ALL CATEGORY

Pilot Gobay Berupaya Pasok Senjata untuk KSB

Jayapura, FNN - Pangdam XVII Cenderawasih Mayor Jenderal TNI Muhammad Saleh Mustafa mengatakan pilot Anton Gobay yang ditangkap pihak berwenang di Filipina pada Sabtu, 7 Januari 2023, berupaya memasok senjata api untuk kelompok sipil bersenjata di Papua.\"Memang ada laporan terkait senjata api yang dimilikinya yang diduga akan dipasok untuk KSB (kelompok sipil bersenjata) di Papua, namun sebelum terealisasi Anton Gobay yang berprofesi sebagai pilot itu ditangkap. Kami masih mendalami apakah yang bersangkutan pernah memasok senjata api atau ini yang pertama,\" kata Pangdam kepada ANTARA di Jayapura, Papua, Sabtu.Sementara itu, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Papua Komisaris Besar Polisi Faizal Rahmadani secara terpisah mengatakan dari data yang dimiliki, Anton Gobay pernah ditangkap pada tahun 2014 di Nabire saat sebelum sekolah penerbangan di Manila, Filipina.Anton Gobay aktif di KNPB (Komite Nasional Papua Barat) Nabire dan punya jaringan ke Sebby Sambon serta KSB.\"Dia baru mau mencoba menjual 12 pucuk senjata api, di antaranya 10 jenis AR 15 yang dikumpulkan di Filipina untuk dijual ke Papua, namun belum dipastikan ke kelompok mana karena senjata itu akan dijual ke penawar dengan harga tertinggi,\" jelas Faizal.Dari laporan yang diterima, tambah Faizal, saat ini Anton Gobay tidak dalam pekerjaan pilotnya.\"Sementara ini Anton Gobay tidak dalam posisi pekerjaan sebagai pilot di maskapai penerbangan mana pun,\" tambahnya.KSB atau KKB adalah kelompok yang sama. TNI menyebutnya KSB, sedangkan Polri menyebutnya KKB (kelompok kriminal bersenjata).Kelompok tersebut seringkali melakukan aksi teror berupa penembakan ke warga sipil dan TNI-Polri serta berupaya memisahkan Papua dari NKRI.(sof/ANTARA)

Menkopolhukam Memaparkan Tantangan Masa Depan Indonesia

Surabaya, FNN - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD memaparkan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia sekarang ini sama beratnya dengan masa lalu.Mahfud yang ditemui wartawan di Surabaya, Sabtu, mencontohkan tantangan masa lalu yang dihadapi bangsa Indonesia adalah berada di tengah geopolitik perang dunia.\"Saat dasar negara Pancasila dibuat tahun 1945, Indonesia hanyalah negeri jajahan yang tergolong kecil, belum diakui sebagai sebuah negara, namun berhasil merdeka di tengah gemuruh Perang Dunia II,\" katanya di Gedung Negara Grahadi, Surabaya.Sedangkan tantangan masa depan yang dihadapi Indonesia, lanjut Mahfud, saat ini sedang berada di tengah geopolitik perang Rusia dan Ukraina, yang berdampak pada ancaman krisis ekonomi dalam negeri.\"Kebanyakan makanan kita sehari-hari, seperti mi, roti dan kue-kue lainnya, bahan bakunya, yaitu gandum sekitar 87 persen masih impor dari Ukraina,\" ujarnya.Belum lagi Indonesia ke depan harus menghadapi perubahan iklim dunia yang sangat menantang terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dalam negeri.Untuk mengantisipasi berbagai tantangan tersebut, Mahfud mengajak masyarakat Indonesia bersatu, khususnya demi memperkuat ketahanan pangan di negeri sendiri.Menurut ia, kalau pada tahun 1945 masyarakat Indonesia bisa bersatu menghadapi berbagai tantangan sehingga bisa mencapai kemerdekaan, kenapa sekarang tidak.\"Jadi, tantangan masa lalu dan masa kini sama beratnya, cuma beda jenisnya. Secara ideologis kita juga menghadapi gangguan-gangguan ideologi transnasional,\" katanya.Mahfud kemudian mengutip penjelasan seorang kiai kampung yang menegaskan bahwa rumah Pancasila ibarat masjid bagi umat Islam.\"Di dalam masjid, orang harus dikeluarkan kalau tidak mengikuti aturan masjid. Di rumah Pancasila, orang melanggar aturan Pancasila harus dikeluarkan. Artinya harus ditindak,\" jelasnya.Mahfud menegaskan pemerintah tidak akan menoleransi terhadap pergerakan-pergerakan anti-ideologi Pancasila yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).Namun, secara keseluruhan Menkopolhukam menilai iklim demokrasi di Indonesia sampai sekarang masih berjalan dengan baik.Ia mencontohkan situasi keamanan di Papua yang dinilai masih terbilang kondusif setelah penangkapan Gubernur Lukas Enembe oleh Komisi Pembarantasan Korupsi dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi.\"Selain itu, aksi penolakan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja yang belakangan bermunculan di berbagai daerah juga masih berjalan sesuai dengan mekanisme prosedur hukum,\" kata Mahfud.(sof/ANTARA)

Pemuda Gabung Kelompok Bersenjata Terkait Lapangan Pekerjaan

Jayapura, FNN - Direktur Kriminal Umum Polda Papua, Komisaris Besar Polisi Faizal Rahmadani, mengaku, banyaknya pemuda khususnya di Kabupaten Pegunungan Bintang yang bergabung dengan kelompok bersenjata di saja diduga akibat terbatasnya lapangan kerja.  \"Memang benar saat ini banyak pemuda yang bergabung dan menjadi anggota KKB dan usia mereka di bawah 25 tahun,\" kata dia.  \"Selain bergabung dengan KKB mereka juga seringkali melakukan tindak kriminal,\" kata dia kepada ANTARA, di Jayapura, Papua, Sabtu.  Dari kenyataan itu, kata dia, diharapkan pemerintah daerah bersama para pihak merangkul mereka dengan membuka lapangan pekerjaan sehingga memiliki pekerjaan dan kegiatan positif. \"Bila nanti lapangan pekerjaan dibuka dan mereka direkrut maka gangguan kamtibmas di wilayah itu berkurang,\" kata dia.   Ketika ditanya tentang penanganan kelompok bersenjata di Oksibil, Kabupaten Pegunungan Bintang, Rahmadani yang juga komandan Satgas Damai Cartenz 2023 mengaku, saat ini satu kompi anggota satgas sudah berada di Oksibil.  \"Satu kompi anggota Satgas Damai Cartenz sudah bergabung dengan aparat keamanan di Oksibil dan berharap wilayah itu segera kembali kondusif,\" kata dia.   Gerombolan bersenjata di sana sejak Sabtu (7/1) menebar teror, di antaranya membakar gedung SMKN 1 dan Disdukcapil Pegubin serta menembak pesawat terbang milik Ikairos sesaat hendak mendarat di Bandara Oksibil. Tercatat 187 warga sejak Kamis (12/1) mengungsi ke Sentani, Papua, karena ketakutan.(sof/ANTARA)

Terhadap Kekuasaan Tirani dan Otoriter Tidak Ada Kompromi dan Jalan Tengah

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  \"Rotten fish from its head (ikan busuk dari kepalanya). Stop jadi jongos ekonomi dan politik (Prof Daniel M Rasyid). Cepat atau lambat rakyat dengan caranya sendiri-sendiri pasti akan bangkit melawan. \"When justice fails, public opinion takes over. When the law is lost in the extremes of legalism, or bends under the weight of money, mobs begin to burn and murder.” (Ketika keadilan gagal, opini publik mengambil alih. Ketika hukum tersesat pada kejumudan Undang-Undang atau bengkok karena uang, massa mulai akan membakar dan membunuh). Saat ini tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan Indonesia, pintunya hanya People Power - Revolusi atau Kudeta oleh Rakyat. Setiap kudeta bisa bermakna Ilegal. Hanya satu kudeta yang legal, yaitu kudeta dalam rangka menegakkan kedaulatan rakyat. Dalam rangka menggulingkan tirani. Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Karena, karakter pemimpin tirani tidak bisa diterima untuk memimpin bangsa yang merdeka. Pilihan bagi penguasa yang legitimasi politiknya semakin rendah, maka tak ada pilihan bagi penguasa selain mengoperasikan kekuasaannya dengan: 1. Manipulasi politik melalui propaganda politik dan agitasi politik untuk maksud pencitraan politik; 2. Mobilisasi politik melalui:   (a) suap politik (uang, barang, jasa, pangkat, jabatan, dan sek);  (b) koersi politik (pembunuhan karakter dan penghilangan nyawa). Kesalahan tidak akan berubah karena perjalanan waktu (Muhammad Abduh). Proses pembenaran waktunya hanya sesaat. Cepat atau lambat akan menghantam balik pelakunya ketika kebenaran sudah menyeruak ke permukaan. Gerakan besar mengembalikan negara kepada kiblatnya sesuai tujuan negara seperti tertulis dalam pembuatan UUD 45 adalah mutlak harus diperjuangkan dalam keadaan dan cuaca makin gelap. Inilah momentum tokoh nasional secepatnya melakukan konsolidasi guna terhimpun sebuah kekuatan besar hingga mampu melakukan gerakan perubahan besar dan mendasar untuk menyelamatkan Indonesia. Maka jika benar-benar menghendaki perubahan, tak ada lagi pilihan selain penggantian Presiden dengan kekuatan people power, sebagai pintu perubahan dan perbaikan. Menghadapinya kondisi seperti ini Jangan Naif: \"Terhadap kekuasaan yang telah berubah menjadi tirani dan otoriter tidak boleh ada kompromi dan tidak boleh ada jalan tengah.\" (*)

Trump Organization Didenda 1,6 Juta Dolar AS karena Penggelapan Pajak

Washington, FNN - Trump Organization pada Jumat (13/1) diperintahkan untuk membayar denda sebesar 1,6 juta dolar AS (1 dolar AS = Rp15.366) karena penggelapan pajak dan sejumlah tindak kejahatan lain.Dua anak perusahaan Trump Organization, dimiliki oleh mantan presiden AS Donald Trump, dijatuhi hukuman maksimal berdasarkan undang-undang New York.Trump Organization telah membantah melakukan kejahatan dan dikabarkan berencana untuk mengajukan banding atas putusan tersebut.Trump sendiri tidak didakwa dalam kasus itu.Sementara itu mantan kepala keuangan Trump Organization, Allen Weisselberg, pada Selasa (10/1) dijatuhi hukuman lima bulan penjara karena perannya dalam skema penggelapan pajak tersebut.(ida/ANTARA)

Usai Penangkapan Enembe, Komnas HAM Menemukan Indikasi Eskalasi Kekerasan

Jakarta, FNN - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan indikasi eskalasi kekerasan usai penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).\"Komnas HAM juga menemukan indikasi eskalasi kekerasan di Papua, terutama pascapenangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe,\" kata Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro dalam unggahan video di kanal YouTube Humas Komnas HAM RI \"Komnas HAM: Respon Terkait Situasi HAM di Papua\", seperti dipantau di Jakarta, Sabtu.Atnike meminta semua pihak tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat mengakibatkan konflik kekerasan di Papua semakin meluas. Lebih lanjut, ia juga menegaskan Komnas HAM mengecam tindakan perusakan fasilitas umum dan meminta semua pihak tidak menyebarkan informasi provokatif.\"Yang akan memunculkan sentimen negatif dan memperkeruh keadaan,\" tambahnya.Secara khusus, Komnas HAM meminta kapolda Papua, pangdam 17 Cendrawasih, dan pemerintah daerah di Papua dapat menciptakan situasi kondusif secara berkelanjutan dengan melibatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh masyarakat untuk meredam ketegangan di Papua.Dalam kesempatan tersebut, Atnike juga menyampaikan apresiasi pernyataan dan arahan Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono dan Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo dalam kunjungan kerja ke Papua beberapa waktu lalu untuk mendukung upaya penanganan pengungsi.\"Komnas HAM berharap TNI dan Polri dapat memberi rasa aman bagi para pengungsi untuk kembali ke rumahnya,\" tambahnya.Dia juga meminta kepada TNI dan Polri mengambil langkah yang diperlukan dalam penanganan situasi keamanan di Kabupaten Maybrat, Papua Barat, dengan tetap mengedepankan norma dan prinsip HAM.\"Ke depan, Komnas HAM akan terus memantau situasi HAM di Papua,\" ujar Atnike.(ida/ANTARA)

Pesan SBY MMembawa Angin Segar bagi Demokrasi

Jakarta, FNN - Ketua Institut Harkat Negeri Sudirman Said menilai pesan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang meminta agar Pemerintah tidak mencampuri terlalu jauh soal kontestasi Pemilu 2024, membawa angin segar bagi demokrasi Indonesia.\"Pesan dari SBY meminta agar Pemerintah tidak mencampuri terlalu jauh kontestasi Pemilu 2024, ini pernyataan yang membawa angin segar bagi demokrasi. Mengapa? Karena sudah sepatutnya partai politik itu menjadi penyuara aspirasi publik,\" kata Sudirman dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu.Sebelumnya, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan SBY memberikan pernyataan terkait Pemilu 2024. Mereka berharap Pemilu 2024 terlaksana dengan adil bagi semua kontestan.AHY dan SBY juga mengimbau penyelenggara pemilu, Pemerintah, dan penegak hukum mampu melindungi kedaulatan rakyat sebagai pemilik suara dalam iklim demokrasi.\"AHY dan SBY menyampaikan pesan kuat dan harapan agar penyelenggara pemilu, aparat negara, dan Pemerintah bisa menjaga netralitas, baik TNI, BIN, Polri, dan KPK. Lembaga negara dan penegak hukum jangan jadi alat politik,\" kata mantan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu.Sudirman mengatakan Pemerintah harus mendengarkan suara masyarakat. Pasalnya, beragam praktik yang mengarah pada upaya menodai kredibilitas Pemilu 2024 mulai bermunculan.\"Seperti diberitakan bahwa mulai datang sekelompok masyarakat yang melaporkan ke DPR dalam rapat dengar pendapat bahwa ada potensi dan risiko kecurangan yang dilakukan oleh aparat penyelenggara pemilu. Hal itu (laporan) yang sangat baik dan harus dihidupkan,\" katanya.Dia berharap semua partai politik menyerukan hal serupa, yaitu menuntut netralitas lembaga penegak hukum dan lembaga negara lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemilu 2024.\"Ibarat suatu turnamen sepak bola, sangat wajar bila semua kesebelasan menuntut penyelenggara dan para wasit berlaku fair, menjaga netralitas, dan membangun sportivitas. Bila ini terjadi, maka hasil apa pun yang diperoleh pemilu yang adil dan kredibel akan diterima oleh rakyat dengan tenang,\" ujar Sudirman.Dia juga mengatakan masyarakat sipil ingin merasakan iklim demokrasi yang indah, berdaulat, dan adil. Dengan demikian, Pemerintah wajib mewujudkan hal tersebut dengan cara menjaga netralitas.(ida/ANTARA)

Isi Pidato Megawati Tidak Mengerdilkan Posisi Presiden Jokowi

Surabaya, FNN - Pengamat politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, menyebut pidato Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam HUT Ke-50 partai tersebut tidak mengerdilkan posisi Presiden Joko Widodo.\"Harus dipahami bahwa memang acara itu dimaksudkan sebagai perayaan di dalam keluarga besar dan masyarakat biasa. Sebab sejak awal didesain merupakan acara internal partai,\" kata Haryadi dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Jumat.Menurut dia, yang paling banyak diundang hadir adalah level Akar Rumput yaitu pengurus ranting partai dan Satgas Cakra Buana. Karena itu, pimpinan partai politik lain yang merupakan level elite memang tak diundang. Bahkan level menteri di kabinet Presiden Joko Widodo tak semuanya diundang. \"Layaknya dalam keluarga, bisa lebih terbuka dalam berbicara. Pesan sebagai keluarga besar adalah ciri khas Bu Mega untuk membangun internal political market dan militansi para kader. PDIP termasuk salah satu partai yang dengan political ID atau identitas politik yang paling kuat. Itu berkat kekuatan mesin politik internal yang dibangun Bu Mega selama bertahun-tahun,\" ucap dia.Cara berpolitik demikian sudah terbukti membuahkan hasil. Haryadi menjelaskan faktor yang membuat PDIP berhasil di Pemilu 1999. Selanjutnya, Pemilu 2004 dan 2009, PDIP gagal bahkan terlempar keluar dari kekuasaan. Berikutnya lagi, pada Pemilu 2014 dan 2019, PDIP merebut kembali kekuasaan.Kemenangan Pileg dan sekaligus Pilpres pada tahun 2014 dan 2019 itu, merupakan rekor baru dalam politik kepemiluan di Indonesia. Faktor penentu kemenangan dua kali berturutan itu adalah karena PDIP beruntung memiliki dua figur role model sekaligus, yaitu Megawati dan Jokowi. \"Kekuatan dua figur ini menjadi perekat identitas partai yang begitu kuat. Sekaligus menjadi penentu kemenangan PDI Perjuangan secara berturutan. Betapa pun potensi kekuatannya secara kelembagaan diperlemah oleh pemberlakuan sistem Pemilu proporsional terbuka,\" ujar Haryadi.Nah, sebenarnya jika kita bisa menelaah lebih dalam, sesungguhnya bukti di atas menguatkan betapa penting posisi Jokowi dalam point of view Megawati selaku Ketua Umum PDIP, tanpa melupakan kejelian Mega sebagai leader maker dan jiwanya sebagai seorang negarawan. \"Bu Mega menempatkan Presiden Jokowi di tempat tertinggi partai dalam kesatuan gerak dalam memikirkan dan memperjuangkan nasib rakyat. Tak ada subordinasi. Dan sama seperti tubuh, kepala tak lebih penting dari tangan atau kuku sekalipun. Tak ada keindahan organ tubuh, jika hanya ada kepala tanpa tangan dan kuku,\" katanya.\"Bu Mega jelas ingin mengatakan bahwa akar rumput partai dan masyarakat sama pentingnya dengan dirinya maupun dengan Presiden Jokowi dalam kesatuan tubuh bernama Indonesia,\" ujar dia. Maka, lanjut dia, bijak memaknai agar kepentingan yang terbungkus dalam falsifikasi pemaknaan dalam komunikasi politik tidak mendapatkan tempat dalam upaya memecah PDI Perjuangan dan Presiden Jokowi.Haryadi menyarankan agar semua pihak pihak meletakkan tiap kalimat dalam konteksnya. \"Jangan memenggal tanpa konteks. Kecuali pemenggalan itu sengaja dilakukan untuk motif dan kepentingan politik nakal,\" ucapnya.(ida/ANTARA)

Politisi Milenial Lintas Parpol Menolak Sistem Proporsional Tertutup

Jakarta, FNN - Sejumlah politisi milenial lintas partai politik (parpol) dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan penolakan terhadap pemberlakuan sistem proporsional tertutup pada Pemilu 2024.  Wakil Ketua Umum PP Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Adanti Pradipta mengkhawatirkan lemahnya keterwakilan perempuan apabila pemilihan legislatif menggunakan sistem proporsional tertutup.  \"Kalau tertutup apa jaminannya perempuan akan dipilih menjadi wakil mereka? Makanya saya lebih memilih terbuka agar bisa menyosialisasikan diri kepada rakyat,\" kata Adanti dalam acara diskusi yang digelar di Jakarta Selatan, Jumat.  Riyan Hidayat, Ketua DPP Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN) sebagai organisasi sayap PAN menilai sistem proporsional tertutup tidak mendukung kedaulatan rakyat dalam memilih wakilnya di legislatif.  \"Perdebatan kita hari ini bukan soal siapa yang diuntungkan, laki-laki atau perempuan. Tapi bagaimana meletakkan bahwa kedaulatan itu milik rakyat,\" kata Riyan.  Sementara itu, Khairany Soraya, politisi Angkatan Muda Ka\'bah (AMK) yang merupakan sayap pemuda PPP mengatakan sistem proporsional tertutup hanya akan memindahkan permainan politik uang ke dalam internal parpol.  \"Kalau menurut saya seandainya sistem proporsional tertutup, itu jadinya akan ada politik uang internal. Misal, saya nyaleg, siapa yang kenal saya. Jadi akan ada, (kasak-kusuk) di internal, \'Pak saya nomor urut berapa, nih?\',\" ujar Soraya.  Adapun Juru Bicara PSI Dedek Prayudi berpendapat bahwa sistem proporsional terbuka mendukung pertarungan yang sehat antarkontestan pemilu dalam berebut suara rakyat, sebagaimana pengalamannya menjadi calon legislatif (caleg) pada Pemilu 2019.  \"Saya di pemilu lalu pernah ngobrol-ngobrol dengan Mbak Puteri Komarudin (Anggota Komisi XI DPR RI), \'gimana di dapil-nya?\'. Dia menceritakan perjuangannya mendekatkan diri kepada kelompok ibu-ibu, UMKM. Nah, saya enggak kebayang, gimana kalau tertutup, siapa yang akan dideketin?,\" katanya.  Sementara itu Ketua Umum PP AMPG Ilham Permana dalam sambutannya pada acara diskusi mengatakan sistem proporsional tertutup merupakan sebuah kemunduran demokrasi di Indonesia yang berpotensi menutup ruang bagi anak-anak muda Indonesia untuk berkontestasi dalam pemilu.  \"AMPG menolak dengan tegas sistem proporsional tertutup yang bukan hanya membatasi ruang gerak karya anak muda tapi juga menghilangkan asas kedaulatan rakyat yang selama pemilu mereka langsung bisa mengenal, menilai dan pada akhirnya memilih para wakil rakyatnya,\" ujarnya.(ida/ANTARA)

Sentilan Megawati pada Jokowi, Itu Kode Keras: Jangan Jadi Kacang Lupa pada Kulitnya

Oleh Ady Amar - Kolumnis  MEGAWATI Soekarnoputri menunjukkan digdayanya pada HUT ke-50 PDI Perjuangan, di JI-Expo Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023). Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun hadir dalam peringatan itu. Jika biasanya Jokowi menghadiri undangan partai lain tampak digdaya, tapi tidak kali ini, padahal \"di rumah sendiri\". Presiden Jokowi dibuat seperti mati kutu dihunjam sentilan Megawati dalam pidato panjangnya. Jokowi cuma ternganga atau melongo dengan mulut sedikit terbuka. Tidak tertawa, tidak juga merengut. Memaksa mulut tetap terbuka, seolah sabar jika pun mau dikecilkan. Seperti biasanya, Megawati bicara sesuka-sukanya. Maka dari mulutnya itu bisa kelucuan dimunculkan, bisa pula nada ketus. Enteng saja narasi keluar dari mulut, seperti tanpa mikir yang disasarnya itu bakal sakit hati, ia tak peduli. Saya coba nukil pidatonya, yang \"menjewer\" Jokowi, meski dengan gaya sentilan dan narasi campur aduk dengan bahasa Jawa. Dinukil utuh tanpa ada yang ditambah pun dikurangi, apalagi diedit. Biar tetap aroma Megawati tak hilang. Pak Jokowi kuwi koyo ngono lho. Mentang-mentang. Lha iyo padahal Pak Jokowi kalau nggak ada PDI Perjuangan, aduh kasihan dah loh. (sambil Megawati tertawa dan kedua tangannya tepuk tangan. Dan diikuti tepuk tangan membahana mereka yang hadir). Lho legal formal loh, beliau jadi presiden tuh, nggak ada kan ini. Legal formal diikuti terus kan sama saya aturannya. Aturan mainnya. Ya dulu maaf, siapa sih yang tahu Jokowi. Lho iyolah. Ketika pada mulai nanya, Ibu mau nyalonin siapa ya, Entar aja.. Acara yang dihadiri ribuan kader PDIP itu, dibuat seperti tidak formal. Megawati memperlihatkan digdaya kebesarannya. Boleh bicara apa saja sesukanya. Bahkan selaku ketua umum partai, ia seolah sedang me- roasting presiden, yang memang jauh hari sang presiden ini disebutnya sebagai petugas partai. \"Roasting\" yang menimbulkan derai tawa. Entah tawa karena memang lucu, atau tawa basa-basi sepantasnya, agar hati sang ketua umum riang gembira. Setiap bicara Megawati tampak menikmati dengan teramat percaya diri. Meluncur dari mulutnya puja-puji akan dirinya, bahwa ia cantik, pintar, dan kharismatik, tanpa sedikit pun rasa risih melilitnya. Berharap ada tepuk tangan dan derai tawa membahana dari yang hadir, buatnya itu sudah cukup. Memaksa tertawa, memang tidak sesulit memaksa menangis. Memaksa orang lain harus menangis, itu bukan perkara mudah. Itu masalah hati yang terlatih karena sentuhan kasih sekian lama. Memaksa menangis itu mengingatkan pada pemimpin Korea Utara di masa lalu, Presiden Kim Il-Sung, kakek dari Presiden Korea Utara saat ini, Kim Jong-Un. Kim Jong-Un menjadi presiden menggantikan sang ayah Kim Jong-Ill (meninggal 2011). Layaknya kerajaan saja jabatan presiden bisa dibuat turun-temurun, dari kakek, anak, lalu ke cucu. Sang anak Kim Jong Ill perlu memaksa rakyat agar menangis atas kepergian sang ayah, Kim Il-Sung. Tidak cukup dibuat hari berkabung nasional hingga beberapa hari. Tidak dicukupkan di situ, tapi rakyat pun dipaksa menunjukkan ekspresi kesedihan, dan itu dengan menangis. Saat rombongan jenazah diberangkatkan, seluruh rakyat di ibu kota negara berdiri berjejeran di pinggir jalan sambil menangis meraung-raung. Tentara mengawasi jika saja ada air mata yang tidak tampak keluar atau mata masih dilihat kering, maka tentara yang bertugas akan menghajarnya. Kesetiaan pada pemimpin tertinggi ditunjukkan lewat ekspresi kesedihan. Mengapa mesti bicara tentang pemimpin Korea Utara segala dalam menulis sentilan Megawati pada Jokowi. Jika muncul pikiran pembaca demikian, itu tidak salah. Bahkan jika muncul pikiran, seperti tidak fokus saja, saat menulis apa yang hendak ditulis, itu pun boleh dibenarkan. Tapi memilih gaya penulisan semacam ini, bisa jadi satu bentuk menyelami gaya pidato Megawati, yang seperti tidak fokus dengan apa yang ingin disasarnya. Bicara mesti berkelok-kelok, itu menjadi tidak efektif, tidak jelas akan berlabuh di mana omongan itu diarahkan. Pidato Megawati itu bisa dinilai oleh siapa saja jika ingin menilainya. Pengurus dan kader PDI-P pastilah menganggap gaya komunikasi sang ibu itu yang paling hebat, tak ada bandingnya. Tapi umum bisa menilainya dengan bermacam penilaian. Ada yang menyebut, itu cara komunikasi buruk. Membanggakan diri sendiri, umum biasa menyebut itu sebagai narsistik, bahkan bisa disebut dengan waham kebesaran. Mari kembali pada pidato Megawati, yang memunculkan canda tawa di sana-sini. Dan, itu karena tingkat kepercayaan diri sendiri yang tinggi. Menjadikan sikap terbiasa jika Megawati mesti memuji-muji diri sendiri dengan gaya centilnya. Bicara enjoy dengan mimik wajah bak sedang bermain teater. Tapi di balik canda Megawati yang seperti tidak serius, itu sebenarnya ada pesan kuat. Bisa disebut kode keras. Meski pesan disampaikan dengan gaya \"roasting\" yang mengundang gelak tawa. Sedang obyek yang disambar, dan itu Jokowi, dibuat ternganga tak mengira akan diperlakukan demikian, tidak cuma di depan ribuan kader PDI-P,  tapi juga tersiar di semua media massa. Pesan tajam yang dihunjam Megawati, itu semacam mengingatkan \"agar kacang tak lupa pada kulitnya\". Mentang-mentang. Lha iyo padahal Pak Jokowi kalau ga ada PDI Perjuangan, aduh kasihan dah loh. Dalam makna yang lain, Pak Jokowi itu gak akan jadi presiden, kalau tidak didukung PDI-P. Jadi, Jokowi mesti ingat itu. Bahkan ditambahkan dengan nada ketus yang makjleb, Ya dulu maaf, siapa sih yang tahu Jokowi. Mengapa sampai Jokowi perlu diingatkan secara terbuka dengan gaya \"roasting\" segala, itu seperti jadikan Presiden Jokowi layaknya kambing congek. Jadi bahan tertawaan seisi penduduk negeri. Namun, bisa jadi Megawati sudah sering mengingatkan Jokowi secara diam-diam, tapi seperti tak muncul perubahan. Mengingatkan, agar jangan lebih mendengarkan orang lain dibanding mendengarkan sang ibu. Dan, pula jangan beri kuasa kepada orang lain ketimbang berbagi kuasa dengan sang ibu. Sikap Megawati itu lebih pada bentuk kegusaran, meski disampaikan dengan gaya canda. Semua menjadi mafhum, bahwa istana sudah tidak lagi di bawah kendali PDI-P. Ada kekuatan yang lebih besar \"mencengkeram\" Jokowi, dan itu dikesankan pada Luhut Binsar Panjaitan (LBP), yang disebut jadi kekuatan pengendali istana. Megawati tidak sekadar \"meroasting\" Jokowi, tapi bisa disebut sebagai tantangan terang-terangan pada LBP, demi menarik kembali Jokowi dalam kendalinya. Tentu itu bukan perkara mudah. Jokowi sudah jalan terlalu jauh bersama LBP, seperti sudah sulit untuk bisa ditarik kembali. Bahkan Jokowi pun berani melakukan pembangkangan, atau bisa disebut perlawanan. Dan, itu sudah ditampakkan. Jokowi terang-terangan meng-endorse calon presiden penggantinya kelak, seolah mendahului PDI-P. Lebih dari itu, Jokowi terkesan diam-diam memaksa PDI-P untuk menerima pilihannya. Konon istana pula yang memfasilitasi lahirnya Koalisi Indonesia Bersatu (KIB); Partai Golkar, PAN, dan PPP. Koalisi dibuat untuk \"menekan\" Megawati memberi tiket Capres pada Ganjar Pranowo. Jika tidak, maka tiket akan disediakannya lewat KIB. Setidaknya analisa kuat menyebutnya demikian. Karenanya, melihat \"roasting\" Megawati itu satu cara mengingatkan Jokowi, agar tidak nekat berhadap-hadapan dengannya (PDI-P), maka muncul narasi yang tidak sekadar ingin menertawakannya, tapi kode keras mengingatkan: agar tak jadi kacang, yang lupa pada kulitnya. (*)