ALL CATEGORY

DPR dan Presiden Wajib Taat pada Putusan MK yang Bersifat Final, Mengikat dan Berlaku Seketika

Oleh: Anthony Budiawan – Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), No 60 dan No 70, cukup mengguncang gravitasi politik Indonesia.  Pertama, MK memutuskan partai politik yang tidak memperoleh kursi di DPRD dapat ikut mengusung calon pasangan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikoeta).  Kedua, MK juga menurunkan threshold atau ambang batas pencalonan kepala daerah dari 25 persen perolehan suara atau 20 persen jumlah kursi di DPRD menjadi persentase degresif tergantung dari jumlah pemilih daerah: semakin besar jumlah pemilih, semakin rendah persentase ambang batas pencalonan. Untuk pemilihan kepala daerah Provinsi Jakarta, ambang batas pencalonan cukup 7,5 persen dari perolehan suara. Ketiga, MK juga putuskan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur tetap 30 tahun pada saat penetapan calon. Putusan MK tersebut dibacakan atau diputus pada 20 Agustus 2024. Putusan MK ini sangat baik bagi demokrasi Indonesia, karena meminimalisir kemungkinan kartel politik yang akan membawa Indonesia menjadi negara tirani yang dikuasai partai politik. Putusan MK ini lebih sesuai dengan amanat Konstitusi Pasal 18 ayat (4), bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis: semakin rendah ambang batas pencalonan kepala daerah, maka semakin baik tingkat demokrasi. Tampaknya, Putusan MK yang pro demokrasi dan kedaulatan rakyat tersebut disikapi berbeda oleh sekelompok masyarakat, khususnya elit politik istana dan kroninya. Tersiar berita, Presiden Jokowi dan kroninya di DPR akan melakukan “perlawanan” terhadap Putusan MK tersebut. Berita liar ini tidak mempunyai dasar hukum, alias bertentangan dengan konstitusi. Berita liar pertama, Presiden Jokowi akan mengeluarkan PERPPU untuk menganulir Putusan MK tentang ambang batas Pilkada tersebut. Tentu saja manuver ini tidak mungkin bisa dilakukan secara hukum. Karena, PERPPU yang setara UU tidak bisa menganulir Putusan MK, karena kedudukan hierarki PERPPU (dan UU) berada di bawah Putusan MK yang wajib dimaknai sebagai bagian dari Konstitusi. Sebaliknya, MK bisa menganulir UU atau pasal dalam undang-undang yang dianggapnya bertentangan dengan Konstitusi, seperti Putusan MK No 60 ini yang mengubah atau menganulir Pasal 40 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah. Artinya, kalau Jokowi nekat menerbitkan PERPPU yang bertentangan dengan Putusan MK tersebut, apalagi mengembalikan UU atau pasal dalam UU yang inkonstitusional dan sudah dikoreksi oleh MK, maka secara nyata-nyata Jokowi melanggar Putusan MK dan artinya melanggar Konstitusi. Untuk itu, Jokowi bisa seketika itu juga dimakzulkan, seperti diatur di dalam Konstitusi. Berita liar kedua, DPR akan membuat UU Pilkada baru secara kilat, untuk menganulir Putusan MK. Berita ini juga hanya ilusi, dan secara hukum tidak dimungkinkan. Berdasarkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan No 12 Tahun 2011, pembentukan UU harus melewati beberapa tahapan yang tidak mungkin bisa selesai hanya dalam satu minggu.  Selain itu, materi muatan UU Pilkada baru tidak boleh bertentangan dengan Putusan MK. Dalam hal ini, ambang batas untuk pencalonan gubernur dan wakil gubernur Pilkada Jakarta, misalnya, tidak boleh lebih dari 7,5 persen dari perolehan suara. Apabila dipaksakan proses pembuatan UU Pilkada baru tersebut dibuat super cepat, melanggar UU NO 12/2011, dan materinya bertentangan dengan Putusan MK, maka DPR secara nyata melakukan pelanggaran konstitusi, atau lebih tepatnya makar konstitusi. Berita liar ketiga, DPR akan menafsirkan Putusan MK tersebut berlaku untuk Pilkada berikutnya, yaitu 2029. Hal ini tidak benar secara hukum dan konstitusi. Apabila KPU tidak menerima pendaftaran pencalonan kepala daerah sesuai Putusan MK, maka Pilkada akan menjadi tidak sah, karena melanggar Putusan MK dan karena itu melanggar Konstitusi. Dalam hal ini, KPU secara nyata melakukan makar konstitusi. Alasannya, pertama, Putusan MK berlaku final dan mengikat, dan berlaku seketika (pada saat dibacakan, pada 20 Agustus 2024), kecuali dinyatakan lain secara eksplisit di dalam Putusan MK tentang masa berlakunya. Karena, pada dasarnya, Konstitusi wajib berlaku seketika untuk memberi kepastian hukum. Dengan kata lain, UU atau Pasal dalam UU yang bertentangan dengan konstitusi wajib batal seketika pada saat dinyatakan inkonstitusional atau direvisi oleh MK. Hal ini sudah terbukti dan sudah ada yuris prudensinya ketika MK memutus batas usia minimum capres dan cawapres 40 tahun atau pernah menjabat sebagai Kepala Daerah, yang kemudian membuat Gibran bisa dicalonkan sebagai wakil presiden, meskipun Peraturan KPU belum diubah, dan masih menggunakan Peraturan KPU lama, dengan batas usia minimum 40 tahun. Artinya, Putusan MK No 90 tersebut berlaku seketika, dan menganulir semua peraturan dan UU yang bertentangan dengan Putusan MK. Karena, Putusan MK lebih tinggi dari Peraturan KPU atau UU yang direvisinya. Kalau KPU tidak merevisi Peraturan KPU sesuai Putusan MK, maka KPU melanggar kode etik seperti tercermin dari Putusan DKPP, tetapi tidak membatalkan pencalonan yang sesuai Putusan MK. Oleh karena itu, tidak ada cara lain bagi DPR atau Presiden selain taat dan tunduk pada Putusan MK.  Apabila DPR atau Presiden nekat melawan Putusan MK, maka berarti DPR atau Presiden melanggar Konstitusi, atau melakukan perbuatan makar Konstitusi. Hal ini pasti akan memicu chaos, dan mengundang amarah rakyat yang sudah muak melihat demokrasi dan kedaulatan rakyat diinjak-injak segelintir orang.  Sudah menjadi hak dan kewajiban rakyat untuk melindungi konstitusi dan merebut kedaulatan rakyat, dengan cara apapun. John Locke: Revolt is the right of people. —- 000 —-

Surya Paloh Tersandra, Sebaiknya Pensiun Dari Ketua Umum Partai Nasdem

Oleh Kisman Latumakulita/Pendiri Partai Nasdem PARTAI Nasdem melaksanakan Kongres ke III tanggal 25-27 Agustus nanti di Jakarta. Salah satu agenda kongres adalah mendengar aspirasi dari 38 Pengurus Wilayah atau Provinsi tentang calon Ketua Umum Partai Nasdem lima tahun ke depan. Apakah masih tetap dijabat oleh Surya Paloh atau ada aspirasi kandidat Ketua Umum lain. Hampir dipastikan Kaka Surya Paloh kembali terpilih bakal sebagai Ketua Umum Partai Nasdem untuk lima tahun (2024-2029) ke depan. Tidak hambatan berarti, baik dari internal maupun eksternal. Hambatan untuk kembali menjadi Ketua Umum Partai Nasdem hanya datang dari Kaka Surya Paloh sendiri. Itu kalau tidak lagi bersedia.  Walaupun demikian, sebaiknya Kaka Surya Paloh pertimbangkan lagi keinginan untuk kembali menjabat Ketua Umum Partai Nasdem. Untuk masa jabatan lima tahun ke depan. Apalagi usia Kaka Surya Paloh sekarang yang tidak lagi mudah. Selain itu, bargaining position politik Kaka Surya Paloh tidak lagi seelastis sembilan tahun terakhir. Posisi Kaka Surya Paloh sekarang seperti sandara politik. Para penyandra terlihat sengaja membiarkan sandranya leluasa di ruang bebas. Namun harus ikut apa maunya para penyanda. Kalau melawan, maka ancaman dan tekanan siap bereaksi. Jadi serba salah Kaka Surya Paloh, karena harus manut sana dan manut sini. Kasian juga   Sebagai Ketua Umum, Kaka Surya Paloh tidak lagi kebal terhadap setiap tekanan dan ancaman yang datang kapan saja. Akibatnya, Partai Nasdem terkesan seperti keluar dari jati dirinya. Padahal Partai Nasdem adalah satu-satunya partai politik di negeri ini yang mengusung tagline “Gerakan Restorasi”. Kondisi Kaka Surya Paloh saat ini seperti terkena komorbid politik dan hukum yang tiada akhir. Bersikap begini salah, namun begono salah. Mau begitu juga lebih salah lagi. Jadinya serba salah. Akibatnya, “Gerakan Restorasi” seperti tersandra di lorong-lorong gelap. Restorasi mulai lapuk, karena digerogoti rayap pragmatisme politik. Tampilan Partai Nasdem terkesan seperti hanya milik para pengurusnya. Baik itu pengurus yang di Pusat, Provinsi maupun Kabupaten-Kota. Rakyat banyak dan para simpatisan “Gerakan Restorasi” sebagai pemilik dan pemegang saham utama Partai Nasdem, dibiarkan berjalan di rute dan lintasan sendiri menjaga “tujuan bernegara” yang tertulis jelas di Pebukaan UUD 1945.  Bau harum maupun bau amis politik pragmatisme, matrialime, perkoncoan, dan puja-puji begitu subur, bak jamur di musim hujan. Politik yang menjauhkan Partai Nasdem dari “Gerakan Perubahan” berkembang biak dengan cepat di markas besar “Gerakan Restorasi”, kawasan Gondangdia. Entah kapan berakhirnya? Wallaahu alam bishawab. Hanya Kaka Surya Paloh yang paham dan khatam cara untuk kembali ke pangkuan dan citra-cita awal manipesto “Gerakan Restorasi”.  Kaka Surya Paloh sangat bisa untuk belajar dari kearifan, ketokohan, kematangan dan kehebatan politik Airlangga Hartarto, mantan Ketua Umum Partai Golkar. Airlangga Hartarto rela mengorbankan ambisi dan ego pribadinya untuk keselamatan dan kebesaran Partai Golkar. Arilangga mundur demi menjaga marwah dan martabat Partai Golkar sebagai salah satu kekuatan politik bangsa. Kalau Kaka Surya Paloh pensiun, maka itu sebagai keputusan hebat, top markotop, berkelas dan sangat mengagungkan. Apalagi Partai Nasdem punya banyak kader-kader hebat, matang dan mumpuni sebagai Ketua Umum. Kaka Surya Paloh bisa mendorong Kaka Prananda Paloh, Kaka Victor Leikodat, Kaka Rahmat Gobel, Kaka Sugeng Sparwoto, Kaka Ahmad Ali, Kaka Wally Aditiya dan Kaka Ahmad Sahroni sebagau Ketua Umum Partai Nasdem. Semoga bermanfaat.        

Peringatan Darurat

Oleh Faisal S Sallatalohy | Mahasiswa Hukum Trisakti SULIT menemukan kata-kata yang pas untuk menggambarkan dinamika politik nasional jelang pilkada serentak. Kecepatan akrobatik, anomali, manuver para elit serta kejutan demi kejutan yang muncul, melampui batas rasional, mendistorsi akal sehat.  Baru saja kemarin siang MK keluarkan putusan terkait penurunan ambang batas jadi 7,5% dan penetapan usia calon kepala daerah. Siang ini, keputusan itu, secara politik dianulir, dibatalkan Baleg DPR lewat pembahasa dan revisi UU Pilkada.  Dalam rapat kilat yang berlangsung kurang dari 4 jam, ambang batas pencalonan kepala daerah yg tadinya sudah diturunkan MK jadi 7,5%, dikembalikan lagi oleh Baleg sesuai ketentuan awal 20%.  Perubahan tersebut tampak pada proses revisi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang menyatakan, bahwa partai politik dan gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD, tetap harus memenuhi syarat suara 20% dalam mengusung calon kepala daerah.  Sementara pasal 41 ayat (2), Baleg menambahkan nomenklatur baru,  bahwa untuk partai dan koalisi partai yang tidak memiliki kursi di DPRD, bisa mengusung calon kepala daerah, salah satunya dengan ketentuan 7,5%.  Hasil tersebut menunjukkan, bahwa Baleg DPR melawan keputusan MK dengan mengakalinya lewat pelonggran pengaturan ambang batas.  Bahwa, penurunan ambang batas jadi 7,5% tidak dilenyapkan sepenuhnya, melainkan khusus diperuntukkan bagi parpol atau koalisi parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD. Sementara parpol atau koalisi parpol yang memiliki kursi, tetap wajib memenuhi syarat awal, yakni 20% suara di DPRD.  Ditarik relasi hasil pembahasan dan perubahan UU Pilkada kedalam Pilkada Jakarta, jelas kembali memukul PDIP sebagai satu-satunya partai opoisisi di luar kubu KIM+. Dengan kembalinya ambang batas 20%, dipastikan PDIP tidak punya cukup suara untuk mengusung calon kepala daerah.  Jelas ini manuver yang sangat keji. Baru saja kemarin PDIP dikejutkan kabar gembira lewat keputusan MK. Kurang dari 24 jam, PDIP dibuat terinjak, kembali dilempar masuk ke dalam jurang penjegalan.  Tak ada lagi parpol tersisa bagi PDIP untuk berkoalisi di Pilkada Jakarta. Cita-cita untuk mengusung Anies kini berubah jadi mimpi buruk.  Betapa Baleg telah menjadi alat politik Jokowi-Prabowo mempermainkan, mempermalukan PDIP, Megawati dan Anies sebelum akhirnya dibanting masuk ke dasar jurang dalam waktu yang sangat cepat.  Hampir bisa dipastikan, hanya Ridwan Kamil dan Dharma Kun yang berpeluang maju sebagai calon independen Boneka Jokowi-Prabowo. Hasilnya sudah bisa ditebak.  Selain itu, Baleg juga melawan keputusan MK terkait syarat usia pencalonan kepala daerah. MK menetapkan syarat usia calon pada saat mendaftar minimal 30 tahun. Baleg malah membuat narasi baru, syarat usia calon 30 tahun pada saat dilantik.  Hal ini merupakan bagian dari skenario Jokowi meloloskan Kaesang sebagai Cawagub Jawa Tengah. Kaesang lahir pada 25 Desember 1994. Belum cukup usia 30 pada saat mendaftar sebagai calon kepala daerah di Agustus ini. Tapi akan cukup 30 tahun pada saat pelantikan di awal 2025 nanti.  Artinya, hasil pembahasan dan revisi UU Pilkada oleh Baleg bukan menguatkan putusan MK, malah memperlemah, mempecundangi, melawan, menganulir, membangkang dan bertujuan membatalkan pelaksanaan keputusan MK.  Terlihat terang, betapa skenario licik itu dipertontonkan secara terbuka. Semua berjalan secara terang-terangan, ugal-ugalan.  Jokowi-Prabowo mempermainkan hukum dan lembaga negara layaknya aset milik pribadi. DPR dan MK dibuat layaknya kacung. DPR mempertegas jati dirinya sebagai pelayan kekuasaan. MK dipermalukan, konstitusi dirobek-robek, kedaulatan hukum dilenyapkan, konstitusi dimampuskan.  Hati-hati saja bermain, ini sudah melampui batas maksimal. Rakyat punya ujung kesabaran. Sudah terlalu muak, terlalu sakit hati rakyat melihat tingkah licik, munafik para elit.  Jangan biarkan Jokowi-Prabowo dan segelintr elite partai yang berkuasa bertindak makin brutal dan semena-mena atas hak kedaulatan politik rakyat. Kejahatan tersebut harus dihentikan. Indonesia darurat total. Rakyat sampai kapan diam. Lawan !!!

Polda Metro Jaya Tetapkan Fierly Sebagai Tersangka Investasi Bodong

Jakarta--FNN: Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), Sub Direktorat Operasi Kendaraan Bermotor (Subdit Ranmor), Polda Metro Jaya telah menetapkan Firrly Damalanti (FD) selaku residivis pelaku kejahatan investasi bodong di Kawasan Jakarta.  Penetapan sebagai tersangka itu dilakukan setelah penyidik di Ditreskrimum Subdit Ranmor melakukan beberapa kali pemeriksaan atas aduan Boedi, pihak investor yang menjadi korban Fierly.  “Saya bersyukur dan berterima kasih kepada Polda Metro Jaya, khususnya Ditreskrimum Subdit Ranmor yang telah menetapkan Fierly sebagai tersangka. Saat ini Fierly juga sedang diperiksa di Subdit Fismondev dan Subdit Jatanras atas dugaan penipuan, penggelapan dan TPPU,” jelas Boedi pada hari ini, salah satu investor investasi bodong Fierly yang bersama investor lainnya mengalami kerugian hingga Rp22,4 miliar. Boedi mengungkapkan dari pihaknya sendiri mengalami kerugian sebanyak Rp8,8 miliar. Pihaknya sudah membuat laporan sejak 2022, sementara investor lainjuga melaporkan Polda Metro Jaya pada 2021. Pada Agustus 2021 investor EZ melaporkan investasi bodong Fierly ke Ditreskrimsus, sementara investor FB melaporkan yang bersangkutan ke Subdit Jatanras pada kisaran waktu yang sama. Sedangkan Boedi melaporkan Fierly ke Ditreskrimum Subdit Ranmor pada 2022. Dari hasil penyidikan Polda Metro Jaya, akhirnya Fierly Damalanti ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan pada pekan lalu di bulan Agustus 2024. Boedi mengatakan surat penetapan tersangka sudah disampaikan kepada Fierly. Untuk selanjutnya pekan ini yang bersangkutan dipanggil ke Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan tersangka penipuan dan penggelapan.  Saat ini Fierly tinggal di Pinang Ranti, Halim, Jakarta Timur, bersama dua anaknya dan ibunya.  FD Residivis    Seperti diketahui, pada 2011 Fierly pernah ditahan Polda Metro Jaya lantaran menipu investasi saham, mengantarkannya ke Lapas Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur selama 4 tahun penjara. Ia ditangkap karena menipu investor di pasar modal. Baca: Fierly Pernah Ditangkap: https://news.detik.com/berita/d-1578793/polisi-tangkap-pelaku-penipuan-dengan-modus-investasi-saham Setelah dipenjara di Lapas Wanita Pondok Bambu ternyata Fierly kembali melakukan penipuan dengan korban yang lebih banyak dan jumlah lebih besar. Fierly adalah mantan karyawan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, sebuah perusahaan sekuritas papan atas di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun saat melakukan aksinya ternyata ia sudah dipecat dari perusahaan sekuritas tersebut. Kali ini korbannya adalah para investor berbasis proyek fiktif di Pemkot, Pemprov DKI Jakarta dan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Paling tidak ada tiga korban dalam kluster proyek ini kehilangan dana investasi sampai Rp22,4 miliar, yaitu cluster Boedi cs, cluster FB cs, dan cluster EJ cs. Boedi memaparkan Fierly dalam aksinya menawarkan proyek pengadaan perahu karet, masker, pembuatan marka jalan tol, pengadaan cermin, live jacket, pembuatan wastafel, pengadaan tanah makam. Kali ini Fierly menggunakan PT Era Bhakti Semesta dan PT Sahabat Vila Utama, dua perusahaan yang bergerak dalam pengadaan apapun yang dibutuhkan Pemkot, Pemprov maupun BUMN (palugada). Dalam aksinya Fierly selalu menawarkan proposal atas proyek tersebut pada tahun 2020. “Umumnya proyek itu ditawarkan terkait dengan masa Covid-19, seperti pengadaan masker, pengadaan tanah makam,” ujarnya kepada pers di kediamannya Taman Galaxy, Bekasi, Selasa (9/7). Pada awalnya, ungkap Boedi, Fierly menawarkan pengembalian modal antara 15% hingga 28% setiap 40 hari, dan dikembalikan dengan baik. Namun lama kelamaan ia menawarkan investasi yang lebih besar hingga mencapai miliaran, Boedi pun mengaku tertarik dan terus menambah investasinya. “Kebetulan saat covid saya masih ada kerjaan di sebuah BUMN, sehingga keuntungan tidak saya ambil selama periode 2021-2022,” jelasnya. Namun, ia menyayangkan, setelah itu tidak ada pengembalian dana sama sekali atas investasinya, dana investasinya pun tidak kembali. Sehingga ia mengaku mengalami kerugian investasi mencapai Rp8,8 miliar, belum terhitung dengan pengembaliannya (return). Karena itu, Boedi melaporkan Fierly ke Ditreskrimum Polda Metro Jaya dengan pasal 372 dan 378 tentang Penipuan dan Penggelapan.  Seperti diketahui, setidaknya ada dana investasi yang diputar Fierly lewat proyeknya mencapai Rp22,4 miliar. Pada cluster Boedi sendiri kehilangan dana investasi sebesar Rp8,8 miliar, cluster FB cs sekitar Rp1,6 miliar, dan cluster EJ cs mencapai Rp12 miliar. Boedi tidak habis pikir dengan kejahatan Fierly, karena selama ini ia sudah menganggap saudara, sering ke rumah, bahkan sempat membantu anak pertama Fierly, Prabu, lulusan Fakultas Teknik Mesin di salah satu PTN di Bandung, magang di PT Gaya Motor. Magang itu adalah kewajiban usai kuliah di kampus tersebut. Kini Prabu diketahui bekerja di bank BUMN di sebelah Polda Metro Jaya. Malah Boedi pernah membantu meminjamkan dana kepada Fierly ketika anaknya akan kuliah S-2 di Jerman. Sampai saat ini pun dana pinjaman tersebut belum dikembalikan.  Boedi mengungkapkan selain dirinya, FB dan EJ sudah lebih dahulu melaporkan Fierly ke Polda Metro Jaya. Fierly sendiri, menurut Boedi, sudah membuat surat keterangan pengakuan utang di atas materai pada 3 Agustus 2021 senilai Rp5 miliar. Surat keterangan itu juga ditandatangani anak sulungnya Prabu sebagai saksi. Dimana dalam janjianya Fierly akan mengembalikan dana investasi tersebut secara diangsur paling lambat selama 10 tahun, namun hingga Juli 2024 belum kunjung ada pembayaran sama sekali, bahkan hingga akhirnya nomor whatsapp Boedi diblokir Fierly. “Sudah ada unsur mens rea, niat tidak baiknya, sudah terlihat. Makanya saya laporkan ke Polda Metro Jaya,” jelas Boedi. Dari dana Boedi sebesar Rp8,8 milar tersebut, diketahui ditransfer ke kuasa hukum Fierly, yakni HN sebesar Rp1,5  (dj).

Lawan Gerakan Pengunduran  Pilkada Serentak 2024

Oleh Sutrisno Pangaribuan | Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas), Presidium Satgas Anti Kecurangan Pilkada BELUM lama berselang Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan penting terkait Pilkada. Putusan yang mewakili rasa adil bagi partai politik non parlemen (kecil), serta putusan terkait batas minimum usia pendaftaran dan penetapan calon kepala daerah. Semula MA telah mengubah PKPU tentang syarat usia pendaftaran calon menjadi syarat batas usia minumum saat pelantikan. Namun MK mengembalikan kewarasan hukum dengan mengubah UU Pilkada dengan syarat batas usia minimum penetapan calon, bukan penetapan hasil. Atas dasar putusan MK tersebut, DPR reaktif dengan menggelar Rapat Kerja Badan Legislasi DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, , Menteri Keuangan, dan DPD RI, hari ini, Rabu (21/8/2024), pukul 10.00 WIB. Rapat tersebut membahas agenda: Pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi Undang- Undang. Maka terkait langkah reaktif rapat kerja tersebut kami menduga hal- hal sebagai berikut: Pertama, bahwa terkait ambang batas pengajuan calon sesuai putusan MK tidak akan dilakukan perubahan. DPR dan Pemerintah tidak akan mengambil risiko berhadap-hadapan dengan Parpol non parlemen (kecil) dan rakyat. Kedua, bahwa akan ada upaya menunda (pengunduran) pendaftaran pasangan calon di Pilkada serentak 2024. Pendaftaran calon akan dimulai akhir Desember 2024, (setelah 25/12/2024) demi terpenuhinya batas usia minimum 30 tahun bagi calon yang dikehendaki. Ketiga, bahwa tidak ada hal ikhwal kegentingan yang memaksa bagi DPR dan Pemerintah untuk melakukan revisi UJ Pilkada, namun  ada kepentingan dan kebutuhan mengakomodasi kepentingan pihak tertentu. Maka terkait langkah reaktif DPR dan Pemerintah, kami menyatakan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa putusan MK final dan mengikat, dan berlaku sejak putusan dibacakan ke publik. Maka KPU wajib memedomani putusan MK dalam PKPU terkait batas minimum dukungan Parpol bagi pasangan calon dan batas usia minimum calon saat ditetapkan. Kedua, bahwa tidak dibutuhkan revisi UU Pilkada untuk mengakomodasi putusan MK. MK dalam posisi negative legislative serta merta dapat merubah pasal demi pasal UU yang bertentangan dengan konstitusi. Ketiga, bahwa kami menolak rencana reaktif DPR dan Pemerintah melakukan revisi UU Pilkada terutama dengan misi membangun rasionalisasi penundaan Pilkada. Keempat, bahwa penundaan Pilkada tanpa hal ikhwal kegentingan yang memaksa, tanpa keadaan bencana alam maupun bencana kemanusiaan adalah tindakan merusak demokrasi dan para pelakunya dapat dijerat dengan pasal makar atau penghianat bangsa. Semua pelakunya dapat dijadikan musuh negara. Kelima, bahwa kami akan melawan setiap upaya penundaan Pilkada Serentak 2024 yang semula dijadwalkan Rabu (27/11/2024). Kami tidak akan menerima pengunduran jadwal Pilkada meski hanya 1 hari. Keenam, bahwa seluruh Parpol, Ormas, OKP, Ormawa, dan kelompok masyarakat harus bersatu melawan rencana jahat penundaan atau pengunduran jadwal Pilkada Serentak 2024. Ketujuh, bahwa kami muak dengan aksi pengelabuan hukum yang dilakukan para pihak demi pelanggengan kekuasaan pihak tertentu. Saatnya kita mengakhiri tindakan para perusak demokrasi yang kita raih dengan darah dan air mata. (*)

Jokowi Meremehkan Prabowo

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  JOKO Widodo memiliki sifat sombong, angkuh, tidak tahu diri dan besar kepala dari yang dikesankan selama ini sebagai pemimpin yang sederhana dan berahaja. Betapa Jokowi tidak menghargai Prabowo yang sebentar lagi akan menggantikan posisi dirinya sebagai presiden. Mungkin masyarakat luas tidak sempat memperhatikan pakaian yang dipakai Jokowi dan Prabowo saat peringatan 17 Agsustus 2024  di IKN. Perhatikan foto di atas: Jokowi memakai pakaian kebesaran kraton sebagai raja, sedangkan Prabowo harus memakai baju \"Atela\" merupakan pakaian adat pria sebagai abdi dalem. Ciri khas baju atela adalah letak kancingnya yang berada di bagian tengah. Atela biasa dikenakan oleh Abdi Dalem berpangkat Wedana ke atas pada upacara-upacara besar seperti Ngabekten, Garebeg dan Kondur Gangsa pada bulan Maulud. Berdasarkan (narasumber) dari Kerabat Puro Mangkunegara bahwa Presiden RI Joko Widodo & ibu Iriana mengenakan busana adat Baju Kustim Kasultanan Kutai Kartanegara  Martadipura & kain batik motif Lintang Trenggono. Motif Lintang Trenggono yg ditampilkan adalah suasana malam yg gelap dihiasi gemerlapnya lintang lintang alias bintang bintang di langit yang cahayanya terpantul hingga ke bumi. Bagi si pemakainya agar bisa berpuas hati bagaikan menikmati suasana malam yang penuh dengan gemerlapnya cahaya bintang di angkasa. Pakaian Atela yang dipakai Prabowo pernah dipakai  Kaesang saat pernikahan.  Dari leher hingga bagian bawah (pinggang) busana ini tertutup. Terdapat kancing tepat di tengah pakaian. Jumlahnya konsisten lima. Sementara bagian belakangnya berlubang, yang diperuntukkan menyimpan keris agar terlihat. Ada juga yang menyebut bahwa kancing pada Atela jumlahnya enam di bagian leher dan lima di bagian ujung lengan. Ada filosofi tersendiri berkaitan dengan jumlah kancing ini. Untuk kancing yang berjumlah enam, menunjukkan rukun iman yang memang berjumlah enam. Sementara lima kancing lainnya melambangkan rukun Islam. Lepas dari makna dan lambang pada pakaian tersebut menyimpan makna bahwa Jokowi merendahkan Prabowo presiden terpilih sebagai abdi dalem. Sedangkan Jokowi di Solo terkait dengan adat keraton hanyalah presiden kembali sebagai andi dalem (rakyat biasa). (*).

Saatnya PKS Menjadi Pelopor bukan Pengekor

Oleh Laksma Purb Ir Fitri Hadi S, MAP | Analis Kebijakan Publik KABAR gembira dengan adanya putusan MK 60/2024 yang mempermudah syarat pengusungan calon Pilkada, saatnya kita ingin melihat parpol-parpol yang ada apakah mempunyai aspirasi dalam menentukan calon kepala daerah,  atau memang mereka tidak punya ideologi sama sekali. Mereka cuma penghamba kekuasaan yang sama sekali tidak memikirkan kepentingan dan keinginan rakyat Pertanyaan khususnya pada PKS, apakah akan balik mendukung Anies dan Shohibul Iman? Inilah ujian yang sebenarnya bagi PKS karena sekarang tidak ada alasan bagi PKS untuk meninggalkan Anies dan masa pendukung PKS sebagai pemenang pileg di DKI. Saatnya PKS bangkitlah, masih ada waktu bagi PKS untuk menata diri, menunjukkan bahwa PKS pemenang di DKI, beranikan dirimu untuk menunjuk dari kadermu sendiri menuju Gubernur dan Wakil Gubernur di DKI.  Inilah sebenar-benarnya peluang bagi PKS untuk menjadi partai besar yang benar-benar besar, partai yang berani menunjukkan jati dirinya sendiri. Lakukanlah selagi sempat atau PKS akan terpuruk karena kesalahan mengambil kebijakan akibat bermental pengekor. Lakukan karena inilah saatnya PKS menjadi ujung tombak perubahan dinegeri ini. (*)

Tanpa PKS Anies Tetap Bintang

Oleh Faisal S Sallatalohy | Kandidat Doktor Hukum Trisakti SORE tadi saya bertemu dengan salah satu juru bicara Anies Baswedan. Dia bercerita soal komunikasi dan keadaan hati pak Anies terhadap para pimpinan tinggi PKS. Sungguh mencerminkan kelapangan, luas dan bersihnya hati nurani Anies. Sampai hari ini, pak Anies tetap menjalin komunikasi baik dengan para petinggi PKS. Gak ada dendam, gak ada marah-marahan. Anies menerima keputusan PKS dengan segala rasa hormat ketika memilih gabung ke dalam KIMPlus.  Meskipun ada beberapa hal yg masih mengganjal. Sampai hari ini beliau belum paham alasan dibalik pembatalan sepihak PKS terhadap dirinya di Pilkada Jakarta.  Sebagaimana yang sudah diketahui masyarakat luas. Juru bicara PKS menyebut, alasan pembatalan, bahwa Anies gagal memenuhi syarat datangkan partai koalisi sampai batas jatuh tempo yang ditentukan.  Syarat yang tidak pernah dibuat dan disepakati antara PKS dan Anies. Tidak pernah ada komitmen terkait syarat tersebut antara Anies dengan PKS. Anies justru baru mendengar syarat itu saat disebutkan sebagai alasan ketika PKS batalkan mencalonkan dirinya.  Anies bingung. Sempat bertanya tapi tidak menemukan respon yang baik. Sampai hari ini.  Berbeda dengan Nasdem dan PKB. Surya Paloh sangat terbuka dengan Anies. Semua alasan perihal Nasdem balik badan, diungkapkan Paloh ke Anies dengan sejumlah pertimbangan politis yang akhirnya diterima lapang dada oleh Anies. Keduanya berpisah dengan baik-baik. Tanpa memunculkan tanda tanya dan polemik seperti kasus PKS.  Untuk PKB sendiri, Anies belakangan memang tidak mau mendesak, memaksa dan menambah beban secara politis kepada Muhaimin Iskandar sejak diperhadapkan dalam konflik dengan PBNU.  Sampai sekarang hubungan Anies dan Gus Imin baik-baik saja. Bahkan Anies berharap Gus Imin bisa terpilih kembali sebagai ketum PKB pada Muktamar di bali yang dimulai pada 24 Agustus nanti agar kemitraan politik antara PKB dan Anies bisa terus berlanjut dengan baik.  Sikap kedua pimpinan partai tersebut, berbeda dengan PKS yang secara sepihak berbalik badan dari Anies dengan alasan-alasan yang tidak jelas dan menimbulkan polemik.  Dipahami saja. Politik itu dinamis. Perubahannya hitungan hari bahkan jam. Mungkin saja PKS balik badan lantaran melihat pertimbangan politik yg lebih baik jika bergabung ke kubu KIMPlus di bawah kendali Jokowi-Prabowo untuk usung Ridwan Kamil.  Mungkin saja PKS tidak mau ikut ketinggalan jadi bagian dari transisi pemerintahan Jokowi ke Prabowo. Bisa jadi karena dijanjikan jatah kursi menteri sambil terus memperkuat legitimasinya di Jakarta.  Pastinya, balik badannya PKS, mengkonfirmasi, partai yg katanya ber-patron Islam itu, turut menjadi bagian mendukung skenario Jahil Jokowi-Prabowo borong partai demi menjegal Anies maju sebagai kompetitor. KIM borong 12 partai yang punya kursi di DPRD Jakarta dan hanya menyisahkan PDIP sebagai kompetitor.  Namun siang tadi, keadaan berubah. MK menjawab pengajuan judicial review partai Gelora dan Buruh. MK putusakan menurunkan Ambang Batas pencalonan Jakarta dari 20% jadi 7,5%. Partai politik atau gabungan partai politik apa saja, meskipun tidak punya kursi di DPRD, tapi jika memenuhi ambang batas yang ditetapkan, bisa mengusung calon kepala daerah.  Keputusan MK memberi peluang bagi Anies untuk maju. Kuncinya lewat PDIP yang terus menunjukan minatnya beri tiket ke Anies.  Informasi internal DPP PDIP menyatakan, Anies merupakan sosok paling populer diantara 3 orang yg saat ini sedang dipertimbangkan PDIP untuk maju. Bahkan, Said Abdullah, DPP PDIP menyebut, pihaknya mempersiapkan Hendrar Prihadi sebagai cawagub Anies.  Kemungkinan besar Anies akan dipilih PDIP menimbang elektabilitas dan suara akar rumput Jakarta yg lebih mengharapkan Anies dibanding Ridwan Kamil atau Dharma Kun yang maju lewat Jalur Independen.  Namun, publik banyak bertanya, kenapa MK tiba-tiba muncul sebagai pahlawan kesiangan beri kesempatan kepada PDIP dan Anies?  Selama ini kita tau integritas dan independensi MK selalu bisa dibobol presiden. MK selalu di bawah bayang-bayang kendali presiden. Bahkan untuk beberapa kasus yang lewat, MK secara terbuka dijadikan sebagai alat politik untuk suksesi dinasti politik Presiden.  Kita masih ingat, bagaimana MK merubah batas usia yang meloloskan Gibran sebagai cawapres Prabowo tanpa punya dasar jelas secara konstitusional. Baik secara materil maupun formil.  Rakyat melihat arogansi presiden Jokowi dan Prabowo, berupaya keras menjegal Anies. Kenapa sekarang MK yang sejauh ini berada di bawah bayang-bayang pengaruh Jokowi, malah membuat kejutan dengan memberi kesempatan PDIP dan Anies di Pilkada Jakarta?  Semoga keputusan MK ini bukan merupakan bagian dari skenario jahil Jokowi-Prabowo. Semoga saja keputusan ini merupakan wujud kesadaran MK sebagai lembaga hukum tertinggi untuk membenahi proses demokrasi Indonesia.  Jika benar, PDIP usung Anies, maka warga jakarta, sebagian besar pasti happy. Itulah keadaannya. No Anies no party. Dengan keikutsertaan Anies, pilkada jakarta akan menjadi pesta besar bagi warganya. Sejak memutuskan kembali mencalonkan diri, Anies telah menjadi bintang utama harapan warga Jakarta. Melenyapkan Anies, berarti meredupkan semarak Pilkada Jakarta.  Meniadakan Anies dalam ajang Pilkada Jakarta 2024, seperti merancang berjalannya pesta tanpa bintang. Suasana pesta pasti kosong tanpa gairah, Animo warga pasti lenyap.  Saat ini mayoritas warga Jakarta sedang riang gembira, bersyukur Anies punya kesempatan untuk maju. Dalam suasan haru penuh rasa syukur ini, citra PKS dihadapan konstituen Jakarta makin jatuh. Radar amukan, hinaan bahkan cacian warga jakarta meramaikan berbagai jejaring media sosial.  PKS sedang menikmati hukuman masyarakat. Bukan cuma kemarahan yang teramati di media sosial, wujud penghakiman berikutnya yang paling dekat akan berdampak pada kandidat yang diusung PKS dalam pilkada tingkat Kabupaten/Kota, terutama di Jakarta sendiri. Kita tau PKS memasangkan kadernya sebagai cawagub mendampingi Ridwan Kamil.  Hukuman yang sama pernah menimpa PPP dalam Pilkada Jakarta 2017-2022 yg semula bersama Anies-Sandiaga Uno lalu melompat mengusung Ahok-Djarot Syaiful Hidayat. Konstituen PPP menghukum dengan tidak memilihnya di Pileg. Dari semula PPP mendapat 10 kursi, jadi hanya mendapat 1 kursi di DPRD DKI Jakarta.  Dalam keadaan seperti ini, secara moral, Anies tidak meninggalkan PKS. Rasa kecewa atas pengkhianatan yang diterima Anies, tidak membuat Anies Jumawa menjatuhkan PKS. Gak ada perasaan marah atau dendam. Lewat juru bicaranya yang saya temui tadi sore, Anies menyampaikan masih berkomunikasi intens-baik dengan petinggi-petinggi PKS.  Sejak awal, PKS harusnya bisa konsisten terhadap Anies. Tidak termakan bujuk rayu gabung KIM+. Kini Keputusan MK menjadi pelajaran penting, jika PKS tidak gegabah, saat ini udah mengusung Anies tanpa harus berkoalisi dengan partai apapun. PKS punya 18 Kursi, lebih dari cukup untuk syarat 7,5%  Tapi nasi sudah jadi bubur. Anies memang selalu terbuka untuk PKS jika mau kembali. Secara undang-undang, PKS juga masih punya pilihan untuk batalkan cawagub-nya yang dipasang bersama Ridwan Kamil lalu kembali ke Anies. Hanya saja akan semakin mempermalukan PKS sebagai partai yang gak punya rasa malu.  Loncat sana-sini secara tidak profesional. Pindah sana-sini dengan pertimbangan yg tidak matang. Ikut sana-sini demi kepentingan layaknya Bunglon dengan pendirian politik yang labil. Lari sana-sini mengikuti kemana arah kepentingan elektoral berpindah.  Kemarahan warga jakarta akan makin memuncak karena tau PKS mengkhianati Anies dan masuk dalam skenario jahil KIMPlus jegal pencalonan Anies.  Satu lagi, jika balik ke Anies, maka PKS, boleh jadi akan kehilangan kompensasi jatah menteri di kabinet Prabowo. Apakah PKS siap kehilangan jatah kursi menteri? Hanya mereka yg bisa menjawab.  Pastinya, jika PDIP mengusung Anies, dengan atau tanpa PKS, Anies akan tetap melanggeng ikuti kontestasi. Dengan sokongan PDIP, kehadiran PKS juga sudah tidak dibutuhkan.  Pastinya jika PDIP benar-benar usung Anies, kontituen jakarta, termasuk barisan akar rumput PKS akan makin bersimpatik terhadap PDIP.  Terutama konstituen muslim Jakarta. Akan menaruh simpatik ke PDIP. Bisa-bisa citra PDIP yang selalu dituduh mengemban ideologi komunis/PKI, lenyap seketika, tidak diperbincangkan lagi.  PKS yang memilih untuk meninggalkan Anies. Biarkan mereka mencari jawaban atas benturan politik yang sedang dihadapi. (*)

No Anies No Party

Oleh: Ady Amar | Kolumnis IBARAT perhelatan pesta, Pilkada Jakarta 2024 mestinya mampu menampilkan bintang utama yang jadi harapan warganya. Bintang yang mampu menyemarakkan suasana. Tanpa bintang utama bisa dipastikan pesta akan terasa sunyi senyap seperti tak bernyawa. Pesta Pilkada Jakarta ini sengaja meniadakan bintang utama, dan itu Anies Baswedan. Meniadakan itu bentuk menjegal dengan cara norak dan jahat. Lewat partai-partai yang sedianya bisa mencalonkan Anies disisir satu per satu untuk tak coba-coba mencalonkannya. Terutama partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan--NasDem, PKB, dan PKS--yang pada Pilpres 2024 mencalonkan pasangan Anies-Muhaimin. Menyisir tentu dengan ancaman berupa kriminalisasi kasus dan juga tawaran sebagai peluang menggiurkan yang sampai bisa menggadaikan iman. Pokoknya Anies wajib gagal Nyagub. Semua partai, ternasuk partai hasil sisiran ditampung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), yang lalu perlu ditambah dengan Plus. Itu setelah NasDem, PKB, dan PKS sudah dijinakkan. PDI Perjuangan ditinggal sendirian. No Anies No Party pantas disematkan pada Anies Baswedan. Tanpa keikutsertaan Anies dalam ajang Pilkada Jakarta 2024, itu ibarat pesta tanpa bintang. Pesta dipastikan akan senyap tanpa nyawa. Arena pesta pun akan kosong melompong karena animo warga cenderung menurun dengan tak hendak hadir menyemarakkan pesta lima tahunan. Anies Baswedan bintang yang coba \"dimatikan\" oleh komplotan jahil yang diorkestrasi rezim  bersimbiosis mutualisme dengan kartel yang tak menghendaki kehadirannya. Maka, Anies dicegah bisa ikut menyemarakkan pesta Pilkada Jakarta 2024. Segala cara menjegal Anies dilakukan tanpa sedikit pun rasa risih. Sejarah pengobrakabrikan demokrasi ini akan terus diingat sepanjang masa. Pasti berdampak nantinya pada partai yang dianggap mengkhianati suara konstituennya. Hukuman pun akan diberikan sewajarnya. Hukuman paling khusus akan dikenakan pada partai yang dipilih punya irisan yang sama dengan Anies Baswedan, dan itu PKS. Partai ini yang nantinya paling berdampak menerima hukuman dengan tidak memilihnya. Amati saja suara-suara kemarahan pada PKS yang muncul di medsos. Dan yang paling dekat akan menerima dampak, itu bisa mengena pada kandidat yang diusung PKS dalam pilkada tingkat Kabupaten/Kota. Sebuah konsekuensi yang mesti dibayar PKS.  Hal sama pernah dilakukan PPP dalam Pilkada Jakarta 2017-2022 yang semula bersama Anies-Sandiaga Uno lalu melompat mengusung Ahok-Djarot Syaiful Hidayat. Konstituen PPP menghukum dengan tidak memilihnya di Pileg. Dari semula PPP mendapat 10 kursi, jadi hanya mendapat 1 kursi di DPRD DKI Jakarta. Agaknya elite PKS tak belajar dari kasus PPP. Musykil. Mari kembali pada Pilkada Jakarta 2024. Ridwan Kamil (RK) ngeper saat diusung di Pilkada Jakarta jika harus melawan Anies. Ia lebih memilih maju di Pilkada Jawa Barat. Buat RK, Anies tak ada lawannya. Tapi dinamika politik begitu cepat bisa dimainkan rezim membegal Anies. Dari Anies yang tak ada lawan yang bisa mengunggulinya, dibuat tak boleh ada partai sampai lolos mencalonkannya. Maka, RK \"dibisiki\" dan ditarik lagi untuk ikut Pilkada Jakarta. Bisikan itu, Anies sudah berhasil dibegal. Karenanya RK akan melenggang aman tanpa lawan. RK akan dihadapkan lawan manusia kotak kosong (calon boneka), atau jika calon independen dimunculkan, itu pun pasti bukan lawannya. RK akan dipasangkan dengan Suswono kader PKS, atau bisa pula dengan Kaesang Pangarep yang putra bungsu Jokowi.  RK tak ubahnya bagai layang-layang diombangambingkan angin. Ditarik ke sana ke mari. Tak punya sikap. Tak punya marwah. Hadir dalam pesta tapi tak dielukan warga Jakarta. Tak salah jika disebut, RK dan pasangannya, itu tak ubahnya calon boneka yang dielus-elus kepentingan koalisi partai, yang sampai perlu menjegal Anies. Keputusan RK untuk balik kucing dari semula akan tetap ikut Pilkada Jawa Barat, karena ada Anies di Pilkada Jakarta. Dan lalu memilih ikut Pilkada Jakarta, karena Anies sudah berhasil dijegal, itu perwatakan pengecut. Ada lucu-lucuan dari netizen cerdas yang mengisyaratkan tak menghendaki RK memimpin Jakarta. Meski sekadar lucu-lucuan tapi cukup menghentak. Katanya, Jika RK mau diterima warga Jakarta sebagai Gubernurnya, maka RK perlu buktikan berani keliling Jawa Barat dengan memakai kaos Jakmania (Persija). Menggoda RK dengan memakai kaos Jakmania, itu karena RK acap hadir jika kesebelasan Persib bertanding melawan Jakarta, dan ia selalu memakai jersi Persib. Mustahil RK berani melakukan hal demikian. Orang menyebut itu lebih sebagai bentuk protes Jakmania, yang tak rela jika Anies Baswedan tak lagi membersamainya. No Anies No Party.**

IKN, Ibu Kota Naga, TNI Wajib Waspada

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH gambaran Istana seperti kelelawar sehingga layak disebut Istana Kampret Nusantara, maka secara keseluruhan IKN ini akan menjadi satelit RRC dan pusat kegiatan pebisnis 9 Naga termasuk pemukiman yang dihuninya. Pribumi akan tergeser dan menjadi kelas minoritas di IKN. Karenanya akan pantas bila IKN memang merupakan Ibu Kota Naga. Jokowi bercita-cita menciptakan monster di IKN. Monster Nusantara pemakan rakyat Indonesia. Monster Naga. Itu cerita sukses pembangunam IKN, cerita lain adalah pembangunan kota ini mangkrak dan menjadi puing-puing beton sarang kelelawar. Monumen dari ambisi seorang raja bernama Jokowi. Tapi naga tentu sudah berfikir ketika IKN gagal jadi Ibu Kota maka mereka dapat mencoba untuk lanjutkan membuka komplek kota \"pecinan\" baru. Akses Samarinda dan Balikpapan toh dekat. Kalimantan memang target strategis.  Hadirnya 9 Naga di IKN memang diundang Jokowi. Ada simbiosis mutualisme tentunya. Konon yang telah siap antara lain Agung Sedaya Group (Aguan), Salim Group (Anthoni Salim), Sinar Mas (Franky Widjaya), Djarum (Robert B Hartono), Artha Graha Group (Tommy Winata), Mayapada Group (Dato Sri Tahir), Astra (Edwin Suryajaya) dan lainnya termasuk Adaro, Ciputra, Summarecon, Barito Pasific, Wings, Astra, Kawan Lama, Pakuwon dan Alfamart Group.  9 Naga disadari atau tidak telah menjadi kekuatan oligarki bisnis yang turut mengendalikan negara. Seperti Chaebol di Korea Selatan.Di bawah Pemerintahan Jokowi 9 Naga hidup subur dan mendapat pelayanan istimewa. Ketika IKN ditawarkan kepada RRC saat Jokowi menghadap Xi Jinping di Chengdu, maka sambungan dengan 9 Naga telah terbaca. IKN memang bukan kepentingan rakyat tetapi untuk konglonerat. Jokowi memakai baju adat Banjar yang menurut pembawa acara saat upacara HUT RI  bersimbol Naga dan Kelabang. Tentu sarat makna dibaliknya. Pada malam hari Renungan Suci di Makam Taman Pahlawan terekam kesan unik, Jokowi menghormat pada api. Ngelesnya mudah tentu sebagai cahaya di malam gelap. Semakin runyam saja IKN ini.  IKN yang runyam itu bernuansa mistik. Sudah burung Garuda seperti Kelelawar, dukun-dukun mewarnai persiapan, diawali pelarangan jilbab, petugas berjilbab membawa baki diganti, baju Jokowi bermotif naga dan kelabang, malam hari di makam ada renungan suci dimana Jokowi hormat pada api. Seperti agama Zoroaster saja. Api adalah simbol dan asal dari Iblis.  Kembali ke 9 Naga yang mengusai Ibu Kota Nusantara dan kepentingan RRC di Kalimantan, apakah aparat tidak \"aware\" akan bahaya dan ancaman bagi bangsa Indonesia ke depan?  Rezim Jokowi berbau kolonial harus diwaspadai dan dibenahi oleh rakyat agar tidak terus menerus merusak budaya, politik, hukum maupun agama. IKN yang menjadi Ibu Kota Naga potensial untuk menyemburkan api penindasan dan penggusuran pribumi,  TNI harus bersiap melangkah untuk antisipasi dan mengambil posisi. Garuda tidak boleh sesak dililit Naga. Rakyat mesti serius  mengkonsolidasi untuk berjuang memerdekakan negeri bersama TNI. UU TNI menegaskan jati diri TNI yang di antaranya adalah sebagai prajurit rakyat. Artinya ia senantiasa berorientasi untuk kepentingan rakyat. Bukan kepentingan pejabat atau konglomerat. TNI sebagai tentara pejuang tidak boleh menjadi pecundang yang dikangkangi oleh pemilik modal. Sebagai tentara profesional harus  selalu berada di garis profesi melindungi rakyat dan tanah air, bukan masuk di ranah komersial atau transaksional. Sebagai tentara nasional hindari jebakan trans nasional atau ikatan primordial. TNI yang membeking etnis tertentu.  Naga mengancam Garuda, Kelelawar mulai menyambar. Rakyat, TNI dan elemen cinta tanah air lainnya harus siap siaga. *)  Bandung, 18 Agustus 2024