ALL CATEGORY
Pernyataan Luhut Itu Narasi Ganda yang Berbahaya
Jakarta, FNN - Menko Maritim dan Investasi (Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial yang menyulut kegaduhan. Luhut terkesan menolak operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas pernyataan ini Luhut mendapat kecaman dari masyarakat, termasuk Dosen dan Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun. “Mohon maaf saya harus katakan narasi Luhut Binsar Panjaitan itu narasi ganda yang berbahaya bagi pembangunan kesadaran etik berbangsa dan bernegara yang ingin menghadirkan good governance,” tegasnya kepada FNN, Rabu (21/12/2022). Luhut mengatakan. “Kalau mau bersih-bersih amat di surga sajalah kau. Jadi, KPK pun jangan pula sedikit-sedikit, tangkap-tangkap, itu enggak bagus juga buat negeri ini, jelek banget. Tapi, kalau digitalize, siapa yang mau melawan kita?” Menurut Ubedilah, kalimat itu narasi ganda yang berbahaya bagi kesadaran etik berbangsa dan bernegara yang ingin menghadirkan good governance. “Mengapa saya sebut itu narasi ganda berbahaya? Sebab itu semacam ada dua narasi yang di satu sisi itu menghendaki kebaikan tentang pentingnya digitalisasi birokrasi tetapi di sisi lain nampak menolak OTT yang dilakukan oleh KPK (Komisi Pemberantas Korupsi),” ungkap Ubedilah. Padahal OTT itu otoritas KPK yang merupakan penegakan hukum sebagai bagian penting dari pemberantasan korupsi yang memiliki efek jera. “Narasi ganda Luhut ini berbahaya juga karena seolah membolehkan praktik korupsi karena ia mengatakan kalau mau bersih di surga saja,” lanjutnya. Ubedilah menilai, narasi ini tidak etis disampaikan pejabat publik apalagi disampaikan di hadapan publik. Pejabat publik itu diikat oleh public etis yang secara moral juga memiliki kewajiban untuk menjaga hal etis bernegara dihadapan publik. “Jika tidak seperti itu sebaiknya tidak perlu jadi pejabat publik. Berbahaya tidak bagus untuk edukasi kesadaran etis berbangsa dan bernegara untuk generasi muda. Ingat narasi pejabat publik di area publik itu memiliki efek pendidikan kepada generasi muda,” tambah Ubedilah. Perlu diingatkan juga bahwa dalam soal korupsi skor indeks korupsi kita masih merah di bawah 50, yaitu 38. Artinya, korupsi di negeri ini masih merajalela dan di tengah merajalelanya korupsi malah pejabat publiknya mengatakan sesuatu yang justru sangat bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi. “Bukankah pemerintah dan kita semua menginginkan agar good governance di negeri ini terwujud,” lanjut Ubedilah. Suatu pemerintahan yang diantaranya menjalankan prinsip transparency dan follows the rule of law. “Nah narasi Luhut itu bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance itu. Jadi, berhati-hatilah Pak Luhut bicara seperti itu, berbahaya loh efeknya,” ujar Ubedilah Badrun mengingatkan. (sws)
Tujuh Tantangan Besar Indonesia 2023: Demokrasi Harus Diselamatkan (Catatan Akhir Tahun ke-1)
Demokrasi juga adalah sebuah kepemimpinan yang seharusnya menghormati pemimpinnya, namun memastikan tidak adanya feodalisme kepemimpinan yang menjadikan pemimpin sebagai “Man Can Do No Wrong”. Oleh: DR. Syahganda Nainggolan, Sabang Merauke Circle MENJELANG akhir tahun ini kita dihantui oleh berbagai ketakutan untuk bangkit sebagai bangsa beradab. Ketakutan ini beralasan, sebab sampai saat ini, misalnya, kepastian tentang tegaknya konstitusi kita begitu rentan dari peremehan, baik dari pemimpin lembaga tinggi negara, pejabat negara maupun organisasi massa yang dimobilisasi penguasa. Ini terkait dengan kepastian pemilu yang sudah diatur oleh UUD 1945, namun dilanggar sendiri oleh mereka yang ingin tetap mempertahankan Joko Widodo sebagai Presiden, baik dengan perpanjangan maupun tambah satu periode lagi. Ketakutan lainnya adalah ketimpangan sosial antar daerah dan antara lapisan masyarakat, yang juga disertai kemiskinan. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, negara sibuk menyelamatkan kekayaan orang-orang kaya. Restrukturisasi hutang orang-orang kaya di era pandemi, misalnya, ingin menyelamatkan performance bank dengan NPL (Non Performing Loan) yang dikendalikan normal, namun resiko bank akan parah pada waktunya akibat utang nasabah akan terus membesar nantinya. Dalam hal demokrasi dan kebebasan sipil kita dihantui dengan UU KUHP yang kurang beradab. PBB telah mengkritik 7 pasal yang anti demokrasi dan feodal. Jikalau aparat Kepolisian seperti Satgassus tak hilang dari muka bumi, maka UU KUHP itu akan menjadi legitimasi aparat menangkap sebanyak-banyaknya musuh politik penguasa. Banyak hal yang menjadi tantangan ke depan. Kita akan menguraikannya dalam 7 tulisan secara berseri, yakni 1) Demokrasi Harus Diselamatkan; 2) Ketimpangan sosial dan Kemiskinan; 3) Kepemimpinan Ideal; 4) Agenda Anti Korupsi; 5) Anti Islamophobia; 6) Kedaulatan Bangsa dan Geopolitik; 7. Persatuan Nasional. Kita mulai dari seri ke-1, 1. Demokrasi Harus Diselamatkan Demokrasi harus diselamatkan. Apakah itu? Menyelamatkan demokrasi mengandung beberapa hal yang wajib dilakukan oleh sebuah negara. Pertama, pelaksanaan pemilu secara periodik, jujur dan adil serta tepat waktu. Kedua, mengembalikan fungsi parlemen sebagai kontrol terhadap eksekutif. Ketiga memastikan berfungsinya kebebasan sipil. Pelaksanaan pemilu tepat waktu secara periodik 5 tahunan diperlukan untuk menghasilkan adanya kepemimpinan baru pada eksekutif maupun legislatif. Konstitusi kita mengatur secara tegas hal itu dan membatasi masa jabatan presiden hanya boleh dua kali saja. Namun, sebagaimana kita ketahui belakangan ini ada berbagai upaya dari kelompok-kelompok anti demokrasi berusaha melumpuhkan rencana pemilu dengan berbagai usulan perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi, maupun isu dukungan Jokowi 3 periode. Kelompok ini bukanlah kelompok kecil, sebab juga menyangkut keterlibatan berbagai pimpinan lembaga negara maupun anggota kabinet serta ketua partai politik yang terhubung dengan kekuasaan Jokowi atau bahkan Jokowi sendiri. Bahkan, apalagi terakhir ini ramai diberitakan bahwa KPU sebagai institusi penyelenggara pemilu, mulai terlibat dalam melakukan kecurangan ketika verifikasi parpol peserta pemilu. Menyelamatkan demokrasi dalam kaitan kepastian pemilu merupakan keharusan bagi Indonesia yang kultur feodalisme masih berakar kuat pada budaya masyarakat kita. Kultur ini cenderung memberikan ruang pada pengkultusan individu pemimpin dan pada akhirnya membuka peluang munculnya tiran dalam kepemimpinan negara. Kita sudah menyaksikan Sukarno dan Suharto menjadi presiden yang telah menjelma menjadi tiran, dengan menyatakan diri sebagai “bapak” rakyat dan bapak pembangunan, dan atas legitimasi itu, kemudian menyingkirkan lawan-lawan politiknya secara kejam. Fenomena pengkultusan akan terus berulang jika pembatasan masa jabatan presiden ini tidak dilakukan. Misalnya yang terbaru, kita melihat berbagai media memberitakan pernyataan Ketua Umum Projo, relawan pendukung Jokowi, yang menyatakan bahwa masyarakat Indonesia Timur mendukung Jokowi jadi presiden seumur hidup. Pernyataan ini bahkan terjadi ketika Jokowi baru-baru ini sudah memberikan pengarahan terkait pemilu kepada KPU dan Bawaslu, pernyataan Menko Polhukam terkait kepastian jadwal pemilu di depan CEO Forum di Istana dan bahkan ketika Menkeu Sri Mulyani merilis berita negara telah memberikan rumah bagi Jokowi sebagai hadiah purna presiden nantinya 2024. Feodalisme bukan saja terjadi karena sang presiden, tapi ini juga sangat dipengaruhi kepentingan pribadi orang-orang di sekitarnya, serta tentu para penjilat. Selain mencegah feodalisme dan neo-feodalisme (keinginan diakui seperti raja baru), demokrasi sesungguhnya merupakan warisan mayoritas wilayah-wilayah Indonesia ketika masa kolonial. Meskipun demokrasi di sini lebih bercorak pada ajaran Islam yang mengharamkan pengkultusan individu dan juga bercorak egalitarian. Dalam kaitan parlemen, kita sudah menyaksikan dalam era kepemimpinan Jokowi mayoritas anggota DPR bekerjasama dengan pemerintah, jika tidak ingin disebutkan “di bawah ketiak pemerintah” dalam pembuatan UU yang krusial bagi nasib negara dan rakyat. Seperti UU Omnibus Law Ketenagakerjaan, UU Minerba, UU KPK, UU Pemilu, UU KUHP, dan banyak lainnya. Umpamanya, UU OBL Ketenagakerjaan yang amburadul, dikerjakan dalam waktu singkat, menunjukkan DPR tidak pernah serius melihat titik-titik lemah UU tersebut. Faktanya, UU itu kemudian dinyatakan melanggar konsitusi UUD 1945 oleh MK. Padahal, rakyat semesta telah melakukan aksi protes dengan skala besar-besaran untuk menolak sejak awalnya. Demikian pula UU Pemilu yang begitu buruk, yakni menyangkut pembatasan PT 20% (Presidential Threshold) yang terlalu tinggi, serta pilpres yang ditentukan oleh suara rakyat yang pemilihnya di masa 5 tahun lalu. Di seluruh dunia, pemilihan umum justru diperlukan untuk mengetahui keinginan rakyatnya menentukan presiden bersifat langsung dan kekinian, bukan seperti di sini, penentuan presiden ditentukan oleh suara pembentuk PT 20% dari pemilih Jokowi dan Prabowo dulu. Revisi DPR terhadap UU KPK juga telah terbukti menghancurkan kemampuan KPK memberantas korupsi dan semakin kurang berwibawanya negara dalam melawan koruptor saat ini. Kita melihat fenomena terakhir ini ketika Luhut Binsar Panjaitan, yang didukung Mahfud MD, untuk memberi toleransi bagi praktik korupsi, dengan alasan ini hidup di dunia bukan di surga. Terakhir kita melihat DPR telah mensahkan UU KUHP yang, menurut istilah Margarito Kamis, ahli hukum tatanegara, telah mundur dalam peradaban 200 tahun silam. UU KUHP ini, bahkan dikecam oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sebanyak 7 pasalnya dan juga oleh negara pro-demokrasi lainnya, seperti Amerika. Setidaknya terdapat pasal-pasal penghinaan terhadap presiden dan jajaran pejabat negara, yang tadinya sudah dihilangkan sejak reformasi. Kemudian juga ada pasal-pasal yang menyulitkan kebebasan berpendapat dan penegakan HAM, serta pasal perzinaan yang kurang akomodatif pada hukum Islam, dapat menjerat para ulama/kiai yang sedang menjalankan syiar Islam dengan kawin berdasarkan agama saja. Menyelamatkan demokrasi ke depan setidaknya adalah menyelamatkan pemilu, mencari kepemimpinan bangsa yang baik, presiden dan legislatif, menegakkan sistem “check and balance” dalam menjalankan roda negara dan mendorong adanya kebebasan sipil dalam bersyarikat dan berpendapat. Demokrasi juga adalah sebuah kepemimpinan yang seharusnya menghormati pemimpinnya, namun memastikan tidak adanya feodalisme kepemimpinan yang menjadikan pemimpin sebagai “Man Can Do No Wrong”. Untuk itu seluruh kekuatan rakyat, baik institusi politik maupun kalangan kampus dan organisasi masyarakat lainnya harus menekan pemerintah dan penyelenggara pemilu untuk tunduk pada agenda dan skedul yang ada, yakni pemilu 2024, dan mendorong terwujudnya pemilu yang bersih dari ”money politics” serta bebas dari keberpihakan aparatur negara. (*)
Bikin Malu Negara, Luhut dan Mahfud Tidak Setuju Ada OTT, Standar Moral Pejabat Makin Turun
Jakarta, FNN – Baru-baru ini, pernyataan Luhut Binsar Panjaitan dalam soal pemberantasan korupsi terasa aneh. Luhut mengingatkan agar KPK jangan terlalu sering melakukan operasi tangkap tangan atau OTT. Hal ini membuat citra bangsa kita bertambah buruk di mata dunia, dalam hal ini berkaitan dengan investasi yang masuk ke Indonesia. Kenapa OTT yang disalahkan? “Ya, kita berupaya untuk paham. Kalau kita mulai dari hal yang mendasar, apa penyebab korupsi? Cuma dua, yaitu powernya yang eksesif (surplus) atau moral yang defisit. Kan cuman itu,” ujar Rocky Gerung dalam Kanal Youtube Rocky Gerung Official edisi Rabu (21/12/2022) yang dipandu Hersubeno Arief, wartawan senior FNN. Menurut Rocky, dengan cara apa pun, kalau powernya eksesif, mau pakai digital bahkan mau pakai doa pun, tidak akan mempan. Jadi, ini soal eksesif power. Sistem digital itu memang untuk mencegah, tetapi penjelasannya demi mencegah. Itu artinya, potensi untuk korupsi tidak berkurang. Jadi orang tinggal pilih mana yang efisien. Kalau dipantau secara digital maka memang birokrasi lebih tertib, tetapi potensi korupsi tidak akan berkurang juga. Karena ini soal pertimbangan antara yang mengawasi dan yang diawasi. “Yang paling bagus adalah sistem demokrasi, di mana ada oposisi yang di situ pasti korupsi berkurang, karena kekuasaan terbagi antara yang memerintah dan yang mengawasi. Kalau sekarang nggak ada yang mengawasi. Jadi nggak mungkin itu diandalkan, “ ujar Rocky. Pak Luhut memang betul kalau ada e-govement, e-catalog maka lebih mudah diawasi, tapi tetap itu pengawasan. Jadi kalau kita buat kerangkanya, pertama diawasi oleh doa, lolos. Lalu diawasi dengan digital, lolos. Lalu OTT, itu hanya pilihan metode saja. OTT sama efektifnya dengan mencegah lewat doa. Tetapi, kalau doa tidak berhasil, digital tidak berhasil, OTT saja, lanjut Rocky. “Jadi, kita simpulkan bahwa sumber korupsi cuma dua, surplus kekuasaan atau defisit moralitas,” simpul Rocky. Masalahnya, mengapa OTT yang disalahkan dan bukan memperbaiki mentalitas yang buruk? Menurut Rocky, ini artinya negara belum sanggup untuk memperbaiki sistem pengawasan sehingga disodorkan digitalisasi. Meski itu tetap merupakan sebuah penyelesaian, tetapi harus dianggap bahwa memang negara kita jelek di mata internasional. Karena, mau pakai sistem apapun, kalau demokrasi tidak jalan, tetap korupsi selalu ada. Eropa, misalnya, hampir nol korupsinya bukan karena ada sistem digital, tapi karena demokrasi yang bekerja. Jadi kita mesti melihat sistem politik, karena korupsi berada di dalam sistem politik. “Jadi, tetap, kita ingin agar ada oposisi, karena etika tertinggi dari politik adalah adanya oposisi untuk mengawasi kekuasaan yang powerfull. Kalau dia gagal, itu artinya kita belum mampu menerangkan pada pejabat publik bahwa dia adalah pejabat yang dipilih oleh rakyat untuk menyejahterakan rakyat,” tambah Rocky. Jadi, digitalisasi itu soal teknis saja, tapi korupsi awalnya adalah bolongnya pertahanan etis dari para pejabat kita. Menrut Rocky, untuk membuat politisi dari awal tidak ingin korupsi, pastikan ada oposisi, supaya dia langsung diawasi oleh partai oposisi. Pengawasan paling kuat adalah pengawasan eksternal, audit paling bagus juga audit eksternal. Jadi, audit eksternal dalam politik namanya oposisi. Sekarang Pak Jokowi menyerap mereka semua dalam kekuasaan sehingga mereka jadi surplus sehingga mereka korupsi. “Jadi, logika itu yang mesti diingat supaya kita bisa lihat lebih lengkap perspektifnya,” tegas Rocku. Jadi, simpul Rocky, bagus kalau Pak Luhut menginginkan digitalisasi, tetapi Pak Luhut mesti paham bahwa rekrutmen politisi itu tidak berbasis pada etika. Jadi, dari awal orang masuk kekuasaan untuk korupsi. Dipasang digitalisasi dia bisa atasi, karena memang niatnya untuk korupsi. Jadi, sekali lagi, karena surplus kekuasaan tanpa oposisi maka korupsi karena defisit etikabilitas atau moralitas menyebabkan orang bergandengan tangan untuk melanggar aturan-aturan etis. (ida)
Anies Curi Start Kampanye: Yang Suka Curi Uang Rakyat Gimana?
Oleh: Moh. Naufal Dunggio, Aktivis dan Ustadz Kampung IRI hati dan dengki sudah merasuk sampai ke semua urat-urat pejabat bangsa ini. Orang mau Silaturrahim ke sesama rakyat koq malah dibilang Curi Start Kampanye. Dalam silaturrahim tiba-tiba rakyat berkumpul pengen salam-salamin dan mau foto bersama atau foto selfi dengan Anies Rasyid Baswedan (ARB) masa gak boleh? Bawaslu dong bikin aturan bahwa kalau mau turun-turun ke daerah gak boleh foto-foto dan salamin. Rakyat yang mau dan gak ada aturan di mana salahnya? Bawaslu, oligarki dan istana benar-benar sudah sakit jiwa. Bakal penuh Rumah Sakit Jiwa di Grogol kalau Anies seperti ini di setiap daerah yang dikunjunginya. Jutaan rakyat berkumpul tidak dikoordinir apalagi dibayar. Dalam berkumpul itu tak dibayar. Coba tes Ganjar Pranowo, Erick Thohir atau Prabowo Subianto sekalipun datang ke daerah-daerah seperti itu, dimulai datang silaturrahim ke daerah dari Papua. Kira-kira rakyat mau berkerumun seperti Anies kemarin disambut di Papua? Ya ... mereka dari Bakal Capres yang lain bukan disambut tapi bakal disambit atau bahkan dipanah oleh KKB Papua dan pulang hanya tinggal nama. Maka dicari-cari alasan mau menggagalkan Anies. Nanti habis ini muncul berita agar Anies gak boleh ikut Pemilu karena diduga ini-itu seribu satu macam alasan. Nanti KPU akan kalahkan Anies karena KPU orang-orangnya Opung LBP Laknatullah. Sampai saat ini mereka lagi mencari-cari alasan yang tepat agar Anies harus gagal ikut kontestasi Capres. Mereka mau Anies ikut kontestasi Capres di Afrika, bukan di Indonesia. Jika di Indonesia mereka semua tahu, kalau Anies menang bakal masuk penjara semua. Opung LBP saja sudah berasa dia bakalan di OTT oleh KPK. Itu kalau dia umur panjang. Kalau umur pendek maka bakal di OTT oleh Malaikat Maut. Semoga segera. Wallahu A\'lam ... (*)
Pengemudi Terlantar Semalaman Akibat Salju Lebat di Jepang
Niigata, Jepang, FNN - Salju lebat yang turun dari Senin hingga Selasa di kota-kota pesisir barat laut Tokyo telah membuat ratusan kendaraan dan pengemudinya terlantar semalaman di jalan raya.Kondisi itu mengganggu layanan kereta lokal dan menyebabkan pemadaman listrik.Seorang pria berusia 85 tahun meninggal setelah jatuh ke selokan dan lima lainnya terluka karena kecelakaan terkait salju atau pekerjaan pemindahan salju, kata pemerintah prefektur Niigata.Dengan pengemudi yang terjebak di salju tebal di dua jalan raya nasional, Prefektur Niigata meminta pengiriman Pasukan Bela Diri untuk membantu mengatasi kemacetan lalu lintas di Kashiwazaki dan kota-kota lain.Menteri Transportasi Jepang mengatakan pemerintah bermaksud untuk mengatasi kemacetan di jalan raya di Kashiwazaki, tetapi pemerintah setempat mengatakan saat ini tidak ada prospek untuk memperbaiki situasi di bagian lain, dengan kemacetan juga terjadi di jalan raya yang melayani Nagaoka dan Ojiya.Sedikitnya 800 mobil dan truk terjebak di Kashiwazaki sekitar pukul 01.00 pada Selasa.Menurut pihak berwenang, jumlah kendaraan yang terlantar berkurang menjadi sekitar 300 setelah tiga jam kemudian karena pekerjaan untuk menghilangkan salju berlanjut sepanjang malam.Badan Meteorologi Jepang pada Selasa (20/12) memperingatkan adanya badai salju lain dan potensi gangguan lalu lintas di wilayah pesisir Laut Jepang dari Kamis hingga Minggu karena musim dingin sedang mencengkeram kepulauan Jepang.Kumi Miyazawa, seorang guru sekolah dasar berusia 52 tahun, mengatakan dia menghabiskan malam tanpa tidur karena terjebak dalam kemacetan lalu lintas yang dimulai pada Senin sore (19/12).Meski berada di sana selama lebih dari 15 jam, mobilnya baru bergerak sejauh 50 meter pada Selasa pagi (20/12).Dia mengatakan para pengemudi saling membantu dan beberapa dari mereka mencoba mengeluarkan mobil yang terjebak di salju.Sebuah kantor perusahaan terdekat membagikan minuman dan mengizinkan orang-orang menggunakan kamar mandinya, katanya.\"Saya tidak tahu apakah saya bisa melewati ini meski saya terus menunggu (jalan dibuka),\" kata Miyazawa.Salju lebat juga menyebabkan pemadaman listrik di banyak daerah dan mengganggu layanan kereta api.Perusahaan kereta East Japan Railway Co. mengatakan telah menangguhkan banyak layanan kereta lokalnya dari kereta pertama pada hari itu.Dalam periode 24 jam hingga Senin pagi, tiga kotamadya di prefektur Yamagata dan Fukushima di timur laut Jepang mencatat akumulasi salju lebih dari 1 meter, yakni yang tertinggi yang pernah terlihat di sejumlah lokasi.Di Uonuma di Prefektur Niigata, tumpukan salju terpantau mencapai ketebalan 87 centimeter (cm) dalam periode 24 jam hingga Selasa pagi, sementara ketebalan salju mencapai 76 cm terlihat di Nagaoka dan setebal 72 cm di Kashiwazaki.(ida/ANTARA)
Bahasa Indonesia Menjadi Mata Kuliah Wajib di Universitas Sofia Bulgaria
Jakarta, FNN - Kedutaan besar Indonesia di Bulgaria dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berhasil menjadikan Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah wajib di Universitas Sofia Bulgaria, kata KBRI Sofia.Sebelumnya selama 10 tahun, kelas Bahasa Indonesia hanya menjadi mata kuliah pilihan bagi para mahasiswa yang utamanya mengambil jurusan South, East and Southeast Studies, menurut keterangan KBRI Sofia, Rabu. Dalam rangka menindaklanjuti peningkatan status kelas Bahasa Indonesia menjadi mata kuliah, Dubes RI untuk Bulgaria Iwan Bogananta pada Senin (1912) bertemu dengan Ketua Jurusan South, East and Southeast Studies Galina Sokolova dan Reina Beneva di Universitas Sofia.Iwan dan kedua profesor dari Universitas Sofia itu membicarakan keberlanjutan program serta upaya bersama yang dapat dilakukan untuk memastikan kesuksesan pelaksanaan mata kuliah wajib mengenai Indonesia.Profesor Sokolova menyampaikan bahwa kelas Bahasa Indonesia sebagai mata kuliah pilihan selama ini selalu mendapatkan tanggapan dan ulasan positif dari para mahasiswa.Oleh karena itu, Universitas Sofia telah memutuskan untuk membuat modul kuliah wajib mengenai Indonesia bagi mahasiswa jurusan South, East and Southeast Studies tahun ke-3.Dalam modul wajib tersebut, para siswa tidak hanya belajar mengenai Bahasa Indonesia, namun juga sejarah, masyarakat sosial, hingga model ekonomi di Indonesia.Pada kesempatan itu, Dubes Iwan menekankan bahwa KBRI Sofia akan terus berpartisipasi aktif dalam mendukung program yang mempromosikan budaya Indonesia.Modul wajib mengenai Indonesia di Universitas Sofia dan tingginya minat mahasiswa Bulgaria untuk belajar Bahasa Indonesia tentu merupakan capaian diplomasi Indonesia di Bulgaria, katanya.\"Dalam waktu dekat ini akan segera kami komunikasikan ke pihak terkait di Indonesia baik di tingkat pemerintahan maupun universitas negeri dan swasta kredibel... untuk menindaklanjuti seluruh rencana dan kerja sama dengan Universitas Sofia ke depan,\" ujar Iwan.Dia menekankan bahwa koordinasi dengan pemerintah pusat di Jakarta sangat penting mengingat tenaga pengajar untuk modul wajib tersebut membutuhkan keahlian khusus dan penyesuaian kurikulum serta metode pengajaran yang telah ditetapkan Kemendikbud RI dengan kebiasaan di Bulgaria.Setelah selesai berdiskusi, Dubes Iwan dan tim KBRI Sofia melakukan kunjungan singkat ke kelas Bahasa Indonesia yang sedang berlangsung, dengan Thomas Bea sebagai pengajar.Thomas adalah tenaga pengajar yang ditugaskan oleh kantor Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) Kemendikbud melalui KBRI Sofia untuk mengajar di Universitas Sofia.Dubes Iwan sangat terkesan dengan kelancaran dan keluwesan para siswa Bulgaria memperkenalkan dirinya dalam Bahasa Indonesia.Universitas Sofia merupakan universitas tertua di Bulgaria yang telah berdiri sejak 1878.Ketenaran universitas itu berkembang pesat sejak abad ke-17 dengan misi budaya dan pendidikan yang terus berkembang hingga menjadi pusat akademik dan ilmiah penting di wilayah Balkan.(ida/ANTARA)
Pasca Covid-19: Faktor Global Memperburuk Ekonomi Nasional
Pada Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003, yakni defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari produk domestik bruto. Oleh: Eisha M Rachbini SE, MSc, PhD, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) DALAM “Seminar Evaluasi Ekonomi Akhir Tahun” di Universitas Paramadina, di Jakarta, Selasa (20/12/2022) bahwa penyebab utama yang menjadi pemicu persoalan ekonomi beberapa tahun terakhir ini adalah adalah Covid-19. Covid-19 melanda seluruh dunia termasuk Indonesia dan tentu berdampak terhadap ekonomi yang tidak hanya bersifat buruk, tetapi juga mengubah secara total dan mendasar struktur dan sifat perekonomian global dan Indonesia. Pertumbuhan ekonomi dunia anjok berat menjadi negatif -3,1 persen karena disrupsi sisi permintaan dan supplainya. Menurut catatan saya, pasca covid-19 publik berharap betul langsung terjadi recovery ekonomi, namun kondisi normal itu pun tidak terjadi dan masih saja kelabu. Karena faktor ekonomi global juga langsung dihantam perang yang meluas di Eropa dan Rusia. Faktor geopolitik yang keras ini begitu memperparah ketidakpastian ekonomi global dan berakibat pada kelangkaan pangan dan energi. Implikasi buruknya adalah harga pangan dan energi meningkat tinggi dan menyebabkan tingkat inflasi di banyak negara meningkat pesat. Kondisi global sudah diubah prediksinya berkali-kali dan tahun 2022 ini diperkirakan hanya tumbuh 3,2 persen dan inflasi tinggi sekitar 8,8 persen (IMF, 2022). Yang juga perlu dipertanyakan sumbernya dari mana channeling Indonesia untuk menyiasati dampak ekonomi global saat ini? Seharusnya channeling itu berasal dari nilai tukar, inflasi, dan bagaimana konsolidasi yang diperlukan dengan evalusi terhadap perekonomian domestik. Indonesia cenderung menerapkan kebijakan moneter ketat, sehingga akan berdampak pada sektor riil. Sektor riil di Amerika Serikat juga mengalami perlambatan pertumbuhan. Secara global jika ada pengetatan moneter maka hal tersebut akan menyebabkan perlambatan ekonomi. Di kawasan Asia Pasifik, kesempatan kerja turun 3,2 persen (yoy) atau sekitar 61.8 juta orang yang kehilangan pekerjaan. Level kesempatan kerja di sini ini sekitar 1,8 miliar orang (2020). Pengangguran di negara-negara G20 juga cukup tinggi rata-rata 8,5 persen di tahun 2020, lebih tinggi dari tahun sebelumnya, 7,2 persen. Pada tahun 2021, pengangguran di negara-negara ini sekitar 7,9 persen dan diperkirakan akan meurun tahun 2022 sekitar 6,97 persen. Sedangkan di Indonesia, sekitar 29, 1 juta orang terkena dampak dari covid-19 atau sekitar 14,3 persen dari total populasi angkatan kerja (2020). Dampak ini berpengaruh pada tahun berikutnya 2021 dan 2022. Kebijakan the Fed telah meningkatkan suku bunga acuan dengan melakukan kebijakan kuantitatif leasing (suku bunga rendah) selaian ini untuk menjaga pertumbuhan dan tingkat pengangguran yang rendah. Kondisi perekonomian AS mengalami masalah cukup berat, inflasi tinggi (8.5% in March 2022), dan pengangguran yang dapat dikendalikan pasca pandemi (3.6% April 2022). Keputusan the Fed menaikkan suku bunga acuan dilakukan secara beruntun pada bulan Maret dan April. Pada bulan November 2022 berada pada level 3.78. Saat AS menaikan suku bunga akan berdampak pada perekonomian Indonesia terutama dari sisi nilai tukar, inflasi yang tinggi itu karena kenaikan harga pangan dan energi. Sektor riil mendapat beban besar dari harga impor include bahan impor akibat kenaikan nilai tukar. Dibutuhkan penguatan dari sisi fiskal di Indonesia. Salah satu risiko besar yang menjadi ancaman stabilitas ekonomi global adalah krisis energi akibat tren peningkatan harga komoditas energi dunia. Harga Minyak Mentah dan Gas Alam meningkat lebih tinggi dibandingkan level awal tahun 2022. Pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik pada 0Q3 dan Q4 berada pada level 5.45% dan 5.72% (yoy). Pertumbuhan ekonomi 2022 menurut pengeluaran didorong oleh Ekspor dan Konsumsi RT. Tetapi pengeluaran pemerintah mengalami pertumbuhan negatif (yoy) pada Q2 dan Q3 2022. Data lapangan usaha, kinerja sektoral mengalami pertumbuhan pada Q2 dan Q3 2022, terutama pada sektor transportasi dan pergudangan, akomodasi, makanan dan minuman, industri pengolahan, informasi dan komunikasi. Sedangkan tingkat inflasi masih bisa dikendalikan meskipun lebih tinggi pada tahun 2022, dibandingkan tahun 2021. Pada sisi penawaran, terjadi kenaikan harga-harga komoditas dunia dan juga ada gangguan pasokan global dan domestik. Penyumbang utama inflasi tahunan: komoditas bensin, bahan bakar rumah tangga,dan tarif angkutan udara. Pada November 2022, penyumbang utama inflasi bulanan di antaranya adalah komoditas telur ayam ras, rokok kretek filter, dan tomat Jadi, Tren penurunan Global Purchasing Managers\' Index (PMI): indikasi perlambatan ekonomi global yang disebabkan oleh melemahnya permintaan dunia. Pada Oktober 2022, global PMI Manufaktur mencapai 49,4 (dari 49,8 di September). Penurunan output didominasi pada sektor barang setengah jadi. Kindisi ini tentu menandakan optimisme bisnis turun mendekati level terendah dalam dua setengah tahun terakhir. Melemahnya permintaan global menjadi tantangan bagi kinerja industri dan investasi di dalam negeri. Inflasi vang tinggi juga menjadi ancaman pada peningkatan biaya produksi. Sedangkan Pertumbuhan investasi yang tak disertai dengan laju pertumbuhan industri pengolahan yang juga tinggi. Seperti pada triwulan III 2022, pertumbuhan investasi mampu mencapai 42,1 persen (yoy) namun industri pengolahan (non migas) hanya tumbuh 4,88% dan masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Usaha mengarahkan investasi harus semakin banyak masuk ke sektor manufaktur dan ini menjadi tantangan besar bagi proses industrialisasi dan hilirisasi sumber daya alam strategis. Pada saat ini visi besar Pemerintah adalah fokus untuk mewuiudkan transformasi ekonomi dengan penciptaan nilai tambah melalui hilirisasi industri. Terdapat tantangan cukup besar dari sektor industri untuk menjadi pusat pertumbuhan kembali. Sektor yang tertekan dampak ekonomi global dan menyebabkan menurunnya optimisme bisnis. Pada 2021 – 2022 porsi sektor manufaktur menjadi penyumbang bagi PDB menurun menjadi hanya 20% an saja, padahal sebelum pandemi bisa mendekati 30%. Untuk tantangan sektor riil saat ini, adalah bagaimana menciptakan pertumbuhan ekonomi yang bisa memberi nilai tambah untuk mencapai target 2045. Untuk itu perlu didorong investasi dalam dan luar negeri untuk meningkatkan kemampuan sektor riil. Seharusnya semakin banyak investasi masuk, akan semakin menambah nilai tambah lebih besar bagi sektor manufaktur yang akhirnya mampu menaikkan kontribusi ke PDB. Pada Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003, yakni defisit anggaran dibatasi maksimal 3 persen dan utang maksimal 60 persen dari produk domestik bruto. Dengan mengembalikan aturan ini, maka Pemerintah bisa menekan angka rasio utang pemerintah terhadap PDB, karena penarikan utang Pemerintah tidak sebesar ketika pandemi berlangsung. (*)
Umbaran Widodo Mendapat Sanksi dari PWI Pusat
Jakarta, FNN - Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menjatuhkan sanksi pemberhentian penuh terhadap Iptu Pol Umbaran Widowo dari keanggotaan PWI. \"Demikian hasil rapat pleno Pengurus Harian PWI Pusat terkait polemik Umbaran Wibowo,\" kata Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari dirilis di Jakarta, Rabu. Nama Umbaran viral, karena ternyata seorang intel polisi yang menyamar sebagai wartawan selama belasan tahun, dan dinyatakan terbukti telah melanggar Peraturan Dasar (PD), Peraturan Rumah Tangga (PRT), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Kode Perilaku Wartawan (KPW) PWI. Keputusan itu juga diambil dengan memperhatikan surat Dewan Pers, surat Dewan Kehormatan PWI Pusat, serta dua surat Pengurus PWI Jawa Tengah. Selain sanksi pemberhentian penuh, hasil rapat pleno juga memutuskan menarik kartu anggota PWI Umbaran Wibowo, nomor 11.00.17914.16B. Di samping itu, PWI Pusat merekomendasikan kepada Dewan Pers untuk menarik kartu uji kompetensi wartawan (UKW) yang bersangkutan. Sesuai yang tertera di laman Dewan Pers, menurutnya lagi, nama Umbaran Wibowo tercatat dengan media TVRI Jateng, nomor sertifikat 8953-PWI/WDya/DP/I/2018/19/10/84 jenjang Madya. Atal S Depari menyatakan sanksi yang dijatuhkan terhadap Umbaran sesuai prosedur internal organisasi PWI. \"Memang kami minta usulan pemecatan, tapi tetap yang mengajukan daerah,\" ujar Atal. Atal mengatakan secara profesi, kepolisian memang sudah berhasil menjadi intel yang baik karena berhasil menutupi identitas dirinya sekian lama. \"Namun kami menyesalkan mengapa hal itu bisa terjadi, dan minta kepada seluruh pengurus PWI di berbagai daerah agar belajar dari peristiwa tersebut dan menginstruksikan untuk benar-benar selektif dalam proses penerimaan anggota PWI,\" kata Atal S Depari. PWI Jateng menyebutkan pada Rabu (14/12) lalu, telah melakukan klarifikasi melalui sambungan telepon dengan Umbaran Wibowo terkait status aktif anggota kepolisiannya. Dalam percakapan dengan DKP PWI Jateng bersama Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI Jateng itu, Umbaran menyatakan kesediaannya mengundurkan diri dari keanggotaan PWI termasuk menyerahkan kartu anggota dan kartu UKW pada Jumat (16/12) di Semarang. Ketua PWI Kabupaten Blora Hery Purnomo juga siap membantu menyelesaikan masalah tersebut. Hery menjelaskan awalnya para wartawan di Blora tidak pernah tahu bahwa Umbaran Wibowo adalah seorang anggota polisi. Mereka hanya tahu bahwa Umbaran Wibowo adalah kontributor TVRI Jawa Tengah, yang menjalankan tugas kewartawanannya di daerah Kabupaten Blora. Dalam peliputan termasuk di Polres Blora, Umbaran Wibowo juga diperlakukan sebagaimana wartawan pada umumnya. Umbaran pun pernah menjadi Pengurus PWI Kabupaten Blora pada periode kepengurusan sebelumnya, karena ketidaktahuan para wartawan dan Pengurus PWI Kabupaten Blora. Mengenai kepesertaan Umbaran di dalam UKW, PWI Jateng membenarkan Umbaran mengikuti UKW yang diselenggarakan PWI Jateng pada 2018. Menurut PWI Jateng, Umbaran bisa mengikuti UKW tersebut karena persyaratannya memenuhi, antara lain ada surat keterangan dari pimpinan media, TVRI Jawa Tengah. Berkas-berkas yang menjadi persyaratan UKW tersebut, secara fisik sudah dikirim ke PWI Pusat pada saat akan berlangsungnya UKW untuk verifikasi akhir dan diteruskan ke Dewan Pers. Selanjutnya, PWI Pusat menyetujui yang bersangkutan mengikuti UKW.(ida/ANTARA)
Menunggangi “Kembali ke UUD 1945 Asli” Merupakan Kejahatan Konstitusi Menciptakan Tirani
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Konstitusi hasil amandemen 1999-2002 menyisakan banyak permasalahan fundamental bagi sistem politik dan demokrasi Indonesia. Mengakibatkan Indonesia dalam cengkeraman partai politik dan oligarki pengusaha. Partai politik menguasai parlemen (DPR), dan juga eksekutif (presiden). Membuat check and balances tidak berfungsi. Karena terindikasi jelas terjadi persekongkolan antara eksekutif dan legislatif, menciptakan pemerintahan otoriter dan tirani. Banyak pihak menuding pemilihan presiden (pilpres) langsung oleh rakyat sebagai akar masalah dari semua ini. Pilpres langsung dengan dominasi partai politik membuat bandar oligarki menguasai Indonesia. Maka itu, banyak pihak percaya sistem konstitusi sebelum amandemen, atau UUD 1945 asli, dapat menjadi solusi atas permasalahan bangsa dewasa ini. Karena presiden dipilih oleh MPR. Seruan “kembali ke UUD 1945” menggema. Pada saat bersamaan, pendukung Jokowi sedang berupaya keras untuk memperpanjang masa jabatan presiden atau mengubah periode jabatan presiden menjadi lebih dari dua periode. Namun, reaksi masyarakat ternyata sangat keras menolak rencana perpanjangan masa jabatan presiden yang melanggar konstitusi ini. Meskipun melalui MPR dengan mengubah konstitusi terlebih dahulu, agar seolah-olah konstitusional. Manuver ini disebut dengan kudeta konstitusi: constitutional coup. PERPPU atau dekrit presiden tidak bisa memperpanjang masa jabatan presiden, karena melanggar konstitusi. Sidang istimewa MPR memperpanjang masa jabatan presiden dikecam dan ditolak keras masyarakat. Karena pada intinya merupakan kudeta konstitusi. Kalau dipaksakan, bisa mengundang keributan sosial, bahkan mungkin konflik horisontal. Otak bandit memang selalu menemukan cara-cara licik untuk mencapai tujuannya, dengan menghalalkan segala cara. Maka itu, ketika semua upaya menemukan jalan buntu, “Kembali ke UUD 1945 asli” menjadi topik yang bisa ditunggangi untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden. Jokowi diharapkan menerbitkan dekrit presiden “kembali ke UUD 1945 asli”, dan dipersilakan memperpanjang masa jabatannya, 2 atau 3 tahun. Ini namanya menunggangi isu “kembali ke UUD 1945 asli” sebagai solusi bangsa. Tetapi, malah digunakan untuk memperpanjang masa jabatan presiden. Membuat pemerintahan Jokowi menjadi pemerintahan otoriter dan tirani. Karena, “kembali ke UUD 1945 asli” harus satu paket dengan pembatasan masa jabatan presiden lima tahun, dan maksimal dua periode, berlaku surut. Artinya berlaku untuk masa jabatan presiden sampai pemilihan presiden terakhir, yaitu 2019. Dalam hal ini, presiden yang sudah menjabat dua periode, seperti SBY dan Jokowi, tidak bisa lagi menjabat presiden. Tetapi, Megawati yang baru menjabat presiden satu periode masih bisa dipilih sebagai presiden. Ini esensi yang dikehendaki oleh suara-suara “kembali ke UUD 1945 asli”. Selain itu, akan mendapat penolakan keras dari masyarakat, yang tidak menghendaki “kembali ke UUD 1945 asli” ditunggangi untuk kepentingan perpanjangan masa jabatan presiden, menciptakan otoritarian dan tirani. Kalau Jokowi mengeluarkan dekrit “kembali ke UUD 1945 asli” dengan memperpanjang masa jabatannya sendiri, maka Jokowi melanggar konstitusi. Karena, presiden tidak mempunyai hak konstitusi untuk mengubah UUD maupun masa jabatan presiden. Mengubah UUD, termasuk “Kembali ke UUD 1945 asli” merupakan hak konstitusi MPR, sehingga hanya bisa dilakukan oleh MPR. Tetapi tidak bisa dilakukan oleh MPR saat ini, karena tidak mempunyai kredibilitas, setelah menyuarakan perpanjangan masa jabatan presiden yang melanggar konstitusi. Maka itu, kalau elit bangsa ini sungguh-sungguh ingin “kembali ke UUD 1945 asli”, maka sidang MPR untuk “kembali ke UUD 1945 asli”, dengan pembatasan masa jabatan presiden, wajib dilaksanakan *setelah* pemilu 2024: oleh anggota MPR terpilih pemilu 2024. Karena itu, pemilihan presiden sebagai mandataris MPR, baru dapat dilakukan tahun 2029. Kalau dipaksakan tahun 2024, maka patut diduga keras ada kepentingan mau menunggangi “kembali ke UUD 1945 asli”, untuk menciptakan pemerintahan otoriter dan tirani: memperpanjang masa jabatan presiden Jokowi, yang akan mendapat penolakan keras dari masyarakat. Karena, konstitusi bukan merupakan barang dagangan yang bisa dibarter, “kembali ke UUD 1945 asli” dengan perpanjangan masa jabatan presiden. (*)
Fahri Hamzah Keliru Soal Anies
Partai Gelora menjual slogan “Arah Baru Indonesia”. Tapi kebijakan yang dipilih oleh elitnya patut diduga lebih mencerminkan sebagai sebuah persembahan untuk penguasa. Sehingga, arahnya bukan “Baru” tapi “Keliru”. Oleh: Sulung Nof, Penulis Pendahuluan SEORANG jurnalis FNN mengirim pesan teks kepada saya terkait rencana beliau untuk membuat tulisan berjudul “Fahri Buldozer Anies”. Diskusi saat itu berkembang usai mempublikasi tulisan bertajuk “Kopi Pahit”. “Judulnya ngeri,” respon saya perihal rencana tulisan beliau tersebut. Namun setelah ditunggu sejak pekan lalu, tampaknya artikel itu belum juga muncul. Di mesin pencarian juga belum ditemukan jejak-jejak dokumen terkait. Oleh karena itu saya akan melanjutkan sekuel “Kopi Pahit” untuk menanggapi nyanyian Fahri Hamzah (FH) yang berkali-kali menyerang Anies Baswedan dalam beragam mimbar politik. Supaya seimbang, maka perlu diluruskan. Dalam forum komunikasi relawan, saya sajikan isu agar kritik FH bisa difasilitasi melalui podcast. Tetiba penawaran itu disambut oleh seorang kreator konten. Insya Allah, kita akan berdiskusi pada Sabtu akhir pekan ini (24/12/2022). Melalui tulisan ini, tanpa mengurangi rasa hormat sedikitpun, kami mengundang Bapak Fahri Hamzah agar dapat berdiskusi melalui podcast Saeful Zaman. Walaupun saya menyadari bukanlah kawan diskusi yang setara. Dalil pertama, FH adalah tokoh nasional – yang seringkali melahap orang yang kontra dengan dirinya. Dalil kedua, kapasitas beliau jelas lebih mumpuni. Dalil ketiga, referensi yang digunakan saat debat basisnya kuat dan persuasif. Meskipun kita sama-sama dari UI, namun beda nomenklatur dan jurusan. Beliau alumni kampus bergengsi, sementara saya lulusan kampus calon akademisi. Beliau jurusan Depok, sementara saya jurusan Jakarta. Pamit ke Prabowo Saya selaras dengan saran/kritik FH agar Anies Baswedan sowan ke Prabowo Subianto (PS) usai purnatugas. Etika itu beliau tunjukkan saat bertemu dengan Presiden Joko Widodo, sepekan pasca purnatugas di Balaikota. Namun di balik yang tampak, kita tidak tahu pasti mengapa Anies belum juga silaturrahim dengan PS. Dugaan saya, beliau sudah berkomunikasi dengan Ketum Gerindra. Tapi bisa jadi kunjungannya belum diterima saat ini. Jika keadaannya demikian, dan Anies sendiri merasa perlu menjaga kehormatan PS, maka tuduhan FH bahwa beliau tidak beretika jelas kebablasan. Silakan bandingkan dengan calon yang diusung PS pada Pilgub DKI satu dekade lalu. Non-Partisan FH menuding Anies sebagai orang yang berada di luar gelanggang parpol, tapi berusaha membawa peruntungan dirinya ke dalam pentas kepemimpinan nasional sejak Konvensi Partai Demokrat. Sementara parpol kebagian capek. Beliau amnesia, PT 20% diketuk palu saat dirinya memimpin sidang. Posisinya ketika itu adalah sebagai Wakil Ketua DPR dari Fraksi PKS (?). Artinya, beliau mendiamkan sebuah sistem yang memblokir peluang hadirnya calon presiden independen. Simpulannya, kalau FH jengkel karena Anies bisa maju sebagai Bakal Calon Presiden tanpa harus memiliki KTA, maka logikanya pada saat itu dirinya memang menjadi bagian yang menjegal melalui penetapan Presidential Threshold 20%. Massa Marah FH lanjut menuding bahwa relawan dan masyarakat yang mendukung Anies Baswedan dilabel sebagai “Massa Marah”. Beliau tampaknya tidak cakap dalam membedakan antara kemarahan dengan harapan. Padahal, relawan dan masyarakat yang ramai mendukung Anies Baswedan adalah wujud dari sebuah harapan akan perubahan dan perbaikan jika kelak beliau menjadi Presiden RI pada 2024. Ini waktunya untuk merestorasi Indonesia. Jika logika FH demikian, maka eksistensi Partai Gelora adalah wujud dari kemarahan beliau terhadap PKS dan para fungsionarisnya. Sebab, status beliau saat itu sudah dipecat dari PKS. Itulah yang menyebabkan amarahnya muncul. Arah Keliru Partai Gelora menjual slogan “Arah Baru Indonesia”. Tapi kebijakan yang dipilih oleh elitnya patut diduga lebih mencerminkan sebagai sebuah persembahan untuk penguasa. Sehingga, arahnya bukan “Baru” tapi “Keliru”. Contoh. Gelora mendukung Bobby Nasution sebagai Calon Wali Kota Medan. Lalu FH mulai mengkritisi #KamiOposisi. Kemudian beliau lanjut mengusili Anies Baswedan. Ngamen di beragam acara untuk kampanye negatif. Apakah persembahan itu ada kaitannya dengan kelancaran proses pendaftaran parpol, mulai dari verifikasi administratif dan faktual yang disyaratkan oleh KemenkumHAM dan KPU? Wallahu a\'lam. Perlu dibuktikan lebih jauh. Penutup Tulisan ini punya legal standing. Pertama, saya adalah relawan dari REKANAN /Rekan Anies Baswedan. Kedua, memiliki KTA Partai Gelora. Adakalanya aktif mengikuti acara #GeloraTalks. Silakan cek validitas data keanggotaannya. Apa yang saya tuangkan di sini adalah sebagai penyeimbang dari seorang yang sebelumnya pernah menjadi instrumen pendukung berdirinya Gelora. Secara DNA, jika FH mendukung Anies, maka sebaiknya beliau juga mendukung Anies. Bandung, 20122022. (*)