NASIONAL
Sosok Menteri di Era Gus Dur
Oleh: Tjahja Gunawan Jakarta, FNN - Masih terngiang cerita seorang menteri era Gus Dur yang berani mengatakan apa adanya kepada presiden maupun para menteri dalam sidang kabinet. Dia menjadi bawahan tapi juga sekaligus teman diskusi serta teman debat Presiden. Orangnya hamble dan cenderung "hitam-putih" dalam melihat persoalan. Dalam sidang kabinet, dia tidak sungkan untuk mengatakan: "Anda Salah", baik kepada Presiden maupun para menteri. Orang yang tidak mengenal karakternya, akan menilai bahwa orang ini sombong apalagi orangnya memang jarang tersenyum. Tapi apapun isi percakapan dan debat sengit yang disampaikan sang menteri ini, itu semua hanya berlangsung di ruang sidang kabinet. Tidak sampai bocor atau dibocorkan oleh menteri itu ke luar/media. Bahkan terhadap sebuah keputusan yang sudah diambil Gus Dur sekalipun, Sang Menteri ini tidak segan-segan untuk mengatakan: "Saya Tidak Setuju dengan Keputusan Anda.... Bapak Presiden" "Selanjutnya terserah Anda, saya bawahan Anda Pak Presiden. Apakah Anda mau memberhentikan saya atau tidak". Itulah etika birokrasi sekaligus prinsip yang dipegang sang menteri ini. Walaupun berbeda pendapat atau tidak setuju dengan Presiden sebagai atasannya, dia tetap "stand with the boss". Kala itu, banyak di antara menteri yang diangkat dan dipecat Gus Dur. Tapi ada juga menteri yang mundur hanya karena tidak setuju dengan keputusan Gus Dur. Menteri yang pernah dipecat Gus Dur di antaranya Wiranto dan Jusuf Kalla. Saya menceritakan ini karena wajah sang menteri ini tiba-tiba sering berkelabat dalam ingatan saya dalam beberapa hari terakhir ini. Betapa tidak, di saat kabinet sedang gaduh di era Gus Dur, Sang Menteri sering ngajak curhat dengan para kuli tinta. Nah, supaya posisinya sejajar, sengaja saya sebagai kuli tinta yang mengajak sekaligus "mentraktir" sang menteri ini untuk hang out sambil makan/ngopi-ngopi di luar. Setelah itu, bon makan-makannya saya reimburs ke kantor tempat saya bekerja. Lalu saya ajak beberapa kolega yang sama-sama bertugas di Palace waktu itu. "Negara besar dengan persoalan yang besar tapi dikelola secara amatiran,". Begitulah antara lain ucapan dan otokritik yang disampaikan menteri ini. "Lalu kenapa Anda mau jadi menterinya Gus Dur?" sergah saya. Harap Anda tahu, kata menteri itu, saya sudah berteman dengan Gus Dur cukup lama bahkan sebelum dia menjadi Presiden. Tapi begitu dia menjadi presiden tahun 2000, saya menolak ketika Gus Dur memintanya untuk menjadi menteri dalam kesempatan pertama. "Namun karena Gus Dur berkali-kali meminta saya untuk masuk kabinet dengan alasan krisis sumber daya manusia waktu itu, saya pun akhirnya tidak bisa mengelak lagi," ujarnya. Pasca lengsernya Soeharto, persoalan bangsa silih berganti dan menumpuk. Masalah utama waktu itu, krisis ekonomi dan krisis poltik, persoalan GAM Aceh juga belum beres, dll. Presiden Habibie dan Presiden Gus Dur boleh dibilang periode "cuci piring" sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat. Menteri yang saya ceritakan ini orangnya sangat rasional sehingga dia tidak percaya ketika Gus Dur bakal menjadi Presiden saat terjadi krisis kepemimpinan pasca Habibie. Waktu itu konflik antara Partai Golkar yang mendukung Habibie dengan PDIP sebagai pendukung Megawati Soekarnoputri, sangat keras. Di atas kertas, seharusnya waktu itu Megawati yang menjadi Presiden karena di parlemen anggota PDIP cukup kuat. Namun karena waktu itu lahir Poros Tengah yang diinisiasi oleh Amien Rais, akhirnya yang menjadi Presiden Gus Dur yang awalnya waktu itu hanya didukung oleh PKB. Tapi kemudian didukung oleh partai-partai lain seperti PAN bahkan akhirnya Partai Golkar ikut mendukung Gus Dur. Kembali ke cerita dan curhat sang menteri. Gus Dur, kata dia, bukan hanya sekali dua kali saja menyatakan kepadanya kalau dia akan terpilih menjadi Presiden. "Bahkan ketika Gus Dur sedang di rumah sakit akibat terkena serangan stroke, dia masih sempat cerita soal politik. Dia waktu itu sangat yakin bakal menjadi Presiden dan meminta saya membantu dia untuk masuk ke dalam kabinet," cerita Sang Menteri ini. Walaupun dirinya sudah lama menjadi teman diskusi politik dan berdebat dengan Gus Dur. "Tapi saya kan nggak tega juga berdebat dengan orang yang sedang terbaring sakit. Jadi saya iyain aja ke Gus Dur," katanya. Padahal, dalam hati Sang Menteri ini menggerutu: Gus Dur ini sedang ngimpi. Karena berdasarkan analisa dan kalkulasi politik sang menteri ini, Gus Dur mustahil bisa menjadi seorang Presiden. Tapi akhirnya realitas politik waktu itu menunjukkan bahwa Gus Dur benar-benar menjadi seorang Presiden. Sejak itu, sang menteri ini tidak berani lagi untuk menganalisa langkah politik Gus Dur . Tidak hanya menteri yang satu ini, banyak elite politik waktu itu yang tidak mampu membaca langkah politik Gus Dur. Sehingga kala itu ada joke, "Gus Dur ini ibarat sopir bemo, bawa kendaraannya sulit ditebak orang, mau lurus, belok kiri atau nganan juga tidak ada yang tahu karena nggak pernah pakai lampu sein kalau mau belok". Kalau melihat ke belakang, para menteri waktu itu memiliki karakter dan prinsip yang tegas dan jelas. Tidak setuju dengan Presiden, dia mundur. Kalau nggak salah Ryaas Rasid yang mundur waktu itu. Lalu ada juga beberapa menteri yang dipecat bahkan seorang menteri non parpol yang sebelumnya menjadi kepercayaan Gus Dur. Priadi adalah orang yang diangkat Gus Dur menjadi Menkeu karena orangnya dinilai baik dan bisa dipercaya. Dan selama berkarier di BRI hingga menjadi direksi di Bank BUMN tersebut, Priadi praktis tidak mempunyai cacat. Dia boleh dibilang orang yang "lurus" dan sederhana. Tapi toh, akhirnya dia termasuk salah seorang menteri yang dipecat Gus Dur juga. Belakang saya paham, Gus Dur banyak mengangkat dan memberhentikan menteri waktu itu semata hanya sebagai manuver politik. Apa tujuannya ? Hanya Gus Dur yang tahu. Yang jelas sang menteri ini walaupun sering mendebat Gus Dur dalam sidang kabinet, justru dia yang dipertahankan hingga berakhirnya kekuasaan Gus Dur yang kurang lebih hanya 18 bulan. Setelah menjadi Menteri Sekretaris Kabinet, sang menteri ini kemudian dipindah menjadi Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan HAM). Terakhir dia dipindah lagi oleh Gus Dur menjadi Jaksa Agung. Waktu itu kartel politik dan oligarki parpol tidak parah seperti sekarang. Di era Gus Dur, posisi Presiden relatif masih powerfull terutama dalam proses penyusunan kabinet. Sistem politik presidensial masih terasa walaupun banyak menteri waktu itu yang merupakan representasi dari parpol. Tapi rupanya makin lama kekuatan parpol di parlemen semakin solid dan akhirnya melalui proses politik Gus Dur berhasil dilengserkan oleh parlemen. Mereka yang mengangkat, mereka pula yang menjatuhkan Gus Dur. Bulog Gate cuma pintu masuk saja untuk menurunkan Gus Dur dari kursi Presiden. Lalu Presiden diganti oleh Megawati. Sampai persidangan Bulog Gate berakhir, Gus Dur tidak terbukti terlibat dalam Bulog Gate. Dalam persidangan, Gus Dur pernah datang untuk memberikan kesaksian, setelah dia tidak menjadi Presiden lagi. Komitmen Gus Dur dalam penegakan hukum tidak diragukan lagi, keberanian untuk menghapus Dwi Fungsi ABRI juga merupakan salah satu legacy Gus Dur. Semoga tulisan ini tidak sampai dibaca oleh sang menteri yang saya ceritakan di tulisan ini. Alfatihah untuk almarhum Gus Dur. Wallohualam Bhisawab..... Penulis wartawan senior.
Milenial dalam Obsesi Jokowi
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Sangat mengherankan mengapa Presiden Jokowi “so obsessed” (sangat kagum) pada generasi milenial. Sampai-sampai dia berikan tujuh (7) jabatan staf khusus presiden untuk mereka. Apa pentingnya ketujuh milenial itu didudukkan sebagai staf khusus? Apakah masalah ekonomi, sosial, dan politik yang melanda Indonesia ini akan selesai? Untuk apa sesungguhnya para milenial itu? Apakah sekadar pajangan agar Jokowi dikatakan promilenial dan memberikan perhatian kepada mereka? Mudah-mudahan saja Jokowi paham betul gambaran tentang milenial. Ada sekian macam deskripsi. Kita simak sebentar gambaran tentang milenial menurut berbagai sumber. Lexico Oxford merumuskan milenial sebagai “orang-orang yang memasuki usia dewasa muda (young adulthood) pada awal abad ke-21”. Katakanlah menjadi dewasa pada tahun 2000. Urban Dictionary lebih spesifik lagi. Masuk akal dan ilmiah. Dikatakan, milenial itu punya dua sayap. Yaitu, Generasi Y (yang lahir antara 1981-1991) dan Generasi Z (yang lahir antara 1991-2001). Orang-orang Generasi Y seringkali punya ciri yang mirip dengan Generasi X (yang lahir sebelum Generasi Y). Ini yang membuat Generasi Z tak bisa membedakan Generasi Y dengan Generasi X. Generasi Z kemudian mengklaim merekalah yang disebut Milenial. Padahal, tahun-tahun kelahiran milenial adalah 1981-2001. Generasi Y dan Generasi Z sama-sama bisa disebut milenial. Perbedaannya cuma pada perkembangan teknologi. Generasi Y tumbuh dengan komputer pribadi, handphone biasa (cell phone) dan sistem video game. Sedangkan Generasi Z tumbuh dengan tablet, smartphone, dan applikasi (apps). Kesamaan antara kedua generasi ini adalah bahwa mereka mengubah komunikasi dan identitas. Secara global. Nah, perhatikan kalimat terakhir definisi di atas. Yaitu, perubahan komunikasi. Artinya, para milenial itu lebih banyak berinovasi dalam cara komunikasi dilakukan. Mereka buat revolusi komunikasi. Sebutlah “revolusi software”. Misalnya saja, Mark Zuckerberg menciptakan Facebook pada 2004. Dia milenial dan hebat. Usianya baru 35 tahun. Lahir 14 May 1984. Dengan kekayaan bersih lebih USD74 miliar (Rp1,036 T). Facebook dipakai 2.4 miliar pengguna. Kemudian muncul Instagram: dibuat pada 2010 oleh Kevin Systrom dan Mike Krieger. Masing-masing berusia 36 dan 33. Mereka masuk generasi milenial juga. Dengan kekayaan lebih USD50 miliar seorang (Rp700 T). Seterusnya, Pavel Durov (Rusia) menciptakan Telegram pada 2013. Dia milenial yang berusia 35 tahun. Kekayaannya USD2.7 miliar (Rp38 T). Nah, inilah gambaran yang indah-indah tentang milenial yang sukses. Tapi, milenial diasosiasikan juga dengan tabiat (habit) yang buruk. Seorang miliuner berkata, “Anak-anak milenial itu bisa punya rumah kalau mereka berhenti membeli roti bakar alpukat.” Ini sindiran bahwa anak-anak milenial suka nongkrong di kafe-kafe dan restoran. Menghabiskan waktu berjam-jam dengan gadget (smartphone, tablet, laptop, dll). Milenial dituduh menghancurkan berbagai industri tradisional. Milenial juga dicap sesukahati. Ada yang mengatakan ‘over-sensitivity’ (terlalu sensitif). Candu smartphone, dan banyak lagi julukan lain. Sekarang kita coba pahami obesesi Jokowi terhadap kaum milenial. Apa yang ingin dia peroleh dari pengangkatan tujuh staf khusus yang berpredikat milenial itu? Zuckerberg, Systrom, dan Durov adalah anak-anak milenial yang membuat revolusi dalam cara berkomunikasi. Mereka membuatkan Facebook, Instagram dan Telegram sebagai media komunikasi yang menyenangkan. Dan gratis. Tapi, ketiga platform medsos ciptaan milenial ini bukanlah industri yang riil. Yang mereka buat adalah produk jasa untuk mempercepat, mempermurah, mempermudah dan memperluas komunikasi. Tidakkah hebat produk-produk jasa komunikasi ciptaan Zuckerberg, Systrom, dan Durov? Tentu sangat luarbiasa. Ratusan juta orang merasakan kemudahan. Namun, perlu kita lihat latar belakang perekonomian di negara mereka. Amerika Serikat atau Rusia, tempat ketiga milenial hebat ini bermukim, boleh dikatakan sudah mencapai puncak dalam inovasi perangkat keras (hardware). Mereka sudah selesai melakukan “revolusi hardware”. Sebut saja, industri hardware bidang mana yang belum mereka kuasai? Otomotif? Penerbangan? Pertanian? Elektronika? Perminyakan darat (onshore) dan laut (offshore)? Apalagi? Industri persenjataan? Alat-alat kedokteran? Permesinan? Alat-alat berat, dlsb? Space industry (industri antariksa), termasuk persatelitan, berserta industri-industri pendukungnya, dll? Semua negara maju, termasuk Jepang dan Korea Selatan, sudah mapan di bidang-bidang ini. Bahkan sudah mencapai titik jenuh. Artinya apa? Artinya, industri hardware (perangkat keras) mereka sudah sangat kuat. Mereka menguasai pasar global. Ketika mereka beranjak ke industri software (perangkat lunak), termasuk yang berbasis internet yang di dalamnya ada berbagai platform medsos tadi, negara-negara maju tidak punya masalah sama sekali dengan industri hardware. Bagaimana dengan kita? Adakah kita punya industri otomotif asli (bukan perakitan atau assembling)? Anda bisa jawab Esemka bin Changan. Boleh jugalah. Punyakah kita pabrik elektronik inovasi sendiri? Polytron, barangkali? Bisa jadi. Semoga ini benar-benar merk nasional Indonesia. Terus, apakah ada di sini pabrik alat-alat berat? Ingat, cangkul saja masih diimpor dari RRC. Apakah ada pabrik senjata berat? PT Pindad baru bisa bikin senapan serbu, pistol, dan rompi antipeluru. Ada juga peluncur granat. Lumayanlah. Nah, masih banyak inovasi yang diperlukan untuk indutsri hardware negara ini. Artinya, Indonesia masih jauh di belakang dalam perangkat keras. Untuk semua bidang industri. Konyolnya, hari ini para penguasa berlomba-lomba genit dalam menggunakan terminologi “milenial”. Seolah-olah kita akan segera menyamai kedudukan negara-negara maju begitu para milenial dipajang kabinet Jokowi. Dari tujuh stafsus milenial itu, paling-paling yang bisa memberikan masukan berharga adalah Adamas Belva Syah Devara. Itu pun kalau masukan akan ditindaklanjuti. Anak muda 29 tahun ini memiliki bisnis aplikasi pendidikan, “Ruangguru”. Aplikasi ini yang bisa memberikan kontribusi untuk kemajuan bidang pendidikan. Stafsus milenial lainnya yang mungkin bisa berperan adalah Gracia Billy Mambrasar. Berasal dari Papua. Sama seperti Belva, Gracia bisa membantu akselerasi bidang pendidikan di Papua. Saya khawatir, Jokowi hanya terperangah oleh maraknya jualan online lewat aplikasi, termasuk Go-Jek. Dia mungkin terkagum-kagum oleh bisnis jasa pembayaran (payment online) yang juga menggunakan aplikasi. Boleh kagum. Tapi, jasa transaksi online (software) itu sifatnya hanya memudahkan dan memurahkan. Itu tidak akan membuat negara menjadi kuat tanpa hardware sistem pertahanan yang kuat. Tidak akan membebaskan rakyat dari kelaparan dan kekurangan gizi kalau hardware pertanian dan kelautan tidak kuat. Tidak akan melepaskan Indonesia dari tabiat importasi segala macam keperluan kalau hardware perindustrian tidak kuat. Jadi, agak mencemaskan juga obsesi Jokowi terhadap milenial. Betapa tidak? Begitu dia melihat milenial bisa menyelenggarakan event dengan bantuan aplikasi, Jokowi menjadi terpukau. Diangkat Putri Tanjung menjadi stafsus. Begitu dia melihat jasa transportasi bisa dimudahkan dan dimurahkan dengan aplikasi, dia angkat Nadiem Makarim menjadi Mendikbud. Padahal, yang menjadi masalah adalah fasilitas pendidikan, cara pendidikan dikelola, dan kesempatan. Nadiem dan Putri menikmati itu secara sempurna di Amerika. Andaikata anak-anak Indonesia lainnya bisa punya kesempatan itu, mungkin sejak dulu Indonesia ini sudah menjadi “negara aplikasi”.[] 26 November 2019 Penulis wartawan senior.
Luar Biasa, Kapolri Potong Jatah Proyek Polisi di Pemda
Untuk menjaga keamanan dari pelapor, Idham bakal melindungi kerahasiaan identitas dari perlapor. Dengan catatan, laporan yang disampaikan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya, sesuai dengan kebenaran fakta kejadian yang sebenarnya. Artinya, laporan tersebut bukanlah dari hasil mengarang bebas. By Kisman Latumakulita Jakarta, FNN – Sudah dua puluh enam hari, Jendral Polisi Drs. Idham Azis menjabat sebagai Kapolri. Idham Azis dilantik sebagai Kapolri oleh Presiden Jokowi di Istana Negara pada hari Jumat, tanggal 01 November 2019. Tentu saja belum banyak yang bisa dinilai dari pekerjaan Jendral Idham Azis selama dua puluh enam hari masa jabatannya tersebut. Beberapa pembenahan kecil telah dilakukan Idham Azis ke dalam internal polisi. Hanya pembenahan kecil, namun cukup untuk membuat kita terperangah, dan terkaget-kaget antara percaya dan tidak percaya. Akhirnya, kita menjadi kagum kepada kebijakan Kapolri pengganti Tito Karnavian ini. Bagaimana tidak. Jendral Idham membuat kebijakan tergolong langka. Dia memotong atau menghilangkan salah satu sumber pendapatan para oknum Kapolsek, Kapolres dan Kapolda di seluruh wilayah Indonesia. Padahal rantai sumber reziki tersebut sudah dinikmati. Juga sudah berlansung puluhan tahun lamanya. Paling kurang sejak reformasi 1998 bergulir sampai sekarang. Namun tanggal 15 November 2019 lalu, kebijakan langka itu dibuat. Jendral Idham mengeluarkan Surat Kapolri, dengan Nomor : R/2029/XI/2019. Surat tersebut ditujukan kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota seluruh Indonesia. Isinya mengenai “Koordinasi Pelaksanaan Tugas Polri Dalam Penegakan Hukum dan Penyelanggaraan Pemerintahan Daerah”. Inti dari Surat Kapolri yang ditandatangi oleh Kadivpropam Irjen Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo tersebut, adalah himbauan kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota agar tidak melayani atau memfasilitasi segala bentuk pemintaan uang atau barang yang dilakukan oleh anggota polisi di daerah. Mulai dari tingkat Polsek, Polres sampai Polda. Luar biasa berekelas dan hebat kebijakan Kapolri yang satu ini. Bukan itu saja. Jendral Idham juga mengingatkan jajaran Pemerintah Daerah seluruh Indonesia, agar menolak segala bentuk intimidasi atau intervensi dari anggota polisi terhadap pelaksanaan pekerjaan proyek di lingkungan Pemerintah Daerah. Peringatan ini berlaku juga terhadap siapa saja yang mebawa-bawa atau mengatasnamakan intitusi Polri. Jika ada yang mencoba-coba melanggar himbauan ini, Jendral Idham berjanji untuk memberikan sanksi tegas kepada anggotanya. Idham tidak akan pandang bulu atau pilah-pilih pelakunya. Siapa pun orangnya bakal disikat, baik itu anggota polisi maupun yang mereka yang mengaku atau mengatasnamakan intitusi polisi. Lagi-lagi luar biasa Kapolri yang bersuku Bugis ini. Untuk tujuan itu, Idham menghimbau Pemerintah Daerah agar melaporkan anggota polisi yang suka minta-minta proyek di daerah. Untuk memperlancar laporan dari masyakat itu, telah disediakan Sentra Pelayanan Prompam (Bagyanduan Divpropam Polri) di Markas Besar Polisi, di jalan Trunojoyo No.3, Jakarta Selatan. Laporan bisa disampaikan melalui call center atau WhatsApp (WA), dengan nomor kontak 081384682019. Selain itu, bisa juga melalui email dengan alamat ke : divropampolri@yahoo.co.id Guna mendukung pengawasan terhadap pengaduan masyarakat, Idham mengharapkan informasi laporan disertai dengan data-data yang valid. Misalnya, indentitas pelapor, indentitas dari terlapor, serta data pendukung yang relevan, khususnya yang terkait dengan proyek atau permintaan dana. Untuk menjaga keamanan dari pelapor, Idham bakal melindungi kerahasiaan identitas perlapor. Dengan catatan, laporan yang disampaikan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Misalnya, sesuai dengan kebenaran fakta kejadian yang sebenarnya. Artinya, laporannya bukan dari hasil mengarang bebas. Coklat Tua dan Muda Kebijakan Jendral Idham agar Pemerintah Daerah tidak memberikan fasilitas, baik berupa dana atau jatah proyek kepada anggota polisi di semua tingkatan kewilayah ini, tentu saja tidak popular di mata anggota polisi. Namun kebijakan tersebut pasti sangat disukai, disenangi dan berkelas di mata masyarakat. Kebijakan tersebut harus memotong dan menghentikan sumber reziki anggota polisi yang berlangsung berpuluh-puluh tahun. Tentu saja ini bukanlah kebijakan asal-asalan. Jendral Idham pasti sudah pertimbangkan dengan matang dampak yang bakal timbul. Tidak ada pilihan lain bagi Jendral Idham. Kebiasaan buruk ini harus dihentikan dari sekarang. Jendral Idham sudah sangat mengerti dan paham dengan praktek jatah-jatahan proyek untuk komandan polisi di daerah ini. Apalagi Idham pernah menjadi Kapolres dan Kapolda. Sebuah kebijakan kecil saja dari Kapolri. Namun sangat berdampak secara positif terhadap output pembangunan di daerah secara keseluruhan. Publik harusnya mendukung sepenuhnya kebijakan Jendral Idham tersebut. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa di daerah ada para oknum Kapolres, Kepala Kerjaksaan Negeri (Kajari) Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) mempunyai jatah proyek dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Jatahnya itu selalu ada pada setiap tahun anggaran. Tinggal jatah itu mau diambil atau tidak? Mau digunakan atau tidak? Terpulang kepada para komandan masing-masing. Pada beberapa provinsi di Pulau Sumatera, para pejabat pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan pimpinan proyek punya sandi khusus terkait jatah proyek ini. Mereka menyebut jatah proyek untuk para oknum Kapolres, Kajari, Kapolda dan Kajati itu dengan nama tertentu. Misalnya, “proyek itu punyanya coklat tua, dan proyek itu jatahnya coklat muda”. Kalau coklat tua adalah jatah proyek untuk oknum Kajari dan Kajati. Sedangkan coklat muda adalah jatah proyek untuk oknum polisi Kapolres dan Kapolda. Biasanya jatah proyek seperti ini dikerjakan oleh pemborong yang menjadi teman dekatnya coklat tua atau coklat muda. Yang punya jatah proyek biasa mendapatkan fee yang berpariasi antara 10% - 20%. Tragisnya lagi, terkadang nilai proyeknya belum dibahas atau disetujui oleh DPRD dan Pemerintah Daerah. Namun sipemborong sudah memberikan fee di depan antara 5% - 10% kepada coklat tua maupun coklat muda sebagai pemilik jatah proyek. Dampak negatif dari adanya jatah-jatahan proyek untuk oknum coklat tua dan oknum coklat muda ini adalah berkurangnya kualitas proyek. Hasilnya bisa di bawah standar atau spect. Akibatnya, dalam kurum waktu tidak terlalu lama, antara satu sampai dua tahun saja, proyeknya sudah rusak. Tidak lagi bisa dipakai. Padahal anggaran yang digunakan untuk proyek tersebut mungkin saja tidak kecil. Selian itu, SKPD merasa bakal mendapat perlindungan dari oknum coklat tua maupun coklat muda. Dampaknya, proyek-proyek lain, yang tidak terkait dengan coklat tua dan coklat muda sekalipun, bisa asal-asalan pekerjaannya. Kualitasnya tidak harus sesuai dengan spect. Karena SKPD tidak lagi khatir atau takut bakal diperiksa oleh coklat tua mapun coklat muda terkait proyek di daerah tersebut. Luar biasa. Hanya dalam lima belas hari sejak menjabat Kapolri, Jendral Idham telah mebuat kebijakan kecil, tetapi bermanfaat sangat besar. Hanya pembenahan ke dalam internal intitusi polisi. Namun berdampak secara strategis dan ekonomis terhadap keseluruhan pembangunan di tanah air. Kualitas pembangunan di daerah diharapkan semakin membaik nantinya. Kebocoran juga bisa dicegah atau diminimalisir. Semoga SKPD dan pimpinan proyek, tidak perlu takut kepada cokalt tua maupun coklat muda. Mereka juga tidak perlu menyiapkan jatah proyek dari APBD untuk coklat tua dan coklat muda. Harapannya, pengerjaan proyek bisa diawasi coklat tua dan coklat muda dengan baik dan benar. Untuk itu, kita juga berharap agar Jaksa Agung TB Burhanudin melakukan hal yang sama. Kebijakan kecil yang dibuat Jendral Idham ini, bisa diikuti oleh Jaksa Agung. Sehingga bukan saja oknum coklat muda yang tidak lagi kebagian jatah proyek dari Pemerintah Daerah. Harapannya oknum coklat tua (Jaksa) juga mendapat perlakuan yang sama dengan oknum coklat muda dari para SKPD dan pimpinan proyek di Pemerintah Daerah. Nantinya sama-sama tidak lagi mendapatkan jatah proyek. Semoga bisa terealisasi. Insya Allaah, amin amin amin. Penulis adalah Wartawan Senior
Catatan Penting Hasil Komite Khittah NU 26 di Situbondo
Oleh Mochamad Toha Surabaya, FNN - Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo kembali menjadi saksi penting dalam penegakan khittah Nahdlatul Ulama (NU). Sekitar 35 tahun lalu, tepatnya 1984, di pesantren ini pula, keputusan penting kembali ke Khittah 1926, ditetapkan. Pengasuh PP Salafiyah Syafi’iyah, KHR Achmad Azaim Ibrahimy, cucu pahlawan nasional Almaghfurlah KHR As’ad Syamsul Arifin, menjadi tuan rumah pertemuan dzurriyah muassis NU, masyayikh, habaib dan ulama Jatim dalam rangka menegaskan pengertian Khittah NU. Kegiatan diadakan, Kamis 21 November 2019, di auditorium putra. Menghadirkan banyak tokoh penting, seperti Prof. DR KH Ahmad Zahro, Prof. DR Rochmat Wahab, DR Marzuki Ali, Gus Hilmi Ash-Shiddiqi, KHR Achmad Azaim Ibrahimy, dan KH Afifuddin Muhajir. Tak ketinggalan pula pengurus harian pesantren, petinggi Universitas Ibrahimy dari Kabid, Kabag, Rektorat, dan Dekanat turut hadir dalam acara tersebut. Silaturrahim ini menghasilkan sembilan rumusan penting. Pertama. Sebagai prinsip pergerakan dan pengabdian, khittah secara substantif sejatinya sudah digariskan Hadratusysyaikh KH Hasyim Asya’ri, yakni kembali pada garis perjuangan para ulama salafussholihin, sebagaimana doa yang biasa kita panjatkan kepada Allah SWT. “Untuk itu, khittah sebagai garis perjuangan perlu diaktualisasikan kembali dalam rangka jam’iyah diniyah wa ijtima’iyah,” ungkap Ustadz Muhammad Ali yang didaulat sebagai juru bicara Komite Khittah NU 26 ini. Kedua. Melalui gerakan kultural ini, majelis silaturrahim mengajak kepada semua warga Nahdlatul Ulama untuk selalu melakukan muhasabah terhadap fenomena ke-NU-an yang terjadi selama ini. Menurut Ustadz Ali, tindakan koreksi diri ini menjadi penting dijalankan, karena tak ada kesempurnaan dalam hidup setiap manusia. Selain prinsip ini, kita semua juga memiliki kepedulian dan keberpihakan kepada jamiyah NU agar menjalankan organisasi sebagai sarana ibadah perjuangan dan pengabdian kepada Allah SWT. Ketiga. Jangan jadikan organisasi NU sebagai alat untuk memuluskan kepentingan pragmatis pribadi dengan menjauhkan prinsip perjuangan yang telah dibangun oleh para muassis NU. Keempat. Niat tulus dan ikhlas dalam memperjuangkan NU, hanya mengharap target keridhoan Allah SWT. Jika ada diantara kita, baik yang menjadi pengurus maupun tidak, melakukan tindakan yang tidak sejalan dengan garis perjuangan NU, maka, tegurlah dengan benar dan sabar, sebagaimana prinsip watawa shaubil haq watawa shaubish shabr. “Permusyawaratan dalam tubuh NU sebagai jam’iyah harus mendasarkan pada prinsip dan nilai-nilai yang dibangun para muassis NU,” tutur Ustadz Ali. Kelima. Untuk mengembalikan prinsip-prinsip permusyawaratan tersebut, maka dalam setiap penyelenggaraan permusyawaratan di berbagai tingkatan, agar tidak menggunakan cara-cara yang tidak terpuji, seperti mempengaruhi musyawirin dengan politik uang. Fenomena-fenomena politik uang setiap permusyawaratan tentu saja tidak berjalan secara tunggal, ada keterlibatan pihak lain yang ingin memanfaatkan NU secara pragmatis. “Jika ini masih terjadi dan terus dipertontonkan para pengurus, kami khawatir NU akan kehilangan wibawa dan kharismanya sebagai jam’iyah diniyah wa ijtima’iyah,” tegas Ustadz Ali. Keenam. Forum meminta kepada PBNU agar melakukan kerja koreksi dan seleksi terhadap penyimpangan-penyimpangan akidah, karena ada dugaan penyusupan atas penyimpangan akidah yang tidak sejalan dengan akidah dan prinsip-perinsip ahlussunannah waljamaah di tubuh jam’iyah NU. Ketujuh. Kepada seluruh warga NU yang berperan dalam politik dan penyelenggaran pemerintahan, tetap istiqomah memperjuangkan amanah NU, sehingga NU tidak hanya dijadikan alat perebutan kekuasaan, tetapi harus bermanfaat secara umum, maslahah amah. Kedelapan. Perlu memperkuat fungsi kelembagaan mustasyar di jam’iyah NU, sehingga apabila terdapat penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan kepengurusan, bisa mendapat teguran dan sanksi oleh seluruh anggota mustasyar. “PBNU hendaknya mengelola NU menjadi jam’iyyah ashabul haq wal ‘adl jangan mengubah menjadi jam’iyah ashabul qoror,” tegas Ustadz Ali. Kesembilan. Menghimbau kepada seluruh warga nahdliyyin agar selalu istiqomah membaca wirid Ya jabbar ya qohhar. KitaSatu Hati Istilah Khittah NU memang telah populer saat muktamar NU ke-27 di Situbondo pada 1984. Namun, jauh sebelum itu, telah disebutkan oleh pendiri NU, Hadratusysyaikh KH Hasyim Asya’ri dalam Qonun Asasi NU yang ditulisnya. “Bahwa ketika NU sudah tidak lagi berada dalam garisnya, harus kembali ke khittati salaf, garis para sahabat, tabiin, tabiit tabiin dengan ihsan (kebaikan) hingga hari kiamat,” ungkap KHR Ahmad Azaim Ibrahimy. Hal itu disampaikan Pengasuh PP Salfiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo ini, dalam Silaturahmi Dzuriyah Masyayikh, Ulama, Kiai, dan Habib yang didakan oleh Komite Khittah 1926 NU (KK26NU) di PP tersebut pada Rabu (21/10/2019). Dalam kesempatan itu, cucu Kiai As’ad tersebut menyebut bahwa terselenggaranya acara ini, berangkat dari amanah mulia dari penggagas KK26NU, KH Salahuddin Wahid. “Bahwa apa yang kita cita-citakan kita satu hati, merindukan jam’iyah NU kembali kepada ajaran pokok semula yang dituturkan dan dipraktikkan oleh pendiri dan pendahulu yang kemudian disebut dengan Khittah,” ungkapnya. Ia juga menyebut bahwa perjuangan dalam mengembalikan NU pada khittahnya, sudah sejak KH Hasyim Asy’ari. Menurut Gus Abdurrahman Hasan Genggong bahwa dalam kitabnya Kiai Hasyim menjelaskan arah perjuangan jamiyah NU bahwa ketika NU sudah tidak sesuai dengan yang digariskan, maka harus kembali kepada Khittati Salaf. “Khittati Salaf ini ya para ulama salaf, yaitu sahabat, tabiin, tabiit tabiin, tapi ada biihsanin ila yaumiddin. Segala sesuatu itu harus biihsan. Untuk sekarang ini biihsan kita, mengembalikan NU kepada khittahnya,” tambahnya. Ia memaparkan pada Khittah NU juga sudah popular pada 1950-an oleh KH Ahyat Chalimi, pada 1962 di Solo, pada 1971 oleh KH Wahab Chasbullah, pada 1981 oleh KH Ahmad Shiddiq, KH As’ad Syamsul Arifin dan sejumlah pemuda NU di Asembagus Situbondo, dan akhirnya dapat diputuskan pada 1884, yaitu pada Muktamar NU ke-27 di Situbondo. “Menurut Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), kelompok khittah pada saat pergolakan itu, terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu khittah murni, khittah plus, dan khittah minus. Lah kita ini yang mana? Semoga kita termasuk yang khittah NU murni,” jelasnya. Mengacu pada cerita pendirian NU, di mana Kiai As’ad mengemban amanah dari Syaikhona Kholil Bangkalan untuk memberikan tasbih beserta perangkat wirid “Ya Jabbar Ya Qohhar”, Kiai Azaim menyebut bahwa tasbih itu sekarang ini sudah berputar. “Seperti ada yang dibersihkan, tapi tasbihnya tidak sampai rusak. Terus tidak lepas (butir tasbihnya) tapi kotorannya yang lepas. Yang kami cita-citakan khidmah kepada pendiri NU. Itu yang membuatkan kami siap dengan penuh senang hati mengadakan acara ini,” ujarnya. Dengan satu harapan, lanjutnya, tersenyumnya Kiai Syamsul Arifin, senyumnya Kiai As’ad, Kiai Fawaid, terlebih senyumnya para muassis (pendiri) NU. Dan semoga Insyaallah Kanjeng Nabi Muhammad SAW juga rida,” pungkasnya. Seperti yang diketahui, demi tewujudnya NU yang kembali kepada jalurnya, yaitu Khittah 1926 yang digariskan oleh pendirinya, Komite Khittah 1926 NU mengumpulkan para ulama, kiai, dan habaib di PP Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, Kamis (21/11/2019). Dalam silaturahmi itu, ratusan ulama, kiai, dan habaib dari berbagai daerah di Indonesia hadir untuk merembukkan format perjuangan dalam mengembalikan NU kepada relnya. Penulis wartawan senior.
Komjen Pol. Dharma, "Islam Itu Sangat Mencintai Kedamaian"
Komjen Polisi Dharma mengingatkan tentang masalah radikakalisme dan terorisme sebagai bagaian dari rekayasa global. Mereka merekayasa ketakutan pada manusia. Yang melakukan rekayasa tersebut adalah rezim globalisasi. Targetnya, menciptakan pola pikr manusia yang tidak akan bisa lepas dari rekayasa teknologi informasi dan komunikasi. By Kisman Latumakulita Jakarta, FNN – Rasulullaah SAW berkata “tidak berimannya kamu sampai kamu mencintai sesamamu seperti kamu mencintai dirimu sendiri”. Begitulah maknanya Muslim. Itulah kalimat paling indah, berkelas dan bermartabat dari ajaran Rusulullaah SAW yang dikutip oleh Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), Komjen Polisi Drs. Dharma Pongrekun MM. MH. Komjen Polisi Dharma menyampaikan hadits Nabi Muhammad SAW tersebut, ketika menjadi pembicara pada “Indonesia Islamic Young Leaders Summit” yang diselenggarakan di Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Sabtu 23 November 2019 kemarin. Dalam pandangan Komjen Polisi Dharma, Islam adalah Agama yang sangat mencintai nilai-nilai kedamaian. Islam memang mengajarkan untuk saling mengasihi, dan menyayangi diantara sesama muslim. Namun Islam juga menyuruh untuk saling mengasihi dan menyayangi diantara sesama umat manusia. Bahkan, Islam sangat mencintai kedamaian pada lingkungan alam semesta. Sampai pada titik ini Dharma menyatakan tidak sependapat dengan pendapat yang mengait-ngaitkan Islam dengan terorisme. Dia juga menolak pendapat yang mengaitkan Islam dengan radikalisme dan intoleransi. Jendral bintang tiga termuda di polisi ini mengambil sikap yang berdeda dengan sementara pihak yang mencoba mengindentikan Islam dengan terorisme, radikalisme dan intoleransi. Menurut Dharma yang baragama Kristen Protestan itu, Islam telah mengajarkan kita untuk saling mencintai diantara kita. Islam juga mengajarkan kita untuk hidup saling mengasihi diantara sesama manusia. Artinya, Islam itu sangat mencintai kedamaian. Apalagi Islam yang di Indonesia. Kedamaian tentu saja menjadi segala-galanya bagi kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Sejarah masa lalu, posisi geografi dan pejalanan masa depan akan mengikat kita. Untuk itu, jangan sampai ada pihak yang bisa memisahkan kita. Sebab kita bisa bersama-sama dalam mencitapkan pilar-pilar yang saling menghormati, menyayangi dan mencintai diantara kita. Tujuannya, mendukung kebaikan bersama bagi generasi yang akan datang. Radikalisme Rekayasa Global Pada kesempatan tersebut, Komjen Dharma juga mengingatkan tentang masalah radikakalisme dan terorisme sebagai bagaian dari rekayasa global. Mereka merekayasa ketakutan pada manusia. Yang melakukan rekayasa itu adalah rezim globalisasi. Targetnya, menciptakan pola pikr manusia yang tidak akan bisa lepas dari rekayasa teknologi informasi dan komunikasi. Ciri yang menonjol dari rekayasa yang diciptakan oleh rezim globalisasi itu adalah menimbulkan rasa takut. Pola pikir manusia yang selalu dipernuhi dengan rasa takut, karena angka-angka. Misalnya, bakal kekurangan angka pada reziki atau pendapatan. Takut kalau selalu saja kurang dan kurang. Reziki yang diberikan dari Allaah, Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah cukup atau lebih. Pada rasa ketakutan ini, manusia cenderung tidaklagi menyandarkan diri atau mendekatkan diri kepada kebesaran Allaah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Manusia lebih cenderung manyandarkan diri pada kekuatan diantara sesama manusia. Mencari perlindungan kepada manusia, yang dianggap paling kuat atau lebih kuat. Orang-orang dari komunitas intelijen menyebut rekayasa globalisasi ini dengan sebutan “teori bullshit”. Dimana, merekalah yang menciptakan rasa ketakutan tersebut kepada manusia. Namun setelah ketakutan itu tercipta, mereka sendiri yang datang, dan menawarkan diri sebagai dewa penolong. Jadinya, mereka yang tampil sebagai pahlawannya (iNews.ci.id). Berdasarkan latar belakangnya, praktek dan dampak dari rekayasa globalisasi itu dikatagorikan dalam beberapa kelompok. Misalnya, ada kelompok yang menyiapkan program, yang meliputi uang, kekuatan, dan kontrol terhadap populasi. Sedangkan stretaginya itu dilakukan dengan cara-cara Terstuktur, Sistematis dan Masif (TSM). Visinya adalah merekayasa kehidupan (life engineering). Sedangkan misinya adalah menyatukan semua sistem kehidupan di dunia. Untuk menangkal pengaruh redikalisme dan terorisme tersebut, Komjen Polisi Dharma menghimbau, agar kita harus kembali kepada nilai-nilai moral dan keimanan yang diperintahkan Tuhan melalui para Nabi dan Rasul-Nya. Perlu untuk dibangun kembali rasa saling mencintai dan menyayangi diantara sesama manusia, seperti yang telah diajarkan oleh Rasulullaah SAW. Salain itu, juga dibangun semangat gotong-royong dan saling membantu satu sama lain diantara kita. Kembali kepada Allaah Sehari sebelumnya, Jum’at 22 November 2019, di depan sekitar 700 mahasiswa Universitas Univeritas Hamka, Dharma mengingatkan tentang pengaruh globalisasi, yang merupakan sistem dari supra sistem global. Mereka rezim global ingin merekayasa kehidupan manusia. Caranya, dengan mamanipulasi pola pikir manusia. Untuk mencapai maksud tersebut, diciptakanlah berbagai rekayasa dan ketakutan kepada manusia. Antara lain, melakukan rekayasa kecerdasan. Mereka juga membuat rekayasa-rekayasa konflik. Setelah rekayasa konflik tersebut berhasil, langkah berikutnya mereka sendiri yang melakukan penyerangan terhadap hasil rekayasa konflik yang mereka buat tersebut. Harus diakui bahwa pengaruh globalisasi tersebut, telah membawa kerusakan fatal bagi kehidupan manusia. Antara lain, runtuhnya nilai-nilai kesakralan dalam kehidupan manusia, terutama kehidupan keluarga. Selian itu, hilangnya keintiman hubungan dintara sesama umat manusia. Pudarnya integritas sosial yang murni. Terjadi juga perubahan pada gaya hidup yang menaggalkan aspek moralitas, nilai-nilai luhur dan agama. Benteng paling ampuh untuk mengahadapi serangan dan pengaruh rezim globalisasi tersebut adalah kembali lagi kepada nilai-nilai agama yang diajarkan para Nabi dan Rasul. Karena di dalam ajarannya para Nabi dan Rasul tersebut, terkandung nilai-nilai Pancasila yang kini menjadi dasar negara kita bangsa Indonesia. Dharma memberi contoh, para Nabi dan Rasul mengajarkan kita tentang berperilaku adil bagi seluruh umat manusia. Selain itu, menjunjung tinggi dan mengedepankan kemanusian diantara sesama kita. Setelah itu, kita duduk untuk bermusyawarah dan bermufakat tenteng setiap perosalan mungkin ada dantara kehidupan sosial kita. Setiap ada perbedaan yang timbul, bingkai penyelesaiannya adalah musyawarah dan mufakat. Semua persoalan bisa diselesaikan dengan musyawarah mufakat. Kalau kita mau untuk duduk berkumpul dan bermusyawarah dengan adil. Setelah itu diikuti dengan samangat untuk saling sayang-menyayangi (rasa kemanusian) diantara sesama anak bangsa, maka akan tercipta persatuan dan kesatuan. Itulah esensinya nilai-nilai dasar negara kita Pancasila. Penulis adalah Wartawan Senior
Rizieq vs Sukarno, Siapa Yang Lebih Hebat?
By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Suatu waktu, beberapa tahun lalu, supir rental dan sahabat politik saya, Harun Songge, memberitahu saya di subuh hari bahwa perjalanan ke gunung Kelimutu, Flores dibatalkan. Info dari pelayanan turis di Hotel, karena sudah mulai hujan gerimis dan kabut gelap. Kami menginap di Ende beberapa puluh kilometer dari gunung itu. Menginap di Ende karena saya memberi ceramah di Taman Renungan Sukarno, di kota Ende. Saya sampaikan ke Songge bahwa jika Sukarno bisa bertapa di puncak gunung Kelimutu itu. Puncak tugu Sukarno, maka saya dulu aktifis student center di ITB. Tempat Sukarno kuliah dan menjadi aktifis, insya Allah akan sampai juga ke puncak gunung itu. Di bawah kaki gunung Kelimutu. Yang tingginya setengah gunung Gede - Puncak, alias 1600-an meter, guide atau pemandu atau kuncen kalau di Jawa, mengatakan hujan kabut gelap ini akan berubah terang jika "arwah" Bung Karno dan roh-roh penjaga mengijinkan kita sampe ke puncak. Dulu, ada presiden Indonesia, coba-coba untuk naik ke puncak gunung. Namun gagal, karena kabutnya tidak mau pergi dari puncak gunung Kelimutu. Padahal aparat sudah mengerahkan pawang hujan. Singkat cerita, kami pelan-pelan mendaki ke atas. Hujan dan kabut pun pelan-pelan menghilang. Saya pun berjam-jam merenung di puncak Tugu Sukarno itu. Sebuah tempat mistis, dikelilingi tiga danau indah. Tempat Sukarno bertapa menggali Pancasila. Pancasila Bung Karno di Ende bukanlah sebagai anak umur millenial yang plesiran. Meskipun dia seorang engineer atau arsitek yang jumlahnya segelintir saat itu. Yang punya kesempatan dibayar mahal. Namun Sukarno ketika itu merupakan tawanan kolonial Belanda. Yang di usia mudanya radikal dan menghasut orang-orang Indonesia untuk melawan Belanda. Pengasingan di Ende, dari tahun 1934-1938. Dengan beban keluarga yang berat, Sukarno harus berpikir keras merumuskan sebuah ideologi bagi adanya suatu bangsa merdeka kelak. Merenung di kota atau desa kala itu. Bisa juga di taman renungan. Bertapa di puncak gunung, diantara orang-orang Katolik dan Islam di sana, serta melakukan surat menyurat dengan tokoh-tokoh bangsa, termasuk A. Hasan, tokoh agama di Jawa Barat, membuat Bung Karno mempunyai konsep holistik tentang Pancasila. Apa itu konsep holistik? Peratama, konsep holistik Pancasila harus bisa menjelaskan tentang masyarakat dan bangsa apa Indonesia itu? Kedua, bagaimana pendekatan dalam merumuskan konsep itu? Bung Karno adalah seorang insinyur maupun arsitek. Cara insinyur mendekati persoalan (approach) adalah "problem solver". Ini tentu sangat berbeda dengan cara filosop dan agamawan yang mengagungkan nilai. Begitu pula dengan ahli-ahli ilmu sosial yang mendekati persoalan dengan kesempurnaan konsepsi. Holistik di sini jadinya melihat realitas. Menemukan masalah dan memecahkannya. Realitas bangsa kita saat itu adalah bangsa dalam cengkraman kolonial. Masalahnya adalah keterpecahan. Lalu bagaimana cara untuk menemukan pemecahannya? Dengan pendekatan itu, maka Bung Karno sejak awal menyatakan bahwa Indonesia adalah bangsa yang integralistik. Dia melihat ada tiga komponen dasar bangsa kita. Pertama masyarakat Islam. Kedua, masyarakat adat. Ketiga, masyarakat progresif revolusiner. Ketiga ini dibahas Bung Karno, sebelum masa pengasingan di Ende itu, yakni dalam tulisannya "Islamisme, Nasionalisme dan Marxisme". Mungkin berbeda dengan Supomo, yang benar-benar intelektual. Dalam meyakini masyarakat integralistik, Bung Karno bisa jadi lebih pada "oedipus effect". Yang dia maksud rekayasa sosial untuk menyatukan tiga komponen utama bangsa tersebut. Pemikir pejuang seperti Muhammad Natsir maupun Tan Malaka berbeda dengan Bung Karno. Sebagai ahli ilmu sosial dan logika misalnya, menawarkan suatu masyarakat paripurna. Natsir menawarkan ummah. Sedangkan Tan Malaka menawarkan kaum proletar Murba. Hanya Sukarno yang menawarkan ketiga kelompok masyarakat. Kelompok-kelompok Islam (dan agama), Nasionalis dan Marxist. Ketika kelompok tersebut, terus bersama-sama mengklaim eksistensi sebagai bangsa Indonesia. Bangsa ini ketika dihadapkan pada kolonialisme, Bung Karno mencari spirit patriotisme dari ketiga elemen itu. Dalam Islam bung Karno mendorong munculnya modernisme agama (bukan Islam Sontoloyo). Sedangkan dari nasionalisme didorong munculnya spirit cinta tanah air, dan dari marxisme didorong munculnya gerakan kaum tertindas. Bagaimana Rizieq Temukan Pancasila? Rizieq bukanlah seperti Sukarno dalam mendekati masalah tadi. Sebagai cendikiawan, Rizieq memulai penggalian Pancasila dari konsepsi. Lalu setelah itu mencarinya di dunia nyata, di belantara kemiskinan Jakarta. Kemudian kembali merumuskannya di Universitas. Metoda ini sering dikenal dengan nama “aksi-refleksi-aksi atau refleksi-aksi-refleksi”. Penjelajahan Rizieq pada Pancasila membuat Rizieq menawarkan konsepsi masyarakat Islam sebagai superior pada skala bangsa. Pertama, Rizieq meneguhkan sila Ketuhanan sebagai sentral atau yang utama. Sebaliknya Soekarno menempatkan sila ini sebagai sila terkahir. Kedua, Rizieq membangun platform kebersamaan nasional pada isu kebangkitan kaum miskin. Dari sisi kebangkitan kaum miskin, Rizieq berbeda dengan Marxisme. Sebab Marxisme yang melakukan pembelahan sempurna kaum miskin versus kaum kapitalis. Kebangkitan kaum miskin dalam pandangan Rizieq, merujuk pada Islam. Dapat menerima dukungan dari kaum kapitalis yang tercerahkan atau mau berbagi kepada kaum dhuafa itu. Sukarno VS Rizieq Orang-orang besar adalah orang-orang yang muncul dari penjara ke penjara maupun dari pengasingan (exile) ke pengasingan. Sukarno dan Habib Rizieq adalah dua sosok bangsa yang mengalami penderitaan panjang dalam hidupnya. Dalam konteks penjara dan pengasingan. (Tentu saja bukan koruptor) Dari sisi ini, kita akan melihat Sukarno dan Habib Rizieq mewakili dua sosok tokoh bangsa yang sejajar. Ajaran Bung Karno yang utama adalah Kebangsaan. Ajaran Rizieq yang utama adalah Ketuhanan. Namun, keduanya kemudian masuk pada agenda yang sama, yakni pembebasan. Tema pembebasan Bung Karno adalah melawan penindasan kolonial. Sedangkan tema pembebasan Rizieq adalah pembebasan dari cengkraman oligarki kapital. Sesungguhnya ini sama, meski tidak sebangun. Lawan dalam definisi Bung Karno adalah penjajah dan penjajahan. Sedangkan dalam defini Rizieq, lawan adalah oligarki dan rezim anteknya. Saat Bung Karno memilih bersekutu dengan Jepang, tahun 1942-45, tujuan Bung Karno adalah melawan kolonial Belanda. Jadi, bukan pengkhianatan Bung Karno atas cita-citanya. Rizieq ketika membangun persekutuan dengan keluarga Cendana, dia tidak melihatnya sebagai pengkhianat cita-cita pula. Jadi, meskipun Bung Karno dan Rizieq berbeda dalam penekanan terhadap jawaban atas persoalan di awal, namun spirit berikutnya tentang pembebasan, sama dan sejalan. Ada kesamaan yang dipunyai oleh Bung Karno dan Habib Rizieq Penutup Membandingkan Sukarno versus Habib Rizieq adalah penting untuk melihat secara tulus kedua sosok pahlawan bangsa kita dalam melakukan pembebasan kaumnya. Pendekatan yang dilakukan Bung Karno mengalami pelecehan ataupun penolakan dari berbagai tokoh waktu itu, seperti Syahrir, Tan Malaka, Natsir dan lain-lain. Misalnya, Tan Malaka lebih suka melecehkan Bung Karno sebagai kolaburator. Rizieq saat ini juga banyak mendapat kecaman. Karena dianggap akan menihilkan agenda kebangsaan dengan superioritas Islam. Ketika Rizieq dan Rachmawati Sukarnoputri berjumpa pertama sekali, sebelum aksi 212 pada tahun 2015, keduanya berusaha mencari temuan jalan tengah antara Sukarnoisme dan Rizieqisme tersebut. Jalan bangsa ini masih panjang untuk membangun berdasarkan ajaran pembebasan ala Bung Karno dan ala Rizieq. Kaum tertindas menunggu perubahan sosial secepatnya untuk adanya kebahagian bersama. Kita harus mempercepatnya dengan mendorong adanya sintesa Soekarnoisme dan Rizieqisme dalam perjuangan bangsa. Bukan membandingkan siapa yang lebih hebat. Tidak perlu melihat lebih jauh lagi pada judul di atas. Karena mereka dua tokoh ini besar, dalam jamannya yang berbeda. Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
Rakyat Perlu Kerja Pranikah, Bukan Kursus Pranikah
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Seperti orang linglung para penguasa kita ini. Pada saat anak-anak muda memerlukan lapangan kerja, yang mereka sediakan malah bimbingan untuk menjadi pengantin. Ketika anak-anak muda memikirkan situasi masa depan, para penguasa malah sibuk mengajarkan mereka tentang perkawinan. Sangat konyol, rasanya. Mau dibilang ini gagasan yang tak becus, nanti tersinggung. Padahal, memang mengada-ada. Bapak-ibu para penguasa yang terhormat! Khususnya kepada Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK). Yang menjadi masalah besar itu bukan persiapan anak-anak muda menuju rumah tangga. Melainkan mau buat apa mereka setelah berumah tangga. Di tengah ketidakpastian. Yang menjadi masalah itu adalah lapangan kerja. Bukan bagaimana cara berumah tangga. Kalau Anda prihatin terhadap angka perceraian, misalnya, itu bukan berpunca dari ketidaksiapan menuju rumah tangga. Melainkan karena pernikahan menjadi labil akibat kesulitan sehari-hari yang dialami banyak keluarga. Kalau Adan temukan begitu banyak persoalan di keluarga-keluarga muda, itu bukan karena mereka tak mengerti cara bersuami-istri. Melainkan karena mereka setiap hari diteror oleh penghasilan yang tidak menentu atau bahkan tidak ada. Bukan karena mereka tak mengerti berkasih sayang. Seorang pejabat supertinggi mengatakan bahwa melalui kelas bimbingan, masyarakat yang akan berencana menikah diberi bekal mengenai pengetahuan seputar kesehatan reproduksi, penyakit-penyakit yang mungkin terjadi pada pasangan suami-istri hingga masalah stunting pada anak. Reproduksi? Penyakit? Stunting anak? Mungkin juga menjadi masalah. Tapi, tidak urgen. Pastilah orang paham soal kekurangan gizi (stunting). Ini bersumber dari kekurangan bujet keluarga. Keuangan keluarga yang tidak menentu. Kerja serabutan. Harga-harga yang makin mencekik. Bukan karena tak tahu bagaimana cara makan yang bergizi. Begitu juga isu reproduksi dan penyakit-penyakit kesuamiistrian. Penyakit kelamin, dsb. Ini bukan persoalan urgen. Sebab, selama masa perkenalan antara pasangan calon suami-istri, tentu mereka juga memperhatikan berbagai potensi yang terkait dengan masalah kesehatan. Pria atau wanita yang berkenalan dan menjalin hubungan, tentulah akan saling mencari tahu dan saling mengamati. Apalagi, proses menuju pernikahan itu ditangani oleh orangtua calon suami dan istri. Lebih terjamin lagi. Sebab, orangtua dari pria dan wanita biasanya akan merintitis dulu. Mereka akan membentangkan apa adanya tentang anak mereka. Tentang segala kekuragan dan kelebihan. Inilah proses yang sesuai dengan syariat. Tidak ada yang disembunyikan tentang calon suami atau calon istri. Jadi, tak perlu ada negara untuk membantu para calon suami-istri dalam masalah-masalah yang ingin ditangani oleh Kemenko PMK itu. Kalau mengawasi agar jangan sampai terjadi perkawinan antara penganut agama yang berbeda, itulah yang diperlukan. Rakyat akan mendukung. Sebab, perkawinan beda agama besar kemungkinan akan melahirkan generasi bingung. Tak punya pegagangan. Generasi yang rusak akidah. Dan kerusakan akidah (iman) akan menyebabkan bangsa menjadi rusak juga. Karena itu, lebih baik Anda-anda yang sedang berkuasa ini memikirkan lapangan kerja untuk anak-anak muda. Lebih baik memikirkan cara memberantas korupsi agar uang yang bocor puluhan triliun setiap tahun itu bisa digunakan untuk program-progran yang lebih relevan untuk para calon suami-istri. Atau, lebih baik Anda tanya Presiden Jokowi kapan dia akan menerbitkan kartu prakerja. Ini pasti sangat membantu anak-anak muda calon pengantin.[] 21 November 2019 Penulis wartawan senior.
Misteri Ahok: Bakal Jadi Pejabat BUMN untuk Balas Dendam?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Ahok Effect! Itulah yang terjadi sekarang ini. Terjadi reaksi penolakan atas rencana Menteri BUMN Erick Thohir yang akan menempatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menjadi Direktur Utama atau Komisaris Utama di BUMN. Kabar santer, mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan ditempatkan di PT Pertamina (Persero). Reaksi keras langsung datang dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) yang terang-terangan menolak rencana Menteri Erick ini. Serikat Pekerja Tolak Ahok Pimpin Pertamina: PEMBERANG DATANG - KITA PERANG!! Begitu salah satu bunyi spanduk penolakan atas Ahok oleh FSPPB itu. “Benar (menolak),” tegas Presiden FSPPB Arie Gumilar, mengutip Liputan6.com, Jumat (15/11/2019). Sebelumnya, Ahok telah bertemu dengan Erick Thohir dan berbicara mengenai kemungkinan Ahok masuk ke salah satu BUMN. FSPPB menolak rencana penunjukan Ahok masuk dalam jajaran pejabat Pertamina, baik untuk posisi direksi ataupun komisaris. Arie mengungkapkan, aksi penolakan yang dilakukan serikat pekerja yang tergabung dalam FSPPB didasari karena Ahok yang memiliki cacat persyaratan materiil. Menurutnya, Ahok cacat persyaratan materiil. “Kader internal Pertamina juga banyak yang cakap,” tuturnya. Hingga hari ini belum jelas betul posisi Ahok apakah Komisaris Utama atau Direktur Utama Pertamina. Ada yang berspekulasi di BUMN Inalum yang melakukan divestasi 51 % saham PT Freeport. Lalu Inalum menawarkan kepemilikan saham ke RRC. Pemerhati Politik M. Rizal Fadillah menyebut, jika kemudian Ahok menjabat di Pertamina, maka ia akan berminyak minyak. Semakin berminyak dan licin. Reaksi pun muncul. Yang menyorot “ketidakbersihan” Ahok meradang. Ahok diduga korupsi di banyak proyek mulai dari RS Sumber Waras, bus Transjakarta asal China, hingga reklamasi. Buku Marwan Batubara cukup mengurai hal dugaan korupsi Ahok. Kesimpulannya dengan track record buruk soal korupsi tak pantas Ahok memegang jabatan penting BUMN. Petinggi alumni 212 juga teriak atas “ketidaksucian” Ahok yang “alumni Lapas” untuk kasus penodaan agama. Tidak layak Ahok yang telah menyakiti umat Islam diberi jabatan strategis. Ahok akan jadi sasaran aksi baru umat. Reuni 212 yang selalu berulang akan menemukan isu “lama” soal Ahok ini. Gelindingan bisa saja membesar dan memfokus. Dan, ini akan mengarah ke Presiden Joko Widodo yang telah memberi kepercayaan pada Ahok. Tentu dengan dua isu besar yang disandang Ahok, yaitu korupsi dan penista agama. Untuk jangka pendek, Ahok akan tetap sebagai “masalah”. Kita teringat ucapan KH Ma’ruf Amin dalam video tentang Ahok yang kini viral. Bahwa Ahok adalah sumber konflik. Nah, Ahok belum steril saat ini, masih sensitif jika dipromosikan pada jabatan jabatan penting. Haruskah Presiden Jokowi memaksakan Ahok untuk memegang jabatan penting di BUMN? Memang sudah bisa dipastikan, masuknya Ahok sebagai calon bos salah satu BUMN adalah hasil rekomendasi dari Presiden Jokowi. Begitu ungkap Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, ditemui di kantor Kementerian BUMN, Rabu (13/11/2019). “Yang pasti setiap posisi yang vital untuk BUMN kita harus koordinasi dengan Pak Jokowi. Tidak mungkin enggak karena BUMN yang mempengaruhi banyak menyangkut kehidupan pasti kita konsultasi dengan Pak Jokowi,” ujar Arya. Diakuinya, banyak yang mengapresiasi langkah pemerintah menarik Ahok masuk menjadi bos BUMN. Karena Ahok dinilai sosok yang tegas, meski pernah tersandung kasus hukum dan dipenjara. “Harapan kita memang Pak Ahok bisa bergabung bersama kita di salah satu BUMN, jadi kita memang mengharapkan Pak Ahok bersedia juga untuk bergabung di salah satu BUMN kita,” tambah Arya. Namun Arya belum bisa memastikan BUMN mana yang akan ditempati oleh Ahok. Yang pasti BUMN tersebut adalah BUMN yang sifatnya strategis, dalam arti berperan penting dalam perekonomian dan kenegaraan. Penunjukan Ahok sebagai bos BUMN ini, ujar Arya, pastinya akan melalui proses di Tim Penilai Akhir (TPA). Sehingga, ini belum berakhir. Artinya, Ahok bisa masuk atau gagal, masih tergantung dari TPA, kecuali dia “sakti”. Apalagi, kalau sudah ada “rekom” dari Presiden Jokowi, itu jelas “harga mati”, sulit ditolak! Pertanyaannya, “mengapa harus Ahok?” Sudah tidak adakah di seluruh Indonesia ini sosok pejabat yang lebih bersih dan lebih cerdas dari Ahok? Balas Dendam Ahok? Semangatnya Ahok untuk menerima “tawaran” jabatan dari Menteri Erick Thohir menduduki posisi Direksi atau Komisaris di sebuah BUMN tersebut justru akan memicu kontroversi di kalangan umat Islam yang pernah “disakiti” Ahok. Bahkan, saat Ahok berhasil “lolos” dari sejumlah kasus korupsi yang diduga melibatkan dia ketika menjabat Wakil Gubernur maupun Gubernur DKI Jakarta pun nyaris tidak tersentuh hukum sama sekali, kecuali terkait penistaan agama (Islam). Hingga membuat Ketua MUI KH Ma’ruf Amin geram dan mengeluarkan fatwa MUI terkait penistaan agama yang ditujukan kepada Ahok. Setelah dilakukan demo besar-besaran melalui Gerakan Nasional Penyelamat Fatwa MUI, Ahok akhirnya diadili. Ahok divonis 2 tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Utara karena terbukti bersalah melakukan penodaan agama atas pernyataan soal Surat Al-Maidah 51 saat berkunjung ke Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Ahok mulai menjalani hukuman penjara pada 9 Mei 2017 setelah putusan majelis hakim di PN Jakarta Utara. Ahok bebas pada Kamis, 24 Januari 2019. Ahok keluar dari Rutan Mako Brimob setelah menjalani masa pidana penjara selama 1 tahun 8 bulan 15 hari. Mengenai hal ini, mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie mengatakan bahwa sebaiknya kasus hukum dugaan korupsi yang menyeret nama Ahok diselesaikan terlebih dulu. Karena track record dalam menentukan pemimpin BUMN harus menjadi pertimbangan utama. “Jangan menjadi preseden buruk, karena kondisi BUMN yang sudah banyak terpuruk karena fraud. PT Jiwasraya yang diam-diam, sudah defisit puluhan T (triliun),” kata Marzuki lewat Twitternya, dikutip Rabu, 13 November 2019. Dilansir VIVA, Kamis (14/11/2019 | 06:00 WIB), menurut Marzuki, hal tersebut berdasarkan temuan BPK RI. Tapi, kasus ini masih menggantung dan belum diselesaikan. Selama belum diselesaikan, maka kasus itu tidak selesai. “Ini enggak baik, seolah ada diskriminasi. Dulu di PTSB hanya Rp 94 juta antar BUMN, kasusnya dijadikan kasus pidana. Itu temuan BPK yang bisa diselesaikan karena sama-sama BUMN,” ujarnya. Ia mengatakan, temuan BPK itu persoalan legal, maka apa pun wajib diselesaikan temuan itu. Menurut Marzuki, harusnya tidak perlu takut apabila tidak bersalah. Sebab, ini temuan BPK dan kerugian negaranya jelas. “Selama belum diselesaikan, maka kasus itu tidak selesai. BPK itu lembaga, temuannya masih nyangkut di Pemprov DKI, itu harus diselesaikan. Apapun wajib diselesaikan, kalau tidak bersalah gak usah takut dan gak usah baper,” ungkap Marzuki. “BTP itu teman saya, satu daerah, maju gubernur juga karena motivasi dari cerita saya,” lanjutnya. Jika Menteri Erick Thohir tetap ngotot ingin menempatkan Ahok menjadi pimpinan di salah satu BUMN, sebaiknya Ahok ditugaskan untuk benahi BUMN dengan masalah utang yang hingga Desember 2918 terbilang cukup tinggi. Seperti diungkap Dewan Pembina Gapasda dan Iperindo, Bambang Haryo Soekartono, saat berbincang dengan awak media, Rabu (23/10/2019) mengungkapkan, sebelum mewujudkan permintaan Presiden Jokowi soal rencana ekspansi ke luar negeri. Salah satu masalah yang membuat BUMN Indonesia sulit untuk melakukan ekspansi karena terbebani oleh utang. Hingga Desember 2018 lalu, setidaknya ada 10 BUMN dengan utang terbesar, antara lain BRI menanggung utang Rp 1.008 triliun; Bank Mandiri utang Rp 997 triliun, BNI utang Rp 660 triliun, PLN utang Rp 543 triliun, Pertamina utang Rp 522 triliun, BTN utang Rp 249 triliun, Taspen utang Rp 222 triliun, Waskita Karya utang Rp 102 triliun; Telekomunikasi Indonesia utang Rp 99 triliun, dan Pupuk Indonesia utang Rp 76 triliun. Rasio utang perusahaan rata-rata sudah di atas separuh aset yang dimiliki masing-masing perusahaan pelat merah tersebut. Bahkan ada yang rasionya sudah mendekati aset yang dimiliki, seperti BRI dengan aset Rp 1.179 triliun. Artinya, dengan utang yang ditanggung berbanding aset dimiliki, perusahaan bisa dipailitkan. “Bisa dikatakan 10 BUMN ini terancam bangkut. Sebab kalau asetnya dijual semua habis untuk membayar utang,” ujarnya. *** Penulis wartawan senior.
Wow, Umat Islam Dikepung Habis
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Tidak ada keraguan bahwa terminologi “radikalisme” itu 99.99% ditujukan kepada umat Islam. Sulit untuk berkilah atau memoles penjelasan bahwa label negatif itu bukan untuk orang Islam saja. Hanya ada ruang 0.1% untuk mengatakan bahwa sebutan itu ditujukan ke semua orang. Kenapa? Karena kejadian empirisnya seperti itu. Sosialisasi istilah radikalisme, sejak awal, diasosiasikan dengan umat Islam. Ini fakta historis. Sama dengan Orde Baru, Golkar, Repelita, dlsb. Semua ini secara otomatis tersambung ke Presiden Suharto. Anda sebut Orde Baru, maka asosiasi yang muncul adalah Suharto. Begitu juga Golkar. Kata “radikalisme” mengalami proses yang sama. Para petinggi keamanan, politisi, pengamat, media massa, dan komponen-komponen lainnya menyematkan kata itu ke setiap peristiwa buruk yang melibatkan orang Islam. Setelah berulang-ulang dikaitkan dengan umat Islam, labelisasi itu menjadi solid. Sehingga, akan terasa aneh kalau “radikalisme” Anda katakan tidak terkait dengan umat Islam. Sama anehnya dengan argumentasi bahwa Orde Baru atau Golkar tidak terkait dengan Suharto. Mudah-mudahan cukup jelas mengapa “radikalisme” menjadi identik dengan umat Islam. Hari ini, umat Islam sedang dikepung habis. Atas nama pencegahan radikalisme. Sekarang, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sudah meluncurkan situs (website) khusus untuk melaporkan ASN yang dianggap terpapar radikalisme. Tak tanggung-tanggung. Instansi yang dipimpin oleh Menteri Johnny G Plate itu bekerja sama dengan 10 kementerian lain. Tujuannya jelas. Untuk menjaring para pegawai negeri yang menunjukkan ciri-ciri dan perilaku radikal. Siapakah yang akan disasar lewat situs pelaporan itu? Ya, itu tadi. ASN yang dianggap terpapar radikalisme. Seperti dijelaskan di atas, radikalisme itu identik dengan orang Islam. Artinya, yang hendak dikejar situs pelaporan itu hampir pasti ASN muslim. Barangkali Anda akan bertanya: mengapa diyakini situs pelaporan radikalisme itu ditujukan kepada ASN muslim? Jawabannya, apakah Anda yakin situs pelaporan radikalisme itu ditujukan juga kepada para ASN yang bukan muslim? Atau, lebih spesifik lagi: apakah cadar, celana cingkrang, jilbab, janggut, dll, adalah isu-isu yang terkait dengan orang non-muslim? Jadi, sangat repot menolak kesimpulan bahwa semua kebijakan dan tindakan antiradikalisme pasti diarahkan kepada kaum muslimin. Memang, pihak yang berkuasa akan berusaha sekuat tenaga menjelaskan bahwa penangkalan atau pembasmian radikalisme bukan bersubjekkan orang Islam saja. Tetapi, nalar sehat tak bisa dikelabui. Semua pengalaman menunjukkan bahwa apa saja tentang radikalisme, pasti dikaitkan dengan orang Islam.. Kita lanjutkan. Tidak hanya situs pelaporan ASN radikal yang diciptakan oleh para penguasa. Proses rekrutmen CPNS (calon pegawai negeri sipil) akan dibuat esktra-ketat. Para calon akan ditelusuri secara digital. Untuk mencari akun-akun media sosial milik mereka. Tujuannya ialah untuk mengetahui apakah mereka pernah mengunggah bahan-bahan yang mereka anggap radikalisme atau tidak. Apakah pelaporan ASN radikal dan pemantauan akun-akun medsos CPNS saja yang dilakukan penguasa? Tidak. Ada sejumlah tindakan lain yang diarahkan ke umat Islam. Misalnya, Kementerian Agama akan menghapus materi tentang perang jihad dari buku sejarah Islam. Kemudian, masjid-masjid yang ada di lingkungan berbagai kantor pemerintahan dan BUMN diawasi oleh lembaga-lembaga keamanan. Seperti diketahui, Badan Intelijen Negara (BIN) menyimpulkan ada 41 dari 100 masjid di Jakarta yang terpapar radikalisme. Sebanyak 11 masjid di kantor pemerintahan, 11 di komplek lembaga, dan 21 di kantor-kantor BUMN. Seterusnya, ketika Nadiem Makarim diangkat menjadi Mendikbud, seorang netizen meminta kepada menteri milenial ini agar masjid yang ada di sekolah-sekolah segera dibongkar. Ada pula rencana penguasa untuk merombak konten ratusan buku. Kementerian Agama akan mengubah isi 155 buku pelajaran agama. Yaitu, yang dipakai mulai dari kelas 1 SD sampai kelas 12 SMA. Materi tentang khilafah akan ditinjau. Bisa dibaca sasarannya: yaitu memutus semua hubungan umat Islam dengan terminologi “khilafah”. Boleh jadi penelitian akademis dan tinjauan ilmiah pun akan dilarang. Nah, bagaimana Anda menafsirkan langkah-langkah yang tertata rapi (coordinated) dan serentak (concerted) ini? Bagi saya, semua itu menunjukkan betapa banyaknya orang yang ingin melihat umat Islam dikepung. Didemonisasikan. Dilabel dengan aneka sebutan negatif. Dan ini dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Tentu tak perlu bersedih. Apalagi marah-marah. Umat sudah terbiasa ditindas dan dipojokkan. Sudah sangat lumrah menjadi tertuduh. Dari presiden ke presiden, umat Islam sudah lumrah dengan posisi “under-sieged”. Dikepung habis. Cuma, mereka salah kalkulasi. Dengan segala upaya pengepungan itu, umat tidak akan menjadi “besieged mentality”. Tidak akan pernah bermental terkepung. Sebaliknya, umat semakin bergairah dan lincah. Dalam dakwah dan perjuangan politik.[] 18 November 2019 Penulis adalah wartawan senior.
Silakan Bangun Apa Saja, Asal Bukan Islam
Oleh Asyari Usman Jakarta, FNN - Tampaknya, judul inilah yang mengisi kepala para penguasa Indonesia. Tidak semua. Tapi, sebagian besar. Asalkan bukan Islam, silakan buat apa saja di Indonesia ini. Silakan bangun apa saja. Mau mengembangkan sekularisme sampai yang lain habis, silakan. Tidak ada masalah. Akan didukung penuh. Mau tekan gas habis untuk liberalisme, juga silakan. Tidak akan dihalangi. Bahkan akan didorong sekuat tenaga. Pun kalau ada yang serius mau mengarahkan Indonesia menjadi sarang korupsi, juga akan dibiarkan. Malahan dibantu dengan melemahkan KPK. Juga kalau Indonesia mau dijadikan sebagai pusat perzinahan, pasti disambut meriah. Bakal banyak yang senang. Bahkan sudah dibuatkan thesis S-3 yang menghalalkan zina. Bisa saja nanti dibuatkan sertifikasi halal untuk penyedia fasilitas perzinahan. Terus, mau dijadikan Indonesia ini negara kapitalis ekstrem, silakan maju. Dengan senang hati akan difasilitasi oleh penguasa. Atau mau dijadikan negara komunis, malah kebetulan. Kebetulan sedang banyak pentolan yang sangat menginginkan ini. Anda mungkin sudah tahu siapa mereka. Dan, Presiden Xi Jinping dapat dipastikan akan mendukung tuntas. Pokoknya, siapa saja boleh membangun apa saja. Asal bukan Islam atau umat Islam. Kalau ada yang mau mengarahkan penguatan Islam garis lurus, kecuali Islam bengkok-bengkok, pasti akan membentur tembok. Beginilah kondisi yang dihadapi umat Islam. Dari mana saja Anda mau memulai penguatan umat garis lurus, di situ ada perintang jalan. Disiapkan skenario yang akan melelahkan Anda. Yang akan membuat Anda frustrasi. Semua sudah disiaprapikan. Ada tuduhan terorisme. Ada narasi intoleran. Anti-Pancasila. Anti-NKRI. Seolah-olah, semua label ini hanya pantas disematkan di kening umat Islam. Sekarang ini sedang gencar-gencarnya penguasa melabelkan radikalisme kepada umat Islam. Ada demonisasi cadar dan celana cingkrang yang diidentikkan dengan radikalisme itu. Cadar dan cingkrang dipoles habis menjadi momok yang menakutkan. Dibicarakan di mana-mana dalam konotasi negatif. Dalam keadaan seperti ini, apa yang bisa dilakukan oleh umat? Nyaris tidak ada. Kecuali terus berdoa, berdakwah, dan beristighfar. Berdoa adalah senjata paling ampuh bagi umat. Kalau para ulama, ustad, kiyai, pemuka masyarakat, dll, pastilah senyum-senyum saja menghadapi situasi seperti sekarang ini. Mereka berprasangka baik kepada Rabbal ‘Alamin –Tuhan Semesta Alam. Mereka paham bagaimana cara merujuk kesemena-menaan para penguasa. Intinya, fitnah (cobaan) terhadap umat Islam akan terus datang bertubi-tubi. Akan silih berganti. Baginda Nabi dengan jelas menyebutkan rangkaian fitnah yang menerpa deras dan mendera umat. “Yaa ayyuhalazina amanu, ishbiru wa shabiru, wa rabithu, wattaqullaha la’allakum tuflihuun.” (QS Ali Imran 200) “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” Musuh-musuh Islam itu begitu dahsyat. Di dalamnya ada segala macam kekuatan yang berhimpun. Ada kekuatan politik, ekonomi, finansial, plus orang-orang munafik. Sebaliknya, satu-satunya “kekuatan” umat adalah hadits Nabi yang menyebutkan bahwa umat Islam di akhir zaman akan seperti buih di lautan. Terombang-ambing tak tentu arah. Kok hadits buih disebut kekuatan? Karena dengan hadits inilah umat akan melakukan koreksi. Boleh jadi proses koreksi itu telah dimulai dan menuju penyempurnaan. Wallahu a’lam.[] 15 November 2019 Penulis adalah wartawan senior.