kita mencari pemimpin untuk 280 juta rakyat Indonesia, di mana rakyat harus menjadi subjek bukan objek dari “permainan” ini. Rakyat Indonesia telah terlalu lelah dengan situasi ketidakpastian masa depan bangsa dan masa depan dirinya sendiri akibat berbagai situasi yang “unpredictable” dan berbagai kekerasan sosial dan kekerasan mencari nafkah saat ini. Dengan menemukan pemimpin yang adil, maka perjalanan hidup bersama sebagai sebuah bangsa, setidaknya akan mengikuti pepatah “Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh” dan “Berat Sama Dipikul, Ringan Sama Dijinjing”. Indonesia telah menggoreskan nama salah seorang pemimpinnya, Sukarno, dalam ensiklopedia tertua dunia, Britannica (britannica.com/browse/World-Leaders). Meskipun ensiklopedia ini memuat Sukarno dalam sub-katagori “Dictators”, bersama Adolf Hitler, Mussolini, Josep Stalin dan para diktator lainnya, setidaknya sejarah mencatat keberhasilan kita mempunyai pemimpin kelas dunia. Soal diktator adalah bagian sejarah yang perlu dipelajari, mengapa terjadi? Namun, di luar fase dictatorship, Sukarno telah menunjukkan kepemimpinan yang teruji sepanjang hidupnya mengurus Indonesia dan rakyatnya untuk maju. Sukarno tidak pernah membuat kepentingan nasional (national interest) menjadi kepentingan pribadi, apalagi memperkaya keluarga atau membuat anak-anaknya seperti “prince/princess”. Kepemimpinan adalah tentang pemimpin, tentang seni memimpin, tentang orang yang dipimpinnya serta situasi dimana kepemimpinan itu berlangsung. Namun, kita di sini membicarakan soal kepemimpinan bangsa, bukan perusahaan. Tentang bangsa berarti membicarakan rakyat, yang tidak bisa dikuantifikasi dengan angka-angka keuntungan, seperti dalam perusahaan. Olehkarenanya seorang pemimpin itu harus mempunyai “world view” kebangsaan. Sukarno mempunyai itu. Sukarno telah merumuskan Indonesia itu apa. Tentu rumusan ini merupakan pekerjaan kolektif para pendiri bangsa. Saya hanya menyederhanakan saja. Menurut Soekarno Indonesia adalah bangsa kulit “Sawo Matang”; dalam kesempatan lainnya dia menyebut Indonesia anti-Riba (lihat Pledoi “Indonesia Menggugat”) bagian dari pendirian PNI, di mana Sukarno menyebutkan cita-citanya anti riba); Indonesia adalah nosionalisme plus Islamisme (agama) dan Komunisme; Indonesia adalah semua wilayah eks jajahan Belanda; Indonesia adalah anti imperialism dan kapitalisme; dan mungkin ada beberapa lainnya. Berbeda dengan Sukarno, Adolf Hitler focus pada “folk” (Volk) yaitu tentang ras Jerman. Pada masa itu ahli-ahli Biologi banyak yang mengeluarkan teori tentang keunggulan ras. Hitler meyakini bahwa Bangsa Jerman adalah ras unggul dan ras mulia yaitu Ras Arya. Ras ini tidak boleh bercampur dengan ras lainnya, khususnya Jahudi di sana pada era itu. Sukarno dan Hitler adalah contoh dua pemimpin yang memahami siapa yang dia akan pimpin. Mungkin tidak semua pemimpin dunia, kalau kita tidak ingin menyebutkan hanya segelintir, yang memikirkan bangsanya ketika menjadi kepala negara atau raja. Tapi, jika kita membahas tentang pemimpin yang adil, di mana kepentingan nasional menjadi fokus seorang pemimpin, maka kunci utamanya adalah pemahaman atas bangsanya menjadi nomer satu. Apakah pemimpin itu “dilahirkan” atau “dikader”? Para Nabi tersebut memang “dilahirkan”, bukan merupakan proses kaderisasi. Pemahaman agama atas kenabian menunjukkan bahwa kehadiran para nabi adalah langsung ditunjuk Allah SWT untuk memimpin sebuah bangsa yang rusak. Bukan hanya ahli agama saja yang percaya pada teori itu. Bahkan, bukan hanya para nabi, menurut teori “pemimpin itu dilahirkan”, semua pemimpin besar sudah ditakdirkan keberadaannya. Tentang Sukarno, Ensiklopedia misalnya menulis “endowed with commanding presence, radiant personality, mellifluous voice, vivid style, a photographic memory, and supreme self-confidence, Sukarno was obviously destined for greatness”. Pandangan ini mengatakan adanya bawaan natural dalam diri Sukarno yang menakdirkannya menjadi orang besar. Namun, pandangan bahwa pemimpin itu harus melalui kaderisasi maupun kerja keras, tidak percaya pemimpin itu “dilahirkan”. Menurutnya, seorang pemimpin harus mengalami berbagai proses kehidupan beresiko dan kesadaran mengambil resiko yang panjang. Tidak bisa mempercayakan kepemimpinan pada sesorang yang kurang pengalaman. Semakin besar pengalaman seseorang, semakin tinggi tingkat kepemimpinannya. Sebagai orang beragama, saya meyakini kedua teori itu bersifat resultante, alias sinergis. Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang diinginakan Allah SWT dan hasil kerja keras penuh resiko. Menariknya dalam Islam, pemimpin yang adil itu baru diberikan Tuhan YME setelah rakyatnya ingin merubah diri. Jadi, dalam Islam perubahan itu merupakan peristiwa kolektif (Qur’an: “Allah Tidak Akan Merubah Nasib Sebuah Kaum Sebelum Mereka Merubah Keadaanya Sendiri”), bukan soal superioritas dan hegemoni pemimpin. Namun, tentu saja pemimpin itu secara dominan merupakan penunjuk jalan, baik secara kolektif (musyawarah) maupun tunggal. Pentingnya kaderisasi, disamping “endowment” (sifat natural), bagi sebuah kepemimpinan bangsa adalah untuk melihat rekam jejak pemimpin itu sendiri. Apalagi dalam kompetisi pilpres saat ini, yang sarat dengan manipulasi pencitraan. Karakter seorang pemimpin yang dipelajari oleh ahli-ahli psikologi menyangkut 5 hal dasar yang sering dibahas, yakni Openness to Experrience (pribadi yang terbuka untuk pengalaman baru), Conscientiousness (konsistensi), Extroversion (suka berinteraksi sosial), Agreeableness (mampu membangun kepercayaan kolektif) da Neurotism (stabilitas emosi) atau dikenal dengan OCEAN (sumber: floridatechonline.com). Dalam Islam, sifat pemimpin itu disebutkan ada 4 yang dasar, yakni 1) Kejujuran (Siddiq), 2. Melakukan sesuatu yang diamanatkan (Amanah atau Trust), 3. Menyampaikan kebenaran (Tabligh atau Show the way), 4. Cerdas (Fatonah). Baik ciri-ciri karakter atau sifat yang dikenalkan para psikolog maupun menurut agama Islam di atas, dapat melihat atau mengukur sosok pemimpin dari sisi internal, atau sosok kepribadiannya. Pemimpin tidak amanah misalnya, berbahaya karena dapat membelokkan amanat penderitaan rakyat menjadi bisnis keluarga atau kroni. Ini umumnya terjadi di era Suharto dan sesudahnya. Pada era Sukarno, ambisi-ambisinya untuk menjadi pemimpin besar, seperti istilah Fuhrer untuk Adolf Hitler, yang tidak terkontrol, juga merupakan pelanggaran amanah. Margareth MacMillan, Oxford University, dalam World Economics Forum, 2017 memberikan catatan tentang perangkap yang selalu ada dalam kekuasaan. Perangkap tersebut antara lain ketika sang pemimpin terperangkap oleh propaganda yang dia buat sendiri dan ketika sang pemimpin tidak sensitif kapan waktunya turun tahta. MacMillan juga mencatat bahayanya seorang pemimpin jika “kurang mau mendengar” masukan. Kejatuhan seorang pemimpin maupun melenceng dari arah yang benar, awalnya terjadi karena menutup diri dari saran atau nasihat lingkungan politiknya. Tantangan terbesar Bangsa Indonesia sampai saat ini adalah korupsi dan perangkap feodalisme. Kepentingan publik, ruang publik, asset publik dan segala yang bersifat publik dibajak untuk memenuhi interest pribadi dan atau keluarga. Bahkan, kekuasaan dan power saat terkahir ini, secara kasat mata, digunakan juga untuk mendelegitimasi upaya penangan korupsi oleh KPK. Feodalisme sendiri terkait upaya-upaya mewariskan kekuasaan berdasarkan keturunan, bukan ukuran kepantasan. Penggunaan 11.000 aparat negara menjaga perkawinan anak presiden, seperti baru-baru ini terjadi, juga ada contoh kekonyolan sifat feodalistik pemimpin. Korupsi dan feodalisme merupakan tantangan internal. Namun, tantangan eksternal berasal dari perubahan geopolitik, recovery paska pandemi Covid-19 dan perubahan teknologi. Lima tahun lalu, World Economics Forum, 2017, misalnya melihat tantangan geopolitik, berupa perang dagang US vs. RRC serta industri 4.0, sebagai “driving factors” arah dunia, namun saat ini kita sadari yang terjadi bukan lagi perang dagang, tapi telah terjadi perang fisik di Ukraina, antara Russia yang didukung RRC, Korea Utara dan Iran versus Amerika dan barat, serta adanya potensi perang di Laut China Selatan antara blok Amerika vs. RRC. Perang dagang dan perang fisik ini merupakan katastropik alias malapetaka besar bagi dunia, termasuk Indonesia. Pemimpin Indonesia ke depan harus menghitung secara teliti dan sungguh-sungguh posisi dan keterlibatan Indonesia dalam geopolitik itu. Kita tidak hidup di ruang hampa, seolah-olah bisa mengisolasi diri atau memberikan propaganda nasionalisme semu kepada rakyat. Sejarah memperlihatkan ketika Belgia menyatakan netral dalam perang dunia kedua, Hitler langsung menyerbu Belgia. Seberapa kuat kita sebagai sebuah bangsa saat ini? Apakah perpecahan yang direkayasa selama sepuluh tahun terakhir, yang saya yakin dimotori kaum oligarki, mampu membuat benteng kebangsaan kita dalam dunia yang bergolak? Tantangan teknologi juga persoalan besar yang harus kita hadapi. Saat ini di luar isu industri 4.0 dan society 5.0, digitalisasi telah sempurna paska pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, meskipun sarana teknologi informasi telah optimal, namun manusia masih enggan untuk sepenuhnya dalam dunia digital tersebut. Dengan pengakuan atas dunia digital ini, berbagai ahli hukum di negara maju, misalnya mulai mempelajari kontraktual baru antara manusia. Misalnya, apakah pemerkosaan di Metaverse yang dilakukan seseorang mempunyai dampak hukum di dunia nyata? Banyak sekali turunan persoalan dari dunia digital ini. Pemimpin yang tidak melihat kerumitan baru akibat digitalisasi dunia, pasti akan membawa Indonesia terjebak dalam keterpurukan yang lebih dahsyat. Kebiasaan Indonesia dari jaman VOC yang bangga dengan berdagang rempah-rempah dan hasil tambang adalah kebanggaan yang seharusnya dihapus dari kehidupan kita. Bangsa ini harus siap menyongsong dunia dengan teknologi tercanggih ke depan. Ada ungkapan populer sebagai berikut: “dalam setiap krisis, pemimpin besar akan datang”. Memang sejarah seringkali menunjukkan hal demikian. Tapi sejarah juga menunjukkan bahwa Sukarno dan para pendiri bangsa datang setelah orang-orang Indonesia badannya tinggal tulang dihisap Belanda. Percaya pada Allah SWT tentu saja, tapi takdir tersebut harus rakyat yang menjemputnya. Rakyat Indonesia saat ini dalam krisis yang dalam dan dunia sedang begitu kejam. Satu-satunya jalan adalah bangkit dan menjemput pemimpin ideal itu, bukan diam dan pasrah. Pada tahun depan semua kekuatan berebut kekuasaan. Kaum oligarki telah membuat “road map” yang indikasinya adalah UU Omnibuslaw Cipta Kerja, di mana kontrol kaum kapitalis maksimal dalam mengekploitasi kekayaan alam. Indikasi kedua adalah pemindahan ibukota. Jika ibukota dipindahkan maka Jakarta akan sepenuhnya dikontrol kaum kapitalis. Jakarta adalah kota kaya raya. Menurut sebuah riset, hanya 5 pengembang atau kelompok bisnis properti yang menguasai tanah-tanah strategis di Jabodetabek. Selama ini Jakarta bergolak karena para oligarki tidak bisa seenaknya, karena di Jakarta berimpit antara urusan politik dan bisnis. Pemimpin yang bertarung ke depan adalah penerus kepentingan oligarki atau sebaliknya kembali pada pemimpin besar yang cinta rakyat? Sampai saat ini kita melihat kekuatan oligarki versus kekuatan rakyat cukup berimbang. Hancurnya kelompok Sambo, yang terindikasi sebagai sebuah kekuatan pemukul kaum oligarki, menyulitkan operasi politik mereka ke depan. Operasi politik dengan PT 20% juga terlihat penuh hambatan, karena gerakan Surya Paloh yang memisahkan diri dari barisan Joko Widodo cukup fatal bagi kontrol atas penjaringan capres mereka. Rencana penggagalan pemilu ke depan nanti, melalui isu perpanjangan masa jabatan, mempunyai potensi kerusuhan sosial yang mungkin tidak terkendali. Kekuatan oligarki kelihatannya juga mulai terpecah belah, ada yang mulai beradaptasi pada konsesi politik yang saling menguntungkan semua kekuatan bangsa. Bangsa Indonesia harus terus optimis melihat perubahan ke depan. Kita harus bersandar pada cita-cita proklamasi sebagai acuan. Indonesia harus untuk Bangsa Indonesia. Kekayaan alam kita harus dibagi rata, semua mendapatkannya, semua senang bersama-sama. Ideologi Pancasila yang sosialitik harus kembali jaya. Kemudian, siapa pemimpin ideal ke depan? Pemimpin ideal ke depan, dari pembahasan kita di atas, adalah pemimpin yang tidak didukung kekuasaan dan kekuatan Jokowi. Jika kita bekerja keras menemukannya serta berdoa pada Allah SWT, maka akan segera terlihat banyak pemimpin pilihan ke depan. Pemimpin yang penuh amanah, terpercaya, cinta rakyat miskin, dan tidak tunduk pada kepentingan asing maupun segelintir oligarki. Jika tahun depan muncul banyak atau beberapa pemimpin ideal di ruang publik, maka tugas selanjutnya adalah membangun komunikasi dan koalisi antara parpol yang cukup mengusung capres/cawapres. Kita harus optimis itu akan terjadi juga. Perlu dihindari egoisme elit kaum perubahan. Musyawarah dan mufakat bisa dipraktikkan dalam menyusun rencana pencapresan yang saling menguntungkan, namun terutama untuk menguntungkan bangsa. Itulah tantangan terbesar kita. Pantai Anyar, 25/12/22. (*)

Kontraksi Demokrasi

Oleh Yusuf Blegur - Mantan Presidium GMNI  NASIB NKRI sangat ditentukan dan  dipertaruhkan oleh demokrasi. Sebuah tata cara mengelola kedaulatan rakyat yang tak pernah berujung pada negara kesejahteraan.  Rakyat benar-benar tak pernah menikmati demokrasi yang sesungguhnya. Dalam pelaksanaannya dan  bahkan apakah ia menjadi satu sistem yang tepat, terus dipertanyakan dan digugat sepanjang sejarah penyelenggaraan negara. Demokrasi di Indonesia cenderung disepakati lebih karena mengakomodasi pluralitas, bukan sebagai sistem nilai bagi sebuah kehidupan komunal atau pada sebuah negara. Pelaksanaan demokrasi di negara yang begitu bhinneka dan majemuk seperti di Indonesia, nyaris hanya membahas lalu lintas sosial politik masyarakatnya. Dinamika  yang muncul lebih dominan pada ruang eksistensi, status sosial dan penguasaan  orang dan kelompok tertentu kepada  orang dan kelompok lainnya. Seiring waktu, demokrasi gagal mengentaskan tradisi feodal dan kolonial. Demokrasi pada contohnya di Indonesia, sering abai dalam mengatur perjalanan bersama dalam mencapai tujuan bersama sebagai sebuah negara bangsa. Sebagai produk peradaban barat, demokrasi yang dipaksa dan dikembangkan pada habitat populasi dunia. Wajah demokrasi selalu menampilkan pesona yang menjanjikan, menawarkan kebaikan dan digembar-gemborkan sebagai solusi persoalan umat manusia. Akan tetapi secara esensi dan substansi, demokrasi secara perlahan dan pasti menunjukkan watak aslinya sebagai sub-koordinat kapitalisme global.   Ada hegemoni para pemilik modal besar dalam wujud korporasi dan elit partai politik yang menguasai proses kedaulatan rakyat. Tak bisa menghindari  rekayasa dan pembajakan konstitusi, demokrasi tak bisa lepas dari oligarki. Demokrasi membawa semangat dan pesan-pesan materialistik, mengusung liberalisasi dan sekulerisasi. Dalam wujud apapun mulai dari lingkungan terkecil hingga pada kontes panggung besar yang beririsan dengan kepentingan publik. Demokrasi melacur, mulai memainkan peran kamuflase dan manipulatif. Dari pemilihan ketua RT, pimpinan ormas, ketua partai politik dan jabatan birokrasi hingga presiden, semua tak lepas  dari tawar-menawar dan transaksional. Ada harga ada jabatan, ada kekuasaan ada kekayaan dan kehormatan.  Hanya ada nama pseudo demokrasi jika enggan disebut demokrasi pesakitan. Sepanjang perjalanan demokrasi berlangsung, sepanjang itupula mengalami kontraksi. Terlalu sering mengalami goncangan, pendarahan dan kematian bagi kedaulatan rakyat yang sesungguhnya. Jarang melahirkan sistem nilai dan manusia (perform) yang menjadi row model bagi tatanan masyarakat yang berkeadaban. Alih-alih mendatangkan kemaslahatan, industri aspirasi yang mengusung negara kesejahteraan dengan kampanye adil dan makmur itu, justru terus masif menuju kemunduran peradaban manusia. Demokrasi selain disanjung dan dipuja oleh kultur barat, ia juga dianggap menjadi pengingkaran religi, seperti Islam. Sangat kentara, demokratisasi yang berdampingan dengan penerapan konsep HAM, lingkungan   dan perubahan iklim, perlawanan terhadap terorisme dan narkoba, kampanye LGBT dan seks bebas,  dlsb., sejatinya menjadi upaya menegasikan dan mengaburkan Islam dan syariatnya yang menawarkan kepastian keteraturan, disiplin dan pelbagai sistem sosial dan hukum bagi kemaslahatan seluruh alam dan manusia. Agitasi dan propaganda Kapitalisme dan juga komunisme  global, pada intinya diadakan untuk mereduksi atau jika perlu meniadakan Islam di muka bumi. Oleh karena itu, kebuntuan, keputus-asaan dan rasa frustasi akan terus membayangi populasi dunia yang gandrung pada kebebasan tanpa batas dan orientasi materi. Fenomena atheis dan eksistensi kebendaan yang kuat  melekat pada masyarakat barat, kini berangsur-angsur mencari nilai-nilai. Kapitalisme dan komunisme seiring waktu  terus mengalami kejumudan, mulai memburu spiritualitas,  hakekat Ketuhanan dan  kemanusiannya. Menumpang pada budaya olah raga,  sebagian besar  representasi internasional berkesempatan menikmati keramah-tamahan, keindahan dan kebaikan Islam. Melalui Piala Dunia Qatar, Islam berhasil menularkan pemahaman tentang religi yang mampu membawa keberadaban spritual tanpa harus kontradiksi dengan modernitas dan termasuk keyakinan demokrasi versi barat itu. Qatar membingkai pesta sepak bola paling akbar sejagat itu, dengan mendeklarasikan kebaikan Islam sebagai solusi problematika peradaban manusia. Tanpa harus larut dalam kecemasan dan ketakutan pada kontraksi demokrasi yang tak berujung pada negara kesejahteraan,  serta upaya menghadirkan kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, juga dunia. *) Dari pinggiran catatan labirin kritis dan relung kesadaran perlawanan.* Bekasi Kota Patriot. 25 Desember 2022/1 Jumadil Akhir 1444 H.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari: Game Over, Tak Layak Dilanjutkan

Oleh Asyari Usman - Jurnalis Senior FNN KOMISI Pemilihan Umum (KPU) sedang dilanda krisis besar. Pucuk pimpinannya sedang menghadapi tuduhan skandal gratifikasi seks. Padahal, lembaga ini adalah salah satu yang penting di Indonesia. Bahkan teramat penting. Sebab, KPU punya wewenang untuk menetapkan siapa-siapa yang akan duduk di DPR dan siapa yang akan menjadi presiden lewat pemilu. Pimpinan KPU, terutama ketuanya, perlu senantiasa berada dalam kondisi integritas yang tidak cacat. Gratifikasi seks dengan imbalan Partai Republik Satu (PRS) diloloskan dalam verifikasi administrasi, diungkapkan sendiri oleh ketua umumnya, Hasnaeni Moein. Dia membeberkan kepada tim pengcaranya yang dipimpin Dr Farhat Abbas SH MH tentang kronologi “cicilan seks” dengan Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Hari Kamis (22/12/2022) Hasyim dilaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu (DKPP) dengan dugaan telah menyalahgunakan posisinya sebagai ketua KPU untuk mendapatkan gratifikasi seks. DKPP berjanji akan melakukan penyelidikan terhadap laporan perbuatan asusila ini. Di depan para pengacaranya, Hasnaeni mengaku dijanjikan oleh Hasyim lolos di tahap verifikasi administrasi dengan imbalan seks. Hasilnya, PRS lolos. Namun, di tahap verifikasi faktual partai ini gagal. Menurut Hasnaeni –yang dijuluki “Wanita Emas”--  dia mengalami pelecehan seksual oleh HA berulangkali. Hal ini dia jelaskan kepada Farhat. Seperti dilaporkan CNNIndonesia, mengutip penjelasan Farhat Abbas, dugaan gratifikasi seksual itu berlangsung lebih 10 kali. Yaitu, pada 13 Agustus 2022, 14 Agustus 2022, 15 Agustus 2022, 17 Agustus 2022, 18 Agustus 2022, 21 Agustus 2022, 22 Agustus 2022, 23 Agustus 2022, 25 Agustus 2022, 27 Agustus 2022, serta 2 September 2022 di lima tempat berbeda. Hasnaeni mengatakan dia memiliki bukti-bukti yang sangat kuat. Termasuk percakapan WA dan foto-foto yang menunjukkan kebersamaan dia dengan Ketua KPU. Laporan ini sangat serius. Hasnaeni pastilah memahami risiko hukum yang serius pula kalau dia mengarang-ngarang cerita. DKPP mengatakan mereka akan melakukan penyelidikan tetapi hasilnya tidak bisa cepat. Publik akan mengikuti dengan cermat tindakan DKPP dalam menangani dugaan gratifikasi seks ini. Karena itu, semua personel DKPP harus bekerja profesional, jujur dan adil. Perlu diingatkan agar DKPP tidak coba-coba bertindak untuk melindungi Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Pasti akan kelihatan. Rakyat mengikuti kasus ini dengan cermat. Ada baiknya Hasyim dinonaktifkan supaya penyelidikan berjalan lancar. Tanpa bayang-bayang kekuasaan. Di pihak Hasyim sendiri seharusnya sudah ada langkah ke arah pengunduran diri. Tidak perlulah harus dipecat dengan tidak hormat. Cukuplah Hasyim menggunakan pertimbangan yang jernih dan memahami keinginan publik. Jika benar terjadi, gratifikasi seks sangatlah tercela. Ketua KPU tidak punya tempat lagi untuk melanjutkan jabatannya. Tidak hanya dugaan imbalan seks. Ada isu lain yang juga sangat terkutuk. Yaitu, dugaan bahwa KPU pusat melakukan intimidasi terhadap para komisioner KPUD di beberapa daerah agar menjadikan sejumlah partai yang “tak memenuhi syarat” (TMS) dijadikan “memenuhi syarat” (MS). Sejumlah komisioner KPUD provinsi dan kabupaten melawan perintah KPU pusat. Para anggota KPUD mengatakan mereka diancam dengan tindakan yang aneh tapi sangat seram. Bahwa mereka akan dimasukkan ke rumah sakit. Belum ada yang bisa menjelaskan apa kira-kira maksud ancaman ini. KPU perlu diselamatkan untuk pemilu 2024. Masih ada waktu untuk melepaskan lembaga ini dari kebejatan individual. Bersihkan KPU pusat dari pejabat-pejabat yang bermental korup. Cukuplah sampai di sini prahara KPU yang disebabkan oleh Hasyim Asy’ari. Game over untuk Anda. Tak layak dilanjutkan.[]

Anies Adalah Badai

Namun, tampaknya, amukan Badai Anies, sulit dijinakkan. Karena, badai terlanjur marah. Maka, satu-satunya jalan adalah dengan menunda Pilpres 2024 karena nama Ganjar kurang laku di masyarakat. Oleh: Mochamad Toha, Wartawan Forum News Network-FNN BADAI ini bernama Anies Rasyid Baswedan. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu kini sangat ditakuti lawan-lawan politiknya. Karena, Anies kini menjadi “Badai Pembaruan Politik Asal Bapak Senang (ABS) di Indonesia. Badai itu kini menerjang Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketua KPU Hasyim Asy’ari diterjang badai sehingga tersingkaplah tirai skandal gratifikasi seksnya dengan Ketum Partai Republik Satu (PRS) Hasnaeni Moein. Hasnaeni mengatakan dia memiliki bukti-bukti yang sangat kuat. Termasuk percakapan WA dan foto-foto yang menunjukkan kebersamaan dia dengan Hasyim Asy’ari. enurut Farhat Abbas, penasehat hukum Hasnaeni, dugaan gratifikasi seksual itu berlangsung lebih 10 kali. Yaitu, pada 13 Agustus 2022, 14 Agustus 2022, 15 Agustus 2022, 17 Agustus 2022, 18 Agustus 2022, 21 Agustus 2022, 22 Agustus 2022, 23 Agustus 2022, 25 Agustus 2022, 27 Agustus 2022, dan 2 September 2022 di 5 (lima) tempat berbeda. Dalam waktu yang nyaris bersamaan, badai juga melanda Istana Negara. Dus, si empunya Istana, Presiden Joko Widodo, tampak panik. Sembari berseloroh, ia pun menyinggung beberapa pihak yang sering menyalahkan Istana. Bahwa banyak peristiwa politik di Republik ini selalu dikaitkan dengan Istana, sebagai “kambing hitam”, kata Jokowi saat berpidato dalam acara Hari Ulang Tahun (HUT) ke-16 Partai Hanura di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Rabu (21/12/2022). Presiden Jokowi buka suara soal banyaknya tudingan kepada pihak Istana di balik kegagalan sejumlah pihak yang tidak bisa mendapatkan keinginannya. Menurut Presiden Jokowi, Istana kerap menjadi kambing hitam. Karena gagal maju sebagai calon presiden atau capres di Pilpres 2024 (padahal belum ada penetapan capres), Istana maupun pemerintah, kata Jokowi, selalu menjadi sasaran empuk menjadi kambing hitam. Koq Jokowi tahu duluan jika ada bakal capres yang gagal maju sebagai capres? Anieskah yang dimaksud? Karena, sejak namanya muncul sebagai bakal calon presiden yang digadang-gadang Partai NasDem, selalu mendapat serangan dari orang-orang atau institusi yang diduga berafiliasi ke Istana. Tujuannya hanya ingin “melenyapkan” Anies dari kontestasi Pilpres 2024. Jokowi lantas merasa heran kalau ia ikut terseret dari kemarahan pihak-pihak tertentu. Padahal, Jokowi merasa tak memiliki urusan untuk itu. Jokowi juga mengajak seluruh pihak untuk (tetap) berakal sehat dalam menjalani dunia perpolitikan. Jokowi pernah bicara soal Pilpres bahwa yang menghendaki jabatan 3 periode akan menjerumuskan dirinya. Tapi, faktanya lain, bahkan beragam skenario seperti airbah untuk perpanjangan masa jabatan, dicari sumbernya arahnya dari Istana. Terjadinya malang melintang kuasa Oligarki menguasai semua pejabat negara dari pusat sampai daerah, partai politik (parleman) dan bahkan hampir semua lembaga hukum, sumbernya memang dari Istana. Bakal calon Presiden yang sedang melakukan sosialisasi dirinya pada rakyat, sasaran hambatan segala macam hanya mengarah pada Anies, intervensinya sangat jelas dari Istana. Hasnaeni ungkap Hasyim Asyari pernah bilang Ganjar Pranowo didesain jadi Presiden RI oleh KPU, dan fakta sinyal politik berambut putih muka keriput arahnya jelas ke Ganjar Pranowo. Sumbernya jelas, dari Istana: Jokowi sendiri yang memberi sinyal itu! Macam-macam masalah berindikasi pelanggaran Konstitusi sampai keinginan penundaan pemilu sangat sulit dinafikan, bahwa itu memang rekayasa yang berasal dari Istana dengan bantuan Dewan Pertimbangan Presiden pimpinan Wiranto. Konon, seorang pejabat lembaga tinggi negara setelah bertemu Wantimpres, kemudian melontarkan usulan agar jabatan Presiden diperpanjang 2 atau 3 tahun. Artinya, Pilpres 2024 ditiadakan, baru 2 atau 3 tahun kemudian ada Pilpres. Selama ini, Istana memang diduga menjadi salah satu sumber “masalah” di negeri ini. Sasaran tembak untuk dilenyapkan secara politik jelas. Arahnya ke Anies Baswedan agar tidak bisa ikut kontestasi Pilpres 2024. Untuk “melenyapkan” Anies sang Badai itu, sejumlah skenario besar tampak tengah seiring berjalan. “Melenyapkan” Anies dari panggung politik nasional tampak berkelindan dengan wacana-wacana perpanjangan periode/masa jabatan dan/atau penundaan pemilu. Semua skenario itu akan ditumpukan pada Anies. Semua kesalahan dan kekacauan politik atau instabilitas politik tampak akan menjadikan Anies sebagai akar masalah. Karenanya, semua “peluru” tampak sedang dimuntahkan. Dan, semua yang dilibatkan harus mulai “mengokang” senjatanya. KPK, KPU, Bawaslu hingga buzzer serentak “menyerang” Anies. Bisa berhasil, bisa juga tidak. Namun, keduanya tetap menjadi buah simalakama. Sama-sama bisa menjadi bumerang. Dan, menjadi pemicu “people power”. Semua manuver yang dilakukan “pihak” Istana itu hanya untuk menjegal Anies, dan untuk memuluskan Ganjar Pranowo. Namun, tampaknya, amukan Badai Anies, sulit dijinakkan. Karena, badai terlanjur marah. Maka, satu-satunya jalan adalah dengan menunda Pilpres 2024 karena nama Ganjar kurang laku di masyarakat. Rakyat Indonesia sedang mengelu-elukan Anies sebagai badai pembaruan politik ABS di Indonesia. Istana pun panik. (*)