ALL CATEGORY
Darah Biru Jokowi
KEPITING, lobster, laba-laba, dan gurita semuanya memiliki darah biru. Tapi bukan itu yang hendak diperjuangkan Presiden Joko Widodo saat ini. Wong Solo ini ingin mengubah trah dirinya dari rakyat jelata menjadi bangsawan. Caranya, mewariskan jabatannya sebagai presiden kepada anaknya: Gibran Rakabuming Raka. Lantaran negeri ini bukan sebuah kerajaan yang dipimpin seorang raja, maka ditempuhlah cara-cara konstitusional yang terkadang minus etika. Ada puluhan indikasi yang mengarah ke sana. Sebut saja, bagaimana putra bungsu Jokowi, Kaesang Pangarep, tiba-tiba secara instan menduduki kursi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau PSI. Banyak orang curiga, Jokowi telah menyiapkan PSI sebagai kapal pengangkut aspirasi keluarga besar dirinya nanti, setelah ia hengkang dari kandang banteng. Jokowi sudah bosan disebut sebagai petugas partai. Gibran yang masih belia dan tengah menyelesaikan tugasnya sebagai Wali Kota Solo tiba-tiba ditarik untuk duduk di RI-2, dengan cara-cara yang tidak beretika. Sang Paman yang duduk di MK melakukan pelanggaran etika saat menganulir pasal tentang usia calon wakil presiden. Jokowi juga menarik koleganya dari Solo ke pusat kekuasaan. Agus Subiyanto menjadi Panglima TNI, dengan cara instan juga. Hal ini dilakukan setelah sebelumnya Jenderal Polisi Drs Listyo Sigit Prabowo dijadikan Kapolri. Ada kesan, mereka berdua dan tentu saja dengan yang lain, disisiapkan untuk melindungi keluarga Jokowi dari musuh-musuh politiknya menjelang pemilu 2024. Jokowi dengan cerdik menggunakan infrastruktur negara sebagai mesin politik keluarganya. Jabatan tinggi ia bagi-bagi untuk menciptakan menteri-menteri yang loyal kepada dirinya. Dunia usaha ia rangkul dengan, antara lain, mancabut 3700 peraturan daerah, dengan dalih memperlancar investasi. Tak sedikit pula proyek-proyek daerah yang diresentralisasi. Kini, Jokowi telah menjadi imam bagi koalisi para trah paling bergengsi di negeri ini, macam Trah Soeharto, SBY, dan Soemitro Djojohadikoesoemo. Mereka adalah tokoh-tokoh berdarah biru. Pada tahab ini, Jokowi sukses merangkul lawan-lawan politiknya itu. Bisa jadi, setelah itu Jokowi akan benar-benar mengubah darahnya menjadi darah biru. Ini adalah istilah yang telah digunakan sejak tahun 1811 untuk menggambarkan keluarga kerajaan dan kaum bangsawan. Tentu saja maksudnya bukan darah biru orang yang terkena penyakit Methaemoglobinaemia macam keluarga Fugate atau “orang biru di Kentucky” AS. Bukan pula darah biru kepiting, lobster, laba-laba, dan gurita. Dia adalah darah biru keturunan Presiden Republik Indonesia. @
Mobilisasi Perangkat Desa Dukung Prabowo-Gibran Layak Dijatuhi Sanksi Berat
Jakarta | FNN - Peneliti senior BRIN Lili Romli menilai deklarasi yang dilakukan oleh kepala desa dan perangkat desa pada Prabowo-Gibran beberapa saat lalu sebagai bentuk pelanggaran pemilu berat. \"Saya kira merupakan suatu pelanggaran berat. Mereka yang harusnya netral, tidak berpihak, ternyata mereka berpihak dengan melakukan deklarasi mendukung pasangan Prabowo-Gibran,\" tegas Lili pada wartawan di Jakarta, Kamis (23/11/2023). Lili menegaskan pentingnya Bawaslu untuk bertindak tegas karena kegiatan tersebut telah melanggar aturan yang disebut dalam UU Pemilu. Untuk itu Bawaslu harus bertindak tegas atas pelanggaran tsb dengan memberikan sanksi sesuai yang diatur dalam UU Pemilu. \"UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sangat jelas ada larangan bagi kepala desa dan perangkat desa terlibat dukung mendukung terhadap pasangan capres dan cawapres,\" ujarnya. Menurutnya, jika Bawaslu tidak memberikan sanksi yang tegas, bisa menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan pemilu yang jujur, adil, demokratis dan berintegritas. \"Selain itu publik nanti menuduh yang bukan-bukan terhadap Bawaslu. Bisa nanti muncul anggapan bahwa Bawaslu \"masuk angin\", diskriminatif dan bahkan dianggap berpihak pada capres tersebut\" tegas Lili. Karena itu, Lili mendorong Bawaslu agar mampu menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai pengawas pemilu. \"Oleh karena itu sudah waktunya Bawaslu unjuk kekuatan sebagai wasit yang tegas dan berwibawa,\" ungkapnya. Sementara itu, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, ada lubang dalam Undang Undang (UU) Pemilu yang dipergunakan \'orang pintar\' untuk membenarkan perbuatannya. Termasuk saat Bekas Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendra mengatakan tidak ada deklarasi dukungan kepada Prabowo-Gibran di acara APDESI. \"Apa yang dilakukan oleh sejumlah organisasi perangkat Desa beberapa waktu lalu jelas adalah menunjukkan keberpihakan pada satu calon pasangan. Problemnya teks UU Pemilu kita ambigu. Bila tidak ada pernyataan dukungan langsung dianggap bukan pelanggaran,\" kata pria yang akrab disapa Coki ini. Pekerjaan Berat Bawaslu Pada pertemuan APDESI, Yusril mengklaim, para pejabat desa hanya menyatakan aspirasinya. Tidak ada deklarasi pernyataan dukungan. \"Inilah lubang-lubang dalam perundangan kita yang selalu dimanfaatkan oleh pihak yang \"pinter\". Termasuk seperti yang terjadi di MK,\" jelas Coki. Namun fakta di lapangan, ditemukan sejumlah atribut dengan nomor pasangan Prabowo-Gibran. Bahkan dalam laporan Puskapol UI, disebutkan bahwa dukungan ribuan aparat desa adalah hasil mobilisasi Presiden Jokowi. Coki menambahkan, Undang-Undang yang ada sekarang dibuat oleh \'orang pintar\'. \"Pembuat UU kita yang \"pinter\", baik di eksekutif maupun legislatif, karena mereka tahu itu akan berlaku pada mereka ketika berkompetisi untuk memperoleh kekuasaan. Sementara partisipasi publik, entah akademisi maupun kelompok sipil diminimalisir,\" kata Coki. Dengan tingginya tingkat kepentingan oligarki pada Pemilu dan Pilpres kali ini, Coki meyakini pekerjaan Bawaslu akan semakin berat. \"Pihak Bawaslu memang harus bekerja keras, karena masing-masing pihak yang berkompetisi akan memanfaatkan lubang-lubang itu.Sehingga ketegasan Bawaslu dengan memberikan penafsiran dan pemaparan apa yang menjadi Rule of the game menjadI penting, karena kalau tidak potensi kecurangan apalagi yg melibatkan institusi pemerintahan menjadi terbuka,\" pungkasmya. (Sur)
Kehadiran Gibran sebagai Cawapres Prabowo Terbukti Bawa Efek Gerus Suara Ganjar di Jawa Tengah
JAKARTA | FNN - Sekretaris Jenderal Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Mahfuz Sidik mengatakan, Partai Gelora saat ini tengah membedah peta kekuatan politik tiga pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) di pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Peta kekuatan politik yang dibedah merupakan titik-titik hotspot yang akan menentukan suara kemenangan di Pilpres 2024 seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan DKI Jakarta. \"Hari ini kita membedah Jawa Tengah, berikutnya Jawa Timur, Jawa Barat dan seterusnya. Wilayah tersebut, menjadi titik hotspot, titik-titik panas kontestasi yang akan menentukan Pilpres 2024,\" kata Mahfuz Sidik, Rabu (22/11/2023) sore. Hal itu disampaikan Mahfuz Sidik saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk \'Adu Kuat di Jawa Tengah : Ganjar Vs Gibran yang digelar secara daring dan disiarkan langsung di kanal YouTube Gelora TV dan Facebook Partai Gelora Indonesia. Di Jawa Tengah, kata Mahfuz, peta kekuatan politik masih didominasi pasangan Ganjar-Mahfud dan mesin politik PDIP. Namun, kehadiran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres Prabowo Subianto, setidaknya mulai membawa perubahan peta politik. \"Gibran yang dianggap mewakili basis massa Pak Jokowi di Pipres 2019, akan berhadap-hadapan dengan basis mesin PDIP dan ketokohan Ganjar. Ini sejauh mana pengaruhnya,\" ujar Mahfuz. Sementara untuk kekuatan politik di wilayah lainnya di Pulau Jawa, tentu akan memiliki peta kontestasi yang berbeda, namun hasil akhirnya tetap menentukan suara kemenangan di Pilpres 2024. \"Tetapi ketika menyimak dari beberapa lembaga survei, ada tren peningkatan elektablitas pasangan Prabowo-Gibran. Sebaliknya pasangan Ganjar-Mahfud dalam beberapa hari terakhir mengalami tren penurunan,\" ungkapnya. Sebagai orang lapangan, lanjut Mahfuz, ia paham banyaknya variabel yang mempengaruhi fluktuasi elektabilitas seorang kandidat seperti instrumen teritorial dan kekuatan mesin politik partai. \"Jadi untuk memenangkan Pilpres ini, bukan hanya aspek komunikasi atau permainan opini saja, tapi banyak variabel yang mempengaruhi fluktuasi elektabilitas pasangan calon. Ini semua yang akan menentukan hasil akhir,\" katanya. Gibran Efek Sementara itu, peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby mengatakan, LSI Denny JA telah melakukan survei nasional mengenai potret perkembangan pasangan calon pada 6-13 November lalu. \"Yang menarik dan mengejutkan adalah adanya perubahan-perubahan elektabilitas di ketiga capres. Prabowo-Gibran trennya angkanya naik dari survei sebelumnya dari 36 % naik menjadi 40 persen,\" kata Adjie Alfaraby. Sedangkan pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD secara mengejutkan mengalami penurunan sekitar 6 persen dari 35% ke 28,6 %. Lalu, pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengalami kenaikan dari 15 % ke 20 %. \"Catatan kita, bahwa pasca putusan Mahkamah Konstitusi dan deklarasi Prabowo Gibran, lalu munculnya kritik-kritik soal hukum, demokrasi, isu dinasti dan lain-lain, ternyata tidak punya implikasi serius. Atau tidak punya efek elektoral negatif kepada pasangan Prabowo-Gibran,\" ungkapnya. Bahkan dari data yang lain seperti data \'people rating\' atau kepuasan publik kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga terkonfirmasi, tidak terganggu isu-isu negatif pasca putusan MK yang marak belakangan ini. \"Dalam perkembangan dinamika itu, kita menemukan data yang berbeda sedikit dengan SMRC. Jawa Tengah bisa kita buat breakdown, meski masih butuh survei khusus, tetapi dari gambaran itu terlihat ada Gibran efek,\" katanya. Efek Gibran ini, lanjut Adjie, terkait langsung dengan Jokowi, karena dianggap punya kedekatan secara langsung. \"Jadi di Jawa Tengah ini ada perubahan. Di bulan sebelumnya, September 2023, saat itu Pak Prabowo kalah telak dengan Ganjar sekitar 70 persen dan Prabowo sekitar 10,2 %. Namun, sebulan kemudian ada kenaikan elektalibitas Pak Prabowo dari 10 % naik ke 24 %,\" jelasnya. Dengan temuan ini, maka dapat disimpulkan bahwa ada efek dari pencalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo, karena dianggap sebagai kelanjutan Jokowi. \"Dukungan Pak Jokowi pada Pilpres lalu, di Jawa Tengah sekitar 77 % itu, cukup signifikan. Ketika kemudian publik melihat asosiasi yang akan melanjutkan Pak Jokowi ini adalah Gibran, maka secara perlahan dan pasti, ada pergeseran pemilih yang cukup besar dari sebelumnya ada di Ganjar beralih ke Prabowo,\" katanya. Namun, hal ini dibantah oleh peneliti SMRC Saidiman Ahmad. Saidiman mengakui, memang ada pergeseran pemilih Ganjar ke Prabowo di Jawa Tengah, namun itu tidak besar dan tidak signifikan. \"Artinya, pencalonan Gibran belum membawa perubahan yang besar di Jawa Tengah. Suara Ganjar tetap tinggi, dibandingkan Prabowo, karena didukung PDIP yang merupakan basisnya di Jawa Tengah,\" kata Saidiman. Berdasarkan survei SMRC, kata Saidiman, publik juga tidak mengetahui, bahwa Gibran yang menjabat sebagai Wali Kota Solo saat ini, adalah putra Presiden Jokowi, yang mengetahui hanya kalangan tertentu saja. \"Jadi dari survei kita, ternyata Gibran itu kurang dikenal, meski dia anak Pak Jokowi. Berbeda dengan Ganjar, ketokohannya sangat dikenal, dia mantan gubernur Jawa Tengah dua periode,\" katanya. Selain itu, menurut Saidiman, kehadiran Gibran di Jawa Tengah juga belum membawa efek siginfikan secara elektoral, karena dukungan Presiden Jokowi masih belum jelas, apakah mendukung Prabowo-Gibran atau Ganjar-Mahfud. \"Kalau kita lihat dukungan Pak Jokowi itu masih terbagi dua ke Prabowo dan Ganjar, karena sikapnya Pak Jokowi ini masih belum jelas, masih mendua membuat pemilih Pak Jokowi bertahan di Ganjar,\" katanya. Karena itu, apabila ingin suara Jokowi sekitar 77 persen pada Pilpres 2019 lalu, beralih dari Ganjar ke Prabowo, maka Presiden Jokowi harus mengkampanyekan secara langsung pasangan Prabowo-Gibran. \"Tapi kan itu tidak mungkin, karena Pak Pak Jokowi seorang Presiden yang harus netral. Makanya kita yakin suara Pak Jokowi di Jawa Tengah tetap ke Ganjar, apalagi didukung PDIP yang menjadikan Jawa Tengah sebagai basis massanya,\" pungkas Saidiman. (Ida)
Mulusnya Pencawapresan Gibran Dianggap Menginjak-Injak Rasa Keadilan Masyarakat
Jakarta | FNN - Pakar Hukum Tata Negara Indonesia Bivitri Susanti menyebut banyak pihak yang mengungkapkan untuk beralih (move on) dari Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023. Bivitri menolak hal itu karena putusan tersebut bukan hanya sekadar hukum, melainkan keadilan. “Bagi kami ini bukan soal hukum belaka, tapi di sini ada keadilan yang sedang diinjak-injak. Dan kalaupun hukum belum begitu responsif seperti yang kita inginkan, bukan berarti keadilan kita lupakan,” tegas Bivitri di Jakarta, Rabu (22/11/2023). Bivitri mengungkapkan hal itu dalam diskusi Etika Penyelenggara Negara: Belajar dari Para Pendiri Bangsa yang disiarkan melalui YouTube. Menurutnya, ketika bangsa Indonesia ingin membangun peradaban politik, maka harus berpegang pada etika politik. “Kalau kita mau membangun peradaban politik, sebenarnya sesuatu yang melampaui hukum tertulis yaitu etika politik dan gagasan konstitusionalitas,” tambahnya. Menurut Bivitri, putusan MK punya dampak sangat luas, tidak hanya merusak tatanan hukum. “Itu kan sebenarnya ada kerusakan parah yang ditimbulkan Putusan 90. Merusak MK itu pasti. Itu artinya merusak bangunan negara hukum,\" ungkapnya. Bivitri juga menyoroti Anwar Usman yang tidak merasa bersalah dalam proses putusan tersebut, bahkan menggugat pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua MK. “Artinya dia benar-benar tidak merasa bersalah. Padahal MKMK putuskan pelanggaran etika berat,\" katanya kecewa. Demokrasi Indonesia dikhawatirkan akan mundur karena tragedi konstitusi. Lebih parahnya, ketika nanti generasi masa depan menganggap pelanggaran etik dapat diterima asal tidak melanggar aturan. \"Akibatnya nanti Indonesia tidak akan maju. Karena pemimpin yang dipilih bukan karena kemampuan, tapi karena hubungan kekerabatan.Yang paling parah demokrasi kita mundur, karena cara berpolitik yang kotor. Karena kenormalan baru, adik-adik, anak cucu kita (generasi masa depan) akan bilang tidak ada yang salah dengan nepotisme, tidak ada yang salah dengan politik dinasti,” pungkasnya. Sementara itu, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti mengungkapkan pentingnya menempatkan moralitas di atas aturan. Ia menggunakan istilah halal (boleh) dan baik (thayib). “Saya kira peristiwa MK kemarin itu menunjukkan pada kita, setelah ditemukan peristiwa yang kemudian dinyatakan melanggar kode etik berat. Tapi tetap saja banyak orang bilang aturannya tidak batal. Tentu secara legal formal tidak batal , tapi secara moral aturan itu tidak layak untuk dilaksanakan,” ujarnya Menurut Ray, proses berdemokrasi sepatutnya mengutamakan moralitas, bukan mandek pada aturan. “Jadi di atas boleh dan tidak boleh, itu mestinya baik dan tidak baik,” tegasnya. Dinasti Politik Ray juga menyoroti dinasti politik yang dinilai menjadi salah satu penyebab suburnya korupsi. “Salah satu cara untuk menurunkan korupsi adalah dengan menafikan dinasti politik,” tambahnya. Ia menyebut tidak ada manfaat dari dinasti politik selain maraknya korupsi dan nepotisme. “Apa yang kita dapatkan dari dinasti politik? Tidak ada, kecuali beberapa di antara mereka diciduk KPK karena korupsi,” ujarnya. Begitu pula dengan politik dinasti. Secara aturan tidak melanggar, namun harus dihindari demi kebaikan bersama. “Kita harus tolak politik dinasti. Sekalipun secara legal formal dia ada, tapi secara moral, kemanfaatan, sama sekali tidak ada,” tandasnya. Semangat reformasi telah menggariskan agar bangsa ini bisa keluar dari segala masalah yakni dengan menolak korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). “Itulah mengapa sejak dari reformasi kita menempatkan poin ‘Tolak KKN’, Karena penyakit KKN ini akan betul-betul membuat Indonesia sulit mencapai tujuan yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” tegasnya. Sayangnya lanjut Ray, para pemimpin dan elite masih suka berada di level aturan, belum menyentuh fatsun demokrasi, keadaban demokrasi, etik demokrasi. (Sur)
Anis Matta : Prabowo-Gibran Ada Potensi Menang Satu Putaran Kalau Kerja Lebih Keras
JAKARTA | FNN - Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Anis Matta menyatakan optimistis pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang mendapat nomor urut 2 bakal memenangi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dalam satu putaran kalau kerja lebih keras. \"Saya percaya bahwa semua kandidat pasangan capres-cawapres sekarang memasang target menang satu putaran atau paling tidak masuk ke putaran kedua,\" kata Anis Matta dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023). Hal itu disampaikan Anis Matta dalam program Anis Matta Menjawab dengan tema \'Mungkinkah Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran? \' yang telah tayang di kanal YouTube Gelora TV pada Senin (20/11/2023) malam. Dalam program yang dipandu Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Komunikasi Organisasi DPN Partai Gelora itu, Anis Matta menegaskan, bahwa dengan menetapkan target yang besar, maka akan memotivasi semangat kita untuk memenangkan pertarungan di Pilpres 2024. \"Sementara kalau kita bekerja bukan dengan target besar, biasanya adrenalin kita tidak keluar. Kita biasanya, biasa -biasa saja, dan semangat kita juga tidak kuat dalam memenangkan pertarungan,\" katanya. Menurut Anis Matta, target menang satu putaran ini menjadi obsesi semua kandidat, bukan hanya pasangan Prabowo-Gibran, tapi juga pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. \"Jadi obsesi itu sebagai bentuk motivasi diri kita sendiri untuk bekerja lebih keras lagi dalam menjemput takdir ini, karena nama Presiden dan Wakil Presiden Indonesia itu sudah ada catatannya di Lauhul Mahfudz,\" katanya. Anis Matta mengatakan, semua pihak saat ini menginginkan agar pelaksanaan Pilpres 2024 dilakukan dalam satu putaran, karena ingin ada penghematan anggaran negara. \"Cost penghematannya bisa sampai Rp 17 triliun. Jadi itu, bukan angka yang kecil dari sisi anggaran, bisa digunakan untuk mengatasi kemiskinan, misalnya untuk BLT,\" katanya. Selain itu, ia juga yakin KPU akan berpikir bahwa pekerjaanya akan cepat selesai dengan Pilpres hanya satu putaran. \"Saya kira tiga kandidat juga punya harapan seperti itu, karena kalau berlanjut dua putaran secara finansial pasti berdarah-darah,\" katanya. Selain mahal dari sisi biaya, , Pilpres dua putaran juga sangat melelahkan secara mental, belum lagi nanti ada tudingan bahwa Pilpres 2024 tidak demokratis. \"Pilpres dua putaran ini akan membawa persoalan bagi keuangan negara, keuangan kandidat dan keuangan donator,\" ujarnya. Lalu, ada pengalaman di Pilpres 2009, dimana ketika itu ada tiga pasangan kandidat capres-cawapres, tapi tetap bisa dilakukan dalam satu putaran. \"Dan waktu itu yang memenangkan adalah pasangan Pak SBY-JK (Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla),\" ungkapya. Ia mengatajan, memang bukan pekerjaan mudah untuk memenangkan Pilpres dalam satu putaran, karena kandidat tersebut, harus memenangkan suara 50 persen plus satu. \"Ada pengalaman juga dengan dua kandidat seperti pada Pilpres 2014 dan 2019, berakhirnya di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga secara tempo waktu panjang juga jadinya,\" ujarnya. Namun, obsesi untuk memenangi Pilpres satu putaran ini, kata Anis Matta, tidak boleh ditafsirkan sebagai bentuk keangkuhan, kesombongan atau jumawa. Melainkan hanya sekedar untuk memotivasi diri sendiri untuk memenangi pertarungan, meski hal itu belum tentu terjadi. \"Kalau kita melihat secara umum hasil survei-survei sebagai instrumen ilmiah untuk membaca fakta-fakta atau realita di lapangan, maka kita harus pintar-pintar membacanya,\" katanya. Potensi Menang Satu Putaran Dalam kesempatan ini, Anis Matta mengatakan, opini yang terbentuk diantara para kandidat dipersepsikan berbeda-beda, karena hampir semua lembaga survei menampilkan hasil yang tidak sama, sehingga situasinya masih dinamis. \"Tetapi jika pasangan Prabowo-Gibran ingin menang satu putaran, maka suaranya harus 50 % plus 1 atau 51 % Sehingga angka konservatifnya masih perlu dua digit lagi. Misalnya survei yang 40 %, berarti masih perlu 11 %. Kalau 36 % perlu 15-16 % dan yang 43 % berarti perlu 8 % lagi,\" katanya. Artinya, potensi untuk memenangi Pilpres satu putaran itu, terbuka lebar jika kerja lebih keras, Namun, waktu 82 hari sebelum pencoblosan harus dimanfaatkan secara maksimal untuk menambah elektablitas elektoral dua digit tersebut. \"Kelebihan psangan Prabowo-Gibran itu, dia komplementer secara elektoral, saling melengkapi secara elektoral. Dimana Pak Prabowo punya basis besar di Jawa Barat dan basis-basis lainnya yang relatif stabil selama di dua Pilpres,\" katanya. Basis dukungan ini, juga ditambah dengan elektabilitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang akan menurun ke Gibran, terutama di Jawa Tengah. Sementara wilayah seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lain-lain relatif dikuasai Prabowo \"Karena itu, di hampir semua survei meski angka-nya berbeda-beda menempatkan Pak Prabowo di nomor satu, sehingga ada peluang besar Prabowo-Gibran memenangi pertarungan satu putaran tersebut,\" katanya. Anis Matta mengatakan, basis terberat Prabowo-Gibran sekarang ada di Banjabar (Banten, Jawa Barat dan DKi Jakarta), karena ada pasangan Anies-Muhaimin, serta di Jawa Tengah yang menjadi basis Ganjar-Mahfud. \"Tetapi Insya Allah, Prabowo-Gibran akan memenangi, karena ada faktor-faktor dukungan kepada pasangan ini sekarang meningkat. Di Jawa Tengah ada Pak Jokowi, kalau di Banjabar ada tokoh Ridwan Kamil, Dedi Mulyadi dan Deddy Mizwar, serta suara Partai Gelora,\" katanya. Ia menambahkan, selain dua medan tempur teritorial itu, Prabowo-Gibran juga akan bertarung di kelompok umur, pemilih pemula atau Gen Z dan milenial. Untungnya, pasangan ini sangat diuntungkan, sebagai pasangan tertua (Prabowo) dan termuda (Gibran). \"Selanjutnya adalah faktor mood. Dari beberapa acara, mulai dari pendaftaran, pengambilan nomor urut sampai acara yang saya hadiri di Medan kemarin, saya merasakan ada histeria, antusiasme luar biasa dari masyarakat kepada pasangan pasangan Prabowo-Gibran,\" katanya. Anis Matta menilai faktor-faktor tersebut, belum terbaca dalam survei-survei terbaru, yang akan dirilis dalam waktu 2-3 pekan lagi. Jika hal itu masuk, maka elektablitas pasangan Prabowo-Gibran akan berubah drastis. \"Dan yang penting dari Pilpres sekarang itu, dari Pilpres yang menegangkan akan menjadi Pilpres menggembirakan. Kehadiran Pak Prabowo yang gemuk, gemoy itu membuat orang terhibur, sehingga membuat mood orang jadi berubah, dan memberikan dukungan ke pasangan Prabowo-Gibran,\" pungkasnya. (Ida)
Bawaslu RI Didesak Usut Pengerahan Aparat Desa Dukung Gibran
Jakarta | FNN - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia) Jeirry Sumampow menilai pemilu kali ini menjadi pemilu dengan penegakan hukum paling memprihatinkan. \"Pemilu kita kali ini memang dalam penegakan hukumnya paling lemah, dari Bawaslu. Bawaslu ini hampir tidak melakukan apa-apa selain roadshow ke mana-mana,\" tegas Jeiry di Jakarta, Selasa (21/11/2023). Jeirry mengungkapkan pelanggaran pemilu semakin terang-benderang dan dipertontonkan secara kasat mata. \"Saya kira para pejabat, peserta pemilu, dan kelompok lain itu semakin terang-terangan atau ugal-ugalan dalam melakukan pelanggaran. Saya kira dalam hal tertentu pelanggaran itu disengaja,\" ujarnya kecewa. Menurutnya, pelanggaran itu akan terus berulang, hanya akan pindah tempat. Kegiatan pelanggaran pemilu seperti acara deklarasi dukungan perangkat desa yang dihadiri Gibran akan terjadi lagi. \"Kegiatan itu dilakukan, mereka tahu itu pelanggaran, tapi mereka juga tahu Bawaslu tidak bisa atau tidak mau melakukan apa-apa terhadap pelanggaran itu. Karena itu pelanggaran yang dilakukan akan semakin masif sekarang. Kita akan mengalami itu hanya tinggal pindah tempat saja,\" tambahnya. Jeirry juga menyoroti rendahnya kepatuhan peserta pemilu terhadap aturan karena mereka tahu Bawaslu tidak menjalankan tugas yang semestinya. \"Jadi, ini hampir tidak ada solusinya. Kami sudah kehilangan harapan dengan perangkat penegakan hukum pemilu, seperti Bawaslu, kalau kita melihat sepanjang tahun ini,\" ungkapnya. Jeiry pun menyayangkan penegak hukum pemilu yang tidak menjalankan pengawasan dan tindakan terhadap pelanggar. \"Kelihatannya kalau begini kita tidak perlu lembaga pengawas pemilu. Karena dia ada tidak melakukan pengawasan,\" pungkasnya. Direktur Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Ronny Talapessy menduga adanya deklarasi terhadap salah satu capres dalam acara Desa Bersatu di Jakarta, Sabtu lalu. Rony mengatakan bakal melaporkan hal itu ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. \"Kita sedang menginventarisir bukti-bukti yang ada, dan kita sudah siapkan juga untuk langkah hukumnya, dan kita akan laporkan juga segera,\" kata dia. Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja mengatakan, “ Ada potensi pelanggaran. Karena, pertama, tidak boleh menggunakan aparat desa dan kepala desa sebagai tim kampanye.\" Dia juga menegaskan, UU Pemilu mengatur soal saksi yang bisa dikenakan kepada pelanggar yang menjalankan, dan peserta Pemilu yang membiarkan hal itu terjadi. \"Tim kampanye, atau tim yang ditunjuk, bisa terancam pidana, jika terbukti melakukan itu. Calonnya bisa diskualifikasi, termasuk Capres,\" tandas Bagja. Diberi Sanksi Hal senada diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin yang mengatakan, semua pihak harus menahan diri untuk tidak melakukan gerakan apapun sebelum waktu berkampanye. \"Intinya dalam konteks pejabat harus netral, siapapun itu yang menurut UU harus netral ya netral. Dan, terkait kepala desa harus netral, jika tidak, maka harus diberi sanksi,\" kata Ujang. Masa kampanye baru akan dimulai tanggal 28 November. Namun sudah banyak kegiatan dan pernyataan dukungan. \"Bisa jadi pertemuan itu bagian daripada dukungan, diluar masa kampanye. Tetapi memang bahwa sejatinya, saya melihat aparat negara yang harus netral, ya netral, termasuk Presiden Jokowi yang harus netral, harus dipatuhi,\" tegas Ujang. Sebelumnya, pada pertemuan di Jakarta, Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) menyatakan dukungannya kepada pasangan calon Prabowo-Gibran Rakabuming. Dalam acara tersebut, Gibran hadir, didampingi sejumlah pejabat partai pendukung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Prabowo-Gibran. (Sur)
Dukung Gibran, Luhut Dianggap Menentang Kepatutan dan Etika Publik
Jakarta | FNN - Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan bahwa politik itu harus mengedepankan sopan santun dan etika ketika menanggapi pernyataan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan. Pernyataan Puan tersebut diamini oleh pakar komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga. Menurut Jamiludin, politik Indonesia ditunjukkan dengan perilaku menyimpang yang dilakukan pejabat publik. Bahkan ada yang sudah jelas melakukan pelanggaran hukum atau etika. \"Kasus penetapan batas usia capres-cawapres oleh MK (Mahkamah Konstitusi) misalnya, sudah diputuskan oleh MKMK. Dalam keputusan itu disebutkan Ketua MK melakukan pelanggaran etika berat,\" tegas Jamiludin di Jakarta, Selasa (21/11/2023). Sebelumnya, Luhut memberikan pernyataan terkait dengan perkembangan politik di tanah air. Ia menyebut jangan mudah untuk menilai seseorang ingusan hingga pengkhianat. Merespons itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani menyampaikan politik harus mengedepankan sopan santun dan etika. \"Ya, itu Pak Luhut punya pendapat. Saya tidak akan mengomentari pendapatnya Pak Luhut, tapi yang pasti saya selalu mengedepankan politik itu harus dengan santun dan beretika,\" jelas Puan. Jamiluddin menilai wajar bila publik mempersoalkan keputusan MK. Karena keputusan itu dinilai menguntungkan Gibran yang sebelumnya susah digadang-gadang sebagai cawapres. Kekhawatiran publik itu wajar karena dapat berdampak pada pelaksanaan Pilpres 2024. Publik khawatir Pilpres tidak berjalan sebagaimana mestinya, terutama netralitas penyelenggara Pemilu. \"Jadi, dalam konteks tersebut, tentu sangat beralasan bila publik menilai keputusan MK berpihak kepada Gibran, putra Jokowi. Justifikasi seperti ini tentu sangat logis, karena penilaian publik didasarkan pada putusan MKMK,\" ungkapnya. Jamiluddin justru menilai pendapat publik yang didasarkan pada fakta patut menjadi kontrol sosial atas perilaku penguasa. \"Pendapat seperti ini justru dibutuhkan untuk menegakkan kontrol sosial dari rakyat kepada pemerintahnya agar tidak semena-mena dalam memimpin negara tercinta,\" tegasnya. Tidak Menjaga Reformasi Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengatakan, arah dukungan Luhut sangat terang-benderang. \"Iya, nggak perlu ada analisa yang rumit melihat statement pak Luhut, hidupnya dia bersama Jokowi sehingga yang dia ucapkan, utarakan pasti ada kaitan dengan Jokowi. Kalau Jokowi sekarang membela Prabowo-Gibran, ya dia bicara tentang Prabowo-Gibran,\" kata pria yang akrab disapa Hensat ini. Dukungan Luhut kepada Presiden Jokowi adalah mutlak. Meski sahabatnya itu membangun dinasti politik dan oligarki, terlibat dalam skandal Mahkamah Konstitusi (MK) yang merupakan pelanggaran konstitusi. \"Kemudian apakah peduli dengan dinasti politik, dan lain-lain ? Kan kepentingan Luhut tidak di situ. Itu kepentingan orang-orang yang menjaga amanah reformasi. Pak Luhut jaga reformasi atau tidak? Itu yang dipertanyakan masyarakat,\" kritik Hensat. (Sur)
Partai Gelora Temukan Tiga Model Potensi Kecurangan yang Bakal Terjadi di Pemilu 2024
JAKARTA | FNN - Untuk mengantisipasi kecurangan dalam Pemilu 2024 terutama dalam pemilu legislatif, Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia telah membentuk Tim Advokasi dan Saksi yang akan bertugas untuk mengamankan suara rakyat yang dipercayakan kepada Partai Gelora. Tim ini diketuai Ketua Bidang Hukum DPN Partai Gelora. Amin Fahrudin, SH. MH, yang berprofesi sebagai seorang advokat. \"Kami telah mengidentifikasi praktek-praktek kecurangan yang biasa terjadi dalam Pemilu,\" kata Amin Fahrudin dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023). Menurut Amin, ada tiga model kecurangan yang terjadi dalam setiap Pemilu, termasuk yang akan terjadi di Pemilu 2024. Pertama adalah pencurian atau kecurangan di TPS yang dilakukan oleh oknum partai pesaing yang dibantu oleh oknum penyelenggara di KPPS, sehingga bisa mengurangi perolehan suara Partai Gelora. \"Untuk itu kami akan mengirimkan tim saksi di setiap TPS di seluruh pelosok tanah air yang berfungsi sebagai saksi sekaligus mengadvokasi/ memperjuangkan jika terjadi praktek pencurian atau kecurangan di masing-masing TPS,\" katanya. Sebab, jika pihaknya abai soal ini, maka Partai Gelora tidak dapat memperjuangkan atau memprotes kecurangan yang sudah terlanjur dihitung dan dilaporkan dalam Form C-1. Sedangkan kecurangan kedua dapat terjadi dalam proses rekapitulasi di tingkat kecamatan maupun kabupaten. \"Dalam proses rekapitulasi suara jika tidak kita pantau dan tongkrongi, maka potensi kecurangan juga dapat terjadi,\" katanya. Oleh karenanya, pada setiap rekapitulasi di tingkat PPK maupun KPUD Kabupaten/Kota, Tim Saksi Partai Gelora siap untuk mengawalnya sehingga potensi kecurangan yang berakibat pada kerugian suara dapat kita antisipasi. Sementara model kecurangan ketiga ini, yang lebih rumit karena biasanya tidak terkait langsung dengan hilangnya suara Partai Gelora. Yaitu jika terjadi jual beli suara dari oknum partai A kepada oknum partai B dengan melibatkan oknum penyelenggara yang berdampak pada melonjaknya suara partai pembeli. \"Memang suara kita tidak berkurang, tapi partai pesaing bisa melonjak drastis melampaui partai kita sehingga ketika dikonversi menjadi kursi parlemen, partai tersebutlah yang mendapat kursi,\" ujarnya. Tindakan antisipasi terhadap kecurangan model ini, lanjut Amin, harus mengerahkan tim yang besar untuk mengecek seluruh rekapitulasi di setiap level mulai dari TPS sampai KPUD, bahkan sampai KPU pusat. \"Untuk kerja pengamanan suara ini Partai Gelora telah membentuk Tim Hukum dan Advokasi yang diperkuat dengan 70 pengacara yang ada di pusat maupun di masing-masing wilayah,\" katanya. Para pengacara ini, kata Amin, sudah berpengalaman dalam menangani perkara pengawalan maupun penanganan sengketa pemilu, baik di pemilu legislatif, pemilu presiden maupun pilkada. Sebelumnya juga pada bulan September lalu, Partai Gelora bersama Mahkamah Konstitusi RI telah menyelenggarakan pelatihan dan bimbingan teknis terkait sengketa Pemilu. Sehingga tim ini sudah siap bekerja dan beraksi di lapangan. \"Kami juga telah membentuk koordinator saksi dan advokasi di setiap kabupaten kota yang nantinya akan menerjunkan tim saksi di semua TPS di seluruh wilayah Indonesia,\" katanya. Amin mengatakan, Partai Gelora optimis lolos parliamentary threshold atau ambang batas parlemen 4% dalam Pemilu 2024 nanti. Oleh karenanya, potensi-potensi kecurangan yang dapat merugikan suara Partai Gelora sedini mungkin diantisipasi, karena dalam setiap suara Pemilu terdapat mandat rakyat yang harus diperjuangkan. \"Mari kita jaga proses Pemilu ini secara sehat agar menghasilkan demokrasi yang makin matang untuk kemajuan bangsa dan negara Indonesia,\" pungkas Amin. (Ida)
Partai Gelora Optimistis Suara Pemilih Muda di Pilpres 2024 ke Prabowo-Gibran
JAKARTA | FNN - Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Rico Marbun mengaku optimistis pemilih muda akan memilih pasangan calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di pemilihan presiden (Pilpres) 2024. \"Gelora yakin, bahwa pada Pilpres 2024, pemilih muda akan pilih yang benar-benar muda, pasangan calon presiden dan calon presiden yang kita dukung,\" kata Rico dalam diskusi Gelora Talks dengan tema\' Kemana Suara Milineal di Pilpres 2024?, Rabu (15/11/2023) sore. Berdasarkan data yang dimiliki Partai Gelora, menurut Rico, pemilih muda lebih menyukai pasangan capres-cawapres yang mampu menyelesaikan masalah, memiliki tantangan dan mempunyai harapan. \"Ada beberapa hal yang jadi perhatian anak muda. Misalnya, anak muda ini sangat perhatian terhadap pendidikan dan kesejahteraan. Visi-misi para capres-cawapres itu dilihat satu persatu, apakah bisa menjadi aspirasi buat mereka atau tidak,\" katanya. Rico menilai generasi muda memiliki cara pandang sendiri dalam menyikapi suatu masalah, bukannya apatis atau tidak perhatian. Justru mereka sangat perhatian, namun pemilih muda ini menghendaki adanya bukti dan solutif. \"Nah, Pak Prabowo yang konsen dengan pendidikan dan kesejahteraan, bahkan kemandirian itu, dipandang sebagai sebuah harapan, semangat hidupnya semakin meningkat,\" katanya. Karena itu, pemilih muda yang suaranya berkisar antara 53-54 persen di Pemilu 2024 ini, sangat berpengaruh pada pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden. \"Jadi parpol maupun capresnya akan dilihat, apakah mampu menyelesaikan problem dan tantangan yang dihadapi bangsa. Apakah mereka memberikan harapan, nanti kesanalah suara pemilih muda diberikan,\" katanya. Senior Analys Drone Emprit Yan Kurniawan mengatakan, ada hal penting terkait percakapan undian nomor urut capres-cawapres pada Selasa (14/2023). \"Ini belum kita rilis, belum kita sampaikan, ini khusus buat Gelora TV kita sampaikan. Pertama yang paling populer adalah Gibran. Harusnya biasanya kan yang paling populer itu calon presiden, ini tidak. Dia calon wakil presiden paling muda,\" kata Yan. Yan mengatakan, pada percakapan bulan lalu, cawapres Ganjar Pranowo, Mahfud MD menduduki percakapan tertinggi, namun sekarang percakapan populer diambil-alih Gibran. \"Gibran dianggap telah memberikan tsunami politik yang sangat besar sampai sekarang, sehingga percakapannya paling populer dibicarakan orang-orang,\" katanya. Menurut Yan, percakapan paling populer setelah Gibran adalah Ganjar Pranowo, sementara Mahfud MD berada di urutan ketiga. Percakapan antara Gibran dan Ganjar mendominasi media sosial pada 14-15 November 2023. \"Gibran dan Ganjar mendominasi percakapan. Itu kita ambil datanya tanggal 14 November sampai 15 November pagi. Untuk Gibran sekitar 22.333 mention, sedangkan untuk Ganjar 19.758,\" ungkapnya. Ia mengatakan, dua orang populer ini dibangun oleh isu konflik. Namun, kedepannya agar ada sentimen ke publik lebih baik, maka strategi komunikasi keduanya harus dibenahi. \"Gibran terbanyak diasosiakan kata sungkem, salaman dengan Ibu Megawati dan Ganjar diasosiasikan dengan drakor. Timnya Ganjar sengaja memunculkan ini dengan bahasa-bahasa anak muda, kekinian untuk menyaingi Gibran,\" katanya. Pendiri Cyrus Network Hasan Nasbi mengatakan, kehadiran Gibran telah mendongkrak suara Prabowo yang mendapat nomor urut 2 itu secara signifikan, karena dianggap mewakili suara generasi muda. Ia sependapat bahwa, cara pandang anda muda dalam melihat suatu permasalahan dengan generasi tua sangat berbeda jauh dalam berbagai hal seperti problem lapangan kerja, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. \"Imajinasi anak muda itu berbeda dengan generasi di atas 40 tahun, karena generasi di atas 40 tahun membayangkan misalnya pekerjaan itu, pekerjaan tetap, PNS atau pegawai BUMN atau kerja di pabrik. Sementara anak-anak muda memiliki pilihan ratusan pekerjaan,\" kata Hasan Nasbi. Sehingga ketika membahas anak muda, maka tidak bisa lagi sekedar membahas pekerjaan saja, tetapi juga soal imajinasi anak muda tentang pekerjaan. \"Soal kesehatan juga demikian, imajinasinya berbeda dengan yang tua. Orang tua hanya bicara fisik, tetapi kalau anak muda sudah berbicara mengenai kesehatan mental,\" katanya. Demikian pula soal kesejahteraan, lanjut pendiri Cyrus Network ini, imajinasi soal kesejahteraan dari anak muda juga berbeda dengan yang tua. \"Jadi kalau soal pilihan menurut saya, tidak berbeda dengan usia diatasnya. Tetapi ketika bicara soal kebutuhan-kebutuhan, pesan-pesan itu perlu disesuaikan dengan imajinasi anak muda. Jadi kalau kita melihat data survei, maka suara anak muda sangat positif untuk pasangan Prabowo-Gibran, dan diaminkan oleh poster-poster yang muda dipahami anak muda,\" pungkasnya. (ida)
Pakar Hukum Tata Negara Nilai Pencawapresan Gibran Tidak Punya Legitimasi Hukum dan Cacat Legalitas
Jakarta | FNN - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, pasangan Prabowo-Gibran akan merugi karena tidak memiliki legitimasi dalam pencalonan mereka. Pasalnya, putusan Mahkamah Konstitusi yang menjadi landasan kandidasi Putra Sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka juga cacat legalitas. Bivitri yang juga Dosen Sekolah Tinggi Hukum Jentera ini menambahkan, pencalonan Gibran telah mengobrak-abrik konstitusi, mencederai hukum, pun sudah terbukti melanggar etik berat. \"Sudah ada masalah dalam legitimasi pencalonan Gibran, karena ada masalah etik yang sudah terbukti di MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi). Ini kan konstitusi dimainkan untuk politik,\" jelas Bivitri dalam podcast yang dipandu Mantan Ketua KPK Abraham Samad. Ia menjelaskan, putusan MK atas perkara Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 cacat secara legalitas. Pasalnya, kata Bivitri, putusan itu menabrak Undang Undang Kehakiman Pasal 17 yang menerangkan bahwa hakim yang punya benturan kepentingan terhadap perkara, dalam kasus ini yaitu Gibran Rakabuming, hakim harus mundur. Ayat berikutnya, jika hakim tidak mundur, maka putusan batal. Namun kenyataannya, tutur Bivitri, Hakim Anwar Usman tidak mundur, Gibran tetap melenggang dan ditetapkan KPU sebagai Cawapres. Itu menunjukkan karakter yang sebenarnya. \"Kita lihat konteks besar, ada seseorang yang mau maju, ada hukum menghalangi. Normalnya kalau kita taat hukum, peduli pada hukum, tunggu sajalah, tapi ini tidak.Malah hukumnya yang diganti dengan menggunakan kekuasaan, itu yang terjadi di negara hukum kita,\" ungkap Bivitri kecewa. Lebih lanjut pasca ditetapkannya pasangan Capres-Cawapres oleh KPU kemarin, Bivitri mengajak pemilih untuk melihat logika moral dari para calon. \"Pegangan kita adalah kompas moral kita. Kok bisa ada intelektual melihat suatu kesalahan tapi diam saja. Ini pertanda bahwa demokrasi kita sidah di ambang bahaya,\" tandas Bivitri lagi. \"Dan karena itu legitimasi ini sesuatu yang sangat penting, ini kan pilpres dan kedepannya pasti akan mengganggu proses. Sebenarnya buruk untuk mereka, kalau menurut saya, orang Indonesia, semuanya bernalar, kita enggak bodoh-bodoh juga, kita bisa melihat dengan kasat mata bahwa ada benturan kepentingan, ada masalah, sehingga sebenarnya legitimasinya cacat,\" jelas perempuan yang akrab disapa Vitri ini. Tanpa Dua Legitimasi Sementara itu, Dosen Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad menyoroti pencalonan Gibran yang meskipun dianggap memenuhi syarat pencalonan berdasarkan keputusan MK, kendati putusan tersebut diwarnai pelanggaran etik berat. \"Proses-proses ini yang kemudian bicara moralitas. Dalam konteks ini, Gibran secara hukum menurut putusan MK, legal. Tapi secara proses dianggap bermasalah, cacat,\" ujarnya. Ketiga, adalah legitimasi elektoral. Nyarwi menyebut legitimasi itu disandarkan pada tingkat keterpilihan. Menurutnya, kalaupun nanti Gibran memenangi pertarungan, maka hanya ada legitimasi elektoral. \"Legitimasi ketiga dari pemilu. Seberapa besar pemilih melihat krisis moralitas itu? Kalau nanti seandainya terpilih, ya bearti dia mendapatkan legitimasi politik, tetapi itu hanya legitimasi elektoral,\" tandasnya. Karena itu, Nyarwi menekankan pemimpin harus mendapatkan legitimasi komprehensif untuk menjamin kehidupan demokrasi yang lebih baik. \"Seorang pemimpin mendapatkan legitimasi politik itu harus komprehensif. Masyarakat juga harus paham,\" pungkasnya.