ALL CATEGORY

Jokowi, Polri dan Oligarki

Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI  TRAGEDI Polri dengan lakon Ferdi Sambo, sesungguhnya   menjadi kisah cinta segitiga antara Jokowi, Polri dan oligarki. Hubungan terlarang ketiganya menjadi bagian dari episode panjang kisah perselingkuhan dipenuhi  horor yang tragis dan mengerikan di republik ini.  Tiada kemanusiaan dan tiada Ketuhanan, yang ada hanya nafsu kekuasaan untuk membunuh,  menumpuk harta dan mempertahankan jabatan. Seperti pepatah setali tiga uang, maka Jokowi selaku presiden, kinerja institusi Polri dan pengaruh oligarki menjadi satu kesatuan yang identik dengan kekuasaan. Perbedaannya hanya ada pada seberapa besar derajat  kekuasaannya yang digunakan dan saling memengaruhi di antara  ketiga kekuatan itu. Di satu sisi sama halnya pada TNI, presiden sebagai panglima tertinggi Polri. Namun  di lain sisi presiden tak leluasa melakukan intervensi dan bertindak tegas terhadap dinamika di tubuh Polri yang notabene dibawah hierarki dan tanggungjawabnya. Indikator itu terlihat ketika presiden secara keras mengingatkan  penyelasaian kasus Sambo hingga empat kali untuk selanjutnya hanya menjadi basa-basi. Sementara baik presiden dan Polri, kini keduanya sama-sama berada dalam cengkeraman oligarki. Seperti yang terjadi pada pilpres 2 periode ini, sangat kentara presiden yang terpilih merupakan hasil dari rekayasa sosial dan politik,  dari oligarki yang sering disebut menyerupai cukong atau mafia. Sindikat atau konsorsium pemilik modal besar tersebut, dapat melahirkan figur pemimpin hanya dengan kekuatan uang yang dapat membeli trilogi kekuasaan yang ada sebagai instrumen utama dan strategis, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta tak kalah vital dan pentingnya kekuatan media.  Dahsyatnya uang dan jabatan yang menjadi keniscayaan  sekaligus mengerikan, mampu membeli institusi negara termasuk aparatur pemerintahan di dalamnya. Kedaulatan rakyat pada segmen mekanisme demokrasi dan implementasi konstitusi, harus tunduk pada gemerlap dan kemewahan  materi. Begitupun dengan Polri ketika secara institusional langsung dibawah presiden. Maka baik buruknya sektor hulu, akan menentukan baik buruknya sektor hilir. Meminjam istilah Kapolri Sigit Listyo Prabowo soal ikan busuk dimulai dari kepalanya, seakan memberi ilustrasi Polri sebagai cermin seorang presiden. Realitas itu semakin terlegitimasi oleh sistem dan kinerja Polri yang  terpuruk dan terburuk yang ditunjukkan beberapa tahun belakangan ini. Bagaimana begitu sangat kapitalistik juga transaksional dalam jenjang karir dan pengangkatan jabatan di tubuh Polri. Hanya mampu menghasilkan efek domino kinerja Polri yang begitu miris dan memprihatinkan. Alih-alih mewujudkan Tri Brata dan Eka Prasetya, fungsi polisi yang diharapkan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat justru yang terjadi malah sebaliknya. Kebanyakan rakyat terlanjur menyebut aparat kamtibmas itu seperti polisi India, jika tidak mau terlalu  kasar disebut cenderung menjadi musuh rakyat. Begitulah gambaran  lembaga kepresidenan dan institusi Polri yang kadung dibawah hegemoni dan dominasi oligarki. Keduanya hanya menjadi alat kepentingan dan alat kekuasan  oligarki yang sudah merangsek ke segala lini kehidupan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Oligarki yang sejatinya menjadi wajah baru kolonialisme dan imperialisme, bukan hanya  melulu melakukan penetrasi ekonomi. Lebih dari itu, kinsorsium kekuasaan koroprasi, partai politik dan birokrasi, telah menjajah bangsa ini dalam bidang politik, hukum, sosial budaya dan pertahanan keamanan negara. Hanya hak untuk hidup meski tidak layak bahkan menderita  yang dibiarkan oleh oligarki. Begitu digdayanya oligarki sehingga mampu mengebiri Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Memang uang dan jabatan begitu progressif merubah abdi negara menjadi abdi materi. Begitu revolusionernya oligarki membunuh kemakmuran dan keadilan bagi rakyat Indonesia, sehingga dapat melahirkan kembali bangsa ini yang hidup di zaman penjajahan modern. Zaman yang menggantikan republik Indonesia menjadi reoublik oligarki. Jadi jangan heran. Jangan bicara tentang keadilan dan jangan bicara tentang kemakmuran. Juga jangan bicara tentang nilai-nilai di negara ini. Karena revolusi mental yang digaungkan, telah rusak dan hancur oleh pencetus dan pegiatnya sendiri. Harap dimaklum, karena sejatinya Jokowi, Polri dan Oligarki merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Setali tiga uang,  atau lebih enak membilangnya dengan istilah \"podo wae\".

Mengapa Kenaikan BBM Bersubsidi Harus Ditolak?

Oleh : Affandi Ismail Hasan - Ketua Umum PB HMI Rencana kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar oleh Pemerintah telah beberapa pekan terakhir kembali santer terdengar setelah beberapa bulan lalu memicu gelombang aksi protes yang sangat besar dari kalangan pelajar, mahasiswa, buruh dan elemen masyarakat sipil lainnya di berbabagai daerah di Indonesia. Rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini dihembuskan dari dalam istana Negara melalui beberapa Menteri Kabinet Jokowi, diantaranya adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Investasi & Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, juga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman & Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Bahkan secara terbuka Bahlil Lahadalia tegas mengatakan bahwa masyarakat Indonesia harus menyiapkan diri dengan kenaikan harga BBM di mana harga Pertalite naik menjadi Rp.10.000 per liter. Luhut Binsar Panjaitan pun pada satu kesempatan saat memberikan kuliah umum (stadium general) di Universitas Hasanuddin pada Jum’at 19 Agustus 2022, mengatakan bahwa akan ada kenaikan harga BBM dan olehnya itu Presiden Jokowi sudah mengeluarkan berbagai indikasi bila subsidi tidak lagi bisa ditahan. Diketahui bahwa rencana kenaikan harga BBM bersubsidi ini berdasarkan pada alasan Pemerintah yang mengatakan bahwa sudah terlalu besarnya jumlah Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN) yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menanggung beban subsidi BBM. Alasan seperti yang telah disebutkan tadi juga dipertegas oleh Presiden Jokowi yang pada satu kesempatan mengatakan bahwa saat ini beban APBN sudah terlalu besar untuk menanggung beban biaya subsidi BBM yang mencapai nilai sebesar Rp. 502 triliun. Sehingga dikhawatirkan APBN tidak kuat dalam menahan besarnya beban biaya subsidi tersebut dan jika dibiarkan maka subsidi BBM justru bisa terus membengkak pada kisaran Rp. 200 triliun yang artinya secara total bisa mencapai Rp. 700 triliun. Itulah alasan yang didalilkan atau disampaikan oleh Pemerintah. Apakah benar demikian? Sudah saatnya rakyat kritis dan jangan buru-buru percaya. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai salah satu kekuatan civil society di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini dengan TEGAS MENOLAK rencana kenaikan harga BBM bersubsidi yang dihembuskan oleh Pemerintah. Tegasnya penolakan HMI terhadap rencana kenaikan harga BBM tersebut tentunya sangat beralasan, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Situasi ekonomi sebahagian besar rakyat Indonesia dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir ini dapat dikatakan masih sangat terpuruk diakibatkan oleh karut marut dan rusaknya tatakelola Pemerintahan hampir pada semua sektornya terutama di sektor keuangan, kemudian ditambah terpaan Pandemi Covid 19 yang melanda Indonesia. Tentu masih sangat segar di ingatan kita semua saat Pemerintah sendiri mengatakan bahwa sedang fokus pada agenda pemulihan ekonomi Nasional yang artinya menegaskan bahwa situasi ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Jika melihat data dari Bank Dunia (World Bank) tahun 2021 jumlah rakyat/penduduk miskin di Indonesia berjumlah 138,9 juta jiwa dengan pendapatan di bawah Rp. 31.086,7/orang/hari (USD 2,09, jika nilai tukar rupiah per $ 1 = Rp. 14.899,25 per tanggal 2 September 2022) dan/atau di bawah Rp. 1.000.000/orang/bulan. Mereka yang berpendapatan rendah tersebut antara lain terdiri dari kalangan petani, nelayan, buruh, tenaga honorer, usaha mikro, sektor informal, etc., dan tentunya sangat dimungkinkan jumlah penduduk miskin di Indonesia bertambah pada tahun 2022 ini. 2. Kenaikan harga BBM bersubsidi sudah pasti akan memberikan dampak buruk secara domino terhadap kemampuan rakyat kelas menengah ke bawah dalam pemenuhan kebutuhan hidup (sandang, pangan dan papan) mereka yang salah satunya dikarenakan ikut naiknya harga kebutuhan-kebutuhan pokok (primer) lainnya di pasar. Jadi bukan saja dampak negatifnya yang secara langsung akan dirasakan oleh kelompok masyarakat yang telah disebutkan pada point 1 (satu) di atas, tetapi juga berdampak pada kebutuhan masyarakat yang proses produksi dan/atau distribusinya harus menggunakan BBM, sudah pasti akan mengalami kenaikan harga. Lalu jika demikian situasinya apakah mungkin 138,9 juta jiwa penduduk miskin Indonesia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Benar ada Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp. 600.000 untuk 4 (empat) bulan yang diberikan oleh Pemerintah kepada 20,65 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan kepada 16 juta pekerja sebagai bentuk kompensasi atas naiknya harga BBM yang dialokasikan dari dana sebesar Rp. 12,4 triliun dari total penambahan dana bansos sebesar Rp. 24,17 triliun dan per tanggal 31 Agustus 2022 Presiden Jokowi sudah memulai penyaluran BLT BBM tersebut, di mana penyalurannya diberikan secara bertahap melalui kantor Pos di seluruh Indonesia. Berdasarkan catatan yang telah dihimpun, perlu diketahui oleh publik bahwa pembagian BLT BBM yang dilakukan oleh Jokowi bersamaan dengan rencana kenaikan harga BBM yang disebut-sebut akan diumumkan dalam waktu dekat ini, bahkan kabarnya Jokowi telah memegang harga baru dari Pertalite dan Solar ( Sumber : detikfinance 1 September 2022). Namun demikian pertanyaan fundamentalnya adalah apakah BLT BBM sebesar Rp. 150.000/bulan dengan pengalokasian per 2 (dua) bulan sekali tersebut mampu menopang daya beli masyarakat? Rasanya akal sehat kita harus mengatakan tidak. Sebab kalau dihitung secara matematis artinya yang diterima oleh 20,65 juta KPM dan 16 juta pekerja hanya sekitar Rp. 5.000 per hari dari BLT BBM tersebut dan meskipun ditambah dengan pendapat rata-rata Rp. 1.000.000 per bulan dari 138,9 juta penduduk miskin Indonesia berdasarkan data World Bank di atas, maka pastinya masih tidak dapat menopang daya beli dan menjamin kebutuhan hidup masyarakat. Maka dapat disimpulkan bahwa BLT BBM tidak lebih hanyalah alat (instrument) bagi Penguasa Rezim Jokowi guna meredam amarah rakyat Indonesia atas kondisi ekonomi yang semakin terpuruk saat ini.    3. Hal yang paling mengerikan sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi adalah ancaman akan terjadinya inflasi yaitu suatu kondisi di mana terjadi kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi secara terus menerus dalam waktu jangka panjang. Sebagai contoh, dijelaskan bahwa jika terjadi kenaikan harga Pertalite dari Rp. 7.650/liter menjadi Rp. 10.000/liter atau naik sekitar 30% maka inflasi akan naik 3,6%, di mana setiap kenaikan 10% BBM bersubsidi, inflasi bertambah 1,2%. Perlu diketahui bahwa inflasi yang dialami oleh Indonesia saat ini nyaris menyentuh angka 5% dan kalaupun harga BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan maka inflasi diprediksikan akan tetap bergerak menyentuh angka 6% pada akhir tahun 2022 ini. Artinya jika inflasi naik 3,6% sebagai dampak kenaikan harga BBM bersubsidi, maka secara total inflasi Indonesia akan mencapai 9,6%. Seketika harga BBM bersubsidi naik maka para pelaku bisnis transportasi baik yang konvensional maupun yang online seperti pengusaha bus, travel, taxi, ojek dan sejenisnya akan dengan segera menaikan tarif jasa angkutannya. Selain itu pula seperti yang sudah disinggung pada point ke 2 (dua) di atas, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan berbagai jenis produknya khususnya kuliner juga pasti akan melakukan penyesuaian harga karena lebih dahulu terdampak dan cukup sensitif terhadap perubahan harga BBM. Kondisi yang telah digambarkan di atas linier dengan kemampuan daya beli masyarakat yang semakin melemah dan itu artinya jumlah masyarakat yang masuk dan kemudian terjebak di dalam kubangan garis kemiskinan akan semakin bertambah banyak. Tentunya situasi yang demikian ini tidak boleh dibiarkan oleh seluruh pihak yang berkepentingan atas stabilitas Negara Indonesia yang sangat kita cintai ini, tidak terkecuali masyarakat sipil yang masih hidup di bawah garis kemiskinan (wong cilik). Kita tidak ingin melihat Indonesia menjadi negara bangkrut seperti Sri Lanka dengan krisis moneter dan krisis politik yang melanda salah satu diakibatkan karena inflasi yang begitu tinggi dan tidak terkendalikan lagi ditambah kejahatan korupsi yang menggurita. Namun bukan hal yang mustahil dengan melihat tatakelola Pemerintahan saat ini, situasi Indonesia juga bisa seperti Sri Lanka bahkan mungkin lebih parah daripada itu bila Rezim ini tidak segera berbenah sehingga membuat ketimpangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat semakin lebar yang kemudian akan menjadi salah satu faktor yang dapat mendelegitimasi Rezim Jokowi itu sendiri. Sedikitnya 3 (tiga) alasan di atas itulah yang mendasari HMI menolak dengan tegas, sekali lagi MENOLAK DENGAN TEGAS rencana Pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi yang dinilai akan semakin menyusahkan, menyengsarakan dan menambah penderitaan kurang lebih 50% dari populasi 270 juta jiwa rakyat Indonesia

Ketua DPD RI Ajak Warga PSHT Kawal Gerakan Mengembalikan UUD 1945 Naskah Asli

Madiun, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang juga Ketua Dewan Pembina Pusat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), mengajak seluruh warga PSHT untuk mengawal gerakan mengembalikan kedaulatan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan kembali ke UUD 1945 naskah asli, untuk kemudian disempurnakan melalui adendum. LaNyalla mengatakan, cara tersebut tidak akan menghilangkan Pancasila sebagai staats fundamental norm. \"UUD 1945 naskah asli mutlak kita sempurnakan agar kita tidak mengulang penyimpangan praktik yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru, karena kita harus selalu belajar dari sejarah,\" ujarnya, pada puncak peringatan 1 Abad PSHT di Graha Krida Budaya Padepokan Agung, Madiun, Jawa Timur, Jumat (2/9/2022). Menurut Senator asal Jawa Timur itu, saat ini Pancasila hanya sebatas slogan. Dalam praktiknya, Pancasila tak pernah disertakan dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini. Hal itu terjadi sejak amandemen konstitusi sebanyak empat tahap pada tahun 1999 hingga 2002 silam. \"Setelah konstitusi diamandemen, antara Pancasila dengan isi dan bunyi pasal-pasal dalam UUD hasil perubahan itu sudah idak nyambung lagi,\" tegas LaNyalla. Dijelaskannya, konstitusi baru hasil amandemen 1999-2002 sangat kental dengan ideologi individualisme dan liberalisme. “Maka tak heran jika belakangan ini kapitalisme dan sekulerisme semakin menguat di Indonesia,\" papar LaNyalla. LaNyalla juga membangkitkan kesadaran kritis warga PSHT sebagai penjaga Pancasila. \"PSHT harus menjadi benteng pertahanan ideologi Pancasila dari serangan liberalisme dan kapitalisme yang lahir dari ideologi individualisme dan sekulerisme,\" tegasnya. Sebagai organisasi yang berkontribusi terhadap lahirnya Indonesia, LaNyalla mengajak agar warga PSHT melihat dan mengamati arah perjalanan bangsa ini. \"Ada banyak pradoksal di tengah-tengah kita, baik dalam hal pembangunan, hingga ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan struktural,\" paparnya. Untuk itu, LaNyalla mengajak warga PSHT bersama-sama mengembalikan kedaulatan rakyat kembali di tangan rakyat. Sebab, kata LaNyalla, oligarki ekonomi yang bersekutu dengan oligarki politik telah menyandera penguasa yang pada akhirnya bertindak ugal-ugalan dalam membuat kebijakan nasional. Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga menekankan agar warga PSHT membangun kesadaran kritis terhadap konsep kebijakan pendidikan nasional bangsa ini. \"Cita-cita bangsa ini dalam kalimat \'mencerdaskan kehidupan bangsa\' bukan hanya sekadar mencerdaskan otak saja, tetapi juga mencerdaskan kehidupan. Artinya, mencerdaskan kemanusiaan secara utuh, termasuk di dalamnya moral dan akhlak, jasmani dan rohani, serta semangat nasionalisme dan patriotisme,\" urainya. Menurut LaNyalla, tanpa budi pekerti, tanpa nasionalisme, tanpa patriotisme dan tanpa ideologi serta ilmu agama, generasi yang dihasilkan hanya akan menjadi lawan di masa depan. Ditambahkannya, semua pihak harus membuka sejarah, membaca pemikiran-pemikiran luhur para pendiri bangsa. \"Baca ulang pikiran-pikiran Ki Hadjar Hardjo Utomo saat beliau mendirikan PSHT 100 tahun yang lalu. Kita harus membaca kembali watak dasar dan DNA asli sistem demokrasi bangsa ini, di mana para pendiri bangsa telah sepakat menggunakan sistem syuro yang menjadi ciri utama demokrasi Pancasila,\" ulas LaNyalla. Sistem syuro bermakna kedaulatan rakyat yang diberikan kepada para hikmat yang duduk di Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan dari seluruh elemen rakyat sebagai pemilik sah bangsa dan negara. Di dalamnya bukan saja diisi oleh politisi dari partai politik, tetapi juga ada utusan dari seluruh daerah dan utusan golongan yang lengkap. Pada akhir acara, Ketua DPD RI diminta meresmikan Graha Krida Budaya dengan menandatangani prasasti dan memukul gong sebagai peresmian monumen 1 Abad Terate Emas untuk Dunia. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Bustami Zainuddin (Lampung), Fachrul Razi (Aceh) dan Muhammad Afnan Hadikusumo (Yogyakarta). Sementara sejumlah tamu undangan yang hadir di antaranya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Komandan Seskoal Laksma TNI Yoos Suryono Hadi, Panglima Kodam V/Brawijaya Mayjen TNI Nurchahyanto, Wali Kota Madiun Maidi dan Bupati Madiun, Ahmad Dawami Ragil Saputro. Hadir pula Ketua Umum PSHT, Raden Moerdjoko Hadi Widjojo beserta jajaran dan Ketua Dewan Pusat PSHT, Issoebiantoro beserta jajaran. (mth/*)

Kasus Dibunuhnya Pensiunan TNI AD, Kenapa Polisi Bela Cina?

Oleh Sugeng Waras - Purnawirawan TNI AD Kecerdasan tanpa kejujuran dan keberanian bisa ditaklukkan oleh kecerdikan dan percaya diri yang dapat mengubah kesalahan atau kebohongan menjadi  suatu kebenaran nyata! Peristiwa dibunuhnya seorang purnawirawan TNI AD Letkol purn H Muhamad Mubin, 63 tahun, makin  jebolan santri pondok pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Yang juga sebagai Perwira Rohani Islam Korps Taruna AKABRI lifting 1982 sewaktu dipendidikan lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah. Jabatan terakhir sebagai Komandan Kodim Tarakan, Kalimantan, dibunuh oleh seorang Cina bernama Henry Hernando di Lembang Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat pada pukul 08.30,16 Agustus 2022. Kematian itu mendadak menjadi viral gegara bergema kabar simpang siur yang membuat hasutan dan menyesatkan  banyak orang. Berdasarkan keterangan  isteri almarhum dirumah duka jalan Astana Anyar,  Kota Bandung, Jabar, jenazah korban tiba pada sekitar pukul 16.00  16 Agustus 2022. Meninggal dunia pada jam 08.30 yang sebelumnya sudah dilarikan dari TKP ke rumah sakit terdekat, RS SESPIM POLRI Lembang, dilanjutkan ke RS SARTIKA ASIH Bandung, namun akhirnya korban tidak tertolong akibat luka parah dileher dan dada, yang bersimbah darah akibat tusukan pisau dapur berkali kali. Kedatangan jenazah diantar oleh petugas rumah sakit tanpa dikawal polisi berpakaian dinas dan tidak ada polisi yang memberitakan hal kematian korban kepada isteri almarhum. Kabar itu berawal dari laporan BAP Polsek Lembang bahwa pelaku adalah orang sunda. Korban ditusuk sebanyak 5 × dibagian leher dan dada,  sewaktu korban memarkir kendaraanya didepan rumah pelaku. Pelaku tidak ada niat membunuh, telah terjadi perkelahian sebelum meninggal, korban meludahi pelaku, namun tidak dijelaskan bahwa ada anak kecil didalam mobil selain korban. Kluarga korban telah menerima uang sebanyak 100 juta dari pihak pelaku dan 200 juta dari Polda Jabar, pelaku teman dekat dengan Kapolda Jateng dan Jabar. Informasi lain juga menyebutkan, didekat rumah pelaku ada warung kecil yang terkesan jual barang haram narkoba (warung tidak ramai, sering ada pembeli orang dewasa, anak sekolah yang secara sembunyi sembunyi dan cepat pergi). Ada indikasi penguasaan tanah Lembang yang dicanangkan pemda Jabar sebagai daerah wisata oleh pengusaha Sido Muncul. Pelaku dijaring dengan jeratan pasal 351, penganiayaan, dengan ancaman hukuman maksimal 7 tahun. Pada kelanjutanya penanganan tindakan hukum diambil alih oleh pihak Polda Jabar yang mendalami dan mengembangkan perkara tersebut dengan menghadirkan 12 orang saksi dari 3 saksi sebelumnya (dari polsek Lembang).  Namun setelah kuasa hukum korban mengecek kepenyidik polda Jabar ada beberapa kejanggalan laporan BAP Kapolsek Lembang dengan fakta divideo yang dipertontonkan oleh Kanit Bareskrim Polda Jabar yang esensinya, pelaku telah menusuk korban secara bengis dan sadis lebih dari 15 × tusukan. Posisi pelaku berdiri diluar mobil memakai baju rompi dengan lengan bergelimang, bersimbah darah disamping belakang korban. Sedangkan korban duduk dikursi depan stir, yang tidak memungkinkan terjadi perkelahian. Ayah korban berada dekat  pelaku sewaktu pelaku menusuk nusuk korban (sambil menepuk bahu pelaku)  tidak ada tanda tanda melerai. Selanjutnya dengan masih sadar korban menjalankan mobilnya sekitar 25 meter dan kemudian berhenti dalam keadaaan tak sadarkan diri dan bersimbah darah. Ada anak kecil laki laki STK yang diantar korban disamping korban yang kemudian ditolong oleh seseorang bersepeda membawanya keluar mobil. Pisau yang dijadikan barang bukti bukan pisau yang dipakai menusuk oleh pelaku. Ada hal yang signifikan, dimana penyidik Polda Jabar telah menambahkan dengan  dituangkanya. jeratan pasal 338 dan 340 terkait pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Sesuai pemberitahuan keluarga korban kepada tim Advokasi, nanti pada hari Senin, 5 September 2022 jam 09.00 akan diadakan Rekonstruksi di TKP. Di sini kita akan menyaksikan bagaimana pelaksaaan olah TKP / Rekonstruksinya. Di sini juga kita akan melihat sejauh mana kepekaan dan kepedulian para purnawirawan dan masyarakat sekitar selama kegiatan rekonstruksi. Di sini pula kita akan menyaksikan sejauh mana profesionalisme polisi. Bisa jadi antusiasme para purnawirawan dan masyarakat sekitar menggeruduk, membludak dan membanjiri TKP yang bisa membuat gaduh dan mempengaruhi kegiatan rekonstruksi. Di sini pula kita melihat setangguh apa nyali polisi untuk tidak bergeser waktu dan tempat yang sudah direncanakan, serta sejauh mana terkendalinya para purnawirawan dan masyarakat dalam pelaksanaan rekonstruksi. Apakah rekonsturksi akan berjalan lancar, tertib dan aman sesuai rencana. Ataukah akibat respon para purnawirawan dan masyarakat sekitar, sebagai rasa solidaritas dan kepeka pedulian terhadap peristiwa terbunuhnya seorang mantan Perwira TNI oleh seseorang  bernama Henry Hernando, mualaf, seorang Cina, ayahnya berasal dari  Cina Semarang, beragama Katholik bernama Sutikno Hartono, serta ibu, nama Indrawati Sutanto berasal dari Cina Bandung, beragama Katholik. Akankan foto Henry Hernando yang semula berkepala polos, kemudian berganti bertopi putih haji, sebagai ulah dan akal cerdik penyidik  polsek Lembang, yang bisa dimaknai menghina dan melecehkan agama/orang Islam. Ke depan seperti apa tindakan atau sanksi hukuman yang diberikan oleh Kapolda kepada penyidik dan  Kapolsek Lembang? Lebih luas adakah indikasi dan kecenderungan polisi akan meringankan dan membela pelaku yang nota bene Cina? Bagaimana prediksi geruduknya para purnawirawan yang bersolidaritas bersama masyarakat dari berbagai daerah Jabar, luar Jabar dan luar pulau Jawa. Akankah para purnawirawan yang selama ini diam akan terbangun dan terbangkit jiwanya dalam ikatan seperjuangan dan sepenanggungan bersama purnawirawan lainya yang meninggal dan terbunuh oleh seorang Cina secara tragis dan mengenaskan? Akan pulakah para TNI aktif yang merasa terlahir dan sebagai generasi penerus dari para purnawirawan akan terbangkit dan terketuk hatinya untuk ikut andil dan berpartisipasi? Akankah Jajaran stake Holder TNI POLRI ikut tersentuh, terketuk pada peristiwa ini? Akankah kita semua berpikir, betapa beraninya Cina di Indonesia terhadap orang pribumi dalam berbagai kasus belakangan ini, yang bisa jadi akibat semakin membludaknya TKA Cina di tanah air. Segalanya hanya pada MOMEN Rekonstruksi di Lembang jam 09.00 tanggal 5 September 2022 sebentar lagi. Bangsaku harus bangkit dan waspada terhadap Cina di Indonesia akhir akhir ini. Purnawirawan dan TNI POLRI aktif harus peka dan peduli serta solidaritas atas kejadian yang mengaitkan Cina dan  terbunuhnyaTNI. Ini adalah Derajat, Martabat dan Kewibawaan TNI POLRI. Ayoo...hijaukan ...Lembang, 5 September 2022  pagi, bak semangat BANDUNG LAUTAN API! Saya yakin semua pihak akan konsisten dan responsible terhadap peransi dan tugas masingmasing. DI SINILAH AKAN TERJAWAB, POLISI BELA CINA ATAU TIDAK! Wallahu A\'lam bishowab ! Wait and see ! Bangsa Indonesia cinta damai, tapi lebih cinta kemerdekaan ! FPPI  (Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia) harus siap dan selalu menjadi Pelopor, Kreator dan Inisiator purnawirawan lainya ! BERSAMA,TEGAKKAN KEJUJURAN, KEBENARAN, KEADILAN DAN KEDAULATAN NKRI ! (Bandung, 2 September 2022, Sugengwaras, Ketum FPPI)

Indonesia Sudah Busuk dari Dalam

  Oleh: Sutoyo Abadi, Koordinator Kajian Politik Merah Putih Kondisi seperti ini tinggal terpulang pada pemilik kedaulatan negara, yaitu rakyat sendiri. Selamatkan Indonesia, It\'s now or never .. Tomorrow will be to late (sekarang atau tidak pernah – besok atau semua terlambat). FABEL Aesop mengatakan: “mempersiapkan diri setelah bahaya datang adalah sia-sia”. Indonesia kembali ke alam penjajahan ekonomi dan politik, itu bukan omong kosong. Ini terlihat dengan terang benderang kalau dilihat dari tapak-tapak proses historisnya sampai Indonesia tidak bisa lagi berkutik untuk mandiri di bidang ekonomi dan politik, menyerah kepada Oligarki. Semua sudah jatuh dan lumpuh dalam kendali oligarki. Akibat pemimpin negara ini tidak hati-hati dan semua tenggelam dalam alam hedonis dan kering menjaga Nusantara ini sesuai amanah UUD 1945 asli, khususnya tujuan bernegara sebagaimana ada dalam pembukaan UUD 45. Ancaman kebijakan China yang sejak lama ingin menjadikan imperium yang meliputi ekonomi, budaya dan politik dilihat hanya sebelah mata. Semua pintu dibuka oleh Presiden Joko Widodo, bahkan oligarki diberi karpet merah untuk leluasa mengacak-acak Indonesia. Memang tidak semua kejadian mutlak karena ulah Presiden Jokowi, karena ada peristiwa yang mendahuluinya. Pada masa Presiden Soekarno, ketika dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1959, isinya melarang mereka berdagang di daerah-daerah di bawah tingkat kabupaten. Semua pedagang eceran China harus menutup usahanya di pedesaan. Ratusan ribu WNA dipulangkan ke negeri leluhur. Masa Presiden Soeharto, diterapkan kebijakan pokok warga asing dalam proses asimilasi terutama mencegah kemungkinan terjadinya kehidupan China menjadi eksklusif rasial. Masa Presiden BJ Habibie terjadi kejadian fatal dan sangat penyakitkan ketika Pribumi sedang terus terkena gempuran, keluarlah Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Penghentian Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Sebuah Keputusan yang menghilangkan akar sejarah terbentuknya NKRI. Beruntun pada masa Presiden Abdurrahman Wahid alias Gusdur, Megawati Soekarnoputri, dan Susilo Bambang Yudhoyono, lahir beberapa kebijakan, oligarki mulai menemukan bentuk dan tempat pijakan untuk mewujudkan Indonesia sebagai imperium jajahannya. Lahirnya Keputusan Presiden Nomor 6/2000, yang memberikan warga China kebebasan melaksanakan ritual keagamaan, tradisi, dan budaya kepadanya. Lahir keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2002, hari Imlek menjadi hari libur Nasional dan kebijakan yang isinya “kita tidak boleh menyebut China diganti Tionghoa atau komunitas Tionghoa. Sampai pada era ini oligarki masih tertutup masuk untuk intervensi dalam menentukan kebijakan negara. Bunuh diri atau pembusukan dari dalam benar-benar terjadi di era Presiden Jokowi saat ini. Indonesia masuk dalam skenario taktik dan strategi RRC dalam skema program traktat perdagangan yang dikenal dengan CAFTA (China - ASEAN Free Trade Area), untuk menciptakan Indonesia dalam kendali sesuai kepentingan ekonomi, budaya, dan politik China. Saat ini kita kenal dengan strategi dengan nama One Belt One Road (OBOR). China memberi hutang dan menawarkan investasi kepada Indonesia bukan hanya bermotif ekonomi tapi jelas ada motif politik ketergantungan Indonesia kepada China. Kecelakaan ini sudah masuk pada titik nadzir. Pasal 6 (1) UUD 1945 yang semula berbunyi: “Presiden ialah orang Indonesia Asli, diubah. Selangkah lagi target warga China harus bisa jadi Presiden Indonesia. Mereka sudah berhasil mengubah psl 6 (1) UUD 45 adalah prestasi gemilang sebagai pintu masuk China sebagai penguasa di Indonesia. Lengkap sudah instrumen pondasi oligarki (China) untuk mengibarkan bendera sebagai tanda Indonesia sudah jatuh dalam penjajahan baru oleh oligarki (China). Sangat mengejutkan laporan Bank Dunia pada 15 Desember 2015, sebanyak 74 persen tanah di Indonesia dikuasai oleh 0,2 persen penduduk ini pemilikan tanah paling ekstrim di dunia, (berkaca pengalaman di Afrika Selatan, 5 persen penduduk kulit putih menguasai 50 persen tanah, negaranya bubar). Pembusukan dari dalam dan runtuhnya negara Indonesia sudah di depan mata. Terlihat masih normal tetapi sesungguhnya negara ini tinggal menunggu roboh dan kehancurannya. Sun Yat Sen pernah mengatakan; Bangsa Indonesia adalah bangsa yang tidak punya keinginan untuk membebasklan diri dari penindasan ibarat “a sheet of loose sand”. Bagaikan pasir yang meluruk dan rapuh. Tiada keteguhan (sama sekali), sehingga mudah ditiup ke mana-mana. Kondisi seperti ini tinggal terpulang pada pemilik kedaulatan negara, yaitu rakyat sendiri. Selamatkan Indonesia, It\'s now or never .. Tomorrow will be to late (sekarang atau tidak pernah – besok atau semua terlambat). Anomali ini harus diperbaiki: Aut non tentaris, aut perfice (laksanakan hingga tuntas atau jangan mengupayakan sama sekali). Diam tertindas atau bangkit melawan. (*)  

Dituntut 4 Tahun, Edy Mulyadi Sebut JPU Keliru Lakukan Tuntutan

Jakarta, FNN – Edy Mulyadi (EM), terdakwa kasus \"Jin Buang Anak\", mengatakan terdapat kekeliruan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menyebut kontennya sebagai berita bohong. Sidang ke-25 ini digelar pada Kamis (01/09/22) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin oleh Adeng Abdul Qohar.  EM menjelaskan ada beberapa poin yang keliru dalam tuntutan yang dibacakan JPU dalam persidangan yang dimulai sekitar pukul 15.30 WIB itu.  \"Ada beberapa yang keliru besar pada tuntutan jaksa, yaitu antara lain dia mengatakan bahwa saya menyebarkan berita bohong antara lain pada soal aset di Jakarta yang akan dijual. Padahal dalam persidangan sudah terungkap, bahkan hakim pun mengatakan undang-undangnya memungkinkan untuk menjual aset,\" jelas Edy.  \"Tapi dalam persidangan terungkap bahwa yang saya sampaikan itu adalah mengutip berita. Beberapa berita saya bacakan di persidangan antara lain sumbernya Dirjen Kekayaan Negara hanya gara-gara bahwa ada rencana menginventarisasi dan menjual aset-aset negara. Itu yang dipersoalkan dibilang saya mengatakan berita bohong,\" tambahnya saat menemui rekan wartawan seusai persidangan, Kamis (01/08/22).  Dalam persidangan diketahui, tuntutan JPU lebih menyorot kepada penyebaran berita bohong di kanal Youtube Bang Edy Channel. Jaksa menjelaskan istilah Jin Buang Anak sebagai tuturan asertif dengan penilaian negatif.  \"Perkataan terdakwa tersebut tidak benar dan tidak mendasar pada pernyataan berita atau berita bohong tersebut merupakan tuturan asertif yang menyatakan penilaian negatif,\" jaksa menjelaskan.  Jaksa juga menyatakan EM memberitakan bertentangan dengan fakta, salah satunya mengenai inventarisasi negara.  \"Setelah itu terdakwa juga masih menyiarkan berita bohong bahwa pemerintah telah investarisasi dan akan dijual. Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataannya,\" papar jaksa.  Menanggapi tuntutan jaksa tersebut, Edy membantah beritanya dikatakan sebagai berita bohong. Menurutnya,  \"Jadi, apa yang mereka tuntutkan sebagai berita bohong itu tidak benar. Karena seperti kata ahli bahasa, kalau kita ngomong bohong harus ada pembandingnya,\" tegas Edy.  Terkait tuntutan jaksa tersebut, Majelis Hakim memberikan waktu seminggu kepada Edy Mulyadi dan kuasa hukumnya untuk menyiapkan nota pembelaan atau pleidoi yang akan dilaksanakan pada persidangan yang akan dilaksanakan Kamis, 8 September mendatang di PN Jakarta Pusat.  Diketahui, EM dituntut pidana 4 tahun penjara dengan perkara penyebaran berita bohong yang melanggar Pasal 14 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1946. (oct)

Perjuangan AG Pringgodigdo

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS 49:15) Oleh: Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, MAg, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga PROFESOR Mr. Abdoel Gaffar Pringgodigdo adalah mantan Menteri Kehakiman Indonesia. Lahir di Bojonegoro, 21 Agustus 1904, dan meninggal dunia pada 1988. Aktivis Partai Masyumi. Pendidikan terakhir Rijksuniversiteit Leiden. Sejarah Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia jelas tidak bisa dipisahkan dari sosok Abdoel Gaffar Pringgodigdo. Dia adalah putra dari RMAA Koesoemohadiningrat dan RA Windrati Notomidjojo. Setelah dua tahun menuntut ilmu di sekolah rakyat, dia belajar di Europeeche Lagore School dari tahun 1911 hingga 1918, lalu di Hogere Burger School Surabaya. Lulus pada tahun 1923, dia berangkat ke Leiden, Belanda, untuk belajar di Universitas Leiden, dan lulus pada 1927 sebagai sarjana hukum. Saat kembali ke Indonesia, Pringgodigdo mendapat pekerjaan sebagai juru tulis, kemudian menjadi Wedana Karang Kobar di bagian timur Kabupaten Purbalingga. Menjelang akhir pendudukan Indonesia oleh Jepang, Pringgodigdo menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), sebagai sekretaris Radjiman Wedyodiningrat, pemimpin BPUPKI yang bertugas merumuskan naskah Undang-Undang Dasar 1945. Dia juga menjadi anggota Panitia Lima yang bertanggung jawab atas perumusan Pancasila. Setelah kemerdekaan Indonesia, Pringgodigdo bertugas sebagai Sekretaris Negara di bawah Presiden Soekarno. Dia menjabat pada 19 Agustus 1945 sampai dengan 14 November 1945. Pringgodigdo di urutan pertama daftar menteri sekretaris negara Indonesia. Sesuai tugasnya membantu presiden, Pringgodigdo menjalankan tugas sebagai penulis dalam sidang-sidang kabinet, menandatangani berbagai undang-undang dan peraturan pemerintah, serta melaksanakan tugas-tugas protokol. Saat menjalankan tugas sebagai Sekretaris Negara, dia dibantu Mr. Ratmoko sebagai Wakil Sekretaris I dan Mr. Iskandar Gondowardoyo sebagai Wakil Sekretaris II. Dia pernah menjalankan tugas di Istana Kepresidenan di Yogyakarta atau Istana Yogyakarta - Gedung Agung. Sebab, ketika Belanda melakukan agresi militer pada 3 Januari 1946 untuk menduduki kembali bekas jajahannya, pemerintahan Republik Indonesia terpaksa mengungsi ke Yogyakarta. Sejak Juni hingga September 1948, Pringgodigdo bertugas sebagai komisaris untuk Sumatera. Ketika Agresi Militer Belanda II pada bulan Desember 1948, Pringgodigdo ditangkap dan diasingkan ke Bangka bersama para pemimpin Indonesia lain. Dia dan para pemimpin Indonesia lainnya ditempatkan di salah satu kamar yang dibuat khusus untuk para tokoh yang diasingkan. Selanjutnya, Januari hingga 6 September 1950, dia bertugas sebagai Menteri Kehakiman, mewakili Masyumi. Dia menjadi menteri kehakiman ke-4 sepanjang sejarah Republik Indonesia. Setelah pensiun dari politik, Pringgodigdo menjadi pengajar. Dia mulai sebagai dosen besar luar biasa di Universitas Gadjah Mada, mengajar ilmu hukum. Lalu pindah ke Surabaya dan mengajar di Universitas Airlangga, hingga akhirnya menjadi dekan pertama Fakultas Hukum Airlangga, dari tahun 1953 hingga 1954. Dia lalu menjabat sebagai Rektor Universitas Airlangga dari November 1954 hingga September 1961. Setelah bertugas sebagai Rektor Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang, dia kembali ke Surabaya dan mengajar di IKIP Surabaya. Dia mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum bersama Kho Siok Hie dan Oey Pek. Pada tahun 1971 dia menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Suami dari Nawang Hindarti Joyo Adiningrat ini meninggal dunia pada tahun 1988. AG Pringgodigdo mencurahkan segala kemampuan untuk kemerdekaan Indonesia. Boleh dikata dia rela mengorbankan bandha, bahu, piker, lek perlu sak nyawane pisan. Bagi AG Pringgodigdo ilmu bukan untuk ilmu, tetapi untuk mengabdi kepada Allah swt dan berbakti pada negeri. AG Pringgodigdo adalah cendekiawan yang peduli. Dalam konteks keindonesiaan, sebagai aktivis Partai Masyumi, Pringgodigdo merepresentasikan sosok nasionalis religius yang mengusung nilai-nilai keindonesiaan dan keislaman sekaligus. Nilai kebangsaan dan keindonesiaan berlandaskan firman Allah swt dalam Al-Quran; “Hai manusia, Kami ciptakan kamu dari satu pasang laki-laki dan perempuan, dan Kami jadikan kamu beberapa bangsa dan suku, supaya kamu kenal-mengenal (bukan saling membenci). Sungguh, orang yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Allah ialah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS 49:13) Adapun nilai keislaman berlandaskan firman Allah SWT dalam Al-Quran; “Sungguh agama pada Allah ialah Islam (tunduk pada kehendak-Nya). Mereka yang telah diberi Kitab tidak akan berselisih kecuali karena dengki satu sama lain, sesudah mereka beroleh ilmu. Siapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat dalam perhitungan”. (QS 3:19) Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sepak terjang AG Pringgodigdo adalah pengejawantahan firman-firman Allah SWT dalam Al-Quran, Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai,- lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (QS 9:24) “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu, dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS 49:15) “Wahai orang-orang beriman, apabila dikatakan kepadamu, “Berlapang-lapanglah dalam majlis,” maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, “Berdirilah!” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS 58:11) Selamat Berjuang! (*)

Menunggu Rekonstruksi Pembunuhan Letkol Mubin

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Rencana rekonstruksi pembunuhan sadis Alm. Letkol Purn H Muhammad Mubin hari Jum\'at ini nampaknya ditunda menjadi hari Senin 5 September 2022. Pengacara keluarga korban Muchtar Effendi, SH dan Tim menyatakan  kemungkinan tersebut setelah keluarga menerima informasi dari pihak Kepolisian.  Rekonstruksi di TKP itu penting mengingat adanya kebohongan pada penyidikan di Polsek Lembang sewaktu awal penangkapan. Berita Acara terjadinya pukul memukul, peludahan oleh korban, pelaku yang sedang memasak, \"tidak ada niat membunuh\" ataupun jumlah tusukan pisau ternyata berubah setelah kasus diambil alih Polda Jabar. Delik Penganiayaan (351 ayat 3 KUHP) pun meningkat menjadi Pembunuhan Berencana (340 KUHP).  Kesalahan pemeriksaan di tingkat Polsek dapat menjadi indikasi terjadinya \"obstruction of justice\" oleh karenanya perlu pemeriksaan seksama.  Sebagaimana dalam kasus Duren Tiga yang diawali dengan rekayasa cerita namun berubah kemudiannya. 97 aparat Kepolisian diperiksa dan di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.  Rekostruksi hari Senin di TKP Lembang ini diharapkan dapat menunjukkan dan mengungkap sekurangnya lima hal, yaitu : Pertama, bahwa di samping Henry Hernando pelaku pembunuhan, juga apakah benar ayah tersangka Sutikno berada dekat dengan Henry dan ia tidak mencegah dilakukan penusukan membabi buta itu. Ayah tersangka patut ditarik sebagai tersangka pula berdasarkan Pasal 55 dan 56 KUHP.  Kedua, dimana posisi Djamil pegawai toko milik tersangka yang konon terlibat percekcokan dengan korban Alm Letkol Pur Mubin sebelum terjadinya pembunuhan  ? Sebagaimana Sutikno maka Djamil semestinya ditarik sebagai tersangka jika keberadaannya masih dekat dengan pelaku pembunuhan, apalagi terbukti turut membantu.  Ketiga, penyiapan pisau yang digunakan untuk menusuk jenis apa, pisau dapur, pisau komando, pisau lipat atau lainnya ? Demikian pula bagaimana penusukan dilakukan, hanya lima atau bertubi tubi melebihi 10 tikaman ? Untuk kepastian semestinya dilakukan otopsi pada jenazah almarhum. Tikaman bertubi-tubi itu menjadi petunjuk niat kuat untuk membunuh karena dendam, benci atau ketakutan diketahui sesuatu. Keempat, CCTV yang konon telah dibuka adalah yang ada di luar, belum diketahui CCTV yang ada di dalam toko atau gudang atau rumah. Hal ini penting mengingat Hernando itu saat itu sedang bersama-sama dengan ayahnya Sutikno di dalam. Apakah nampak ada perencanaan di ruang dalam toko atau gudang antara keduanya untuk menyiapkan pisau lalu membunuh Letkol TNI H Muhammad Mubin?  Kelima, dalam rekonstruksi semestinya akan terlihat keberadaan anak kecil bernama Muhammad (6 tahun) yang diantar Letkol Mubin  ke sekolah. Jika benar ia berada di sebelah korban di dalam mobil, maka betapa tega dan sadisnya Henry Hernando alias Aseng yang ditampilkan di Polsek sebagai \"Muslim\" dan \"Sunda\" itu melakukan pembunuhan berencana di depan seorang anak kecil.  Semoga rekonstruksi yang dilakukan Polda Jabar ini dapat berjalan transparan, disaksikan banyak pihak, serta dapat menguak sedikit demi sedikit  misteri pembunuhan sadis dan \"aneh\" Henry Hernando atas almarhum seorang TNI mantan Dandim yang dikenal sederhana, baik dan menyayangi putera H Salim majikan tempatnya bekerja. Selalu mengajak bersama untuk shalat di Mushola. (*)

Pemaki dari Istana

Oleh Ady Amar Kolumnis  MUNGKIN ini tulisan saya yang ketiga atau keempat berkenaan dengan Ali Mochtar Ngabalin, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden. Apa istimewanya ia kok sampai harus ditulis beberapa kali. Istimewa  atau tidak istimewa seseorang, itu bisa jadi ibrah untuk diteladani atau sebaliknya. Ia biasa dipanggil dengan Ali, atau Ngabalin nama yang lebih populer. Maka memanggilnya dengan Ngabalin, orang bisa tahu bahwa itu tentangnya. Cuma ia satu-satunya \"ngabalin\", dan bercirikan selalu memakai sorban di kepala. Ngabalin ngantor di istana negara. Sehari-hari ia berdekatan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berdekatan itu bukan berarti ia orang paling dekat dengan Presiden Jokowi. Ada berpuluh bahkan mungkin beratus orang bekerja di sana. Karenanya, belum tentu sepekan sekali ia bisa jumpa wujud presiden di istana. Apalagi Jokowi termasuk presiden yang lebih suka \"jalan-jalan\" dibanding stay di kantornya. Sedekat apa Ngabalin dengan Presiden Jokowi, tidak ada yang tahu.  Tapi keakraban selalu ditampakkan Ngabalin jika berdekatan dengan Presiden  Jokowi. Tak segan ia membungkuk-bungkuk, yang dimaksudkan untuk menghormat. Ngabalin seperti tampak ingin selalu menyenangkan Jokowi. Hal wajar, jika ia masih ingin berlama-lama di istana. Ngabalin bisa disebut penghuni istana paling keras menyerang mereka yang mencoba mengkritik kebijakan Presiden Jokowi. Dalam narasi lain bisa disebut, ia tampak paling menonjol membela presiden. Media televisi acap mengundangnya sebagai nara sumber mewakili istana. Dihadapkan pada para pengkritik kebijakan istana. Bahkan media televisi tertentu, seperti wajib mengundang Ngabalin untuk meramaikan talk show-nya. Konon, rating televisi naik kalau salah satu nara sumbernya itu Ngabalin. Padahal apa yang disampaikan Ngabalin dalam pembelaannya amat berlebihan. Ia sulit bisa mendengar lawan bicara mengemukakan pendapatnya. Ngabalin main potong saja dan cenderung menafikan penjelasan lawan debatnya. Sulit bisa melihat Ngabalin bicara dengan intonasi landai apalagi sejuk. Jika itu yang terjadi, maka seperti bukan Ngabalin saja yang sedang berbicara. Ngabalin seakan dihadirkan memang untuk meledak-ledak. Jika berbicara wajib ngegas. Intonasi terus dibuat menaik meninggi, bahkan keluar dari keadaban dalam ruang diskusi. Maka orang bisa membuat definisi tentang Ngabalin: keras dan cenderung ngotot dengan mata melotot dan jari telunjuk seolah \"ditembakkan\" pada lawan debatnya dalam berargumen. Ngabalin sulit bisa dikendalikan moderator. Maka, gaya Ngabalin boleh juga disebut Ngabalinisme. Itu istilah yang bisa dipakai untuk menyebut tipe manusia, yang jika beradu argumen memakai atau menyerupai gaya Ngabalin. Maka, sebutan ngabalinisme pantas disematkan padanya. Tapi ada pula yang menjuluki Ngabalin dengan \"Pemaki dari Istana\". Adalah Bung Said Didu yang menarasikan pemaki dari istana itu. Sebuah narasi yang pas untuk menggambarkan seorang Ngabalin. Karena hanya Ngabalin-lah satu-satunya orang istana yang punya sikap temperamental di atas rata-rata. Sikap yang jauh berkebalikan dari Presiden Jokowi, yang terbilang santai dan murah senyum. Maka jika lalu orang  bertanya, mana mungkin sikap bertolak belakang itu bisa disatukan hidup dalam harmoni \"rumah\" yang sama. Pertanyaan itu tidak salah diajukan, yang pasti penuh keheranan. Tapi nyatanya bisa tuh. Setidaknya sikap kontradiktif bisa bersatu, dan itu ditampakkan oleh perangai Ngabalin dan Jokowi. Dalam ilmu kepentingan, memang tidak ada yang tidak bisa disatukan. Apalagi menjelang Pilpres 2024, adegan tidak biasa pun ditampilkan tanpa merasa jengah. Tiba-tiba muncul mereka yang menggadang-gadang diri sendiri--bukan digadang oleh kelompok atau partai yang punya kans mencalonkan pasangan capres/cawapres--nekat ingin maju di Pilpres 2024. Semata karena punya cuan atau modal yang cukup, dan dukungan oligarki. Tapi sudahlah, mari fokus saja pada Ngabalin. Sikap temperamental seorang Ngabalin, bisa jadi itu memang dibutuhkan istana. Dibuat seakan saling melengkapi. Tak salah jika Said Didu menyebutnya dengan pemaki dari istana. Istilah yang diilhami oleh dialog Catatan Demokrasi tvOne, dengan topik \"Perombakan Polisi\". Ngabalin tampil secara daring, atau tidak hadir di studio. Ia hanya muncul wajah dan suaranya. Meski demikian, suara dan lagaknya tetap Ngabalin yang meledak-ledak. Lawan debatnya adalah eks pengacara Bharada Richard Eliezer, Deolipa Yumar. Juga di situ ada Panda Nababan, mantan anggota Komisi III DPR-RI, dan Benny Mamoto, Kompolnas. Jalannya perdebatan, bukan lagi seru, tapi keluar dari norma kepatutan. Itu antara Deolipa vs Ngabalin. Silahkan jika ingin mencari jejak digitalnya. Menjadi tidaklah penting jalannya perdebatan itu diurai di sini. Perdebatan yang lalu memunculkan narasi dari Said Didu, yang dituliskan dalam Twitter pribadinya, Rabu (31Agustus). \"Hindari berdebat dengan pemaki dari istana.\" Menghindar untuk tidak berdebat dengan pemaki dari istana, itu bisa jadi cara ampuh untuk menyudahi tingkah polah seorang Ali Mochtar Ngabalin. Itu agar tontonan perdebatan di televisi bisa hadir sebagaimana yang lalu-lalu. Perdebatan yang saling menghormati lawan dalam berargumentasi. Dan, Ngabalinisme biarlah berhenti pada tulisan sederhana ini. (*)

Novum Baru Pembantaian Enam Laskar FPI Ada di Kantor Polisi

KETERANGAN Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo tentang pembunuhan enam pengawal Habib Rizieq Syihab menarik dicermati. Ia mengatakan, peristiwa yang terjadi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Km 50, pada 7 Desember 2020 itu akan diproses kembali jika ada bukti baru atau novum.  \"Terkait  dengan Km 50, saat ini sudah berproses di pengadilan. Memang sudah ada keputusan, dan jaksa juga sedang mengajukan banding terhadap kasus tersebut. Tentunya kami juga menunggu, \" kata Sigit dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu,  24 Agustus 2022. Kasus Km 50 kembali mengemuka setelah peristiwa pembunuhan terhadap anggota polisi Brigadir Josua Hutabarat yang juga dilakukan polisi. Pembunuhan berencana terhadap Josua diotaki oleh Inspektur Jenderal Ferdy,  Sambo yang sudah diberhentikan dengan tidak hormat sebagai anggota polisi (meski ia masih banding), dan juga istrinya Putri Candrawathi. Saat melakukan pembunuhan, Sambo menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri. Kasus pembunuhan terhadap Josua dan enam laskar FPI di Km 50 hampir mirip. Mulai dari keterangan pers yang direkayasa dan penghilangan kamera pengintai atau CCTV. Pasangan suami-istri tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana. Dua anggota polisi dan seorang sipil juga ditetapkan jadi tersangka. Enam perwira juga menjadi tersangka pelanggaran pidana menghalang-halangi proses hukum atau obstruction of justice terkait kasus tersebut. Sederet anggoga polisi lainnya ditempatkan di ruang khusus karena pelanggaran etika dan sebagian besar kemungkinan kena pidana. Kembali ke ucapan Listyo Sigit mengenai kasus Km 50, maka pertanyaannya adalah novum yang bagaimana yang diharapkan? Kasusnya, mirip dengan pembunuhan Josua, berupa usaha menghilangkan kamera pengintai atau CCTV/Closed Circuit Television.  Mari gunakan akal sehat menelusuri peristiwa Km 50 itu. Pertama, beberapa waktu setelah pembunuhan enam laskar Front Pembela Islam (FPI) - kini berganti nama Front Persaudaraan Islam - itu, rest area atau tempat istirahat tersebut sudah rata dengan tanah. Pertanyaannya, kenapa tiba-tiba dibongkar? Meskipun ada keterangan dari pihak PT Jasa Marga, pembongkaran sudah direncanakan sebelum peristiwa tersebut, namun tetap terasa janggal dan penuh misteri. Ya, kalaupun benar sudah direncanakan mau dibongkar, ya tunggu tiga sampai empat bulan tentu akan lebih nyaman dan tidak menjadi pertanyaan masyarakat, khususnya pengurus, anggota dan simpatisan organisasi yang telah dibubarkan pemerintah itu. Lebih khusus lagi, dari keluarga besar enam laskar tersebut. Lalu, siapa yang meminta atau memerintahkan supaya tempat tersebut segera dibongkar? Kedua, CCTV yang ada di jalan tol menuju Km 50 dan di lokasi kejadian, katanya, rusak, mati, kena gangguan.  Kok bisa terjadi kerusakan secara bersamaan? Perlu diselidiki lagi, siapa yang merusak atau atas perintah siapa, sehingga seluruh CCTV tidak hidup. Untung tidak ada peristiwa besar lainnya yang terjadi pada waktu  hampir bersamaan. Ketiga, enam HP atau telefon genggam laskar yang dibunuh hilang. Sampai sekarang, belum ditemukan/dikembalikan atau dijadikan alat bukti di persidangan. Ke mana dan di mana HP itu sekarang? Kalau hilang, siapa yang menghilangkan? Siapa yang meminta atau merampasnya dari tangan laskar?  Keempat, keberadaan mobil Landcruiser hitam di Km 50.  Ada saksi mata yang melihat, begitu penumpang turun, para polisi yang berada di lokasi langsung memberi hormat. Ada semacam breefing atau pengarahan dari orang tersebut kepada sejumlah anggota polisi di tempat itu.  Siapa penumpang yang turun dari mobil tersebut? Rasanya tidak masuk akal jika orang tersebut berpangkat rendah. Dapat dipastikan, penumpang Landcruiser itu orang berpengaruh dan memiliki posisi penting di kepolisian atau penegak hukum. Listyo Sigit, tentu mudah melacaknya, jika ada kemauan dan kesungguhan membongkar tuntas peristiwa Km 50 itu. Kelima, ketika kendaraan yang ditumpangi HRS dan keluarga dipepet mobil yang tidak menggunakan plat nomor dinas polisi, seseorang berpakaian preman (tidak pakai seragam polisi) sempat mengeluarkan tangannya yang penuh tato ke mobil menantu HRS, Muhmamad Hanif. Hal itu terjadi ketika mobil yang ditumpangi Hanif mencoba menghalangi agar tidak memepet mobil HRS. Siapa orang itu? Coba Pak Listyo diselidiki, itu polisi bertugas di mana?  Mudah juga menelusurinya. Berapa orang anggota polisi bertato seperti itu? Apalagi dalam kasus Josua, ada seorang polisi yang berfoto dengan Sambo (bersama ajudan lainnya) yang tangannya bertato juga. Cuma satu orang dan berjambang saat difoto. Itulah sekedar masukan buat  Listyo Sigit. Jika ada kemauan, tidak usah menunggu bukti baru. Lima hal di atas saja, bisa menjadi novum, atau menjadi dasar penyelidikan dan penyidikan. Masih ada beberapa hal lainnya yang bisa dijadikan novum. Apalagi, peristiwa penembakan enam laskar FPI itu diduga dilakukan oleh anggota polisi yang berada pada Satuan Tugas Khusus (Satgasus) Merah Putih  yang kini sudah dibubarkan. Kepala Satgasus saat peristiwa Km 50 adalah Ferdy Sambo. Tahun 2021, Brigadir Jenderal (Brigjen) Hendra Kurniawan, anak buah Sambo di Divisi Propam  terlibat dalam tim khusus pencari fakta  kasus Km 50. Hendra ikut bersama Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil Imran dan Pangdam Jaya, Dudung Abdurachman saat menggelar jumpa pers peristiwa penembakan laskar itu. Hendra juga bagian dari Satgasus. Ayo dong Pak Listyo Sigit. Sebenarnya, dari nurani yang dalam, Anda tahu semua itu.