ALL CATEGORY
Kompolnas Bukan Juru Bicara Polri Melainkan Mitra Lembaga
Jakarta, FNN - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Dawam menegaskan bahwa pihaknya bukan juru bicara Polri, melainkan mitra kelembagaan untuk memberi dampak pada perbaikan kemandirian dan profesionalitas Polri ke depan.\"Intinya, Kompolnas sejatinya bukan sebagai juru bicara Polri sebab Polri sudah memiliki juru bicara, yakni Divisi Humas Mabes Polri yang sekarang dikepalai Bapak Dedi,\" kata Mohammad Dawam dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.Pernyataan tersebut dia sampaikan menanggapi atas ucapan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid yang mengatakan bahwa Kompolnas menjadi perpanjangan tangan Polri dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir J.Apa yang disampaikan publik kepada Kompolnas, kata Dawam, adalah bagian dari kritik konstruktif masyarakat kepada penyelenggara negara. Oleh karena itu, hal demikian harus dipahami secara positif.\"Sebagai salah satu anggota Kompolnas, saya, Mohammad Dawam, memandang perlu untuk menyampaikan kepada publik bahwa Kompolnas juga telah banyak memberikan masukan dan surat rekomendasi sesuai dengan kewenangannya, kemudian menyampaikan langsung secara internal kelembagaan melalui Bapak Kapolri,\" ucap Dawam.Dikatakan pula bahwa sudah banyak saran Kompolnas yang telah ditindaklanjuti dengan baik, salah satunya dalam konteks kasus ini adalah saran Kompolnas kepada Polri terkait dengan pemakaman kembali almarhum Brigadir J secara kedinasan.Bahkan, kata dia, saran-saran Kompolnas kepada Polri dalam peristiwa lainnya juga sudah berjalan dengan baik. Di sisi lain, Kompolnas memang sedang membangun hubungan tata kerja kelembagaan Kompolnas dengan Polri, salah satu klausul kerja samanya menyebutkan perlu adanya pertukaran dan pemanfaatan data/informasi baik melalui elektronik maupun nonelektronik.\"Bahkan, bisa melalui lisan yang kemudian ditindaklanjuti secara tertulis,\" ucapnya.Hubungan sinergi kelembagaan yang sedang dibangun seperti ini, kata Dawam, memang timbulkan banyak pihak berpersepsi seolah-olah Kompolnas menjadi perpanjangan tangan Polri.\"Strategi kemitraan kelembagaan kami dengan memberikan masukan, kritik konstruktif ke internal Polri memang terkadang tidak populer. Namun, kami meyakini akan memberikan dampak besar pada proses perbaikan kemandirian dan profesionalitas Polri ke depan,\" kata Dawam. (Sof/ANTARA)
Kebijakan Penyesuaian Harga BBM Secara Bertahap
Jakarta, FNN - Pengamat sosial Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra menyatakan kebijakan penyesuai harga bahan bakar minyak (BBM) dapat secara bertahap.\"Saya usulkan kenaikannya jangan sekaligus agar tidak terasa. Kalau naiknya langsung banyak, nanti masyarakat yang terkejut,\" kata Azyumardi Azra dalam webinar Moya Institute dikutip di Jakarta, Jumat.Menurut dia, penyesuaian harga BBM yang bakal ditempuh pemerintah memang tidak dapat dihindari. Hal itu untuk menghindari dampak negatif lebih besar, yaitu krisis dan bangkrutnya APBN, seperti dalam kasus pemerintah Amerika Serikat yang terganggunya likuiditas keuangan.Ia berharap kebijakan penyesuaian harga BBM ke depannya sebaiknya juga melibatkan banyak pihak, misalnya kelompok masyarakat sipil, karena ini adalah \"urusan bersama\".Direktur Eksekutif Moya Institute Heri Sucipto mengatakan bahwa langkah penyesuaian harga BBM bersubsidi memang tidak terelakkan, seperti yang terjadi juga pada masa lalu.\"Namun, penting dicari formula yang tepat agar kehidupan sosial ekonomi masyarakat tidak terlalu terdampak,\" katanya.Sementara itu, pengamat ekonomi sekaligus mantan Kepala Wantimpres Sri Adiningsih memandang perlu menjaga APBN supaya tidak mengalami defisit.Sri Adiningsih mengatakan bahwa APBN itu berfungsi bukan hanya untuk subsidi BBM, melainkan untuk memitigasi dampak pandemi COVID-19 dan untuk memulihkan perekonomian nasional.Keinginan pemerintah untuk menyesuaikan harga BBM tentu, kata dia, berdasarkan banyak pertimbangan. Bukan sekadar menjaga stabilitas APBN, melainkan juga memacu kesejahteraan masyarakat (public spending) dan kesiapan dukungan anggaran bagi penyelesaian masalah lainnya.Selanjutnya, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsudi Syuhud mengemukakan bahwa penyesuaian harga BBM memiliki dua aspek, yakni untuk kebaikan publik atau masyarakat dan negara sendiri.Sasaran dari penyesuaian harga BBM, kata Marsudi Syuhud, adalah kemaslahatan dan kebaikan bagi rakyat, terutama yang paling membutuhkan. Dengan demikian, BBM bersubsidi yang selama ini masih banyak digunakan konsumen yang tidak berhak dapat dihindari.\"Ini sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu mengutamakan kemaslahatan rakyat banyak,\" katanya. (Sof/ANTARA)
Hanya Pecundang yang Masih Mainkan Isu Islamofobia
Jakarta, FNN - Ketua Bidang Agama Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Lampung Ustaz H. Suparman Abdul Karim menyatakan hanya pecundang yang masih memainkan isu islamofobia.Ustaz Suparman menilai narasi islamofobia dengan memosisikan diri dan kelompoknya seolah korban kebijakan negara yang zalim, sejatinya merupakan isu yang berulang dan tidak strategis.\"Ini isu yang berulang. Sifatnya berulang dan tidak strategis. Akan tetapi bagi mereka yang pecundang sebetulnya juga inferior, ya, mungkin ini sudah menjadi hiburan bagi mereka, melakukan playing victim, merasa terzalimi, dan lain sebagainya,\" ujar Ustaz Suparman dalam rilis BNPT yang diterima di Jakarta, Jumat.Menurut dia, maraknya kemunculan narasi ini karena kelompok radikal kerap menganggap isu ini sebagai isu yang paling efektif untuk menjaring simpati massa yang mayoritasnya penganut agama Islam.\"Karena inilah yang paling efektif untuk menyulut sensitivitas massa, yang mayoritas di negara Indonesia ini beragama Islam. Dikatakan laku, ya, tentunya laku hanya bagi kelompok mereka saja,\" ucap anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Lampung ini.Tokoh yang dikenal dengan ceramah kritis terkait dengan isu radikal dan terorisme ini juga menganggap isu islamofobia amat sarat akan kepentingan politik, khususnya oleh kelompok politik yang kerap menggunakan label keislaman.Ia menilai kekalahan kelompok tersebut di pentas politik menjadi pemicu sikap playing victim mereka.\"Bisa diibaratkan seperti para pecundang yang tidak kesatria untuk mengakui kekalahannya, atau seperti anak kecil yang kurang perhatian. Ini menguat menjadi sebuah kepentingan bersama dari beberapa kelompok politik yang merasa terkalahkan,\" kata Owner and Founder Di Sedekah Seribu Sehari ini.Oleh karena itu, Ustaz Suparman menilai setidak ada dua hal guna mematahkan narasi islamofobia yang kerap kali berkembang di tengah masyarakat.\"Yang mesti dipatahkan pada kenyataannya di negara yang mayoritas muslim ini tidak ada sama sekali orang yang ketakutan terhadap Islam. Bangsa kita yang mayoritas muslim ini hidup tenang tenang saja, berislam dengan baik-baik saja,\" katanya.Islamofobia sendiri sejatinya adalah isu yang dikembangkan di negara Barat setelah runtuhnya Gedung World Trade Center (WTC) dan Pentagon. Orang-orang nonmuslim yang mayoritas di Amerika Serikat belum paham betul tentang Islam. Mereka menjadi ketakutan seolah-olah Islam ini mengajarkan radikalisme dan terorisme.Kedua, pada kenyataannya yang terjadi ini adalah banyak yang mengajarkan ajaran radikal, dan mengarah kepada aksi terorisme dan intoleransi tetapi membalutnya sebagai ajaran Islam. Ketika dikritik, mereka malah putar balikkan bahwa ini bentuk dari intoleransi dan islamofobia.Ustaz Suparman mengatakan bahwa intinya semua pihak harus berani mematahkan narasi kelompok radikal sesuai dengan narasi yang mereka bawa dengan fakta dan dasar yang benar serta relevan.\"Hal-hal yang berasal dari pengaburan fakta akan terus digoreng guna menakut-nakuti khalayak ramai. Kalau ini dibiarkan terus, akan dianggap oleh masyarakat sebagai sebuah kebenaran,\" tuturnya.Untuk itu, dia berharap ada ketegasan dari pemerintah untuk menertibkan hal ini melalui regulasi yang tepat, mengingat hal ini justru dapat menjadi ancaman terhadap persatuan bangsa.\"Ini sebetulnya yang harus dipertegas. Pemerintah harus lebih tegas dalam membuat aturan. Kerena playing victim ini ujung-ujungnya bermuara kepada fitnah, penyebaran berita bohong (hoaks). Hukum harus dikuatkan,\" kata Ustaz Suparman. (Sof/ANTARA)
Berbohong Stok BBM Kritis, Pertamina Bisa Digugat “Class Action”
SEBELUM isu kenaikan harga BBM subsidi, PT Pertamina pernya menyatakan bahwa stok BBM bersubsidi menipis. Ditambah lagi, beban APBN berat kalau subsidi tidak dicabut. Setelah rakyat panik dan sempat antri di SPBU jelang 1 September 2022, ternyata Pertamina tidak menaikkan. “Tetap kita (hanya) ingin lihat bahwa ini problem yang tertunda dan memang ada kalkulasi bahwa ini demi menyelamatkan reputasi Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), harus berkorban APBN buat terus-menerus subsidi,” ungkap pengamat politik Rocky Gerung. “Dan keadaan yang sekarang yang kita cukup sebut situasi yang disruptif ini setiap saat justru bisa jadi katastrofi,” lanjut Presiden Akal Sehat itu dalam dialognya dengan Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief. Berikut petikannya dalam Kanal Rocky Gerung Official, Jum’at (2/9/2022). Halo apa kabarmu Bung Rocky, ini ketemu di hari Jumat, menjelang akhir pekan. Orang bilang thanks God is Friday. Thanks God, bukan kepada Jokowi. Thanks God karena harga pertalite ternyata tidak jadi naik. Tetapi, tetap kita ingin lihat bahwa ini problem yang tertunda dan memang ada kalkulasi bahwa ini demi menyelamatkan reputasi Pak Jokowi harus berkorban APBN buat terus menerus subsidi. Mungkin sama dengan yang jadi semacam pertaruhan hukum politik sekarang. Demi menyelamatkan Sambo maka skenarionya harus sampai di situ saja. Kira-kira begitu kan. Desas-desus yang kita lihat dari berbagai pembicaraan di DPR atau Komnas HAM mungkin berpikir begitu. Jadi semuanya itu serba tidak pasti. Tetapi, kita bisa bayangkan seandainya terjadi kekacauan ekonomi, lalu terjadi juga guncangan politik, dan semua yang tidak pasti itu akhirnya terbongkar bahwa ini hanyalah upaya untuk menghalangi melebarnya isu politik, melebarnya isu hukum, melebarnya isu asmara segala macem. Jadi kita ada dalam kecemasan sebetulnya. Apalagi soal pertalite yang seolah-olah yang mungkin buat sementara karena harga minyak dunia agak turun maka kesempatan untuk membujuk kembali legitimasi publik. Tapi ini semua nggak pasti. Dan keadaan yang sekarang yang kita cukup sebut situasi yang disruptif ini setiap saat bisa jadi katastrofi itu justru. Iya. Ini kan jadinya kredibilitas pemerintah makin hancur. Realitas sebelumnya kan bagaimana corporate secretary PT Pertamina ini menyatakan bahwa ini stok solar dan pertalite itu akan habis tahun ini. Tiba-tiba kemarin Pertamina umumkan bahwa stok sampai tahun baru aman. Jadi kalau begitu terus ada yang tanya, ini tuyul dari mana yang bawa minyak. Iya, ini Pertamina juga jadi tempatnya jin buang anak. Orang itu menganggap Pertamina tempat angker. Kira-kira begitu kalau bilang perspektif kemarin jin buang anak karena kita nggak tahu siapa yang kendalikan Pertamina. Kenapa Humasnya beda-beda itu. Direksi bisa beda dengan…. Kan musti satu suara antara Humas, Direksi, Komisaris, Menteri Keuangan. Kan itu soalnya. Jadi, dalam keadaan ketiadaan informasi, orang akhirnya kasak-kusuk bahwa ini ada isu politik di situ. Lalu masuk segala macam kecurigaan bahwa ini ada uang yang akan ditahan dulu untuk permainan politik, untuk sementara oke subsidi tidak akan dicabut. Jadi hal-hal semacam itu bikin mereka yang panik sebetulnya karena ketahuan oleh rakyat. Istana itu panik sendiri saja sehingga di antara mereka saling menghumaskan diri. Jadi, setiap orang di Istana jadi humas buat dirinya sendiri. Kalau kita lihat ini kan soal mazhab. Sri Mulyani jelas mazhabnya ingin cabut subsidi. Pak Luhut tadinya juga termasuk yang kenceng menyuarakan. Tetapi, saya kira Pak Luhut ini satu suara dengan Pak Jokowi. Pak Jokowi yang sudah ngomong hati-hati itu dan DPR kemarin untuk pertama kalinya kompak ini. Ya ada satu dua fraksi yang sepakat. Yang lain menolak untuk pencabutan dan selalu mereka bilang pro orang cilik. Itu yang terjadi sekarang. Jadi kita mulai mengendus ini ada semacam itu. Kalau nggak perpecahan ya kita bilang ada perbedaan mazhab. Ujungnya, itu nanti juga persoalan bagaimana mengelola negara ini. Ya, itu selain perbedaan mazhab juga perbedaan raport atau proksi pada presiden. Kan jelas Pak LBP lebih dekat dengan Presiden Jokowi karena reputasi beliau bahkan sebelum Jokowi jadi presiden. Jadi, orang yang paling kenal watak dan sekaligus kecemasan Pak Jokowi adalah Pak Luhut. Jadi mungkin Pak Luhut juga membaca wah itu Presiden Jokowi potensial untuk kehilangan legitimasi maka diubahlah kebijakan-kebijakan itu. Dan itu memang hal yang dari dulu kita tahu selama presiden tidak kasih sinyal yang kuat maka presiden menunggu reaksi publik. Nah, karena reaksi publiknya kencang ya presiden menganggap wah bahaya nih, kalau tiba-tiba ada situasi kritis, satu POM bensin saja dibakar, itu bisa menular ke mana-mana kontinjen efeknya. Ini yang harus diantisipasi memang. Tentu semua orang merasa kok tiba-tiba ada analisis POM bensin dibakar. Loh, ini keadaan rakyat ini, keadaan unthrush sosial ini, apa saja bisa terjadi. Saya kira itu ada temuan dari intelijen berdasarkan bigdata mungkin bahwa potensi kerusuhan itu bisa meledak karena memang daya belinya rendah sekali. Jadi pembuktian hoaks itu sebetulnya juga bukan hoaks ini, karena memang pemerintah mau mendeteksi ambang kemarahan rakyat dengan melihat mengularnya kemarin di hari pertama isu mau dinaikkan. Jadi bara sosial itu tetap ada di situ. Dinaikin atau tidak tetap rakyat masih ingat bisa-bisa besok dinaikin malam-malam. Jadi tetap ketegangan sosial sudah terjadi. Jadi, artinya sebenarnya kita juga mengendus bahwa pemerintah diam-diam menyadari soal itu dan itu bagi kita menunjukkan bahwa ya memang realitas seperti itu yang terjadi pada masyarakat. Suasananya seperti kita sebut dulu seperti ranting yang kering gitu. Yang satu memantik saja itu bisa jadi mudah terbakar. Ya, keadaan ini yang membuat kita menganggap bahwa seluruh informasi dari relawan buzer Istana soal Musra, ada dukungan tentang tiga periode itu dan tokoh-tokohnya ini itu, itu kan jadi absurd juga akhirnya, nggak ada gunanya kan. Misalnya Presiden Jokowi bikin musyawarah rakyat pertama di Bandung, Presiden Jokowi tinggi sekali. Itu artinya bahwa rakyat Jawa Barat itu ingin menghendaki Presiden Jokowi kan? Kan yang dikumpulkan Jawa Barat kemarin. Padahal, faktanya di Jawa Barat justru Presiden Jokowi jeblok suaranya kan? Itu bagaimana saat Pemilu kemarin kan jeblok betul suara Pak Jokowi. Jadi rekayasa itu terjadi. Lalu orang bertanya sekarang hebat betul ya masyarakat Jawa Barat ingin Presiden Jokowi jadi presiden lagi, lalu orang ingatkan, hai tunggu dulu ya, ada data hasil pemilu Presiden Jokowi itu suara di Jawa Barat itu rendah. Demikian juga PDIP sebagai partai pendukung dalam perbandingan dengan partai lain. Jadi kalau di Jawa Tengah masuk akal, masa di Jawa Barat orang Jawa Barat pro Jokowi. Itu agak kacau logika itu. Ya, saya mendapat gambaran bagaimana sebenarnya pemerintah. Dengan cara itu saja kita bisa mengendus bahwa sesuatu sedang terjadi di sana. Iya betul. Something rotten in Denmark, ada yang membusuk di Denmark kalau lakonnya Shakespiare. Nah, sekarang kita mau coba lihat impact-nya apa nanti. Apakah betul-betul akan dihitung ulang anggaran subsidi ini dan para pakar betul-betul sudah pikir ya subsidinya memang kecil kok, kenapa digede-gedein sampai ratusan triliun. Nah, poin-poin ini yang harusnya dikritisi oleh DPR. Nah DPR jangan sekadar menunggang isu bahwa rakyat tidak menghendaki subsidi dicabut tapi dia juga musti breakdown dong karena soal anggaran itu fungsi dari DPR. Supaya jelaslah bagian ini disubsidi buat itu, yang ini buat ini, yang sini ditahan untuk main politik, kan gampang. Jadi, jangan DPR di satu pihak muji-muji Pak Kapolri, di pihak lain sekarang berupaya untuk memuji-muji rakyat itu. Padahal, lembaga itu adalah lembaga yang paling koruptif mentalnya di dalam survei-survei. Oke. Nah, sekarang kita lanjutkan melihat situasi bangsa kita saat ini. Kalau melihat situasi semacam ini kan sebenarnya harusnya pemerintah itu kan kebijakannya tidak hanya sekedar yang tadi permen itu tidak dinaikkan, menjanjikan BLT, dan sebagainya, tetapi kita juga mengendus bahwa ini dampaknya tidak hanya persoalan APBN, tetapi juga berkaitan dengan banyak sekali program hukum legacy Pak Jokowi, salah satunya jelas kita sebut IKN, kemudian infrastruktur- infrastruktur lain yang jadi andalan Pak Jokowi. Itu selalu yang mesti kita ingatkan bahwa trade of itu terjadi dan kekacauan kebijakan bukan tidak soal BBM saja, banyak hal yang memang kacau. Tapi demi legacy tetap dilakukan musra itu seolah ingin memberi keterangan bahwa Presiden Jokowi itu masih disukai rakyat. Jadi informasi yang tidak dikenali dengan positif oleh rakyat itu justru yang dimanipulasi oleh para surveiyor. Kan baru-baru ini kan para surveyor justru mengeluarkan angka baru 79 persen. Itu artinya, ada informasi yang gak sampai di responden. Kan mustinya surveyor itu kasih tahu dulu keadaannya. Baru ditanya apa pendapat kalian. Bukan sekadar asal tanya dan mengandalkan, responden tahu. Padahal buyers pendidikan itu sudah terlihat bahwa responden kita memang tidak mampu untuk mencerna kekacauan kebijakan. Yang kedua, responden kita sudah fatalistis, suka-sukalah Istana. Bagian ini yang tidak dikontrol dalam metodologi. Jadi saya menganggap itu survei-survei yang tiba-tiba memberatkan lagi dukungan kepercayaan publik pada Presiden itu tinggi artinya gagal mendeteksi variabel ignorantia dari respondennya. Ya, saya kira ini sebenernya jangandianggap sepele ya apa yang disampaikan oleh Pertamina kemarin menyatakan bahwa stok solar dan pertalite itu akan habis akhir tahun dan kemudian sekarang ternyata tidak habis, aman sampai tahun 2006, mereka bisa dikenakan hoaks yang luar biasa besar karena ada orang-orang antre. Kemudian yang lebih parah lagi kan harga-harga ini meskipun pertalite dan solar tidak jadi naik, tapi harga-harga sudah naik. Ini sebenarnya bisa dituntut, bisa class action kita terhadap Pertamina. Nah, ini mustinya ada class action. Tapi sebelum ada class action kan DPR bisa panggil direksi dan tanyakan ngapain kalian berbohong. Kami wakil rakyat, rakyat kalian bohongi itu. Ini yang musti kita dorong juga atau nggak kita dorong itu harusnya sudah otomatis kalau DPR punya otak, panggil dong. Ini ada apa? Kenapa menyembunyikan stok? Apa kalian Pertamina juga sudah jadi penyelundup? Kan saya lama-lama jadi berpikir, jangan-jangan yang selama ini terjadi seperti itu gitu. Jadi ini cuman permainan mereka menakut-nakuti rakyat sebagai justifikasi untuk menaikkan harga. Ya memang begitu. Yang diawalnya kan begitu, stok menipis, APBN nggak mampu. Oleh karena itu secara rasional ekonomi, harga harus naik. Kalau itu diterangkan dengan bagus dan dukungan pada Jokowi betul-betul jujur, orang akan oke, sama-sama kita berkorban. Ini dia sudah menipu dua kali rakyat Indonesia. Dan dalam penipuan itu terlihat manipulasi angka, nilai itu untuk menyelamatkan reputasi Jokowi. Kan cuman itu intinya. Dan yang kedua adalah bagaimana lembaga sebesar pertamina itu bermain politik, menunggangi isu publik, lalu main-main di situ. Itu bukan etik korporasi, itu etik manipulatif. Oke jadi kita tunggu ya, karena rakyat jutaan orang berbondong-bondong antre dan yang lebih parah dampaknya harga-harga sudah naik. Itu hanya ulah dari Pertamina yang menyatakan bahwa stok solar dan pertalite menipis, tapi ternyata mereka punya stok sampai akhir tahun tetap aman. Jadi ini silakan kalau ada yang mau melakukan class action. Saya kira ini sudah memenuhi unsur (kalau dalam pidana unsur deliknya sudah ada). (Ida)
Dua Hafiz Muda Indonesia Tampil di Hadapan Sultan Brunei
Jakarta, FNN - Dua hafiz muda berkebutuhan khusus asal Indonesia tampil memukau di hadapan Sultan Hassanal Bolkiah beserta keluarga kerajaan dan para duta besar negara-negara sahabat, kata Dubes RI untuk Brunei Darussalam Sujatmiko. “Sangat membanggakan hafiz muda berkebutuhan khusus penghafal Al Quran dari Indonesia sebagai bintang tamu pada Musabaqah Membaca Al Quran di Brunei, dan membacakan ayat-ayat Al Quran di hadapan Sultan dan Yang Di-Pertuan Negara Brunei Darussalam, Haji Hassanal Bolkiah,“ kata Sujatmiko dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.Penghafal Quran Muhammad Naja Hudia Afifurrohman Agusfian (12) dan Nur Syahwa Syakhila Mohamad Sabhan (14) diundang ke Brunei untuk menyemarakkan Musabaqah Membaca Al Quran Peringkat Akhir Brunei Darussalam yang berlangsung di Gedung International Convention Center, Bandar Seri Begawan, pada 1 September. Meski menderita lumpuh otak, Muhammad, yang berasal dari Mataram, mampu menghafal semua ayat Quran dan terjemahannya. Demikian pula dengan Nur, tunanetra yang berasal dari Tangerang.Acara final musabaqah yang mengusung tema “Bertemankan Al-Qur’an Sepanjang Zaman” berlangsung pada 30 Agustus-1 September dan dibuka oleh Putra Mahkota Haji Al-Muhtadee Billah dan ditutup oleh Sultan Haji Hassanal Bolkiah.Dalam acara tersebut terpilih enam qori dan enam qoriah dewasa untuk membacakan Al Quran pada hari pertama dan kedua, sedangkan pemenangnya akan membacakan Al Quran pada 1 September. (Ida/ANTARA)
Ketua DPD RI Ajak Warga PSHT Kawal Gerakan Mengembalikan UUD1945 Naskah Asli
Madiun, FNN - Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, yang juga Ketua Dewan Pembina Pusat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), mengajak seluruh warga PSHT untuk mengawal gerakan mengembalikan kedaulatan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat dengan kembali ke UUD 1945 naskah asli, untuk kemudian disempurnakan melalui adendum. LaNyalla mengatakan, cara tersebut tidak akan menghilangkan Pancasila sebagai staats fundamental norm. “UUD 1945 naskah asli mutlak kita sempurnakan agar kita tidak mengulang penyimpangan praktik yang terjadi di era Orde Lama dan Orde Baru, karena kita harus selalu belajar dari sejarah,” ujarnya, pada puncak peringatan 1 Abad PSHT di Graha Krida Budaya Padepokan Agung, Madiun, Jawa Timur, Jumat (2/9/2022). Menurut Senator asal Jawa Timur itu, saat ini Pancasila hanya sebatas slogan. Dalam praktiknya, Pancasila tak pernah disertakan dalam menentukan arah perjalanan bangsa ini. Hal itu terjadi sejak amandemen konstitusi sebanyak empat tahap pada tahun 1999 hingga 2002 silam. “Setelah konstitusi diamandemen, antara Pancasila dengan isi dan bunyi pasal-pasal dalam UUD hasil perubahan itu sudah idak nyambung lagi,” tegas LaNyalla. Dijelaskannya, konstitusi baru hasil amandemen 1999-2002 sangat kental dengan ideologi individualisme dan liberalisme. “Maka tak heran jika belakangan ini kapitalisme dan sekulerisme semakin menguat di Indonesia,” papar LaNyalla. LaNyalla juga membangkitkan kesadaran kritis warga PSHT sebagai penjaga Pancasila. “PSHT harus menjadi benteng pertahanan ideologi Pancasila dari serangan liberalisme dan kapitalisme yang lahir dari ideologi individualisme dan sekulerisme,” tegasnya. Sebagai organisasi yang berkontribusi terhadap lahirnya Indonesia, LaNyalla mengajak agar warga PSHT melihat dan mengamati arah perjalanan bangsa ini. “Ada banyak pradoksal di tengah-tengah kita, baik dalam hal pembangunan, hingga ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan struktural,” paparnya. Untuk itu, LaNyalla mengajak warga PSHT bersama-sama mengembalikan kedaulatan rakyat kembali di tangan rakyat. Sebab, kata LaNyalla, oligarki ekonomi yang bersekutu dengan oligarki politik telah menyandera penguasa yang pada akhirnya bertindak ugal-ugalan dalam membuat kebijakan nasional. Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga menekankan agar warga PSHT membangun kesadaran kritis terhadap konsep kebijakan pendidikan nasional bangsa ini. “Cita-cita bangsa ini dalam kalimat ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ bukan hanya sekadar mencerdaskan otak saja, tetapi juga mencerdaskan kehidupan. Artinya, mencerdaskan kemanusiaan secara utuh, termasuk di dalamnya moral dan akhlak, jasmani dan rohani, serta semangat nasionalisme dan patriotisme,” urainya. Menurut LaNyalla, tanpa budi pekerti, tanpa nasionalisme, tanpa patriotisme dan tanpa ideologi serta ilmu agama, generasi yang dihasilkan hanya akan menjadi lawan di masa depan. Ditambahkannya, semua pihak harus membuka sejarah, membaca pemikiran-pemikiran luhur para pendiri bangsa. “Baca ulang pikiran-pikiran Ki Hadjar Hardjo Utomo saat beliau mendirikan PSHT 100 tahun yang lalu. Kita harus membaca kembali watak dasar dan DNA asli sistem demokrasi bangsa ini, di mana para pendiri bangsa telah sepakat menggunakan sistem syuro yang menjadi ciri utama demokrasi Pancasila,” ulas LaNyalla. Sistem syuro bermakna kedaulatan rakyat yang diberikan kepada para hikmat yang duduk di Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan dari seluruh elemen rakyat sebagai pemilik sah bangsa dan negara. Di dalamnya bukan saja diisi oleh politisi dari partai politik, tetapi juga ada utusan dari seluruh daerah dan utusan golongan yang lengkap. Di akhir acara, Ketua DPD RI diminta meresmikan Graha Krida Budaya dengan menandatangani prasasti dan memukul gong sebagai peresmian monumen 1 Abad Terate Emas untuk Dunia. Pada kesempatan itu, Ketua DPD RI didampingi Senator Bustami Zainuddin (Lampung), Fachrul Razi (Aceh) dan Muhammad Afnan Hadikusumo (Yogyakarta). Sementara sejumlah tamu undangan yang hadir di antaranya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Komandan Seskoal Laksma TNI Yoos Suryono Hadi, Panglima Kodam V/Brawijaya Mayjen TNI Nurchahyanto, Wali Kota Madiun Maidi dan Bupati Madiun, Ahmad Dawami Ragil Saputro. Hadir pula Ketua Umum PSHT, Raden Moerdjoko Hadi Widjojo beserta jajaran dan Ketua Dewan Pusat PSHT, Issoebiantoro beserta jajaran. (Ida/LC)
Indonesia Hadir dalam Pertemuan Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia
Jakarta, FNN - Pemerintah Indonesia, melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkumham, untuk pertama kalinya menghadiri pertemuan Komite Penasihat untuk Penegakan Kekayaan Intelektual yang diselenggarakan Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) di Jenewa, Swiss.\"Forum ini sebagai ajang untuk berkoordinasi dengan organisasi publik dan swasta untuk memerangi pemalsuan dan pembajakan,\" kata Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkumham Anom Wibowo dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.Forum tersebut juga merupakan upaya penyampaian edukasi publik, pendampingan, dan koordinasi untuk melaksanakan program pelatihan regional dan nasional bagi semua pemangku kepentingan terkait, serta pertukaran informasi tentang masalah penegakan hukum.Anom mengatakan pertemuan tersebut penting bagi Indonesia dalam upaya penegakan hukum di bidang kekayaan intelektual dan memberantas serta memerangi peredaran barang palsu atau bajakan.Dalam forum itu, perlu ada program pelatihan dan bantuan teknis kepada negara-negara anggota WIPO guna memastikan setiap negara melakukan penegakan hukum kekayaan intelektual secara efektif.\"Khususnya di bidang internet dan digital yang saat ini berkembang sangat cepat,\" tambahnya.Dengan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat, peredaran barang palsu dan bajakan jadi marak diperjualbelikan secara daring melalui situs e-commerce.\"Permasalahan inilah yang perlu diatasi oleh setiap negara untuk memberantas kejahatan siber, termasuk penipuan atau perdagangan barang palsu melalui e-commerce,\" jelas Anom.Saat ini, tambahnya, Indonesia memiliki satuan tugas (satgas) penanganan pelanggaran kekayaan intelektual yang terintegrasi dan terkoordinasi antarkementerian dan lembaga penegak hukum, yakni Bareskrim Polri, Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Ditjen Aplikasi Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan DJKI Kemenkumham.Pembentukan satgas tersebut untuk membuktikan komitmen Pemerintah Indonesia dalam memberikan pelindungan kepada konsumen dan produsen terhadap peredaran barang palsu dan bajakan.DJKI Kemenkumham juga telah berupaya melakukan pencegahan pelanggaran kekayaan intelektual, di antaranya dengan membuat program sertifikasi pusat perbelanjaan luring yang terbebas dari penjualan barang palsu dan bajakan. (Ida/ANTARA)
Kompol Chuk Putranto Diberhentikan sebagai Polri Melalui Sidang Etik
Jakarta, FNN - Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan memberhentikan dengan tidak hormat (PDTH) Kompol Chuk Putranto sebagai anggota Polri atas pelanggaran etik terkait tindak pidana menghalangi penyidikan perkara pembunuhan Brigadir J.“Dan yang kedua pemberhentian tidak dengan hormat atau PTDH sebagai anggota Polri,” kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jumat.Dedi menjelaskan, putusan sidang KKEP terhadap Kompol Chuk Putranto juga dijatuhkan sanksi bersifat etika, yaitu perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela. Kemudian sanksi administrasi yang pertama adalah penetapan dalam tempat khusus selama 24 hari dari tanggal 5 sampai dengan 29 Agustus di ruangan Patsus Biro Provos Polri.“Dan sanksi ini telah dijalani oleh pelanggar,” kata Dedi.Jenderal bintang dua itu mengatakan Sidang KKEP Kompol Chuk Putranto dilaksanakan Kamis (1/9) dan selesai Jumat dini hari pukul 02.00 WIB, menghadirkan sembilan orang saksi yang diperiksa.Sidang dipimpin oleh jenderal bintang dua dan beberapa anggotanya. Sidang memutuskan secara kolektif kolegial pelanggaran terkait masalah Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri juncto Pasal 10 ayat (1) huruf F, Pasal 10 ayat (2) huruf H Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode etik Profesi dan Komisi Etik Polri.“Telah diputuskan oleh komisi sidang KKEP yang bersangkutan menyatakan banding, itu merupakan hak yang bersangkutan,” kata Dedi.Mantan Kapolda Kalimantan Tengah itu menyebutkan, proses KKEP terkait permasalahan menghalangi penyidikan kematian Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga segera dituntaskan, secara paralel tim khusus penyidik fokus menyelesaikan berkas perkara, kemudian Tim KKEP Propam Polri juga selama 30 hari ke depan fokus menuntaskan permasalahan pelanggaran etik.“Memang sidang KKEP ini lebih utamanya digelar untuk enam orang terduga obstruction of justice ya di luar Irjen FS yang sudah melaksanakan sidang lebih awal, digelar secepatnya yang enam orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Siber Bareskrim,” kata Dedi.Dedi juga mengatakan, masih ada 28 anggota Polri lainnya yang akan disidang terkait pelanggaran etik. Sementara ini, Biro Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof) Polri fokus menuntaskan sidang etik enam tersangka obstruction of justice, kecuali Ferdy Sambo (sudah disidang etik).“Minggu depan tentunya dari Biro Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof) bekerja secara maraton juga tidak mengenal lelah akan juga menggelar sidang-sidang terduga pelanggaran obstruction of justce yang lainnya. Mulai dari Brigjen HK (Hendra Kurniawan) dan terus akan kami gelar semua sampai tuntas. Dari 35 orang kalau dikurangkan tujuh (tersangka) kan masih 28 orang,” kata Dedi. (Ida/ANTARA)
Kesadaran Politik Masyarakat Semakin Baik Saat Ini
Jakarta, FNN - Peneliti Ahli Utama Bidang Sosiologi Politik Pusat Pemerintahan Dalam Negeri Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mohammad Mulyadi menilai kesadaran politik masyarakat Indonesia saat ini semakin baik.“Kesadaran politik kita semakin baik dan itu patut diapresiasi,” kata Mulyadi saat menjadi narasumber dalam Podcast Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Episode 21 bertajuk Menggunakan Hak Pilih: Legitimasi Tertinggi Partisipasi Masyarakat, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube KPU RI di Jakarta, Jumat.Hal tersebut, lanjut dia, terlihat dari banyaknya jumlah massa yang mengiringi langsung partai-partai politik yang mereka dukung menuju Kantor KPU di Jakarta untuk mendaftarkan diri sebagai calon peserta Pemilu 2024. Ada pula masyarakat yang menyaksikan siaran langsung melalui kanal YouTube KPU RI untuk memantau pelaksanaan tahapan pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 pada tanggal 1 sampai 14 Agustus 2022.Selanjutnya, menurut Mulyadi, kesadaran politik masyarakat yang semakin baik itu sepatutnya ditangkap KPU sebagai suatu sinyal positif dalam mengupayakan peningkatan partisipasi masyarakat dalam Pemilu 2024. “Oleh karena itu, KPU sebagai penyelenggara harus bisa menangkap ini sebagai sinyal positif,” ucap dia.Mulyadi menilai partai politik yang mampu menghadirkan jumlah massa pendukung yang banyak adalah partai dengan basis kaderisasi yang kuat. “Saya perhatikan memang beberapa parpol yang basisnya kaderisasi, kalau saya lihat di media, mereka pasti menghadirkan massa yang lebih baik. Ini asumsi saya, hal itu berbeda dengan parpol yang basis kaderisasinya lemah,” ujar dia.Mulyadi mencontohkan partai politik yang memiliki basis kaderisasi kuat adalah dua partai baru, yakni Partai Gelora dan Partai Ummat. “Contohnya, Partai Gelora saat ke KPU ramai karena pecahan dari PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang basis kaderisasinya bagus. Partai Ummat, pecahan PAN, juga cukup banyak massanya. Pendiri partai ini dari partai lama yang mempunyai sejarah kaderisasi partai yang bagus sehingga diiringi massa yang banyak,” jelas dia. (Ida/ANTARA)
Jokowi, Polri dan Oligarki
Oleh: Yusuf Blegur | Mantan Presidium GMNI TRAGEDI Polri dengan lakon Ferdi Sambo, sesungguhnya menjadi kisah cinta segitiga antara Jokowi, Polri dan oligarki. Hubungan terlarang ketiganya menjadi bagian dari episode panjang kisah perselingkuhan dipenuhi horor yang tragis dan mengerikan di republik ini. Tiada kemanusiaan dan tiada Ketuhanan, yang ada hanya nafsu kekuasaan untuk membunuh, menumpuk harta dan mempertahankan jabatan. Seperti pepatah setali tiga uang, maka Jokowi selaku presiden, kinerja institusi Polri dan pengaruh oligarki menjadi satu kesatuan yang identik dengan kekuasaan. Perbedaannya hanya ada pada seberapa besar derajat kekuasaannya yang digunakan dan saling memengaruhi di antara ketiga kekuatan itu. Di satu sisi sama halnya pada TNI, presiden sebagai panglima tertinggi Polri. Namun di lain sisi presiden tak leluasa melakukan intervensi dan bertindak tegas terhadap dinamika di tubuh Polri yang notabene dibawah hierarki dan tanggungjawabnya. Indikator itu terlihat ketika presiden secara keras mengingatkan penyelasaian kasus Sambo hingga empat kali untuk selanjutnya hanya menjadi basa-basi. Sementara baik presiden dan Polri, kini keduanya sama-sama berada dalam cengkeraman oligarki. Seperti yang terjadi pada pilpres 2 periode ini, sangat kentara presiden yang terpilih merupakan hasil dari rekayasa sosial dan politik, dari oligarki yang sering disebut menyerupai cukong atau mafia. Sindikat atau konsorsium pemilik modal besar tersebut, dapat melahirkan figur pemimpin hanya dengan kekuatan uang yang dapat membeli trilogi kekuasaan yang ada sebagai instrumen utama dan strategis, yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif, serta tak kalah vital dan pentingnya kekuatan media. Dahsyatnya uang dan jabatan yang menjadi keniscayaan sekaligus mengerikan, mampu membeli institusi negara termasuk aparatur pemerintahan di dalamnya. Kedaulatan rakyat pada segmen mekanisme demokrasi dan implementasi konstitusi, harus tunduk pada gemerlap dan kemewahan materi. Begitupun dengan Polri ketika secara institusional langsung dibawah presiden. Maka baik buruknya sektor hulu, akan menentukan baik buruknya sektor hilir. Meminjam istilah Kapolri Sigit Listyo Prabowo soal ikan busuk dimulai dari kepalanya, seakan memberi ilustrasi Polri sebagai cermin seorang presiden. Realitas itu semakin terlegitimasi oleh sistem dan kinerja Polri yang terpuruk dan terburuk yang ditunjukkan beberapa tahun belakangan ini. Bagaimana begitu sangat kapitalistik juga transaksional dalam jenjang karir dan pengangkatan jabatan di tubuh Polri. Hanya mampu menghasilkan efek domino kinerja Polri yang begitu miris dan memprihatinkan. Alih-alih mewujudkan Tri Brata dan Eka Prasetya, fungsi polisi yang diharapkan melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat justru yang terjadi malah sebaliknya. Kebanyakan rakyat terlanjur menyebut aparat kamtibmas itu seperti polisi India, jika tidak mau terlalu kasar disebut cenderung menjadi musuh rakyat. Begitulah gambaran lembaga kepresidenan dan institusi Polri yang kadung dibawah hegemoni dan dominasi oligarki. Keduanya hanya menjadi alat kepentingan dan alat kekuasan oligarki yang sudah merangsek ke segala lini kehidupan rakyat, negara dan bangsa Indonesia. Oligarki yang sejatinya menjadi wajah baru kolonialisme dan imperialisme, bukan hanya melulu melakukan penetrasi ekonomi. Lebih dari itu, kinsorsium kekuasaan koroprasi, partai politik dan birokrasi, telah menjajah bangsa ini dalam bidang politik, hukum, sosial budaya dan pertahanan keamanan negara. Hanya hak untuk hidup meski tidak layak bahkan menderita yang dibiarkan oleh oligarki. Begitu digdayanya oligarki sehingga mampu mengebiri Pancasila, UUD 1945 dan NKRI. Memang uang dan jabatan begitu progressif merubah abdi negara menjadi abdi materi. Begitu revolusionernya oligarki membunuh kemakmuran dan keadilan bagi rakyat Indonesia, sehingga dapat melahirkan kembali bangsa ini yang hidup di zaman penjajahan modern. Zaman yang menggantikan republik Indonesia menjadi reoublik oligarki. Jadi jangan heran. Jangan bicara tentang keadilan dan jangan bicara tentang kemakmuran. Juga jangan bicara tentang nilai-nilai di negara ini. Karena revolusi mental yang digaungkan, telah rusak dan hancur oleh pencetus dan pegiatnya sendiri. Harap dimaklum, karena sejatinya Jokowi, Polri dan Oligarki merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Setali tiga uang, atau lebih enak membilangnya dengan istilah \"podo wae\".