KESEHATAN

AS Akan Distribusikan 80 Juta Dosis Vaksin Covid-19

Kosta Rika, FNN - Amerika Serikat dalam dua minggu ke depan akan mengumumkan langkah-langkahnya dalam menjual dan mendistribusikan 80 juta dosis vaksin COVID-19 yang telah dijanjikan secara global, kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Selasa (1/6). Saat berbicara pada konferensi pers bersama dengan Presiden Kosta Rika Carlos Alvarado, Blinken mengatakan pemerintahan Presiden AS Joe Biden akan fokus pada distribusi imunisasi yang adil dan tidak mengacu pada ikatan politik dalam proses distribusi vaksin tersebut. Biden pada Senin (31/5) mengatakan pemerintahannya akan mengirim setidaknya 20 juta dosis vaksin buatan Pfizer Inc/BioNTech SE, Moderna Inc dan Johnson & Johnson, di luar 60 juta dosis AstraZeneca Plc yang telah dia rencanakan untuk diberikan ke negara-negara lain. "Suatu saat dalam dua pekan ke depan kami akan mengumumkan proses di mana kami akan mendistribusikan dan menjual vaksin-vaksin itu," kata Blinken selama kunjungan pertamanya ke Amerika Latin sebagai menteri luar negeri. Negara-negara Amerika Latin saat ini sedang berjuang untuk mengatasi wabah COVID-19. Blinken mengatakan pengumuman itu akan mengungkapkan kriteria dan detail proses dalam distribusi vaksin COVID-19. Pemerintahan Biden telah berada di bawah tekanan untuk membagikan vaksin guna membantu mengekang wabah yang memburuk dari India hingga Brazil, di mana para ahli kesehatan khawatir varian virus corona baru yang lebih menular dapat merusak efektivitas dari vaksin yang tersedia. Ketika prospek pengakhiran pandemi di Amerika Serikat semakin cerah dengan semakin majunya vaksinasi, janji bantuan pemberian vaksin merupakan inti dari upaya pemerintah AS untuk menggunakan pasokan vaksin negara itu sebagai alat untuk melawan diplomasi vaksin China dan Rusia. Presiden Kosta Rika Carlos Alvarado menekankan bahwa negaranya mengharapkan kabar yang cepat tentang distribusi vaksin. Sebelumnya pada Selasa (1/6), Bank Dunia mendesak Amerika Serikat untuk melepaskan kelebihan persediaan vaksinnya. (Reuters)

Pemkot Surabaya Siap Antarkan Obat untuk Pasien Rawat Jalan

Surabaya, FNN - Dinas Kesehatan Kota Surabaya menyatakan lima unit kendaraan motor bantuan PT MPM Honda siap digunakan petugas kesehatan untuk mengantarkan obat kepada pasien rawat jalan sehingga masyarakat tidak perlu berlama-lama menunggu obat di bagian farmasi rumah sakit. Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya Febria Rachmanita di Surabaya, Rabu, mengatakan, awal mula ide pengiriman obat ke rumah pasien rawat jalan muncul, ketika dirinya melihat pasien mengantre obat di instalasi farmasi RSUD Dr. Mohamad Soewandhie. "Tidak sedikit setiap harinya, pasien dari berbagai penyakit itu menunggu obat yang sedang dipersiapkan oleh petugas," katanya. Bahkan, Feny, panggilan akrab Febria Rachmantia juga kerap kali melihat pasien menunggu dengan kondisi yang dinilai cukup rentan. Kondisi tersebut memprihatinkan, apalagi dalam masa pandemi COVID-19 ini. Untuk itu, Feny merencanakan program layanan antar obat agar pasien rawat jalan setelah periksa langsung bisa pulang dan obatnya diantarkan petugas ke rumah masing-masing. Ia kemudian, mulai mencari perusahaan di Surabaya yang bersedia merealisasikan program itu melalui Coorparate Sosial Responsibility (CSR) atau program tanggung jawab sosial perusahaan. Seperti gayung bersambut, Feny mendapat kabar bahwa PT MPM Honda bersedia mengambil peran membantu mewujudkan program pengiriman obat ke rumah pasien. "Honda menyumbangkan lima motor lengkap dengan kotak obatnya," kata Feny panggilan akrab Febria. Penyerahan lima unit kendaraan roda dua tersebut, bersamaan dengan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi seusai upacara HUT ke-728 Surabaya di Balai Kota Surabaya, Senin (31/5). Rencananya, lanjut dia, setelah Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) diterbitkan, Feny akan segera mengoperasikan kendaraan itu, dengan keliling mengantar obat ke rumah pasien rawat jalan di Surabaya. Ia menyebut, untuk kriteria layanan antar obat, akan dibuatkan Standar Operasional (SOP) sehingga dapat diketahui pasien rawat jalan mana saja yang tergolong mendapat fasilitas pelayanan pengiriman obat itu. "Secepatnya akan dioperasikan. Yang paling penting STNK-nya jadi dahulu. Kita juga sudah siapkan supir untuk pengantaran obat. Bismillah semoga lancar," katanya. Feny berharap, dari program ini masyarakat tidak perlu menunggu antrean obat terlalu lama, terutama, bagi pasien yang kondisinya rentan karena akan mudah tertular penyakit lain. "Sehingga yang paling penting, warga nyaman berobat di rumah sakit dan dapat segera sembuh," katanya. (ant)

Penyakit Jamur Hitam Belum Terdeteksi di Indonesia

Jakarta, FNN - Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengemukakan penyakit 'mukormikosis' atau jamur hitam yang berisiko menginfeksi pernapasan pasien COVID-19 hingga saat ini belum terdeteksi di Indonesia. "Itu adanya di India. Tapi di kita (Indonesia) belum ya," kata Budi saat ditanya terkait penyakit jamur hitam di Indonesia usai meresmikan Sentra Vaksinasi Traveloka di Tangerang Selatan, Rabu pagi. Sementara itu Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto dalam keterangan tertulis kepada wartawan mengemukakan pandemi COVID-19 saat ini masih menjadi masalah kesehatan hampir di seluruh dunia termasuk Indonesia. "Kabar terbaru, beberapa negara seperti di India dan Malaysia terjadi pelonjakan kasus yang sangat signifikan," katanya. Di India, kata Agus, banyak ditemukan kasus jamur hitam sebagai infeksi mematikan yang muncul pada pasien yang terjangkit virus corona. "Pasien yang terinfeksi jamur hitam menyebabkan perubahan warna pada mata dan hidung, penglihatan kabur, nyeri dada, dan kesulitan bernapas," katanya. Untuk itu Perhimpunan Dokter Paru Indonesia mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi jamur hitam, khususnya pada kalangan penderita COVID-19. Dokter Spesialis Paru Rumah Sakit Persahabatan Erlina Burhan mengatakan jamur hitam berisiko memicu alergi hingga menginfeksi saluran pernapasan, otak manusia bahkan memicu kematian. Erlina mengatakan konsumsi steroid berkepanjangan pada proses penyembuhan pasien COVID-19 berpotensi memicu jamur hitam di tubuh penderita. "Penggunaan steroid jangka panjang bisa menurunkan sistem imun. Kalau menyerang pernapasan, tentu bisa sesak bahkan lumayan hebat kalau disertai COVID-19 yang diderita pasien," ujarnya. (ant)

Jogja Bikin Aturan Baru Pemeriksaan Covid-19 dengan GeNose

Jogjakarta, FNN - Pemerintah Kota Jogjakarta mewacanakan aturan baru dalam proses pemeriksaan COVID-19 menggunakan GeNose guna memberikan kenyamanan bagi masyarakat yang mengakses pelayanan tersebut. Wali Kota Jogjakarta Haryadi Suyuti di Jogjakarta, Rabu, mengatakan bahwa layanan pemeriksaan COVID-19 harus akuntabel dan memberikan hasil pemeriksaan yang valid. Oleh karena itu, dia mewacanakan, jika pemeriksaan COVID-19 menggunakan GeNose menunjukkan hasil positif namun setelah ditindaklanjuti dengan jenis pemeriksaan lain menunjukkan hasil negatif maka pelanggan berhak memperoleh pengembalian biaya pemeriksaan GeNose. "Tujuannya bukan meminta uangnya kembali karena hasil tidak valid, tetapi masyarakat tidak boleh dibebani biaya atas hasil pemeriksaan yang tidak valid," katanya. Selain itu, ia mengemukakan, nantinya dalam pemeriksaan menggunakan GeNose perlu disertakan syarat pelayanan berupa surat pernyataan bahwa warga yang melakukan pemeriksaan telah memenuhi syarat tidak makan dan minum selama satu jam sebelum pemeriksaan, tidak merokok, tidak memakai parfum berlebihan, dan mematuhi aturan lainnya. "Tujuannya supaya tertib. Ini bentuk tanggung jawab dan akuntabilitas," katanya. Ia berharap wacana tersebut bisa segera direalisasikan dengan penerbitan aturan pendukungnya. Sebelumnya, Pemerintah Kota Yogyakarta meminta seluruh institusi yang menyelenggarakan lantatur pemeriksaan COVID-19 menyediakan tempat isolasi sementara bagi warga yang menurut hasil pemeriksaan terinfeksi virus corona. "Tujuannya supaya warga tidak merasa kebingungan dan tidak melakukan mobilitas yang dikhawatirkan justru berisiko menularkan ke orang lain," kata Haryadi. Saat ini, Haryadi mengatakan, wilayah Kota Yogyakarta tanpa zona merah, zona risiko tinggi penularan COVID-19. "Masyarakat pun diharapkan mampu bahu membahu menjaga agar penularan kasus tidak semakin meluas. Jangan sampai muncul zona merah kembali," katanya. Pada Selasa (1/6), 22 kasus COVID-19 baru terdeteksi di Kota Yogyakarta sehingga jumlah kasus aktifnya menjadi 323 kasus. Jumlah penderita COVID-19 yang masih menjalani isolasi tercatat 313 orang dan jumlah penderita yang menjalani rawat inap sebanyak 10 orang. (ant)

Meningkat Drastis Kasus Covid-19 di Singkawang

Pontianak, FNN - Satgas Penanganan Covid-19 Kota Singkawang, Kalimantan Barat mengatakan, saat ini terjadi kenaikan kasus terkonfirmasi COVID-19 yang meningkat drastis di wilayah setempat. "Untuk kenaikan kasus, melonjak drastis. Senin kemarin terjadi kenaikan sebanyak 94 kasus dan ini baru pertama kali terjadi di sini," kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Kota Singkawang, Barita P Ompusunggu di Singkawang, Selasa. Dia mengatakan, dari 94 kasus tersebut, dua di antaranya berasal dari luar kota. Selain itu, pada hari yang sama ada dua kasus terkonfirmasi yang meninggal dunia, satu berasal dari Kabupaten Sambas. "Namun pada hari yang sama tidak ada penambahan pasien suspek," tuturnya. Saat ini, lanjutnya, pasien terkonfirmasi yang dirawat di RSUD Abdul Aziz Singkawang tercata 29 orang, 7 orang di antaranya berasal dari luar Singkawang. Sedangkan pasien suspek yang dirawat nihil. "Hingga hari ini total pasien terkonfirmasi COVID-19 di Kota Singkawang sebanyak 530 orang," ungkapnya. Per-tanggal 30 Mei 2021 kategori risiko kenaikan Kasus COVID-19 di Kota Singkawang berada di zona kuning yang artinya zona dengan risiko rendah. "Kami terus mengingatkan untuk tetap disiplin dan patuh menjalankan protokol kesehatan, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga Jarak serta menghindari kerumunan dan keramaian," katanya. (sws/ant)

Perang Dunia III di Depan Mata, China dan Covid Pemicunya?

by Mochamad Toha Surabaya, FNN - Dailymail.co.uk menulis, Ilmuwan China dilaporkan telah mempersiapkan “Perang Dunia 3” dengan senjata biologis dan genetik. Termasuk Virus Corona (Covid-19) yang kini melanda dunia, selama enam tahun terakhir. Bukti terbarunya, Beijing mempertimbangkan potensi militer dari virus Corona SARS sejak 2015 yang juga telah menimbulkan kekhawatiran baru atas penyebab Covid-19, karena beberapa pejabat masih percaya, virus itu lolos dari laboratorium China. Sementara itu, “dokumen rahasia tahun 2015” menjadi bukti “kejahatan perang China” soal senjata biologis. Dokumen rahasia yang dibuat 6 tahun lalu ini pun kini menjadi perdebatan karena berisi tentang niat China memulai perang dunia 3. Dari namanya saja, “makalah bom” yang telah sukses diakses oleh Departemen Luar Negeri AS, pembaca akan bertanya-tanya apa maksud dibalik pembuatannya oleh China. Seperti dilansir dari Dailymail.co.uk, Minggu (9/5/2021),, hingga saat membaca isi dokumen tersebut, maksud dan tujuan China kini bertengger menjadi salah satu negara tersukses di tengah pandemi Covid-19 agaknya terbuka lebar. Dokumen yang dibuat oleh para ilmuwan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA China) dan pejabat kesehatan, yang rinciannya dilaporkan di The Australian, meneliti manipulasi penyakit untuk membuat senjata dengan cara yang belum pernah terlihat sebelumnya. Para penulis dokumen tersebut bersikeras bahwa “Perang Dunia 3” akan bersifat biologis. Ini tidak seperti dua perang sebelumnya yang masing-masing digambarkan sebagai perang kimia dan nuklir. Makalah itu merujuk pada dua bom atom yang dijatuhkan di Jepang dan memaksa mereka untuk menyerah, serta mengakhiri Perang Dunia 2. Karenanya kini China mengklaim senjata biologis akan menjadi senjata inti untuk kemenangan dalam Perang Dunia 3. Dokumen tersebut juga menguraikan cara-cara untuk melepaskan senjata biologis dan menyebabkan kerusakan maksimum terhadap sistem medis musuh. Para ilmuwan mengatakan serangan semacam itu tak boleh dilakukan di tengah hari yang cerah. Ini karena sinar matahari yang intens bisa merusak patogen, sementara hujan atau salju dapat memengaruhi partikel aerosol. Sebaliknya, harus dilepaskan pada malam hari, atau saat fajar, senja, atau di bawah cuaca mendung, dengan arah angin yang stabil. Sehingga aerosol dapat melayang ke area sasaran. Sementara itu, penelitian juga mencatat, serangan semacam itu akan mengakibatkan lonjakan pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit, yang kemudian bisa menyebabkan sistem medis musuh runtuh. “Dokumen ini menimbulkan kekhawatiran besar tentang ambisi beberapa dari mereka,” kata Anggota Parlemen Tom Tugendhat, ketua komite urusan luar negeri. “Bahkan mereka sangat sadar bahwa senjata-senjata ini berbahaya.” “Tak hanya untuk musuh, tapi warga China sendiri,” lanjut Tom Tugendhat. Sebelumnya, badan intelijen mencurigai Covid-19 mungkin hasil dari kebocoran laboratorium Wuhan yang tidak disengaja. Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengkritik keras China dengan menuduhnya menciptakan senjata biologis. Namun belum ada bukti yang menunjukkan bahwa dugaan itu benar. Ia menyebut, Covid-19 untuk memicu 'perang' kimiawi. Apalagi Bolsonaro menambahkan, China menjadi negara yang justru sukses meningkatkan PDB. Sementara itu, negara lain justru tengah berusaha mengatasi lonjakan kasus baru dan kasus kematian. Data dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan memang menunjukkan bahwa China adalah satu-satunya anggota G20 yang PDB-nya menunjukkan pertumbuhan selama pandemi pada tahun 2020. Terlihat PDB-nya meningkat sebesar 2,3%. Mantan Presiden AS Donald Trump juga menuduh WHO meniru propaganda China pada virus sejak wabah pertama kali diumumkan ke dunia. Tapi, China menolak kritik itu dan menuduh AS malah melakukan tekanan politik pada para ahli misi pencari fakta. Benarkah Virus Corona yang pertama melanda Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, adalah senjata biologis yang berasal dari Wuhan Institute of Virology, sebuah laboratorium terkait senjata rahasia China yang mengembangkan virus mematikan? Jika benar, jelas ini sangat membahayakan kehidupan manusia di seluruh dunia. Terbukti, ini menular antar manusia. Hal ini diungkapkan oleh seorang ahli perang biologis Israel, Letkol Dany Shoham. Perlu dicatat, Shoham meraih gelar doktor dalam bidang mikrobiologi medis. Dari 1970-1991, ia merupakan analis senior intelijen militer Israel untuk perang biologi dan kimia di Timur Tengah dan di seluruh dunia. Seperti dilansir dari Viva.co.id, Sabtu (25/1/2020 | 20:00 WIB), Minggu ini, Radio Free Asia menyiarkan ulang laporan televisi lokal Wuhan pada 2015, yang menunjukkan laboratorium penelitian virus paling maju di China, yang dikenal sebagai Institut Virologi Wuhan. Diketahui, Wuhan memiliki dua laboratorium yang terhubung dengan program bio-warfare. Laboratorium itu adalah satu-satunya tempat yang dinyatakan China mampu mengerjakan virus-virus mematikan. Dany Shoham telah mempelajari senjata biologi China. Menurutnya, institut ini berhubungan dengan program senjata biologis rahasia Beijing. Laboratorium tertentu di institut ini mungkin terlibat dalam hal penelitian dan pengembangan senjata biologis China. “Setidaknya sebagai pelengkap, namun bukan sebagai fasilitas utama penyelarasan senjata biologi,” katanya dikutip dari Washington Times, Sabtu (25/1/2020). Ia juga mengatakan, pengerjaan senjata biologi dilakukan sebagai bagian dari penelitian sipil-militer ganda dan “pasti rahasia”. China sendiri selalu membantah memiliki senjata biologis ofensif. Namun, Departemen Luar Negeri AS, dalam sebuah laporan dua tahun lalu, mengatakan mereka mencurigai China telah terlibat dalam pekerjaan perang biologis terselubung. Tapi, pihak berwenang China sejauh ini mengatakan bahwa asal-usul virus corona, yang telah membunuh banyak orang dan menginfeksi ratusan di pusat Provinsi Hubei, tidak diketahui asal usulnya. Seorang pejabat AS menyebut, ini adalah satu tanda yang tidak menyenangkan, desas-desus semu sejak wabah yang dimulai dari Wuhan tersebut mulai beredar di Internet China yang mengklaim, virus itu adalah bagian dari konspirasi AS untuk menyebarkan senjata kuman. Benarkah ini senjata biologis yang sedang dikembangkan China, seperti sinyalemen seorang perwira intelijen Israel tadi? Jika benar, ini jelas sangat membahayakan kehidupan manusia di dunia. Jika memang benar senjata biologis akan menjadi pemicu Perang Dunia III, maka sejarah sejatinya berulang. Ingat, Perang Dunia I juga tidak lepas dari peran senjata biologis. Covid dan China akankah menjadi pemicu Perang Dunia III? Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Dua Kali Vaksin Bukan Jaminan, Faktanya Ibu Cinta Positif Covid19

by Mochamad Toha Surabaya, FNN - Mengutip Detik.com, Minggu (18 Apr 2021 08:51 WIB), Ibu Cinta sapaan karib dari Atalia Praratya, istri Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (Kang Emil) positif COVID-19. Padahal, Atalia sudah menjalani vaksinasi dua kali. “Hari pertama masih kaget, baru dikabari, bingung ketularan di mana. Memang saya ketemu banyak sekali orang dan masyarakat. Tapi, mudah-mudahan saya berharap teman-teman dan juga orang-orang yang dekat dengan saya tidak ada satupun yang tertular ya,” kata Atalia. Dalam video yang diunggah, Sabtu (17/4/2021), Atalia mengungkapkan, ia termasuk orang tanpa gejala (OTG). Atalia mengungkapkan, selama ini ia aktif dalam menerapkan protokol kesehatan. Meski begitu, ia meminta doa untuk kesembuhannya. “Sesungguhnya saya merasa orang yang aktif sekali menggunakan masker, cuci tangan, dan selalu diingatkan menggunakan hand sanitizer. Tapi, Allahualam, kehendak Allah seperti itu. Ya masih kaget aja hari ini, mohon doanya saja dari semua,” ungkapnya. Sebelum dinyatakan positif Covid-19, Atalia menyebut ia sempat merasakan sakit kepala. “Tidak terasa apa-apa, penciuman normal, hanya kemarin, kepala sedikit pening. Saya pikir karena kehujanan,” sebutnya. Atalia menambahkan, kondisi keluarganya khususnya yang berada di area Gedung Pakuan, termasuk suaminya, Kang Emil, non reaktif. “Keluarga besar pakuan alhamdulillah termasuk pak gub, arka, adc, walpri, dll non reaktif semua,” katanya. Atalia diketahui sudah mendapat vaksinasi dua kali. Momen Atalia disuntik vaksin pertama kali diunggah melalui akun Instagramnya pada 5 Maret 2021 lalu. Atalia mengunggah video mengenai proses vaksinasi dirinya. Dalam keterangannya juga Atalia menyebut mendapatkan vaksin sebagai kapasitasnya dalam Satgas Covid-19 Jawa Barat. Vaksinasi pertama pada 4 Maret 2021, dan kedua pada 18 Maret 2021. Sementara itu, Kang Emil menyatakan ia dan anak-anaknya negatif, meski sang istri Atalia terkonfirmasi positif Covid-19. Ia pribadi di test PCR dan hasilnya negatif, juga anak-anak mereka negatif Covid-19. Jadi, apa gunanya divaksin? Berarti vaksin tidak menjamin kekebalan tubuh dari serangan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Begitulah tanggapan netizen terkait dengan Atalia yang akhirnya terpapar Covid-19 meski sudah divaksin dua kali. Sebelumnya, seperti dilansir Kontan.co.id, Senin (07 Desember 2020 / 10:13 WIB), Direktur Eksekutif Program Darurat WHO, Mike Ryan, mengatakan bahwa vaksin bukanlah akhir dari Covid-19. Mike Ryan menilai, perlu adanya sinergi semua pihak agar penyakit tersebut benar-benar bisa dihilangkan. “Vaksin tidak berarti nol Covid-19. Vaksin dan vaksinasi akan menambah alat utama yang ampuh pada kekuatan yang kita miliki,” ujarnya. Tapi mereka tidak akan melakukan pekerjaan itu sendiri. “Kita harus menambahkan vaksin ke dalam strategi kesehatan masyarakat yang ada,” ungkap Ryan yang hadir dalam Majelis Umum PBB, Sabtu (5/12/2020). Dilansir dari Euronews, pandangan serupa juga diungkapkan oleh Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus. Baginya, belum tepat jika menganggap bahwa pandemi telah berakhir dengan adanya vaksin. Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari buka suara terkait perlukan vaksinasi untuk mengatasi pandemi Covid-19 saat ini. Hal itu disampaikan saat hadir dalam acara Karni Ilyas Club yang tayang di kanal YouTube milik Karni Ilmya, Kamis, 16 April 2021. “Kita perlu enggak sih vaksin? Sebetulnya dalam sejarah tidak ada yang mengatakan bahwa pandemi itu bisa dihentikan dengan vaksin,” ungkap Siti Fadilah Supari, dikutip Minggu, 18 April 2021. Menurutnya, pandemi tersebut terjadi, karena penyakit yang menyebar di masyarakat belum ditemukan obatnya. Ketua POKJA Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlina Burhan menegaskan, adanya resiko terpapar Covid-19 usai divaksin menandakan, vaksinasi bukan segalanya untuk memutus penularan Covid-19. Masyarakat tetap harus menjalankan protokol 3M (memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menjaga jarak) usai vaksinasi. Ini karena resiko terpapar Covid-19 setelah divaksin masih bisa terjadi. Artinya, setelah divaksin, tidak boleh langsung euforia dengan meninggalkan 3M. Resiko terjangkit Covid-19 memang akan tetap ada setelah diberikan vaksin. Tapi resiko dan gejala klinis akan jauh lebih ringan. “Vaksinasi itu belum tentu menjamin 100 persen kebal dari Covid-19. Vaksin memang membantu capai herd immunity (kekebalan kelompok). Namun, yang namanya pandemi Covid-19 tidak hanya soal vaksinasi,” imbuh Erlina. “Vaksinasi bukan segala-galanya selalu. Walaupun sudah divaksinasi, selalu terapkan 3M. Menjauhi keramaian dalam menjalankan aktivitas sehari-hari serta menjaga imunitas. Jangan setelah divaksin, langsung euforia, enggak pakai masker dan pesta-pesta. Itu enggak boleh.” Bagaimana dengan Atalia Praratya, istri Kang Emil yang positif Covid-19. Padahal, Atalia sudah menjalani vaksinasi dua kali. Juga, telah menerapkan prokes yang ketat? Rasanya tak mungkin Atalia terpapar Covid-19 sebelum vaksinasi. Karena, jika Atalia sebelum divaksin ternyata sudah terpapar Covid-19, dapat dipastikan tidak akan mendapatkan vaksinasi. Atalia beruntung. Apalagi, ia istri Kang Emil. Andai bukan seorang istri gubernur, apa beritanya bisa viral seperti sekarang ini? Belum Selesai Apa yang dialami Atalia di atas membuktikan, Covid-19 masih ada dan belum selesai. Meski sudah divaksinasi ternyata terpapar Covid-19 juga. Jangan sampai mengalami seperti di India dan Brazil, yang sulit mengendalikan laju penularan dan jumlah kematiannya. Di kedua negara yang semula dianggap berhasil itu, sekarang sama-sama sulit mencari lokasi makam baru. Persamaannya dengan kita, sama-sama jumlah penduduknya banyak. Sebaiknya kita simak catatan Prof. Dr. dr. Eulis Datau yang penting ini: Kanada, melarang penerbangan masuk dan keluar, dan jumlah kematian harian telah melebihi 1.000; Arab Saudi, diblokir dan tidak ada penerbangan masuk/keluar; Tanzania, sepenuhnya diblokir; Brasil, jatuh ke babak paling mematikan, dengan lebih dari 4.100 kematian hari ini; Spanyol, telah mengumumkan bahwa keadaan darurat dapat diperpanjang; Inggris, mengumumkan penguncian selama satu bulan; Prancis, terkunci selama 2 minggu; Jerman, disegel selama 4 minggu; Italia, juga mengikuti dengan cermat hari ini; Semua negara/kawasan ini telah mengonfirmasi gelombang ketiga Covid-19 lebih mematikan daripada gelombang pertama. Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati dan melakukan semua tindakan pencegahan. Menjadi komunikator yang waspada antara teman dan keluarga. Simpan semua orang dari gelombang ketiga. Jangan menilai dari blokade gelombang kedua tidak ada yang terjadi. Sejarah memberi tahu kita bahwa seperti flu Spanyol pada 1917-1919, gelombang ketiga lebih berbahaya daripada gelombang pertama dan kedua. Jutaan orang tewas. Lindungi diri Anda dan milik Anda Keluarga. Menjaga tindakan keamanan hayati, memakai masker, menjaga jarak sosial, sering mencuci tangan, dan lain-lain. Sejarah tidak akan pernah berbohong, mari kita renungkan. Mestinya kita semua jangan terlena, dan tetap waspada. Kebanyakan, penyebab kematiannya itu, kekentalan darahnya yang tinggi, sehingga gagal jantung. Secara umum, saat ini masih masuk gelombang ketiga. Mutasi virusnya, rekayasa yang mengkombinasikan antara Covid-19 dengan virus Dengue (demam berdarah). Yang terjadi pada manusia yang terinfeksi terjadi kekentalan darah yang amat tinggi yang menyebabkan gagal jantung, sehingga meninggal. Dari semua hal di atas, patut diberikan sebuah kesimpulan: dua kali vaksin Covid-19, apa pun produknya, ternyata bukan merupakan jaminan untuk terbebas dari pandemi ini. Kewaspadaan dalam menjalankan pola hidup bersih dan sehat tetap menjadi kunci utamanya. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Vaksin Nusantara Mulai Banjir Dukungan, Pro-kontra Merebak

by Mochamad Toha Surabaya, FNN - Dukungan secara politik dibuktikan oleh beberapa pemimpin dan tokoh masyarakat terhadap Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan Dr. dr. Terawan Agus Putranto, SpRad. Bahkan, dukungan juga datang dari mantan Menkes Siti Fadilah Supari. “Saya memutuskan menjadi relawan uji klinik Vaksin Nusantara, menurut saya, biasa-biasa saja dan sederhana saja, saya agak kaget kok menjadi berita?” ujar Siti Fadilah Supari dalam rilisnya, Kamis (15/4/2021). Siti Fadilah mendengar, membaca, dan berpikir tentang vaksin nusantara. Menurutnya, si peneliti berpikir logis, inovatif. Memang, inovasi selalu mengagetkan kemapanan, bahkan bisa mengganggu yang sudah mapan. Di dalam ilmu pengetahuan, logis saja tidak cukup, tetapi harus dibuktikan. Maka ia bersedia menjadi relawan karena Siti Fatilah Supari menghargai seorang peneliti yang berpikiran beda dengan yang lainnya. Dia membuat hipotesis. Dan, hipotesis itu boleh saja salah, tapi harus dibuktikan dulu. Maka perlu penelitian. Harapannya kalau memang uji klinik ini mendapatkan hasil yang positif, artinya hipotesis dr. Terawan terbukti, “waah saya sangat bahagia karena kondisi saya saat ini sangat cocok dengan metode ini.” Sedangkan tentang pernyataan BPOM? “Pernyataan dari BPOM boleh-boleh saja, memang BPOM yang punya wewenang untuk ijin edarnya,” ujar Siti Fadilah Supari. Tentang ahlinya dan lain-lainnya dari Amerika Serikat tersebut? “Wahh saya tidak tahu. Tapi, kita kan negara yang berdaulat, dengan politik bebas dan aktif, maka boleh saja bekerjasama dengan negara manapun dengan prinsip kemitraan yang transparan, setara dan adil,” lanjutnya. (Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi). Menurutnya, yang penting produk ini menjadi produk Indonesia, untuk kemaslahatan bangsa yang membutuhkan. Terutama untuk lansia seperti dirinya. Diberitakan sebelumnya, BPOM menyatakan penelitian Vaksin Nusantara belum memenuhi syarat, sehingga mereka belum mengeluarkan izin persetujuan penelitian uji klinis (PPUK) fase 2. BPOM merilis hasil uji klinis fase I atas Vaksin Nusantara yang digelar pada 23 Desember – 6 Januari 2021 di RSUD Kariadi, Kota Semarang terhadap 28 subjek. Hasilnya, sebagian besar relawan mengalami kejadian tak diinginkan mulai dari level ringan, sedang, hingga berat. “Sebanyak 20 dari 28 subjek (71,4 persen) mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan, meskipun dalam grade 1 dan 2,” kata Kepala BPOM Penny Lukito, dilansir Tirto.id, Selasa (13/4/2021). Efek simpang yang dirasakan antara lain, nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal. Seluruh subjek mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant. Di luar 20 subjek tersebut, terdapat 6 subjek penelitian yang mengalami efek simpang derajat berat. Sebanyak 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol. Menurut Penny, KTD grade 3 merupakan salah satu pada kriteria penghentian pelaksanaan uji klinis yang tercantum pada protokol uji klinik. Namun, berdasarkan informasi Tim Peneliti saat inspeksi yang dilakukan BPOM, ternyata tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinis dan analisis yang dilakukan oleh Tim Peneliti terkait kejadian tersebut. Penny menjelaskan, itu menjadi satu alasan bagi BPOM enggan menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) tahap 2 bagi vaksin nusantara. Dalam catatannya Kamis (15 April 2021), Prof. Dr. dr. Djohansjah Marzuki, Sp.BP (K), guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, mengomentari penolakan beberapa politisi dan anggota DPR terhadap keputusan BPOM itu. Profesor Djohansyah melihat, ini sebagai tanda masih rendahnya pengetahuan dan pengertian tentang Budaya Ilmiah. Vaksin adalah suatu produk ilmiah dari ilmu biologi, ilmu kedokteran, dan ilmu kefarmasian. Karena itu harus disikapi denga perilaku mengikuti kaidah-kaidah ilmiah atau nama lainnya dangan Budaya Ilmiah. Menurut Profesor Djohansyah, budaya ilmiah adalah perilaku intelektual yang berdasar pada kaidah-kaidah ilmu. Pertama, Ilmu natural berfokus pada kebenaran, dibuktikan dengan data yang terukur, tanpa bias oleh karena itu pula dikembangkan aturan dan kaidah-kaidah yang baku. Tentu kejujuran para ilmuwan menjadi mutlak. Dukungan dalam ilmu itu adalah adanya evidence dengan data yang terukur. Bukan jumlah orang atau banyaknya pejabat yang berbaris di belakangnya. Kedua, Ilmiah itu harus independen, tidak memihak kepentingan pribadi, kelompok maupun bangsa. Hanya berpihak pada kebenaran saja dan prosedur yang baku. Prosedur itupun dibuat oleh ilmuwan, bukan oleh pejabat kekuasaan negara. Ketiga, Kekuasan dan jabatan tidak boleh punya pengaruh terhadap jalannya penelitian ilmu. Ilmu natural tidak mengenal nasionalisme dan politik. No authority in science. Keempat, Ketidak-jujuran dalam ilmu diangggap perilaku yang sangat tercela. Misconduct. Tampaknya masih begitu banyak tokoh masyarakat tidak tahu masalah ini. Kalau tidak tahu maka sebaiknya serahkan saja kepada lembaga yang mengerti imu dan budaya ilmiah seperti BPOM dan lain-lain. Jangan memojokkan lembaga ilmiah dengan tuduhan-tuduhan tentang soal nasionalisme, memihak kelompok kepentingan tertentu, yang pasti itu tidak boleh dilakukan oleh lembaga ilmiah yang berbudaya ilmiah dan penuh tanggung jawab. Para politisi dan tokoh masyarakat harus bisa menghargai lembaga ilmiah. Jika tak mengerti budaya ilmiah ini janganlah menggangu pekerjaan para ilmuwan yang melakukan tugasnya dengan berbudaya ilmiah dengan tanggungjawab. Budaya ilmiah itu menjadi dasar perilaku para ilmuwan ilmu natural di seluruh dunia. Negara maju adalah negara yang menggalakkan ilmu dan budaya ilmiah dlm negaranya. Apa jadinya negara ini kalau para pemimpin dan tokoh masyarakatnya memusuhi atau tidak menghargai lembaga dan institusi keilmuan. Jika menganggap lembaga ilmiah itu menyalah gunakan fungsinya maka laporkan dan usut saja, tapi jangan dimusuhi tanpa dasar yang kuat. Profesor Djohansyah mengingatkan, memusuhi lembaga ilmiah mempunyai resiko jangka panjang menghambat kemajuan bangsa dan negara. Prof. Zubairi Djoerban @ProfesorZubairi dalam akun Twitter-nya berkomentar: Ada anggapan saya sentimen dengan Pak Terawan. Bahkan dikaitkan dengan terapi cuci otak dan sanksi terhadapnya. Beberapa media bertanya ini. Saya nyatakan tak ada sentimen itu. Tapi, saya akan sentimen pada vaksin yang diduga mengabaikan kaidah ilmiah. Tidak ada yang personal. 12.13 - 16/04/21 (Twitter). Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Vaksin Nusantara Dijamin Unggul vs Sinovac Cina

by Mochamad Toha Surabaya, FNN - Dahlan Iskan, Menteri BUMN semasa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam tulisan di DisWay, 13 April 2021, menulis, kemarin pagi orang antre di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta: menjalani vaksinasi mandiri lewat Vaksin Nusantara. Salah satu yang kelihatan di situ adalah tokoh ini: Sudi Silalahi. Bersama istri. Mantan Sekab itu percaya betul pada keahlian Dr. Dr. Terawan Agus Putranto, SpRad – Letnan Jenderal dan baru saja berhenti dari jabatan menteri kesehatan. Kemarin pagi itu tahapnya baru untuk pengambilan darah. Sekitar 20 cc. Tepatnya 8 ampul kecil. Darah tersebut diberi antigen. Lalu disimpan di lab Selama 2 minggu. Setelah muncul antibodi di darah itu, Sudi harus kembali ke RSPAD lagi. Darah tersebut akan dimasukkan kembali ke tubuhnya. “Saya tadi diberi tahu untuk datang lagi tanggal 28 April,” ujar Sudi Silalahi. Itulah cara yang disebut menimbulkan antibodi Covid-19 melalui sistem sel dendritik. Sel dendritik itu kemudian '”mengajar”' sel-sel darah kita. Yakni bagaimana cara memunculkan antibodi – yang lebih awet bertahan di dalam badan, bahkan bisa jadi seumur hidup. Minggu ini tiap hari 40 orang dulu. Ia mengetahui bahwa yang antre untuk divaksinasi lewat Vaksin Nusantara begitu banyak. Mulai minggu depan satu hari sudah bisa 80 orang. Rupanya Terawan – sebagai inisiator Vaksin Nusantara – akan menempuh jalan mirip sukses DSA (Digital Substraction Angiography). Yang dulunya juga ditentang begitu hebat – sampai ia diberhentikan sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia – tapi akhirnya diterima secara luas. Sampai saat ini sudah lebih 40.000 orang yang menjalani DSA – termasuk Dahlan dan istri. Itulah terapi untuk membersihkan saluran darah di dalam otak. Yang secara populer lantas disebut “brain wash”' – cuci otak dalam arti harfiah. Terapi “cuci otak” Terawan dengan menggunakan alat DSA banyak dipakai masyarakat Indonesia, baik dari kalangan pejabat hingga masyarakat biasa yang menikmati terapi ini. Biaya terapi “cuci otak” dengan alat DSA ini pada 2018 kisaran Rp 23 juta atau Rp 25 juta. “Sebenarnya untuk DSA-nya sendiri cuma 23 juta atau 25 juta (rupiah), sekitar itu,” ungkap Terawan saat ditemui di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Senin (12/11/2018). Yang membuat biayanya membengkak, menurutnya, justru disebabkan biaya pemeriksaan-pemeriksaan lainnya. Seperti pemeriksaan yang berkaitan dengan penyakit lain. Itulah yang membuat membengkak. Sebenarnya DSA sendiri murah. Sampai saat ini, Terawan pun tak membedakan biaya terapi DSA pada masyarakat Indonesia dan warga negara asing. Menurut Terawan, semua orang harus diperlakukan sama dalam hal pelayanan maupun biaya. Sebelumnya, banyak orang yang telah melakukan dan disembuhkan oleh terapi DSA itu. Sebut saja beberapa nama besar diantaranya seperti Aburizal Bakrie, Prabowo Subianto, dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Bagaimana dengan Vaksin Nusantara yang sedang dikembangkan Terawan? Apakah juga ada antusiasme masyarakat untuk disuntik Vaksin Nusantara? Sejak adanya penolakan untuk uji coba fase II Vaksin Nusantara, Terawan langsung memindahkan peralatan laboratorium dendritiknya dari Semarang, dibawa kembali lagi ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena, mantan Panglima TNI Jenderal Purn Gatot Nurmantyo, dan pengamat politik senior Fahri Ali tampak mengantri di RSPAD Gatot Subroto sebagai peserta Vaksin Nusantara. Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan sejumlah anggota Komisi IX DPR RI mendatangi RSPAD, juga tampak ada di RSPAD Gatot Subroto. Mereka itu untuk sementara diambil sampel darahnya. Sehingga, pengambilan sampel darah bagian dari proses vaksinasi. “Jangan dianggap tadi vaksin. Itu bagian dari prosesnya. Jadi, ngambil darah bagian dari proses,” kata Melkiades, Rabu (14/4/2021). “Kamis depan itu disuntik ke masing-masing orang sesuai dengan pengambilan darah tadi,” lanjut politisi Partai Golkar yang akrab disapa Melki itu. Vaksin Nusantara merupakan produk perusahaan obat asal Amerika Serikat (AS), AIVITA Biomedical yang dikembangkan oleh perusahaan Indonesia PT Rama Emerald Multi Sukses. Vaksin ini hanya digunakan bagi orang yang diambil komponen sel darah putihnya dan disuntikkan kembali. Saat sel diambil terjadi proses inkubasi dengan antigen protein S virus SARS-CoV-2. Lantas usai tujuh hari, sel itu dimasukkan lagi ke tubuh orang yang diambil selnya. Cara ini diklaim bisa bentuk pertahanan terhadap Covid-19. Penelitian klinis fase I melibatkan 28 relawan di RSUP Dr Kariadi. BPOM menyatakan penelitian Vaksin Nusantara belum memenuhi syarat, sehingga mereka belum mengeluarkan izin persetujuan penelitian uji klinis (PPUK) fase 2. BPOM merilis hasil uji klinis fase I atas Vaksin Nusantara yang digelar pada 23 Desember – 6 Januari 2021 di RSUD Kariadi Semarang atas 28 subjek. Hasilnya sebagian besar relawan mengalami kejadian tak diinginkan mulai dari level ringan, sedang, hingga berat. “Sebanyak 20 dari 28 subjek (71,4 persen) mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan, meskipun dalam grade 1 dan 2,” kata Kepala BPOM Penny Lukito, dilansir Tirto.id, Selasa (13/4/2021). Efek samping yang dirasakan antara lain, nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, ptechiae, lemas, mual, demam, batuk, pilek dan gatal. Bandingkan dengan efek samping pada Vaksin Sinovac yang hanya dilaporkan sekitar 0,1-1 persen pada uji klinis fase 3. Seluruh subjek mengalami Kejadian yang Tidak Diinginkan (KTD) pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 500 mcg dan lebih banyak dibandingkan pada kelompok vaksin dengan kadar adjuvant 250 mcg dan tanpa adjuvant. Di luar 20 subjek tersebut, terdapat 6 subjek penelitian yang mengalami efek samping derajat berat. Sebanyak 1 subjek mengalami hipernatremi, 2 subjek mengalami peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan 3 subjek mengalami peningkatan kolesterol. Menurut Penny, KTD grade 3 merupakan salah satu pada kriteria penghentian pelaksanaan uji klinis yang tercantum pada protokol uji klinik. Namun, berdasarkan informasi Tim Peneliti saat inspeksi yang dilakukan BPOM, ternyata tidak dilakukan penghentian pelaksanaan uji klinis dan analisis yang dilakukan oleh Tim Peneliti terkait kejadian tersebut. Penny menjelaskan, itu menjadi satu alasan bagi BPOM enggan menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) tahap 2 bagi vaksin nusantara. Terawan dan Vaksin Nusantara harus bisa menunjukkan efikasi tinggi dibanding Sinovac yang diakui pejabat China memang rendah! Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Bahaya Efek Simpang Vaksin AstraZeneca, Indonesia Harus Waspada!

by Mochamad Toha Surabaya, FNN - Indonesia wajib waspada terkait efek simpang Vaksin AstraZeneca. Pasalnya, selain Vaksin Sinovac, Indonesia kini juga melakukan vaksinasi dengan vaksin AstraZeneca. Peringatan ini mengacu pada catatan Arie Karimah, Pharma-Excellent alumni ITB. Meskipun MHRA (The Medicines and Healthcare Produsts Regulatory Agency) baru akan mengumumkan hasil kaji ulangnya pada Rabu atau Kamis pekan depan, tapi hampir pasti ada kaitan antara terbentuknya gumpalan darah di otak dengan AstraZeneca. AstraZeneca itu dibuat dengan teknologi viral vector menggunakan adenovirus chimpanzee. MHRA menerima laporan 30 kasus penggumpalan darah, dengan 7 diantaranya meninggal, setelah dilakukan vaksinasi terhadap lebih dari 18 juta orang di UK. Pihak EMA (The European Medicines Agency) juga tengah menyelidiki laporan 44 kasus penggumpalan darah di otak, dan bersifat sangat langka, disebut sebagai CVST (Cerebral Venous Sinus Thrombosis). Kasus itu terjadi setelah dilakukan vaksinasi terhadap 9,2 juta orang di European Economic Area, yang meliputi negara-negara Uni Eropa, Islandia, Liechtenstein, Norwegia, Perancis, Jerman, dan Belanda menghentikan sementara vaksinasi pada orang muda. Penghentian vaksinasi dengan vaksn AstraZeneca ini, karena kasus penggumpalan darah itu banyak terjadi pada wanita muda atau setengah baya. Meski demikian kelompok ini belum dianggap sebagai kelompok berisiko. Dugaan sementara, menurut Arie Karimah, vaksin memicu produksi antibodi yang tidak biasa. Namun, asumsi ini dibantah, mengapa tidak terjadi pada vaksin lain, yang sama-sama menjadikan spike protein virus sebagai target vaksin. Ada kemungkinan lainnya berkaitan dengan penggunaan pil KB. Tapi, belum ada data yang diungkap: berapa persen pengguna pil KB yang disuntik vaksin AstraZeneca dan mengalami kasus CVST? Sebelumnya, Arie Karimah menulis tentang Breakthrough Infection at Michigan, Amerika Serikat. Negara bagian Michigan, yang telah selesai memvaksinasi lebih dari 1,8 juta warganya, kini tengah menyelidiki kasus “breakthrough” infection. “Breakthrough” infection itu terinfeksi setelah divaksinasi. Mereka mencatat: 246 orang masih bisa terinfeksi, 2 minggu atau lebih setelah suntikan kedua vaksin Pfizer atau Moderna, atau setelah suntikan vaksin Johnson & Johnson, yang memang cukup sekali suntik. Dari 1,8 juta hanya 100.000 orang yang mendapat vaksin J&J. Ada 11 orang perlu dirawat di rumah sakit. Artinya, ini “melawan pakem” bahwa kalau sudah divaksinasi jika pun terinfeksi maka infeksinya ringan, tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Tiga orang meninggal, 2 di antaranya dalam waktu 3 minggu setelah vaksinasi penuh. Mesk angka-angka ini kecil bila dibandingkan jumlah yang sudah divaksinasi, namun hal itu menguatkan 2 hal yang selalu perlu diingatkan kepada publik: Pertama, vaksin tidak memberikan garansi mutlak (risiko nol persen) tidak akan terinfeksi. Kedua, memakai masker dan protokol kesehatan lainnya masih tetap penting selama musim pandemik masih berlangsung. Kasus “breakthrough” infection ini tidak terlalu mengejutkan, karena pada mereka yang telah berusia lanjut atau memiliki sistem immune yang lemah bisa jadi tidak mampu membentuk antibodi yang cukup untuk melawan infeksi, meski sudah “dilatih” oleh pemberian vaksin. Dan sekalipun vaksinnya memiliki efikasi yang nyaris sempurna: Pfizer 95% dan Moderna 94%. Tapi Johnson & Johnson “hanya”: 66% untuk mencegah infeksi sedang, dan 85% untuk mencegah infeksi parah. Di samping itu, kluster sekolah di Michigan meningkat hingga 47% hanya dalam waktu 2 minggu, sehingga sebagian sekolah memutuskan untuk belajar dari rumah kembali. Menurut Arie Karimah, pengetahuan tentang infeksi Covid-19 terus berkembang. Apa yang dianggap benar sebulan yang lalu belum tentu masih terjaga kebenarannya bulan ini. Perlu dipahami terlebih dahulu istilah yang benar tentang reinfeksi Covid-19, yang berbeda dengan infeksi saluran pernafasan lainnya, juga perbedaannya dengan istilah lain: Reinfeksi: terjadi jika seseorang terinfeksi Covid-19, kemudian sembuh dan virusnya tidak terdeteksi lagi oleh PCR, tapi kemudian terinfeksi kembali dengan strain virus yang berbeda. Jadi dibutuhkan genetic sequencing untuk memastikan terjadinya reinfeksi. Bukan sekedar munculnya kembali gejala yang sama/mirip. Di seluruh dunia baru tercatat kurang dari 50 orang yang mengalami reinfeksi, sehingga kasusnya dianggap jarang/langka. Di AS hanya tercatat 5 kasus. Jadi, reinfeksi hanya bisa dipastikan setelah diketahui genome virus di infeksi pertama dan kedua berbeda. Perlu dilakukan 2 kali sampling pada satu orang: di infeksi pertama dan kedua. Dan pada masing-masing sampel itu dilakukan genome sequencing. Genetic sequencing adalah proses untuk mengidentifikasi sidik jari sebuah virus yang spesifik, sehingga bisa dibandingkan dengan strain virus yang lain. Contoh genetic sequencing. Sebagai ilustrasi kemampuan genomic sequencing AS: 10 Jan: 252 sequences per minggu; 24 Jan: 2.238 sequences per minggu; Pertengahan Feb: 6.000 sequences per minggu. UK melakukan sequencing terhadap 5-10% dari sampel yang mereka miliki. Bagaimana dengan kita? Berapa per bulan? Seorang epidemiologist di state of Washington mengatakan, mereka berusaha melakukan genetic sequencing untuk genotyping 5% dari seluruh sampel yang sudah terkumpul. Dengan cara ini baru memungkinkan untuk menyortir 700 sampel yang berpotensi reinfeksi. Genotyping juga akan membantu menandai keberadaan hasil mutasi genetik (varian), yang bisa mempengaruhi seberapa mudahnya virus menyebar dan seberapa parah infeksi yang ditimbulkannya. Long-Haul Covid: infeksi pertama memicu gejala yang sangat melemahkan tubuh, yang bisa bertahan hingga berbulan-bulan, dan partikel virusnya bisa terus terdeteksi oleh PCR. Reaktivasi Virus Dormant. Seperti halnya bakteri, sebagian virus juga bisa mengalami kondisi tidur (dormant), yaitu virus tetap ada di dalam tubuh namun tidak aktif dan tidak menunjukkan gejala penyakit. Mirip dengan OTG, namun bedanya kasus dormant ini yang bersangkutan pernah terinfeksi dan menunjukkan gejala. Virus dormant ini load-nya sangat rendah, dan bisa berada di bagian lain di luar saluran pernafasan, sehingga tidak terdeteksi oleh PCR. Baik karena lokasi keberadaannya yang tidak terjangkau oleh swab, atau memerlukan CT (cycle threshold) yang sangat tinggi untuk bisa terdeteksi. Tapi mereka bisa menyerang kembali suatu hari nanti. Rendahnya viral load. Ini jugalah yang bisa menjelaskan kenapa penderita bisa mengalami kehilangan indra penciuman (anosmia) dan rasa (dysgeusia) begitu lama, karena virusnya masih berada di dalam tubuh dan melakukan replikasi (perkembangbiakan) dalam jumlah yang sangat kecil dalam jangka waktu yang lama. Berbulan-bulan. Arie Karimah khawatir yang dianggap reinfeksi di Indonesia adalah reaktivasi virus dormant. Contoh yang sudah sangat dikenal tentang reaktivasi virus dormant adalah pada kasus herpes genital, yang disebabkan oleh virus Herpes Simplex tipe 2. Berapa lamakah perlindungan alamiah yang diberikan oleh infeksi Covid-19 yang pertama? Penelitian terbaru menunjukkan, antibodi dan memory T-cells dan B-cells, yang berfungsi mengingat bentuk virus dan bagaimana cara memproduksi antibodinya, bisa bertahan lebih dari 8 bulan. Apakah mereka yang sudah pernah terinfeksi perlu waspada terhadap reinfeksi? Jawabannya: Iya. Mereka mungkin tidak perlu khawatir selama beberapa minggu, atau bahkan beberapa bulan setelah sembuh. Namun setelah itu tidak ada jaminan tidak akan mengalami reinfeksi. Dua faktor yang akan menentukan apakah akan terjadi reinfeksi, dan berapa cepat reinfeksi bisa terjadi: Faktor internal: berapa banyak produksi (titer) antibodi yang terbentuk saat infeksi yang pertama. Makin rendah berarti makin besar risiko mengalami reinfeksi. Jadi mereka yang mengalami infeksi ringan juga lebih berpeluang mengalami reinfeksi, karena diduga titer antibodinya masih rendah. Faktor eksternal: berapa sering bertemu dengan virus. Hal ini mencakup: berapa orang penular yang ditemui, berapa sering, dan berapa lama pertemuannya. Makin sering berarti makin besar risiko mengalami reinfeksi. Apakah gejala yang muncul pada reinfeksi lebih ringan atau lebih parah? Sebagian besar lebih ringan, karena tubuh sudah menghasilkan antibodinya. namun gejala juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti disebutkan di atas. Dalam studi di Qatar, Inggris, dan AS menyebutkan peluang reinfeksi hanya 0,1 - 0,2%, dan reinfeksi terjadi pada sekitar waktu 16 – 20 minggu setelah infeksi pertama. Jadi, seringan apapun infeksinya, long-haul Covid-19 akan menyebabkan gejalanya terus ada selama beberapa bulan di organ-organ tubuh yang terpengaruh. Virusnya masih ada dan tidur. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.