ALL CATEGORY
Pemilu Dipastikan Curang, Letjen Suharto: Akar Rumput Sudah Kering, Tunggu Pemantik
Jakarta | FNN - Ramai-ramai para tokoh nasional mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi sosial, politik, ekonomi, dan demokrasi terkini. Mereka yang terdiri dari purnawirawan TNI, politisi, pengamat politik, pengamat ekonomi, pakar hukum, akademisi, dan mahasiswa koor menyatakan rezim Jokowi harus berakhir. Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menyatakan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini sudah memprihatinkan dan tidak bisa ditolerir lagi. Solusinya adalah kekuatan rakyat untuk meminta pertanggungjawaban presiden. \"People power itu tidak dilarang,\" kata Abraham dalam sebuah diskusi publik bertema \"Selamatkan Pemilu yang Demokratis,\" dengan menghadirkan pembicara antara Dr. Ikrar Nusa Bhakti (Pengamat Politik), Ubedilah Badrun (Ketua Prodi Ilmu Sosiologi UNJ), dan Ishak Rafick (Penulis) dengan dipandu oleh Hersubeno Arief dari FNN, Sabtu (13/01/2024). Abraham mengisahkan pertemuannya dengan Najib Razak di Malaysia. Ia menanyakan bagaimana Malaysia bisa cepat maju, dimana pada tahun 1988 banyak mahasiswa Malaysia yang berkuliah di Indonesia. Mengutip Najib, Abraham Samad menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam hanya bisa dikerjakan oleh bumi putera. Ada proteksi dari negara terhadap pribumi. Atas previlage ini kata Abraham lantas PBB minta direvisi UU tersebut karena melanggar HAM, akan tetapi Najib bisa mempertahankan UU tersebut, karena untuk melindungi kelompok rentan, bukan proteksi. Kalau negara krisis, kata Abraham, Najib Razak mengundang 50 orang terkaya untuk bantu memulihkan krisis. Hal ini berbeda jauh dengan Indonesia yang makin ketinggalan. Bahkan justru sekarang banyak mahasiswa Indonesia kuliah di Malaysia. Pengelolaan sumber daya alam dipegang oleh oligarki, dimana di situ tidak ada pribumi. \"Kita tidak bisa lagi mentolerir rezim sekarang. Kemiskinan bukan karena nasib akan tetapi karena pengelolaan SDA tidak adil,\" paparnya Sementara purnawirawan TNI Setyo Sularso dari Jogjakarta menegaskan bahwa saat ini ia merasa seperti bukan dipimpin oleh bangsa sendiri. Kita dikendalikan oleh SIG (special interested grup) alias oligarki. \"Kita merasa negara kita berada di pemangku negara baru. Presiden adalah orang Indonesia asli tetapi telah diganti WNI. Jadi siapapun bisa menjadi presiden asal WNI, tak peduli dia Arab, Cina, Amerika, atau Negro. Saat ini kita tengah merasakan benturan peradaban antara Reog dan Barongsai. Ishak Rafick menilai bahwa rezim akan berupaya keras untuk mempertahankan kekuasaannya dengan memenangkan capres tertentu. Oleh karena itu segala cara dilakukan termasuk curang. Sementara masyarakat di Sumatera telah menyatakan dalam survei yang dilakukan Pemuda ICMI, jika pemilu terbukti curang, mereka akan memisahkan diri dari NKRI. \"Ini survei di Sumatera. Keadaan ini tidak baik baik saja. Kalau diteruskan akan jadi bencana nasional,\" paparnya. Saat ini kata Rafick, 20 persen APBN hanya untuk bayar utang. Kita diperas oleh IMF, AS, dan Cina lewat utang atas nama investasi. \"Sebanyak Rp8,041 triliun utang negara kita. Kalau digabung dengan swasta maka mencapai Rp10 ribu triliun,\" tegasnya. Indonesia kata Rafick sudah disetting menjadi bangsa budak. Oleh karena itu harus ada proses yang bisa mengembalikan kepada masyarakat Indonesia untuk bisa makmur bersama. Rafick mengingatkan bahwa ancaman disintegrasi bangsa sudah sangat nyata. Mereka bisa saja berkilah bahwa kondisi masih tenang. \"Jawa memang lebih tenang. Tetapi kondisi ini bisa-bisa menjadi amuk massa yang hebat. Orang miskin bukan karena takdir, tapi oleh kebijakan pemerintah,\" paparnya. Pemilu saat ini, kata Rafick semua kekuatan ada di istana, akan tetapi seiring perjalanan waktu, TNI sebagian akan berpihak pada rakyat. Tugas Polri memastikan Pemilu berjalan aman, bukan berpihak pada paslon tertentu. Kepala daerah Plt. berpihak, belum lagi para kepala desa, busser yang tugasnya memanipulasi keadaan, yang buruk dibikin seolah olah baik. Mengapa negara dalam keadaan bahaya? Ukurannya adalah setiap capres memiliki survei sendiri dan meyakini kelompoknya yang akan menang dalam satu putaran, kalau tidak dicurangi. \"Sedangkan publik percaya pasti bahwa Pemilu akan dicurangi\" katanya. Oleh karena itu Rafick mengajak masyarakat untuk sadar dan segera ambil sikap dalam proses perubahan. \"Kalau kita diam, sangat bahaya. Indonesia siaga, butuh pemimpin yang mumpuni,\" tegasnya. Purnawirawan TNI yang lain Yayat Sudrajat menyatakan bahwa Jokowi jelas melanggar konstitusi. \"Disintegrasi bangsa 90 persen akan terjadi jika Pemilu tidak jurdil,\" tegasnya. Yayat merasa prihatin atas nasib pribumi yang disebabkan bukan oleh takdir, tapi oleh penguasa yang dzalim. \"Saya perih melihat pribumi hidup dari tong sampah ke tong sampah yang lain. Kehidupan makin sulit. Kita sudah muak terhadap pemerintah. Lengserkan Jokowi segera,\" pungkasnya. Kegelisahan juga dirasakan oleh pengamat politik Ikrar Nusa Bakti. Menurutnya Presiden sudah pasti tidak netral. Dia menggunakan tangan Polri untuk pengaruhi pemilih. Apalagi dengan pernyataan Kapolri yang menyatakan siapapun yang tidak didukung Presiden dianggap sebagai tukang onar. \"Kita berharap TNI dan Polri netral. Kita tidak untuk makar tetapi kita ingin Pemilu Jurdil, \" tegasnya. Soal keterlibatan Presiden Jokowi dalam salah satu calon, Ikrar menegaskan bahwa presiden telah membajak demokrasi \"Saya berani katakan Presiden pembajak demokrasi. Dia merusak demokrasi dengan memaksakan anaknya. Presiden melakukan dramaturgi, apa yg diucapkan dengan dilakukan bagai bumi dan langit,\" paparnya. Presiden ikut campur dalam proses Pemilu adalah fakta. Faktanya adalah presiden mengundang kepala desa ke istana. \"Kalau kepala daerah sudah di tangan Presiden, apa yang kalian bisa lakukan?,\" tanya Ikrar. Ikrar juga menyampaikan pasca debat, Presiden Jokowi bicara dengan tiga menteri, membahas kampanye apa yang bisa memenangkan capres pilihannya. \"Itu kejahatan demokrasi,\" kata Ikrar. Saat ini, kata Ikrar, kita tidak sekadar siaga, tetapi harus bergerak. \"Tapi kita tidak akan melawan aparat TNI Polri. Mereka bagian dari masyarakat Indonesia,\" tegasnya. Ikrar mengajak masyarakat Indonesia untuk tidak ikut-ikutan demokrasi kaum penjahat. Jika nanti indeks demokrasi turun, maka reputasi Indonesia di mata internasional akan gagal. Dari sisi negara berkembang dan muslim yang apik akan sulit bertahan. Indonesia tidak dipandang sebagai negara demokrasi muslim. Dari sisi negara maju, Indonesia tidak dipandang sebagai negara muslim terbesar yang demokratis. Indeks demokrasi sejak 2015 semakin menurun. Salah satu cara untuk menahan indeks demokrasi supaya tidak turun pengadilan tidak menghukum Haris Azhar dan Fathia Mauludiyanti. Ubedilah Badrun menanyakan semua carut marut politik Indonesia siapa yang paling bertanggungjawab? Jawabannya adalah Jokowi. \"Kalau faktor utamanya sudah jelas, maka Pemilu wajib tanpa Jokowi,\" tegasnya. Ketua BEM ITB, Bisma Ridho Pambudi menegaskan kondisi demokrasi hari ini sudah genting. \"Alasan apa lagi yang membuat kita diam? Kelompok muda sebetulnya sudah siap untuk bergerak dan memotong kekuasaan Jokowi. \"Nawacita telah berubah nawabencana. Janji Jokowi bullshit, masyarakat makin sengsara,\" tegasnya geram. Sementara Ketua BEM Gielbran Muhammad Noor kembali menegaskan bahwa Jokowi alumnus paling memalukan. Terbukti intervensi KPK, menghalalkan segala cara untuk melanggengkan kekuasaan. Demokrasi saat ini dalam fase runyam. Pembangunan yang dilakukan Jokowi hanya kamuflase. Gielbran berharap gerakan mahasiswa akan terus membesar. Gerakan mahasiswa tidak akan berhenti, tidak takut, dan yakin ini gerakan yang benar. Saat ini sudah 900 kampus sepakat tolak politik dinasti. Jokowi telah menggunakan resources negara untuk kepentingan keluarga. Pernyataan lebih keras disampaikan oleh Purnawirawan TNI Mayjen Soenarko. Ia telah keliling ke empat provinsi. Aceh, Sumut, Jawa Barat Selatan, Banten ingin memisahkan diri. \"Jokowi bajingan demokrasi, penipu dan pengkhianat. Jokowi tidak bisa dipercaya. Kalau didiamkan akan hancur,\" katanya Pemimpin kata Soenarko, kalau tidak punya legitimasi ya turun, kalau gak mau turun, ya diturunkan. \"Itu kata Mahfud MD, lho,\" papar Soenarko. Kritikus politik Faizal Assegaf menyatakan bahwa demokrasi Indonesia dirusak oleh lima orang. Mereka adalah Jokowi, Iriana, Adik Ipar, Gibran, dan Kaesang. Faizal heran belum pernah terjadi selama 9 tahun ada menteri yang berani melakukan pembangkangan. Sementara Ormas dan LSM hanya gemar menjadi industri proposal. Politik cawe-cawe demi sahwat dinasti politik. Letjen Suharto mengaku teriris hatinya mendengar orasi Gielbran dan Bisma. Ungkapan itu mengingatkan kembali peristiwa 1998. \"Saya sungguh terbakar semangatnya dengan pengakuan adik adik,\" tegasnya. \"Apakah 9 partai yang ada itu ada legal standing dari rakyat ada gak? Semua partai ayam sayur, hanya peduli pada kekuasaan,\" paparnya. Soenarko menyampaikan sikap Mahfud MD yang sudah homeless terhadap Pemilu. \"Gak mungkin Pemilu tanpa Jokowi. Jokowi meskipun tukang pelitur, dia sudah disetting oleh orang- orang yang antidemokrasi, \" tegasnya. Keprihatinan juga dirasakan oleh Purnawirawan TNI Letjen Suharto. Ia mengajak masyarakat untuk bersikap: bangkit atau punah. \"Gulingkan Jokowi. 14 Februari 2024 adalah D Day. Itu pasti. Akar rumput sudah kering, tinggal tunggu pemantiknya. Kalau sudah terbakar tidak akan bisa dicegah . Tahun 1998, Pak Harto yang kuat saja bisa roboh. Apalagi 9 ayam sayur ini, pasti roboh. Benalu di republik ini.\" tegasnya. Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa apa yang ditemukan oleh hasil survei Pemuda ICMI dan testimoni beberapa tokoh nasional merupakan satu peringatan serius. \"Jangan main-main dengan peringatan ini. Siapapun yang tidak mengindahkan peringatan ini, berarti dia membiarkan kehancuran,\" tegasnya. (ant/ind)
Sidang Perkara Senpi Ilegal Digelar Hari Ini, Dalimunthe: Saya Yakin Hakim Sangat Obyektif, Senpi Bukan untuk Kejahatan
Jakarta | FNN - Sidang kasus senjata api ilegal dengan tersangka Dito Mahendra mulai digelar hari ini Senin (15/01/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pejabat Humas PN Jaksel, Djuyamto kepada wartawan Minggu (14/01/2024) menyatakan sidang perdana tersebut dengan agenda pembacaan surat dakwaan kasus kepemilikan senjata ilegal. Agenda ini teregister dengan nomor 32/Pid.Sus/2024/PN.JKT.SEL dengan hakim ketua Dewa Budiwatsara. Dihubungi awak media, Pahrur Dalimunthe, penasihat hukum Dito Mahendra meyakini bahwa hakim akan obyektif dalam menilai kasus ini, sebab senjata yang dimiliki kliennya tidak dipakai untuk melakukan kejahatan, namun sebatas hobi mengumpulkan senjata. Hobi koleksi senjata itu juga antara lain disebabkan Dito adalah anggota aktif Perbakin. \"Saya yakin hakim akan sangat obyektif, sebab senjata itu untuk hobi dan menjadi anggota Perbakin,\" katanya Senin pagi (15/01/2024). Lagi pula, kata Pahrur senjata itu dilengkapi surat dari instansi negara. \"Klien kami memang hobi mengoleksi senjata. Oleh karena itu surat-suratnya lengkap,\" tegasnya. Pahrur berharap kasus ini cepat selesai dan tidak perlu dibesar-besarkan karena tidak ada korban jiwa. Tak hanya itu kata Pahrur - yang bersangkutan bukan seorang pelaku kriminalitas. Senjata itu lanjut Pahrur adalah senjata pabrikan semua. \"Jadi tidak mungkin ilegal,\" tegasnya. \"Seharusnya klien kami tidak ditahan, karena ada surat-surat yang memungkinkan bisa bebas,\" paparnya. Dalimunthe masih heran kenapa kliennya ditahan sementara untuk kasus yang lain tidak ditahan. \"Sepanjang ada surat, berkaca pada Yasin Limpo tanpa diperiksa dinyatakan bersurat,\" katanya. Diketahui sebelumnya, Bareskrim Polri menyita 12 senjata sebagai barang bukti kasus kepemilikan senjata api ilegal dengan tersangka Dito Mahendra. Bareskrim menaksir harga 12 senjata yang disita dari Dito itu senilai Rp 3 miliar. Sekitar Rp 2-3 miliar mungkin kalau kita menilai. Karena ada beberapa senjata yang cukup mahal di pasaran. Cabot itu termasuk senjata yang mahal,\" kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (21/12/2023). Djuhandhani merinci 12 senjata ilegal itu terdiri atas 7 pucuk senjata api, 4 pucuk airsoft gun, dan 1 pucuk senapan angin. Selain itu, penyidik menyita 2.157 butir peluru, kelengkapan magasin, amunisi, dan aksesori senjata api lainnya. Atas perbuatannya, Dito dijerat dengan Pasal 1 ayat 1 UU Darurat RI Nomor 12 tahun 1951 dengan ancaman hukuman paling tinggi 20 tahun penjara. Dalimunthe yakin bisa mematahkan seluruh dakwaan di persidangan sehingga tetap ada peluang bebas untuk Dito Mahendra. (abd)
Jokowi di Ujung Tanduk
Oleh M Rizal Fadillah | Pemerhati Politik dan Kebangsaan PETISI 100 bergerak terus. Terakhir mendatangi Menkopolhukam menyampaikan pandangan bahwa untuk mencegah Pemilu curang hanya satu jalan, yaitu : Makzulkan Jokowi. Jokowi adalah faktor utama dari kecurangan Pemilu yang akan datang. Ada ambisi kuat untuk menggolkan anaknya Gibran sebagai Wapres. Bukan hanya Pemilu curang yang akan terjadi tetapi juga kehancuran bangsa jika Jokowi tetap berkuasa. Isu pemakzulan terus bergulir. Uniknya gencar menjelang akhir jabatan sebagai Presiden. Dua fase target pemakzulan pertama hingga pelaksanaan Pilpres 14 Februari 2024 dan kedua, tahap hari Pilpres hingga 20 Oktober 2024. Meski sangat pendek bukan berarti mustahil untuk pemakzulan fase pertama. Gerakan rakyat yang menjadi sebab. Fase kedua gerakan akan lebih masif setelah melihat bukti berbagai kecurangan Pilpres. Pemakzulan bukan untuk menggagalkan Pemilu. Pemilu harus tetap berlangsung. Akan tetapi Pemilu yang jujur dan adil adalah Pemilu yang biang kekacauan dan kecurangannya ditiadakan. Pemilu tanpa Jokowi. Pilpres dengan cawe-cawe brutal menjadi tanda bahwa Jokowi kini sedang berada di ujung tanduk. Goyah dan mudah jatuh. Apakah itu tanduk tiga, tanduk dua maupun tanduk satu. Berarti pada semua hewan bertanduk, Jokowi terancam. Berada di ujung tanduk tiga, bagaikan berada di tanduk hewan purba Triceratops. Hewan herbivora ini bermahkota sebagai penarik betina. Tanduknya tajam untuk menusuk lawan. Ditemukan juga Sapi bertanduk tiga di Bangli milik I Wayan Sudira. Hewan bertanduk dua, lebih umum mulai dari yang jinak seperti kambing atau sapi hingga yang berbahaya seperti ular viper atau ular gurun. Gaboon viper (Bitis gabonica) memiliki taring terpanjang, sangat mematikan dan pandai berkamuflase. Sementara hewan bertanduk satu, ada yang indah seperti Kasuari dan ada pula yang \"galak\" seperti Badak India (Rhinoceros unicornis). Lainnya Kadal Badak, Fish Unicorn, Saola, Paus Bor (Narwhal), serta Kumbang Badak (Oryctes Rhinoceros). Sesungguhnya Jokowi berada di ujung hewan bertanduk berapapun. Semua potensial untuk menjatuhkan. Pada tanduk bernomor tiga, Jokowi adalah lawan yang awalnya dianggap kawan tetapi berkhianat. Pendukung utama sejak Walikota dan Gubernur yang kemudian dicampakkan. Megawati dan Jokowi kini dalam posisi berhadap-hadapan. Di ujung tanduk nomor dua dalam makna bahwa rekayasa dan kecurangan dilakukan Jokowi untuk memenangkan pasangan nomor dua. Kemenangan berbasis kecurangan menjadi sebab Jokowi bakal digoyang habis hingga jatuh. Bukan hanya Jokowi tetapi juga pasangan yang didukungnya. Apalagi jika justru pasangan nomor dua ternyata kalah, maka Jokowi tamat lebih cepat. Adapun di ujung tanduk nomor satu menyangkut kemenangan kekuatan perubahan atas status quo. Kekalahan pasangan nomor dua menyebabkan telur di ujung tanduk itu jatuh dan pecah. Kekalahan ini bukan hanya berakibat lumpuhnya Jokowi bagai katak lumpuh (lame frog) tetapi juga terancam proses hukum berikutnya. Jokowi tidak memilih pola mendarat nyaman dan aman tetapi opsi risiko buruk. Membangun politik dinasti, menutupi korupsi, serta investasi yang meminggirkan pribumi. Kedaulatan ditukar dengan hutang luar negeri. Rakyat terengah-engah membayar pajak dan harga barang yang terus melambung tinggi. Masa pemerintahannya penuh dengan keruwetan dan kegaduhan. Sejak terpilih sudah terjadi kontroversi. Dosa politiknya dinilai tebal dan berkarat, sulit untuk dibersihkan. Demokrasi diganti oligarki bahkan monarki. Kebijakan ambivalen menginjak etika dan moral, hukum yang diperalat untuk kepentingan politik, kriminalisasi oposisi, sekularistik, mistik, serta otoriter. Jokowi bagai telur di ujung tanduk (egg in the edge of a horn). Sebentar lagi jatuh dengan tidak hormat. Pecah berantakan. Rakyat memendam rasa kesal dan dendam. Presiden ini terlalu banyak bohong, tipu-tipu dan tidak ada rasa malu meski dituduh bersertifikat palsu. Sertifikat Kepresidenan yang sesungguhnya haram alias tidak halal. (*)
Mendebat Debat Capres, di Luar Waktu Debat
Oleh Ahmad Dayan Lubis - Pemerhati Peradaban Politik DEBAT itu pasti beda dengan diskusi sambil menyeruput kopi. Itu penting dimengerti, agar tidak ada tawaran yang justru menghilangkan hakikat debat. Debat mengandalkan kata-kata, narasi, retorika, data, tentu saja gestur dan mimik. Waktunya terbatas. Orang yang terampil memadukan semua itu dan tepat menggunakan psikologi bahasa berpeluang menang debat. Debat itu pertempuran tanpa senjata fisik. Sebab itu peserta debat yang memahami debat tidak tepat mengatakan kepada lawan debatnya, kamu hanya pintar ngomong dan bermain kata. Karena memang itulah senjatanya. Perlu diulang. Omonganlah senjata debat. Itu sama saja dengan tentara yang mengatakan kepada tentara musuh, kamu pandainya menggunakan senjata, padahal lagi suasana pertempuran. Namun debat sejatinya menguji pikiran. Dan pikiran tentu tidak bisa diuji, jika tidak ada kemerdekaan mengungkapkan pikiran itu sendiri. Karena itu, debat yang ideal adalah debat yang lenyap dari relasi dominasi kuasa. Jangan ada peserta yang merasa berkuasa, lebih dekat dengan penguasa atau argumentasinya subjektif belaka, seperti lebih tua dst. Meminjam teori kritis Jurgen Habermas ia berpendapat bahwa untuk menembus realitas maupun data empiris yang ada, maka diperlukan tiga hal yakni pengetahuan, ilmu, dan teknologi. Pengetahuan adalah bentuk kesadaran manusia. Ilmu adalah pengetahuan yang sudah direfleksikan secara metodologi. Debat dari perspektif ini adalah bagaimana mengungkapkan kesadaran manusia secara metodologis dan dengan memanfaatkan teknologi demi kemajuan manusia. Karena itu, debat yang ada di antara anggotanya merasa lebih, dia akan tertutup terhadap fakta dan data jika berbeda dengan yang dia punya. Akhirnya debat terhenti pada saya benar, kamu salah dst. Dengan kata lain, debat bukan lagi ajang melahirkan gagasan yang lebih baik ke masa depan tentang nasib sebuah bangsa yang lebih baik, melainkan tentang saya tersinggung, datamu salah, bahkan \"kamu tahu apa\". Jika d3bat sudah ada di level ini, maka yang berdebat bukan lagi pikiran, melainkan mulut. Karena itu, setiap ada momen yang pas, mulut akan berujar tentang narasi narasi yang membusukkan. Situasi ini juga menjadi atalase bagi para pecinta kemanusiaan yang hakiki untuk menandai satu produk pikiran serta kemasannya. Apakah layak dibela, diperjuangkan dan diharapkan kemenangannya. Jika ada tokoh yang tidak mampu mengombinasikan antara pengetahuan, ilmu, dan teknologi dengan baik, maka kuranglah syaratnya untuk bisa dipercaya. Daniel Goleman, mengenalkan kecerdasan emosional secara lebih baik dari sebelumnya. Ia berpendapat betapa urgennya kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional yaitu kemampuan seseorang mengatur emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with inteligence). Ini syarat penting bagi seorang pemimpin. Selain tentunya yang tidak kalah juga dan sama pentingnya kecerdasan intelektual dan spritual. Debat calon presiden seperti yang disaksikan jutaan rakyat adalah atalase besar, tempat rakyat bisa melihat dan memastikan. Pertama, narasi dan gagasan. Kedua, emosinya. Ketiga, profilnya. Jika harus memilih, mana yang akan anda pilih secara objektif yang berkata santun persuasif atau keras luas atau menekan nekan. Profil juga terkait hal hal fisik, usia, kesehatan, status, keluarga dll. Kita memiliki kebebasan. Pun kesadaran dan keberanian mengoreksi apapun yang pernah kita putuskan. Atau berpindah pilihan. Termasuk berani membebaskan diri untuk keluar dari sebuah kendaraan yang katanya kita akan dibawa kepada kemajuan, ternyata sopirnya membawa kita mundur. (*)
Gatot Nurmantyo: Selamatkan Indonesia dari Pemilu Curang dan Disintegrasi Bangsa
Jakarta | FNN - Mantan Panglima TNI Jenderal Purnawirawan Gatot Nurmantyo merasa miris membaca hasil survei yang dilakukan oleh Pemuda ICMI Pusat yang menyatakan bahwa Pemilu 2024 dipastikan curang. Kecurangan ini akan berdampak sangat serius yakni disintegrasi bangsa. Dalam laporan survei berjudul Pemilu Curang dan Ancaman Disintegrasi Bangsa disebutkan sebanyak 85,2 persen responden setuju memisahkan diri dari NKRI jika Pemilu curang, 6,7 persen tidak setuju, dan 8,1 persen agak setuju. \"Dengan demikian hasil survei ini menunjukkan adanya tingkat kekhawatiran dan ketidakpuasan tinggi di kalangan masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu yang curang,\" kata Wakil Ketua Umum Organisasi dan Kaderisasi Pemuda ICMI Pusat, Muharam Namlea, Sabtu (13/01/2024) di Jakarta. Muharam menyatakan bahwa survei dilakukan antara 17-27 Desember 2023 dengan melibatkan 2400 responden di wilayah Sumatera, dimana sebanyak 85,2 persen percaya bahwa Pemilu curang. Jika terbukti curang, kata Muharam, masyarakat Sumatera sepakat untuk memisahkan diri dari Indonesia. \"Ini hasil survei yang bicara, bukan saya, mereka pilih memisahkan diri dari Indonesia jika terbukti Pemilu curang,\" tegas Muharam. Gatot menegaskan bahwa apa yang ditemukan oleh Pemuda ICMI tersebut merupakan peringatan serius bagi pemerintah Indonesia. \"Ini satu peringatan. Jangan main-main dengan kondisi ini. Bagi siapapun yang tidak mengindahkan peringatan ini, maka dia membiarkan kehancuran,\" kata Gatot dalam diskusi publik berjudul Selamatkan Pemilu yang Demokratis, Sabtu (13/02/2024) di Jakarta. Hadir sebagai pembicara antara lain Ikrar Nusa Bakti (Pengamat Politik), Ubedilah Badrun (Ketua Prodi Ilmu Sosiologi UNJ), Ishak Rafick (Penulis), dan Hersubeno Arief dari FNN sebagai moderator serta Gatot Nurmantyo sebagai penutup diskusi. Adapun peserta diskusi yang hadir antara lain Abraham Samad (mantan Ketua KPK), Faizal Assegaf (kritikus), Purnawirawan TNI Suharto, Purnawirawan TNI Soenarko, mantan anggota DPR RI Hatta Taliwang, dan tokoh-tokoh partai politik. Gatot mengingatkan rakyat Indonesia bahwa saat ini masyarakat sedang menghadapi pengkhianat bangsa. \"Saat ini ada ancaman disintegrasi bangsa dan ada upaya pengkhianatan terhadap negara. Kalau kita tidak bangkit, kita akan pecah,\" tegasnya. Gatot menyarankan rakyat Indonesia mencegah perpecahan ini. \"Ayo kita kawal dengan membuat \"Posko Indonesia Siaga\" agar tidak terjadi perpecahan,\" pintanya. Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti menyatakan presiden sudah pasti tidak netral. Dia menggunakan tangan TNI dan Polri untuk mempengaruhi pemilih. Ikrar menyayangkan sikap Kapolri yang tidak netral. Ikrar berharap TNI dan Polri bertindak netral. \"Saya berani katakan Presiden pembajak demokrasi. Dia merusak demokrasi dengan memaksakan anaknya. Presiden melakukan dramaturgi, apa yg diucapkan dengan dilakukan bagai bumi dan langit,\" paparnya. Cawe-cawe Jokowi makin tampak nyata saat kata Ikrar, pasca debat Presiden berbicara dengan 3 menteri, membahas kampanye apa yang bisa memenangkan capres pilihannya. \"Ini kejahatan demokrasi,\" kata Ikrar. Presiden juga melakukan politik ketakutan, baik yang ada di kelompok capres maupun pada para kepala daerah. Maka lanjut Ikrar, jangan kaget jika upaya Masinton Pasaribu mengusulkan Hak Angket tidak mendapatkan dukungan parlemen bahkan dari partai sendiri. \"Parlemen tidak berhasil menjadi balancing bagi jalannya pemerintahan. Kekuatan parlemen ada di tangan Jokowi\" paparnya. Ikrar menyarankan rakyat Indonesia untuk segera bertindak, bukan omong-omong. \"Kita tidak sekadar siaga, tetapi harus bergerak. Tapi kita tidak akan melawan aparat TNI Polri. Mereka bagian dari masyarakat Indonesia\" tegasnya. Para perwira kata Ikrar harap kembali ke tugas pokok TNI, jaga serangan dari luar. Tugas Polri pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat, bukan penguasa. Tidak ada tugas TNI Polri yang menjalankan perintah presiden memenangkan salah satu paslon. Jika demikian, maka polisi ikut merusak demokrasi. \"Kita harus hindari demokrasi kaum penjahat,\" tegasnya. Ikrar juga menyinggung Presiden yang mengundang organisasi kepala desa ke istana. \"Kalau kepala daerah sudah di tangan Presiden, apa yang kalian bisa lakukan?\" tanyanya. Ikrar mengajak TNI dan Polri untuk tidak terjebak dalam permainan dinasti politik yang terdiri dari Jokowi, Iriana, Gibran, Kaesang dan Bobby. \"Demokrasi kita dirusak hanya oleh 5 orang,\" paparnya. Sementara Ubedilah Badrun menegaskan bahwa prestasi sangat penting bagi sebuah negara demokratis jika sirkulasi pemilu dengan demokratis. Oleh karena itu penyelenggara pemilu dan wasit harus independen. Kalau on the track, maka demokratis. Fakta di Indonesia saat ini penyelenggara Pemilu melanggar etik dan cacat moral. Apalagi presiden terang terangan cawe-cawe. Kecurangan pemilu kata Ubed dilakukan sejak awal. \"Siapa yang paling bertanggungjawab? Ya Jokowi. Kalau faktor utamanya sudah jelas, maka Pemilu wajib tanpa Jokowi,\" pungkasnya. (*)
Di Bawah Langit Perubahan
Oleh Yusuf Blegur | Ketua Umum BroNies INDONESIA telah menjadi etalase besar yang memajang instrumen hak dan batil. Gerakan perubahan melawan keberlanjutan kebiadaban tak ubahnya perang kebenaran melawan kejahatan. Perubahan atau keberlanjutan? Indikasi kecurangan pilpres 2019 dan kematian 847 petugas KPPS, kasus KM 50, kasus Sambo, kasus penggelapan pajak 347 triliun sudah terbongkar. Beragam skandal korupsi, perampasan tanah, perkosaan dan pembunuhan serta penistaan agama tak terbantahkan. Ijazah palsu jadi polemik, naik mobil Esemka dan menunggangi MK hingga dinasti politik berjalan terus. Manusia tak lagi berharga dan rakyat di adu domba. Pejabat menyerang pejabat lainnya, polisi membunuh polisi lainnya. Moral dan etika terpinggirkan, kalah oleh harta dan jabatan. Rakyat Indonesia sesaat lagimenghadapi pilpres 2024. Sebuah momentum yang akan menjadi awal penentuan kebaikan atau kehancuran bagi negeri ini. Perhelatan demokrasi terbesar yang akan memilih pemimpin sarat keberadaban atau pemimpin yang identik dengan kebiadaban. Negara dan bangsa Indonesia akan segera memasuki fase pemilihan presiden yang signifikan memastikan apakah Pancasila, UUD 1945 dan NKRI masih ada di bumi Nusantara kedepannya. Atau memang republik yang membawa visi meneruskan keinginanan para pendiri bangsa sesuai cita-cita proklamasi kemerdekaan itu harus lenyap ditelan prahara demokrasi dan konstitusi. Rasa-rasanya sulit mengharapkan proses penyelenggaraan negara berjalan ideal. Dalam usia yang tidak muda lagi (78 tahun kemerdekaan), bisa dibilang Indonesia menjadi negara terbelakang jika dilihat dari aspek keberlimpahan kekayaan alam serta daya dukung geografis, geostrategis dan geopolitik. Kondisi obyektif dan perspektif internasional terhadap keberadaan Indonesia yang luar biasa itu, gagal dimanfaatkan untuk kemajuan dan kebesaran bangsa Indonesia. Alih-alih menjadi negara kesejahteraan, negara hukum dan menghadirkan kemakmuran serta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Para pemimpin dan pemerintahan beberapa dekade justru membawa rakyat pada kesengsaraan dan penderitaan. Memang ada yang hidup kaya dan sangat kaya bahkan berlebihan, tapi itu hanya segelintir orang dan kelompok, itu tidak sebanding dengan kebanyakan rakyat. Mereka yang sedikit dan kecil dari 270 juta itu justru yang menguasai segala sumber daya alam, pelaksanaan demokrasi dan konstitusi. Mereka yang dikategorikan oligarki baik dalam dunia usaha maupun partai politik. Segelintir orang yang menguasai hajat hidup banyak orang dan telah memarjinalkan peran negara, bertindak wewenang-wenang menghasilkan kekuasaan dan kekayaan yang absolut. Berlaku arogan, menghalalkan segala cara dan memberlakukan hukum rimba bahkan leluasa memanfaatkan demokrasi dan konstitusi yang kapitalistik dan transaksional. Oligarki korporasi dan partai politik tak ubahnya menjadi penjelmaan neo kolonialisme dan imperialisme seiring modernitas kehidupan rakyat, negara dan bangsa. Kekuasaan, kekayaan dan jabatan telah menjadi permainan dan alat kepuasan syahwat dari distorsi dunia korporasi dan partai politik. Sedikit orang dan kelompok yang telah mendapatkan begitu banyak previllage dari negara, bahkan dengan perlindungan hukum dan kebebasan bertindak mengatur negara. Jumlah yang sedikit tapi menguasai yang banyak. Segelintir orang dan kelompok yang menjadi minoritas namun berlaku tirani pada mayoritas. Seperti merasa sebagai penduduk asli, pemilik republik, merasa paling berkuasa, di tangan mereka negara dan bangsa ditentukan. Anasir pengusaha dan politisi yang hipokrit itu yang telah melahirkan, memelihara dan menyuburkan KKN, otoritarian dan diktatorian. Politik, ekonomi, hukum, sosial budaya dan pertahanan keamanan mereka bisa beli, mereka bisa atur dan menjadi permainan. Oligarki korporasi dan oligarki partai politik secara terstruktur, sistematik dan masif telah menciptakan konspirasi jahat, manipulatif dan destruktif. Tidak lebih dari 1 % orang telah memiliki hampir 80 % lahan di Indonesia, membuktikan oligarki menjadi sangat imperior. Industri yang berbasis sumber daya alam seperti pertambangan, pertanian dan perkebunan, perikanan hingga sektor jasa komunikasi dan telekomunikasi begitu leluasa dikendalikan oligarki pengusaha yang dbersekongkol dengan oligarki partai politik. Hasilnya, semua industri kebutuhan pokok yang primer dan sekunder mulai dari sektor hulu hingga hilir, dikuasai segelintir orang bukan oleh negara. “Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin”, begitulah realitas rakyat kebanyakan. Negara hanya menyuburkan mafia bukan, pemimpin yang amanah. Buruh dibatasi UMR, petani kehilangan tanah dan sulit membeli pupuk serta tergerus menghadapi serangan import. Nelayan sulit mencari ikan karena minim fasilitas dan bersaing dengan kapal-kapal modern yang ilegal menguras biota laut. Rakyat umumnya terbatas aksesnya pada dunia pendidikan, kesehatan, perumahan dan bahkan pemenuhan sembako. Seiring itu rakyat tercekik akibat utang negara yang berdampak penghapusan subsidi oleh pemerintah dan otomatis menurunkan daya beli masyarakat, tekanan penjol, PHK massal dlsb. Hukum tebang pilih, membebaskan orang kaya dan yang terafiliasi dengan penguasa. Sementara rakyat harus merasakan hukuman berat akibat kesalahannya dalam mempertahankan hidup. Pemerintah dengan segala distorsinya dibenarkan untuk memenjarakan, menganiaya dan membunuh rakyat kecil dengan dalih hukum dan atas nama negara. Tak ada etika dan moral pemerintah, tak ada keadilan di tangan penguasa. Tak ada Pancasila, UUD 1945 dan NKRI dalam jiwa-jiwa penyelenggara negara. Aparatur pemerintahan dan pelbagai kebijakannya telah menjadi sub ordinat dari semua kepentingan oligarki. Mayoritas pemangku kepentingan publik seketika telah menjadi kacung dari para pemilik modal. Ramah dan hangat dalam membela kepentingan pengusaha dan elit politik, namun bengis terhadap urusan rakyat kecil. Indonesia telah menjadi surga bagi para pemilik modal dan aparat korup di satu sisi, sementara di sisi lain menjadi neraka bagi rakyat miskin dan lemah. Gerakan Moral dan Sistemik Perubahan Ada dua hal yang prinsip dan mendasar jika bisa melakukan refleksi sekaligus evaluasi terhadap Keindonesiaan secara struktural dan kultural. Pertama terkait soal pembangunan aspek hukum yang akan mengisi sistem pemerintahan. Penting dan menjadi wajib bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali untuk menjadikan ketaatan hukum sebagai nilai keseharian dan bagian dari habit. Kedua, faktor orang atau personal. Selain rakyat terdidik dan tercerahkan, keberadaan pemimpin menjadi keharusan. Dalam masyarakat patrienalistik, proses dan mekanisme lahirnya kepemimpinan nasional menjadi mutlak untuk mendorong nilai-nilai keteladanan. Pemimpin tak layak terkecuali ia memiliki prestasi, karakter dan integritas. Baik sistem maupun orang harus terintegrasi secara holistik untuk mencapai tatanan hidup yang ideal dalam negara. Pertama, Maka sudah sedemikian rusaknya sistem pemerintahan dan mental aparatur penyelenggara negara. Oleh karena itu perlu langkah-langkah dan tindakan yang progresif revolusioner. Negara harus dilandasi pada konstitusi yang tegas pada hitam putihnya permasalahan. Tak ada lagi toleransi, serba permisif dan apalagi jual beli hukum. Penegakan hukum harus berdasarkan nilai hitam putih, tak boleh abu-abu dan tak ada toleransi. Harus ada “goodwill and political will” dari pemerintahan dan kepemimpinan nasional untuk menjadikan hukum sebagai panglima dalam kehidupan bernegara dan berbangsa. Keadilan terutama hukum harus menjadi fundamental dalam upaya melahirkan negara kesejahteraan. Kedua, Pemimpin yang baik dan bijak tak cukup hanya memiliki kecerdasan dan skill yang mumpuni. Seorang pemimpin juga harus dan menjadi syarat utama memiliki ahlak dan adab yang baik. Komitmen, konsistensi dan konsekuensi sebagai pemimpin sangat sulit dilaksanakan tanpa moralitas dan mentalitas yang kuat dalam menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan. Tak cukup wawasan atau keilmuan dan karya, seorang pemimpin dituntut mempunyai kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Kepemimpinan harus diyakini sebagai “given inhern” , memiliki “sense of minded” dan “sense of crisis”. Tak semua orang memiliki itu dan tak semua orang mampu mengambil peran itu. Kemudian atas semua fenomena dan kerisauan semua anak bangsa terhadap penyelenggaraan negara selama ini. Maka suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, tak ada pilihan bagi rakyat Indonesia untuk melakukan upaya penyelamatan dan perbaikan. Kerusakan sistemik dan penyimpangan kekuasaan yang komprehensif, tak lain dan tak bukan untuk menghadapinya adalah dengan konsep menjebol dan membangun (deconstruction and construction). Rakyat, negara dan bangsa Indonesia, harus bersatu dan bergotong-royong mengembalikan Indonesia pada treknya. Republik harus kembali pada semangat tujuan bernegara sebagaimana ada dalam keinginan para pendiri bangsa dan cita-cita proklamasi kemerdekaan RI. Satu hal yang sederhana, bagaimana yang tertuang dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 1 bisa diwujudkan oleh pemerintah dalam menjalankan tata-kelola negara. “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Sudah jelas konstitusi negara mengatur itu, tak perlu kerumitan dan rekayasa sosial yang pelik. Tak boleh ada keraguan pada amanat konstitusi itu jika memang, kemakmuran rakyat itu menjadi tujuan. Jika perjalanan bangsa sejauh ini telah melenceng dan beresiko pada keselamatan negara dan rakyat, maka hukumnya wajib untuk meluruskannya bagi siapapun anak bangsa. Nasionalisme dan patriotisme mendesak untuk dihadirkan dalam setiap sanubari rakyat Indonesia. Tak boleh ada kata pesimis, menyerah apalagi merasa kalah. Kemerdekaan Indonesia tidak didapat cuma-cuma atau sekedar penberian dari siapapun. Kebebasan menjadi negara yang berdaulat itu hanya bisa diraih dengan tetesan keringat, cucuran darah dan meregang nyawa para pahlawan dan syuhada serta seluruh rakyat Indonesia. Menjadi keniscayaan mengembalikan jalan lurus bagi siapapun yang merasa menjadi bagian tak terpisahkan dari perjuangan nenek-moyangnya terdahulu yang telah memberikan kontribusi dan sumbangsihnya pada republik ini. Refleksi dan evaluasi paling jujur terhadap situasi kekinian negara bangsa yang begitu miris dan memprihatinkan adalah menyiapkan agenda perubahan. Seperti apa perubahan yang akan digulirkan pada bangsa ini setidaknya ada dua mainstream. Pertama melahirkan pemimpin yang memiliki kelayakan dan kepantasan untuk mengemban amanat penderitaan rakyat. Kedua, membangun peran partisipatif dan kontributif pada seluruh rakyat untuk mengawal sistem yang menjadi panduan proses penyelenggaraan negara, agar sesuai dengan tujuan negara mampu mengadakan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Pilpres 2024 akan menjadi titik balik, kebangkitan atau tenggelamnya Indonesia sebagai negara bangsa. Jika semangat perubahan itu benar-benar telah menjadi kebulatan tekad dan ghiroh rakyat dan umat, maka optimisme memperbaiki dan Indonesia bukanlah utopia. Tak ada lagi yang bisa mencegah dan menghalangi arus gelombang perubahan. Tidak kekuasaan, tidak aparat dan senjata, bahkan tidak uang, sembako dan fasilitas apapun mampu membunuh semangat perubahan. Pengusung perubahan mungkin tidak punya apa-apa terkait materi, tidak punya modal dan kekayaan yang memadai. Tapi cukuplah dengan pengabdian yang kongkrit yang mengukir rekam jejak, rekam karya dan rekam prestasi yang ditopang kapasitas dan integritas. Seorang pemimpin yang mengandalkan akhlak yang meneladani kepemimpinan Nabi Besar Muhammad Salallahu Alaih Salam, tentulah meyakini cukup Allah sebagai penolongnya. Bumi boleh bergejolak, kedzoliman boleh merajalela, kemanusiaan dan Ketuhanan boleh direndahkan. Tapi manusia tetap ada batasnya, tetap rendah dan lemah. Selama niat baik yang diikuti ikhtiar, Istiqomah dan ijtibath, perbaikan dan penyelamatan Indonesia cepat atau lambat pasti akan terjadi. Bumi pertiwi sedang dalam pergumulan dan pergulatan antara hak dan batil. Semangat perubahan rakyat tak ubahnya sedang berperang melawan rezim status quo yang mengusung keberlanjutan dari kerusakan sistem dan orang. Gerakan moral dan sistemik perubahan memang tak mudah karena melawan jahiliah modern seperti kebenaran melawan kejahatan layaknya Nabi Musa menghadapi Raja Firaun, Nabi Ibrahim menghadapi Raja Namrud dan semua perang amar ma’ruf nahi munkar dalam peradaban manusia. Namun historis dan empiris manusia, selalu menampilkan dara dan fakta bahwasanya kesombongan dan kejahatan manusia akan dihancurkan Allah subahannahu wa ta alla. Tetaplah semangat perubahan, optimis lah kemenangan akan sampai dengan ridho Allah. Semangat dan yakinlah sesungguhnya gerakan memperbaiki dan menyelamatkan Indonesia, kini berada di bawah langit perubahan. Perubahan adalah niscaya, keselamatan Indonesia adalah kesadaran dan gerakan rakyat semesta. (*)
Prof Jimly Inginkan Indonesia Punya Lembaga Pengadilan Kode Etik Nasional
Jakarta, FNN | Guru Besar Jimly Asshiddiqie MH menginginkan agar Indonesia ke depan mempunyai Lembaga Pengadilan Kode Etik berskala Nasional. Keperluannya, memberi kesempatan mereka yang terkena sanksi etik untuk dapat melakukan kasasi ke lembaga etik tersebut. “Saya mengharapkan, siapa pun yang akan menjadi Presiden pada 2024-2029, sebaiknya membuat lembaga Mahkamah Etik berskala nasonal guna melindungi orang-orang yang terkena etik ada lembaga tinggi yang dapat menyelesaikan,” kata Prof Dr Jimly Asshiddiqie MH dalam Kajian Konstitusi yang digelar Jimly School of Law and Government kerjasama dengan Prodi Studi Ilmu Hukum Universitas Siber Muhammadiyah (USM), via zoom di Jakarta, Jumat sore (12/1/2024). Lembaga etik nasional itu, sebut Jimly keadaannya termasuk mendesak untuk diciptakan. “Karena, banyak orang apakah dari profesi hakim, pengacara dan dokter setelah mendapatkan sanksi etik mereka tidak bisa beroperasi lagi? Ini ada rasa kuarang adil,” tegasnya. Jimly mencontohkan, sosok mantan Menteri Kesehatan (Menkes) Dr. dr Terawan Agus Putranto dua tahun silam menjadi perbincangan luas, setelah Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengeluarkan surat rekomendasi pemberhentian Terawan secara permanen dari keanggotaan IDI. Rekomendasi pemecatan Terawan diputuskan melalui Muktamar ke-31 IDI di Banda Aceh, dan kurang dari satu bulan DPP IDI melaksanakan putusan itu. Apakah yang terjadi, Dr. Terawan tidak mendapatkan keadilan karena tidak ada majelis banding atau kasasi, sementara organisasi IDI hanya satu-satunya. Selain itu, Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) juga memberikan sanksi lewat Dewan Kehormatan Pusat (DKP); Peradi menjatuhkan hukuman skorsing terhadap pengacara Hotman Paris Hutapea. Pengacara ini dihukum skorsing karena melanggar kode etik. Hotman, masih untung karena keluar Peradi masih ada organisasi lain yang juga diakui oleh Peradilan sehingga mereka yang kena sanksi etik dari organisasi Peradi masih dapat pindah ke organisasi sejenis lainnya. “Ini yang menjadi keprihainan bahwa orang yang mendapat sanksi etik namun tidak ada jalan lain unuk mencari kedailan,” katanya. Kajian Konstitusi JSLG kerjasama dengan Prodi Ilmu Hukum USM memfokuskan materi dikusi pada kajian buku karya Jimly berjudul: Perspektif Baru Tentang Rule of Law and Rule of Ethich & Constitutional Law an Constitutional Ethics. Semenara itu Ketua Prodi Studi Ilmu Hukum USM Dinda Riskanita, SH., MH., dalam sambutannya memberikan apresiasi atas kerjasama dengan JSLG dalam kajian peradilan etik. Materi ini penting bukan hanya bagi mahasiswa, masyarakat juga amat penting saat adanya gradasi tentang pemaknaan etik. “Apalagi, kajian ini memang sangat diperlukan untuk menyertarakan antara penegakan hukum dengan penegakan etika hukum untuk upaya penegakan keadilan,” sebutnya. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada nara sumber kajian yaitu Guru Besar FH Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof Dr Aidul Fitriciada Azhari, SH., MH. Dinda berharap, kajian konstitusi yang menyoal etika dalam penegakan keadian hukum dapat menjadi dorongan untuk memberi kesempatan kepada mereka yang terkena sanksi etik untuk melakukan kasasi ke lembaga atau pengadilan etik. DH
PS Terperangkap Anak Haram Konstitusi
Oleh Sutoyo Abadi | Koordinator Kajian Merah Putih \"Kehidupan adalah perang melawan itikad buruk manusia\" (Baltasar Gracian : 1601 - 1658) Dalam sebuah pertarungan politik sering kali berhadapan seseorang yang di luarnya menyenangkan dan koperatif, di balik layar mereka manipulatif dan licik dengan niat jahatnya. Dalam dunia politik terlalu banyak seseorang bahkan seorang presiden sekalipun diluar terus berbicara layaknya orang bijak namun cenderung berkhianat dibalik layar. Seorang penguasa ingin terus berkuasa ketika kekuasaannya dilanda kekacauan untuk menyelamatkan diri sekuat tenaga berusaha menutupi kelemahannya, semaksimal mungkin akan tampil meyakinkan, menyenangkan agar tetap mendapatkan simpati, dukungan perlindungan dari rakyatnya. Sayang rakyat justru sudah merekam kedok ambisinya kekuasaan yang ugal-ugalan, terus menerus melanggar konstitusi dan semua aturan dilindas. Rakyat sudah terlanjur marah dan telah sampai klimak rasa muak, harus dilawan dan di makzulkan. Ketika rakyat sudah berani melawan secara terang-terangan dan penguasa tahu sedang dalam ancaman. Efeknya adalah sensasi penguasa yang samar samar akan mulai kelihatan murung , bingung, ketakutan dan munculnya macan macam rekayasa untuk bertahan. Serangan yang terus menerus, menyusupkan rasa inferior. Serangan dari media sosial yang terus menerus menerjang Jokowi, nampaknya sederhana akan memicu rasa ketakutan, was was dan energinya akan merusak dirinya. Selanjutnya akan kelihatan menonjol reaksi berlebihan, pikiran menjadi nanar, limbung, ucapannya asal asalan dan timbul perasaan terhina. Bisa akhirnya harus menyerah, bagaimana itu bisa terjadi dan apa persisnya itulah gambaran ketika rakyat harus melengserkan Suharto saat itu. Lahirnya analisa para pengamat politik bahwa Jokowi bisa di makzulkan atau paslon capres milik pengusaha bisa di tumbangkan adalah proses politik yang sangat mungkin terjadi. Politik busuk Jokowi sudah tidak bisa di permak dengan basa basi , dikawal dengan pencitraan semua sudah terlambat, ketika ambisi mementingkan diri dan keluarganya sudah terang benderang dengan politik dinastinya. Pahamilah yang akan menjadi efek terbesar dalam permainan memelihara keunggulan adalah gangguan tidak kentara dalam suasana hati dan pikiran, bahwa politik dinasti, dengan memaksakan figur Gibran yang sering di disebut hasil dari anak haram konstitusi akan menyesatkan PS yang sangat menyakitkan. Jokowi sendiri dengan Gibran sebagai penggantinya sama saja telah menyarungkan tinju besi dalam sarung beludru nya dan akan memukul dirinya sendiri, dan keluarganya.**
Terima kasih Ibu Mega
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan | Sabang Merauke Circle MEGAWATI Sukarnoputri perlu diberikan penghargaan terbesar di awal tahun ini. Keberanian beliau dalam bersikap atas hubungannya dengan Joko Widodo harus diacungkan jempol. Selama ini kaum oposisi dan mayoritas rakyat berharap tentang kepastian itu; apakah Jokowi masih di bawah naungan PDIP atau dilepas? Akhirnya dalam ulang tahun PDIP ke 51 lalu, Mega tidak mengundang lagi Joko Widodo. Keputusan Megawati terhadap Joko Widodo ini merupakan sebuah konsekuensi dari memburuknya hubungan mereka setahun belakangan ini. Megawati berharap Jokowi adalah petugas partainya, yang berarti tumbuh, besar dan mati bersama PDIP. Namun, sejak setahun belakang, Jokowi terlihat ingin menunjukkan dirinya lebih besar dari pada PDIP dan Megawati. Langkah-langkah itu awalnya diperlihatkan melalui upaya pembentukan koalisi partai pendukungnya, yakni Golkar, PPP dan PAN. Koalisi itu disebut Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Padahal urusan parpol dan pencapresan, yang kemudian dikenal sebagai istilah cawe-cawe, adalah wilayah ketua umum partai bukan Jokowi. Dan Jokowi tidak meminta ijin Megawati. Sebelumnya, Jokowi dan atau rezimnya sudah setahun lebih menggalang kekuatan dan isu perpanjangan masa jabatan presiden, dua tahun. Megawati tegas menolak rencana itu. Begitu pula ketika Jokowi dan atau pendukungnya menggalang isu perubahan UUD\'45 terkait masa periode presiden lebih dari dua kali, Megawati menolak. Karena Jokowi kehilangan kesempatan untuk mempertahankan kekuasaan lebih lama, maka Jokowi berusaha untuk mencari figur presiden kedepan yang dia inginkan. Spekulasi berkembang saat itu adalah Ganjar atau Prabowo. Namun, Ganjar yang semula akan didukung Jokowi dan KIB akhirnya menolak, karena Ganjar ternyata hanya mau didukung oleh Megawati. Itu ditunjukkan Ganjar dalam menolak tim bola Israel datang tanding di Jawa Tengah atas instruktursi Megawati. Disini Jokowi mulai terlihat frustasi. Kebimbangan Jokowi saat gamang soal pilihannya memberi ruang pada Prabowo untuk mengikat Jokowi agar memihak pada pencalonannya. Prabowo berhasil membangun poros dengan Muhaimin, Zulkifli Hasan dan Airlangga Hartarto. Zulkifli yang menjadi menteri punya kesempatan luas meningkatkan lobby kepada Jokowi agar mendukung Prabowo. Pada rakernas PDIP September 2023, dalam kebimbangan itu, Jokowi masih bermain peran dengan secara atraktif menunjukkan dukungan pada Ganjar sebagai Capresnya. Dia berbisik pada Ganjar agar bersiap untuk menjadi presiden berikutnya. Tentu saja Megawati dan seluruh rakyat PDIP senang dan berpikir bahwa Jokowi kembali kepangkuan PDIP dan Megawati. Sayangnya, itu hanya berlangsung beberapa bulan. Jokowi ternyata \"melakukan\" kerja paralel untuk mendukung pasangan Prabowo dan anaknya, Gibran. Pada akhirnya dalam \"injury time\", Jokowi dan atau pamannya Gibran bermanuver untuk merubah undang-undang vital tentang syarat pencapresan seseorang. Gibran yang usianya di bawa 40 tahun seharusnya tidak bisa masuk dalam kancah kompetisi capres-cawapres. Namun, akhirnya MK, yang dipimpin keluarga Jokowi, memutuskan perluasan persyaratan capres-cawapres, yakni menambahkan syarat pernah menjadi kepala daerah, sebagai subtitusi umur. Urusan pencalonan Gibran sebagai pasangan capres Prabowo telah memunculkan isu politik dinasti. Hal ini telah membuat Megawati secara nyata ditinggalkan Jokowi. Namun, yang paling menyakitkan tentu saja langkah anak Jokowi lainnya mengambil alih partai politik, yakni PSI. Kedua hal ini secara simultan akan membuat Jokowi berkonfrontasi secara diametral dengan Megawati. Sebab, langkah itu akan berefek langsung pada perebutan basis massa tradisional PDIP, yakni Jawa Tengah. Memang hal itu ditenggarai terjadi. Megawati dan tokoh-tokoh pendukung Ganjar melihat isu kekerasan oknum tentara kepada relawan Ganjar dalam kasus di Boyolali, pemanggilan kepala-kepala desa ke istana, kantor polisi dan juga ke pertemuan akbar dengan Gibran di Senayan, sebagai upaya sistematis dalam mengalahkan PDIP. Jika PSI di bawah kendali Kaesang menargetkan minimal 4% suara, dan memasang hampir seluruh iklannya sebagai partai Jokowi, maka efeknya dapat berimbas pada penurunan suara PDIP sebanyak 4% itu. Tentu saja akan menjadikan PDIP bukan sebagai pemenang pemilu lagi nantinya. Dengan kenyataan di atas, tentu tidak ada alasan bagi Megawati mempertahankan klaim bahwa Jokowi adalah petugas partainya. Klaim petugas partai justru akan mempermudah Jokowi dan PSI menarik simpati rakyat di basis tradisional PDIP. Sehingga keputusan Megawati mendepak Jokowi dari PDIP, meskipun belum menarik kartu anggotanya, merupakan langkah yang tegas Kenapa kaum oposisi berterimakasih pada Megawati? Selama Jokowi memimpin, Indonesia berkembang dalam kepimpinan yang totalitarian. Artinya, pemerintah dan legislatif dikuasai oleh kelompok yang satu. Dengan demikian, berbagai keputusan, pembuatan undang-undang, pengawasan pembangunan, dan lainnya dikendalikan oleh sebuah kelompok tersebut. Akhirnya Indonesia bergerak dalam arah kerusakan, seperti korupsi merajalela (terakhir kemarin lembaga negara PPATK menyebutkan angka korupsi PSN 36,67%), ICOR bernilai 7, demokrasi hancur, HAM hancur, dan berbagai hal lainnya semakin buruk. Bahkan, rakyat miskin dikembangkan untuk tergantung pada subsidi negara daripada mengembangkan human capital. Rencana terbesar kelompok pengendali kekuatan totalitarian ini berusaha mempertahankan kekuasaannya dengan membuat PT 20% pencapresan. Namun, dalam perjalanannya kelompok ini terpecah belah. Pertama dimulai \"Nasdem\" dengan keluar dari kelompok. Lalu diikuti PKB yang mendukung Nasdem dengan keduanya mendukung calon presiden, Anies, yang tidak disukai Jokowi. Sejak November tahun lalu, dan secara tegas awal tahun ini, Megawati menunjukkan dirinya berbeda dengan Jokowi. Dengan demikian kekuatan non Jokowi saat ini sudah lebih besar dari pendukung Jokowi. Sehingga, meskipun Jokowi berusaha untuk menunjukkan dukungan terhadap keberlanjutan kekuasaannya, hal itu tidak mungkin lagi berdampak besar. Hal ini terutama terlihat dalam front Ganjar-Anies yang semakin terbuka dan meluas saat ini, khususnya dipertontonkan mereka saat debat kemarin. Anies sendiri secara atraktif mengucapkan selamat ulang tahun kepada PDIP kemarin lalu. Kedua front besar ini, meski \"fragile\", tetap saja merupakan blok besar bagi kemulusan rencana politik Jokowi selama ini. Sehingga, tokoh-tokoh oposisi, seperti kelompok petisi 100, dengan terbuka kemarin lalu mendatangi Mahfud MD menyuarakan pemakzulan Jokowi. Sebuah agenda yang sebelumnya terhalang karena Megawati selalu melindungi Jokowi. Penutup Terimakasih Bu Megawati. Kata-kata ini pantas diucapkan kepada beliau. Hal ini merupakan kado besar bagi bangsa kita untuk mendorong adanya perubahan. Sebab, tanpa Megawati, Jokowi pasti akan berjalan tanpa keseimbangan. Sekarang, meskipun Jokowi menunjukkan sikap membela pasangan Prabowo-Gibran secara nyata paska debat kemarin, langkah ini akan kandas, karena Megawati tidak di sisi dia lagi. Tinggal bagaimana Anies dan Ganjar memikirkan sebuah front bersama untuk agenda perubahan ke depan. Megawati telah menyatakan dalam pidatonya kemarin bahwa kekuasan bukan segala-galanya, kekuasaan bukan tanpa akhir, menurutnya kekuasaan harusnya diberikan pada pemimpin beretika. Terima kasih Megawati. Salam metal! . Salam Perubahan!
Di Tengah Jadwal yang Super Padat, Ganjar Tak Lupa Sholat Jumat
Nganjuk | FNN - Memasuki hari ke-46 kampanye Pilpres 2024, capres nomor urut 3, Ganjar Pranowo akan berkampanye di Kabupaten Nganjuk dan Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur, pada Jumat (12/1). Sementara itu, cawapres nomor urut 3, Mahfud MD akan melakukan safari politik di Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dan Makassar, Sulawesi Selatan. Berdasarkan agenda kegiatan Tim Media TPN Ganjar-Mahfud, Ganjar akan mengawali aktivitasnya pada pukul 10.50 WIB dengan menghadiri Sarasehan Petani Tebu di Desa Klinter, Kecamatan Kertosono, Kabupaten Nganjuk. Kemudian, pada pukul 11.35 WIB, mantan Gubernur Jawa Tengah itu sedianya akan menunaikan salat Jumat, di Masjid Al-Ijabah di Desa Plimping, Kecamatan Baron, Kabupaten Nganjuk. Namun akhirnya Ganjar malaksanakan sholat Jumat di Masjid Ponpes Miftahul Ula Ngajuk, Jawa Timur. Selanjutnya, pada pukul 12.50 WIB, Ganjar akan menggelar rapat konsolidasi bersama Tim Pemenangan Cabang (TPC) Ganjar-Mahfud, calon legislatif partai koalisi, serta para relawan Ganjar-Mahfud asal Nganjuk dan Jombang di Aula Kantor DPC PDI Perjuangan di Mangundikaran, Kabupaten Nganjuk. Usai rapat konsolidasi, pada pukul 15.05 WIB, Ganjar secara maraton akan berziarah ke makam Mbah Hasyim dan Presiden ke-4 KH Abdurrahman Wahid di Pondok Pesantren (Ponpes) Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Pukul 15.30 WIB, Ganjar akan berziarah ke makam Mbah Wahab di Ponpes Bahrul Ulum Tambakberas, Jombang, dilanjutkan ziarah ke makam Mbah Bisri dan Gus Iim di Ponpes Mamba’ul Ma’arif di Denanyar Selatan, Kabupaten Jombang. Selesai berziarah, pada pukul 17.35 WIB, Ganjar bersilaturahmi dengan para Kiai Kampung di Pondok Pesantren Tahfid Hamalatul Quran di Sumberbendo, Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang. Pada pukul 19.00 WIB, Ganjar dijadwalkan bertemu para petani tembakau di Desa Bawangan Ploso, Kabupaten Jombang. Sementara itu, cawapres Mahfud MD, mengawali safari politiknya di Ponpes Canga’an di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Pada pukul 09.00 WIB, Mahfud dijadwalkan menghadiri Halaqoh Kebangsaan di Ponpes Canga\'an. Selanjutnya, pada pukul 11.35 WIB, Mahfud akan melakukan salat Jumat berjamaah sekaligus menyampaikan Kutbah Jumat di Masjid Ponpes Canga’an. Setelah itu, pada pukul 12.30 WIB, Mahfud akan beramah tamah sekaligus makan siang bersama Pengasuh dan Santri di Ponpes Canga’an. Mahfud juga dijadwalkan berziarah ke makam Ratu Ayu Syarifah Khodijah, pada pukul 13.15 WIB di Jalan Untung Surapati, Wetanalon, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan. Selesai beraktivitas di Pulau Madura, Mahfud akan bertolak menuju Kota Makassar, Sulawesi Selatan untuk melanjutkan safari politik. Setibanya di Makassar, Mahfud langsung bergerak menuju Icon Beach Lounge & Cafe, di Citraland Point of Indonesia untuk menghadiri acara makan malam. (*)