ALL CATEGORY
PDIP, Pilkada Serentak, dan Pembelajaran dari Pilpres 2024
Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PARTAI Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) merupakan partai politik pemenang pemilu, termasuk pemilu 2024, meskipun perolehan suaranya turun. Dalam sistem politik Indonesia, calon pemimpin nasional daerah maupun pusat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Secara teori memang ada calon perseorangan (independen). Tetapi pada prakteknya sulit terjadi. Hanya ada 4 calon independen yang memenangi pemilihan kepala daerah, termasuk pilgub Aceh. Pada pilpres 2024, PDIP mengusung calon presiden dari kader internal, Ganjar Pranowo, didampingi Mahfud MD. Keputusan PDIP ini patut diacungi jempol. Meskipun akhirnya, ternyata, perolehan suara Ganjar di posisi terakhir. Hanya 16,5 persen. Jauh di bawah perolehan suara Anies Baswedan yang menduduki posisi kedua, dengan perolehan suara sekitar 25 persen. Bagi PDIP, mungkin kalah dalam kontestasi kepemimpinan nasional tidak masalah, yang penting mengusung calon dari kader sendiri. Dalam kondisi politik biasa-biasa saja, mungkin pemikiran seperti itu sangat normal. Bahkan memang seharusnya seperti itu, mengusung kader ideologis untuk menjadi pemimpin nasional, sambil menawarkan program yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Tetapi, kondisi politik nasional saat ini tidak biasa-biasa saja. Indonesia saat ini dalam belenggu tirani yang mau memaksakan kehendak untuk menguasai Indonesia, menguasai seluruh kepala daerah Indonesia. Setelah berhasil menempatkan Gibran menjadi Wakil Presiden, Jokowi kemudian mau menempatkan Kaesang menjadi calon Wakil Gubernur. Semua berjalan lancar. Mahkamah Agung sudah membuat Putusan, batas usia Calon Gubernur dan Wakil Gubernur minimal 30 tahun pada saat pelantikan. Jokowi kemudian juga membentuk “kartel” koalisi partai politik. PDIP terancam tidak bisa mencalonkan kepala daerah di pilkada 2024. Terganjal threshold, atau ambang batas pencalonan kepala daerah. Putusan MK No 60 dan No 70 mematahkan rencana dan ambisi Jokowi menguasai Indonesia. Kaesang tidak bisa lagi dicalonkan sebagai gubernur atau wakil gubernur. PDIP mulai “hidup” kembali di pilkada 2024 ini. Demokrasi mulai bangkit. Selamat kepada PDIP yang telah lolos dari upaya “penjegalan” Jokowi. PDIP bahkan langsung “mencuri” Airin dari Golkar, untuk menjadi calon gubernur Banten usulan PDIP. Pertanyaannya, bagaimana PDIP menyikapi pencalonan pilkada selanjutnya, khususnya pilkada Jakarta? Awalnya, beredar informasi PDIP akan mengusung Anies Baswedan sebagai calon gubernur Jakarta, bersama Rano “si Doel” Karno. Anies sempat datang ke kantor PDIP Jakarta. Bahkan sempat hadir di kantor PDIP saat pengumuman gelombang ketiga calon kepala daerah PDIP pada Senin kemarin, 26/8/24. Hanya berselang setengah hari, keadaan berubah. Kabarnya, PDIP batal mencalonkan Anies Baswedan. Kabarnya, PDIP akan mengusung Pramono Anung – Rano Karno pada pilkada Jakarta 2024 ini. Tentu saja banyak pihak tercengang. Kalau kabar ini benar, nampaknya PDIP akan mengulang kekalahan pilpres di pilkada ini. Karena, nama Pramono Anung tidak pernah masuk radar dalam kontestasi pilkada Jakarta. Mungkin PDIP mengandalkan popularitas Rano “si Doel” Karno. Tapi, apakah mereka bisa mengalahkan popularitas Anies yang “incumbent”, pernah menjadi Gubernur Jakarta? Mungkin PDIP berprinsip, tidak penting kalah atau menang, yang penting calon berasal dari kader. Yang mana, dalam hal ini bertentangan dengan kasus pilkada Banten di mana PDIP berani “mencuri” dan mencalonkan Airin, kader Golkar, yang sekarang dicuri lagi oleh Golkar dari PDIP. (*)
Titik Nadir Firaun Jawa
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih JOKOWI terlalu banyak menanam benih kehancurannya sendiri. Kebohongan dan tipuannya selama ini sudah terbuka, tersisa hanya bisa membela diri dan inferior. Kepribadian yang terbentuk di seputar kelemahan, cacat karakter yang selama ini merasa dirinya unggul saat saat berkuasa, kini sedang berada dalam kondisi ketakutan dan kekacauan. Gelombang demo kebencian, caci maki, hujatan, ancaman agar segera seret ke pengadilan tidak mungkin lagi bisa dikendalikan dengan rekayasa apapun untuk mengendalikannya selain harus melarikan dari keadaan terburuk yang akan menimpanya Semua kedoknya sudah menjadi bekas luka yang menganga menyingkap kesombongan, keangkuhan yang selama ini disembunyikan. Tidak ada lagi pertahanan diri yang memadai selain mundur, bahkan bisa jadi peluangnya bunuh diri. Dalam posisi seperti ini Napoleon Bonaparte mengatakan : \"Jangan pernah ikut campur dengan musuh sedang dalam proses bunuh diri\". Pertahanan dan perlindungan yang telah di persiapkan selama ini, seperti Gibran sebagai Wakil Presiden, membangun politik dinasti, cetak biru membentuk KIM - Plus, memperkokoh relawan dengan macam macam bentuk garda sudah terlihat semua mulai berantakan. Tersisa kekuatan taipan oligarki dan bantuan Xi Jinping (RRC) begitu lengser dari kekuasaannya di pastikan semua akan meninggalkannya. Wajar mengeluh bahwa merasa mulai ditinggalkan para penjilatnya pada saat peralihan kekuasaan mereka semua sedang bermigrasi mencari tempat menggantung kembali sebagai penjilat pada penguasa yang baru. Penguasa terburuk adalah adalah mereka yang egonya terlalu tinggi menyangka segala yang mereka lakukan benar dan layak di puji dan di sembah. Titik nadir Firaun Jawa akan berahir sangat mengenaskan lahir dari got akan kembali ke got lorong gelap. Balas dendam rakyat yang lebih manis pada penguasa tiran adalah tindakan memberi Firaun Jawa tertawa yang terakhir sebagai manuver ahir sebelum gelombang demo akan menyapu bersih para penghianat negara. (*)
Jalan Perubahan Anies Versus Politik Norak PDIP
Tapi perlakuan PDIP terhadap Anies lewat pertunjukan norak dan menghina, itu laku politik tak beradab. Meski demikian tak lantas mampu jatuhkan nilai Anies di mata rakyat. Justru Anies akan bernilai sebaliknya. Oleh: Ady Amar | Kolumnis Seharian kemarin, Senin (26 Agustus), semua mata seolah mengarah ke kantor DPP PDIP. Jadwal diumumkannya calon kepala daerah di mana Anies Baswedan akan diusung resmi PDIP. Semua media pemberitaan memberitakan live hingga berjam-jam. Di mana pun berada sorot mata terus melototi televisi atau media sosial yang menyiarkan acara itu secara langsung, menanti nama Anies Baswedan diucapkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Bergeming meski sumpek dengan suguhan nggeremeng Megawati yang bicara ngalor ngidul tak menentu. Menyambar ke sana kemari. Menyambar siapa saja yang dikehendaki, dan bahkan apa saja yang ada di pikirannya dimuntahkan hingga tak tersisa. Anehnya semua mata terpaku setia melototi media apa saja. Sedang bagi mereka yang karena sesuatu hal tak bisa melihat siaran langsung, terus saja menanyakan di grup pertemanan, Apa nama Anies sudah disebut Megawati. Berharap akan kabar baik nama Anies disebut. Sampai Megawati lunglai kecapaian nggeremeng, seperti tanpa durasi waktu, tak ada nama Anies disebut-sebutnya. Beberapa nama pasangan calon kepala daerah disebutnya. Airin Rachmi Diany yang kader Golkar disebut namanya sebagai cagub Banten. Airin pula saat itu yang jadi \"mainan\" Megawati disemprot tak menentu dengan telunjuk diarahkan padanya. Saat nama-nama itu disebut, konon Anies Baswedan ada di satu ruangan tersendiri di kantor DPP PDIP. Memang pagi menjelang siang Senin itu, Anies berpamitan pada ibundanya untuk menghadiri undangan PDIP. Rencana ia akan mendapat mandat diusung PDIP sebagai calon kepala daerah Jakarta. Siang itu beredar foto Anies duduk berdampingan dengan Rano Karno yang akan menjadi wakilnya. Keduanya mengumbar senyum ceria. Foto itu seakan menyuratkan Anies dan Rano Karno resmi akan menerima mandat PDIP. Di tengah geremengan Megawati yang tak kunjung selesai, beredar pula pernyataan dari elit PDIP Olly Dondokambey, bahwa dipastikan Anies tak akan diusung PDIP. Sebutnya, PDIP akan mencalonkan kadernya sendiri, Pramono Anung dan Rano Karno. Bisa jadi saat itu Anies masih berada di kantor PDIP. Sulit menggambarkan dinamika yang terjadi di internal PDIP saat itu. Kesimpulan pun diambil, faksi yang menghendaki Anies diusung PDIP sepertinya kalah telak dengan faksi yang tak menghendakinya. Anies dicalonkan faksi PDIP, itu semata jika ingin memenangi Pilkada Jakarta. Itu yang disampaikan pada Megawati. Sedang yang tak menginginkan PDIP mengusung Anies, itu terlihat lebih pada sikap subyektif-emosional. Seolah itu yang lalu jadi pilihan Megawati. Semua itu, baik yang menginginkan atau menolak Anies diusung PDIP lebih menggambarkan dinamika panggung depan yang mudah dianalisa. Itu yang lalu jadi suguhan tidak mengenakkan. Seolah hanya itu masalahnya, satu faksi mengalahkan faksi lainnya. Dibuat sempit seolah masalah internal yang lalu mampu menyepak-menendang Anies. Padahal kisah panggung belakang yang tak disuguhkan pada publik, itu justru bisa jadi peristiwa yang sebenarnya yang mampu menekan PDIP untuk tak berani-beraninya mengusung Anies. Panggung belakang yang memunculkan tekanan pada PDIP itu bisa dipastikan tekanan dahsyat, dan itu mengancam sampai memunculkan pilihan tak mau ambil risiko mencalonkan Anies. Analisa itu yang setidaknya boleh disebut. Tapi ada tafsir lain yang terjadi di panggung belakang, dan itu tawaran \"gula-gula\" yang didapat PDIP agar tak mengusung Anies. Sepertinya itu tawaran dari rezim baru yang akan menghuni istana. Tentu nilai fantastis yang didapat. Anies memberi jalan transaksi itu berlangsung. Maka timpahkan saja kesalahan itu pada Anies, yang memilih jalannya sendiri di tengah ketidaksiapan partai politik mengusungnya dengan berbagai alasannya. Kumpulan partai yang tersandera dosa politik, atau yang memilih jalan pragmatisme. Jalan yang memudahkan kartel kekuasaan menguasainya. Anies berada dalam kepungan partai-partai demikian. Untuk melihat itu semua setidaknya bacaan isyarat yang disampaikan Ketua Umum NasDem Surya Paloh pada satu kesempatan, itu bisa melihat begitu keras penjegalan pada Anies dilakukan. Tentu dengan segala cara. Katanya, \"... Saya beritahu Anies, ini bukan momen anda untuk maju Pilkada Jakarta.\" Tapi perlakuan PDIP terhadap Anies lewat pertunjukan norak dan menghina, itu laku politik tak beradab. Meski demikian tak lantas mampu jatuhkan nilai Anies di mata rakyat. Justru Anies akan bernilai sebaliknya. Dilema Anies saat ini bisa disebut risiko perjuangan memilih jalan tak biasa. Jalan yang diyakininya benar. Jalan bersama rakyat kebanyakan: jalan perubahan.**
Jokowi Akan Menggangal Pelantikan Prabowo sebagai Presiden
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih MENCERMATI peristiwa manuver politik perselingkuhan kekuatan Presiden dan DPR untuk melakukan pengabaian putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, telah berlalu. Ancaman rekayasa politik hitam Jokowi masih hidup akan nyasar kepada peristiwa politik yang lebih sadis dan kejam. Kekuatan Jokowi yang sudah lumpuh masih mimpi bisa mengacak acak tatanan politik dan hukum serta kaidah keadaban demokrasi. Skenario besar masih berjalan dalam mimpinya, indikasinya akan berusaha membatalkan pelantikan Jokowi sebagai presiden 20 Oktober mendatang. Masih menghayal ingin membatalkan hasil Pilpres kembali lewat MK. Selain rekayasa tersebut, ada akan rekayasa pra kondisi negara dalam keadaan darurat , memunculkan macam macam rekayasa kekacauan. Mimpi tersebut muncul dari halusinasi busuk Jokowi ingin tetap memiliki dan meneruskan kekuasaannya. Pada saat yang bersamaa semua pemujanya mulai meninggakannya. Jokowi belum siap untuk lengser dengan legawa karena semua ancaman yang membahayakan dirinya belum aman bahkan sangat membahayakan dirinya. Kabut gelap yang selama ini bisa di benam, ditutupi, disembunyikan dan disimpan rapat tanpa kekuasaan tambahan pasti akan terbongkar. Indikasi Jokowi trah PKI, ijazah palsu, melindungi dan akan membuka kran kebangkitan PKI dan hubungan gelap dengan Taipan Oligarki dan partai komunis Cina, sudah dekat waktunya akan terbongkar. Rekayasa menempatkan Gibran anaknya sebagai Capres dan politik dinastinya pasti akan berantakan. Taipan oligarki akan meninggalkan Jokowi bahkan akan membiarkan apapun nasib politik yang akan menimpanya. TNI akan tetap pada tugas pokoknya menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap NKRI. Eh Rekayasa dan keinginan Jokowi ingin bertahan memiliki kekuasaan dengan rekayasa akan menggagalkan Prabowo di lantik sebagai presiden 20 Oktober mendatang hanya karena tidak percaya Prabowo akan bisa melindungi dirinya paska lengser dari kekuasaannya. Bayangan ketakutan membayangi dirinya, adalah tanda orang yang sudah dekat ajalnya. Masih terlacak rekayasa dan gerakan mimpi Jokowi : Memanipulasi prosedur demokrasi sebagai sarana melanggengkan kekuasaan dan mendistorsi prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat. Apapun kekurangan dari hasil Pilpres 2024 yang telah menjadi catatan hitam proses demokrasi di Indonesia. Pelantikan Prabowo Subianto 20 Oktober mendatang harus tetap berjalan dan dilaksanakan sesuai jadwal waktunya. Kita mengajak semua lapisan masyarakat ( rakyat ) pemilik kekuasaan, bangkit, cegat dan hancurkan semua rekayasa buruk dan busuk yang akan membahayakan NKRI (*)
Jokowi Murah, Sebentar Lagi Sampah
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan KETIKA pedagang kaki lima membanjiri jalan area Ajyad Mekkah, para pedagang menjajakan barang seperti kerudung, baju, jam tangan, sajadah dan lainnya. Ada berbagai teriakan di samping \'asyroh riyal untuk harga 10 reyal atau \'isyrin riyal untuk 20 reyal juga ada \"Jokowi murah, Jokowi murah\" maksudnya barang murah bisa pakai rupiah \"uang Jokowi\". Lebih tegas dan jelas \"Jokowi seratus ribu\" katanya. Ada teman coba bertanya \"yang ini Jokowi berapa? Dijawab \"lima puluh ribu\". Nah hal biasa itu jadi lucu juga \"Jokowi murah, Jokowi seratus ribu \". Yang lebih murah juga ternyata ada \"Jokowi seratus ribu tiga !\". Di Indonesia ternyata hari-hari ini Jokowi memang sedang murah. Rakyat marah. Demo masyarakat dan aktivis terjadi dimana mana baik Jakarta, Bandung, Yogya, Bogor, Cirebon, Solo, Semarang, Makassar dan kota-kota lain. Bertema \"Kawal MK\" sasaran ke arah DPR/DPRD dan Jokowi. Urusan Pilkada dibaca rakyat menjadi ajang kepentingan Jokowi dan rezimnya yang \"menghalalkan segala cara\" demi kelanggengan dan keamanan kekuasaan. Habiburakhman anggota DPR Fraksi Gerindra yang coba \"cari muka\" membawa kabar gembira bahwa DPR tidak jadi membahas RUU Revisi UU Pilkada, malah \"hilang muka\" diteriaki anjing dan lain-lain, bahkan ia dilempari botol minuman. Sulit untuk menjadi pahlawan di tengah perilaku yang dinilai sering mengkhianati aspirasi rakyat. Kelakuan para bedebah sudah tercatat dalam memori peserta aksi. Jokowi tetap menjadi sasaran kemarahan, apalagi di tengah keprihatinan seperti ini justru keluarga Jokowi mempertontonkan kemewahan. Kaesang Pangarep tidak bisa diharepkan. Piknik pakai jet pribadi. Jokowi baru saja berhura-hura di IKN dengan influencer dan 9 naga. Berwajah Garuda berhati Naga. Unjuk kekuasaan dan kekayaan. Pantas jika baliho Jokowi dan Kaesang dirusak dan dihinakan di Solo. 12 partai politik yang awal membeli mahal Jokowi dengan memurahkan harga aspirasi rakyat kini mulai ketar ketir ketika rakyat justru memurahkan harga Jokowi. Kata Bahlil \"ngeri-ngeri sedap ini barang\" dan \"jangan coba main-main ini barang\" yang terjadi justru barang ini akan jadi mainan. Dibanting-banting dan berwajah ketakutan oleh ngerinya amuk rakyat. Kini Jokowi murah, sebentar lagi akan menjadi sampah. Dibuang ke tempat yang menjijikkan dan orang-orang akan menutup hidung karena baunya yang menyengat. Sudah ada aroma bau bangkai dari kejatuhan Jokowi lalu ia akan ditangkap dan menjadi pesakitan di ruang pengadilan. Ini merupakan buah dari sebuah arogansi yang mendahulukan kroni dan dinasti. Jokowi bunuh diri karena frustrasi. Dari semua bergantung pada Jokowi sekarang Jokowi tergantung semua. Besok bergaung teriakan \"Ganyang Jokowi\" dan \"Gantung Jokowi\". Sebaiknya Jokowi dan keluarga bersiap saja untuk kabur dari Indonesia. Semoga masih selamat. Atau secara ksatria hadapi segala yang terjadi di Nusantara dengan status sebagai Raja Jawa. Raja yang mendekam dipenjara. (*)
Akankah PKS Jadi PSK?
Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI Penulis pernah merilis artikel “PKS Kamulah Satu-Satunya” dan “Hanya Bisa bilang, PKS is The Best”. Saking simpati dan empatinya, penulis menuangkan apresiasi setinggi-tingginya kepada partai dakwah tersebut. Namun kini, apa lacur? Klarifikasi terburuk saat PKS menarik dukungannya terhadap Anies Baswedan pada pilgub Jakarta 2024, adalah tatkala Anies dianggap gagal mendapatkan koalisi partai untuk memenuhi syarat mengusung calon kepala daerah. Tambahan naifnya mengikuti saat PKS mengumbar selama ini selalu mendukung Anies baik di pilgub Jakarta sebelumnya maupun pilpres yang lalu, sampai akhirnya mengungkit sesal PKS selalu mengorbankan kader terbaiknya untuk duduk di pemerintahan. Namun PKS sepertinya lupa kesadaran, bahwasanya PKS telah jenuh dan kelelahan pada apa yang namanya perjuangan. Terutama di saat partainya harus terus berada dalam semangat perubahan guna menegakkan kebenaran dan keadilan. Alih-alih istigomah dalam amar ma’ruf nahi munkar, pimpinan PKS justru begitu bangga memposisikan partainya menjadi bagian dari koalisi partai yang distortif dan destruktif. PKS tanpa malu menjelma sebagai pendukung golongan rezim penuh kemudharatan dan kemaksiatan. Maka yang pantas disematkan pada partai bertajuk keadilan dan kesejahteraan itu tak lain dan tak bukan, betapa gerakan dakwah telah dijual murah untuk syahwat jabatan dan kekuasaan. Dampaknya bukan hanya menyempurnakan kebobrokan partai politik selama ini, lebih dari itu mencoreng citra agama khususnya umat Islam. Tak ada lagi harga diri, tak ada lagi kehormatan dan tak ada lagi martabat pada kumpulan para ulama, habaib dan para cendekia di tubuh partai politik bercitra bersih dan peduli itu sebelumnya. Sepertinya, PKS tak lebih baik dari Pekerja Seks Komersil (PSK) yang sejatinya terdesak melakukan tindakan asusila karena ekonomi. Bukan menghina dan menginjak-injak prinsip kebenaran dan keadilan, PSK hanya bertahan hidup untuk dirinya dan keluarganya dari kekejaman sistem sosial. Namun PKS nyata-nyata telah menghancurkan pondasi kepercayaan umat dan keyakinan pada nilai-nilai aqidah (religi). Akankah PKS menjadi PSK?. Atau PKS jauh lebih buruk dari PSK. Wallahualam Bissawab. (*)
Menyoroti Pidato Presiden Terpilih 2024 Prabowo Subianto dan Pendapat Aktivis Demokrasi dari Amerika Serikat Chris Komari
Oleh Dr. Rahman Sabon Nama | Ketua Umum Partai Daulat Kerajaan Nusantara (PDKN) Parpol Non-kontestan Pemilu 2024 Mencermati pidato politik Presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto saya perlu memberi masukan agar dalam menjalankan pemerintahannya kelak kehidupan bernegara, memberikan ruang kepada rakyat agar punya kesempatan yang sama dalam mengembangkan kesadaran beragama bagi masing-masing golongan pemeluk agama dengan semangat menghormati satu sama lain dan tidak lagi umat Islam menjadi korban Islammophobia seperti sekarang. Kekeliruan Prabowo Subianto yang mengatakan demokrasi sebagai sistem pemerintahan dimana Suara Mayoritas yang berkuasa (majority rules) adalah kesalahan yang sekarang terjadi di tanah air. Artinya sama saja dengan menghalalkan segala cara untuk Merebut kekuasaan/tyrany majority yang dilarang karena melanggar nilai-Nilai demokrasi. Pengertian demokrasi secara umum yaitu sistem pengorganisasian pemerintahan yang dijalankan secara langsung oleh pilihan rakyat sehingga seluruh masyarakat negara dengan keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai mahkluk Allah SWT diakui dan dijamin keberadaannya atas dasar konstitusi negara. Kehidupan demokrasi di negara kita yang dipraktekkan selama ini dilatarbelakangi sebelum dan sesudah kemerdekaan. Sebelum kemerdekaan era rakyat masih dalam naungan sistem kerajaan dan kesultanan se-Nusantara dan setelah kemerdekaan berbentuk Republik, dapat kami berikan beberapa catatan, sebagai berikut: Pertama, di era pemerintahan kerajaan kesultanan Nusantara dahulu, demokrasi diejawantahkan di pusat - pusat pemerintahan kerajaan kesultanan dan tidak dikenal istilah majority rules (kekuasaan mayoritas/tyranny majority). Tetapi dikenal Hak Pepe Kawula Raja yang merupakan manifestasi demokrasi langsung yaitu kepala pemerintahan raja memegang kekuasaan negara dan agama, kepala negara diangkat secara turun temurun, golongan dalam masyarakat memiliki hak dan kewajiban berbeda- beda. Kedua, demokrasi setelah Indonesia merdeka adalah Demokrasi Pancasila, tercantum dengan jelas dalam Pembukaan UUD 1945 dan pasal dalam Batang Tubuh-nya. Dalam sila ke empat Pancasila yang tercantum pada aline 4 Pembukaan UUD 1945 dan pasal 1 ayat (2 ) dalam Batang Tubuh UUD 1945 menunjukkan bahwa negara kita RI menganut asas kedaulatan rakyat dan tidak mengenal demokrasi berdasarkan suara mayoritas (majority-rule, or the rule of majority which means those who obtain more votes win). Hal ini ditegaskan bahwa demokrasi Pancasila artinya demokrasi yang dijiwai Pancasila yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Rakyat mempunyai hak untuk ikut aktif dalam kegiatan bersifat politik artinya Indonesia negara demokratis dimana demokrasi Pancasila bukan hanya demokrasi politik, tetapi juga demokrasi ekonomi, demokrasi sosial budaya dan demokrasi pertahanan dan keamanan. Ketiga, dalam pelaksanaannya menurut Pasal 1 Ayat (2) UUD negara kita menganut sistim demokrasi perwakilan /demokrasi tidak langsung. Hal ini dibuktikan dengan adanya lembaga MPR, DPR, selain DPA, MA, BPK sebagai Lembaga Tinggi Negara, dan adanya partai-partai politik tidak sama dengan demokrasi di Amerika/ Eropa dan negara lainnya di dunia. Justru di sinilah keunikan negara Indonesia yang berfalsafah Pancasila bersemboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki patron demokrasi tersendiri yang tidak ada di negara lain. Prabowo Subianto dalam berbagai forum dan kesempatan sering mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan, dimana suara mayoritas yang berkuasa. Koreksi saya bahwa pernyataan itu tidak akurat, salah dan tidak benar. Karena Demokrasi Pancasila yang dianut Indonesia adalah demokrasi kedaulatan rakyat yang dijiwai dan diintegrasikan dengan sila-sila kelima sila Pancasila serta dari padanya disinari oleh sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagai argumentasi tulisan saya: bahwa menggunakan hak demokrasi harus disertai dengan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Esa menurut keyakinan agama masing-masing dan menjunjung tinggi nilai moral dan martabat manusia sebagai mahkluk Allah SWT untuk menjamin persatuan dan kesatuan nasional guna mewujudkan keadilan sosial berpaham kekeluargaan dan gotong royong. Yang di era sekarang dirasa hilang/sirna yang dipraktekkan era Orde Baru dan semakin kandas sejak era Reformasi dan puncaknya di dasawarsa pemerintahan Jokowi, dimana mempraktekkan gotong royong sekedar wujud bantuan-bantuan sosial pada kaum miskin dan praktek ini ala pemerintahan komunis China. Oleh karena itu paska pelantikan presiden terpilih 2024 Prabowo Subianto, saran saya dalam kapasitas sebagai Ketua Umum PDKN Parpol yang mewadahi para Raja Sultan Nusantara dan rakyat di bekas kedaulatan wilayahnya masing-masing meminta Presiden Prabowo Subianto untuk: Mengeluarkan Dekrit Presiden Oktober 2024 kembalikan Naskah Asli UUD 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945. Dengan Adendum Pemisahan Kekuasaan Kepala Negara dijabat Raja Sultan pemegang Collateral aset dinasti secara bergilir dijabat oleh Raja Yang Dipertuan Agung Kepala Negara (tujuannya untuk menghilangkan jual beli kekuasaan dan kebijakan serta korupsi). Pembiayaan pembangunan oleh Kepala Negara dan sumber daya kekayaan alam dikelola negara untuk kemakmuran rakyat tidak dibagi-bagi untuk kroni dan aseng seperti sekarang. Kepala Pemerintahan dijabat seorang Presiden/Wakil Presiden dipilih lewat Pemilihan Umum (Pemilu) dan ditentukan melalui Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU MPR RI). (*)
Tergilasnya Jokowi dan Kroni
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Tanggal 24 Agustus 2024, 240824, merupakan tanggal keramat bagi Jokowi. 240824, awal meredupnya pengaruh Jokowi. Ada dua peristiwa penting yang menandai pengaruh Jokowi runtuh. Peristiwa pertama, pada 240824, telah berlangsung rapat konsultasi antara KPU dan DPR yang mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 60 dan No 70 secara bulat. Artinya, pertama, peluang Kaesang untuk bisa ikut pemilihan kepala daerah di seluruh Indonesia sudah tertutup, mungkin untuk selamanya. Karena tanpa pengaruh kekuasaan Bapaknya, Kaesang hanya merupakan anak muda bukan siapa-siapa, no body. Kedua, upaya menjegal dan mengucilkan PDIP, partai politik yang membesarkannya, yang sekarang menjadi musuh besarnya, untuk tidak bisa mencalonkan kepala daerah tanpa koalisi, menjadi kandas. Karena Putusan MK No 60 membuat PDIP bisa mengusung calon kepala daerah, tanpa koalisi, di banyak daerah. Ketiga, upaya menjegal Anies Baswedan, agar tidak ada partai politik yang bisa mencalonkannya menjadi gubernur Jakarta, nampaknya juga kandas. Karena Putusan MK 60 membuat beberapa partai politik menjadi mandiri dalam pencalonan kepala daerah, tanpa koalisi. Nampaknya, PDIP dan Anies Baswedan akan bersatu, untuk menjadi kekuatan menakutkan bagi Jokowi dalam pilkada Jakarta. Dua pihak yang sedang di “dikriminalisasi” ini akan sulit terbendung. Peristiwa kedua, rencana “merebut” kepemimpinan PKB juga kandas. Gagal total. Tidak seperti Beringin yang begitu mudah menyerah digergaji Jokowi. Bahkan Ketua PBNU harus menghentikan apel Ansor Pagar Nusa dan menariknya dari lokasi muktamar di Bali. Puncaknya, Muhaimin “Cak Imin” Iskandar yang mau “dikudeta” ternyata terpilih kembali menjadi Ketua Umum PKB. Semua ini menandakan pengaruh Jokowi mulai meredup. Mulai hilang. Seperti kata pepatah, roda kehidupan selalu berputar. Kadang di atas, kadang di bawah. Kekuasaan tidak bisa selamanya berada di atas. Kekuasaan tidak abadi. 240824. Roda kekuasaan Jokowi sedang menuju ke titik bawah. Jokowi sudah ditinggal kroninya di parlemen, di Baleg dan di Komisi II DPR-RI. Jokowi sedang menuju menjadi no body lagi. Menjadi bukan siapa-siapa lagi. Jokowi tidak mempunyai massa pengikut. Pemimpin “boneka” Jokowi di Golkar sedang digugat. Dengan hilangnya pengaruh Jokowi, dalam waktu dekat sepertinya Bahlil akan terjungkal. Hanya tinggal menghitung hari saja. Sebaliknya, pihak yang dikriminalisasi dan disandera Jokowi sedang menuju ke puncak atas. Mereka akan tetap mempunyai pengaruh politik kuat. Ketika pengaruh politik Jokowi meredup dan menghilang, pengaruh politik PKB dan Cak Imin akan terus eksis. Pengaruh politik PDIP juga akan semakin kuat dan solid. Begitu juga dengan partai politik lainnya yang tersandera Jokowi, akan tetap memainkan peran penting dalam peta politik Indonesia. Gibran boleh saja sekarang menjabat wakil presiden. Tetapi dalam waktu dekat akan terkucilkan. Karena Gibran juga akan menjadi bukan siapa-siapa lagi. Gibran tidak mewakilkan partai politik manapun. Gibran mendapat jabatan atas pengaruh Bapaknya, dengan merampas jabatan Wakil Presiden dari kader partai politik lainnya yang jauh lebih layak dibandingkannya. Karena itu, tidak akan ada satu pihakpun yang akan berpihak pada Gibran, ketika terkucilkan. Proses hukum dugaan KKN Gibran dan Kaesang sedang mengintai. Ketika roda kehidupan Jokowi dan keluarga serta kroninya berada di titik terbawah, mereka akan menghadapi nasib masa depan yang sangat bertolak belakang. Jokowi dan keluarga beserta kroni, termasuk oligarki penindas rakyat, akan menghadapi banyak gugatan hukum. 240824. Menjadi Awal keruntuhan pengaruh dan kekuasaan Jokowi, yang akan bergulir dengan kecepatan tinggi, menuju menjadi no body lagi. (*)
Jokowi dan Prabowo Sama-sama Haus Kekuasaan
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan TENTU membuat tertegun sesaat setelah teka-teki Raja Jawa yang mengerikan diungkap Bahlil Lahadalia kini muncul lagi teka-teka yang dilempar Prabowo soal orang yang haus kekuasaan. Pihak yang haus kekuasaan menurutnya dapat merugikan negara. Untuk kekuasaan segala cara dilakukan termasuk membeli dan melakukan operasi-operasi intelijen. Prabowo mengkritisi tajam perilaku ini saat melakukan penutupan Kongres VI PAN di Hotel Kempinsky Jakarta. Presiden terpilih ini memang sudah seperti Presiden definitif saja jalan dan sambut sana sini. Mungkin mulai mengimbangi pengaruh Jokowi yang sedang sibuk mengamankan kekuasaan di penghujung masa jabatan. Teka-teki Bahlil maupun Prabowo mudah ditebak secara politik. Tentu saja Jokowi, sebab tidak mungkin Donald Trump. Meski sama-sama ngeri-ngeri sedap dan dapat membeli kekuasaan tetapi dia itu orang Amerika bukan Jawa. Mc Donald menghadapi boikot soal Palestina, Donald Duck sedang piknik ke China menyamar Peking Duck. Bahlil dan Prabowo \"mewekwek\" menyinggung orang yang punya kekuasaan. Bahlil menjilat sedangkan Pabowo berkhianat. Jilatan Bahlil sampai ke alam ghaib, Golkar ditakut-takuti agar pohon beringin dapat berguncang dan gemetar lalu berlindung kepada Raja Jin penguasa kegelapan. Prabowo berkhianat jika bacaan itu terarah ke Jokowi. Prabowo itu tokoh unik yang bisa habis-habisan menjilat lalu tega menyindir bahkan mengecam. Jokowi dan Prabowo sama-sama haus kekuasaan. Rakyat hanya diatasnamakan atau batu loncatan. Prabowo pernah lari dan sembunyi dari rakyat pendukungnya sendiri demi kursi Menteri. Ambisi melompat ke tempat yang lebih tinggi. Memeluk Gibran demi kasih sayang dan bantuan Jokowi. Strategi Prabowo untuk jabatan Presiden yakni harus berlindung kepada Jokowi. Memang di samping sebagai negara konoha atau wakanda Indonesia ini dikenal juga sebagai negara para bedebah dan para pengkhianat. Jokowi menjual kedaulatan negeri dan mengkhianati Megawati. Awalnya Megawati mengkhianati Jokowi soal Ganjar. Prabowo mengkhianati Jokowi sampai harus mengecam haus kekuasaan. Rakyat dikhianati oleh partai-partai politik, DPR, dan lembaga-lembaga yang diberi amanah untuk melayani. Mereka hanya sibuk melayani dirinya sendiri. Jokowi, Prabowo, dan pemimpin lain yang mengaku muslim lalu haus akan kekuasaan, sadarlah bahwa kekuasaan itu hanya ujian untuk ditunaikan sebaik-baiknya. Kelak di akherat berakibat pada kesia-siaan dan penyesalan. \"maa aghnaa annii maaliyah, halaka annii sulthooniyah\" (tidak berguna atasku harta kekayaan, telah hilang dariku kekuasaan)--Al Haqqah 28-29. \"Innakum satahrishuuna \'alaal imarah. Satakuunu nadaamatan yaumal qiyaamah\" (Nanti engkau begitu haus akan kekuasaan. Kelak di hari kiamat engkau benar-benar menyesal)--HR Bukhori. (*)
Waspadai KPU, Ikut Putusan MK atau Putusan MA?
Oleh Sutrisno Pangaribuan | Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) RAPAT pengesahan PKPU di DPR RI yang semula direncanakan pada Senin (26/8/2024) akhirnya dimajukan hari ini, Minggu (25/8/2024), Pukul 10.00 WIB. DPR RI dan Pemerintah yang awalnya ngotot “melawan” putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 akhirnya memilih jalan aman. Partai Politik (Parpol) anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang terdiri dari Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, Nasdem, PKB, PKS, PPP yang sepakat mengeroyok PDIP pun akhirnya cuci tangan. KIM Plus yang tidak pernah peduli rakyat, tidak berdaya saat akan ditinggal rakyat. Ahmad Doli Kurnia Tanjung, Ketua Komisi II DPR RI, Fraksi Partai Golkar pun tidak mau mengambil risiko melawan rakyat. Terutama pasca nama Doli tidak masuk dalam daftar pengurus inti DPP Partai Golkar (PG) yang baru saja diumumkan Bahlil Lahadalia, Ketum Partai Golkar. Doli yang sebelumnya Wakil Ketua Umum DPP PG, dan namanya santer sebagai calon Sekjend baru, ternyata tidak masuk dalam struktur utama Bahlil pencetus istilah “Raja Jawa”. Maka Doli akhirnya menampilkan sosok “Raja Sumatera”, ikuti.putusan MK secara utuh. Namun rapat percepatan pengesahan PKPU hari ini harus tetap diwaspadai. Elit politik kita sulit dipercaya, sebab terbiasa menampilkan perbedaan kata dengan laku. Kita patut menduga bahwa rapat sengaja digelar hari Minggu, saat aksi mahasiswa, buruh, dan kelompok pro demokrasi sedang istirahat, tiba- tiba diambil keputusan yang bertentangan dengan putusan MK. Segala hal masih mungkin terjadi saat pertandingan masuk “injury time”. Jika DPR RI dan Pemerintah mengaku tunduk pada aspirasi rakyat, KPU RI belum tentu mengikutinya. Maka rakyat harus tetap “standby” hingga PKPU yang diputuskan hari ini, mematuhi putusan MK secara utuh. Selain memantau rapat pengesahan PKPU, kita pun harus tetap memantau pergerakan pemerintah. Peluang untuk bermain di tikungan, dengan politik bibir jurang masih mungkin terjadi. Pemerintah masih memiliki senjata pamungkas melalui Perpu Pilkada. Selain itu, jika aksi mahasiswa, buruh, dan kelompok pro demokrasi semakin meluas, pemerintah dapat melakukan manuver mengundur jadwal Pilkada hingga batas usia minimal 30 tahun saat penetapan calon sesuai putusan MK terpenuhi. Politik masih sangat dinamis, dan segala kemungkinan masih mungkin terjadi. Kita harus memastikan bahwa KPU akan mematuhi putusan MK, tidak melakukan pembangkangan konstitusi, pembegalan hukum, dan mengubah arah reformasi. KPU yang bersifat nasional dan mandiri hendaknya merdeka dari pengaruh apa dan siapa pun. KPU sebagai produk reformasi harus dan hanya boleh tunduk pada konstitusi, dan kehendak rakyat. KPU harus ikuti langkah MK yang akhirnya memutuskan patuh dan tunduk pada konstitusi dan kehendak rakyat. Satyam Eva Jayate, Merdeka! (*)