NASIONAL

Waktunya Menghadap ke Mekkah

By Kafil Yamin Jakarta, FNN - Takdir sejarah menempatkan para keturunan Nabi Muhammad SAW pada posisi tak mudah. Mereka sering menjadi tempat ummat untuk mengadukan berbagai masalah sosial, yang antara lain ditimbulkan oleh keputusan dan tindakan penguasa. Pada posisi itu, mereka sering dianggap oposisi bahkan ancaman bagi penguasa. Oleh karena itu, mereka diawasi, dibatasi, ditekan, ditangkap, sampai dibunuh oleh para penguasa yang merasa kekuasaannya terrongrong. Perlakukan penguasa itu sejak penyerahan kekhalifahan dari Hasan bin Abi Thalib, khalifah yang sah, kepada Muawiyah bin Abi Sufyan, khalifah illegal. Padahal, sayyidina Hasan menyerahkan kekhalifahan itu demi menghindari pertumpahan darah antara sesama Muslim. Sejak dinasti Muawiyah, Abbasiyah dan Utsmaniyah berkuasa sampai sekarang, para keturunan ahlul bait senantiasa akrab dengan penekanan, penyingkiran, sampai dengan pembunuhan. Namun demikian, toh keberadaan mereka tak pernah ‘habis’. Untuk menghindari tindakan represif, dan selain karena kesadaran sebagai pewaris darah keluarga Rasulullah, para keturunan Nabi itu umumnya memilih jalan kerohanian. Mereka umumnya menjadi guru dan pembimbing ummat. Namun karena kharisma dan kekuatan mereka, para penguasa sering melihatnya sebagai ancaman. Berkumpulnya jamaah di sekeliling mereka terasa mengganggu ‘kewibawaan’ para amir dan sultan. Sebab penguasa selalu bertumpu pada kekuatan senjata dan kekuasaan. Sebagian besar masyarakat bukan sekedar berkumpul dan menyimak nasihat-nasihat keagaaman dari mereka, namun masyarakat juga berbai’at (besumpah setia) kepada para ahlul bait. Kalau sudah menjadi sasaran bai’at ummat, maka mereka bukan lagi sekedar guru atau ulama. Mereka sudah jadi entitas politik yang tak biasa dibiarkan atau dianggap remeh. Ummat akan lebih taat kepada mereka daripada kepada pemerintah, amir atau sultan. Beberapa tokoh ahlul bait sering tak punya pilihan, kecuali mengikuti keinginan masyarakat untuk mengobarkan perlawanan. Apalagi ketika kebijakan dan tindakan penguasa telah benar-benar menyimpang dari kebenaran. Penguasa yang zolim kepada rakyatnya. Generasi kedelepan keturunan Ali-Fatimah adalah Ahmad Bin Isa, yangh hijrah ke Hadramaut, Yaman, pada tahun 317 H. Hijrah ke Yaman untuk menghindari tekanan penguasa Abbasiyah. Di Hadramaut Yaman, Ahamad Bin Isa mendapat banyak pengikut. Dari Yaman, Ahmad Bin Isa menyebarkan keturunannya ke berbagai wilayah untuk menyebarkan Islam, termasuk ke wilayah Nusantara. Kiprah para keturunan Ahmad Bin Isa inilah, yang antara lain menjadikan Islam agama mayoritas di Nusantara yang mencakup Malaysia, Filipina, Brunai Darussalam, Thailand Selatan dan Indonesia. Di antara keturunan Ahmad Bin Isa itu adalah Muhammad Rizieq Bin Hussein Shihab, akrabb dipanggil Habib Rizieq, pendiri dan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI). Habib Rizieq Syihab, sebagaimana para keturunan Nabi lainnya, memusatkan perhatian pada bidang dakwah dan pendidikan. Seraya menghindari gerakan politk formal. Namun karena masalah dakwah dan pendidikan pun sangat terkait erat dengan politk. Sering tak terhindarkan, Habib Riziek Shihab harus berurusan dengan masalah politik. FPI yang didirikannya berusaha memberantas kemaksiatan. Langkah ini sering mendapat penentangan dari pihak-pihak yang mendukung industri hiburan malam, termasuk pemerintah. Akibat sejumlah aktifitasnya tersebut, Habib Rizieq menjadi ancaman bagi berbagai pihak yang mengambil keuntungan dari kekuasaan negara. Dengan memanfaatkan tangan penguasa, pihak-pihak tersebut berusaha memberangus Habib Riziek. Mulai dari serentetan pemanggilan oleh polisi, sampai pada sabotase terhadap pengajian-pengajiannya. FPI yang didirikannya menghadapi ancaman pembubaran dari penguasa. Atas saran dari para sahabatnya, Habib Riziek pun mengamankan diri ke kota Mekkah, Saudi Arabia, sampai sekarang. Meskipun sudah menetap di Mekkah hampir dua tahun, namun pengaruh politiknya di dalam negeri sama sekali tak berkurang. Bahkan terlihat semakin menguat. Dari Mekkah, Habib Riziek bisa mengorganisir sejumlah kegiatan yang mengumpulkan massa Islam dalam jumlha jutaan orang. Sebut saja Reuni 212, Ijtima Ulama I, II dan III di Jakarta yang berlangsung dengan sukses. Kegiatan yang dihadiri sejumlah ulama se-Asia Tenggara. Ijtima Ulama II, antara lain merekonmendasikan untuk memilih pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan Itima Ulama III menyerukan ummat Islam untuk mengambil sikap atas kecurangan Pilpres 2019. Reuni 212 tahun 2019, yang pesertanya diperkirakan mencapai 13 juta orang, menampilkan pidato Habib Rizieq langsung dari Mekkah. Sementara itu, keadaan ekonomi, politik saat ini yang kian mengkhawatirkan di Indonesia. Dengan kasus-kasus korupsi yang makin menjadi-jadi, melibatkan para penentu kebijakan, menyebabkan mereka yang peduli akan nasib negara dan bangsa mencari-cari tokoh yang bisa jadi penyelamat. Kasus korupsi KPU, Dana Haji, Jiwasraya, Bumiputera, Asabri, Garuda, Pertamina, Migas, Pelindo, BPJS, dan Aneka BUMN, yang bernilai puluhan triliunan sampia mendekati ratusan triliunan, menunjukkan negara sedang berada dalam cengkraman penjaran dan pencuri kelas raksasa. Semula, harapan itu ditumpukan kepada pasangan Prabowo-Sandi. Namun Prabowo, meski mengklaim kekalahannya karena dicurangi, tetapi ia malah bergabung dengan Jokowi dan menjadi Menteri Pertahanannya. Dengan demikian, Prabowo sudah tak lagi bisa diharapkan. Jumlah kasus korupsi yang terungkap malah meningkat setelah Prabowo bergabung dengan Pemerintah. Bahasa politik kalangan bawahnya “Nyebong”. Prabowo sering menjadi cibiran bahwa “macan asia telah berubah menjadi kecebong istana”. Dengan demikian, sementara ini, harapan satu-satunya untuk perubahan ke arah yang lebih baik adalah Habib Rizieq. Terutama karena ia tidak mempan ditekan dan diancam dengan kekuatan. Habib Riziek juga tak mempan dibujuk dan diiming-imingi harta dan kekayaan. Kediamannya di Mekkah tak putus-putusnya didatangi rombongan tamu. Teramsuk dari para peziarah yang melaksanakan ibadah umrah. Habib Rizieq menerima sedikitnya 100 tamu setiap hari, termasuk anggota DPR, politisi, artis, wartawan dan ulama. Beberapa kekuatan politik utama dalam negeri, termasuk para petinggi Nahdlatul Ulama, kini mulai menunjukkan sikap yang lebih positif terhadap imam besar itu. Waktunya menghadap ke Mekkah. Penulis adalah Wartawan Senior

Kemiskinan dan Perlawanan Anak-Anak Tanjung Priok

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan, (Sabang Merauke Circle) Jakarta, FNN - Yosanna Laoly (YL) membuat marah anak-anak Tanjung Priok. Pasalnya YL mengeluarkan pernyataan bahwa Tanjung Priok memproduksi kriminal, Menteng tidak. YL membuat pernyataan itu ketika mengunjungi lembaga pemasyarkatan Narkoba di Jatinegara. Katanya, "Crime is a social product, crime is a social problem. As a social problem, sebagai problem sosial, masyarakat kita semua punya tanggung jawab soal itu. Itu sebabnya kejahatan lebih banyak di daerah miskin," lanjutnya: "Yang membuat itu menjadi besar adalah penyakit sosial yang ada. Itu sebabnya kejahatan lebih banyak terjadi di daerah-daerah miskin. Slum areas (daerah kumuh), bukan di Menteng. Anak-anak Menteng tidak. Tapi, coba pergi ke Tanjung Priok, di situ ada kriminal, lahir dari kemiskinan," YL membela diri ketika anak-anak Tanjung Priok marah, baik tokoh-tokoh selebriti, politik maupun kekuatan massa. Kata YL saya adalah professor kriminologi. Saya punya kapasitas menyatakan itu. Anak-anak Tanjung Priok tetap tidak bisa terima. Sebab, pernyataan seorang menteri seperti itu dianggap merendahkan masyarakat Tanjung Priok dan menstigma mereka seolah-olah preman. Kemiskinan dan Kriminalitas Saat ini anak Yasonna sedang menjadi saksi kasus korupsi eks Walikota Medan di KPK, lalu kawan Yasonna, Hasto Kristyanto, Sekjen PDIP, ditenggarai berurusan dengan KPK dalam kasus korupsi anggota KPU, namun isu ini bukanlah isu kriminalitas. Sebab, kriminalitas dalam statisktik kriminalitas yang ditampilkan BPS hampir tidak menampilkan soal korupsi, melainkan hal-hal menyangkut pencurian, pembunuhan, begal motor, perampokan, pemerkosaan, narkotika dlsb. Ahli kriminologi berusaha terus menerus mencari hubungan kemiskinan dengan perbuatan kriminalitas. ukessay.com menyatakan para ahli kriminologi belum mendapatkan kepastian tentang itu. Menurut literatur yang dibahas di website itu, ada 3 hal penting yang menyebabkan kriminalitas ini, 1) "disadvantaged neighborhoods, 2) "criminal opportunity and social disorganization", dan 3) "unemployment." Yosanna adalah professor yang yakin hubungan kemiskinan penyebab kriminalitas 100%. Sebaliknya, professor Richard Rosenfeld, University of Missouri-St Louis, USA, misalnya, mengatakan "poverty and crime have a nuanced relationship" ( https://www.columbiatribune.com/51c865d8-9d32-58b9-b691-a52dcf6dff48.html).Rosenfeld melihat kemiskinan bukan faktor tunggal menciptakan kriminalitas, hanya mempunyai hubungan tipis. Namun kemiskinan memberi situasi buruk ke arah kriminalitas. Menurutnya, "Having less wealth puts a strain on individuals and families, and the added stress of living in poverty can sometimes lead people to commit crimes to get cash". Dalam agama Islam, misalnya, hadis Nabi mengatakan "Kemiskinan mendekatkan diri pada kekufuran (perbuatan jahat)". Mendekatkan diri itu bukan berarti hubungan langsung, masih perlu "intervening variabel" atau berbagai variabel lain, sehingga membentuk kriminalitas. Jadi apa motif Yosanna mengatakan Tanjung Priok sumber kriminal? Kemiskinan dan Negara Jika Yasonna adalah hanya professor yang sedang menyampaikan pandangan teori kemiskinan, maka soal Tanjung Priok ini tidak memancing kemarahan publik. Pasalnya Yasonna memiliki tiga wajah. Pertama, Yasonna adalah menteri artinya pemerintah atau mewakili negara. Kedua, Yasonna adalah petinggi PDIP, partai berkuasa. Yasonna menunjukkan posisi ini ketika terlibat dalam pembentukan "TIM Hukum" PDIP belakangan ini dalam "konflik" dengan KPK. Ketiga, Yasonna sebagai professor. Yasonna tidak dapat memilah-milah dimensi dirinya kapan semaunya. Karena, ketika Yasonna menjadi menteri, maka tanggungjawab utama dia adalah sebagai wakil negara. Dalam konteks pemimpin negeri, atau elit bangsa, Yasonna tidak bisa menguraikan sebuah komparasi yang membangun stigma jelek pada sebuah komunitas maupun masyarakat. Tanggungjawab seorang menteri dalam kontek kriminalitas di sebuah daerah adalah memastikan 1) akurasi data 2) mencari penyebab 3) membuat program atau agenda aksi sesuai bidangnya. Dalam rekomendasi kebijakan sosial, misalnya, bisa saja pemerintah membangun sebuah daerah hitam, seperti komplek prostitusi dan judi, ataupun perkampungan pemakai narkoba, yang dapat dilakukan demi melokalisasi persoalan sosial agar tidak menjalar ke berbagai daerah. Atau langsung pada kebijakan pengentasan kriminalitas. Sebagai menteri bidang hukum, Yasonna dapat saja melakukan pengentasan kriminalitas itu melalui penegakan hukum, seperti memberantas mafia peradilan, memberikan akses kemudahan perkara dan bantuan hukum bagi orang-orang miskin, dan lalu dapat bekerjasama dengan pemerintahan daerah dalam mengentaskan kemiskinan dan kebodohan di sebuah kota. Perlawanan Anak Anak Tanjung Priok Perlawanan Anak2 Tanjung Priok telah dimulai dimedia sosial dan akan bergerak besok, 22 Januari, demo ke kantor Yasonna. Rizal Kobar dan Jamran adalah kakak beradik yang akan memimpin aksi itu. Keduanya adalah mantan tahanan politik yang dipenjara rezim Jokowi karena peristiwa MAKAR 212, pada tahun 2016 lalu. Kedua sosok ini adalah sosok keras yang pertama sekali terlibat dalam demo-demo anti Ahok beberpa waktu lalu ketika Ahok Gubernur DKI, seperti anti penggusura Kampung Aquarium, anti rencana penggusuran pemukiman Makam Keramat Luar Batang, dll. Anak-anak Tanjung Priok memang sosok keras dari masa ke masa. Dahulu jaman orde baru, senior senior mereka terlibat baku hantam dengan militer dalam kasus "Amir Biki". Tentara menembaki mereka sehingga korban puluhan tewas dan puluhan di penjara. Pada konflik penggusuran makam Mbah Priok, di JICT, mereka juga konflik dengan aparat keamanan. Tokoh gerakannya Haji Usman di penjara dua tahun. Sejarah perlawan anak2 Tj. Priok ini memang menjadi modal sosial mereka untuk mempunyai idealisme. Idealisme ini yang mengantarkan mereka pada pilihan untuk tidak menjadi preman, jika kemiskinan itu memang tetap subur. Penutup Wakil Presiden RI, KH. Makhruf Amin dan mantan menteri BUMN, Sugiharto, adalah dua contoh orang priok yang sukses. Sugiharto adalah penjual tiket karcis bioskop di masa kecilnya. Saat ini dia menguasai saham Jababeka, salah satu perusahaan kawasan industri terbesar di Indonesia. Selain dua orang itu tentu banyak lagi orang2 Priok yang terkenal seperti Ust. Bachtiar Nasir, wakil ketua dprd DKI/ketua Gerindra DKI, berbagai anggota DPR-RI, dll. Dari berbagai uraian ini terlihat ucapan menteri kehakiman Yasonna Laoly tidak jelas perumpamaannya. Berdalih bahwa pernyataannya hanya komparasi dalam kapasitas ke professor an pun kurang dapat dijadikan pegangan. Sebab, hubungan kemiskinan dan kriminalitas bukanlah hubungan sebab akibat yang bersifat langsung. Apalagi faktanya Yasonna adalah seorang menteri. Seorang penguasa bukanlah pembuat wacana, melainkan bertugas memecahkan masalah. Sebagai menteri, Yasonna harus mempunyai kemampuan membaca respon masyarakat. Saat ini masyarakat Tanjung Priok mengalami kemarahan dan kegelisahan karena stigma yang mungkin tidak pantas mereka terima. Ada baiknya Yasonna meminta maaf kepada masyarakat Tanjung Priok, karena pernyataannya tersebut.

Petisi Dukung Denny JA Komsaris Inalum

By Asyari Usman Jakarta, FNN - Maaf ini Pak Denny JA. Saya, tampaknya, termasuk yang pertama membaca “postingan salah alamat” tentang keinginan dan kesiapan Anda menjadi komisaris PT Inalum. Boleh jadi, saya yang pertama membacanya diantara anggota grup Whatsapp (WA) Tokoh Nasional. Postingan yang ditujukan kepada Pak Komandan itu pun saya timpa dengan komentar. Tapi kemudian Anda hapus tak lama setelah terekspos. Setelah itu, publik medsos dihebohkan. Macam-macam dugaan orang tentang postingan “komisaris Inalum” itu. Ada yang tak percaya kalau itu postingan Anda. Ada yang mengatakan tak mungkin Pak Denny JA semberono seperti itu. Bahkan ada yang mengatakan “komisaris Inalum” itu hanya usaha pengalihan isu, dlsb. Sampai akhirnya muncul “cerpen” Anda yang secara implisit mengakui bahwa postingan itu benar dari Anda. Dan, secara jantan pula Anda berkilah bahwa tidak ada salahnya seseorang yang telah berjasa memenangkan Jokowi menjadi presiden dua kali, menawarkan diri untuk ikut “mambangun” negara lewat jabatan komisaris. Nah, klarifikasi berbentuk cerpen itu haruslah mengakhiri polemik tentang otentisitas postingan “komisaris Inalum”. Setidaknya saya menganggap tidak ada persoalan lagi soal keasliannya. Meskipun masih ada berbagai masalah terkait kontennya. Sebagai contoh, ada yang menyorot dari sisi moralitas seorang surveyor terhormat sekelas Denny JA. Ada pula yang berkomentar tentang “dividen politik” selain dividen finansial. Malahan ada yang berpendapat bahwa postingan “komisaris Inalum” itu adalah ‘bomshell’ yang menghancurkan LSI. Saya tidak hirau dengan semua itu. Bagi saya, ada satu hal yang sangat urgen untuk diperhatikan. Dan harus segera dituntaskan. Yaitu, realisasi penunjukan Pak Denny menjadi komisaris Inalum. Ini yang sangat mendesak. Ini yang harus “kejar tayang”. Kenapa? Karena Inalum sangat memerlukan Pak Denny JA. Saya akan mengkampanyekan ini ke publik. Bahwa Inalum bisa lebih bagus kalau Denny ada di dalam. Mengapa ini yang saya kampanyekan? Supaya anggapan khalayak bahwa Ente itu mengemis jabatan, bisa tersamarkan sedikit. Meski tidak mungkin dihilangkan total. Karena, harus diakui, isi postingan untuk Komandan itu memang berbau ‘ngemis jabatan. Untuk tujuan inilah, saya mohon izin dari Pak Denny JA. Izin untuk membuatkan petisi online. Kita kumpulkan dukungan publik buat Ente supaya diangkat menjadi komisaris Inalum. Kalau nanti hasil petisi online itu mayoritas tidak setuju Anda menjadi menjadi komisaris Inalum, kita olah saja dengan mesin survei LSI. Misalnya, angka petisi itu nanti 70% tak setuju, 30% setuju, kita balik saja. Kita umumkan 70% setuju, 30% tidak. Yang penting survei menunjukkan dikungan mutlak buat Ente. Kita bawa petisi olahan itu ke Pak Komandan. Denny JA 70%. Harus diangkat menjadi komisaris utama Inalum. Erick Thohir tak akan berani menolak. Ini yang urgen bagi saya, Pak Denny. Petisi online itu harus secepatnya diluncurkan. Saya siapkan judul ini: #DennyJAkomisarisInalum. Jangan khawatir, banyak yang paham situasi Ente, Bro Denny. Publik bisa kok melihat kemarau panjang hari-hari ini di lahan survei kelas superjumbo.[] 16 Januari 2020 Penulis wartawan senior.

Sebelum Bersih-bersih BUMN, Erick Harus “Berkaca”

Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Skandal korupsi PT Asuransi Jiwasraya merupakan puncak gunung es dari bencana korupsi yang melanda hampir seluruh BUMN. Menyusul kemudian korupsi di PT Asuransi ABRI (Asabri) dan YKPP (Yayasan Kesejahteraan Prajurit). Total skandal keduanya, jumlahnya mencapai Rp 23,7 triliun (Jiwasraya Rp 13,7 triliun dan Asabri Rp 10 triliun). Terkait dugaan kasus korupsi Asabri ini, Menkopolhukam Mahfud MD akan memanggil Menteri BUMN Erick Thohir dan Menkeu Sri Mulyani. Kini, BPK sedang melakukan audit atas Asabri. Menko Mahfud mengaku sudah mendengar hal itu. Bahkan, pakar hukum tata negara ini menduga, ada korupsi di atas Rp 10 triliun uang yayasan yang dikumpulkan dari para prajurit TNI. “Saya mendengar ada isu korupsi di Asabri yang mungkin itu tidak kalah fantastisnya dengan kasus Jiwasraya. Di atas Rp 10 triliun itu,” kata Menko Mahfud di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). “Asabri itu punyanya orang kecil. Itu punyanya prajurit. Polisi, tentara yang pensiun-pensiun yang pangkatnya kecil. Itu kan banyak yang nggak punya rumah, nggak bisa keluar,” lanjut Menko Mahfud. Karena menyangkut hajat hidup orang banyak, maka Mahfud akan melakukan serangkaian langkah strategis. Salah satunya memanggil menteri terkait. Menurutnya, ada persamaan modus dalam dugaan korupsi Asabri dengan korupsi Jiwasraya. “Modus operandinya sama. Bahkan, mungkin ada beberapa orangnya yang sama,” ungkap Mahfud, seperti dilansir Tempo.co, Senin (13/1/2020). Ia belum mau mengungkap seluruhnya dugaan yang ditemukannya. Mahfud berjanji kasus ini akan terus ditindak lanjuti. Pasalnya, Mahfud mengatakan Presiden Joko Widodo sudah meminta agar semua kasus korupsi dibongkar dan dibawa ke pengadilan. Terlebih dugaan awal, korupsi Asabri merugikan negara hingga lebih dari Rp 10 triliun. Mahfud menegaskan tidak boleh toleran terhadap korupsi. “Kita akan segera panggil Bu Sri Mulyani dan Pak Erick Tohir untuk menanyakan duduk masalahnya. Kalau memang ada masalah hukum ya kita giring ke pengadilan,” tuturnya. “Tidak boleh korupsi untuk orang-orang prajurit untuk tentara yang bekerja mati-matian meninggalkan tempat sesudah masa pensiunnya disengaarakan. Gitu ya. Dan itu kan haknya prajurit,” tegas Mahfud, Bila indikasinya kuat, maka Mahfud yang akan mengantarkan sendiri ke aparat hukum. Tidak peduli apakah ada unsur militer yang terlibat. “Mari kita giring proses hukum ini supaya diungkap. Nggak usah berspekulasi si A terlibat, ini dari istana. Ndak ada itu,” ujarnya. “Pokoknya Presiden sudah memerintahkan gebuki semua yang korupsi itu jangan ditutup-tutupi, yakin lah. Jadi kalau orang yang selalu curiga ini terlibat ini terlibat, kasih ke saya. Saya nanti yang antarkan ke KPK atau ke kejaksaan,” tegasnya, seperti dilansir Detik.com. Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo memperkirakan, penyelesaian persoalan Asabri bakal berbeda dengan langkah penyelamatan Jiwasraya. “Asabri kan asuransi sosial, penyelesaiannya pasti berbeda dengan Jiwasraya. Nanti akan dilihat dengan Pak Menkopolhukam (Mahfud MD),” ujar Kartika di Gedung MA, Jakarta, Senin, (13/1/2020). Perbedaan itu, lanjut bekas Direktur Utama Bank Mandiri itu, karena Asabri adalah asuransi sosial, bukan asuransi umum. Tidak bisa dalam konteks begitu agak sulit karena dia asuransi sosial. Menurutnya, penurunan nilai dalam investasi saham Asabri memang terjadi. Namun, Kartika belum bisa memastikan jumlahnya lantaran hingga kini masih terus bergerak. Ia mengatakan kementeriannya juga masih akan menunggu laporan BPK terkait persoalan tersebut. “Jadi kami belum tahu (penyelesaiannya), kami baru mau teliti dulu kejadiannya seperti apa lostnya seperti apa, jadi belum ada opsinya,” tutur Kartika. Seperti diketahui saham-saham yang menjadi portofolio Asabri berguguran sepanjang 2019. Bahkan, penurunan harga saham bisa mencapai lebih dari 90 persen sepanjang tahun berjalan. Dari keterbukaan informasi diketahui, ada 14 saham yang masuk ke dalam portofolio Asabri. Namun, Asabri melepas seluruh investasinya di PT Pool Advista Finance Tbk. (POOL) pada Desember 2019. Sehingga akibatnya, saham POOL terjun paling dalam di antara portofolio Asabri lainnya dengan penurunan 96,93 persen sepanjang 2019. Bahkan, saham tersebut disuspensi hingga kini sejak 30 Desember 2019, dengan level harga penutupan Rp 156. Harga saham yang jeblok berikutnya adalah PT Alfa Energi Investama Tbk. (FIRE), yang terkoreksi 95,79 persen pada tahun lalu ke level Rp 326. Penurunan drastis pun dialami saham PT SMR Utama Tbk. (SMRU) sebesar 92,31 persen ke posisi Rp 50. Melansir Tempo.co, Senin (13/1/2020), level harga 'gocap' itu pun bertahan hingga sekarang. Asabri memegang 6,61 persen saham SMRU. Jika menyimak modusnya, memang kasus ini serupa dengan skandal Jiwasraya. Siapa yang bermain? Erick Bersih? Terbongkarnya skandal Jiwasraya dan menyusul dugaan korupsi dengan modus serupa di Asabri membuat Menteri BUMN Erick Thohir geram. Ia pun mengancam akan mencopot Direksi BUMN yang “menyulap” laporan keuangan. Seperti dilansir Kompas.com, Jum’at (10/01/2020, 11:17 WIB), Erick menyatakan bahwa ia akan mencopot direksi perusahaan plat merah yang menyulap laporan keuangannya menjadi lebih bagus dibandingkan faktanya. Sebab, tindakan tersebut tak mencerminkan tata kelola perusahaan yang baik dan benar. “Ini contoh, tapi hal itu bisa saja mereka kita ganti,” ujar Erick, Jumat (10/1/2020). Menurutnya, pemolesan laporan keuangan sebuah perusahaan BUMN merupakan tindakan kriminal. Apalagi, pemolesan laporan keuangan itu dilakukan agar hanya ingin mencari bonus karena dianggap telah melakukan kinerja yang baik bagi perusahaan. Yang sering terjadi di BUMN saat ini adalah window dressing laporan keuangan yang bisa masuk tindakan kriminal. “Terlebih jika window dressing itu kelihatan untung tapi tidak ada cash dan hanya ada untuk gaji dan bonus,” kata Erick. Karena itu, dalam pemilihan jajaran direksi perusahaan BUMN, Erick mempunyai beberapa kualifikasi yang harus dipenuhi. Salah satunya menyangkut akhlak. “Pemimpin BUMN, direksinya, harus punya akhlak, loyalitas, dan team work,” ungkap Erick. Contohnya, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mempublikasikan ulang (restatement) laporan keuangan pada 2018. Hal tersebut dilakukan merespon hasil keputusan Kementerian Keuangan, OJK dan BPK. Pada laporan keuangan yang disajikan ulang tersebut, Garuda mencatatkan rugi bersih sebesar 175,02 juta dollar AS (Rp 2,45 triliun) dari sebelumnya laba 5,01 juta dollar AS. Kemenkeu dan OJK menemukan adanya pelanggaran di laporan keuangan Garuda tahun buku 2018 itu. Setelah menemukan pelanggaran itu, OJK dan Kemenkeu pun memberikan sanksi kepada Garuda dan auditor yang mengaudit laporan keuangannya. Korupsi Jiwasraya puncak gunung es dari bencana korupsi yang melanda hampir seluruh BUMN. Tekad Erick akan memecat semua direksi BUMN yang terlibat dalam window dressing laporan keuangan/kinerja korporasi harus dibuktikan dengan tindakan nyata. Beranikah Erick memecat semua direksi BUMN? Sebelum Menteri BUMN itu memecat semua direksi BUMN yang terlibat window dressing (manipulasi laporan keuangan – kinerja), sebaiknya terlebih dulu mengklarifikasi informasi seputar dugaan korupsi Erick saat menjabat Ketua IOC Asian Games 2018. Jejak digital menulis, ada dana Asian Games 2018 lalu yang miss mencapai sekitar Rp 1,2 triliun, dan itu nasibnya ada di BPK. Sinyal itu ditegaskan oleh mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dan mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang. Bahkan, informasi yang berkembang luas seputar dugaan korupsinya mencapai Rp 7 triliun. Mereka tidak menyebut nama dan perilaku secara spesifik yang mengarah ke sana, namun ungkapan itu memang ada peluang besar ke mantan Menpora Imam Nahrowi dan Erick. Imam Nahrowi kini menghadapi proses hukum di Pengadilan Tipikor Jakarta terkait skandal dana hibah KONI. Sementara Erick Thohir ditunjuk Presiden sebagai Menteri BUMN karena dinilai sukses sebagai Ketua Inasgoc dalam perhelatan Asian Games 2018 lalu. Akankah Erick Thohir digiring oleh penyidik KPK ke arah tersangka, sebagaimana Menpora jadi tersangka? Agus Rahardjo sebelumnya mengatakan, pihaknya masih mendalami siapa saja yang terlibat dalam kasus kickback dana hibah Kemenpora ke KONI. Bahkan, KPK juga akan mengembangkan kasus dana hibah Kemenpora ke KONI itu hingga kemana-mana. Termasuk diantaranya menyelidiki hingga dana untuk Asian Games 2018 itu. “Kami masih dalami siapa saja yang akan terlibat kemudian rangkaiannya kemana,” ujarnya. “Kalau Kemenpora pasti tidak hanya dana hibah Kemenpora ke KONI, tapi ada juga yang ke International Olympic Committee (IOC). Ya kami bisa men-trace juga misalnya penggunaan dana Asian Games kemarin ya,” tegas Agus Rahardjo. Meski begitu, Agus enggan menyampaikannya secara detail mengingat hal itu saat ini sedang dalam penelusuran tim KPK. “Jadi, kami akan telusuri itu. Kami belum bisa melaporkannya secara komplit, secara jelas,” lanjut Agus Rahardjo. Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang lebih tegas lagi. Institusinya telah menemukan indikasi-indikasi korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018 lalu itu. “Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu,” ujar Saut Situmorang. Semua data, semua percakapan, termasuk mutasi rekening dan bukti-bukti lain sudah ada di tangan. KPK tinggal menunggu waktu yang tepat untuk membongkar semuanya. Termasuk dugaan penyimpangan dana terkait Asian Games 2018. Pergelaran Asian Games 2018 tersebut terbilang sukses pelaksanaan dan sukses prestasi, menjadi sorotan banyak mata dunia. Namun, di balik kemeriahan itu KPK mencium aroma korupsi menjelang dan saat pergelaran Asian Games 2018. Pelan tapi pasti KPK mengusut indikasi korupsi atas even olahraga Internasional itu, sebab dana yang digunakan sekitar Rp 30 triliun, bukan tidak mungkin ada tangan nakal pejabat yang memanfaatkan uang tersebut untuk masuk kantong pribadi. Kabarnya, ada dana senilai Rp1,2 triliun yang tak bisa dipertanggungjawabkan. “Kami sudah melihat indikasi-indikasi (korupsi) waktu itu, tapi kami mau kelancaran acara (Asian Games 2018),” ujar Saut Situmorang kepada wartawan. Sebaiknya jika Presiden Jokowi berniat bersih-bersih koruptor, jangan memakai sapu kotor. Tapi, harus dengan sapu bersih! Penulis adalah wartawan senior

Kapitalis Leluasa Dibawah Sinar Rule of Law

By Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Kapitalis disepanjang rute sejarah konstitusionalisme dan demokrasi, teridentifikasi sebagai pioneer. Mereka teridentifikasi oleh sejarah sebagai pencipta “rule of law”. Ciptaan mereka, dalam kasus Inggris, diawali dengan “Magna Charta 1215”. Disusul secara bergelombang dengan penciptaan parlemen dua kamar. Dari sebelumnya hanya satu kamar, unicameral. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1365 di Inggris. Mereka juga menjadi penyebab terbesar lahirnya konsep “habes corpus” pada tahun 1679. Sembilan tahun sebelum revolusi besar tahun 1688. Disusul sesudah itu dengan Petition of Right 1689, dan Parliamentary Act 1702 jauh setelah itu. Semuanya menyusul kemudian terhubung dengan mereka. Rule of law, menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Pada semua aspek sekecil apapun dalam kehidupan bernegara. Ini berkah dagang terbesar. Bagi kapitalis, inilah cara mereka lakukan untuk bisa merasuk masuk ke sumber ekonomi. Caranya kuasai dan atur hukum. Dalam kasus Inggris tahun 1732, dibuktikan dengan dibuat Sumptuary Act. Dengan undang-undang ini, kapitalis Sutra Persia, pelopor Sumptuary Act, memonopoli produksi dan distribusi dari Sutra Persia. Akibatnya? Kapitalis katun India terpukul, dan hilang secara perlahan-lahan. Dalam kasus mutakhir setelah Patriot Act 2003, yang mengotorisasi Amerika untuk menemukan dan menghabisi teroris dimanapun. Mereka bebas memasuki Irak. Saddam Husen, presiden Irak, teman Amerika pada tahun-tahun sebelumnya, akhirnya menemui nasib sebagai sponsor terorisme. Dalam status itu, Saddam dihabisi. Infrastruktur berantakan total. Segera setelah prorak-poranda, Haliburton sebuah korporasi konstruksi menemukan mimpi tipikalnya. Makes a Killing on Iraq War, artikel Pratap Chartterjee, yang dipublikasikan oleh Special to Corpwacth 20 Maret 2003 menyajikan kenyataan yang kandungan kolutifnya menggunung. As the first bombs rain down on Bagdad, tulis Charttejee, corpwacht menemukan seratus pekerja Haliburton di Irak. Haliburton diketahui menempatkan mantan Menteri Pertahanan Amerika Dick Cenney sebagai chief excecutive-nya. Dalam artikel itu juga, Chatterjee menulis tentang saat ini Dick Cheney menerima upeti miliyaran dollar setiap tahun dari Haliburton. Upah ini sebagai bentuk terima kasih kepada Dick Chenney. Kerena berkat bantuan dari Dick Chenney, gedung putih memenangkan kontrak besar untuk Haliburton. Soal terakhir ini, tulis Chatejjee disangkal oleh juru bicara Cheney. Itu satu soal. Namun persoalan lain yang menggoda untuk meyakini pernyataan kongklusif Chartterjee adalah Haliburton tidak sendirian. Chartterjee menunjuk pada 2001 Kellog. Brown and Root menjadi sub-kontraktor dari Haliburton dengan durasi tertentu. Mereka mengerjakan apa yang dikenal dengan Logistic Civil Augmentation Program (LOGCAP) dari Pentagon. Betchel, korporasi konstruksi asal California berada disisi lain pembangunan kembali Irak. George Schultz mantan menteri luar negeri Amerika dalam pemerintahan Ronald Reagen, adalah salah satu anggota Dewan Direksi. Sementara itu Riley Betchtel, CEO-nya diangkat oleh Presiden Bush Jr sebagai penasihatnya di bidang perdagangan internasional. Kolusi tersistem terlihat cukup meyakinkan. Donald Rumsfeld menjabat sebagai menteri pertahanan pada pemerintahan Bush. Sayangnya, Corpwachi teridentifikasi pernah ditugaskan oleh Schultz selagi Schultz menjadi Men Menteri Luar Negeri Amerika. Ia ditugaskan sebagai special envoy-nya di Irak. Apa yang dikerjakan Rumsfeld di Irak dalam statusnya sebagai special envoy? Rumsfeld ditugaskan Schultz mendapatkan dukungan Saddam Husen kepada Bechtel mengerjakan pipa minyak dari Irak ke Yordania. Sisi kolutif lainnya, Riley Bechtel, mantan CEO Bechtel Corp, yang kini telah menjadi penasihat Bush, segera bertemu Terry Valenzano, pejabat Pentagon. Petemuan direncnakan, dan berlangsung di Kuwait City. Hasilnya? Bechtel muncul sebagai kontraktor sejumlah proyek raksasa di Irak. Kontrak dengan nilai yang sangat pantastis, yaitu sebesar U$ 680 billion dollars untuk jangka waktu delapan belas bulan. Tabiat penggunaan kedudukan official, alam karakter kolutif, untuk kepentingan pribadi kini terlihat lagi. Dalam perdebatan Komite Inteljen Kongres pada kasus penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Trumph, muncul tabiat kolutif itu. Dalam penyelidikan ini, Trumph ditemukan meminta dengan nada menekan, mengarahkan Presiden Ukraina menyelidiki Joe Biden, mantan Wapres Obama dan calon pesaingnya pada pemilu presiden 2020 ini. Mengapa Trumph menunjuk Biden? Menurut Trumph, Biden dalam kedudukan sebagai Wapres Obama, teridentifikasi pernah menekan Jaksa Agung Ukraina menghentikan penyelidikan teradap anaknya, Hunter Biden. Itulah alasan Trump meminta Presiden Ukraina menyelidiki Biden. Sial baginya, tindakannya itu berbuah penyelidikan kongres dalam kerangka impeachment. Bagaimana dengan Indonesia yang rule of lawnya naik kelas pasca Pak Harto? Terlihat sangat mirip, bahkan sama. Tak lebih dari sekadar menghidangkan “karpet merah terang” kepara para kapitalis untuk melipatgandakan penguasaan sumberdaya ekonomi. Untuk sebagian kecil kasus, itulah yang teridentifikasi manis oleh Wahyuni Refi Setya Bekti. Dalam studi doktoral ilmu politik di FISIP Universitas Indonesia, Refi menemukan kenyataan, saya kualifikasi buruk. Terdapat kaitan politik yang kental antara kapitalis dengan politisi dalam pembentukan undang-undang. Pembentukan undang-undang, khususnya undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, yang diriset mengantarkan Refi pada temuan itu. Cukup mengagumkan d temuannya. Ditemukan adanya pengaruh lembaga-lembaga donor dalam pembentukan undang-undang itu. Mereka berhasil memaksa negara agar membuat kebijakan yang menguntungkan mereka. Paling kurang harus menurut kepentingan mereka (Republika.co.id, 9/1/2020). Studinya memperlihatkan pembahasan atas undang-undang ini tidak mendapat perhatian memadai dari kekuatan politik non DPR dan partai politik. Juga pembahasannya cukup cepat. Perihal pembahasan yang cukup tersebut cepat, juga terjadi pada pembentukan undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang. Ini dinyatakan Hamdan Zoelva, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR periode 1999-2004. Dalam keterangannya disidang pengujian konstitusi UU ini, Hamdan menerangkan betapa cepatnya pembahasan undang-undang ini. Hamdan juga menerangkan bahwa undang-undang ini tidak merumuskan ketentuan tentang berapa jumlah utang yang dapat dijadikan alasan untuk meminta sebuah korporasi dipailitkan (Detikcom, 14/2/2005). Durasi pembahasannya adalah satu tipikal, bukan satu-satunya. Tipikal lainnya adalah karakter norma. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentan Migas, undang-undang Ketenagalistrikan, undang-undang tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sekadar sebagai ilustrasi bahwa undang-undang yang disebutkan tersebut, bersifat sangat kapitalistik dan liberalis. Tipikalnya adalah “memberi hak” untuk mendapatkan sumberdaya itu. Sifat itu terbaca pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada putusan-putusannya tentang undang-undang itu. Teknis “norma kapitalistik” teridentifikasi melalui rumusan pasal yang berbunyi, misalnya “Pemerintah dapat mengikutsertakan pihak swata dalam …….. Atau pemerintah dapat mengikutsertakan pihak lain………” Tidak akan ditemukan norma yang tegas-tegas. Tidak ditemukan misalnya “swasta berhak mengerjakan……” Itu tidak ada. Sama sekali tidak. Norma jenis itu terlalu konyol. Itu cara berpikir yang konyol. Begitulah cerdasnya kapitalis “menciptakan pintu masuk” ke penguasaan sumberdaya ekonomi. Agar bisa mengecoh, maka harus dipastikan pemerintah tetap memegang kekuasaan. Bukan dengan melepaskan semuanya kepada pihak kapitalis. Untuk itu, rumusan norma harus seperti contoh sederhana di atas. Otang tolol dan konyol akan segera menyatakan bahwa Pemerintah, dengan rumusan seperti itu tetap sebagai pemegang kekuasaan. Padahal justru rumusan itu memberi kewenangan pemerintah memanggil kapitalis masuk. Secara hipotetik beralasan diproyeksikan norma “kapitaklistik dan liberalistik” akan muncul pada undang-undang Ibu kota baru di Kalimantan Timur. Undang-undang ini sedang disiapkan. Dimana letak beralasannya? Pembangunan itu membutuhkan biaya besar 466 triliun rupiah. Rinciannya kurang lebih sebagai berikut; APBN sebesar 19,2 % setara dengan 89,472 triliun rupiah, Swasta sebesar 26,2% setara dengan 122,092 triliun, dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sebesar 54,6% setara dengan 254, 436 triliun rupiah (CNBCIndonesia, 27/8/2019). Kapitalis, pada waktunya menjadi kantong terakhir uang itu. Pesta kapitalis dengan uang itu sempurna bersamaan dengan selesainya undang-undang, yang diisitilahkan secara teoritik “omnibus law”. Tipikal undang-undangh ini adalah materi muatannya meliputi berbagai sektor dan berbagai isu yang sifat dasarnya secara konseptual saling berkaitan. Undang-undang ini akan dibungkus dengan argumen teknokratis, “memperlancar investasi.” Pasti sangat merdu, manis dan indah kedengarnya. Begitulah cara menghilangkan bau keterlibatan kapitalistik dalam pembuatan undang-undang. Itu sialnya. Untungnya? Saya tidak tahu. Agar sukses terus mendekat, maka pola canggih amodel Amerika harus dipanggil. Apa saja polanya? Warga negara dan kehidupan masyarakat yang telah terhimpit padatnya jalanan kehidupan, harus terus dikurung di dalamnya. Harus selalu muncul isu baru, yang memanggil secepat mungkin kontroversi. Satu demi satu isu kontroversial baru diproduksi. Harus disajikan dari minggu ke minggu. Begitu seterusnya. Kapitalis terus menggunung, dan rakyat kebanyakan terus terhimpit di dalamnya. Lalu datanglah deskripsi hebat kapitalis mencapai puncak itu karena mereka rajin, kreatif dan sejenisnya. Sementara orang kebanyakan kelewat malas, dan terlalu banyak bicara hal-hal non ekonomi. Padahal orang malas masih kerja mendorong gerobak jualan nasi goreng disaat kapitalis rajin telah tertidur pulas. Begitulah cara rule of law mendistribusikan keadilan. Begitulah kesengsaraan dan nestapa orang kebanyakan dibuat biasa dibawah sinar rule of law. Kapitalis-kapitalis ini, konyolnya lagi, teridentifikasi sebagai orang-orang yang rajin. Orang miskin justru sebaliknya, teridentifikasi sepenuhnya sebagai orang yang malas. Bukan miskin karena kebijakan kapitalistik, yang selalu dalam semua level dan aspek bersifat diskriminatif. Konyol memang. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate.

Bodohkah China ?

Semuanya bisa serba mungkin terjadi. Tentu saja sebagai "sahabat", China dipastikan ingin merangkul atau dirangkul dengan rangkulan yang lebih erat lagi. Disinilah permainan China yang sangat berbahaya. Oleh karenanya, dari peristiwa Natuna ini, membuat kita mestinya semakin waspadai ke depan. Kejadian ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. By M. Rizal Fadillah Jakarta, FNN - Aneh memang tidak ada angin tidak ada badai. Tiba-tiba saja nelayan-nelayan yang dikawal Coast Guard China. Mereka berada di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) perairan Kepulauan Natuna yang sudah dinyatakan PBB sejak tahun 1982 adalah perairan ZEE milik Indonesia. Dengan demikian, kak untuk menangkap ikan hanya boleh dilakukan oleh nelayan Indonesia. Namun China menampilkan sikap yang ngotot. Seolah-oleh memaksakan diri untuk menguasai perairan di Kepulauan Natuna tersebut. Pertanyaannya, China hanya mau menggertak atau memang serius mengklaim sebagai pemilik Kepulauan Natuna? Para Menteri di Pemerintahan Jokowi punya sikap yang beragam. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi misalnya, bersikap agak keras. Sementara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersikap agak melunak. Begitu pula dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang sangat melunak. Namun demikian, dalam beberapa hari belakangan ini, tiba-tiba saja Menko Polhukam Mahfud MD bersuara agak keras. Presiden Jokowi juga tidak mau tinggal diam. Presiden juga bersuara keras. Suara Presiden tidak berbeda dengan kerasnya protes dari Menteri Mahfud MD dan Reno Marsudi. Pernyataan keras Presiden menggambarkan sepertinya sangat siap untuk membela kedaulatan negara. Biasanya kalau sudah ada sinyal yang seperti begini, tidak lama kemudian para nelayan China akan segera pergi. Nelayan China menghilang dulu dari luatan di sekitaran Kepulaun Natuna. Selesaikah manuverya para nelayan Cihna untuk kembali mencuri ikan di perairan Kepulauan Natuna? Bisa iya, bisa juga tidak. Namun adakah kesepakatan diam-diam ? Atau memang RRC mulai ketakutan pada sikap para pemimpin Indonesia yang memang "gagah berani" ? Lalu apa makna manuver China yang jika dipandang sekilas memang seperti kebodohan. Pertama, UNCLOS PBB telah menyatakan ZEE Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia. Kedua, hubungan Indonesia dengan RRC sedang mesra dalam kerjasama hutang dan investasi. Ketiga, patut diduga Amerika dan sekutunya tidak akan membiarkan China menguasai perairan berdasarkan klaim sepihak terseblut. Jadi apa arti semua ini ? Muncul analisis yang serba mungkin. Kemungkinan pertama, pasti China tidak bodoh. Sebaliknya, China justru sedang melakukan tekanan dan perundingan diam diam dengan meminta konsesi yang lebih dari Indonesia. Untuk hal yang seperti ini China sangat lihai. Kemungkinan kedua, China sedang menguji kesetiaan Pemerintah Indonesia. Masihkah bisa menyebut "negara sahabat". Ketika dana besar yang digelontorkan berhadapan dengan masalah "kecil" nelayan. Hutang dan investasi adalah alat uji atas cengkeraman China di Indonesia. Kemungkinan ketiga, aksi solidaritas Uighur yang terjadi di Indonesia telah mengganggu kebijakan dalam negeri China. Untuk itu, China perlu memberi ancaman kepada negara yang "ikut campur" urusan dalam negeri China. Bagi China, Uighur adalah masalah yang tak bisa diganggu-gugat oleh negara lain. Kemungkinan keempat, Pemerintah Indonesia dianggap serakah. Indonesia "main dua kaki" karena mencoba mencari hutang dan investasi signifikan ke blok Amerika yang membuat gusar China. Kemungkinan kelima, China memenuhi permintaan tersembunyi Pemerintah Indonesia untuk mengalihkan perhatian dari mega skandal seperti kasus BPJS, Jiwasraya dan kebangkrutan beberapa BUMN. Kemungkinan keenam, sinyal kekuatan perlindungan bagi warga China diaspora yang mulai gelisah akibat reaksi atas kasus Uighur, kesenjanganyun sosial, serta gangguan investasi. Kemungkinan ketujuh, membantu Presiden Jokowi dalam mendongkrak legitimasi dan kewibawaannya. Seolah-oleh hanya dengan "teriakan Presiden" lah yang mampu mengusir nelayan China beserta kapol pengawal Coast Guardnya keluar dari perairan Natuna. Semuanya bisa serba mungkin terjadi. Tentu saja sebagai "sahabat", China dipastikan ingin merangkul atau dirangkul dengan rangkulan yang lebih erat lagi. Disinilah permainan China yang sangat berbahaya. Oleh karenanya, dari peristiwa Natuna ini, membuat kita mestinya semakin waspadai ke depan. Kejadian ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Sudah waktunya rakyat Indonesia harus berteriak "perglah wahai China bersama uang hutangmu..!" atau "Usir tenaga kerja China dari Indonesia.!" atau "Tenggelamkan pejabat boneka China di Indonesia..!". Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat. *Penulis adalah Pemerhati Politik

China Nekad, Penerus Raden Wijaya Siap Lawan!

China harus belajar dari sejarah bahwa rakyat Indonesia ini sulit ditaklukkan. Karena, bangsa Indonesia ini pada dasarnya adalah bangsa pejuang! Bagaimana Belanda harus membayar mahal Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830). Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Ambisi teritorial China jelas terencana dengan rapi. Mereka tak akan berhenti di Kepulauan Spratly yang berposisi lebih dekat ke Filipina. China mulai mengganggu Kepulauan Natuna milik Indonesia. China mulai provokasi Indonesia! Tercatat, pada 10 Desember 2019, Coast Guard China muncul di perbatasan laut di perairan bagian utara Natuna. Kapal itu dihadang oleh kapal Bakamla Indonesia. Karena dihalau, tak jadi menerobos ke dalam perairan Indonesia. Pada 23 Desember 2019, dua Coast Guard China masuk lagi. Kali ini, kedua kapal bersenjata itu mengawal sejumlah kapal penangkap ikan China yang sedang melakukan pencurian ikan di perairan ZEE Indonesia di utara Natuna. ZEE Indonesia itu diakui PBB. Kali ini China unjuk kekuatan. Dua kapal penjaga pantai yang bersenjata itu dibekingin oleh satu kapal frigat (kapal perang) dari kejauhan. Artinya, angkatan laut China siap melakukan tindak kekerasan. China sekarang ini memang menjadi kekuatan militer dunia. Pada November 2019, Global Firepower merilis data peringkat negara dengan kekuatan militer terbaik peringka ketiga di dunia. Sementara Indonesia menempati peringkat 16. Power Index Rating China: 0.0673; Total populasi rakyat: 1,384,688,986 jiwa; Total personel militer: estimasi 2,693,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 714; Total kekuatan pesawat: 3,187 (peringkat 3 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 1,222 (peringkat 2 dari 137 negara); Tank Tempur: 13,050 (peringkat 2 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 224 miliar atau Rp 3,152 triliun. Power Index Rating Indonesia: 0.2804; Total populasi rakyat: 262,787,403 jiwa; Total personel militer: estimasi 800,000 personel; Total Aset Angkatan Laut: 221; Total kekuatan pesawat: 451 (peringkat 30 dari 137 negara); Pesawat Tempur: 41 (peringkat 43 dari 137 negara); Tank Tempur: 315 (peringkat 52 dari 137 negara); Anggaran Pertahanan: US$ 6,9 miliar atau Rp 97 triliun. Jika melihat dari peringkat kekuatan militer antara China dan Indonesia, Menhan Prabowo Subianto menahan agar TNI tidak berbenturan dengan Tentara China saat ini. Mantan Danjen Kopassus ini harus susun strategi “cerdas dan cerdik”. Apalagi, kabarnya, kekuatan Tentara Merah itu sebenarnya mencapai 6 juta personil. Plus peralatan canggih. Sedangkan TNI cuma sekitar 400 ribu personil dengan peralatan kalah canggih. Meski begitu, TNI dan rakyat Indonesia tidak akan ciut! Sebab, sejarah sudah membuktikan dan diketahui dunia. Perang gerilya yang dilakukan oleh Jenderal Soedirman saat agresi militer II Belanda membuat kalang kabut Tentara Belanda di Jogjakarta dan Jawa Tengah. Tak hanya itu. Perlawanan rakyat Surabaya yang dipimpin Bung Tomo terhadap Tentara Sekutu yang ingin menguasai Surabaya pada 10 November 1945 membuat Tentara Sekutu harus kehilangan Jenderal Mallaby dari Inggris di tangan rakyat. Teranyar, saat Kapal Tentara Laut Diraja Malaysia manuver dan provokasi di laut Ambalat, mereka akhirnya meninggalkan Ambalat setelah “ditaklukkan” oleh seorang anggota Denjaka TNI AL yang berhasil menyerbu tanpa senjata! China harus belajar dari sejarah bahwa rakyat Indonesia ini sulit ditaklukkan. Karena, bangsa Indonesia ini pada dasarnya adalah bangsa pejuang! Bagaimana Belanda harus membayar mahal Perang Diponegoro di Jawa (1825-1830). Apalagi, ternyata Belanda telah dipecundangi Pangeran Diponegoro saat Belanda mencoba menjebaknya dalam perundingan di Magelang. Yang ditangkap (dan kini dimakamkan di Makassar) itu bernama Mohammad Jiko Matturi. Peristiwaitu tercatat dalam prasasti “batu tulis” yang ditemukan di Asta Tinggi, komplek pemakaman para Raja Sumenep. Jadi, yang datang ke perundingan itu bukanlah Pangeran Diponegoro, tetapi salah seorang panglimanya. Saat itu Pangeran Diponegoro minta bantuan ke Raja Sumenep Sultan Abdurrahman untuk menyiapkan Perang Diponegoro II. Namun, rencana tersebut tak berlanjut karena Pangeran Diponegoro meninggal setelah tinggal lebih dari 5 tahun. Peristiwa tersebut memang tidak dicatat dalam sejarah. Namun, bukti prasasti bercerita soal strategi Pangeran Diponegoro dalam menghadapi Belanda. Perlawanan serupa juga dilakukan Tuanku Imam Bonjol di Tanah Minang terhadap Belanda. Raden Wijaya Kalau mau menengok sejarah, seharusnya China jangan memaksakan diri untuk manuver dan mengklaim perairan Natuna masuk ke dalam wilayahnya. Sejarah sudah mencatat, setidaknya leluhur Tentara China pernah dua kali kalah di Tanah Jawa. Mongol (China) di masa kejayaannya Jeghis Khan hingga Kubilai Khan menaklukkan dunia, semua kerajaan begitu mendapat surat dari Mongol langsung takluk tanpa perang dan setor upeti daripada hancur lebur dan rakyatnya dipenggal oleh kebiadaban Mongol. Tentara Mongol itu dikenal bengis dan barbar. Tapi, tidak dengan Prabu Kertanegara di Tanah Jawa. Mengzi utusan Kubilai Khan dipotong telinganya dan menyatakan menolak tunduk apalagi membayar upeti kepada Mongol. Catatan Dinasti Yuan mengisahkan, pada 1293 pasukan Mongol sebanyak 20.000-30.000 orang (300 kapal) orang dipimpin Ike Mese, Shi bi, dan Gaoxing mendarat di Jawa untuk menghukum Kertanagara, karena pada 1289 Kertanagara telah melukai utusan yang dikirim Kubilai Khan, Raja Mongol. Sementara itu, setelah mengalahkan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera pada 1290, Kerajaan Singhasari menjadi kerajaan terkuat di daerah itu. Tetapi Jayakatwang, Adipati di Kediri, negara asal Singhasari, memberontak dan berhasil membunuh Kertanagara. Menantu Kertanegara, Raden Wijaya, diampuni oleh Jayakatwang dengan bantuan wali dari Madura, Arya Wiraraja. Raden Wijaya kemudian diberi tanah hutan di Tarik. Dia membuka hutan itu dan mendirikan sebuah desa di sana. Desa itu diberi nama Majapahit, Raden Wijaya menyimpan dendam pada Jayakatwang Kubilai Khan sangat terkejut setelah Mengzi pulang dan melaporkan kejadian penolakan Raja Jawa tersebut. Pada 1292, dia memerintahkan dan mengirimkan ekspedisi untuk menghukum Kertanegara, yang dia sebut orang barbar. Raden Wijaya memanfaatkan kedatangan pasukan Mongol tersebut untuk menghancurkan Jayakatwang. Ia pun mengajak Ike Mese untuk bekerjasama. Raden Wijaya meminta bantuan untuk merebut kembali kekuasaan Pulau Jawa dari tangan Jayakatwang. Dan setelah itu baru ia bersedia menyatakan tunduk kepada bangsa Mongol dan menyerahkan upeti. Tentara Mongol dengan seluruh kekuatannya bertempur dengan pasukan Jawakatwang. Sementara pasukan Mongol bertempur melawan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang kota dari arah lain dan dengan cepat mengalahkan penjaganya. Istana Jayakatwang dijarah dan dibakar. Beberapa ribu pasukan Kadiri mencoba menyeberangi sungai Brantas yang membelah Kota Kadiri dan tenggelam, sementara 5.000 tewas dalam pertempuran. Raja Jayakatwang mundur ke bentengnya, dan menemukan bahwa istananya telah terbakar. Pasukan Mongol mengepung Kota Daha dan meminta Jayakatwang menyerah. Pada sore hari, Jayakatwang menyatakan takluk kepada bangsa Mongol. Setelah Jayakatwang dikalahkan oleh pasukan Mongol, Raden Wijaya kembali ke Majapahit, berpura-pura hendak menyiapkan pembayaran upeti untuk Mongol, dan meninggalkan sekutu Mongolnya berpesta merayakan kemenangan mereka. Shi-bi dan Ike Mese mengizinkan Raden Wijaya kembali ke daerahnya untuk menyiapkan upeti serta surat penyerahan diri, Raden Wijaya meminta kapal-kapal besar Mongol masuk ke Kalimas (Brantas) dengan alasan untuk memudahkan memuat upeti yang banyak. Kapal-kapal besar Mongol yang masuk sungai tidak bisa bermanuver, hanya bisa maju atau mundur saja, maju masuk semakin ke dalam mundur terhalang kapal di belakangnya. Kesempatan tersebut digunakan Raden Wijaya dengan cepat memobilisasi pasukannya dan menyerang dengan panah ber-api ke arah kapal-kapal yang terjebak di Brantas, sementara pasukan di dalamnya sedang mabuk. Pasukan Raden Wijaya berhasil membunuh banyak prajurit Yuan, sedangkan sisanya berlari kembali ke kapal mereka yang berada di pantai. Di pantai, armada pasukan Jawa pimpinan mantri Aria Adikara juga menghancurkan sejumlah kapal Mongol. Pasukan Yuan mundur, kacau karena angin muson yang dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir, sehingga mereka terancam terjebak di pulau Jawa untuk 6 bulan berikutnya. Setelah semua pasukan naik ke kapal di pesisir, mereka bertarung di laut melawan armada Jawa dan mengalami kekalahan yang fatal, dengan total 12.000-18.000 terbunuh. Kabarnya, menurut catatan, Dinasti Yuan Mongol mengalami kemunduran setelah kekalahan di Jawa ini. Akankah peristiwa serupa bakal terjadi ketika Tentara China menghadapi perlawanan pasukan “Raden Wijaya” (baca: TNI dan rakyat) jika terjadi perang terbuka? China harus ingat, “sejarah pasti berulang”! Apalagi, Presiden Joko Widodo sudah menyatakan, "Tidak ada kompromi!" Jika China tidak ingin dipermalukan untuk ketiga kalinya, sebaiknya China tak memaksakan diri kuasai laut Natuna! Penulis adalah wartawan senior

Dihajar Buzzer, Anies Banjir Dukungan

Oleh Tony Rosyid Jakarta, FNN - Beberapa orang japri saya, mengirim link media terkait petisi terhadap Anies. Di antara mereka ada orang penting di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Beliau berkomentar: Ternyata, lawan Anies bekerja sistematis untuk menjatuhkan. Semua yang japri saya minta respon dan tanggapan. Apa jawaban saya? Hehehe. Kok ketawa? Gak serius amat? Si Amat aja gak serius, kenapa saya harus serius?, jawabku. Dalam hati aku cuma bilang: "Hanya orang bodoh yang mau merespon mainannya buzzer." Seseorang dari fraksi PDIP DKI memberi komentar: petisi itu tak berafiliasi dengan partai manapun. Mereka adalah orang-orang yang merasa dirugikan. Oh ya? Siapa mereka bung DPRD? Dari mana asalnya? Jangan-jangan dari Bangka Belitung. Kerugian apa yang dialaminya? Mirip banjir di Jatiasih Bekasi kemarin, yang disalahin Anies. Bekasi bro! Kenapa gak salahin Ridwan Kamil dan Walikota/Bupati Bekasi? Kenapa salahin Anies? Karena Anies yang ditarget. Waduh! Bagaimana respon Anies? "Kami bertanggungjawab, dan tidak salahkan siapa-siapa". Begitu menghadapi banjir, Anies turun langsung dan ikut lakukan evakuasi korban. Pastikan para pengungsi teratasi dan aman logistiknya. Di mana Kementerian Sosial? Hus... Gak usah nanya-nanya yang lain. Benar kata kawan saya, orang penting di MUI itu. Memang ada upaya sistematis untuk mengganggu Anies. Upaya itu dimulai sejak Anies dilantik jadi gubernur. Publik tahu itu. Inget kata "pribumi" dalam pidato pelantikan Anies yang dikasuskan? Itu baru pemanasan. Dan tak berhenti sampai sekarang. Sudah lebih dari dua tahun. Makin ke sini, makin kencang. Ini terjadi bukan saja karena faktor "gak move on", tapi juga terkait kebijakan Anies yang seringkali mengganggu kepentingan oligarki. Terutama kegalauan mereka menghadapi pilpres 2024. Oh ya? Masih lama, kok galau ya? Lihat video orang-orang yang pakai atribut topi sinterklas? Videonya viral. Dalam video itu, ada beberapa orang yang karena rajin bully Anies menjadi terkenal. Mereka gelisah. Gelisah kalau Anies jadi presiden. Makin gelisah lagi ketika Anies datang dan turun langsung ke lokasi banjir, warga teriak "Gubernur Rasa Presiden" (Kompas, 5/1) Tidak hanya Anies yang dibully. Semua pihak yang mengapresiasi kinerja Anies juga dibully. Termasuk Kompas, Kumparan dan detik.com yang dalam konteks banjir ini berusaha obyektif memotret kerja Anies dan respon warga. Kena bully juga. Jangan-jangan Jaya Suprana dan Sujiwo Tedjo juga akan dibully hanya karena mengapresiasi kerja Anies. Jangan tanya soal moral dan etika. Bagaimana kita membuat standar moral dan etika untuk orang-orang yang menjadikan banjir dan penderitaan para korban sebagai arena berpolitik? Maksudnya gak bermoral? Ah, jangan terlalu vulgar. Rakyat juga sudah paham. Lalu, bagaimana dari sisi politik? Ini baru butuh analisis lebih detil. Selama ini, "para buzzer" selalu gagal mengganggu Anies. Alih-alih menjatuhkan, justru sebaliknya, setiap kasus malah jadi blessing dan mengangkat nama Anies. Lem aibon, ambruknya jembatan di hutan kota, dan sekarang soal banjir. Kenapa? Pertama, "para buzzer" selalu kesulitan untuk mendapatkan isu seksi. Setidaknya hingga hari ini, Anies tak pernah melakukan kesalahan fatal terkait dengan integritas, kebijakan, dan komunikasi politiknya. Ini salah satu kelebihan Anies, bicara dan kerjanya sangat terukur. Jadi, tak ada ruang untuk menggarap isu yang berpotensi downgrade Anies. Kedua, terlalu banyak rekayasa. Penyebaran hoaks dengan data-data invalid dan cenderung ngasal justru jadi faktor kegagalan mereka. Ketika data-data asli dibuka, kelar. Ini terus berulang terjadi. Intinya, para buzzer ini gak bermain taktis. Hanya eforia sesaat. Ketiga, pola komunikasi "ala preman" justru mendatangkan ketidaksimpatisan publik. Miskin dukungan, bahkan memancing perlawanan banyak pihak. Corat coret wajah Anies dengan berbagai bentuk caci maki yang gak karuan. Mereka gak paham psikologi publik. Publik Indonesia masih waras. Gak suka sampah model seperti itu. Keempat, walaupun sudah bekerja sistematis, terstruktur dan masif, para buzzer ini tetap kalah jumlah, kalah cerdas, kalah kompak dan kalah militan dibanding para pendukung Anies. Ini yang membuat setiap isu kandas di tengah jalan. Kelima, Anies tak mudah dipancing untuk bereaksi dan merespon para buzzer itu. Dalam konteks ini, Anies cukup matang dalam sikap dan melakukan komunikasi politik. Sejumlah orang justru balik simpati dan dukung Anies ketika Anies melakukan komunikasi dengan pihak-pihak yang selama ini "memusuhinya". Di samping kerja Anies yang terukur. Tentu terukur menurut lembaga-lembaga yang dianggap kredibel oleh publik untuk memberikan penilaian. Termasuk KPK, BPK dan sejumlah kementerian. "Saya tak akan menjawab dengan kata-kata, tapi dengan kerja dan karya", kata Anies. Dan Anies telah membuktikannya dengan karya nyata dan sejumlah penghargaan. Terkait banjir yang tak hanya menimpa Jakarta, tapi juga Jawa Timur, Jawa Barat, Banten dan Kalimantan Selatan, Anies tegar di tengah dibullyan, caci maki dan kebencian. Fokus kerja, turun langsung ke lapangan dan pimpin pasukan untuk mengatasi dampak banjir. Tak mengeluh. Tak menyalahkan pusat. Tak menyalahkan presiden. Tak menyalahkan kepala daerah lain. Tak nyalahin hujan. Tak nyalahin air laut yang sedang pasang. Tak nyalahin tiga belas sungai. Anies juga tidak bilang: "banjir akan lebih mudah diatasi jika jadi presiden". Anies gak pernah bilang begitu. Kalau pada akhirnya nanti Anies jadi presiden dan melanjutkan program-program yang sudah dimulai dan dikerjakan Pak Jokowi, itu soal lain. Lima fakta ini yang membuat lawan politik Anies seperti tak menemukan ruang yang cukup untuk merusak nama Anies. Ini bisa dilihat dari kegalauan mereka dalam video yang viral beberapa hari ini. Bisa dimaklumi. Di satu sisi, mereka tak siap ditinggal Jokowi pensiun di 2024. Di sisi lain, mereka tak punya tokoh yang kompetitif untuk dilawankan dengan Anies. Enggak tahu kalau pada akhirnya mereka mencalonkan Abu Janda, Denny Siregar atau Arde Armando untuk menjadi kompetitor Anies. Perlu juga dicoba dan diberi kesempatan. Yang publik gak bisa maklumi, mengapa mereka tak punya rasa empati kepada para korban. Di saat banjir tiba dan penderitaan menimpa bangsa ini, para buzzer justru makin masif produksi bullyan dan caci maki. "Kok yo mentolo?" Di mana nurani mereka? Di sisi lain, walaupun terus dibully, Anies justru malah banjir dukungan. Jakarta, 6/1/2020 Penulis Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa

Luhut Menteri Kacrut

Luhut Binsar Panjaitan tampak mewakili negara China dalam setiap kerjasama dengan pemerintah Indonesia. Kadang sifat berangasannya tersebut, mengingatkan kita pada Ahok yang angkuh dan juga tukang semprot. Sebagai Menko, mestinya Luhut Binsar Panjaiatan lebih berwawasan kenegaraan yang luas. Tentara itu patriot, bukan tukang semprot atau "Judas Iskhariot" sang penghianat. By M. Rizal Fadillah Jakarta, FNN - Dalam kasus konflik Natuna, Menteri Kordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binssar Panjaitan bersikap melunak kepada China. Luhut menyatakan agar kasus pelanggaran hukum di perairan Kepulauan Natuna tidak usah dibesar- besarkan. Kata Luhut, kalau diber-besarkan, takutnya bakal mengganggu program investasi China di Indonesia. Tentu saja ungkapan Luhut ini direaksi keras oleh public. Betapa lemahnya rasa nasionalisme dari sang menteri yang berpangkat Jendral bintang empat kehormatan ini. Kedaulatan negara telah nyata-nyata dilanggar. Kedaulatan negara di Natuna sudah dianggap sebagai milik China. Namun masih dianggap sepele saja sama Luhut Binsar Panjaitan. Kata anak gaul Luhut Binsar Panjaitan ini payah, ancur deh. Kacrut...! Investasi China seolah-olah menjadi segalanya bagi Luhut Binsar Panjaitan. Sehingga kedualatan kita diinjak-injak sekalipun kita sikapi dingin-dingin saja. Padahal bangsa ini justru sedang mengkhawatirkan terlalu jauhnya China merambah negara kita. Investasi menjadi alat penguasaan atau penjajahan. Nyali Menteri Luhut Binsar Panjaitan yang berlatar belakang militer tersebut ternyata ciut. Hanya segitu-gitu saja dia. Ternyata tidak ada hebat-hebatnya juga tuh. Persis seperti tikus cerurut atau tikus kacrut yang kecil. Masalah kedaulatan negara harusnya dipertahankan dan dibela dengan sepenuh jiwa raga. Bukan dengan mental jiwasraya yang keropos dan korup tersebut. Kasus Luhut Binsar Panjaitan dengan sikap lemah dan pragmatis, menunjukkan betapa perlunya para Menteri (juga Presiden) ditatar kembali. Materinya tentang substansi nasionalisme dan ideologi negara. Jangan hanya rakyat yang selalu jadi obyek pembinaan dan penataran. Para petinggi negeri ini penting untuk juga dibina. Karena kalimat-kalimat yang keluar dari mulut mereka bukanlah kalimat serbagai seorang menteri. Tidak menggambarkan mereka adalah menteri. Contohnya, Luhut Binsar Panjaitan ini. Padahal sikap dan pendapat para menteri itu bisa berdampak secara luas. Rendahnya rasa nasionalisme dan watak pengecut di kalangan para menteri adalah krisis nasional yang sangat nyata saat ini. Ini sangat berbahaya sekali. Sebab negara ini bisa dijual hanya demi investasi atau mendapatkan duit hutang dari luar negeri. Sikap Luhut Binsar Panjaitan yang membela China ini bukan yang pertama kali. Sikap yang semacam ini sudah berulangkali diperlihatkan Luhut. Tidak salah jika ada sebutan di medsos bahwa Luhut sebagai Dubes China untuk Indonesia. Sebab yang diucapkan Luhut Binsar Panjaitan selama ini, tidak lain adalah membela kepentingan China di Indonesia. Luhut Binsar Panjaitan tampak mewakili negara China dalam setiap kerjasama dengan pemerintah Indonesia. Kadang sifat berangasannya tersebut, mengingatkan kita pada Ahok yang angkuh dan juga tukang semprot. Sebagai Menko, mestinya Luhut Binsar Panjaiatan lebih berwawasan kenegaraan yang luas. Tentara itu patriot, bukan tukang semprot atau "Judas Iskhariot" sang penghianat. Ketika kita berkonflik dengan China, gertakannya jangan membuat nyali ciut. Balas dengan ancaman yang membuat China berpikir seribu kali sebelum melangkah. Missalnya, kita akan membatalkan semua bentuk kerjasama ekonomi dengan China, jika masih saja mengklaim perairan Kepulauan Natuna sebagai bagian dari wilayah teritorialnya. Bila perlu sentuh sampai pada ancaman pemutusan hubungan diplomatik. Bilang bahwa di Indonesia masih banyak warga negara Indonesia (WNI) yang masih merasa sebagai bangsa China. Jika macam- macam, mereka bisa diusir keluar dari Indonesia. Teriakan seperti dulu "go to hell with your aid". Bagaimanapun juga China adalah negara komunis. Mereka sangat berbahaya bagi bangsa kita. Dengan kejadian di perairan Natuna ini, China jelas-jelas bukanlah sahabat kita. Apalagi idelogi mereka tidak mengakui adanya Tuhan. Kita bangsa Indonesia masih mengakui adanya Allah SWT. Sekarang terbukti bahwa China adalah negara tukang cari gara gara. Seenaknya saja menginjak-injak wilayah kita. Sombong, angkuh, dan menggertak. Namun semua tergantung kita juga. Tergantung pada pemimpin kita. Tergantung Menteri dan Presiden kita. Macankah atau tikus cerurut ? Kalau Luhut Binsar Panjaitran, sudah jelas-jelas payah. Ancur deh. Kacrut...! *Penulis adalah Pemerhati Politik

Indonesia Darurat Kedaulatan, Hak Azasi Bangsa Terinjak

By Hartsa Mashirul* Jakarta, FNN - Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh kapal pencari ikan hingga kapal penjagaan laut dan pantai negara Republik Rakyat China (Coast Guard) telah mencederai perdamain dunia. Pemerintah Republik Rakyat China berdalih bahwa Natuna merupakan bagian dari wilayahnya dengan berpegang pada Nine-Dash Line China. Sejak tahun 1947 di bawah kekuasaan Chiang Kai Sek (Partai Kuomintang Pendiri Republic of China) mengklaim teritorial secara sepihak oleh China dengan bentangan seluas 2.000 kilometer dari dataran China. Pemerintahan China menduduki teritorial di Laut China Selatan dengan Angkatan Lautnya . China berupaya untuk menguasai pulau-pulau yang dahulu diduduki Jepang saat Perang Dunia II. China membuat sebelas garis demarkasi putus-putus. Kemudian mereka China sebut dengan Eleven-Dash Line. Masalah ini kemudian menabrak beberapa wilayah kedaulatan negara di perairan Laut China Selatan, diantaranya Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunai Darussalam. Setelah Kuomintang kalah dalam perang saudara tahun 1949, Partai Komunis China menetapkan diri sebagai penguasa tunggal dengan sebutan Republik Rakyat China yang menganut ideologi komunis dan menggunakan mata uang Yuan. RRC mengklaim dialah satu-satunya perwakilan sah untuk menguasai wilayah maritim Laut China Selatan tersebut. Partai Nasionalis Kuomintang secara yurisdiksi berpindah ke Taiwan dengan menyebut dirinya Republik of China. Mata uangnya Dollar Taiwan, dengan sistem ekonomi kapitalis. Secara de facto Taiwan adalah negara merdeka dan menjadi satu negara dunia, namun secara de jure Taiwan belum mendapatkan pengakuan dari berbagai negara dunia. Namun, hingga saat ini belum diketahui kepastian perang saudara tersebut telah berakhir atau belum. Pada tahun 1950, dua garis putus-putus dihapus. China mengeluarkan Teluk Tonkin sebagai tanda untuk koloni komunisnya di Vietnam Utara, menjadi sembilan garis demarkasi putus-putus atau Nine-Dash Line. Klaim sepihak dengan menggunakan sebutan Nine-Dash Line China merupakan satu hal yang tidak mempunyai landasan Hukum Internasional di Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS ) tahun 1982. Rentetan sejarah perjalanan untuk menetapkan hukum laut internasional dalam Pertemuan Konferensi Majelis Umum PBB resolusi 1105 (XI) dari 21 Februari 1957 merupakan puncak dari proses panjang. Bermula dari Konferensi Den Haag untuk Kodifikasi Hukum Internasional yang diadakan tahun 1930 di bawah naungan Liga Bangsa-Bangsa, yang membahas mengenai perairan. Tanggal 29 April 1958 Konferensi PBB di Jenewa tentang Hukum Laut dibuka untuk ditandatangani empat konvensi dan protokol opsional. Berbagai pertimbangan muncul dalam konferensi ini. Tidak hanya memperhitungkan aspek hukum, tetapi juga aspek teknis, biologis, ekonomi dan politik. Selanjutnya tanggal 10 Desember 1982, Konvensi PBB Dalam Hukum Laut Internasional yang dikenal dengan sebutan UNCLOS 1982. Konvensi ini untuk menggantikan perjanjian internasional mengenai laut yang dibuat tahun 1958. Indonesia pada tanggal 13 Desember 1957 menyatakan laut diantara pulau-pulau kita merupakan wilayah Indonesia. Terkenal dengan sebutan “Deklarasi Djuanda”. Hal ini membantah Hukum Laut Internasional saat itu yang mengakui laut teritorial hanya sejauh 12 mil. Deklarasi Djuanda menjadi dasar bagi para juru runding Indoneisa, yaitu Prof Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Hasjim Djalal, berjuang secara diplomasi di PBB, hingga ditandatanganinya UNCLOS 1982. Ketika itu Indonesia didaulat sebagai negeri kepulauan terbesar di dunia. Deklarasi Djuanda yang diperjuangkan menjadi UNCLOS 1982, menguatkan konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjadi dasar bagi berbagai produk hukum kemaritiman yang kuat, dikarenakan kompatibel dengan Hukum Laut Internasional. Sebagai negara kepulauan terbesar didunia yang berdaulat, perilaku klaim sepihak RRC adalah tindakan tidak menghormati kedaulatan Indonesia. Selain itu, tidak menghormati kesepakatan Hukum Laut Internasional yang berlaku. Perilaku semau mereka sendiri mengakibatkan Rakyat Indonesia meradang. Kami, Rakyat Indonesia menegaskan bahwa tidak ada kata toleransi terhadap mereka yang melakukan pencaplokan sejengkalpun wilayah kedaulatan Indonesia oleh negara lain. Sikap Geng Shuang sebagai Juru Bicara Kementrian Luar Negri China yang menyatakan bahwa Natuna masuk dalam wilayah China adalah menabuh genderang perang. Dunia sedang memanas akibat pergolakan politik dan ekonomi yang memanas. Republik Rakyat China yang dimata sebagian rakyat Indonesia sebagai sahabat, saat ini menikam Indonesia dari belakang. Sikap itu adalah mengkhianati dalam hubungan baik diantara kedua negara. Rakyat Indonesia yang berdaulat mengecam keras klaim sepihak Republik Rakyat China atas Pulau Natuna sebagai bagian wilayahnya. Kembali kami tegaskan, bahwa hal ini bukanlah kali pertama tindakan sewenang-wenang China berusaha mencaplok wilayah kedaulatan Indonesia dalam kurun waktu lima tahun ini. Sekitar bulan Juni 2016 lalu, terjadi insiden Natuna antara kapal nelayan Republik Rakyat China dengan kapal perang Republik Indonesia KRI Imam Bonjol-383. Pemerintah China kemudian memprotes atas tertembaknya kapal ikan Han Tan Cou oleh TNI Angkatan Laut Indonesia. Mereka menyebutkan bahwa Natuna sebagai zona perikanan tradisional China. Perilaku pemerintah Republik Rakyat China tidak bisa terus kita diamkan. Karena akan menjadi preseden dan kebiasaan untuk terus mengklaim Natuna sebagai wilayahnya. Untuk itu, kami rakyat Indonesia menuntut pemerintahan Republik Rakyat China untuk segera mengkalrifikasi dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia dan seluruh rakyat unia atas pernyataan Juru Bicara Kementrian Luar Negeri China yang merepresentasikan pemerintahan RRC. Rakyat Indonesia menyampaikan hal ini untuk dijadikan informasi kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia, bahwa China terus berusaha mencaplok wilayah kedaulatan Indonesia. China berpegang pada dasar sepihak. Sehingga hal tersebut bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut Internasional UNCLOS 1982. Akibatnya dapat mengacaukan perdamain regional pasifik maupun perdamaian dunia. Atas keras kepala pemerintahan China yang berulang kali berusaha melakukan tindakan pencaplokan terhadap kedaulatan wilayah Indonesia, kami rakyat Indonesia menuntut tiga hal sebagai Komando rakyat kepada Presiden Joko Widodo sebagai Kepala Negara Republik Indonesia dan Menteri Pertahanan Republik Indonesia guna menegakkan Hak Azasi Bangsa. Kami mernyampaikan tiga tuntutan yang disebut dengan “TRIKORA”. Pertama, mendesak Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI segara Deklarasikan Perang kepada tetiap negara yang mencaplok wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Kedua, mendesak Menteri Pertahanan untuk melindungi seluruh wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Memerintahkan segenap jajaran TNI/Polri untuk melaksanakan perang, sebagaimana Amanat Konstitusi UUD 1945 Pertahanan Rakyat Semesta. *Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesian Club