ALL CATEGORY

Tersenyum di Ujung Sakaratul Maut

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih  SESEORANG yang sedang sakaratul maut terlihat tersenyum, orang di sekelilingnya spontan menyambut gembira bahwa ia telah melihat surga jaminan khusnul khatimah. Sementara sebagian ulama menafsirkan lain bisa jadi saat tersenyum sedang  di ajak ketawa bersama setan dengan janji janjinya hidup yang bahagia pindah di alamnya, setelah sekian lama menjadi budak piaraannya. Dugaan berat Jokowi keserang gejalaAmnesia yang akut dan sangat parah, mendekati kebenaran. Hilang ingatan dan munculnya  gangguan yang menyebabkan  tidak bisa mengingat apapun yang sedang terjadi dengan segala resikonya Gejalanya terus membabi buta dengan kebijakan  aneh aneh terus bermunculan di ahir sakaratul mautnya (di akhir masa jabatanya). Tidak tanggung tanggung lembaga sumber keilmuan, kebajikan, kearifan yang akan menuntun ke arah jalan kebenaran yaitu Perguruan Tinggi ditabrak dan diobrak abrik dengan bermacam macam dalih kedunguan dan ketololannya. Bigotri (menggambarkan seseorang yang memiliki pandangan sempit, dogmatis, dan tidak toleran terhadap pendapat orang lain), diskriminasi, kebencian, ancaman, kekerasan, terjadi di mana mana. Contoh sederhana pemecatan seorang Dekan dan Guru Besar dokter ahli saraf, akibat perbedaan pendapat yang sah dialam demokrasi.  Pemberhentian Prof. Dr. Budi Santoso, dr., Sp.O.G., Subsp.F.E.R. dari jabatannya sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga karena pendapat terkait impor dokter dan kasus pemberhentian Prof. DR. dr Zainal Muttaqin (ahli besah saraf) dari RSUP Kariadi  diberhentikan lantaran kerap mengkritik kebijakan pemerintah terkait Rancangan Undang-undang (RUU) Kesehatan dan kasus lainnya. Sumber penyakitnya tetap dari istana yang sedang sakaratul maut. Kehendak, kemauan dan kebijakan ororitas apapun tidak boleh berbeda dengan bos istana.  Bersamaan  dengan virus Delirium Jokowi diduga makin parah (kondisi penurunan kesadaran yang bersifat akut dan fluktuatif). Pengidap mengalami kebingungan parah dan berkurangnya kesadaran terhadap tugasnya sebagai pengendali dan pengelala negara. Dampaknya  Jokowi  dengan modus  bermacam macam alasannya represi makin menggila. Jokowi sudah tidak ingat kewajiban konstitusinya yaitu menjaga penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak sipil dan politik kepada rakyatnya. Agenda otoritarian Jokowi yang eksploitatif  oportunistik, sekalipun di ujung sakaratur maut harus dilawan dan dihentikan.  Kita semua sesungguhnya mengerti , menyadari dan memahami skenario ororitarian yang terjadi bukan murni datang dari Jokowi tetapi melibatan kekuatan yang lebih besar dari luar dirinya.  Ini wakttnya semua kekuatan rakyat untuk bersatu, bergandeng tangan, menghentikan dan melawan setiap represi tidak lagi boleh seorang yang sedang akaratul maut melenggang seenaknya.***

Muka Tembok Ala Budi Arie

Oleh Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  Budi Arie dan Jokowi, saling melindungi  dalam menutupi kebobrokannya. Budi Arie dan Jokowi seperti dua sejoli dalam rezim tirani. Budi Arie sembunyi di Ketiak Jokowi, sampai kapanpun bau busuknya menyengat,  itu menjadi tempat yang aman. Budi Arie bukan sekedar tidak kompeten memimpin kemenkominfo, perilakunya sebagai pejabat juga membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Pusat Data Nasional Sementara (PDSN) yang menjadi tanggungjawabya, mengalami serangan siber dalam bentuk ransomware. Tidak hanya  melumpuhkan pelayanan publik, data penting dan strategis baik milik instansi pemerintahan seperti imigrasi, dukcapil dll., maupun data seluruh rakyat  rentan bocor dan berpotensi disalahgunakan.  Hingga saat ini Budi Arie tidak  menunjukkan pertangungjawabannya secara moral, etika dan hukum. Padahal publik sudah mendesaknya untuk setidaknya mundur dari jabatan menteri kominfo yang diembannya. Jokowi sebagai presiden yang mengangkat Budi Arie menjadi pembantunya juga tidak memberikan sangsi tegas. Ini memberikan Kesan Jokowi melindungi Budi Arie, atau sebaliknya Budi Arie loyalis dan “die hard” nya Jokowi yang banyak memegang  “kartu turf” Jokowi sehingga harus terus dipelihara dan dijaga. Budi Arie telah menjadi simbol terbaik dan representasi paling akurat dari rezim Jokowi yang tak tebilang lagi amburadulnya.  Baik Jokowi maupun Budi Arie seperti buah pinang dibelah dua, sama-sama saling bekerjasama dalam penyimpangan dan saling menyimpannya. Budi Arie dalam kasus bocornya PDSN bukanlah yang pertama kali soal performs dalam dunia politik dan birokrasi. Sejak menjadi ketua umum Projo, ia menjadi sosok orang dekat Jokowi yang jorok dan urakan. Sering overlap dan intervensi pada yang menjadi batasannya, baik secara kewenangan dan kepantasannya. Muni panggilan si Budi Arie ini juga terkenal sebagai orang dalam lingkar kekuasaan yang bocor mulutnya, alias mulut ember. Publik  ingat ketika Projo yang hanya  sebatas relawan yang dipimpinnya, ikut mengatur partai politik dan pemerintahan jelang pilpres 2024. Begitupun saat diskusinya yang viral soal orang-orang  irisan Jokowi akan dipenjara jika kalah dalam pilpres 2024.  Begitulah sosok Budi Arie, bukan sekedar ditempatkan sebagai  “anjing pengongong” bagi kekuasaan. Ia juga seperti seekor  Badak yang terus membuka jalan berduri bagi langkah-langkah politik rezim.  Tak peduli seberapa bobroknya, tak peduli seberapa busuknya, bagi Jokowi, Budi Arie memang orang orang yang cocok  menjadi kuda tunggangannya. Sementara itu, Budi Arie tak peduli dengan hukum moral, hukum sosial dan hukum pidana, selama masih nyaman bersembunyi di ketiak Jokowi. Selama masih aman  dan kekuasaan rezim Jokowi bertahan, Budi Arie akan terus memajang muka temboknya yang kuat dan kokoh. Muka Tembok yang tak tahu malu ala Budi Arie alias Muni. (*)

Kasus Pembakaran Wartawan Rico, IJW: Diduga Ada Keterlibatan Aparat

Hasil investigasi jaringan Indonesian Journalist Watch (IJW) di Kabupaten, Karo, Sumatera Utara, diduga ada keterlibatan oknum aparat dalam kasus pembakaran Wartawan Rico Sempurna Pasaribu (47) bersama Isteri, Anak dan Cucu di daerah tersebut .  Berdasarkan  informasi yang diperoleh Tim Investigasi IJW di Kabupaten Karo, saat ini memang marak pelanggaran hukum, antara lain Peredaran Narkoba, Judi Togel, Joker Karo (Judi Leng) dan Ikan-Ikan. Kemudian Penebangan kayu hutan lindung deleng Sibuaten dekat Hutan Siosar Wilayah Tanah Karo. Disebutkan IJW menduga pembakaran rumah Wartawan Rico terkait dengan pemberitaan tentang Narkoba, Judi Togel dan Penebangan Kayu illegal itu. Karena sebelum pembakaran rumahnya yang ikut menewaskan tiga orang keluarganya, Rico disebut sempat memperoleh ancaman lewat telpon sebanyak empat kali. “IJW menduga ada keterlibatan oknum aparat, baik TNI dan Polri. Para oknum tersebut disebut membekingi praktik judi, narkoba dan penebangan kayu illegal. Itu ada upeti (setoran) mingguan yang turut mengalir ke berbagai pihak antara Rp70-100 juta per minggu. Ini sudah mafia. Gangster,” tegas Ketua Umum IJW, HM. Jusuf Rizal,SH kepada FNN, Jumat. Karena itu, hasil investigasi IJW akan disampaikan ke Presiden, Menkopolhukam, Kapolri, Panglima TNI, Kapolda Sumut, Pangdam Bukit Barisan, Kompolnas dan Komnas Hak Asasi Manusia guna dapat ditindaklanjuti untuk penyelidikan lebih lanjut guna diproses hukum sesuai pelanggaran hukumnya. “Kasus pembunuhan wartawan Rico dengan membakar rumahnya, merupakan yang paling sadis. Sebelumnya, ada juga wartawan yang kritis, tapi paling dihajar hingga babak belur. Dan aparat Kepolisian setempat tidak banyak bertindak,” tambah Jusuf Rizal. IJW juga meragukan kasus ini tidak akan tuntas jika hanya ditangani di Polres Karo. Kasus ini harus ditarik dan ditangani oleh Polda Sumut mengingat diduga melibatkan oknum TNI dan Polisi setempat. Karena tidak mungkin  sapu yang kotor membersihkan yang kotor. “IJW bersama insan pers lain akan terus mengawal kasus ini. Siapapun pelakunya harus dihukum mati. Tindakan pembakaran itu diadab, sadis dan tidak berperikemanusiaan. Semestinya jika tulisan dianggap tidak benar ada hak jawab. Bukan membunuh wartawan,” tegas Jusuf Rizal Ketua LBH LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat) itu

Jongos Oligarki Sedang Mimpi di Siang Hari

Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Politik Merah Putih  PEMERINTAH berencana membentuk family office di Indonesia. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun mengumpulkan sejumlah menteri dalam rapat internal di Istana Negara Jakarta, Senin (1/7). Family office adalah perusahaan swasta yang menangani manajemen investasi dan manajemen kekayaan untuk keluarga kaya. Ini bertujuan untuk menumbuhkan dan mentransfer kekayaan secara efektif antar generasi. Ini bukan hal yang baru,  di Indonesia ide ini di usulkan oleh Luhut Binsar Pandjaitan mengusulkan pembentukan family office agar orang kaya dari luar negeri mau menaruh uang di Indonesia. Begitu menyederhanakan masalah, Luhut mengklaim keluarga kaya di luar negeri tertarik menyimpan uangnya di Tanah Air. Dengan begitu, devisa negara menjadi kian kuat. Bahkan dengan enaknya Luhud cuap cuap membayangkan kalau kita bisa dapat (dari family office) awal-awal sebesar US$100 juta, US$200 juta sampai US$1 miliar, kan bagus. Gak ada ruginya. Dengan membandingkan negara lain yang  stabilitas politik dan ekonominya sudah stabil : Singapura, Hong Kong, London (Inggris), Monako, Dubai (Uni Emirat Arab), Abu Dhabi, di jadikan rujukan atas mimpi mimpinya. Hampir sama  dengan mimpi dari pikiran melompat ( by pass ) seperti mimpi membangun IKN  akan mendatangkan investasi dari para hantu yang gentayangan di IKN. Terus menghitung bahwa keluarga sangat kaya di luar Indonesia, umumnya memiliki setidaknya US$50 juta-US$100 juta atau setara Rp800 juta-Rp1 triliun aset yang dapat diinvestasikan dengan tujuan untuk mengembangkan dan mengalihkan kekayaan secara efektif dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pura pura tidak paham bahwa orang sangat di Indonesia, di kuasai oligarki  kecil kemunglinannya mau menanam atau menyimpan kekayaanya di dalam negeri (DN). Apakah family office akan dirancang agar generasi oligarki lebih kuat dan kokoh menguasai ekonomi di Indonesia. Harus di ingat bahwa modal keuangan perusahaan sebuah family office merupakan kekayaan keluarga itu sendiri. Terus larut dalam hayalannya bahwa Family office dapat menghabiskan biaya lebih dari US$1 juta atau Rp16,4 miliar per tahun untuk beroperasi. Sehingga kekayaan bersih keluarga yang dilayani biasanya sangat besar. Dua racun (toxic) Jokowi dan Luhut yang akan berahir kekuasaannya seolah olah bisa membidik potensi pengelolaan dana US$500 miliar atau sekitar Rp8.178,8 triliun (asumsi kurs Rp16.357 per dolar AS) dari pembentukan family office. Banyak ekonom mengingatkan dampak negatif atau mudarat jika pemerintah memberikan insentif kepada para orang kaya tersebut berupa pembebasan pajak melalui kebijakan  family office.  Di beberapa negara, seperti Swiss, Jerman, dan Amerika Serikat (AS), tetap mengenakan jenis pajak tersebut. Baik itu di tingkat korporasi atau di tingkat orang pribadi.  Rancang bangun memperdayakan ekonominya hanya bermental jongos pada pemilik modal (sangat kaya) di Indonesia , siapa lagi kalau bukan oligargi. Keberadaan entitas family office di Indonesia sebenarnya bukanlah hal baru, yang jauh dari tujuan mengangkat dan memberdayalah ekonomi rakyat yang terjadi justru ekaploitasi kekayaan oleh segelintir orang keturunan Tonghoa. Para jongos oligarki yang sedang mimpi dan akan berahir masa kekuasaannya, tetap ingin berkuasa hanya akan menyusahkan dan menyisakan sampah berserakan dan akan tercatat dalam sejarah hitam di Indonesia.***

KPU Menangis

Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politil dan Kebangsaan BERITA terhangat dan mendapat pemberitaan yang luas hari-hari ini adalah tentang pemberhentian Ketua KPU Hasyim Asy\'ari oleh DKPP atas kasus pelanggaran etik khususnya perbuatan asusila Ketua KPU yang diadukan CAT seorang anggota PPLN Den Haag. Wanita ini merasa diperlakukan tidak senonoh yang dapat dikualifikasikan sebagai \"kekerasan seksual\". Inilah hukuman kelima yang diterima Hasyim setelah empat kali DKPP menjatuhkan sanksi \"peringatan keras\" pelanggaran etik kepada Komisioner  KPU. Rupanya status \"manusia kebal\" Hasyim Asy\'ari akhirnya tembus juga. Ia divonis pecat dari jabatan Ketua dan anggota KPU. Meski formal pemberhentian masih menunggu Keputusan Presiden, akan tetapi Presiden harus menjalankan amar Putusan DKPP No 90-PKE-DKPP/V/2024 tanggal 3 Juli 2024 tersebut.  Sesungguhnya pada Putusan DKPP sebelumnya yang memberi sanksi \"peringatan keras terakhir\" kepada Ketua KPU Hasyim Asy\'ari, publik sudah berharap bahwa ia sudah dipecat. Moral kepemimpinan Hasyim sudah ambruk. Berdampak pada hal penting dan strategis yaitu penerimaan pendaftaran Gibran sebagai Cawapres PKPU No 19 tahun 2023 mengenai persyaratan batas usia 40 tahun yang belum diubah dengan PKPU baru.  Putusan DKPP 90 tahun 2024 yang memecat Ketua KPU patut dijadikan momen untuk membongkar kembali berbagai kejahatan KPU khususnya soal proses Pilpres yang dinilai cacat moral dan hukum. KPU telah menjadi mainan istana untuk melaksanakan kepentingan politiknya. Karenanya tidak cukup implikasi dari Putusan itu hanya sekedar mengganti personal, akan tetapi lebih mendasar lagi.  Komisioner yang mudah disetir menghancurkan independensi KPU. Perlu dipertimbangkan komposisi KPU yang melibatkan kembali unsur partai politik peserta Pemilu. Saat peserta Pemilu terlibat dahulu KPU dapat bekerja lebih obyektif dan terkontrol. Atau, jikapun Komisioner tetap seperti saat ini, maka Bawaslu mesti diperkokoh dengan representasi kekuatan pengawasan dari peserta Pemilu.  Putusan DKPP yang telah membuat KPU menangis harus menjadi pelajaran untuk  mengambil manfaat dari semangat pengorbanan. Buang personal yang tidak cakap dan tidak berintegritas. Singkirkan budaya hedonis yang berputar hanya pada dunia materi. Saatnya kembali untuk bersikap  mulia serta bertindak agamis dan ideologis.  Terngiang kembali suara Ketua KPU yang berkhutbah Iedul Adha tentang manusia berkarakter hewan yang harus \"disembelih\" sebagai nilai dari ibadah kurban. Ternyata hari-hari ini terbukti bahwa Hasyim Asy\'ari Ketua KPU itu yang telah menyembelih dirinya sendiri. Ia menjadi orang paling bodoh di muka bumi.  Ironinya Hasyim saat itu menasehati dan mengajak Jokowi jama\'ah spesial dan \"boss\" nya untuk sama-sama menyembelih perilaku hewan yang melekat pada insan.  Mungkin Jokowi pun akan bunuh diri tidak lama lagi. Dua dewa penolong Jokowi telah mati yaitu Anwar Usman dan Hasyim Asy\'ari. (*)

Pemerintah Diharapkan Gunakan Strategi Hankam dan Intelejen dalam Penanganan Serangan Siber

Jakarta| FNN - Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia berharap kasus peretasan Pusat Data Nasional (PDN) bisa segera diselesaikan agar tidak membebani pemerintahan ke depan. Sebab, ancaman siber ke depan akan semakin besar, sehingga peretasan PDN saat ini perlu ditangani lebih serius, dengan strategi pertahanan dan keamanan (hankam), serta intelejen. \"Partai Gelora cukup sering menyorot tema peretasan dalam konteks keamanan data konsumen dan data negara. Hal ini mengkhawatirkan karena terus menguat dan meluas,\" kata Endy Kurniawan, Ketua DPN Partai Gelora di Jakarta, Rabu (3/7/2024) sore. Hal itu disampaikan Endy Kurniawan dalam diskusi Gelora Talks bertajuk \"PDN Jebol Diretas, Bahaya Di Mana Negara?\", yang ditayangkan di Gelora TV, Rabu (3/7/2024). Diskusi yang dipandu Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gelora Dedy Miing Gumelar ini juga dihadiri Anggota Komisi I DPR Dave Laksono, Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, serta Pakar Telematika dan IT Roy Suryo.  Partai Gelora, kata Endy, mengusulkan agar pemerintah segera membentuk matra khusus siber, selain matra darat, laut dan udara agar strategi penanganan serangan siber lebih terintegrasi, termasuk menjaga kedaulatan data nasional.  \"Narasi Partai Gelora adalah menjadikan Indonesia superpower baru, oleh sebab itu siber perlu perhatian khusus kalau perlu dibentuk matra khusus siber. Strateginya harus terintegrasi dengan hankam untuk menjaga kedaulatan data nasional,\" katanya. Anggota Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan, ide awal membuat PDN adalah untuk menyatukan data secara nasional dari tingkat pusat hingga daerah, bahkan desa, agar memudahkan dalam pengamanan datanya. Namun, peretasan PDN ini telah memalukan Indonesia sebagai bangsa dan negara, serta terbukti bahwa sistem data nasional tersebut, memiliki banyak kelemahan, dimana hacker komunitas saja bisa meretas. Menurut Dave, DPR telah mengganggarkan pembuatan PDN setiap tahunnya sebesar Rp 20 triliun sejak 2019 hingga 2024, dimana pembangunan infrastrukturnya dimulai oleh mantan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Johnny G Plate.  \"PDN ini anggarannya sangat besar, tiap tahun kita anggarankan sekitar Rp 20 triliun, sekarang sudah menghabiskan lebih dari Rp 100 triliun. Tapi pertanyaan kita, kenapa sistem pengamanannya mudah diretas, datanya bisa dicuri dan tidak ada back up data,\" katanya. Komisi I DPR, lanjut Dave, pada awalnya akan membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengusut tuntas peretasan PDN, tapi karena masa jabatan anggota DPR periode ini akan berakhir pada 30 September, maka hal itu diurungkan. \"Dan pemerintah juga sudah melakukan auditing melalui BPKP. Kita minta Menkominfo dan BSSN memberikan penjelasan pada masa sidang mendatang. Hasil temuannya sejauh mana, transformasinya seperti apa, dan langkah mitigasinya. Ini yang mau kita dengar,\" ujar politisi Partai Golkar ini. Usai mendengar penjelasan dari Menkominfo Budi Arie Setiadi dan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian, kata Dave, DPR akan mengundang Badan Intelejen Negara (BIN), Polri dan Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti temuan peretasan tersebut. Peretasan PDN Diduga Terkait Judi Online Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, peretasan PDN ini sebagai tragedi kegagalan negara dalam mengantisipasi dan memitigasi di era digital. \"Era digital ini sudah 10 tahun digelorakan pemerintah, tapi ternyata pemerintah nampak gagap, tidak siap mengantisipasi era digital itu sendiri. Infrastruktur dan SDM juga tidak siap, sehingga hal ini menjadi tragedi dan kegagalan negara,\" kata Tulus Abadi.  Karena PDN dikelola satu pintu, maka ketika diretas hacker, akibatnya seluruh pelayanan publik terutama yang strategis menjadi lumpuh dan terganggu di lapangan. \"Selain lumpuhnya pelayanan publik, yang sering tidak disadari adalah perundungan data pribadi milik masyarakat. Di era digital ini, data pribadi ini menjadi harta karun kita. Harusnya menjadi perhatian utama pemerintah,\" ujarnya. YLKI menduga peretasan PDN ini terkait upaya pemerintah dalam memberantas kasus judi online dan pinjaman online ilegal, serta kelengahan pemerintah yang hanya mengambil ceruk ekonomi digital sebagai pemasukan, tapi tanpa mengantisipasi dampak permasalahan yang timbul. \"Padahal tingkat kriminalitasnya sangat tinggi, banyak penumpang gelap di era digital ini. Tapi datanya tidak back up, dan SDM-nya yang handle juga tidak handal,\" tandasnya.  Sedangkan Pengamat Telematika dan IT Roy Suryo mengatakan, kerugian negara dari kasus peretasan PDN ini sangat besar bagi publik dan keamanan negara. \"Kalau yang tidak mengerti, bilang aman-aman saja karena data kita dikunci. Tapi kalau dari teori konspirasi justru banyak yang senang, datanya hilang,\" kata Roy Suryo. Mengingat dampak peretasan PDN ini sangat besar, seharusnya DPR, kata Roy Suryo, membentuk Panitia Khusus (Pansus) dan YLKI memfasilitasi gugatan class action kepada negara. \"Kasus ini tidak cukup diselesaikan melalui Panja atau Rapat Kerja, tapi harus melalui Pansus mengingat kerugian yang sangat besar. Dan saya mau memprovokasi tipis-tipis agar YLKI melakukan gugatan class action kepada negara, \" katanya.  Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini meminta pemerintah tidak mempercayai pelaku peretasan Brain Chiper yang akan memberikan \'kunci\' gratis untuk membuka data PDN Sementara di Surabaya yang diretas. \"Dari kemarin saya ditanya media, mas kira-kira dikasih kunci nggak? Saya bilang coba dibaca baik kata-katanya, Rabu ini. Itu tidak dikatakan Rabu 3 Juli, bisa Rabu depan, bisa Rabu tahun depan. Rabunya kita tidak tahu kapan, bisa kapan-kapan. Kita kena prank,\' katanya. Sebab, dalam sejarah peretasan didunia tidak pernah ada hacker yang minta maaf, sehingga pernyataan Brain Chipper itu hanya sekedar prank. \"Apalagi pemerintah saja tidak meminta maaf ke rakyatnya, malah hackernya yang minta maaf, sehingga hal ini menjadi aneh. Dan sampai hari ini, terbukti tidak diberikan kuncinya. Kita memang kena prank,\" pungkas Roy Suryo. (*)

Penjahat Kelamin Itu Bernama Hasyim Asy'ari

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan | Sabang Merauke Circle DKPP pada hari ini telah memecat ketua KPU karena terbukti bersetubuh dengan CAT, anak buahnya di KPU Denhaag Belanda. Persoalan ini mengulangi tuduhan serupa kepada ketua KPU dari \"Wanita Emas\", Hasnaeni, yang mengaku \"menjual\" dirinya kepada Hasyim Asy\'ari untuk bisa diloloskan partainya, Partai Republik Satu. Baik kasus CAT maupun Hasnaeni Moein di atas, DKPP mengaitkan keduanya dengan \"relasi power\". DKPP mengatakan bahwa kejahatan kelamin yang dilakukan oleh Hasyim Asy\'ari, selain berzina berat karena dia sudah beristri, terjadi pula karena Hasyim mempunyai kekuasaan yang bisa mempengaruhi kedua korban secara langsung. Dalam diskursus kesetaraan gender beberapa tahun belakang ini, gerakan feminis menyerang dominasi lelaki karena adanya relasi power, di mana dominasi diakibatkan power lelaki lebih unggul, seperti pemilikan uang, jabatan, dlsb. Menurut mereka jika kepemilikan power itu ditata ulang maka sesungguhnya kesetaraan gender akan terjadi dengan sendirinya. Terkait isu gender di atas, pemilihan LBH APIK sebagai pembela CAT kelihatannya mempengaruhi sidang DKPP saat ini dibandingkan dengan Hasnaeni ketika dibela pengacara Farhat Abbas dan Dr. Ahmad Yani, SH. LBH Apik memang sangat terlatih melihat kejahatan kelamin yang dilakukan lelaki, dalam hal ini Ketua KPU, terkait dengan penyalahgunaan kekuasaan. Hasyim Asy\'ari sendiri telah membuat banyak kesalahan besar di republik kita, khususnya ketika meloloskan Gibran sebagai Cawapres ( lihat: m.kumparan.com/amp/kumparannews/deretan-kasus-etik-ketua-kpu-bertemu-wanita-emas-hingga-disentil-hakim-mk-233b5J16ClI). Saat itu, ketika pelolosan itu, peraturan KPU terkait batas usia belum direvisi. Sehingga seharusnya KPU tidak bisa meloloskan Gibran sebagai Cawapres. Ditangan kepemimpinan Hasyim Asy\'ari juga terdapat dugaan besar pengaturan suara pemenang pilpres melalui IT KPU, kemenangan satu putaran. Kejahatan ini, jika nantinya terbukti suatu saat, maka tentu Hasyim Asy\'ari ini prilakunya mirip binatang liar. Tiada norma. Menariknya adalah dalam kesempatan ceramah keagamaan, Islam, Idul Adha, di Halaman Masjid Raya Semarang, di hadapan Jokowi dan istrinya, bulan lalu, Hasyim mengkritik kelakuan kebinatangan manusia yang harus disembelih. Seolah-olah dia tengah berbicara lebih baik daripada orang-orang (jama\'ah) Idul Adha itu. Di sinilah sebenarnya hancurnya bangsa kita, ketika manusia bernama Hasyim Asy\'ari, yang seharusnya manusia \"suci\", berubah menjadi \"binatang\", tapi mendapatkan tempat terhormat sebagai pengumum kemenangan Presiden Republik Indonesia, 2024. Dalam konteks pilkada, ketika banyak pakar hukum mempersoalkan perubahan usia calon gubernur, di mana Kaesang terhubung isu tersebut, Hasyim tidak mundur sedikitpun. Dia malah mengumumkan bahwa usia calon yang seharusnya terkait syarat pendaftaran, menjadi syarat bagi pelantikan. Dan terakhir dengan sombongnya pula Hasyim Asy\'ari mengatakan berterima kasih, Alhamdulillah, atas pemecatannya. *Penutup* Pelajaran bangsa ini di mana \"binatang\" alias penjahat kelamin bisa menjadi salah satu penentu nasib bangsa, yakni nasib pemilu, perlu direnungkan. Kekuasaan yang ada saat ini ternyata tidak steril alias tidak sungguh-sungguh dalam mendesain kepentingan pemilu. Pada saat lalu, misalnya era 1955 maupun 1999, pemimpin pemilu benar-benar dedikasi. Artinya mereka dipilih oleh elit-elit bangsa yang dedikasinya tinggi sekali. Pemilu 2024 ini mungkin adalah pemilu terburuk sepanjang sejarah kita. Tentu karena kecerobohan elit-elit nasional dalam memilih penyelenggara pemilu. Rakyat jangan putus asa dengan kekejaman elit-elit kita. Kita harus terus berjuang dalam barisan yang kokoh. Setidaknya kita harus melawan kemungkinan pilkada-pilkada yang disusupi kepentingan oligarki jahat (money politics) dan para penjahat kelamin, nantinya. (*)

IJW Minta Polda Sumut Ambil Alih Kasus Pembakaran Wartawan Rico di Karo

Jakarta, FNN — Setelah melakukan investigasi Indonesian Journalist Watch (IJW) membuat pernyataan keras, jika pelaku pembakaran satu keluarga wartawan Rico Sempurna Pasaribu (47) bersama Isteri, Anak dan Cucu di Kabupaten Karo, Sumatera Utara harus dihukum mati. “Ini tragedi yang memilukan bagi insan pres di Indonesia. Jika selama ini ada wartawan dibunuh, di kriminalisasi dan dianiaya karena resiko sebagai jurnalis, kita prihatin. Tapi turut melibatkan keluarga, ini sadis dan tidak bermoral,” tegas Ketua Umum IJW, HM.Jusuf Rizal,SH kepada media di Jakarta. Menurut IJW, siapapun pelaku dan yang terlibat dalam kasus pembakaran wartawan Rico bersama keluarganya, sesuai ketentuan hukum harus dihukum mati. İni faktor kesengajaan menghilangkan nyawa orang yang direncanakan. Lebih jauh menurut Ketum PWMOI (Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia) itu, kedatangan Kapolda bertemu anak almarhum Rico diharapkan bukan hanya sekedar seremonial belaka, tapi mampu dan berani mengungkapkan dalang pembakaran satu keluarga Rico, siapapun itu. “IJW dan seluruh insan pers di Indonesia akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Dugaan keterlibatan oknum aparat TNI dan Polri, terkait Judi Togel, Narkoba dan Illegal Loging sebagaimana investigasi IJW harus di bongkar,” tegas Jusuf Rizal yang juga Presiden LSM LIRA (Lumbung Informasi Rakyat). Ketika ditanya awak media kemungkinan kasusnya dipetieskan? Jusuf Rizal mengatakan, kasus ini memang harus ditarik ke Polda Sumut. Sebab jika hanya ditingkat Polres Karo, Sumut, Ia tidak yakin kasusnya tuntas. Sapu yang kotor tidak mungkin membersihkan barang yang kotor, katanya.

American Dream: Pelecut Wacana Optimisme?

 The American Dream in the 21st Century, edited by Sandra L Hanson and John Kenneth White. Philadelphia: Temple University Press, 2011. E-Book 2011. American Dream telah lama menjadi tema dominan dalam budaya AS, yang memiliki signifikansi abadi, tetapi ini adalah masa-masa sulit bagi para pemimpi. Para editor dan kontributor The American Dream in the 21st Century menelisik ulang “American Dream” secara historis, sosial, dan ekonomi dan mempertimbangkan persinggungannya dengan politik, agama, ras, gender, dan generasi. Tagline itu awalnya ditemukan di buku Jim Cullen, The American Dream: A Short History of an Idea that Shaped a Nation,Oxford University Press, Incorporated, 2004.  Beberapa Pandangan  Volume ini disajikan secara singkat dan mudah dibaca, itu memberikan optimisme atas keyakinan yang dimiliki sebagian besar orang Amerika dalam kemungkinan mencapai American Dream dan penilaian yang realistis terhadap retakan dalam mimpi. Pemilihan Presiden terakhir menawarkan harapan, tetapi para ahli di sini memperingatkan tentang perlunya program dan kebijakan yang lebih baik yang dapat mewujudkan impian itu bagi lebih banyak orang Amerika. “Keanekaragaman kontribusi—dari sejarawan, ilmuwan politik, sosiolog, dan lembaga survei—membedakan The American Dream in the 21st Century dari banyak buku lain tentang topik ini. Fokus multidisiplin sangat berguna, karena bab-bab memberikan interpretasi budaya orang Amerika, sikap terhadap American Dream melalui lensa ras, jenis kelamin, agama, dan etika,” tulis Arne L. Kalleberg, Profesor Sosiologi Kenan, University of North Carolina di Chapel Hill “The American Dream in the 21st Century adalah pandangan menarik tentang transformasi yang dialami American Dream dan bagaimana mereka berevolusi—dari pribadi vs. publik, menjadi materi vs. spiritual. Para editor dengan bijak menyadari bahwa mimpi itu telah berubah, bukan menghilang atau mati. Buku ini layak dibaca bagi siapa pun yang tertarik dengan pandangan mendetail tentang bagaimana perubahan ini cocok dengan sejarah Impian Amerika dan pandangan ke masa depan yang potensial,\" tulis Maria Alejandra Quijada, Asisten Profesor, Loyola Marymount University College of Business “Kumpulan esai ini membahas pertanyaan tentang bagaimana American Dream membantu mempertahankan masyarakat yang stabil hingga abad ke-21, terlepas dari kenyataan bahwa impian itu (dan selalu) tidak dapat diakses oleh sebagian besar populasi, mungkin mayoritas.. .. Para penulis menunjukkan bagaimana mimpi itu membangun rasa patriotik bahwa AS itu unik dan superior, dan siapa pun yang menyarankan sebaliknya berisiko diisolasi. Seorang politisi yang mempertanyakan mimpi itu mungkin melakukan bunuh diri dalam karier. Kesimpulan: Buku ini direkomendasikan. Pembangkit Etos American Dream adalah etos nasional Amerika Serikat, seperangkat cita-cita termasuk demokrasi perwakilan, hak, kebebasan, dan kesetaraan, di mana kebebasan ditafsirkan sebagai peluang untuk kemakmuran dan kesuksesan individu, serta mobilitas sosial ke atas untuk diri sendiri dan anak-anak mereka, dicapai melalui kerja keras dalam masyarakat kapitalis dengan sedikit hambatan. Istilah “American Dream” diciptakan oleh James Truslow Adams pada tahun 1931, mengatakan bahwa “hidup harus lebih baik dan lebih kaya dan lebih penuh untuk semua orang, dengan kesempatan untuk masing-masing sesuai dengan kemampuan atau prestasi, terlepas dari kelas sosial atau keadaan lahir.” Pendukung American Dream sering mengklaim bahwa prinsipnya berasal dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa semua manusia diciptakan sama dengan hak untuk hidup, bebas, dan mengejar kebahagiaan.” Pembukaan Konstitusi AS digunakan dengan cara yang sama. Dinyatakan bahwa tujuan Konstitusi adalah untuk, sebagian, “mengamankan berkat kemerdekaan bagi diri kita sendiri dan keturunan kita.” Sepanjang sejarah Amerika, ada kritik terhadap etos nasionalnya. Beberapa kritikus menunjukkan bahwa fokus Amerika pada individualisme dan kapital menghasilkan materialisme, konsumerisme, dan kurangnya solidaritas pekerja. Pada 2015, hanya 10,5 persen pekerja Amerika yang menjadi anggota serikat pekerja. Impian Amerika juga telah dikritik sebagai produk keistimewaan Amerika, karena tidak mengakui kesulitan yang dihadapi banyak orang Amerika, yaitu sehubungan dengan warisan perbudakan Amerika dan genosida penduduk asli Amerika, serta contoh kekerasan diskriminatif lainnya.  Keyakinan pada American Dream seringkali berbanding terbalik dengan tingkat kekecewaan nasional. Bukti menunjukkan bahwa mobilitas ekonomi ke atas telah menurun dan ketimpangan pendapatan telah meningkat di Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir. Pada tahun 2020, sebuah jajak pendapat menemukan hanya 54 persen orang dewasa AS yang menganggap American Dream dapat mereka capai, 28 persen percaya bahwa American Dream tidak dapat mereka capai secara pribadi, sementara 9 persen menolak sepenuhnya gagasan American Dream. Sementara, generasi yang lebih muda juga cenderung kurang percaya pada American Dream daripada rekan-rekan mereka yang lebih tua.  Apakah American Dream masih menarik, actual, dan relevan dibahas oleh para sarjana modern amerika, dengan kondisi milenial hari ini? Itu bisa dilihat menjelang dan setelah Pemilihan Presiden Amerika, November ini, tanding ulang, Joe Biden vs. Donald Trump.  Hartford, 2 Juli 2024. M. Saleh Mude

Muhammadiyah, Deklarasi Pendidikan dan Pelatihan HAM PBB

Oleh Prof Dr Hafid Abbas, Ketua Komnas HAM RI ke-8 Sungguh satu peristiwa bersejarah Muhammadiyah dan PBB sejak satu dekade terakhir. Keduanya mencanangkan satu program pemajuan dan perlindungan HAM bagi semua warga negara. Muhammadiyah, melalui Majelis Hukum dan HAM yang telah dibentuknya pada 2023-2027, berfokus pada: HAM jaringan kelembagaan; pendidikan hukum , HAM dan demokrasi; Non-litigasi, perundang-undangan dan sosialisasi hukum; dan kebijakan advokasi hukum, HAM dan etika profesi hukum (Keputusan No:146/KEP/I.O/D/2023). Bahkan melalui majelis ini, Muhammadiyah telah menginisiasi penyelenggaraan Sekolah HAM. Demikian pula PBB. Pada 19 Desember 2011, telah mengadopsi Deklarasi Pendidikan dan Pelatihan HAM (United Nations Declaration on Human Rights Education and Training) melalui resolusi Sidang Umum PBB 66/137. Sebagai refleksi atas pelaksanaan deklarasi tersebut, pada peringatan Satu Dekade Deklarasi Pendidikan dan Pelatihan HAM, Dewan HAM PBB pada 29 Desember 2021, melalui resolusi 42/7 menyelenggarakan diskusi panel tingkat tinggi yang berfokus pada: United Nations Declaration on Human Rights Education and Training: good practices, challenges and the way forward. Komisaris Tinggi Dewan HAM PBB pada resolusi itu menyatakan bahwa pendidikan HAM membekali individu dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang membantu mereka mengidentifikasi, mengklaim dan membela HAM. Konferensi ini mempromosikan pemikiran kritis dan menawarkan solusi berdasarkan nilai-nilai HAM terhadap tantangan global, termasuk diskriminasi dan ujaran kebencian, kemiskinan, konflik, kekerasan, segala jenis kesenjangan dan tiga krisis global yaitu: perubahan iklim, polusi dan pengrusakan lingkungan hidup (para 6). Pada resolusi yang sama, Asisten Direktur Jenderal UNESCO menekankan bahwa pendidikan tidak hanya sekadar mempersiapkan individu untuk memasuki dunia kerja. Pemerintah harus memberdayakan mereka dengan keterampilan, nilai-nilai dan sikap untuk menghormati HAM, meningkatkan kesejahteraan dan membentuk masyarakat yang lebih adil. Ia menggarisbawahi pula kebutuhan mendesak untuk memastikan bahwa pendidikan HAM berfungsi sebagai alat untuk membangun masyarakat dan perekonomian yang lebih adil, berkelanjutan, dan inklusif, serta memiliki ketahanan dalam menghadapi krisis (para 9). Kerisauan Muhammadiyah dan PBB terhadap urgensi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan HAM bagi semua warga negara bukan tanpa alasan. Pertama, meluasnya isu Islamofobia . Kepeloporan AS menjadi pionir memerangi Islamafobia kelihatannya didasari atas kegagalannya menginvasi Afghanistan selama dua dekade dengan kerugian dan pengorbanan yang tidak ternilai. Pada 30 Agustus 2021, secara resmi AS mengakhiri invasinya di Afghanistan . Kegagalan dan pengorbanan yang sama juga dialami di Irak . Di sisi lain, dengan melihat ekspansi dan dominasi pengaruh ekonomi, sosial dan politik Cina sejak 1990-an di Afrika dan di berbagai negara di Asia, pengaruh AS di kawasan Indo-Pasifik terlihat meredup. Dengan dinamika itu, AS telihat hendak membangun koalisi baru dengan dunia Islam. Sungguh suatu kenyataan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, pada 14 Desember 2021, atas kepeloporan Ilhan Omar, Anggota DPR AS dari kubu Partai Demokrat telah berhasil menggolkan Undang-undang (UU) Anti-Islamofobia (Combating International Islamophobia Act). Keberhasilan Omar adalah karena dukungan penuh dari semua jajaran Partai Demokrat, termasuk Presiden Joe Biden. Dengan UU Anti-Islamafobia, Kementerian Luar Negeri AS telah mengangkat Special Envoy (Duta Besar Khusus) untuk memantau dan memerangi segala bentuk Islamafobia yang terjadi di seluruh dunia. UU ini mengamanatkan Kementerian Luar Negeri AS menyiapkan laporan setiap tahun ke Kongres mengenai rapor HAM dan kebebasan beragama di setiap negara dengan mengungkapkan data dan informasi tentang: perlakuan kejam secara fisik dan penghinaan terhadap umat Islam; kasus-kasus propaganda oleh media baik dari pemerintah atau bukan yang bertujuan untuk membenarkan dan mengobarkan kebencian atau penghasutan tindak kekerasan terhadap umat Islam; dan, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah di setiap negara untuk mengatasi segala kasus seperti itu. Kepeloporan AS untuk memerangi Islamafobia, telah mendapat dukungan luas dari negara-negara besar, termasuk Kanada, dan sejumlah negara UE. Perdana Menteri Kanada , Justin Trudeau, bahkan telah menyampaikan kebijakannya untuk segera mengangkat Duta Besar Khusus untuk memerangi Islamafobia. Trudeau menegaskan bahwa persoalan Islamofobia adalah fakta sehari-hari yang dihadapi oleh umat Islam di seluruh dunia (TRTWorld, 30/01/2022). Jika AS sudah memiliki UU Anti-Islamaphobia dan telah mengangkat Special Envoy (Duta Besar Khusus) untuk memantau dan memerangi segala bentuk Islamafobia yang terjadi di seluruh dunia, dan di seluruh pelosok negerinya, Indonesia tentu dapat pula melakukan hal yang sama. Jika saja umat Islam terkesan masih dicurigai dengan segala macam tuduhan radikal, ekstrim, teroris, dan segala macam bentuk penghinaan lainnya, Indonesia dapat menjadi musuh bersama dari seluruh umat manusia. Kedua, isu ketidakadilan yang semakin massif. Pada kesempatan berbeda, Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla (JK) menyayangkan pernyataan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait dengan 198 pesantren terafiliasi terorisme. Pernyataan JK tersebut kemudian mendapatkan respons permintaan maaf dari Kepala BNPT, Boy Rafli Amar saat bersilaturrahmi ke Kantor Pusat MUI (FNN, 07/02/2022). Bahkan JK di kesempatan lain kembali menegaskan: “dari pengalaman kita berbangsa selama 77 tahun, kita memahami bahwa setidak-tidaknya ada 15 konflik besar melanda negeri ini yang menyebabkan munculnya korban ribuan orang. Dari 15 konflik itu, 11 karena ketidakadilan, yakni ketidakadilan sosial, politik, dan ekonomi\" (Tempo, 15/01/2022). Sebagai contoh yang memperkuat pandangan JK, pembakaran Kantor Bupati Bima NTB oleh warga pada 26 Januari 2012 sesungguhnya berpangkal dari kebijakan Bupati Ferry Zulkarnaen yang dinilai tidak adil telah memberikan izin Pertambangan Emas di tiga kecamatan kepada PT Sumber Mineral Nusantara. Juga kasus serupa yang ditangani oleh Komnas HAM pada 2016 atas penggusuran warga di dua kecamatan di Bima oleh PT Sanggaragro karena telah mendapat izin penguasaan lahan seluas 5000 hektar. Warga yang tergusur harus hidup terlunta-lunta, berkemah di depan Kantor Bupati berbulan-bulan. Jika warga melakukan tindakan radikal, sama sekali tidak ada kaitannya dengan paham ekstrim, tetapi hilangnya keadilan. Jika saja negara hadir memberi keadilan, kesejahteraan dan rasa aman, negeri ini tentu akan terbebas dari segala konflik, radikalisme dan ekstrimisme. Ketiga, kegagalan demorasi. Sejak 1998, melalui Reformasi, Indonesia telah memilih jalan demokrasi. Namun dalam dua dekade terakhir, institusi-institusi demokrasi Indonesia terlihat telah mengalami pelapukan. Lembaga legislatif (MPR, DPR, DPD dan DPRD) telah dilanda berbagai persoalan hukum, politik dan sosial yang telah menyebabkan meredupnya kepercayaan masyarakat kepada institusi ini. Data KPK menunjukkan bahwa sejak 2004 hingga Juli 2023, DPR dan DPRD telah terjerat di sebanyak 344 kasus korupsi. Oleh KPK, jumlah ini dinilai ketiga tertinggi, sebagai institusi paling korup di tanah air, berada di bawah kasus korupsi yang bersumber dari korporasi (399 kasus) dan pejabat eselon I-IV di berbagai kementerian dan lembaga negara sebanyak 349 kasus (Kompas, 18/07/2023). Selanjutnya Kontras mengungkap pula bahwa selama periode 2014-2019, terdapat 242 anggota legislatif yang memiliki catatan buruk dan diduga terlibat dalam sejumlah kasus pelanggaram hukum dan HAM. Dari jumlah itu, anggota DPR yang memiliki catatan terburuk terbanyak berasal dari Fraksi PDIP yakni 57 orang, Fraksi Partai Golkar 44 orang, Fraksi Partai Demokrat 37 orang, Fraksi Partai Gerindra 24 orang, Fraksi PPP 20 orang, Fraksi PKS 18 orang, Fraksi PAN 16 orang, Fraksi PKB 11 orang dan Fraksi Partai Nasdem 9 orang (Hukumonline, 14/10/2014). Potret suram seperti ini terlihat semakin masif dipraktikkan di semua lini pemerintahan, mulai di tingkat kelurahan hingga di pusat seperti yang telah direkam dalam film dokumenter Dirty Vote (2024). Akibatnya, tidak mengherankan jika terlihat sederetan rapor merah dalam pelaksanaan ketatapemerintahan yang baik (good governance) di tanah air. Pada 2014, Indonesia sebenarnya sudah tercatat sebagai negara demokrasi ketiga terbesar di dunia dengan indeks demokrasinya (world democracy index) yang cukup baik. Ketika itu, Indonesia berada di peringkat ke-49 di antara 167 negara di dunia dengan skor total 6,95, memiliki skor 7,35 pada aspek kebebasan sipil. Namun, setelah satu dekade, pada 2023, capaian-capaian itu menurun tajam ke skor total 6,53, sehingga peringkatnya turun ke urutan 56, dengan skor pada aspek kebebasan sipil 5,29, berada sejajar dengan Sierra Leone (5,29) dan sejumlah negara terbelakang lainnya yang berbentuk kerajaan atau otoriarian. Memburuknya parameter-parameter demokrasi yang ditandai dengan pelemahan KPK, dan pergeseran peran aparat menjadi alat politik penguasa, Gus Mus (KH Mustofa Bisri) menggambarkan suasananya: “Ada sirup rasa jeruk dan durian, ada keripik rasa keju dan ikan. Ada republik rasa kerajaan” (JPNN 01/11/2023). Terakhir, semoga dengan inisiasi Muhammadiyah yang menyelenggrakan persekolahan HAM dan prakarsa PBB yang terus menerus menggelorakan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi semua warga negara (human rights education for all) untuk memerangi ketidakadilan, memerangi penyalahgunaan kekuasaan yang telah menyuburkan kembali praktik KKN dan perang melawan Islamafobia, dapat segera membebaskan Indonesia yang kini terancam pecah.