NASIONAL
Serius Indonesia Belum Ada Virus Corona?
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Sampai hari ini pemerintah belum mengkonfirmasi satupun adanya kasus virus Corona di Indonesia. Zero cases. Artinya dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 270 juta jiwa (proyeksi 2020), tidak ada satu pun yang terkena penularan virus mematikan made in China itu. Dahsyat! Fenomena ini jelas patut disyukuri, kalau benar faktanya memang seperti itu. Alhamdulillah…. Sujud syukur kalau perlu……. Masalahnya fakta tersebut saat ini banyak dipertanyakan. Tak kurang lembaga kesehatan dunia WHO dan sejumlah ahli dengan reputasi dunia mempertanyakannya. Too good to be true. Terlalu bagus untuk dipercaya. "Kami khawatir karena Indonesia belum melaporkan satu kasus virus corona yang terkonfirmasi," kata kata perwakilan WHO untuk Indonesia, Dokter Navaratnasamy Paranietharan seperti dikutip portal CNN. Sejumlah media di Australia seperti The Sydney Morning Herald dan The Age menyebut Indonesia belum memiliki alat pendeteksi Corona. Spekulasi ketidakmampuan tim dan peralatan medis di Indonesia itu dipicu oleh pengakuan Matthew Hale seorang warga Australia yag tinggal di Bali. Dia khawatir telah terpapar virus Corona, namun dia mengkritik penanganan dan perawatan dan uji lab di sebuah rumah sakit di Bali. Keraguan bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu mendeteksi virus Corona sebelumnya juga dikemukakan oleh seorang peneliti dari Harvard University sebuah kampus prestisius di AS. "Indonesia melaporkan nol kasus, tapi mungkin sebenarnya sudah ada beberapa kasus yang tak terdeteksi," ujar ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health. Berdasarkan kalkulasinya, Indonesia bersama Thailand adalah negara yang paling potensial terpapar virus itu. Mengingat jarak dengan Wuhan yang sangat dekat dan banyaknya penerbangan ke wilayah ini. Negeri gajah putih itu sampai hari Senin (10/12) telah mengkonfirmasi adanya 32 kasus, dan Kemungkinan terus bertambah. Logikanya jumlahnya di Indonesia lebih banyak. Selain Thailand sejumlah negara yang ada di sekitar Indonesia seperti Filipina, Malaysia, Singapura, Laos, bahkan Australia sudah melaporkan adanya kasus warganya yang terpapar virus Corona. Di seluruh dunia sudah 25 negara yang mengkonfirmasi kasus serupa, termasuk 1 kasus di AS. Seorang wanita asal Chicago yang baru saja kembali dari Wuhan positif Corona. Apa orang Indonesia sakti dan kebal dari virus ini. Sebanyak 245 orang WNI yang baru pulang dari Wuhan dan sekarang di karantina di Natuna juga dinyatakan sehat. Singapura negara tetangga terdekat Indonesia bahkan sudah menyatakan status siaga orange. Satu tingkat di bawah level bahaya. Lha kok Indonesia masih tenang-tenang saja. Wajar bila dunia sangat khawatir dengan Indonesia. Dengan populasi terbesar keempat di dunia, dan dengan penanganan kesehatan yang tidak memadai, pandemi Corona bisa menjadi sebuah bencana besar. Bisa jauh lebih berbahaya Bukan hanya dunia sesungguhnya yang meragukan klaim pemerintah. Di dalam negeri keraguan semacam itu juga sangat nyata. Perbincangan di dunia nyata dan dunia maya banyak yang mempertanyakan. Di tengah masyarakat yang terbelah sangat dalam pasca pilpres, rumors, desas-desus, hoax dan bahkan provokasi banyak berseliweran. Para penentang pemerintah cenderung membesar-besarkan persoalan. Sebaliknya pemerintah dan para pendukungnya cenderung mengecil-gecilkan persoalan. Namun kali ini tampaknya soal ini tidak bisa diabaikan begitu saja. Intensnya hubungan kedua negara. Banyaknya turis Cina ke Indonesia (2.7 juta jiwa) dan jumlah pekerja Cina di Indonesia memunculkan kekhawatiran yang sangat tinggi. Fakta bahwa pemerintah sering menutup-nutupi fakta sebenarnya tentang pekerja Cina menimbulkan kekhawatiran yang sangat tinggi. Sebagai contoh sebelumnya pemerintah mengklaim pekerja Cina di Morowali, Sulawesi Tenggara hanya 3.000 orang. Namun ketika muncul virus Corona media berbasis Perancis France24 menyebut sekitar 43 ribu pekerja China di sebuah prabrik nikel di Morowali dikarantina, jadi heboh. Berita tersebut segera dibantah oleh Kemenaker dan menyebutnya sebagai disinformasi. Jumlah tersebut adalah total pekerja di pabrik nikel tersebut. Apa lacur, publik terlanjur lebih percaya berita tersebut. Apalagi bersumber media asing. Kredibilitas pemerintah saat ini di mata publik sangat rendah. Kasus buronnya kader PDIP Harun Masiku menjadi contoh nyata. Betapa informasi yang bersumber dari pejabat pemerintah sangat tidak bisa dipercaya. Perlu waktu beberapa hari bagi pemerintah untuk mengakui bahwa Harun Masiku sudah kembali ke Indonesia. Menkumham Yasona Laoly dan pimpinan KPK secara percaya diri bicara kepada publik bahwa Harun masih berada di luar negeri. Padahal Majalah Tempo memiliki bukti CCTV Harun sudah kembali ke Indonesia. Bayangkan untuk mendeteksi “makhluk” sebesar Harun Masiku saja petugas imigrasi kita mengalami “kesulitan,” atau sengaja pura-pura tidak melihat. Apalagi untuk mendeteksi virus Corona yang perlu peralatan khusus dan mahal. Harun Masiku jelas berbeda dengan virus Corona. Untuk menutupi kasus Harun hanya perlu menciptakan kebohongan baru, dan memecat sejumlah orang termasuk Dirjen Imigrasi sebagai tumbal. Menutupi kasus Corona —kalau benar seperti dikhawatirkan WHO dan para pakar— dampaknya sangat serius. Jangan sampai skandal besar dr Li Wenliang terulang di Indonesia. Dokter spesialis mata itu dibungkam oleh aparat keamanan Cina ketika menginformasikan kemungkinan adanya penyebaran virus mematikan Corona. Ketika kasus itu akhirnya meledak, semuanya sudah terlambat. Negara adidaya yang secara sombong digambarkan oleh Presiden Cina Xi Jinping sangat kuat. “Tak ada kekuatan yang bisa mengguncang Cina,” sesumbarnya. Akhirnya Cina harus tunduk dan luluh lantak oleh virus Corona. Penyakit yang kata ahli dari dari AS "hanya Tuhan yang bisa menghentikan." Kalau Indonesia, kira-kira apa ya yang akan disombongkan? end.
Obituari Gus Sholah (2): Keputusan Kontroversi Terima Pinangan Wiranto
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Bahwa KH Salahuddin Wahid yang akrab dipanggil Gus Sholah pernah menjadi Calon Wakil Presiden berpasangan dengan Calon Presiden Wiranto dari Partai Golkar adalah fakta politik. Itulah fakta politik pada gelaran Pilpres 2004. Fakta politik menujukkan bahwa Gus Sholah maju menjadi cawapres itu atas dukungan PKB, partai yang kelahirannya dibidani KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, kakak Gus Sholah sendiri. Itulah fakta politik diantara Dua Gus ini. Namun, ijtihad politik Gus Sholah tersebut seakan mengikis habis sisi kontroversial dirinya dengan Gus Dur, tapi justru masuk ke wilayah kontroversi yang lain. Pasalnya, Gus Sholah menerima pinangan capres partai Golkar Wiranto. Keputusan itu menjadi antiklimaks kariernya di Komnas HAM. Betapa tidak, Wakil Ketua II Komnas HAM ini harus berpasangan dengan orang yang dianggap bertanggungjawab atas sejumlah pelanggaran HAM di Indonesia. Sementara Komnas HAM yang digawangi Gus Sholah harus bergiat mengungkap kasus pelanggaran HAM dan beberapa kali bergesekan dengan Wiranto. Deklarasi pasangan Wiranto-Gus Sholah ini dilakukan di Gedung Bidakara, Jakarta, Selasa (11/05/2004) malam. Ini merupakan babak baru dari perjalanan karier politiknya. Namun, pasangan dengan latar belakang bertentangan itu harus kalah pada pertama. Namun, kekalahan di Pilpres 2004 tak membuat Gus Sholah patah arang. Itu ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam beragam kegiatan sosial keagamaan. Pada Februari 2006, KH. Yusuf Hasyim menelpon pria dengan nama kecil Salahuddin al-Ayyubi ini. Dalam hubungan telpon tersebut disampaikan niatnya mundur sebagai pengasuh Tebuireng yang dipegangnya selama 41 tahun. Selain itu, meminta Gus Sholah untuk menggantikannya. Pada 12 April 2006, Gus Sholah bertemu dengan pamannya yang akrab dipanggil Pak Ud itu dan keluarga besar Tebuireng serta para alumni senior. Pertemuan itu untuk mematangkan rencana pengunduran diri Pak Ud itu dan naiknya Gus Sholah sebagai pengasuh Tebuireng. Keesokan harinya, pergantian pengasuh diresmikan bersamaan dengan acara Tahlil Akbar Hadratus Syekh KH. Hasyim Asy’ari dan Temu Alumni Nasional Pondok Pesantren Tebuireng di halaman ponpes. Langkah pertama yang diambil Gus Sholah dalam memimpin Tebuireng, adalah melakukan ”diagnosa” atau mendeteksi ”penyakit” yang sedang menimpa Tebuireng. Sejak April hingga akhir 2007, Gus Sholah secara berkala mengadakan rapat bersama unit-unit yang ada di bawah naungan Yayasan Hasyim Asy’ari ini. Dia meminta laporan tentang kendala yang dihadapi, disamping meminta masukan dan kritik. Selain itu, Gus Sholah menurunkan ”mata-mata” yang turun langsung ke kamar para santri untuk mengkonfirmasi kinerja pengurus ponpes. Selama memimpin Tebuireng, Gus Sholah berupaya menggugah kesadaran para guru, pembina santri, dan karyawan Tebuireng untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kinerja berdasar keikhlasan dan kerjasama. Langkah kongkritnya mengadakan pelatihan terhadap para guru dengan mengundang konsultan pendidikan dari Konsorsium Pendidikan Islam (KPI), yang juga membantu para kepala sekolah untuk menyusun SOP (Standard Operating Procedure) bagi kegiatan belajar mengajar (KBM) ponpes. Mulai awal 2007, Ponpes Tebuireng menerapkan sistem full day school di semua unit pendidikan. Para pembina dibekali dengan latihan khusus, baik latihan kedisiplinan dan psikologi agar dapat menjalankan tugas dengan baik. Rencananya, seorang pustakawan akan didatangkan guna mengelola perpustakaan secara sistematis dan terarah. Pada saat yang sama, Madrasah Mu’allimin dan Ma’had Aly didirikan, serta kegiatan pengajian dilakukan secara klasikal melalui Madrasah Diniyah dan kelas Takhassus. Sejak awal kepemimpinannya, Gus Sholah berupaya memperbaiki sarana fisik secara bertahap. Klinik kesehatan dibangun di dekat kompleks SMA, masjid diperluas dan ditingkatkan mutunya dengan tetap mempertahankan bangunan lama, ruang makan diperbaiki, dan gedung-gedung tua direnovasi. Seluruh proses pembangunan fisik ini selesai pada 2014. Selain memimpim Tebuireng, aktivitas Gus Sholah di berbagai kegiatan sosial tetap padat. Dia menjadi anggota Forum Pemantauan Pemberantasan Korupsi (2004), Barisan Rakyat Sejahtera (Barasetra), Forum Indonesia Satu (FIS), Kajian Masalah Kepahlawanan yang dibentuk oleh IKPNI (Ikatan Keluarga Pahlawan Nasional Indonesia), dan lain-lain. Gelaran Pemilu Sebagai seorang wartawan, saya beberapa kali melakukan wawancara khusus terkait Pilpres 2014 dan Pilkada Jatim 2018. Dua kontestasi gelaran pemilu yang berbeda. Namun, cukup menarik untuk disinggung dalam tulisan ini. Ketika Pilpres 2014, seusai wawancara seputar Capres Joko Widodo dan Capres Prabowo Subianto, tiba-tiba Gus Sholah menyinggung perihal Mobil ESEMKA yang selalu digadang-gadang Jokowi sebagai karya “anak bangsa”. “Coba cek, saya dengar mobil itu bukan buatan Esemka. Ini sudah ramai di media,” katanya kala itu. Padahal, saat itu Gus Sholah disebut-sebut sebagai pendukung Jokowi. Namun, dia masih meminta saya untuk mencari tahu soal Esemka. Hasilnya, ternyata benar ucapan Gus Sholah tadi perihal “keaslian” Esemka. Pelajaran yang bisa kita petik dari sini, Gus Sholah ingin seorang pemimpin itu berkata jujur, ia tidak boleh berbohong. Dan, faktanya, silakan menilai sendiri! Saat Pilkada Jatim 2018, Gus Sholah menjadi “Ketua Tim 17 Ulama” yang bertugas mencari figur bacawagub yang layak dan tepat untuk dipasangkan dengan Khofifah Indar Parawansa sebagai bacagub yang diusung Partai Golkar bersama beberapa parpol lainnya. Kala itu, ada beberapa nama yang disodorkan sebagai bacawagub Khofifah, seperti Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak, Hasan Aminuddin (NasDem), Masfuk (PAN), Wakil Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, dan Saiful Rachman (Birokrat). Siapakah yang akan dipilih Tim 17 Ulama dan Khofifah nanti, kata Gus Sholah, bisa terlihat pada pertengahan November 2017. “Dalam dua minggu ke depan, tim akan melakukan surve atas nama-nama yang masuk,” ungkap Gus Sholah. Kamis malam, 19 Oktober 2017, Tim 17 Ulama sedang menggodok nama-nama bacawagub sebelum dipilih Khofifah. Setidaknya ada 8 nama yang masuk ke Tim 17 Ulama. Akhirnya, pilihan jatuh kepada Emil Elestianto Dardak. Padahal, sebelumnya, Emil disebut-sebut Gus Sholah supaya menyelesaikan dulu tugasnya sebagai Bupati Trenggalek. “Siapa yang mencalonkan Emil? Dia kan baru dua tahun menjabat Bupati Trenggalek, ya lebih baik selesaikan sajalah tugasnya sebagai bupati. Kecuali memang ada permintaan yang sangat mendesak dan elektabilitasnya tinggi,” tegasnya kala itu. Itulah politik! Bersama Khofifah, Emil pun akhirnya terpilih menjadi Gubernur dan Wagub Jatim. (Selesai) Penulis wartawan senior.
Kapal Selam Korsel (5): Kapal Selam DSME Belum Penuhi Aspek Sesuai Harapan TNI AL
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Saat Menteri Pertahanan masih dijabat Ryamizard Ryacudu, ia mengungkapkan kekecewaan TNI AL terhadap kualitas kapal selam terbaru TNI AL, KRI Nagapasa-403 yang merupakan jenis kapal selam Changbogo buatan DSME (Daewoo Ship Building & Marine Engineering) Korea Selatan. Masalah yang diungkapkan adalah soal kapal selam yang kurang bertenaga, akibat baterai yang kurang mampu memasok daya total yang dibutuhkan. Karena spek kapal selam CBG yang dibeli Indonesia masih belum memiliki sistem canggih seperti AIP (Air Independent Propulsion) yang bisa membantu pengisian baterai, akhirnya kemampuan arung bawah air kapal selam asal Korsel ini juga jadi terbatas. Kurangnya daya bisa menyebabkan ketidakstabilan pada berbagai perangkat elektronik yang tertanam di kapal selam yang dibeli untuk TNI AL itu, yang kemudian juga dapat berdampak pada keandalannya. Kemhan juga menerima sejumlah kisah kendala lainnya, tapi untuk saat ini masih dirahasiakan. Pemerintah telah melayangkan protes ke pihak Korsel. “Sudah kita proses kemarin tapi lambat karena kapalnya besar tapi baterainya kecil. Itu yang pertama tapi saya sudah langsung ke pabrik, saya sama KSAL. Jadi, sudah tidak ada masalah lagi, tapi yang kedua, ketiga terus,” kata Ryamizard di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/10/2017). Ryamizard mengatakan, ada dua kapal selam lagi yang masih dalam tahap produksi. Dua Kapal selam terakhir diproduksi PT PAL yang diawasi langsung oleh perusahaan asal Korsel, DSME. Bila hasil kapal selam tersebut baik, Ryamizard menyampaikan tak menutup kemungkinan untuk memesan kembali ke Korsel. “Lihat dulu kalau bagus tambah lagi, tidak mahal. Yang mahal beli teknologi dan mendidik orang yang mahal,” ucap Ryamizard kala itu. Ketika itu, Indonesia memesan tiga unit kapal selam bermesin diesel elektrik tipe 209/1400 kelas Chang Bogo ke Korsel dengan kesepakatan kerja sama transfer teknologi. Kapal selam pertama dan kedua dibangun di perusahaan pembuatan kapal Korsel, DSME. Melansir dari Kumparan.com, Jum’at (27/10/2017), kapal selam ketiga dibangun di galangan kapal dalam negeri PT PAL Indonesia, Surabaya bekerja sama dengan DSME Korsel. TNI AL mendukung penuh realisasi kegiatan untuk proses pencapaian kemandirian industri pertahanan terutama kapal selam. Pembangunan tiga kapal selam 209 DSME yang menyertakan TOT (Transfer of Technology) sebagai bagian integral dari pembangunan 3 kapal itu, dengan dilaksanakannya pembangunan 2 kapal selam di galangan DSME dan joint section kapal selam lainnya dengan menggunakan fasilitas infrastruktur yang dibangun di PT PAL. Dalam pasal 3 Undang undang RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang industri pertahanan, tertuang bahwa Penyelenggaraan Industri Pertahanan bertujuan: Mewujudkan Industri Pertahanan yang profesional, efektif, efisien, terintegrasi, dan inovatif; Mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan; dan Meningkatkan kemampuan memproduksi Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, jasa pemeliharaan yang akan digunakan dalam rangka membangun kekuatan pertahanan dan keamanan yang andal. Realisasi dari amanat UU tersebut telah berjalan dengan adanya pembangunan infrastruktur pembuatan Kapal Selam di PT. PAL. Saat ini PT. PAL sedang melaksanakan Joint Section kapal selam ke-3 dan akan melaksanakan overhaul KRI Cakra-401. Salah satu tahapan untuk menuju kemandirian industri pertahanan terutama kapal selam yang saat ini dilaksanakan oleh DSME kepada PT. PAL melalui Transfer of Technology. UU Nomor 20 Tahun 2005 tentang alih teknologi kekayaan intelektual serta hasil penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan telah dijelaskan soal TOT. TOT adalah pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi antar lembaga, badan atau orang, baik yang berada dalam lingkungan dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri ke dalam negeri atau sebaliknya. Untuk pencapaian alih teknologi ini diperlukan komitmen kuat dari kedua belah pihak baik pemberi maupun penerima dalam realisasinya di lapangan. Yang terjadi saat ini proses alih teknologi pada saat pembangunan 3 Kapal Selam 209 DSME adalah proses “Learning by Seeing”. Sedangkan untuk mencapai keberhasilan proses alih teknologi adalah adanya proses pembentukan Dynamic Learning (dinamika belajar) dengan cara belajar sambil bekerja (Learning by Doing), belajar sambil memakai (Learning by Using) dan belajar sambil saling berhubungan (Learning by Interacting). Terlebih dalam pembangunan Kapal Selam yang memerlukan tingkat safety yang tinggi, serta teknologi yang presisi. Di satu sisi TNI AL memerlukan jenis kapal selam yang memenuhi kriteria berkualitas dan handal. Sementara di sisi lain hal tersebut sulit diwujudkan dengan proses Transfer of Technology yang berlangsung saat ini, mau pun kualitas hasil produksi kapal selam 209 DSME yang belum memenuhi aspek yang diharapkan oleh TNI AL sebagai sebuah kapal selam. Tengok saja bagaimana kekuatan kapal selam di negara kawasan regional. Peta perimbangan negara-negara pengoperasi kapal selam di kawasan regional bisa digambarkan berikut: Australia. Memiliki enam unit kapal selam kelas Collins type 471 yang khusus dirancang oleh galangan Swedia Kockums untuk Angkatan Laut Australia. Empat unit diantaranya sudah di-upgrade dan selesai pada Maret 2003. Antara lain dengan penyempurnaan pada combat system. Collin class memlliki kapasitas persenjataan hingga 22 rudal jenis Harpoon dan torpedo 533 mm. Kapal selam ini memiliki kecepatan 20 kts (menyelam) dan mampu menyelam sampai kedalaman 300 m. Dalam program jangka panjang hingga tahun 2050, Australia telah menandatangani kontrak pembangunan 12 kapal selam baru yang akan dibangun oleh perusahaan Perancis Naval Group di Australia. Kapal selam baru tersebut diproyeksikan untuk menggantikan kapal selam kelas Collins yang sudah akan memasuki masa pensiun. Dari beberapa media menyatakan, kapal selam yang tipe shortfinbarracuda tersebut merupakan desain kapal selam yang berbasis kapal selam nuklir Perancis Barracuda. Selain itu, Australia juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti: Frigate Anzac Class yang dilengkapi heli AKS Kaman Sea Sprite dan pesawat Patmar P-3C Orion yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo MU-90 Eurotorp. RRC (Tiongkok). Memlliki puluhan jenis kapal selam dari kelas Golf, Romeo (Wuhan), Kilo, Song, Han, XIa, Shang, sampai kelas Jin. Dalam perkembangannya China telah berhasil mengekspor kapal selam type 053G Ming Class ke Bangladesh dan program terbaru adalah China sedang membangun kapal selam type S26T yang merupakan varian export dari 039A Yuan class untuk Royal Thailand Navy. Taiwan. Memiliki dua kelas kapal selam, yaitu kapal selam latih kelas Hai Shib (Tench atau GUPPY II), dan kelas Hai Lung (Zwaardvis). India. Memiliki kapal selam kelas Foxtrot, Shishumar (Type 209), Sindhughosh (Kilo), pada 2008 India memulai program pengadaan 6 kapal selam scorpene dalam bentuk TOT dengan keseluruhan kapal tersebut dibangun di Mazagon Shipyard India. Kapal pertama diluncurkan pada 2015 dan masuk dinasl Indian Navy pada tahun 2017. Untuk memperkuat armada kapal selamnya pada 2010, India telah membangun kapal selam modern (Nuclear Powered Ballistic Missile Submarine) yang diberi nama Arihant class. Namun untuk melatih kru kapal nuklir tersebut India menyewa satu kapal selam nuklir kelas Nerpa dari Rusia yang masih beroperasi sampai saat ini. Selain itu AL India juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Destroyer Delhi Class yang dilengkapi heli AKS Kamov 31 Helix dan pesawat Patmar llyushin 38 May yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo. Singapura. Memiliki kapal selam jenis kelas Challenger (refit eks-kelas Sjoormen Swedia), dan kelas Archer (aslinya dari kelas Vastergotland, dan akan di-refit menjadi kelas standar Sodermanland dari Swedia). Selain itu Singapura juga berencana membeli beberapa kapal selam Vastergotland Class buatan Swedia yang lebih modern, dilengkapi dengan flank array sonar dan AlP (Air Independent Propulsion). Pada tahun 2014 untuk menambah kekuatan armada kapal selamnya Singapura telah memulai program pengadaan dua kapal selam baru dengan galangan kapal Jerman TKMS (Thyssen Krupp Marine Systems), kapal selam yang dibangun adalah type 218SG berbasis type 214. Kedua kapal selam tersebut direncanakan akan diterima oleh Singaporean Navy pada 2021 dan 2022. Selain itu AL Singapura juga memiliki kapal permukaan dan pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Frigate Lafayette Class, APV Presistance Class dan pesawat Patmar Fokker 50 yang mampu membawa sonobuoy dan torpedo. Malaysia. Sebagai negara tetangga yang tak mau ketinggalan dalam persaingan kepemilikan kapal selam, Malaysia telah memiliki 1 (satu) kapal selam latih Agosta 70 Class dan 2 (dua) kapal selam Scorpene Class dari DCNS Perancis. Scorpene memiliki keunggulan teknologi yang sudah mutakhir, didukung oleh persenjataan yang memadai seperti rudal SM-38 Exocet (enam peluncur rudal), tabung torpedo untuk meluncurkan torpedo jenis “Black Shark” (Advanced Heavyweight Torpedo) jenis SUV Surface and Undenflrater Torpedo. Persenjataan dikendalikan dengan Advanced Combat System (ACS). ACS memungkinkan kendali persenjataan bekerja bersama dengan rangkaian perangkat sensor secara simultan, hal ini berpengaruh terhadap penanganan persenjataan lebih cepat, senyap dan fleksibel. Dengan sistem ini setiap tabung peluncur dapat meluncurkan rudal dengan aman dan senyap di kedalaman laut. Selain itu AL Malaysia juga memiliki kapal permukaan, heli maupun pesawat udara Anti Kapal Selam yang memperkuat jajaran Armadanya seperti Frigate Lekiu Class yang dilengkapi heli AKS Super Lynx dan Corvette Kedah Class. Jepang. Memiliki armada kapal selam kelas Ko-hyoteki (midget), KD1 sampal KD7, J1, J2, J3, C1, C2, C3, A1, A2, A modifikasi, B1 (seri 1-15), B2, B3, Sen Toku (aka 1-400), Kaichu, Kaisho, Sen Take' (aka 1-200), KRS, DI, D2, Sen Ho, Sen Ho She, dan LA. Untuk Pasukan Bela Diri Maritim memiliki kapal selam kelas Gato, Hayashio, Natshushio, Oshio, Uzushio, Yushio, Harushio, Asashio, Oyashio, dan kelas S. Dari kesemua kapal yang dioperasikan oleh Jepang, kapal selam kelas Soryu adalah kapal selam terbaik yang mereka operasikan. Kapal selam ini sempat menjadi pesaing DCNS Shortfin Barracuda saat pemilihan proyek kapal selam pengganti Collins oleh Royal Australian Navy. Korea Selatan. Memiliki kapal selam kelas Chang Bogo (Type 209) dan kelas Son Won-il class (Type 214). Saat ini Korsel sedang membangun kapal selam dengan berat 3000 ton yang diberi nama project Chang Bogo Three. Setelah berhasil mengirim satu kapal selam kelas DSME 1400 ke Indonesia, Korsel adalah Negara ke-lima sebagai Negara eksportir kapal selam. Pada awal 2017, Korsel telah mulai mendekati Philipina untuk menawarkan pengadaan kapal selam untuk Angkatan Laut Filipina. Korea Utara. Memiliki kapal selam kelas Romeo, Sang-0, dan Yugo (midget submarine). Walaupun secara kualitas kapal selam Korut di bawah negara-negara di kawasan, namun secara kuantitas Korut menduduki ranking 2 negara operator kapal selam karena sampai saat ini mereka masih mengoperasikan sebanyak 70 kapal selam. Pakistan. Memiliki Kapal selam kelas Hashmat (Agosta 70), Khalid (Agosta 90B class submarine), dan 3MG110 class (midget submarine). Vietnam. Angkatan Laut Vietnam telah mengakuisisi enam kapal selam kelas Kilo 636 dari Rusia. Kini Vietnam menduduki peringkat kedua militer terkuat Negara-negara ASEAN. Selain kapal selam kelas Kilo itu, Angkatan Laut Vietnam juga mengoperasikan beberapa kekuatan AKS berupa fregat kelas Gepard, kelas Molniya, kelas Petya, dan Korvet kelas Tarantul. Thailand. Angkatan Laut Thailand (RTN) terus berkembang dengan pengadaan alutsista untuk mendukung operasi dan kebutuhannya. Selain kapal induk kelas Chakri Narubet, saat ini Angkatan Laut Thailand sedang memesan satu kapal selam type S26T yang merupakan varian export dari 039A Yuan class. Melihat fakta dan data di atas, dengan semakin meningkatnya kekuatan serta kemampuan kapal selam negara di kawasan regional, maka perlu adanya perimbangan kekuatan (balance of power) untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan pertahanan kawasan. Kekuatan AL negara tetangga semakin maju dengan datangnya berbagai peralatan dan senjata yang lebih modern. Bagaimana dengan Indonesia? Pengadaan kapal selam untuk TNI AL harus mampu menjawab fenomena tersebut serta memberikan efek detterence, minimal seimbang dengan kekuatan negara-negara di kawasan. (Bersambung) ***
Risma Bukan Kodok
Oleh Dimas Huda Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang == Jakarta, FNN - Begitu penggalan puisi Chairil Anwar berjudul “Aku”. Sastrawan ini menyebut dirinya sebagai binatang jalang. Duh, sudah binatang, jalang pula. Sudah barang tentu, Chairil tidak sedang bermaksud menganggap kedua orang tuanya, ibu yang melahirkannya, sebagai binatang. Tidak. Lagi pula, rasanya tidak ada orang yang dengan senang hati disebut binatang. Toh begitu, tidak sedikit orang yang memberi nama anak-anak mereka dengan nama binatang. Sebut saja Gajah Mada, yang jadi Patih Majapahit itu. Ada Kasman Singodimedjo, Ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang menjadi cikal bakal dari DPR. Dan banyak lagi. Dalam khazanah bahasa Melayu, binatang digunakan sebagai perlambangan. Sebut saja, kuda tunggangan, katak dalam tempurung, anjing menyalak bukit, dan seterusnya. Sebagian adalah perumpamaan. Hanya saja dari nama-nama yang ngetop itu tak ada nama tokoh bernama “kodok”. Nah, boleh jadi inilah yang menjadikan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, nggak sudi disebut “kodok” oleh Zikria Dzatil dalam statusnya di Facebook. Risma menganggap olokan tersebut sama dengan merendahkan kedua orang tuanya. “Kalau saya kodok berarti orang tua saya kodok. Saya tidak ingin orang tua saya direndahkan," pekiknya, Rabu (5/2). Inilah salah satu dalih mengapa Risma menyeret Zikria ke penjara. Seperti yang sudah terjadi, polisi menangkap Zikria di kediamannya, di Perumahan Mutiara Bogor Blok E-6/24, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Kota Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat gara-gara ulah Risma. Zikria dijerat dengan menggunakan UU ITE, Ancaman hukuman paling lama 6 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 milyar. Risma adalah kader partai penguasa. Ia ingin mengatakan bahwa dirinya bukan “kodok”. Risma adalah banteng. Ohoi … Rasanya, Risma sedang baper alias bawa perasaan. Ia mencari-cari dalih untuk membenarkan tindakannya memidanakan rakyat kecil. Rakyat yang serba terbatas. Rakyat yang harusnya punya hak untuk mengkritik pejabat publik. Kader PDI Perjuangan, biasanya sangat bangga disebut “banteng”. Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, memekik: “Banteng …” tatkala memanggil kader PDIP dalam berbagai kesempatan kampanye. Pekikan itu biasanya disambut dengan sukacita peserta kampanye "Kemarin ini keren kan, ketika saya hanya bilang, setop banteng merumput,” ucap Megawati saat berpidato di pembukaan Kongres V PDI Perjuangan di Grand Inna Bali Beach Hotel, Sanur, Bali, 8 Agustus 2019. Pernyataan Mega itu terkait kabar pindahnya posko pemenangan Prabowo-Sandiaga ke Solo, Jawa Tengah, yang notabene adalah 'kandang banteng'. Dia memerintahkan para kader partai banteng moncong putih untuk berhenti 'merumput'. Kalimat seperti itu sudah biasa di kalangan PDIP. Risma juga kader “Banteng”. Kedua orang tua Risma tidak serta merta menjadi banteng pada saat ini. Pendukung Joko Widodo juga dengan senang hati disebut “cebong”. Begitu juga pendukung Prabowo. Rela disebut “kampret”. Mereka yang disebut cebong atau kampret ini bukan anak kodok maupun kelelawar. Jadi harusnya tidak ada masalah. Politik itu mestinya asyik-asyik saja. Pemimpin mestinya nggak baperan. Jangan dikit-dikit tersinggung. Meniru Jokowi, Prabowo Subianto, juga Anies Baswedan jauh lebih baik bagi Risma. Bisa dibayangkan berapa banyak rakyat kecil akan masuk bui jika ketiga pemimpin bangsa ini baperan. Ketiga pejabat ini nyaris saban hari dirisak di media sosial. Meme menghina yang ditujukan kepada mereka bertebaran. Nggak percaya? Googling saja. Jokowi santai. Prabowo berlagak pilon. Anies asyik dengan tugasnya. Semua asyik saja. Mereka sadar, itu adalah risiko menjadi pemimpin. Kualitas mereka sudah teruji. Keistimewaan Kodok Kembali ke kodok. Manusia adalah mahluk yang paling sempurna. Itu pasti. Namun kodok juga tidak buruk-buruk amat. Kodok merupakan salah satu hewan yang mendapatkan pembahasan khusus di dalam Islam. Binatang yang selalu riuh rendah suaranya kala musim hujan ini, merupakan binatang yang istimewa. Pada sebuah hadits sahih disebutkan Nabi Muhammad bersabda: “Berilah keamanan bagi kodok (jangan dibunuh), karena sesungguhnya suaranya yang kalian dengan adalah tasbih, taqdis, dan takbir. Sesungguhnya hewan-hewan meminta izin kepada Rabb-nya untuk memadamkan api dari Nabi Ibrahim, maka diizinkanlah bagi kodok. Kemudian api menimpanya maka Allah menggantikan untuknya panas api dengan air”. Kodok tak mungkin menjadi manusia. Begitu juga Risma. Biar dibilang kodok oleh seluruh rakyat Surabaya sampai Bogor sekalipun, tidaklah mungkin ia berubah menjadi kodok. Risma terlalu gemuk untuk menjadi kodok. Lagi pula, kalau jadi kodok, Risma tidak akan mungkin bisa menjadi walikota. Apalagi memenjarakan rakyat kecil. Risma jelas tidak peka bahasa. Ada yang bilang manusia adalah hewan yang berakal. Jika pikiran digunakan, manusia berbeda dengan binatang. Sikap Risma yang baperan itu tidak pantas ditunjukkan seorang pemimpin. Selain itu, Risma juga terlalu genit. Sering kali ia menunjukkan kelakuan aneh-aneh. Pada satu hari ia tampak sibuk mengatur lalu lintas. Pada hari lainnya, kedapatan menyapu jalan. Lalu, membersihkan gorong-gorong. Risma lupa, bahwa ia dipilih rakyat untuk menjadi walikota. Bukan tukang sapu jalan, apalagi mengatur lalu lintas. Semua itu ada petugasnya masing-masing. Risma diharapkan melahirkan karya besar menjadikan Surabaya tempat yang nyaman bagi warganya. Tak sedikit nitizen memuji Risma karena kelakuannya itu. Namun, lantaran kegenitannya itu, ada juga sejumlah warganet yang tak tahan untuk tidak berkomentar. Mereka memasang status yang berisi kritik. Ada yang mengoloknya sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW). Celakanya, kritik itu mendapat respon Risma secara negatif. Dia menyeret olokan itu sebagai penghinaan kepada TKW. Itu dianggap merendahkan martabat TKW. Lucu. Padahal bisa saja orang berpendapat sebaliknya: memuliakan TKW menjadi sederajat walikota? Lantaran sikap baper ini, Risma lupa bahwa dirinya adalah pejabat publik. Pejabat publik harus siap dipuji, tapi harus siap juga dihina. Risma memang tak sehebat Jokowi, Prabowo, maupun Anies. Tapi setidaknya Risma mestinya paham bahwa kritik dan hinaan adalah risiko pejabat publik. Rakyat boleh mengkritik pejabat tinggi berdasarkan pada azas kebebasan berpendapat yang diatur Undang-Undang. Mengkriminalisasi rakyat yang mengkritik jelas mengabaikan hak demokrasi warga negara. Risma telah merusak demokrasi. Padahal memaafkan itu membebaskan. Penulis wartawan senior.
Kapal Selam Korsel (4): Kajian Pemilihan Jenis Kapal Selam Diesel Elektrik
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Selain surat Franklin Tambunan ke Presiden Joko Widodo, fnn.co.id juga menerima copy hasil Kajian Pemilihan Jenis Kapal Selam Diesel Elektrik Dihadapkan Dengan Rencana Pembangunan Kekuatan TNI AL Dan Kemandirian Industri Pertahanan Nasional. Berikut catatan hasil kajian tersebut yang ditulis pada Maret 2018 oleh Satuan Kapal Selam Komando Armadaa RI Kawasan Timur. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang mempunyai 17.504 pulau, panjang garis pantai 81.000 km dengan luas perairan 5,8 juta km². Posisi Indonesia secara geografis juga sangat strategis karena terletak di antara dua samudera besar, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta dua benua, yakni Benua Asia dan Australia. Sehingga apabila ditinjau dari geostrategik, geopolitik maupun geoekonomi memiliki peran yang sangat penting bukan hanya bagi bangsa Indonesia, namun juga bagi negara-negara di kawasan Asia Pasifik bahkan dunia secara global. Hal ini tentunya membawa konsekuensi logis yang signifikan terhadap upaya pelaksanaan pengamanan NKRI secara berkesinambungan, sehingga berdampak positif terhadap stabilitas pembangunan nasional. Karena itu, Indonesia membutuhkan sarana dan prasarana untuk melaksanakan penegakan kedaulatan negara sekaligus menjaga keamanan di seluruh wilayah yurisdiksi nasional. TNI AL sesuai dengan peran, fungsi, dan tugasnya sebagaimana yang diamanatkan dalam UU, merupakan komponen utama sistem pertahanan negara di laut serta bertanggung jawab terhadap keamanan laut di seluruh wilayah yurisdiksi nasional. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan optimal, maka TNI AL membutuhkan alutsista yang memenuhi kebutuhan untuk memenuhi peran, fungsi maupun tugasnya, baik di permukaan, bawah air dan udara serta peralatan Marinir. Bukan saja dalam jumlah yang memadai, namun juga sesuai dengan operational requirement yang sesuai dengan konstelasi geografi Indonesia. Pelaksanaan tugas penegakan kedaulatan negara dan keamanan di laut sangat tergantung pada kehadiran unsur-unsur di laut. Eksistensi kapal selam yang sebagai salah satu sistem senjata strategis matra laut, disamping sebagai fungsi pengamanan teritorial laut dapat memberikan efek penggentar (deterrence effect) di kawasan. Mengingat semakin meningkatnya kemampuan kapal selam negara-negara di kawasan regional, maka perlu adanya perimbangan kekuatan (Balance of Power) untuk mewujudkan stabilitas keamanan dan pertahanan di kawasan dengan penambahan kapal selam baru bagi TNI AL yang sekaligus dapat memberikan dampak penangkalan (deterrence). Sehingga meningkatkan Bargaining Power dan berfungsi juga untuk memperkuat posisi diplomasi politik di kawasan. Keberadaan 12 Kapal Selam kelas Whiskey buatan Uni Soviet, menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani dan diperhitungkan pada medio 1960-an. Sebagai contoh kemenangan Indonesia merebut Irian Barat tanpa harus melalui pertempuran merupakan wujud nyata keberhasilan deterrent effect yang dimiliki Indonesia saat itu, sebagai salah satu negara dengan persenjataan militer yang kuat di belahan bumi selatan. Dalam rencana pembangunan kekuatannya terutama kapal selam, TNI AL memiliki kepentingan terhadap perkembangan industri pertahanan dalam negeri, sebagai wujud kemandirian dalam mendukung dan memenuhi kebutuhan Alat Utama dan Sistem Senjata (Alutsista) TNI. Sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, salah satunya bertujuan mewujudkan kemandirian pemenuhan Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan, tentunya diharapkan berjalan selaras dengan TNI AL yang membutuhkan Kapal Selam berkualitas, handal, mempunyai efek deterent yang tinggi. Minimal seimbang dengan kekuatan kapal selam yang dimiliki negara-negara di kawasan regional dan memberikan rasa aman serta level of confidence yang tinggi kepada para pengawak kapal selam tersebut. Untuk memenuhi kriteria jenis serta kemampuan kapal yang dibutuhkan TNI AL disesuaikan dengan kebutuhan, daya tempur serta kemampuan yang diinginkan, untuk itu maka disusun Operational Requirement, lalu dijabarkan ke dalam Technical Specification Requirement. Kedua produk itu digunakan sebagai pedoman/kriteria untuk memilih alut sista yang ditawarkan. Untuk itu kemandirian industri pertahanan melalui transfer of technology khususnya kapal selam diharapkan bisa berjalan seimbang dan beriringan dengan kebutuhan TNI AL terhadap Kapal Selam yang handal, berkualitas, dan memberikan efek psikologis berupa rasa aman dan percaya diri (confident) kepada para pengawaknya. Kajian ini berdasarkan Surat Kabaranahan Kemhan No: B/1302/II/2018/Baranahan tanggal 12 Februari 2018 tentang Konfirmasi Spektek Kapal Selam Diesel Elektrik Program PLN/KE TA. 2015-2019. Surat Menteri Keuangan Nomor: SR-579/MK.08/2017 tanggal 08 Desember 2017 tentang penetapan Sumber Pembiayaan untuk Kementerian Pertahanan tahun 2017. Surat Sekretaris Kabinet Nomor: B.56/Seskab/Polhukam/01/2017 tanggal 24 Januari 2017 tentang Rancangan Peraturan Presiden tentang Program pembangunan dan pemeliharaan kapal selam. Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memenuhi kebutuhan kapal selam dihadapkan dengan keberlangsungan industri pertahanan Nasional.Komitmen untuk membangun industri pertahanan strategis nasional menuju kemandirian Industri Pertahanan yang sesuai amanat UU Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. TNI AL berkomiten kuat untuk mendukung terwujudnya hal tersebut. Realisasi di lapangan telah terwujud dengan pembangunan kapal-kapal PKR 10514 dan KCR 60 di PT PAL, serta pembangunan 3 Kapal Selam tipe 209 di mana 2 unit dibangun di galangan kapal DSME serta joint section kapal selam ke-3 dilaksanakan di PT. PAL. Dalam memenuhi kriteria, jenis dan kemampuan kapal yang dibutuhkan TNI AL disesuaikan dengan kebutuhan, daya tempur, dan kemampuan yang diinginkan, untuk kemudian disusun Operational Requirementyang selanjutnya dijabarkan ke dalam Technical Specification Requirement. Kedua produk tersebut digunakan sebagai pedoman/kriteria untuk memilih alut sista yang ditawarkan. Dalam pelaksanaannya di lapangan, inkronisasi kebutuhan alat perlengkapan pertahanan dan keamanan antara user (TNI AL) dan industri pertahanan, masih terdapat kendala, antara lain: Kemampuan untuk memenuhi kriteria yang berdasarkan Opsreq dan Techreq yang diajukan, degradasi performance alutsista yang diharapkan, serta keberhasilan proses dan hasil alih teknologi (Transfer of Technology). Negara-negara di kawasan regional telah meningkatkan kemampuan Angkatan Laut-nya dengan membangun tidak hanya berbagai jenis kapal permukaan seperti corvette dan frigate modern, tetapi juga kapal selam dengan kuantitas dan kualitas yang cukup signifikan. Kekuatan yang ada saat ini dinilai belum mampu menghadapi ancaman potensial berupa kekuatan militer dari luar, maupun mengimbangi kekuatan angkatan laut negara tetangga. Invasi militer besar-besaran atau perang terbuka, memang sangat kecil kemungkinannya, akan tetapi low intensity conflict di perairan perbatasan dengan negara tetangga, berpeluang besar terjadi setiap saat. Dalam rangka menghadapi ancaman kekuatan laut asing yang mungkin timbul maka pilihan pengadaan kapal selam merupakan kebijakan yang paling efektif dan efisien karena seiring perkembangannya kapal selam menjadi menjadi suatu mesin perang yang dapat mengubah jalannya pertempuran laut. Disamping itu kapal selam memiliki persenjataan strategis yang diperlukan untuk melindungi kepentingan nasional di dan lewat laut, utamanya dalam rangka melaksanakan deterrence dan coercion. Perairan Indonesia memiliki data hidrografi sebagaimana lazimnya perairan tropis dan perairan kepulauan, dengan beragam bentuk dan jenis dasar laut, serta kedalaman laut yang bervariasi dari perairan dangkal hingga perairan yang dalam. Dengan kondisi perairan Indonesia yang bervariatif tersebut maka kapal selam yang dianggap cocok untuk beroperasi dl perairan Indonesia adalah kapal selam yang mampu beroperasi di laut dalam maupun laut dangkal (kawasan litoral), memiliki endurance dan daya jelajah yang cukup jauh dan lama, dan tentunya memiliki teknologi propulsi yang senyap serta memiliki persenjataan yang banyak dan bervariatif. Kapal selam yang dibutuhkan juga harus mempertimbangkan kemungkinan besar adanya keputusan politik seperti kemungkinan sanksi embargo dari negara produsen terhadap alut sista maupun peralatan atau persenjataan pendukungnya. (Bersambung) Penulis adalah wartawan senior
Niretika, Janji Jokowi dan Keluhan Sri Mulyani
By Dr. Ahmad Yani, SH. MH. Jakarta, FNN- Keluhan rakyat tentang janji yang tidak ditepati rezim Jokowi kini sudah dirasakan orang dekat sendiri. Keluhan itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dihadapkan forum internasional. Acara yang diadakan sebuah organisasi raksasa dunia, International Monery Fund (IMF). Sri Mulyani, menjadi Menteri Keuangan dua priode. Satu kali di eranya Susilo Bambang Yudhoyono. Yang kedua di zaman Jokowi sekarang. Pengalamannya menjadi bendahara negara tentu tak diragukan. Namun keluhannya juga tentu saja tidak bisa disepelekan. Sri Mulyani mengeluh tentang janji Jokowi yang menumpuk. Perutnya mules karena harus memutar otak untuk mencari cara supaya janji tersebut terlaksana. Misalnya, saat kampanye Pemilihan Presiden 2019 Jokowi berjanji akan menggaji penggangguran dengan biaya tinggi. Gaji untuk penggangguran itu mencapai 8 juta orang. Tentu saja mencengangkan. Orang waras seperti Sri Mulyani menanyakan bagaimana janji itu bisa terlaksana kepada Jokowi. Jokowi kata Sri, hanya menjawab “nanti dipikirkan, sekarang yang penting kampanye dulu”. Dari kalimat Jokowi yang dikutip dari Sri Mulyani tersebut, dapat diduga dari awal, kalau Jokowi tidak serius dengan janjinya. Jokowi tidak peduli apakah janji itu mampu dilakukan atau tidak. Yang pasti Jokowi mengetahui bahwa belum mengerti dan tidak mengetahui apa yang dijanjikannya itu. Akhirnya semua janji itu kini menumpuk dalam ingatan publik. Saking banyaknya janji Jokowi itu, kepala rakyat tidak mampu menampungnya dalam ingatan. TetapI jejak digital Jokowi yang dicatat oleh media tidak bisa terhapus. Janji itu sungguh banyak, namun realisasi masih mengawang-awang. Janji Tidak Ditepati Apa yang terjadi sepanjang satu periode kepemimpinan Jokowi (2014-2019), dan dilanjutkan dengan periode kedua (2019-2024). Kita hanya diberi janji-janji. Rakyat Indonesia sudah kenyang dengan janji-janji itu, hingga sampai memuntahkannya. Salah satu muntahan yang paling mewakili rakyat adalah kata-kata Sri Mulyani yang kita bahas di awal tulisan ini. Kita patut sedih karena hanya janji yang bisa kita nikmati dari periode pertama, sembari kita melihat kondisi negara yang semakin korup. Sedih melihat ekonomi yang terpuruk. Sedih melihat hukum yang dipermainkan. Sedih melihat kehidupan rakyat yang hanya dikasih makan janji. Ada rentetan ketidakmampuan yang memperlihatkan bahwa banyak problem yang terjadi dalam kepemimpinan Jokowi. Ada banyak janji yang diingkari. Ada banyak janji di publik yang terus terang diucapkan demi elektabilitas kampanye semata. Setelah menduduki kekuasaan untuk periode kedua, janji-janji 2014 itu kini benar-benar menjadi utopia belaka. Dulu tahun 2014 Jokowi berjanji, bahwa Pengangkatan Jaksa Agung tidak akan mengambil orang dari Partai Politik. Janji itu dingkari dimuka, pasca dilantik 2014. Selanjutnya tahun 2014 juga, Jokowi menjanjikan bahwa para menteri tidak boleh dijabat oleh Ketua Umum Partai. Juga diingkari. Rencana yang paling disambut meriah publik untuk membentuk kabinet ramping dan professional. Justru Jokowi membentuk kabinet dengan porsi yang gabuk. Bahkan sarat dengan politik balas budi serta bagi-bagi kekuasaan. Kabinet ramping, dan pemangkasan birokrasi hanya menjadi apologi semata. Pasca dilantik 2019, birokrasi justru semakin luas. Semua kementrian dibentuk wakil menterinya. Birokrasi kementrian semakin panjang dan besar. Pembentukan badan atau lembaga yang terus dilakukan. Saya menduga Ini adalah politik balas budi dengan cara yang paling “norak”. Kita juga patut bertanya, bagaimana dengan korban gempa yang dijanjikan dahulu. Misalnya, korban bencana alam seperti di Palu dan NTB? Ingatkah kita ketika gempa dan tsunami melanda beberapa daerah di Indonesia? Jokowi turun ke tempat bencana dengan menjanjikan pembangunan rumah bagi korban. Seperti korban gempa di NTB. Membangun rumah korban bencana belum selesai. Namun dalam kampanye 2019, muncul lagi janji untuk membangun rumah bagi milenial dan tukang cukur. Apakah rumah millenial dan tukang cukur sudah terbangun sekarang? Dari tahun 2014, janji Jokowi sudah menyebar dalam ratusan rupa. Dari mobil ESEMKA hingga ekonomi meroket. Buy back Indosat, hingga janji swasembada pangan. Esemka kini katanya sudah diproduksi, tetapi kita belum kenal pasti itu mobil dari mana dan mesinnya berasal dari mana? Swasembada pangan yang begitu heroik dibicarakan Jokowi setelah 2019, hanya menjadi janji saja. Ada ratusan juta ton beras impor membusuk akibat nafsu import yang tinggi. Beras busuk itu dibuang. Sementara kehidupan rakyat dan petani yang sedang getir menghadapi kelesuan ekonomi. Janji sepuluhg juta lapangan kerja yang dibicarakan lima tahun lalu sudah diisi oleh semua tenaga kerja Asing. Kalau dihitung semua dengan yang illegal, melebihi sepuluh juta itu orang. Begitu teganya hingga anak negeri mengemis cari kerja. Tetapi negara memberikan karpet merah kepada pekerja Asing. Semua demi investasi, meskipun negara harus digadaikan. Persoalan penggangguran yang dikeluhkan Sri Mulyani adalah janji kampanye 2019. Janji untuk menggaji pengangguran itu ternyata hanyalah sebuah jualan kampanye, dan basa basi saja. Tidak ada plan yang dibuat untuk menepati janji itu. Hanya ucapan pemanis kampanye saja. Sehingga ini masuk “karang-karang perkataan bohong” sebagaimana yang diatur dalam KUHP. Mungkin kalau dicatat semua janji Jokowi, maka tidak cukup risalah pendek ini untuk menjelaskan tumpukan janji-janjinya, sehingga Sri Mulyani pun merasa mules perutnya. Hukuman Untuk Pembohong Indonesia perlu belajar pada Amerika Serikat tentang pemimpin yang berbohong. Rabu 19 Desember 1999, DPR Amerika Serikat atau The House of Representatives meminta Presiden Bill Clinton melepas jabatannya, karena skandal seksnya dengan Monica Lewinsky, yang kemudian dikenal dengan “Skandal Lewinsky”. Clinton dimakzulkan karena dianggap berbohong dalam kasus perselingkuhan itu. Apa yang dilakukan Clinton adalah hal yang sangat pribadi. Tetapi karena ia pemimpin, maka berbohong dengan hal sepele itupun diminta untuk dipertanggungjawabkan oleh Parlemen Amerika. Berbeda dengan Bill Clinton, Jokowi tidak hanya berjanji, tetapi juga tidak menepati janji itu. Kasarnya ini pembohongan publik. Janji yang diucapkan Jokowi adalah menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara. Janji itu tidak ditepati. Hasilnya membuat kehidupan berbangsa dan bernegara bermasalah. Dalam hukum positif Indonesia, Pasal 378 KUHP yang menyatakan "barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan-karangan perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun." Pasal 378 KUHP itu dikaitkan dengan janji-janji Jokowi selama menjadi presiden sebagaimana yang diurai di atas, tentu patut diduga memenuhi unsur-unsur pasal tersebut. Apalagi kalau kita mengutip kata-kata Sri Mulyani yang menanyakan kesiapan Jokowi akan janji kampanyenya. Jawaban Jokowi yang secara enteng mengatakan “kampanye dulu, nanti dipikirkan”. Lebih celaka lagi, janji itu adalah janji yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Mengikat secara moral dan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka dalam pasal impeachment, hal tersebut termasuk dalam pelanggaran Berat. Pasal 7A UUD 1945 mengatur “Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, bila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun bila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.” Perbuatan tercela menyangkut hal yang bersifat norma, moral dan etika fungsional terbuka. Perkembangan terbaru teori etik telah masuk pada etik fungsional terbuka, dimana pejabat publik harus mempertanggungjawabkan secara etik sebagai yang dijelaskan oleh TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam point bab II angka 2 jelas mensyaratkan “pemerintahan yang terbuka, bertanggungjawab, jujur, melayani dan lain-lain. Siap mundur apabila dirinya telah melanggar kaidah atau sistem nilai ataupun dianggap tidak mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa dan negara” Dari rumusan TAP MPR itu, jelas bahwa tidak jujur, melanggar sistem nilai dan tidak mampu memenuhi amanah adalah merupakan perbuatan yang melanggar norma, kaidah dan nilai yang hidup dalam masyarakat. Karena sifat dan karakter seperti itu tidak mencirikan sifat dan karakter Pancasilais yang menjadi fundamen utama berbangsa dan bernegara. melihat antara janji dan realitas yang sesungguhnya sangat tidak sinkron. Banyak yang dijanjikan oleh Jokowi sebagaimana yang dituliskan ini yang tidak ada dalam realitas. Sehingga menjadi janji palsu yang jelas melanggar ketentuan norma dan kaidah berbangsa dan bernegara. Penulis adalah Praktisi Hukum dan Dosen Hukum, Sospol Univ. Muhammadiyah Jakarta
Kapal Selam Korsel (3): Jerman Siap Bantu “Transfer of Technology” Kapal Selam
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Perjanjian alih teknologi yang lebih dikenal dengan sebutan Transfer of Technology (TOT) dari Korea Selatan tidak mungkin bisa dilakukan. Karena, Korsel sendiri baru belajar untuk membuat kapal selam dari Jerman. Ketika pengadaan kontrak TOT dengan Korsel yang diagendakan Kemenhan, menurut Dipl. Ing. Dipl. Wirtsch. Ing. Franklin M Tambunan, ia ikut hadir dalam rapat yang diadakan di PT PAL pada 2012 itu. Persentase program yang dipaparkan oleh Korsel adalah program pendidikan yang Franklin dan timnya sampaikan pada 1994 di Jerman. Dalam rapat tersebut Franklin sangat tegas mengatakan kepada presenter dari Korsel bahwa Korsel meng-copy konsepnya, tapi tanpa bukti pengalaman mendidik. “Saya tegaskan untuk tidak membohongi dan membodohi bangsa Indonesia,” tegasnya. Menurut Franklin, Korsel belum pernah tahu dan berpengalaman bagaimana mendidik negara asing untuk membuat kapal selam. Ia dengan Jerman sepaham mengatakan bahwa 10-15 tahun ke depan bangsa Indonesia tidak akan mampu mandiri membuat kapal selam sendiri. Fakta yang terjadi di lapangan mengatakan bahwa sudah sejumlah anak bangsa Indonesia dikirim ke Korsel ke galangan kapal Daewoo. ”Mereka pulang dengan tangan kosong tanpa pendidikan yang diharapkan,” ungkap Franklin. “Fakta ini disampaikan oleh beberapa anak bangsa yang berbicara kepada saya,” lanjutnya. Setidaknya ada dua latar belakangnya mengapa anak-anak bangsa Indonesia ini tidak bisa mendapatkan pendidikan yang diharapkan. Pertama, Korsel itu baru memiliki teknologi pembuatan kapal selam yang berbobot 1400 ton. Artinya, Korsel tidak akan mentransfer sesuatu yang baru kepada siapapun dalam hal ini ke Indonesia. Karena di pasaran pembuatan kapal selam ke depan ini Indonesia dengan sendirinya menjadi negara pesaing/kompetitor Korsel ke depan. Kedua, Korsel bukan negara pendidik pembuatan kapal selam karena Korsel masih murid dari negara Jerman dalam pembuatan kapal selam. Sehingga, pendidikan tersebut tidak akan pernah ditransfer ke bangsa Indonesia. “Pendidikan TOT dalam konteks lainnya adalah On The Job Training (OJT-Training). Belajar sambil bekerja. Hal ini bangsa Indonesia tidak akan pernah menerima pendidikan tersebut,” ungkap Franklin. Menurutnya, pada 13 Januari 2020 malam, Franklin ditelepon oleh perusahaan Jerman pembuat kapal selam tipe 214 dan berunding tentang rencana pembuatan kapal selam di Indonesia. “Jerman memastikan berulang kali kepada saya bahwa Jerman akan memberikan pendidikan TOT bilamana negara Indonesia membeli kapal selam dari Jerman,” tegas Franklin. Karena itulah, ia meminta Pembuatan/Pengadaaan kapal selam dengan Korsel harus segera dihentikan. Pembohongan rakyat Indonesia dengan memberikan kapal selam yang bertipe prototype, yang tidak teruji dan tidak layak pakai sangat membahayakan bangsa Indonesia. “Kapal selam buatan Korsel bila dioperasikan maka keberadaan crew sangat terancam,” ujar Franklin. Jadi, pengadaan kapal selam yang tidak layak pakai ini didanai oleh bangsa Indonesia untuk mengembangkan teknologi Korsel. Sedangkan pengembangan teknologi kapal selam untuk Indonesia tidak mendapat dukungan penuh karena dana yang tidak tersedia. “Ini adalah pemborosan uang bangsa dan rakyat Indonesia serta pembohongan bangsa yang harus segera dihentikan,” tegas Franklin dalam suratnya kepada Presiden Joko Widodo yang entah sudah sampai ke tangan Jokowi atau belum. Ia menyarankan, kelanjutan dari perencanaan ke depan tentang pengadaan dan pemeliharaan kapal selam untuk negara Indonesia hendaknya dikerjasamakan dengan negara yang bisa dan mampu memberikan kapal selam terbaik. “Dan juga mampu memberikan pendidikan TOT yang bisa memampukan bangsa kita dalam waktu yang jelas dan terencana. Saya secara pribadi menyarankan ke Jerman yang membuat 2 kapal selam untuk Indonesia: Cakra dan Nanggala,” papar Franklin. Selama ini Indonesia sudah memiliki 2 kapal selam buatan negara Jerman oleh HDW di Kiel yaitu Cakra dan Nanggala. Dalam perbincangan dan pengalamannya dengan Jerman setiap pertemuan di Jakarta atau di Jerman, mereka siap membantu,” lanjutnya. Jerman siap membantu dalam dua tipe yaitu tipe 209 yang masih menggunakan tenaga Diesel dan tipe 214 tenaga Hybrid. Negara Jerman sudah terbukti berpengalaman dengan kelayakan kapal selam buatan mereka dengan standard internasional. Pendidikan TOT yang berkelas untuk tipe 209 tenaga Diesel akan diberikan oleh Jerman 100 persen. TOT untuk tipe 214 dengan tenaga Hybrid, juga bersedia dengan TOT yang dalam hal ini kondisinya harus didiskusikan mana dan apa yang akan ditransferkan. “TKSM siap berdialog dan membantu Indonesia,” tulis Franklin dalam suratnya tertanggal Jakarta, 13 Januari 2020. Spare parts dan after sales dengan pasti Jerman akan menyediakannya dengan jangka kurang lebih 25 tahun ke depan sesuai aturan yang berlaku di Jerman. Melihat ke depan, Indonesia akan memiliki 5 buah kapal selam: 2 kapal selam buatan Jerman dan 3 kapal selam buatan Korsel. Sesuai dengan jadwal maintenance, repair dan overhaul (MRO) yakni berjadwal tiap tahun maintenance, 2-3 tahun checks for repair dan overhaul. Sarannya adalah agar juga bangsa Indonesia dididik untuk memaintain, repair dan overhaul kapal selam ini ke depan nanti. Pekerjaan MRO ini tidak boleh diabaikan begitu saja untuk menghindari kapal selam ini kembali di bawa ke negara pembuatnya. Selanjutnya jika bangsa Indonesia mampu MRO, maka kita juga bisa ikut bersaing di market internasional karena ada lebih dari 160 kapal selam tipe 209 buatan Jerman digunakan oleh beberapa negara yang bisa kita tawarkan jasa MRO tersebut. “Saran penutup tulisan saya, NKRI merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia yang mempunyai 17.504 pulau, panjang garis pantai 81.000 km dengan luas perairan 5,8 juta km2,” kata Franklin. Kapal selam tipe 209 adalah teknologi yang sudah tua walau masih baik dan canggih. Tapi, berdasarkan dengan luasnya perairan NKRI sudah membutuhkan kapal selam yang mampu menyelam lebih lama dari tipe 209. Kapal selam tipe 214 dengan tenaga Hybrid adalah kapal selam yang mampu, dilengkapi dengan sistem pendorongan Fuel Cell (Air Independent Propulsion/AIP) dan sewaco yang lengkap (Cilyndrical Array Sonar, Passive Ranging Sonar, Flank Array Sonar, Cilyndrical Transducer Array, Towed Array Sonar, Intercept Array Sonar, Radar, ESM dan Optronic). Waktu/endurance menyelam hingga 80 hari menggunakan teknologi Hybrid atau lebih sedangkan tipe 209 menggunakan Diesel hanya mampu hingga 45 hari saja. Kemampuan bateri kapal selam sangat menentukan pada saat operasional menyelam. Ia menyarankan kapal selam tipe 214 sistem AIP sebagai penerus dan pengganti generasi kapal selam tipe 209 dalam pengadaan berikutnya. Pada saat kunjungan Menhan Prabowo Subianto ke UNHAN menyampaikan keinginannya untuk memiliki kapal selam tipe 214 ini. “Demikian penyampaian kerisauan dan pemahaman serta saran pribadi saya kepada bapak Presiden dan berharap menghentikan kerja sama dengan Korsel dan mengadakan hubungan kerja sama pembuatan kapal selam ke negara Jerman ke depan nanti,” lanjutnya. “Dan, saya bersedia membantu bapak dan bangsa Indonesia dalam merealisasikan rencana-rencana ke depan yang berkaitan khususnya dengan kapal selam, tapi juga dengan hal-hal yang dibutuhkan dalam bidang pertahanan,” kata Franklin. (Bersambung) Penulis wartawan senior.
Kapal Selam Korsel (2): Franklin Paham Kemampuan Galangan Kapal Daewoo
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Setelah penandatangan kontrak untuk kapal selam lagi, permasalahan pun muncul. Apakah pengadaan, pembelian, dan pelaksanaan Transfer of Technology (TOT) yang disebut sudah sesuai dengan keinginan dan kebutuhan negara Indonesia terwujud? “Apakah ketiga kapal selam buatan Korea Selatan ini memenuhi standard dan teknis yang teruji dan layak pakai?” tanya Dipl. Ing. Dipl. Wirtsch. Ing. Franklin M Tambunan dalam suratnya kepada Presiden Joko Widodo yang ditulis pada 13 Januari 2020 itu. Di galangan kapal Howaldtswerke Deutsche Werft (HDW) di Kiel, Jerman, Franklin pernah bekerja sebagai Direktur Pendidikan Pembuatan Kapal Selam. Salah satu negara yang dididik Fanklin adalah Korsel. “Saya paham dengan kemampuan dan kesanggupan dari Galangan Kapal Daewoo,” ungkap Franklin. Sebelum penandatanganan kontrak pengadaan kapal selam dengan Korsel pada 2012, secara pribadi Franklin menyampaikan dalam pertemuan di Mabesal dengan KSAL saat itu bersama dalam pertemuan-pertemuan lainnya dalam bidang terkait. Franklin meminta Kontrak Kerja Sama dengan Korsel ini harus dibatalkan karena Korsel itu bukanlah negara pembuat kapal selam dan hanya sebatas Perakit/Assambler. Korsel belum pernah menciptakan satu kapal selam yang sudah teruji dan layak. Tapi, himbauan tersebut diabaikan dan Kontrak pengadaan tersebut ditanda tangani oleh pemerintah Indonesia. Artinya, “Kita telah mengorder kapal selam dari negara yang belum pernah menciptakan kapal selam sendiri,” tulisnya. Dengan keputusan tersebut, pada saat yang sama Franklin ditunjuk oleh KSAL Laksamana Suparno untuk menjadi tim pengawas dalam pembuatan Kapal Selam di Indonesia. Dalam rapat-rapat pertama di Kemenhan dan Kementerian terkait serta di PT PAL, Franklin dengan tegas mengatakan, Indonesia membutuhkan kapal prototype buatan Korsel terdahulu sebagai contoh sebelum kita tanda tangani kontrak pembeliannya. Maka mulai saat itu juga ia tidak lagi diundang ke rapat-rapat selanjutnya hingga hari ini. Hal ini termasuk juga di KKIP. Ada rencana memberikan posisi kedudukan sebagai counter part-nya Korsel. “Orang Korsel tersebut adalah mantan murid saya, sehingga dianggap bermasalah dan tidak menyamankan dalam kerja sama, itu alasan tidak jadi penempatan tersebut,” lanjut Franklin. Korea Selatan menyerahkan 3 kapal selam prototype atau kapal selam percobaan tidak teruji, tidak distandardisasi dan lisensi internasional dalam segala bentuk hal teknis. Menurut Franklin, Uji Kelayakan dari semua sistem yang ada di dalam kapal selam belum disertifikasikan. Sebelum penanda tanganan kontrak pada 2012 seharusnya tuntutan bangsa kita adalah agar Korsel mempresentasikan kapal contoh dengan segala test uji coba serta sertifikasi-sertifikasi nasional dan internasional dari kapal selam tersebut. “Korsel harusnya menunjukkan satu contoh kapal selam sejenis yang kita mau beli sebagai kapal selam prototype yang sudah teruji kelayakannya,” tegas Franklin. Juga, fakta-fakta mengatakan sesuai kesaksian dari User/TNI AL di Surabaya bahwa mereka menerima produk kapal selam yang sangat tidak layak pakai, baik secara teknis dan mereka ragu menggunakannya. Sebab, belum ada data-data akurat menunjukkan kelayakannya. Kapal selam ini memiliki masalah dalam hal kesenyapan dengan Radiated Noise Level yang rendah. Maksudnya, tingkat kesenyapan ini dibutuhkan agar tak bisa didengar atau dijangkau oleh lawan saat operasi. Selanjutnya juga tidak memiliki tingkat kemampuan penghindaran deteksi (silent-stealthy). Ketiga kapal selam ini sangat perlu dipertanyakan apakah memiliki senjata tempur yang teruji sesuai spesifikasi dan kebutuhan TNI AL. “Saat penerimaan kapal selam pertama saya ketahui bahwa Korsel belum mendapatkan alat senjata yang bisa diimplementasikan di dalam kapal selam yang pertama tersebut,” ungkap Franklin. Pengalaman bekerja di perusahaan pembuatan kapal selam di Kiel, Jerman perlu disampaikan dengan tegas bahwa untuk mempublikasikan satu produk kapal selam yang baru diciptakan membutuhkan kurang lebih tujuh (7) tahun proses segala tes uji kelayakannya. “Sesudah teruji dan disertifikasi barulah dipublikasikan. Ketiga kapal baru tersebut belum pernah melalui uji tes sejenis, sehingga diragukan kelayakannya,” tegas Franklin. Menurutnya, kedua kapal selam buatan Korsel itu adalah kapal yang sangat berbahaya bagi penggunanya/user. Berbahaya karena jika terjadi kecelakaan maut akibatnya. Bahaya dalam mempertahankan kedaulatan NKRI jika kecelakaan, kerugian negara bukan hanya secara finansial tapi juga kehilangan awak (pasukan TNI AL) yang berkualitas dan berpengalaman tinggi. “Korsel mengembangkan teknologi kapal selam mereka dengan menggunakan uang rakyat Indonesia,” ungkap Franklin. Perjanjian antara Jerman dan Korsel pada 1994 dituangkan dalam kontrak bahwa kapal selam tipe 209/1200 izin lisensi pembuatannya hanya boleh diproduksi untuk kepentingan nasional Korsel saja. Tidak ada untuk izin ekspor. Untuk menghindari pelanggaran kontrak antara Jerman dan Korsel maka Korsel menawarkan tipe 209/1400. Masalahnya tipe 209/1400 belum pernah ada saat mereka tawarkan kontrak pembelian tersebut. “Ketiga kapal selam yang kita sudah terima di Surabaya waktu itu adalah kapal prototype, kapal percobaan Korsel yang belum teruji kelayakannya,” tegas Franklin. “Dengan penanda tanganan kontrak tersebut maka kita membantu Korsel mengembangkan teknologi kapal selam mereka dengan uang negara Republik Indonesia,” lanjutnya. Korsel telah berhasil membohongi bangsa Indonesia. Bateri kapal selam adalah listrik penggerak kapal selam saat operasi menyelam. Bateri yang digunakan di kedua kapal selam yang baru dari Korsel itu menggunakan bateri buatan Korsel sendiri. Perlu dicatat, kata Franklin, bateri buatan Korsel tidak berfungsi sesuai dengan kebutuhan kapal selam tersebut. Bateri itu dibutuhkan untuk memberikan energi listrik kepada semua peralatan didalam kapal selam saat operasional. “Menurut pengalaman pribadi dan juga dari pengalaman pengguna/user AL bahwa bateri buatan Korsel tidak berfungsi maksimal,” tutur Franklin. Hal ini membahayakan kondisi kapal saat beroperasional dan bisa mematikan pengguna kapal selam (awak TNI AL). Perlu dipahami bahwa sekitar 65% isi peralatan teknis dalam kapal selam tersebut adalah produk-produk berasal dari Jerman. “Ini berarti bahwa ketergantungan Korsel ke negara Jerman masih sangat besar,” tambahnya. Peraturan pemerintahan Jerman adalah setiap peralatan senjata baik peralatan-peralatan senjata baik spare parts-nya harus memiliki izin ekspor dari pemerintahan Jerman dengan negara pengguna peralatan tersebut. Dalam pengadaan kapal selam dengan Korsel, Indonesia tidak mengadakan perjanjian-perjanjian apapun dengan pemerintahan Jerman tentang pengadaan kapal selam tersebut. Masalah dan bahaya ke depan ini untuk Indonesia, bila terjadi sesuatu hal dan membutuhkan peralatan teknis, spare parts dari negara Jerman, bisakah Indonesia mendapatkan peralatan itu karena izin ekspor dari awal kontrak pengadaan Indonesia tak miliki ijin tersebut. Tapi ke Korsel. Artinya Indonesia akan selalu tergantung Korsel terhadap peralatan-peralatan buatan Jerman. Mungkin saja suatu saat tertentu Indonesia diembargo Jerman atas permintaan peralatan-peralatan tersebut karena tidak adanya perjanjian-perjanjian disebut di atas. “Hal ini sudah pernah saya bicarakan langsung dengan galangan kapal HDW yang memiliki lisensi dengan Korsel. Mereka membenarkan apa yang saya tuliskan di atas ini,” katanya. (Bersambung). Penulis wartawan senior.
Kapal Selam Korsel (1): Surat Konsultan Kapal Selam untuk Presiden Jokowi
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat ini sedang mengevaluasi proyek pertahanan yang bersifat strategis nasional, yaitu produksi pesawat tempur IFX dan kapal selam yang bekerjasama dengan Korea Selatan. Untuk pesawat tempur kerjasama KFX/IFX saat ini masih tahap Engineering Manufacture Development (EMD) karena pihak Indonesia saat ini terkendala belum bayar uang urunan. Sedangkan untuk kapal selam, Indonesia sudah mendapatkan 2 kapal selam kelas Chang Bogo yang dibuat di Korsel dan 1 kapal selam yang sedang menjalani uji pelayaran yang dibuat oleh PT PAL Surabaya. Kini, Indonesia memesan 3 lagi kapal selam jenis yang sama. Namun, pesanan yang kedua ini menurut beberapa media luar negeri dibatalkan karena ada beberapa masalah mendasar. Namun pihak Kemenhan belum mengakui hal tersebut. Dalam evaluasi Kemenhan kemarin, seperti dikutip dari Kompas.com, dari 3 unit kapal selam batch pertama sudah sampai di Indonesia, dua kapal selam sudah diserahkan kepada TNI AL, yaitu KRI Nagapasa 403 dan KRI Ardadedali 404. Sedangkan untuk KRI Alugoro 405 masih menjalani uji intensif oleh PT PAL-DSME selaku principal kapal selam ini Menurut Ketua Pelaksana Harian Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Sumardjono, dulu waktu kapal pertama diserahterimakan di Korsel memang ada 12 masalah di kapal selam tersebut. ‘ “Lalu kita datangkan ahlinya langsung dari Korea, akhirnya berkurang masalahnya hingga saat ini tinggal 5 kendala. Kapal selam kedua sudah jauh lebih baik penyelesaiannya,” kata Sumardjono. Apa yang diungkapkan oleh Sumardjono itu tampaknya sesuai dengan pemberitaan media Prancis Latribune yang memberitakan Pemerintah Indonesia kecewa dengan performa kapal selam buatan Korsel tersebut, sehingga mencari alternatif pemasok kapal selam lain seperti U214 Turki/Jerman dan Scorpene Prancis. Adalah Dipl. Ing. Dipl. Wirtsch. Ing. Franklin M Tambunan, Konsultan Kapal Selam yang sangat mengetahui bagaimana kualitas kapal selam produksi Korsel tersebut. Karena itulah Franklin menyurati Presiden Joko Widodo. Dalam surat yang ditulisnya di Jakarta pada 13 Januari 2020 lalu itu Franklin yang lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, mengenalkan dirinya sebagai Direktur dari PT. Taimex Konsultan Internasional di Bidang Konsultan Perkapalan. Khususnya kapal selam dan international business development and trader di Jerman yang saat ini kembali di Indonesia. “Sebelum menjadi konsultan saya bekerja di galangan kapal HDW, Kiel, Jerman di berbagai posisi dan pernah juga menjadi Direktur Pendidikan Pembuatan Kapal Selam untuk negara-negara asing di luar Jerman,” ungkapnya. Franklin menulis kepada Menhan karena kerisauannya terhadap pengadaan dan pembelian kapal selam dari Korsel serta rencana kelanjutannya yang menurutnya, tidak akan membantu pertahanan dan kemandirian industri pertahanan nasional ke depan ini. Korsel atau galangan kapal Daewoo mulai dari berdirinya industri pembuatan kapal selamnya secara pribadi Franklin turut serta mengonsepkan pembuatan kontrak kerja sama itu serta timnya yang memberikan pendidikan kepada tenaga ahli Daewoo pada 1994 di Jerman. Oleh karena itu ia meminta menyampaikan pikiran dan tanggapannya terhadap kedua kapal selam yang sudah kita terima dari Korsel di Surabaya dan juga pengadaan joint section pada kapal ketiga serta rencana-rencana pengadaan kerja sama dengan Korsel ke depan ini. Pembelian kapal selam dari negara Korsel dan rencana program NKRI untuk mendapatkan pendidikan Transfer of Technology (TOT) dimaksudkan agar mampu mandiri memproduksi kapal selam ke depan nanti. Melihat dari sejarah kepemilikan dan pengoperasian kapal selam oleh TNI AL (dulu ALRI-Angkatan Laut Republik Indonesia) yang dimulai sejak September 1959 hingga 2019 menunjukkan, Indonesia telah berjaya menggunakan kapal selama 60 tahun di perairan NKRI mempertahankan kedaulatan RI. Demikian juga sejarah pemeliharaan, repair, dan overhaul semua kapal selam yang dimiliki oleh TNI AL senantiasa dibawa dari Indonesia ke negara pembuatnya. Hal ini disebabkan oleh ketidak mampuan galangan kapal Indonesia seperti PT PAL hingga saat ini. Keinginan memiliki teknologi produksi atau reparasi-overhaul kapal selam sudah muncul pada tahun19 80-an saat Cakra dan Nanggala diproduksi di Jerman. Wacana-wacana tersebut pada akhirnya direalisasikan dengan keputusan pengadaan dan pembelian kapal selam pada 2012 dari Korsel serta rencana memperoleh pendidikan TOT kapal selam dari DSME, Korsel. “Pada 2019 TNI AL telah memperoleh 3 kapal selam dari Korsel dengan berharap mendapat kemampuan untuk memproduksi kapal selam sendiri di Indonesia,” ungkap Franklin ketika bertamu ke Redaksi fnn.co.id di Jakarta. “Membangun industri pertahanan strategis nasional menuju kemandirian Industri Pertahanan merupakan amanat Undang Undang RI Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan,” lanjut Franklin mengutip UU 16/2012 itu. Menurut Franklin, ahli kapal selam Korsel adalah muridnya Franklin. Korsel selama ini tidak pernah punya pabrik kapal selam. “Saat presentasi di Indonesia, Korsel tidak bisa tunjukkan prototipe. Yang ditunjukkan cuma gambar,” katanya. Bahan baku dibeli dari Jerman, dimodifikasi di Korsel lalu dirakit di Indonesia. Sebanyak 206 tenaga Indonesia dikirim ke Korsel untuk belajar membuat kapal selam, di mana yang mengajar adalah anak muridnya Franklin. Mereka belajar 1 minggu hingga 2,5 tahun, tergantung spek apa yang dipelajari. Padahal, hal ini sudah diingatkan Franklin pada 2012 saat pertama kali MoU dengan Korsel dibuat. Hari ini semua yang dikhawatirkan Franklin, terjadi. “Dua kapal selam yang kemarin dikirim ke PAL Surabaya harganya Rp 13,9 trilin. Itu pun Korsel masih minta tambahan lagi,” ujar Franklin yang cerita ini sambil menangis, “betapa parahnya bangsa Indonesia dibodohi Korsel,” lanjutnya. Kedua kapal selam itu dibuat di Korsel dan dalam bentuk utuh disetel di PAL. “Yang ketiga disambung di sini. Section 1-7 disambung di PAL lalu dilas,” kata Franklin. Korsel butuh dana lagi untuk perbaikan. “Sekarang ada 160 masalah kapal yang perlu dana lagi. Kenapa Indonesia mau menerima barang belum jadi? Ini projek nasional. TNI AL adalah user,” tegas Franklin. Mantan Menhan Ryamizard Ryacudu sebelum Pilpres 2019 lalu teken kontrak buat kapal selam lagi 2 kapal (batch 2). Prabowo minta dibatalkan. Ia minta supaya gunakan teknologi terbaru dari Jerman yang sudah teruji pembuat kapal selam. Prabowo tidak mau kapal yang hanya menyelam dalam kedalaman 10 m. “Maunya AIP (air independent propulsion) yang hanya Jerman yang punya. Artinya Prabowo sudah mencium gelagat ini! (*Bersambung*) Penulis adalah wartawan senior Franklin M Tambunan
Banteng Terserempet, Kemenkumham dan KPK Jadi Korban?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Bagaikan bola salju yang bergulir semakin membesar dan cepat lajunya, kasus OTT Wahyu Setiawan dan buronnya Harun Masiku merembet ke mana-mana. Bahkan, kini telah “makan korban” di internal Kementerian Hukum dan HAM. Menkum HAM Yasonna H. Laoly mencopot Direktur Sistem dan Teknologi Keimigrasian Alif Suaidi berkaitan dengan polemik buron KPK Harun Masiku. Alif dicopot bersamaan dengan pencopotan Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie. “Saya sudah memfungsionalkan Dirjen Imigrasi dan Direktur Sistik, Direktur Sistem (Teknologi) Informasi Keimigrasian,” kata Yasonna di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (28/1/2020). Pencopotan dua pejabat di internal Kemenkum HAM itu merupakan buntut kekeliruan data informasi mengenai kembalinya Harun Masiku ke Indonesia. Harun adalah tersangka KPK dalam kasus suap terkait PAW anggota DPR dari PDIP. Yasonna menyebut untuk sementara posisi Ronny akan digantikan Irjen Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting. Jhoni akan merangkap tugas sebagai Pelaksana harian (Plh) Dirjen Imigrasi. “Irjen. Ya per hari ini. Tadi pagi. Hari ini. Siang. Tadi siang sesudah jam 12,” ujar Yasonna, seperti dilansir Detik.com, Selasa (28 Januari 2020 17:08 WIB). Ronny dilantik oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada medio Agustus 2015. Menurut Yasonna, pencopotan itu terkait dengan upaya tim independen atau Tim Pencari Fakta (TPF) mencari tahu mengapa imigrasi bisa kecolongan data perlintasan Harun Masiku. “Artinya difungsionalkan supaya nanti tim independen bisa bekerja dengan baik,” katanya. “Karena saya mau betul-betul terbuka dan tim nanti bisa melacak mengapa terjadi delay,” ujar Yasonna. Dikatakan, pencopotan Ronny itu juga agar tim independen bisa mengecek mengapa data perlintasan Harun Masiku bisa tersimpan di komputer bandara terminal 2. “Kalau di Terminal 3 kan beres, makanya ndak ada masalah di terminal 3. Kalau di terminal 2 ini ada delay, ada memang perubahan simkim satu ke simkim dua,” katanya. Ada pelatihan staf sehingga pada pelatihan itu data dummy masuk ke pusat, tidak dibuat akses ke pusat. “Tetap karena ada sesuatu, selesai itu kenapa tidak dibuka kembali access tersebut. Itu jadi persoalan,” sambung Yasonna. Beberapa hari ini, Ditjen Imigrasi sedang menjadi sorotan dalam kasus yang menyeret caleg PDIP, Harun Masiku yang masih buron dalam perkara suap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Imigrasi sempat menyebut Harun mASIKU berada di Singapura saat KPK menggelar rangkaian OTT yang menyeret Wahyu Setiawan. Sementara, Tempo menemukan fakta bahwa Harun sudah pulang ke Indonesia ketika KPK menggelar OTT tersebut pada 8 Januari 2020. Istri Harun pun membenarkan bahwa sang suami sudah pulang. Belakangan, Imigrasi pun mengakui Harun sudah pulang. Mereka beralasan ada kesalahan sistem sehingga terlambat mengetahui kepulangan Harun. Koran Tempo membongkar data penerbangan dan kedatangan Harun di Bandara Soekarno-Hatta. Ia terbang menggunakan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 832 dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Bandara Changi, Singapura, pada 6 Januari lalu. Sehari kemudian, Harun kembali dari Singapura menumpang pesawat Batik Air dengan nomor penerbangan ID 7156. Pesawat dengan nomor registrasi PK-LAW ini terbang pada pukul 16.35 waktu setempat dari Gate A16 Bandara Changi. Hasil penelusuran Tempo diperkuat oleh rekaman kamera CCTV Bandara Soekarno-Hatta serta pengakuan Hildawati Jamrin, istri Harun. Tampaknya inilah yang membuat gundah-gulana Menkum HAM yang juga pejabat DPP PDIP itu. Dari sini kemudian terkuak adanya faksi-faksi di dalam internal DPP PDIP. Ini yang akhirnya juga menyerempet pada akan dipasangnya segel KPK di Kantor DPP PDIP dan akhirnya gagal terlaksana bersamaan dengan OTT tersebut. Pada Selasa (28/1/2020), bersamaan dengan pemecatan terhadap Ronny F. Sompie itu, dua Komisioner KPU, termasuk Ketua KPU Arief Budiman juga menjadi terperiksa di KPK. Ini adalah untuk kali kedua KPK memeriksa Komisioner KPU. Pada hari yang sama pula, di depan Komisi III DPR RI, Ketua KPK Firly Bahuri berencana menghentikan beberapa kasus yang masih dalam tataran penyelidikan. Ada dugaan semua rentetan peristiwa ini diakibatkan terserempetnya “banteng” dalam pusaran kasus rasuah di Indonesia. Terutama berkaitan dengan kasus Harun Masiku. Wajar saja kalau ada anggapan demikian. Terpentalnya Ronny Sompie diduga karena yang bersangkutan membenarkan hasil tulisan Koran Tempo ihwal keberadaan Harun Masiku pada saat sebelum hingga terjadinya OTT. Sementara, Firly Bahuri sendiri diduga pernah bertemu dengan Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekkjen PDIP Hasto Kristiyanto jauh sebelum berlangsungnya rekrutmen Komisioner KPK beberapa waktu silam. Dan pihak KPU, merupakan pihak yang bisa mengeksekusi PAW Harun Masiku jika dapat diloloskan sesuai dengan “skenario”. Di sinilah independensi KPK “diuji”, membiarkan para pihak lolos dari jeratan hukum atau memprosesnya. Ketua YLBHI Asfinawati, menilai bahwa pengaburan informasi tentang keberadaan Harun Masiku menjadi indikasi perintangan penyidikan kasus dugaan suap Wahyu Setiawan. Asfi mendesak KPK mengusutnya juga. “Dalam semua kejahatan politik atau serius, enggak cuma perencanaan, tapi selalu ada penghilangan jejak dan upaya menghindari hukum,” kata Asfi.Termasuk minta keterangan pihak PTIK yang diduga tahu kalau Harun dan Hasto yang saat OTT "berlindung" di PTIK. Menurut Asfi, penyidik KPK perlu memeriksa Yasonna dan para pejabat Imigrasi untuk membuktikan dugaan mereka sengaja berbohong untuk mengacaukan penyidikan perkara korupsi. Termasuk Kabag Humas Imigrasi untuk ditelisik. Bagaimana dengan nasib Hasto Kristiyanto? Kabarnya, Mega sangat marah besar begitu tahu siapa sosok yang selama ini telah merusak citra PDIP. “Saya yakin 999 persen, Hasto tidak akan dilindungi PDIP. Sebab, Ibu kini sudah tahu,” ujar seorang teman. Harun Masiku Nama lengkapnya Harun Masiku, SH. Lahir di Jakarta pada 21 Maret 1971. Meski lahir di Jakarta, Harun menyelesaikan pendidikan SD hingga SMA di Watapone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Kemudian Harun Masiku melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar (1989-1994). Kemudian, melanjutkan sekolah di University of Warwick United Kingdom Jurusan Hukum Ekonomi Internasional, Inggris. Dalam kariernya, Harun Masiku pernah meraih British Chevening Award pada 1998 dan menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar Indonesia United Kingdom West Midland pada 1998-1999. Sepulangnya dari Inggris, ia bekerja sebagai pengacara di sejumlah kantor hukum dan pernah juga menjadi Staf Ahli Anggota Komisi III DPR pada 2011. Karier politiknya mulai ditempuh saat menjadi Anggota Partai Demokrat. Pada 2009 Harun Masiku menjadi Tim Sukses Pemenangan Pemilu dan Pilpres 2009 Partai Demokrat Sulawesi Tengah untuk memenangkan paslon Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Ia juga pernah menjadi caleg Demokrat . Setelah gagal di Demokrat, pada Pileg 2019 Harun Masiku pindah ke PDIP. Setelah Nazaruddin Kemas meninggal dunia, terjadi kekosongan kursi PDIP di DPR sehingga harus ada penggantinya sesuai dengan ketentuan PAW anggota DPR. Rapat Pleno KPU pun memutuskan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang wafat. Tapi, PDIP tetap mengusung Harun Masiku untuk duduk sebagai anggota DPR, meski melanggar UU Pemilu. Dengan latar belakang ini, logis bila muncul satu pertanyaan kunci: Mengapa PDIP begitu ngotot untuk menempatkan Harun Masiku ini sebagai Anggota DPR? Jika PDIP mau, mengingat profil Harun Masiku, bisa menjadikan dirinya calon anggota DPR “nomor jadi” saat Pileg 2019 lalu. Tak perlu repot kasak-kusuk ke KPU untuk menggolkan dia lewat PAW segala. Perlu dicatat: alamat domisili yang dia cantumkan di formulir pencalegan ternyata bukan alamat dia dan warga kompleks antam bilang dia bukan warga di situ. Bagaimana bisa PDIP sampai tiga kali bersurat ke KPU agar Harun dilantik, sementara alamat domisilinya fiktif? Ada apa? Mengapa PDIP ngotot agar Harun Masiku yang jadi PAW alm Nazarudin Kiemas, adik alm Taufik Kiemas, mantan Ketua MPR suami Mega dan ayah Ketua DPR Puan Maharani? Penulis wartawan senior.