ALL CATEGORY

Menkominfo Optimistis Dokumen Bali Optimalkan Agenda Digital G20

Jakarta, FNN – Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate optimistis perumusan Dokumen Bali atau \"The Bali Package\" dalam pertemuan keempat Digital Economy Working Group (DEWG) mampu mengoptimalkan agenda digital dalam Presidensi G20.  \"Kami akan melakukan diskusi yang produktif dalam dua hari ke depan dan menyusun deklarasi yang akan memfasilitasi kemajuan agenda digital kita,\" kata Menteri Johnny, dalam siaran pers, diterima di Jakarta, Senin.Penyusunan dokumen The Bali Package mempertimbangkan banyak aspirasi dari negara anggota G20 sesuai kenyataan dan tantangan global. Pembahasan untuk dokumen ini dilakukan secara mendalam sejak pertemuan DEWG pertama sampai keempat.Menteri Johnny berharap pembahasan selama diskusi DEWG bisa menghasilkan dokumen yang komprehensif sehingga bisa diterapkan secara global, dalam rangka memajukan agenda digital dunia.\"Tidak hanya menyesuaikan apa aspirasi kami tentang masa depan digital, tetapi kami mengakui kondisi nyata yang ada, guna menghadapi tantangan masa depan yang lebih kompleks,\" kata Johnny.Menteri Johnny merasa optimistis The Bali Package akan membuka peluang kerja sama antarnegara G20 dan dunia semakin besar demi keamjuan digitalisasi bersama secara berkelanjutan.\"Pada saat yang sama kita melihat dan mengetahui peluang yang ada di depan, semakin besar tapi juga semakin kompleks, jadi perlu kerja bersama,\" kata Johnny.Pertemuan keempat DEWG sedang berlangsung di Bali, berupa pertemuan fisik. Acara ini dihadiri langsung oleh 18 delegasi negara anggota G20, yaitu Australia, Brazil, Kanada, China, Uni Eropa, Prancis, Jerman, India, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Tukiye, Britania Raya, dan Amerika Serikat.Delegasi Argentina hadir secara virtual dalam sidang kali ini. Selain negara anggota G20, terdapat juga perwakilan negara undangan yang hadir, yaitu Spanyol, Belanda, Singapura, Rwanda, Kamboja, dan Persatuan Arab Emirat (UAE).Organisasi internasional yang menghadiri DEWG di Bali adalah International Telecommunication Union (ITU), United Nations Economic and Social Commissions for Asia and the Pacific (UN- ESCAP), United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD), Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dan Islamic Development Bank (ISDB).Perwakilan akademis cakupan nasional (national knowledge partner) juga ada dalam pertemuan ini, yaitu Universitas Padjadjaran, Universitas Indonesia dan Universitas Gadjah Mada. (mth/Antara)

Bengsin Mau Naik Zonder Pehadring?

Oleh Ridwan Saidi Budayawan  Pehadring sebutan Betawi untuk vergadering, Belanda rapat. Kata rapat muncul di jaman pergerakan awal XX M. Rapat umum disebut openbaar vergadering, kemudian rapat raksasa atau rapat samudera. Ngaben dalam Betawi artinya adu omong. Tempat di blandongan. Yang berhadir bicara berganti, yang terlama itu yang dianggap unggul. Debat kusir itu adu bacot. Bicara asal keras dan tanpa argumentasi.  Adu bacot sering kita saksikan di era modern. Kusir artinya belakang. Debat kusir itu debat tanpa kesimpulan.  Kalau bertemu untuk mencari mufakat disebut berunding atau paketan. Lembaga paketan atau berunding mengakar. Wanita dengan sanggul dua disebut konde berunding. Proses rencana kenaikan BBM, yang dalam Betawi disebut bengsin, tampaknya zonder pehadring. Menkeu Mulyani cari paketan dengan Pertamina, lalu hasil kajian disampaikan pada Presiden. Presiden lalu beri keterangan pers yang intinya dalam permainan kartu gaple disebut batu bekonci. Lempar kartu yang mana saja permainan berakhir.  Bensin naik jadi soal, tidak dinaikan juga jadi soal. Batu bekonci. Sekjen Gerindra tampil seolah selesaikan masalah. Tunda kenaikan BBM, katanya. Sampai kapan? Tunda tanpa time limit, stock bensin keburu habis.  Soal bensin menyangkut perut, soal perut menyangkut perubahan. Ini proses terrazering dalam perubahan. (RSaidi).

Indonesia Kehilangan Asas Berbangsa dan Bernegara

Bahtera Indonesia terobang-ambing karena kepentingan-kepentingan hawa nafsu partai politik sehingga lahir Oligarki. Oleh: Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila MENGGANTI UUD 1945 dengan UUD 2002 ternyata bukan soal menambah dan mengurangi pasal-pasal saja, tetapi telah dicabut aliran pemikiran ke-Indonesia-an. Aliran pemikiran ke-Indonesia-an itu diimplentasikan di dalam asas berbangsa dan bernegara. Tentunya para pendiri bangsa sudah melakukan kajian dan pendalaman yang luar biasa. Indonesia adalah sesuatu yang unik bangsanya dulu dilahirkan 28 Oktober 1928. Kemudian 17 Agustus 1945 bangsanya merdeka melalui proklamasi. Baru pada 18 Agustus 1945 negaranya dibentuk. Sebagai sebuah kesepakatan, Pancasila menjadi dasar negara Indonesia Merdeka yang oleh pendiri dan perumus Pembukaan UUD 1945 diletakkan pada alenea ke-IV Pembukaan UUD 1945. Pendjelmaan (pelaksanaan objektif) Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Uraian ideologi Pancasila di dalam batang tubuh UUD 1945. Udjud pelaksanaan objektif mengenai asas kerohanian Negara (Pantjasila) adalah sebagai berikut: 1. Asas “ke-Tuhanan Jang Maha Esa” tersebut dalam Bab XI hal Agama, pasal 29 dari Undang-undang Dasar 1945. 2. Asas “kemanusiaan jang adil dan beradab” terdapat dalam ketentuan-ketentuan hak asasi warganegara tertjantum dalam pasal-pasal 27, 28 dan 31 ajat 1 dari Undang-undang Dasar 1945. 3. Asas “persatuan Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 26 tentang warganegara, pasal 31 ajat 2 tentang pengadjaran nasional, pasal 32 tentang kebudajaan nasional, pasal 35 tentang bendera Negara dan pasal 36 tentang bahasa Negara. Diantara pendjelmaan daripada asas “persatuan Indonesia” terdapat satu hal, jang amat penting untuk pada tempat ini dikemukakan. Karena djika hal ini disadari, sungguh akan merupakan dasar bagi tertjapainya realisasi sifat kesatuan daripada Negara dan bangsa. Lambang Negara ditetapkan oleh Pemerintah, dan menurut ketetapan ini “Bhinneka Tunggal Ika” adalah lambang Negara, satu sungguhpun berbeda-beda. Negara Indonesia adalah satu, akan tetapi terdiri dari pulau-pulau jang amat banjak djumlahnja. Bangsa Indonesia adalah satu, akan tetapi terdiri atas suku-suku bangsa jang banjak djumlahnya. Tiap-tiap pulau dan daerah, tiap-tiap suku bangsa mempunjai tjorak dan ragam sendiri-sendiri, beraneka warna bentuk-sifat daripada susunan keluarga dan masjarakatnja, adat-istiadatnja, kesusilaannja, kebudajaannja, hukum adatnja dan tingkat hidupnja Golongan bangsa jang tidak asli terdiri atas golongan keturunan Tiong Hwa, keturunan Arab, keturunan Belanda dan golongan dari mereka jang berasal dari orang asing tulen. Lebih daripada jang terdapat dalam golongan bangsa Indonesia jang asli, diantara mereka ada perbedaan jang besar dalam segala sesuatu. Sedangkan disampingnja ada perbedaan pula dengan golongan bangsa Indonesia jang asli. Kalau ditambahkan terdapatnya pelbagai agama dan kepertjaan hidup lainnya, maka makin mendjadi besar perbedaan jang terdapat di dalam masjarakat dan bangsa Indonesia. Jang demikian itu disamping daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan menimbulkan djuga suasana dan kekuatan tolak-menolak, tentang-menentang, jang mungkin mengakibatkan perselisihan, akan tetapi mungkin pula, apabila dipenuhi hidup jang sewadjarnya, menjatukan diri dalam suatu resultan atau sintesa jang malahan memperkaja masjarakat. Dalam kesadaran akan adanja perbedaan-perbedaan jang demikian itu, orang harus berpedoman kepada lambang Negara “Bhinneka Tunggal Ika”, menghidup-hidupkan perbedaan jang mempunjai daja penarik ke arah kerdja sama dan kesatuan, dan mengusahakan peniadaan serta pengurangan perbedaan jang mungkin mengakibatkan suasana dan kekuatan tolak-menolak ke arah perselisihan, pertikaian dan perpetjahan atas dasar kesadaran akan kebidjaksanaan dan nilai-nilai hidup jang sewadjarnya. Lagipula dengan kesediaan, ketjakapan dan usaha untuk sedapat mungkin menurut pedoman-pedoman madjemuk-tunggal bagi pengertian kebangsaan, ialah menjatukan daerah, membangkitkan, memelihara dan memperkuat kehendak untuk bersatu dengan mempunjai satu sedjarah dan nasib, satu kebudajaan di dalam lingkungan hidup bersama dalam suatu Negara jang bersama-sama diselenggarakan dan diperkembangkan. “Bhinneka Tunggal Ika” adalah merupakan suatu keseimbangan, suatu harmoni jang tentu akan berubah-ubah dalam bentuknja, akan tetapi akan tetap dalam dasarnja, antara kesatuan dan bagian-bagian dari kesatuan, dalam segala matjam hal tersebut di atas, dan djuga dalam hal susunan bentuk dan susunan pemerintahan Negara. 4. Asas “kerakjatan yang dipimpin oleh hikmat kebidjaksanaan dalam permusjawaratan/perwakilan” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam pasal 2 ajat (1) tentang terdirinja Madjelis Permusjawaratan Rakjat atas wakil-wakil rakjat, pasal 5 ajat (1) tentang kekuasaan Presiden membentuk Undang-undang dipegang dengan persetudjuan Dewan Perwakilan Rakjat, pasal 6 ajat (2) tentang Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakjat (pasal 19 sampai dengan 22). Pasal 18 tentang Pemerintah Daerah. 5. Asas “keadilan sosial bagi seluruh rakjat Indonesia” terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945 dalam Bab IV tentang kesedjahteraan social, perintjiannja terdapat pertama dalam pasal 33 tentang hal susunan perekonomian atas dasar kekeluargaan, tentang tjabang-tjabang produksi jang penting bagi Negara, dan menguasai hadjat hidup orang banjak dikuasai oleh Negara tentang bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung di dalamnja dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakjat; kedua dalam pasal 34 tentang fakir-miskin dan anak-anak jang terlantar dipelihara oleh Negara. Dengan digantinya UUD 1945 dan dihilangkannya pokok-pokok pikiran tentang ke-Indonesia-an kita telah menghilangkan azas berbangsa dan bernegara jelas negara hari ini bukan Negara Indonesia yang di-Proklamasikan 17 Agustus 1945. Perlu diingat, akhir-akhir ini kita mendengar elit politik, termasuk presiden yang menyatakan anti terhadap politik aliran. Pernyataan seperti ini jelas anti terhadap histori kebangsaan dan sekaligus anti terhadap Bhineka Tunggal Ika. Rupanya Bahtera Indonesia semakin jauh dari cita-cita kemerdekaannya. Visi Misi negara yang diuraikan dalam GBHN merupakan kompas penunjuk arah yang telah dibuang dan Indonesia hanya terapung-apung di Samudera tanpa penunjuk arah. Sebab visi misi negara diganti dengan puluhan visi misi Presiden, Gubernur, Bupati, Walikota, bagaimana mungkin bangsa ini bisa menuju masyarakat yang adil dan makmur kalau daerah mempunyai visi misi-visi misi sendiri . Bahtera Indonesia terobang-ambing karena kepentingan-kepentingan hawa nafsu partai politik sehingga lahir Oligarki. Untuk menyelamatkan Bahtera Indonesia anak bangsa ini harus membangun kesadaran bersama kembali pada UUD 1945 dan Pancasila serta meluruskan kembali kompas kehidupan berbangsa dan bernegara, mengalunkan lagi orkestra keharmonisan Bhineka Tunggal Ika membangun persatuan menuju Indonesia tanpa Oligarki. (*)

Beyond Sambo: Nasib Masyarakat Sipil

Skandal Sambo di tubuh kepolisian yang terkuak beberapa minggu ini adalah semacam wake up call bagi bangsa ini bahwa Republik ini dalam ancaman eksistensial. Oleh: Daniel Mohammad Rosyid, Guru Besar ITS, @Rosyid College of Arts KESALAHAN tata kelola Republik ini terjadi sejak UUD 1945 diganti secara serampangan menjadi UUD 2002 yang secara resmi masih disebut UUD 45. Kesalahan itu membatalkan tujuan reformasi yaitu pemberantasan korupsi, desentralisasi dan demokratisasi. Kesalahan tata kelola ini melemahkan masyarakat sipil atau civil society yang dikorbankan bagi penguatan sekaligus dominasi partai politik pada hampir semua dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara. Akibatnya, demokrasi kita menjadi demokrasi prosedural lontong sayur, di mana Pemilu hanya menjadi instrumen transfer bersih hak-hak politik warga negara ke partai-partai politik. Namun, aspirasi pemilih itu berhenti di bilik suara, jarang sekali sampai ke Senayan. Dalam UUD 2002 itu, partai politik menjadi organisasi yang berpotensi bisa melakukan monopoli politik secara radikal atas pasar politik Republik ini. Sejak memperoleh kewenangan besar untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, sehingga partai-partai politik melalui DPR telah melakukan serangkaian maladministrasi publik dengan segala cara membuat, menafsirkan (melalui berbagai regulasi turunan UU), dan menegakkan Undang Undang sesuai kepentingan elit politik, bukan kepentingan publik warga negara, termasuk UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI. Kemudian hampir semua jabatan publik harus melalui fit and proper test oleh anggota DPR. Begitulah partai politik memonopoli pasar politik sebagai public goods secara radikal seperti persekolahan massal untuk memonopoli pasar pendidikan secara radikal. Akibat maladministrasi publik yang luas ini, kekuatan civil society dilemahkan secara serius. Setiap kekuatan oposisi sipil di luar parlemen itu dilumpuhkan melalui kriminalisasi dan penangkapan yang tidak sah oleh polisi, bahkan kalau perlu melalui extra-judicial killling seperti yang terjadi pada enam laskar FPI yang dikenal luas sebagai kasus KM 50. Organisasi massa yang membangun wacana alternatif secara damai seperti HTI dibungkam melalui UU Ormas. Beberapa tokoh publik dicap sebagai penceramah radikal, anti-NKRI, anti-Pancasila, bahkan dituduh sebagai anggota jaringan teroris. Pelumpuhan masyarakat sipil itu berpuncak pada kebijakan pembatasan kebebasan publik selama masa pandemi Covid-19. DPR praktis membiarkan eksekutif melakukan apa saja tanpa kontrol, termasuk pertanggungjawaban anggaran. Pembatasan mobilitas, dan maskerisasi dan vaksinasi massal paksa yang disahkan karena alasan public health emergency of international concern kini dijadikan salah satu ikon keberhasilan rezim saat ini. Padahal, jika mau, ada opsi kebijakan kesehatan lain yang jauh lebih baik sehingga bangsa ini bisa recover faster and grow stronger.  Sementara media utama dikuasai oleh pemodal besar yang juga membiayai partai politik, kampus sebagai elemen masyarakat sipil yang paling terdidik sekaligus penjaga nurani bangsa terakhir pun dilumpuhkan. Banyak RUU selama pandemi diputuskan tanpa konsultasi publik yang memadai di kampus-kampus. Kini hampir semua Perguruan Tinggi Negeri dengan suka cita menjadi sekedar penyedia buruh trampil berdasi yang setia bekerja pada investor besar terutama asing. Template kehidupan mahasiswa saat ini adalah lulus cepat, kalau bisa cum laude, lalu bekerja sebagai pegawai negeri atau di BUMN atau MNC. Intervensi politik ke dalam perguruan tinggi adalah kenyataan hari ini. Rektor adalah sosok yang harus direstui oleh Mendikbudristek sebagai pembantu Presiden. Sementara itu rektor disibukkan untuk bersaing menjadi berklas dunia dengan mengikuti standard-standard Barat yang by design akan selalu menempatkan kampus-kampus kita secara istiqomah di papan bawah. Ben Anderson menyebut penyakit profesionalisasi yang melanda banyak kampus sehingga kampus-kampus itu makin terasing dari masyarakat di sekitarnya sendiri. Kampus tidak lagi melahirkan public intellectuals yang menyuarakan kritik sebagai peringatan dini atas pembajakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang makin jauh dari cita-cita proklamasi kemerdekaan. Kesalahan tata kelola Republik ini secara perlahan telah merampas hak dan  kemerdekaan warga negara. Reformasi itu justru menghasilkan deformasi  kehidupan berbangsa dan bernegara. Skandal Sambo di tubuh kepolisian yang terkuak beberapa minggu ini adalah semacam wake up call bagi bangsa ini bahwa Republik ini dalam ancaman eksistensial. Mencermati pelumpuhan serius atas masyarakat sipil sebagai kekuatan dari demokrasi terpenting di mana tentara dan polisi tunduk pada supremasi sipil, para intelektual di kampus-kampus di seantero negeri ini kini dipanggil untuk mengambil tanggungjawab sejarah untuk menyelamatkan Republik ini dari keruntuhan. Sukolilo, 29/8/2022. (*)

Wacana Jokowi 3 Periode, Rocky Gerung: Ironi Lembaga Negara Mengalami Kedangkalan

Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo kembali membahas wacana tiga periode dalam sambutannya di Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia di SOR Arcamanik, Bandung, pada Minggu (28/08/22).  Hal ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat dengan adanya pro dan kontra terhadap pernyataan Jokowi yang menegaskan bahwa dirinya tidak akan maju lagi dan selalu taat pada konstitusi dan kehendak rakyat.  Mengenai persoalan ini, Rocky Gerung bersama wartawan senior FNN Hersubeno Arief membahas kasus ini melalui kanal Youtube Rocky Gerung Official berjudul \"Skenario 3 Periode Jokowi Lebih Buruk dari Skenario Duren Tiga Sambo\" yang dirilis pada Senin (29/08/22).  Rocky menganalisis ulang kalimat Jokowi yang menyiratkan bahwa kehendak rakyat harus dihormati yang mana mengacu pada keinginannya untuk maju tiga periode.  \"Kalo sekarang, dia (Jokowi) bukan lagi terbalik, dia memang menginginkan itu secara harfiah. Karena dia bilang begini, \'Ya itu hanya wacana. Dan memang konstitusi melarang, tetapi kehendak rakyat harus dihormati\'. Jadi, dia menunggang pada kehendak rakyat,\" ungkap Rocky dalam perbincangannya dengan Hersubeno.  Rocky menyinggung adanya musyawarah internal dari pihak Jokowi untuk mendukung skenarionya ini. Dia mengaitkan pada kurangnya pengetahuan Jokowi terhadap demokrasi sehingga inti demokrasi tidak berjalan dengan baik di antaranya, pemilu yang rutin dan percepatan sirkulasi elit.  \"Ini bukan atas nama demokrasi. Ini atas nama kedunguan, maka ketentuan konstitusi bisa dilanggar oleh kepentingan konstituen, kan itu intinya. Jadi, hal-hal semacam ini, \'Boleh mengkritik tapi sopan\'. Sopan santun itu kemunafikan dalam politik, kan dianggap apa yang disopankan artinya jangan mengkritik,\" tanggap Rocky. Dengan ini, Rocky menjelaskan bahwa presiden berusaha melampaui batas-batas demokrasi dengan dalil kehendak rakyat melalui Musra.  Hersubeno mengaitkan dengan kasus Sambo bahwa skenario seperti ini lebih buruk dari skenario Sambo. Dalam simulasi Sambo, Rocky mengatakan itu karena adanya desakan, sedangkan simulasi ini memang sengaja direncanakan dengan rapi oleh constitutional coup. Terlepas dari itu, artikel berita yang mencantumkan pernyataan Jokowi tersebut mengundang tanggapan dari masyarakat. Akun salah satu anggota PKS, @MardaniAliSera, turut memberikan opininya.  \"Ini harus dilawan. Pembatasan dua periode hasil dari perjuangan panjang reformasi. Jangan masuk ke lubang tirani kembali dan jangan bebani rakyat dengan isu-isu seperti ini. Demokrasi yang sehat perlu sirkulasi kepemimpinan,\" tulisnya melalui akun Twitter.  Tak sedikit pula yang menanggapi bahwa wacana tiga periode Jokowi merupakan upaya pengalihan isu.  \"Dua kemungkinan. 1) pendukung mengalihkan isu wacana kenaikan BBM yang mendapat penolakan luas. 2) pendukung mau menjilat, Jokowi paham, dianggap angin lalu respons santai. Jokowi tahu hal tersebut tidak mungkin terjadi karena termasuk kudeta konstitusi,\" komentar dari akun bernama @AnthonyBudiawan.  \"Isu tiga periode sengaja digaungkan lagi untuk menutupi kasus sambo,\" tulis akun lain bernama @SyahrilTng.  Menanggapi persoalan ini, Rocky tak lupa menyoroti ironi lembaga negara yang mengalami pendangkalan.  \"Rakyat tidak pernah menyerahkan kedaulatan, yang diserahkan rakyat selama lima tahun itu kepentingan politik dia (DPR), bukan kedaulatan. Samalah ini, eksekutif, legislatif, yudikatif itu mengalami pendangkalan, ironinya begitu,\" ujar Rocky.  Diakhir diskusi, Rocky Gerung berharap dengan pembahasan ini dapat menjadi upaya untuk menyelamatkan bangsa dan reputasi presiden. (oct)

Mengungkap Kebohongan PC, Kamaruddin Sebut FS sebagai Psikopat

Jakarta, FNN – Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, menyebutkan berbagai kebohongan yang disampaikan Putri Candrawathi (PC) dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh aktivis senior, Irma Hutabarat. Menurut analisisnya, Kamaruddin menyatakan bahwa pembunuhan ini merupakan \'execution style\' yang dilakukan oleh pengecut. Polisi seharusnya bertugas melumpuhkan, bukan membunuh, sehingga menjadikan para pelaku langsung divonis menjadi tersangka.  Sebelumnya diberitakan PC mengaku mendapat pelecehan seksual setelah pulang dari Magelang ketika suaminya mengikuti PCR. Kamaruddin mematahkan pernyataan tersebut dan membuktikan pasangan tersebut berada di rumah dinas, Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.  Laporan berhasil dihentikan setelah adanya keterangan bahwa pelecehan dilakukan di Magelang. Kamaruddin sempat menjelaskan kronologis terbongkarnya WhatsApp PC yang mengirimkan foto Brigadir J kepada adiknya.  \"Kalau sudah dilecehkan di Magelang oleh Joshua, kenapa Ibu masih kecentilan foto almarhum dikirim ke adiknya? \'Kakakmu ini dek, luwes sekali, multitalenta, kerja apaan aja mau. Sampai bingung mau kasih gaji berapa. Ini dia lagi setrika baju anak-anak,\' katanya. Ada gak wanita yang sudah dilecehkan atau diperkosa masih kecentilan memoto pemerkosanya lalu dikirim pula ke adiknya? Dan dibilang luwes sekali,\" penjelasan Kamaruddin dilansir dari Satu Indonesia News Network melalui kanal Youtube Refly Harun yang dipublikasikan pada Senin (29/08/22).  Kemudian, Kamaruddin juga sempat menyinggung tiga kelompok di lingkup Polri. Kelompok pertama menginginkan perkara ditutup rapat-rapat, kelompok kedua ingin membuka perkara seterang-terangnya, dan kelompok ketiga berupaya untuk mengkambinghitamkan Bharada E dan Brigadir J.  Kamaruddin mengategorikan tindakan Ferdy Sambo sebagai tindakan psikopat berdasarkan ciri-cirinya. Dia mengaitkan logika perampasan uang yang diawali dengan penyiksaan.  \"Yang benar dianiaya dulu, disiksa dulu. Maka diminta password-nya, dipatahin jarinya. Misalnya, kasih gak password-nya? Patahin lagi. Akhirnya kesakitan dikasih. Kalau itu logis karena itu teori psikopat. Psikopat itu menikmati kekejian,\" ungkapnya dalam video berjudul \"PC Ngotot jadi Korban Pelecehan Seksual! Kamaruddin: Pembohong! PC Centil Kirim Foto ke Adik Yosua!!\" dalam kanal Youtube Refly Harun.  Terungkapnya segala kebohongan ini memang telah diprediksi oleh publik. Salah satu pengguna Twitter menyatakan ketidakpercayaannya terhadap tuduhan pelecehan kepada Brigadir J.  \"Ibu, istri, dan anak saya perempuan. Dan saya sangat mencintai mereka sebagai makhluk yang indah. Tapi entah kenapa peristiwa yang menimpa seorang wanita bernama PC ini saya tak menaruh simpati & membela soal peristiwa pelecehan ini! Nurani saya berkata lain bahwa PC ini sedang diancam untuk menutupi kasus!\" dikutip dari salah satu akun bernama @Moch_herianto.  Seperti yang diketahui, PC kembali menjalani pemeriksaan oleh Bareskrim Polri pada Jumat (26/08/2022). Dalam pernyataannya, PC tetap bersikeras mengaku dirinya sebagai korban pelecehan.  Perkembangan berita selanjutnya, Polri menjadwalkan rekonstruksi kasus yang akan digelar besok, Selasa, 30 Agustus 2022 pukul 10.00 WIB di rumah dinas FS, Duren Tiga, Jakarta Selatan, dengan menghadirkan seluruh tersangka. (oct)

Tim Advokasi Desak Komisi Yudisial Awasi Persidangan Kasus Tuduhan Terorisme

Jakarta, FNN - Tim advokasi korban penangkapan densus 88, Ustadz Farid Ahmad Okbah, Ustaz Zain an Najah, dan Ustaz Anung al Hammat menggelar audiensi dengan Komisi Yudisial (KY) yang diwakili oleh Kepala Biro Pengawasan dan Perilaku Hakim Dr. Mulyadi, S.H., M.S.E. pada, Senin (29/8/22) hari ini. Audiensi tersebut membahas mengenai perlakuan Densus 88 kepada Ustaz Farid Okbah yang dianggap sebagai abuse of power, dan perlakuan hakim yang sejak awal persidangan bermasalah karena terlalu otoriter memaksa untuk sidang online. “Pada saat proses persidangan berjalan belum masuk pada materi, hakim membuka dengan langsung mengatakan bahwa ini sudah menjadi kesepakatan akan diproses secara online,” kata tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam Ahmad Khozinudin, SH. Namun keputusan tersebut diprotes oleh kuasa hukum, sehingga hakim merapatkannya dan menyetujui untuk dilaksanakan sidang offline. Ahmad Khozinudin menjelaskan bahwa pihaknya khawatir dalam proses beracara terdapat perbuatan yang menghalang-halangi timnya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi sebagai kuasa hukum terdakwa. “Kami khawatir adanya istilah obtraction of justice, yakni menghalang-halangi proses penegakan hukum, dalam hal ini menghalangi advokat dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya untuk mendampingi kliennya secara maksimal dalam persidangan, karena kemarin kita sudah mulai dibatas-batasin, lawyer tidak boleh semuanya padahal itu adalah hak dari klien dan hak dari lawyer,” jelasnya Maka dari itu, tujuan dari audiensi yang dilakukan adalah menginginkan adanya pengawasan etika hakim dengan keterlibatan Komisi Yudisial dalam pemantauan persidangan. “Kita ingin Komisi Yudisial ikut mengawal, ikut memantau, bahkan sesuai kewenangannya dapat mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan,” ungkap Khozinudin. Lebih lanjut, Khozinudin menyampaikan terkait  kondisi yang terjadi di dalam persidangan. Seperti tidak diizinkan untuk mendokumentasi suasana sidang, semua handphone dicek, bahkan tidak boleh masuk ke dalam ruangan, padahal sidang tersebut terbuka untuk umum. “Kami sangat berharap proses dan prosedur itu pertama berjalan sesuai hukum acaranya, kedua memenuhi secara materil dan subtansi,” pungkasnya. (Lia)

Harga Pokok Naik, Pedagang di Jakarta Pasrah

Jakarta, FNN - Harga bahan dapur masih berada di harga yang tinggi. Mulai dari cabai, bawang merah, bawang putih yang harganya masih di atas normal. Berdasarkan pemantauan Forum News Network di pasar  tradisional Palmerah dan Kebayoran Lama, Senin (29/08/22) harga bahan pokok masih tinggi. \"Cabe saya jual Rp60.000/kilogram (kg), bawang merah Rp40.000/kg, bawang putih Rp30.000, dan tomat seharga Rp 15.000,\" ungkap Adoi salah seorang pedagang yang telah berjualan sejak tahun 1980-an di pasar Palmerah, Kec. Palmerah, Jakarta Barat. Menurut Adoi, harga-harga tersebut terbilang stabil bila dibandingkan dengan harga sebelumnya, yaitu berkisar Rp70.000 hingga Rp100.000. Pendapat serupa juga diutarakan oleh Syahrul, salah seorang pedagang dari pasar tradisional Kebayoran Lama, Kec. Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. \"Harga yang paling tinggi itu cabai merah sama rawit merah. Kadang kalau lagi tinggi bisa sampai sepuluh kali lipat. Kadang hari ini bisa Rp20.000, besok Rp40.000, dan besoknya Rp60.000,\"  ucap Syahrul. \"Harganya masih stabil Rp60.000 sejak semalam, kemarin masih Rp55.000, kemarinnya lagi Rp65.000 malahan. Soalnya di pasar harganya gak tentu, setiap hari gonta-ganti. Ngikutin dari pasar induknya,\" tambahnya yang semakin menguatkan pendapat Adoi. Selain dari harga bahan dapur, harga komoditas telur juga meningkat. Harga telur saat ini mencapai Rp32.000 dari harga sebelumnya sekitar Rp22.000—Rp25.000. \"Yang naik itu telur, beras, dan sabun-sabun. Kalau telur lumayan tinggi naiknya, tahun lalu Rp30.000 udah paling tinggi banget. Sekarang harus jual Rp32.000/kg,\" ucap Isti salah seorang pedagang lain di pasar tradisional Kebayoran Lama. Berdasarkan kesaksian Isti, kenaikan harga telur itu sudah berlangsung sejak dua bulan lalu. Tidak diketahui dengan jelas atas kenaikan harga bahan pangan tersebut. Namun, beberapa pedagang menduga terjadi karena perjalanan dari tangan ke tangan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang turut menaikkan tarif transportasi, hingga terjadinya gagal panen. \"Mungkin dari tangan pertama, kedua, entah sampai tangan ke berapa ini, kan tiap orang ambil untung, Mas. Misalkan dari petani ambil untung, di pasar induknya juga ambil untung. Terus ke sini kan jualan juga ambil untung,\" tukas Syahrul. \"Biasanya yang ditemui dari petaninya, seperti gagal panen. Misalnya harga rawit sampai Rp130.000 gara-gara gagal panen waktu awal tahun baru,\" tambahnya. Selain daripada itu Syahrul juga mengatakan kemungkinan yang menyebabkan kenaikan harga bahan pokok adalah pengaruh dari harga BBM. Menurutnya bila harga BBM naik, maka harga angkut juga akan naik yang mempengaruhi harga penjualan bahan pokok. Meskipun harga cabai dan lain-lain meningkat, para konsumen tetap membelinya, hanya saja mengurangi jumlah pembelian. \"Masih sama aja sih, Mas. Kan cabe bahan pokok juga, mah masak pakai cabe. Laku aja, tapi sedikit, biasanya belanja setengah kilo, jadi seperempat. Kenaikan harga bahan pokok yang meningkat turut memberikan dampak bagi para pedagang. Mulai dari berkurangnya jumlah penjualan hingga kerugian yang diakibatkan bahan pokok yang membusuk karena tidak laku terjual.  \"Kadang cabe kering sampai empat hari ga laku. Kadang juga kebusukan, kan dagang sayuran kaya gini juga ga habis satu, dua hari, ya dibuang karena busuk,\"  ucap Syahrul, dilema. Dan para pedagang berharap agar harga bahan pokok bisa dikendalikan dengan baik, seperti salah satunya yang diucapkan oleh Isti, \"Ya kalau bisa seperti semula aja, ga usah terlalu tinggi harganya.\"  Selain itu juga agar barang dagangannya dapat laku terjual baik dalam kondisi mahal atau pun murah. \"Harapannya mau harga sayur mahal atau murah, tetap lancar aja jualnya. Kalau dilihat udah sebulan ini sepi. Kemarin harga mahal malah bagus (penjualannya), sekarang harga murah malah sepi, makanya kita kalo beli ga banyak-banyak,\" ucap Adoi, penuh harap. ( rac)

Do Not Be Judgmental!

Oleh: Shamsi Ali Al-Kajangi, Presiden Nusantara Foundation SALAH satu kesibukan saya sebagai Imam di Kota New York adalah menikahkan. Untuk menikahkan secara sah dalam konteks Amerika seseorang harus terdaftar sebagai ‘Officiant’. Dalam bahasa Indonesia seorang officiant itu punya lisensi sebagai penghulu yang terdaftar (registered) di City Hall atau Kantor Walikota. Karena marriage (pernikahan) jatuh dalam ranah aturan negara bagian (state law) maka setiap penghulu punya wewenang untuk menikahkan hanya pada state atau negara di mana yang bersangkutan terdaftar. Maka saya misalnya hanya bisa menikahkan secara sah di negara bagian New York. Menikahkan secara sah yang dimaksud itu adalah bahwa sang penghulu dibenarkan menandatangani marriage license (lisensi untuk menikah) dari kantor Walikota untuk menjadi dasar dikeluarkannya akta nikah (marriage certificate) bagi sang mampelai. Kali ini bukan itu yang akan saya bahas. Melainkan beberapa komentar yang saya baca di media sosial tentang pernikahan beberapa mampelai wanita Muslimah dan seorang mampelai pria yang menjadi Muslim (convert) sebelum menikah. Berbagai komentar disampaikan banyak pihak itu ada yang mengapresiasi dan mendoakan untuk kebahagiaan kedua mampelai. Dan, juga secara khusus mendoakan semoga mempelai pria, sang Muallaf, istiqamah di jalan Islam. Tapi tidak sedikit juga yang menyampaikan komentar miring atau negatif. Biasanya yang menyampaikan komentar seperti ini adalah mereka yang merasa Islamnya lebih hebat. Bahkan boleh jadi mereka merasa suci dan sempurna dalam beragama. Sikap dan penilaian seperti ini saja sesungguhnya  telah cukup untuk menjadi lobang perangkap dosa bagi pelakunya. Karenanya saya hanya ingin menyampaikan beberapa hal yang mungkin bisa menjadi peringatan bagi kita semua. Pertama, bagi kita yang paham, yakin serta komitmen dengan Syariah tidak mungkin akan menikahkan seorang wanita Muslimah itu dengan pria non Muslim. Walau ada opini minoritas membenarkan pernikahan itu, sesungguhnya opini itu bahasa hadits bersifat “gharib” (asing), bahkan “syadz” (melempeng dari ijma’). Dan, bagi kita hal itu tidak bisa diterima dengan berbagai argumentasi yang tidak perlu saya rincikan kali ini. Kedua, berbicara tentang agama (Islam) tentu berbicara tentang hidayah. Dan hidayah itu adalah sesuatu yang bersifat ekslusif antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya di saat seorang calon akan masuk Islam, perhatian utama keislamannya bukan pada pernikahannya. Tapi pada proses yang bersangkutan menerima hidayah Allah. Pernikahan yang akan terjadi hanya bonus dan bukan motivasi dasar bagi seseorang untuk masuk Islam. Ketiga, dalam menilai agama seseorang yang perlu menjadi acuan adalah pelaksanaan aturan-aturan formal dari agama itu. Dalam agama Islam inilah yang disebut Syariah (Hukum Islam). Hal-hal yang berkaitan di luar (beyond) itu adalah urusan pribadi antara seorang hamba dan Tuhannya. Karenanya ketika seseorang telah bersyahadat, lalu menikah dengan seorang wanita Muslimah, tak seorang pun yang bisa menghakimi hatinya. Keempat, dalam pengalaman yang cukup panjang dan tidak sedikit yang Allah telah tunjuki melalui usaha kecil ini saya mendapatkan bahwa mereka yang menerima Islam di kemudian hari dalam hidupnya (converted) pada umumnya lebih kuat dalam komitmen Islamnya dari kita yang terlahirkan dari ayah-ibu yang Muslim. Hal itu karena mereka memang mempelajari, menghayati, bahkan merasakan dan menyadari sebelum masuk ke dalam agama ini. Kelima, adanya penilaian negatif tentang iman/Islam orang lain biasanya karena didasari oleh perasaan lebih beragama bahkan lebih suci. Perasaan seperti ini sendiri sesungguhnya bagian dari pintu syetan yang jelas menentang peringatan Allah: “wa laa tuzakku anfusakum (jangan sucikan dirimu sendiri). Karena sesungguhnya Allah lebih tahu mana yang bertakwa di antara kalian”. Poin inti yang ingin saya sampaikan adalah Saudara-Saudara kita yang menerima Islam karena bekenalan dengan wanita Muslimah dan ingin menikah tidak perlu dihakimi niatnya. Jangan-jangan penghakiman anda itu berbalik. Anda yang justeru perlu memperbaiki diri yang merasa paling hebat dalam agama bahkan suci. Sementara mereka masuk Islam sungguh karena kesadaran dan hidayah Allah. Wallahu a’lam! NYC Subway, 29 Agustus 2022. (*)

Skenario Tiga Periode Jokowi Lebih Buruk dari Skenario Duren Tiga Ferdy Sambo

SEJUMLAH kelompok relawan “garis keras” Presiden Joko Widodo (Jokowi) berkolaborasi mengadakan Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia untuk menjaring capres-cawapres 2024 di Bandung (28/8/2022). Dalam sambutannya itu, Presiden Jokowi meminta bocoran terkait tokoh yang bakal diusung oleh forum Musra Indonesia. “Nanti ketemu siapa dalam Musra ini, tolong saya dibisikin,” kata Jokowi. Menurutnya, Musra merupakan ruang demokrasi bagi rakyat. Ia mendukung agar rakyat bersuara. Jokowi juga menyinggung soal isu yang sempat ramai, yakni soal dukungan tiga periode untuk dirinya. “Jangan sampai baru ngomong wacana tiga periode, sudah ramai. Boleh saja menyampaikan pendapat. Wong ada yang ngomong ganti presiden juga boleh, Jokowi mundur juga boleh,” kata Jokowi. “Ini katanya negara demokrasi. Tataran wacana tak apa-apa. Yang terpenting dalam menyampaikan pendapat atau aspirasi jangan anarkis,” kata Jokowi menambahkan. Presiden Jokowi blak-blakan tidak melarang wacana presiden menjabat tiga periode bergulir. Hal itu ia ungkapkan merespons dukungan yang dilontarkan para pendukungnya dalam forum Musra tersebut. “Kan ini forumnya rakyat, boleh rakyat bersuara kan,” kata Jokowi di hadapan para pendukungnya. Jokowi mengeklaim, mengemukanya wacana jabatan 3 periode untuk seorang presiden merupakan bagian dari kehidupan berdemokrasi. Bagi dia, wacana-wacana perpanjangan masa jabatan presiden tidak berbeda dengan desakan publik agar presiden diganti atau mengundurkan diri. “Karena negara ini adalah negara demokrasi, jangan sampai ada yang baru ngomong 3 periode (lalu) kita sudah ramai,” ungkapnya. “Itu kan tataran wacana. Kan boleh saja orang menyampaikan pendapat, orang kalau ada yang ngomong \'ganti presiden\' kan juga boleh, ya nggak? \'Jokowi mundur\' kan juga boleh,” kata Jokowi. Dalam forum ini, Jokowi kembali menerima dukungan dari pendukungnya untuk maju lagi sebagai orang nomor 1 di republik lewat Pilpres 2024. Bagaimana menurut pengamat politik Rocky Gerung tentang Musyawarah Rakyat (Musra) Indonesia yang berlangsung di Bandung itu, berikut petikan wawancara wartawan senior FNN Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung di kanal Rocky Gerung Official, Senin (29/8/2022). Hallo Bung Rocky, ketemu kita di awal pekan, hari Senin, nuansanya biru. Ya, biru-biru itu banyak tandanya, tapi selalu orang bilang out of the blue, artinya tiba-tiba ide itu datang tak tahu dari mana. Iya, iya. Out of the blue. Oke, tapi kita akan ngomongin soal Presiden Jokowi yang saya jujur nggak habis pikir ini, ternyata soal tiga periode ini diulang lagi oleh Jokowi dan ini dia bertemu dengan Musyawarah Rakyat yang kemarin kita omongin, Musra, di Arcamanik, Bandung, dan dia menyatakan bahwa dalam negara demokrasi boleh orang mewacanakan soal tiga periode. Tapi, dia menegaskan dia sendiri tidak mau tiga periode. Saya percaya bahwa  omongan pertama yang soal demokrasi itu, karena diulang-ulang lagi ini. Dia konsisten bahwa itu memang boleh tiga periode. Tetapi, yang mengenai beliau tidak mau tiga periode ini berdasarkan bacaan kita yang dapat kita lakukan terhadap Jokowi selama ini, kita mesti artikan secara terbalik. Ya kalau sekarang dia bukan lagi terbalik. Dia memang menginginkan itu secara letterleg atau secara harfiah. Dia bilang begini, ya itu hanya wacana, memang konstitusi melarang, tetapi kehendak rakyat harus dihormati itu. Jadi, dia itu menunggang pada kehendak rakyat yang sebetulnya kehendak relawan dia. Itu konyolnya kan? (Apalagi pake nama musyawarah rakyat). Iya, yang dia maksud begitu, “kalau musyawarah rakyat menginginkan”. Musyawarahnya siapa? Ini musyawarah yang dibuat sendiri oleh dia. Kan itu konyolnya. Coba musyawarah LSM, kan lain lagi tuh. Atau kalau mau sekalian referendum saja. Tapi, dari dulu kita anggap bahwa Presiden Jokowi kekurangan pengetahuan. Itu soalnya atau itu sialnya. Dan, itu faktualnya begitu. Beliau nggak paham detail hal yang disebut demokrasi itu. Argumen Pak Jokowi adalah ya kalau yang menginginkan percepatan boleh kenapa perpanjangan nggak boleh? Demokrasi itu nggak boleh diperpanjang. Kan inti dari demokrasi itu adalah pemilu yang rutin. Itu satu. Yang kedua, kalau bisa percepat perumahan elit, sirkulasi elit namanya. Memperpanjang itu artinya tidak memungkinkan sirkulasi elit. Jadi, hal yang mendasar yang elementer presiden nggak paham kan. Ini kita itu ngertilah kenapa dia nggak paham, karena dia kekurangan pengetahuan. Masalahnya adalah orang di sekitarnya juga kekurangan pengetahuan. Kan itu intinya. Kalau misalnya dia tanya pada wartawan senior: boleh nggak saya ngomong gitu? Tentu dia harus berpikir ulang karena dia adalah presiden. Kalau rakyat biasa bilang ya kita ingin Pak Presiden tiga periode, boleh, karena rakyat tidak mengerti apa perintah konstitusi dan tidak diperintahkan oleh konstitusi pada rakyat. Konstitusi memerintahkan presiden untuk taat pada konstitusi. Konstitusi bilang dua periode maksimal, lalu presiden ini kehendak rakyat. Kehendak rakyat itu yang dia maksud adalah dari musyawarah rakyat. Boleh nggak? Ya boleh. Tetapi, kita lihat musyawarah itu siapa yang bikin? Ya dia yang bikin. Jadi, Presiden Jokowi menghendaki musyawarah rakyat supaya dia dipilih tiga kali, dan dianggap itu rakyat. Itu musyawarah rakyat, musyawarah relawan, bahkan musyawarah buzer. Masa’ pakai musyawarah buzer. Buzer-buzer ini yang memang menjilat. Jadi, orang yang kekurangan pengetahuan selalu pas dengan para penjilat. Ini kloplah antara kemampuan para buzer ini untuk mendorong presiden menjadi otoriter dengan ambisi presiden untuk menjadi otoriter. Kalau kita pakai teori filosofi ini sudah masuk pada bukan lagi oligarki, sudah aristokrasi dan sebentar lagi jadi monarki. Ini kurang pengetahuan atau pura-pura tidak tahu? Itu dua hal yang berbeda. Kalau orang tidak tahu itu nggak ada hukumnya. Dalam agama juga orang nggak berdosa kalau tidak tahu. Tapi kalau pura-pura tidak tahu beda hukumnya. Kalau kekurangan pengetahuan itu tukang bakso yang diledek-ledek Ibu Mega tidak ada soal. Ini presiden tidak boleh kekurangan pengetahuan, apalagi dia pura-pura tidak tahu. Tapi saya kira kekurangan pengetahuan dan pura-pura tidak tahu sama saja tuh, intinya sama saja. Jadi ambisi ini yang membuat kita ya silakan deh Pak Presiden mau ngapain, Anda kan punya seluruh kapasitas untuk melakukan itu. Bikin saja dekrit bahwa mulai sekarang saja tidak akan ada Pemilu. Kan selesai, lebih aman kan? Supaya orang tahu betul bahwa kedunguan tersebut memang sejajar dengan ambisi. Jadi, orang yang ambisius itu ya seringkali orang dungu sebetulnya. Apalagi kalau pejabatnya setara Presiden. Jadi kita bisa terangkan ini sebagai paradoks dari seseorang yang dipilih oleh rakyat dan akhirnya menunggangi rakyat atas ambisinya sendiri itu. Ya tapi kan ini ada bahayanya kalau kemudian publik menafsirkannya secara berbeda. Aksional demokrasi, jadi kita boleh melakukan apa saja. Itu kan bisa saja begitu ditafsirkan. Tapi kan kemudian ketika publik melakukan apa saja mereka sendiri mulai menghadapi realitas, loh ini banyak sekali kita ketika melakukan kritik saja dan seperti kemarin dikatakan oleh salah satu orang PDIP, Romo Benny Soebardja, yang menyatakan kritik boleh tapi asal sopan. Nah, kita kan jadi bingung sebenarnya. Ya, ini suatu periode ketika seluruh kedunguan tiba-tiba muncul. Atas nama demokrasi boleh. Iya tapi ini bukan atas nama demokrasi ini. Ini atas nama kedunguan maka ketentuan konstitusi itu bisa dilanggar oleh kepentingan konstituen. Kan itu intinya. Jadi, hal-hal semacam ini atau boleh mengkritik tapi sopan. Sopan-santun itu kemunafikan dalam politik. Kan dianggap apa yang disopankan artinya jangan mengkritik. Boleh mengkritik tapi sopan. Artinya, jangan mengkritik. Kan gampangnya begitu. Tapi kita tahu ini satu paket kedunguan Istana yang akhirnya diedarkan oleh mereka yang sebetulnya paham tentang fungsi kritik dalam demokrasi. Jadi, macetlah grammar demokrasi kita itu dan kalau kita lihat misalnya para pendiri kita, para pendiri bangsa ini menginginkan supaya kekuasaan itu dikendalikan, supaya kekuasaan itu tidak melampaui batas-batas demokrasi. Sekarang Presiden Jokowi mau melampaui itu dengan dalil itu kehendak rakyat yang adalah kehendak dia sendiri yang dibuat melalui musyawarah rakyat. Jadi, seolah-olah musra ini ada peristiwa nasional. Padahal peristiwa itu segelintir orang, beberapa akademisi dungu juga itu ada di situ. Jadi, itu intinya. Iya. Ini bahaya sekali ya kalau sampai ada prediksi yang seperti ini. Kan sebetulnya kalau kita terangkan bahwa ngapain Presiden Jokowi musti ada di musra setiap hari. Kan dia akan keliling. Ooo, karena ini kepentingan rakyat. Lalu kita lihat, panitianya siapa? Itu orang-orang yang dari awal memang menginginkan supaya Presiden Jokowi itu buta warna, buta politik, sehingga mudah dikendalikan. Kan ini orang-orang, panitia ini, panitia yang disogok oleh oligarki supaya jangan sampai Presiden Jokowi lepas dari genggaman oligarki. Jadi, kacung yang kemudian bersama-sama dengan petugas partai, lalu merasa bisa menentukan isi demokrasi. Kan ini soalnya. Jadi “kedangkalan” kalau saya pakai istilah yang lebih bermakna. Ini pendangkalan terjadi pada mereka memang sudah dangkal. Kan begitu. Oke. Dan ini kan kita tahu bahwa semacam ini, apa yang diucapkan oleh Pak Jokowi, apa yang diucapkan oleh para relawan, itu kan sudah diskenariokan mesti beda skenarionya beda dengan scanner Duren Tiga. Ini skenario Arcamanik gitu. Pak Jokowi teriak bahwa dia tidak mau tiga periode tapi kemudian relawan menyatakan tiga periode dan sebagainya gitu. Itu tahulah bahwa itu sudah disiapkan sebelumnya, partiturnya juga sudah disiapkan. Iya. Simulasinya dibikin tiga hari sebelumnya itu. Nanti Anda bertanya ya, nanti saya menjawab. Kira-kira begitu. Pak Jokowi nanti akan ada seseorang yang akan naik ke panggung, Anda panggil supaya Anda bertanya dia menjawab. Ini simulasi yang lebih buruk dari simulasi Sambo. Kalau simulasi Sambo itu karena keterdesakan maka dibikin simulasi yang berbahaya dan bohong. Kalau ini nggak ada keterdesakan tapi direncanakan supaya kan buruk banget From Sambo to Jokowi. Jadi bisa kita simpulkan bahwa skenario tiga periode lebih buruk dari skenario Ferdy Sambo. Ya, Ferdy Sambo skenarionya terbaca karena tidak rapi. Kalau ini betul-betul rapi untuk mengkudeta demokrasi atau constitutional coup biasanya disebut begitu. Jadi, seolah-olah ini biasa. Kalau yang bicara Presiden, itu artinya dia menghendaki tiga periode. Nggak usah basa-basi. Ya bilang saja saya ingin tiga periode maka saya akan atur MPR supaya pilih saya atau siapkan dekrit supaya tidak ada Pemilu, misalnya. Kan gampang itu. Oke. Jadi, clear ya. Bahwa beberapa rangkaian ini: pertemuan musyawarah-musyawarah dan kemudian Ganjar Unair dan sebagainya, ini menunjukkan seperti tesis Anda kemarin bahwa ini sudah perang terbukalah antara Bu Megawati dengan Pak Jokowi. Clear ini mereka akan berhadap-hadapan dan ada kubu yang berbeda. Ya, sudah pasti Jokowi akan bikin bloknya sendiri. Dan, bloknya itu dihuni oleh manusia-manusia yang tingkat pengetahuannya itu terbatas. Dan, kemampuan untuk memperlihatkan perspektif juga nggak ada dan di dalamnya banyak akademis dari Universitas Indonesia bahkan yang berupaya untuk memonopoli wacana. Tapi itu kan nggak mungkin berlangsung lama. Kan tergantung pada berapa dana yang disediakan oleh oligarki. Jadi, kalau dia terlalu panjang justru kelihatan bahwa memang ini proyek oligarki. Jadi, akademisi-akademisi UI ini disewa oligarki sebetulnya untuk membenarkan proyek tiga periode itu kan. Nah, di situ dungunya tuh. Kalau kita misalnya secara lebih fair untuk menempatkan Jokowi paradoks ini, yang lebih berbahaya lagi kalau ini menteri-menteri yang tahu bahwa ini bermasalah tetapi diam saja. Kalau yang lain mungkin Erick Thohir nggak paham juga yang begini, tapi kayak Ganjar kan paham itu. Dia musti tegur dong. Pak Jokowi nggak bener itu walaupun saya ingin dicalonkan tapi masa cara mengucapkannya begitu, kalau rakyat menghendaki, padahal itu musyawarah rakyat yang dibuat dia sendiri. Demikian juga Sri Mulyani paham tentang demokrasi, masa diam doang. Apalagi Mahfud MD tuh, siapa lagi ya. Mungkin tiga orang di kabinet yang masih kita tahu mengerti tentang cara bernegara yang beradab. Jadi kalau kabinet ini menteri-menteri yang saya anggap akademisi itu tidak kasih teguran pada presiden, artinya dia menyetujui kebiadaban dalam politik istana kan. Kita tunggu Sri Mulyani ngomong apa, orang yang paham tentang demokrasi, human right, imperative, macam-macam itu. Siapa lagi yang paham. Semuanya nggak paham maka diam-diam saja kan? Bukan bahaya, tapi ini orang-orang yang kayak dihipnotis untuk jadi dungu. Ini masalahnya. Sedih bertebaran di istana tapi tiba-tiba jadi bodoh. Sama seperti ketika Hitler menyihir satu bangsa Jerman padahal bangsa Jerman itu bangsa yang terdidik. Tapi disihir oleh Hitler semua jadi lumpuh. Jadi dongo. Itu juga berlaku di sini, little Hitler is impower. (Ida)