NASIONAL
Krisis Organisasi TNI di Eranya Hadi
By Surya Fermana Jakarta, FNN - Tatkala Jokowi mengganti Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI pada Bulan Desember 2017 dia berharap agar terjadi regenerasi di tubuh TNI. Langkah menuju ke sana ditempuh dengan mengangkat personil yang belum terakomodir. Targetnya, untuk menghindari Bottle Necking. Namun dua tahun berlalu, hingga Desember 2019, problem The Bottle Necking kian akut saja. Bahkan terkesan mengancam soliditas dan efektivitas organisasi TNI. Senin dua hari lalu, saya baca tulisan saudara Selamat Ginting seorang jurnalis senior Republika di Republika Online (06/12/2019). Judulnya adalah “Dominasi 86 dan Langkah Cegah Nepotisme Militer”. Berangkat dari tulisan tersebut, sekarang terlihat organisasi TNI seperti semakin carut-marut dan tidak efektif. Slamet Ginting menyebut nama-nama angkatan 1986 yang kini mendominasi dan meraih bintang empat dan bintang tiga. Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) yang semula ditujukan untuk mengakomodir lebih banyak Jenderal di TNI malah menjadi jalan buntu. Bahkan cenderung mengarah ke pemborosan anggaran. Letjen TNI Ganif Warsito (angkatan 86) yang semula menjabat Asisten Operasi (Asops) Panglima TNI dipromosikan jadi Pangkogabwilhan III. Ganif digantikan oleh Mayjen TNI Tiovan Aritonang (angkatan 86) yang semula menjadi Asops Kasad dan Pangdam Merdeka, Sulawesi Utara. Sampai sekarang Pangkogabwilhan belum ada kantor atau Markas Komando. Pekerjaan yang jelas mengenai konsep kordinasi operasi antar angkatan (interoperabilitas) di TNI. Ini jelas berlawanan dengan konsep Jokowi yang menghendaki penyederhanaan organisasi dan eselon. Dulu Jenderal LB Moerdani pernah menciutkan organisasi sejenis seperti Panglima Komando Wilayah Pertahanan (Pangkowilhan). Tujuannya untuk efektivitas dan profesionalitas TNI. Beliau menghapus Pangkowilhan. Kemudian melikuidasi Kodam dan menciutkan Koppasus. Untuk apa gemuk tapi tidak sehat. Biaya rutin yang boros akibat organisasi besar yang miskin fungsi. Lebih baik biaya digunakan untuk latihan dan operasi. Sebab secara intelijen strategis, Indonesia tidak akan mengalami perang antar negara. Lebih baik penguatan profesionalitas pada tiap-tiap angkatan. Targetnya, untuk menjalankan tugas dan fungsinya yang sudah jelas tanpa harus tumpang tindih dipaksakan dengan jargon sinergitas. Baru hari ini saya mendapatkan kabar bahwa Asops Panglima TNI sudah diisi oleh Mayjen TNI Tiopan Aritonang, sebelumnya menjabat Pangdam Merdeka. Sedangkan Pangdam Merdeka diisi oleh Mayjen TNI Santos Mantondang. Sebelumnya Pangdam Merdeka dibiarkan lama lama kosong. Posisi Kodam Merdeka sangat penting strategis, karena menghadap Laut Cina Selatan dan Mindanau. Tempat dimana kelompok ISIS beroperasi. Keliatannya posisi Asops di kalangan Mabes TNI dan AD sangat penting dan strategis, sehingga pengisiannya belum bisa lepas dari perkolegaan dan perkoncoan. Saya menduga wacana pengangkatan Wakil Panglima TNI adalah upaya melanggengkan kekuasaan satu letting, sehingga seluruh matra dan pucuk tertinggi TNI hanya diisi oleh satu angkatan yang sama. TNI AD memiliki jumlah personel dan pengaruh yang besar. Terlihat KASAD Andika Perkasa mau dilemahkan fungsinya, dengan bahasa penghalusan diangkat menjadi Wakil Panglima TNI. Kita bisa melihat ketika Menteri BUMN Eric Tohir mengganti para Deputi Kementerian BUMN menjadi Wakil Dirut di BUMN. Jelas maksudnya adalah dibuang bukan promosi. Kemacetan organisasi TNI tidak boleh dibiarkan berlama-lama, karena akan merugikan bangsa dan negara di tengah krisis ekonomi politik global yang semakin menguat belakangan ini. Isu konflik kepentingan dalam pengadaan Alutsista di tubuh TNI juga perlu diperhatikan. Karena bisa melemahkan pertahanan dan kekuatan bangsa, khususnya di sistem pertahahan udara nasional. Pengadaan Ground Control Intercept (GCI) dan pengadaan pesawat tempur canggih harus diaudit secara selektif dan prudent. TNI selama reformasi ini menjadi profesional dan terpercaya. Dampaknya, TNI sangat dipercaya oleh masyarakat luas. Kepercayaan yang tinggi tersebut, harus bisa tetap dipertahankan. Jangan sampai kepercayaan ini berantakan, hanya disebabkan oleh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) letting 1986. Untuk itu diperlukan sikap tegas dari Presiden Jokowi sebagai Panglima Tertinggi untuk membenahi masalah ini. Penulis adalah Pengamat Militer
Dominasi 1986 dan Langkah Cegah Nepotisme Militer
Oleh Selamat Ginting Jakarta, FNN - Dominasi abituren Akademi TNI 1986 menjadi ciri pola kepemimpinan Marsekal Hadi Tjahjanto. Mengapa muncul kekhawatiran pola tersebut akan menjadi nepotisme dalam tubuh militer? Berawal dari Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/1055/IX/2019, tertanggal 24 September 2019. Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melakukan mutasi dan promosi jabatan Perwira Tinggi (Pati) TNI. Dalam keputusan tersebut, Panglima TNI menunjuk tiga Pati untuk memimpin Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan). Jabatan untuk Pati bintang tiga (letnan jenderal/letjen, laksamana madya/laksdya, marsekal madya/marsdya). Ketiga Pati tersebut adalah Laksda Yudo Margono, Marsda Fadjar Prasetyo, dan Mayjen Ganip Warsito. Masing-masing sebagai Panglima Kogabwilhan I, II, dan III. Ketiganya mendapatkan promosi bintang tiga. Yudo maupun Fadjar, sama-sama lulusan 1988. Yudo lulusan AAL 1988-A (pola pendidikan empat tahun: masuk 1984, keluar 1988). Sedangkan Fadjar lulusan AAU 1988-B (pola pendidikan tiga tahun: masuk 1985, keluar 1988). Mereka mendapatkan promosi bintang tiga pertama kali bagi Abituren (lulusan sekolah militer) Akademi TNI 1988. Di luar dugaan, untuk Pati dari Angkatan Darat. Ternyata bukan lulusan 1988 maupun 1987, melainkan 1966. Ya, Ganip lebih senior, lulusan Akmil 1986. Satu angkatan kelulusan dengan Panglima TNI Marsekal Hadi, AAU 1986. Ganip sebelumnya sebagai asisten operasi (asops) panglima TNI. Dengan promosi jabatan itu, ia harus menanggalkan jabatan Asops panglima TNI. Dalam keputusan dengan nomor yang sama. Jabatan Asops Panglima TNI diserahkakan kepada Mayjen Tiopan Aritonang. Tiopan juga sama-sama lulusan Akmil 1986. Ada pun jabatan Tiopan sebelumnya adalah Panglima Kodam Merdeka di Manado, Sulawesi Utara. Namun dalam surat keputusan panglima TNI tersebut, belum ada pengganti jabatan panglima Kodam Merdeka. Kini, hampir tiga bulan jabatan Asops Panglima TNI dan Pangdam Merdeka dibiarkan mengambang. Tiopan belum menyerahkan tongkat komando kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Andika Perkasa. Mengapa? Karena belum ada penggantinya. Apakah wilayah Kodam Merdeka, yang terdiri dari tiga provinsi: Sulawesi Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah, tidak begitu penting untuk diisi oleh seorang Panglima Kodam? Padahal, Kodam Merdeka wilayahnya antara lain berbatasan dengan negara tetangga, Filipina. Jika tidak penting, untuk apa dibentuk Kodam Merdeka yang merupakan pemekaran dari Kodam Hasanuddin? Kodam Hasanuddin sebelumnya bernama Kodam Wirabuana. Apakah jabatan Asops Panglima TNI juga bisa dikosongkan untuk waktu yang cukup panjang? Bagaimana pengendalian operasi pasukan TNI? Saat Panglima TNI Hadi Tjahjanto mendampingi Presiden Jokowi mengunjungi Papua pada 28-29 Oktober 2019 lalu, Ganip Warsito masih dalam posisi sebagai Asops Panglima TNI. Kasus tersebut memperlihatkan bagaimana lemahnya perencanaan penempatan personel oleh pimpinan TNI. Sekaligus mengabaikan rantai komando organisasi pada level panglima komando utama strategis. Dari kasus ini patut diduga ada ketidak harmonisan antara pimpinan Mabes TNI dengan Mabesad. Ada deadlock dalam mutasi dan promosi perwira tinggi TNI. Patut diduga ada gesekan yang keras dalam siding dewan jabatan dan kepangkatan tinggi, antara pimpinan Mabes TNI dengan Mabesad. Sampai kapan mau dibiarkan seperti ini? Kasus ini bukan cuma merugikan organisasi TNI saja. Tetapi juga merugikan rakyat sebagai pemilik sah negeri ini. Rakyat yang membiayai TNI untuk mengawal kedaulatan negeri. Akademi 1986 Masih hangat mutasi sebelumnya, juga untuk abituren Akmil 1986. Antara lain, Sesmenko Polhukam diberikan kepada Tri Soewandono, melalui keputusan panglima TNI pada pertengahan September 2019 lalu. Artinya Tri Soewandono berhak mendapatkan kenaikan pangkat menjadi letjen. Ia menggantikan Letjen Agus Surya Bakti yang pensiun September 2019 lalu. Sebenarnya ada bintang tiga aktif yang belum mendapatkan jabatan. Dia adalah Letjen Dodik Wijanarko, Akmil 1985. Bekas Komandan Puspom TNI itu, kini diparkir untuk waktu yang cukup lama. Hanya sebagai staf khusus panglima TNI, sejak Maret 2018. Ini yang disebut jenderal bintang tiga, tetapi ‘mengganggur’, hampir dua tahun, lantaran tidak diberikan jabatan. Sebelumnya pula ketika dibentuk Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI pada Juni 2019. Lagi-lagi posisi itu diberikan kepada abituren Akmil 1986, Mayjen Rochadi. Rochadi resmi menjadi Komandan Koopssus TNI pada Juli 2019 lalu. Sebelumnya, lulusan terbaik Akmil 1986, Letjen (Purn) Hinsa Siburian, juga menduduki posisi strategis setingkat menteri, yakni Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Hinsa merupakan lulusan Akmil 1986 pertama yang meraih pangkat letjen. Kini ada enam letjen aktif lulusan Akmil 1986. Mereka adalah Letjen Tatang Sulaiman (Wakil KSAD), Letjen Joni Supriyanto (kasum TNI), Letjen Besar Harto Karyawan (pangkostrad), Letjen Ganip Warsito (pangkogabwilhan III TNI), dan Letjen Tri Soewandono (sesmenko polhukam). Total ada tujuh orang yang berhasil menjadi Letjen. Untuk jabatan strategis, seperti panglima Kodam, abituren Akmil 1986 dan 1987 sama-sama menduduki empat jabatan pangdam. Abituren 1985 masih menyisakan satu pangdam (Kodam Hasanuddin). Abituren Akmil 1989 diwakili satu orang (kodam Jayakarta). Sedangkan abituren 1988 tujuh orang, terdiri dari 1988-A tiga orang dan 1988-B dua orang. Sementara panglima divisi infanteri (Divif) Kostrad untuk abituren 1988 dan 1989. Panglima Divif 1 Kostrad, Mayjen Agus Rohman (Akmil 1988-A). Panglima Divif 2 Kostrad, Mayjen Tri Yunianto (Akmil 1989). Panglima Divif 3 Kostrad, Mayjen Ahmad Marzuki (Akmil 1989). Di luar 1986 Bagaimana dengan lulusan Akademi di luar 1986? Abituren Akmil 1985 hanya empat orang yang menjadi letjen. Mereka adalah; Letjen (Purn) Edy Rahmayadi (mantan Pangkostrad, kini Gubernur Sumatra Utara), Letjen Doni Monardo Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen Tri Legiono Suko (Rektor Unhan), dan Letjen Dodik Wiajanarko (nonjob/staf khusus panglima TNI). Kemudian Akmil 1987, ada Jenderal Andika Perkasa yang menjadi KSAD. Ada pula Letjen M. Herindra (Irjen TNI), dan Letjen AM Putranto (Komandan Kodiklatad). Terbaru, berdasarkan surat keputusan panglima TNI, Nomor Kep/1351/XI/2019, tertanggal 26 November 2019. Mayjen Ida Bagus Purwalaksana dipromosikan dari Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemhan menjadi Irjen Kemhan. Dengan promosi itu, maka dalam waktu dekat IB Purwalaksana akan mendapatkan promosi kenaikan pangkat menjadi letjen. Purwalaksana merupakan anak dari mendiang Letjen (Purn) IB Sujana, mantan Kasum ABRI dan Sekjen Dephankam. Juga pernah menjadi menteri pertambangan dan energi era Presiden Soeharto. Dengan kenaikan pangkat IB Purwalaksana, maka ada empat orang Abituren Akmil 1987 yang berhasil menjadi bintang tiga ke atas. Sedangkan Abituren Akmil 1988-A maupun 1988-B, belum ada yang berhasil menjadi bintang tiga. TNI AL Seimbang Berbeda dengan Angkatan Laut, ada Laksdya lulusan AAL 1988-A, yakni Laksdya Yudo Margono (Pangkogabwilhan I TNI). Sedangkan Angkatan Udara, ada Marsdya lulusan AAU 1988-B, yakni Marsdya Fadjar Prasetyo (Pangkogabwilhan II TNI). Di Angkatan Laut, relatif seimbang pembagian jabatan bintang tiga. Abituren AAL 1984 Laksdya Achmad Djamaludin (Sekjen Wantannas). AAL 1985, Laksamana Siwi Sukma Adji (KSAL), Laksdya Agus Setiadji (Sekjen Kementerian Pertahanan). AAL 1986 Laksdya Mintoro Yulianto (wakil KSAL). AAL 1987, Laksdya Aan Kurnia (Danjen Akademi TNI). Serta 1988-A, Laksdya Yudo Margono (Pangkogabwilhan I TNI). AAL 1988-B, belum ada yang meraih bintang tiga. Untuk jabatan strategis seperti Panglima Armada diberikan kepada tiga Abituren berbeda. Panglima Armada 1, Laksda Muhammad Ali (AAL 1989). Panglima Armada II, Laksda Heru Kusmanto (AAL 1988-B). Panglima Armada III, Laksda I Nyoman Gede Ariawan (AAL 1986). TNI AU 1986 Dominasi lulusan 1986, begitu terlihat di Angkatan Udara. Ada empat Marsekal yang berhasil menempati posisi bintang tiga ke atas. Mereka adalah Marsekal Hadi Tjahjanto (Panglima TNI), Marsekal Yuyu Sutisna (KSAU), Marsdya Wieko Syofyan (Wagub Lemhannas), dan Marsdya Fahru Zaini Isnanto (Wakil KSAU). Abituren AAU 1984, masih tersisa Marsdya Bagus Puruhito (Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BNPP). Sebelumnya disebut Basarnas). AAU 1985 diwakili Marsdya Dedy Permadi (Komandan Sesko TNI). Namun, tidak ada satu pun dari lulusan AAU 1987 yang menempati jabatan bintang tiga. Setelah itu lulusan AAU 1988-B, yakni Marsdya Fadjar Prasetyo (Pangkogabwilhan II TNI). Sedangkan jabatan Pangkotama dibagi tuntuk tiga Abituren berbeda. Panglima Koopsau 1, Marsda M Khairil Lubis (AAU 1990). Panglima Koopsau 2, Marsda Donny Ermawan Taufanto (AAU 1988-A). Panglima Koopsau 3, Marsda Andyawan Martono (AAU 1989). Polisi malah jauh meninggalkan TNI. Kepala Polri Janderal Idham Aziz, lulusan Akpol 1988-A. Wakil Kepala BSSN Komjen Dharma Pongrekun, juga lulusan Akpol 1988-A. Bahkan Kabaharkam Polri yang akan menjadi Ketua KPK, Komjen Firli Bahuri, lulusan Akpol 1990. Cegah Nepotisme Kuatnya dominasi Marsekal Hadi dalam penempatan personel jabatan pati TNI diharapkan tidak menimbulkan nepotisme dalam tubuh militer. Kata nepotisme berasal dari bahasa Latin, nepos. Secara istilah berarti mendahulukan anggota keluarga atau kawan dalam memberikan pekerjaan maupun pemberian hak istimewa (Chambers Murray Latin-English Dictionary, 1983). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nepotisme dapat berarti perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat. Terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah. Dampaknya, tentu saja akan merugikan organisasi dan merusak sendi-sendi kebersamaan. Nepotisme hanya menguntungkan mereka yang memiliki akses seperti adanya hubungan kekerabatan, pertemanan dengan pengambil keputusan. Yang menjadi persoalan, jika tindakan nepotisme dikaitkan dengan pemberian posisi atau jabatan tertentu kepada orang yang mempunyai hubungan kekerabatan tanpa memperdulikan unsur-unsur seperti unsur keahlian atau kemampuan yang dimiliki. Semoga kekhawatiran itu tidak terjadi pada organisasi TNI yang kini dipimpin marsekal berkumis hitam dan tebal. Hitam dan tebal justru harus menjadi kunci bagi Hadi harus meninggalkan jejak professional. Bukan sebaliknya jejak nepoitisme bagi lulusan Akademi TNI 1986. Catatan. Tulisan ini telah dibaca di Harian Republika dan Republika Online edisi 16 Desember 2019. Namun belakangan linknya tidak lagi dapat diakses di Republika Online. Tulisan dimuat di Portal Berita Online FNN dengan lebih dulu mendapat persetujuan dari penulis. Penulis adalah Wartawan Senior
Sukses Edhy Prabowo Selamatkan Benih Lobster dan Nelayan
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Presiden Joko Widodo tidak salah saat memutuskan memilih Edhy Prabowo sebagai Menteri di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Belum genap dua bulan menjabat menteri, kementerian yang dipimpinnya sudah memberikan “surprise”. Bersama Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) dengan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, KKP mencatat ada aliran dana dari hasil penyelundupan ekspor benur lobster yang mencapai Rp 900 miliar. Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengungkapkan, pihaknya bersama KKP dan Bareskrim bekerja sama guna mengungkap kasus penyelundupan dalam satu tahun ada aliran dana dari luar negeri yang digunakan mendanai pengepul. Kabarnya, dana untuk membeli benur tangkapan nelayan lokal itu mencapai Rp 300 miliar hingga Rp 900 miliar. Modus yang digunakan pelaku itu melibatkan sindikat internasional. Sumber dana berasal dari bandar di luar negeri yang dialirkan ke pengepul di Indonesia. “Jadi aliran dana dari kegiatan penyelundupan lobster ini bisa mencapai Rp 900 miliar, uangnya itu besar dan melibatkan antar negara,” ujar Kiagus dalam konferensi pers Refleksi Akhir Tahun di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat (13/12/2019). Ia mengungkapkan, penyelundupan ekspor ini menggunakan tata cara pencucian uang dan melibatkan beberapa usaha. Sehingga, banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan tersebut dengan melakukan penyamaran. Mereka ini menggunakan kegiatan usaha valuta asing (PVA) atau money changer sebagai perantara transaksi antara sindikat yang berada di luar negeri dengan pelaku di Indonesia. “Kemudian penggunaan rekening pihak ketiga,” ungkap Kiagus. “Antara lain, toko mainan perusahaan pemilik usaha garmen dan perusahaan ekspor ikan dalam menampung dana yang berasal dari luar negeri,” lanjutnya. Dampak dari eksploitasi sumber daya kelautan dan perikanan khususnya lobster yang tidak sesuai peraturan bisa berakibat semakin menurunnya ekspor lobster dari Indonesia ke luar negeri. Penyelundupan ini dapat menimbulkan kerugian negara yang signifikan atau mengurangi penerimaan negara dan mengancam kelestarian sumber daya lobster di Indonesia. Inilah dampak dari pelarangan ekskpor benih lobster. Makaya, Menteri Edhy Prabowo berencana kembali membuka keran ekspor benih lobster yang dilarang oleh menteri sebelumnya, Susi Pudjiastuti. Wacana Edhy itu menimbulkan banyak polemik. Dari pengusaha mendukung, namun pengamat mengecam. Lantas, apa alasan Edhy membuka kembali keran ekspor benih lobster? Pertama, Edhy mengatakan bahwa banyak masyarakat yang hidupnya bergantung pada ekspor benih lobster. Sehingga, ketika ekspor dilarang, masyarakat tersebut kehilangan nafkahnya. “Ribuan orang yang hidupnya tergantung dengan ini, maka harus dicari jalan ke luar,” tutur Edhy di kantor Lemhannas, Jakarta, Rabu (11/12/2019). Kedua, kata Edhy, ekspor benih lobster memiliki nilai yang sangat besar. “Ini potensi dunia karena harganya sangat besar. Ini kan potensi, apa terus kita diamkan?” ujarnya. Ketiga, Edhy menuturkan, ketika Indonesia menghentikan ekspor benih lobster, negara lain tak tinggal diam. Upaya pelarangan tersebut dinilainya hanya memicu upaya penyelundupan. “Jangan asal memutuskan dengan alasan lingkungan. Sementara negara lain bisa melakukan ini dengan budidaya. Apakah kita akan diam?” lanjut Edhy. “Semua sumber itu ada di kita. Kita biarkan tetap akan ada penyelundupan. Apa kita akan menghabiskan energi kita untuk penyelundupan itu?” tegas Edhy. Menjawab isu lingkungan yang menyebutkan bahwa ekspor benih lobster hanya merusak kelestarian laut, Edhy menegaskan bahwa pihaknya akan tetap memegang prinsip bela lingkungan. “Makanya ada politik jalan tengah yang harus kita tempuh. Nggak bisa semuanya ngotot atas dasar lingkungan. Mengenai lingkungan Anda harus yakin bahwa saya memimpin KKP tidak untuk merusak lingkungan. Saya akan terdepan untuk membela lingkungan,” tegasnya. Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga setuju dengan pencabutan larangan ekspor benih lobster. Menurut Luhut ekspor benih lobster justru bagus karena kebanyakan benih lobster tidak tumbuh baik. Bahkan tidak sampai satu persen yang bisa hidup dan berkembang. “Saya kira bagus. Kalau nggak diambil benih lobsternya juga, yang hidup atau tumbuh kurang dari satu persen,” ujar Luhut di kantornya, Kamis (12/12/2019). Selain itu, Luhut menilai benih lobster lebih baik di ekspor, ketimbang selama ini banyak yang diselundupkan. Dia menegaskan paling penting dari kebijakan ekspor benih lobster ini adalah pengawasan yang ketat. “Daripada ini diselundupin, makanya dikontrol. Kan ujung-ujungnya pengawasan,” ungkap Luhut. Ia menambahkan, meski keran ekspor dibuka, tidak semua benih lobster dijual ke luar negeri semua. Sebagiannya akan dilepas ke alam liar. “Sebagian tetap dilepaskan 5% dari habitatnya agar terjaga. Sudah ada hitung-hitungan ilmiahnya lah, studinya sudah ada,” ungkap Luhut, seperti dilansir dari Detik.com, Kamis (12/12/2019) Ekspor benih lobster rencananya akan dibuka lagi oleh Menteri Edhy Prabowo. Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan era periode pertama Presiden Joko Widodo, Susi Pudjiastuti, melarang ekspor benih lobster. Revisi Kebijakan Ada beberapa kebijakan mantan pendahulunya itu yang akan direvisi Menteri Edhy Prabowo. Pasalnya, ia mengaku menerima banyak keluhan terkait kebijakan yang ada selama ini. Untuk itu dirinya akan melakukan revisi peraturan menteri warisan Susi Pudjiastuti. “Akan saya sampaikan setelah pada waktunya nanti, yang jelas ada rencana untuk merevisi demi kepentingan masyarakat, pembudidaya ikan, nelayan, petambak garam dan pembudaya lainnya,” ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (6/11/2019). Sepertinya akan ada lebih dari satu peraturan yang akan direvisi. Meski tak menyebutkan secara gamblang, Edhy mencontohkan peraturan yang selama ini dikeluhkan, misalnya terkait aturan penjualan kepiting yang harus memenuhi berat minimal 150 gram. Aturan itu tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2015 tentang Penangkapan Lobster, Kepiting, dan Rajungan. Ada kepiting harus 150 gram yang boleh dibawa. “Tapi ada kepiting budi daya yang soft shell (kepiting soka) itu tidak perlu sampai 150 gram sudah bisa dijual. Ini juga perlu kami kaji, nggak perlu lama-lama,” ungkap Emnteri Edhy Prabowo. Menurut Edhy, pengaturan batasan berat kepiting untuk dijual itu seharusnya dibedakan antara yang tangkap dan budi daya. Menurutnya untuk kepiting budi daya tidak perlu diatur. “Kalau alam mungkin boleh dapat perlakuan, tapi kan budi daya tidak. Ada kekhawatiran memang takut jadi modus, tapi loh kita kan ada alat kontrol. Sebelum dia diterbangkan ada surat dari karantina ada pengawasan dari PSDKP," terangnya. Selain itu, Edhy juga menyinggung soal aturan penggunaan alat tangkap ikan. Menurutnya selama ini aturan pelarangan penggunaan alat tangkap tertentu justru juga turut mematikan nelayan kecil. Edhy juga menyinggung soal kebijakan larangan alih muatan ikan (transhipment) di laut. Menurutnya, kebijakan itu mematikan pebudidaya ikan kerapu, lantaran tidak ada kapal yang mau mengangkut hasil budi dayanya. Ia sedang mengkaji dua kebijakan yang pernah dibuat menteri sebelumnya. Dua kebijakan tersebut yaitu larangan penggunaan alat tangkap ikan cantrang dan larangan transhipment atau alih muatan di tengah laut. “Dulu tangkap pakai cantrang enggak boleh dan melanggar. Lalu pakai pancing, tapi pancing bukan jala,” kata Edhy saat ditemui dalam pertemuan dengan para nelayan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta Utara, Senin, 28 Oktober 2019. Sementara untuk transhipment, ia mengatakan sudah ada teknologi GPS real-time yang bisa melihat posisi kapal secara jelas. “Lu lagi ngapain di pinggir pantai itu pun kelihatan, sampe 30 senti pun kelihatan, jadi kalau orang ngangkat ikan mindahin ikan kelihatan,” katanya. Semoga upaya Menteri Edhy Prabowo menyelamatkan sumber daya kelautan dan perikanan khususnya lobster membuahkan hasil. Penulis wartawan senior.
Cara Tiongkok Kuasai Nikel Indonesia (Sengkarut Nikel Bag-1)
By Luqman Ibrahim Soemay Jakarta, FNN – Sampai sekarang, ada tiga kapal pengangkut bijih nikel mentah (ore) ke luar negeri masih ditahan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Pomala, Sulawesi Tenggara. Syahbandar Pomala menahan tiga kapal pengangkut nikel ore itu dengan alasan yang remeh-temeh, bahkan cendrung dibuat-buat. Apa saja kesalahan dari tiga kapal tersebut juga tidak dapat dijelaskan oleh Syahbandar Pomala. Pokoknya kapal tahan saja. Tidak boleh berlayar. Karakter umum para birokrasi Indonesia yang sudah punya stigma huebat. “Kalau bisa dipersulit, mengapa juga harus dipermudah?” Tiga kapal pengungkut bijih nikel mentah yang ditahan Syahbandar Pomala ini, bagian dari dua belas kapal yang dibolehkan mengangkut bijih nikel mentah sejak Agustus 2019 lalu. Kapal pengangkut pertama sampai kapal dengan ke sembilan tidak ada masalah. Kapal bisa berangkat aman-aman saja. Kapalnya sudah berangkat ke negara tujuan dengan selamat. Begitu sampai pada kapal ke sepuluh, sebela adan dua belas, mulai ada masalah. Hambatan datang dari Syahbandar Pomala sebagai penguasa pelabuhan. Ketiga kapal tersebut adalah MV Aqua Atlantic, MV Pan Begonia, dan KSL Deyang. Tiga kapal berbendera asing ini tidak mendapat izin berlayar dari Syahbandar Pomala sejak 30 Oktober 2019 lalu. Sampai sekarang tidak ada penjelasan, kapan Syahbandar Pomala mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) untuk ketiga kapal itu. Setiap kapal rata-rata mengangkut bijih nikel mentah dengan kadar dibawah 1,7 sebanyak 50.000 ton. Jadi, tiga kapal yang ditahan tersebut diperkirakan mengangkut sekitar 150.000 ton bijih nikel mentah. Negara tujuan ekspor adalah Cina Tiongkok. Jika dihitung berdasarkan harga nikel di pasaran luar negeri sekarang, yaitu U$ 45 dollar per ton, maka nilai devisa setiap kapal adalah U$ 2.250.000 dollar. Dengan demikian, total nilai ekspor tiga kapal yang masih ditahan Syahbandar Pomala itu sebesar U$ 6.750.000 dollar. Bila dikalikan dengan kurs yang berlaku sekarang Rp 14.000 per dollar, maka nilai 150.000 ton nikel ore yang tidak bisa diangkut ke luar negeri itu sekitar Rp 94,5 miliar. Mungkin tak seberapa nilai ekspor tersebut. Cuma saja, bila ditelusuri lebih mendalam, banyak persoalan ada disana. Para mafia yang bekerja dibalik tertahannya tiga kapal pengangkut bijih nikel mentah ini. Akibat tertahannya tiga kapal itu, eksportir sebagai penyewa kapal harus membayar denda keterlambatan berangkat (demurrage) U$ 20.000 dollar setiap hari. Sampai dengan hari ini (Minggu 15/12) sudah 45 hari tiga itu kapal ditahan. Biaya yang dikeluarkan eksportir untuk membayar denda demurrage sebanyak U$ 90.000 dollar atau setara dengan Rp 12,6 miliar. Harga dan biaya kemahalan ini yang sebenarnya tidak perlu terjadi, jika mental birokrasi Indonesia sudah terbebas dari stigma huebat, “kalau bisa dipersulit, mengapa juga harus dipermudah?”. Apalagi kewajiban-kewajiban yang dibebankan negara kepada eksportir bijih nikel mentah sudah dilunasi semuanya. Kewajiban tersebut, antara lain royalty tambang nikel, dan PPH pasal 22. Selain itu, ada juga pembayaran bea keluar dan jasa kepelabuhanan. Ini juga sudah dilunasi. Apakah masalah selesai dengan semua pelunasan pengutan resmi itu? Tertnyata tidak juga. Monopoli Cina Tiongkok Pemerintah telah mengeluarkan izin untuk 30 lebih perusahaan pertambangan nikel. Mereka diwajibkan membangun pabrik pemurnian bijih nikel (smelter) di Indonesia . Namun dari jumlah itu, baru 9 perusahaan yang telah berproduksi di Indonesia.Tiga perusahaan itu, mayoritas sahamnya dimiliki perusahaan Cina Tiongkok. Tiga besar perusahaan Cina Tiongkok yang telah membangun smelter antara lain PT Sulawesi Mining Investment (SMI) di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah. Selain itu, PT Virtu Dragon Nickel Industry (VDNI) yang berlokasi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Satu lagi PT Weda Bay Nickel (WBN) di Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara. Setelah tiga pabrik smelter milik Cina Tiongkok ini beroperasi 100%, pemerintah mendadak merubah kebijakan larangan ekspor baji nikel mentah. Dari yang sebelumnya, larangan ekspor nikel ore baru berlaku efektif nanti tanggal 11 Januari tahun 2022. Kebijakan ini tertuang di Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Nomor 25 Tahun 2018 Melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019, larangan ekspor bijih nikel mentah dipercepat masa berlakunya. Dimajukan pemerintah dua tahun lebih cepat. Kebijakan yang sangat mendadak dan mengagetkan. Sehingga patut diduga pemerintah mengikuti maunya salah satu pemilik pabrik smelter yang sudah beroperasi dan 100% milik Cina Tiongkok. Tidak berhenti sampai disitu. Perkembangan terakhir, kebijakan larangan ekspor nikel ore dimajukan atau dipercepat lagi, dari yang semula tanggal 1 Januari 2020. Pemerintah menyatakan, larangan ekpor nikel ore berlaku efektif tanggal 28 Oktober 2019 lalu. Artinya, dimajukan lebih cepat lagi dua bulan. Aneh tapi nyata. Dari sinilah bencana itu datang menimpa para penambang dan eksportir nikel ore. Padahal mereka yang hampir semuanya pengusaha nasional. Hampir 95% dari nereka adalah pengusaha yang ber KTP Indonesia. Mereka sejak lahir, besar, dan merintis usaha menjadi pengusaha di Indonesia. Sampai sekarang masih bangga dan cinta dengan Indonesia. Hanya sekitar 5% dari mereka penguasa nikel ini yang milik asing. Akibat kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor biji nikel mentah yang berubah-rubah dan dipercepat, membuat penambang dan eksportir nikel nasional meradang. Mereka sekarang hanya bisa maratapi nasib ke depan. Sebab mereka tidak bisa lagi mengekspor nikel ore. Dampak negatifnya dipastikan bakal bermacam-macam. Apalagi untuk para eksportir yang terlanjur membuat kontrak ekspor jangka panjang dengan pembeli (buyer) di luar negeri sampai 31 Desember 2019. Mereka pasti terkena denda oleh buyer. Masalah lainnya, kemungkinan tidak lancarnya pambayaran sewa dan cicilan peralatan atau leassing untuk exavator dan dump truck. Sampai disini belum selesai masalah yang ditimbulkan. Pembayaran cicilan ke bank juga bakal menemui kendala. Bisa jadi cicilan ke bank bakal macet, karena tidak ada pendapatan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) juga tidak bisa dihindari. Jadinya, ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sebab, sama buyer di luar negeri didenda akibat pemerintah yang tidak lagi mengizinkan ekspor nikel ore. Sementara di dalam negeri juga didenda puluhan miliar rupiah oleh pemilik tongkang, karena terkena demurrage. Kasian amat nasibmu wahai penambang dan eksportir bijih nikel mentah. Rampok Pakai Hukum Akibat dari beban-beban biaya yang berat itu, membuat penambang dan pemilik Izin Usaha Pertambnangan Khusus (IUPK) nikel terkadang mengambil jalan pintas. Mereka terpaksa menjual izin tambangnya kepada pihak lain. Dijual dengan harga murah (harga meerreeng). Sementara yang sudah siap dan punya peluang membeli izin-izin tambng dengan harga murah itu perusahaan yang sudah membangun pabrik smelter 100%. Diantaranya PT SMI di Morowali, PT VDNI di Konawe dan PT WBN Halmahera. Semula pemerintah mengizinkan penambang mengekspor bijih nikel mentah. Tujuanya untuk mendorong dan mambantu mereka membangun pabrik smelter. Dengan keuntungan yang didapat dari ekspor nikel ore, bisa untuk membangun pabrik smelter. Namun dengan keluarnya kebijakan larangan ekspor yang dipercepat ini, keinginan melihat warga negara Indonesia mempunyai pabrik smelter, cuma hayalan saja. Jadi, jangankan ada orang Indonesia yang bakal mempunyai pabrik smelter. Mereka yang sudah punya izin tambang nikel saja, kemungkinan bakal lepas atau hilang. Lagi-lagi, karena izin tambangnya bakal dijual dengan harga murah. Tragis sekali nasibmu untuk menjadi pengusaha nikel di negeri Pancasila ini kawan. Kenyataan ini adalah model perampokan paling canggih di abad sekarang. Pola merampok model ini biasanya dilakukan para korporasi global. Setelah merampok, mereka menguasai sumberdaya alam di negara itu. Bagaimana caranya? Dengan menunggangi dan memperalat semua celah hukum positif yang berlaku di negara tersebut. Siapa saja pejabat Indonesia yang paling berjasa mendorong agar nikel Indonesia dirampok, dikuasai dan dimonopoli oleh perusahaan Cina Tiongkok? Meski sulit untuk dibuktikan, namun bisik-bisik di kalangan para pengusaha dan eksportir nikel ore menunjuk pada seorang menteri di anggota kabinet Jokowi-Ma’ruf Amin. Menteri itu terkenal dengan sebutan “Menteri Segala Urusan”. Sebagian politisi dan aktivis demokrasi ’98 yang menyebutnya dengan “Menteri Urusan Percaloan”. Apalagi, pak Menteri tersebut diduga mempunyai kedekatan dengan satu dari tiga perusahaan pabrik smelter yang sudah bisa beroperasi 100% tersebut. Tampak ada conflict of interest antara Pak Menteri dengan kebijakan larangan ekspor nikel ore yang dipercepat. Saya sih antara percaya dan tidak percaya. Sebab bisa saja para penambang dan eksportir nikel ini hanya syirik, su’udzon kepada pak Menteri. Begitu juga dengan politisi dan aktivis demokrasi. Mereka hanya cembokur kepada pak Menteri yang huebat ini. Wallaahualam bishawab. (bersambung). Penulis adalah Wartawan Yunior
Contohlah Pak Wiranto Dalam Melipatgandakan Kekayaan
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Maaf ya Pak Wiranto. Ini bukan usil. Cuma senang dan kagum. Bapak bisa memperbanyak harta kekayaan dalam jumlah yang fantastis dalam waktu 10 tahun. Pada tahun 2009, ketika Pak Wir maju sebagai cawapres, harta yang beliau laporkan “hanya” 81 miliar. Ketika beberapa hari lalu (13 Desember 2019) dilantik menjadi ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), total kekayaan yang dilaporkan Wiranto menjadi 542 miliar. Jadi, dalam waktu 10 tahun, kekayaan mantan Menkopolhukam itu bertambah 461 miliar. Tentu ini luar biasa! Perlu dicontoh cara Pak Wir menggelembungkan jumlah kekayaannya. Terutama perlu dicontoh oleh para pejabat yang sedang memegang kekuasaan. Pastilah banyak yang ingin belajar kiat-kiat beliau dalam mengelola kekayaan. Pertambahan yang begitu besar menunjukkan bahwa Wiranto sangat kreatif mengembangkan kekayaan. Presiden, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, dll, perlu berkonsultasi kepada Pak Wiranto. Beliau ini membuktikan kemampuan dalam meningkatkan kekayaan pribadinya. Bayangkan kalau cara Pak Wir itu diadopsi ke dalam kebijakan ekonomi dan keuangan negara. Tak perlu lagi Indonesia berutang. Tidak akan pernah defisit. Sebaliknya, kita akan melihat kekayaan Indonesia akan bertambah fantastis. Para ahli keuangan, para dirut BUMN, belum tentu bisa menambah kekayaan sebesar 570% dalam 10 tahun. Pak Wiranto sudah membuktikannya. Bukankah itu artinya Pak Wir diam-diam sangat piawai dalam mengelola kekayaan? Padahal, penggelembungan kekayaan beliau itu dilakukan di sela-sela kesibukan beliau sebagai pejabat negara. Artinya, beliau tidak serius mencari duit. Bayangkan kalau Pak Wir fokus dan serius hari-hari memikirkan pengembangan kekayaan negara ini. Pasti tidak ada lagi rakyat miskin. Kita bisa seperti Swiss atau Finlandia. Semuanya gratis. Perawatan kesehatan gratis total. Tidak perlu bertengkar soal BPJS. Pendidikan gratis sampai selesai perguruan tinggi. Pengangguran akan mendapat tunjangan, bukan tendangan. Cuti melahirkan menjadi satu atau dua tahun, tidak hanya tiga bulan. Sangat mengherankan mengapa pemerintah, Presiden, tidak menyerahkan pengelolaan perekonomian dan keuangan kepada Pak Wiranto. Beliau ini asli praktisi keduitan. Bukan sekadar berteori. Pak Rizal Ramli, Pak Kwik Kian Gie, Faisal Basri, dlsb, cuma bisa memaparkan teori-teori saja. Pak Wiranto tidak perlu teori. Beliau praktik langsung dalam menumpuk kekayaan. Pak Wir tak perlu teori mikro dan makro ekonomi. Tak perlu “prudence of investment analysis”. Juga tak perlu “new strategy in new business environment”. Pokoknya, tidak perlu analisis atau identifikasi lingkungan bisnis. Jadi, tunggu apalagi? Pak Wiranto telah membuktikan kapabilitas dan kapasitasnya dalam mengelola kekayaan. Dari 81 miliar menjadi 542 miliar dalam 10 tahun. Saya yakin selama ini Presiden menempatkan orang yang bukan ahli di bidang ekonomi dan keuangan di posisi-posisi kunci. Tapi, insyaAllah belum terlambat. Sebagai ketua Wantimpres 2019-2024, ini kesempatan Pak Jokowi dan para menteri Ekuin untuk menimba ilmu dari Pak Wiranto. Lima tahun ke depan tentu cukup panjang waktu untuk belajar. Tentang cara menggelembungkan kekayaan versi Wiranto. Nanti bisa kita sebut “Wirantonomic” atau “Wirofulusology”. Sebagai ilustrasi saja, Pak Wiranto itu punya 56 aset berbentuk tanah dan bangunan. Saya kutipkan 10 aset yang nilainya di atas 10 miliar. Ada enam kapling di Jakarta Timur, yaitu (1)tanah dan bangunan 5,720 meter senilai 19.3 M; (2)tanah dan bangunan 3,135 meter seharga 10.6 M; (3)tanah dan bangunan 4,771 meter seharga 16.1 M; (4)tanah dan bangunan 3,280 meter senilai 11 M; (5)tanah dan bangunan 5,493 meter senilai 30.2 M; (6)tanah dan bangunan 470 meter seharga 11.7 M. Ada tiga kapling di Jakarta Pusat, yaitu (1)tanah dan bangunan 600 meter seharga 14.1 M; (2)tanah dan bangunan 850 meter seharga 20 M; (3)tanah dan bangunan 830 meter senilai 19.5 M. Kemudian ada satu kapling di Jakarta Selatan seluas 470 meter seharga 23.5 M. (Sumber: JawaPos edisi 13 Desember 2019 dan MoneySmart, 23 Mei 2019). Ada satu hal yang patut diacungi jempol. Pak Wiranto mengelola kekayaannya dengan cara menyebar berbagai bentuk investasi. Tanah dan bangunan adalah mayoritas kekayaan beliau. Nilai totalnya, termasuk 10 kapling yang diuraikan di atas, adalah 276.8 miliar. Tetapi, ada juga surat berharga 15.6 miliar. Beliau memiliki kas atau setara kas sebesar 114.3 miliar. Di tahun 2009, Pak Wir sempat punya dolar sebanyak USD378 ribu. Hebat sekali Pak Wir. Sangat piawai. Dan prudent. Jadi, contohlah Pak Wiranto dalam hal melipatgandakan kekayaan. Negara bakal kaya, penduduk bakal makmur.[] 15 Desember 2019 Penulis wartawan senior.
Pancasila, Catatan Untuk Pikiran Rocky Gerung
By Dr. Syahganda Nainggolan Jakarta, FNN - Setelah Rocky Gerung menuduh Jokowi tidak faham Pancasila, situasi dan perdebatan terkait isu ini memanas. Tuduhan Rocky terhadap Jokowi dihubungkan antara kebijakan atau prilaku Jokowi dengan sila-sila yang ada. Misalnya, Rocky mengatakan bahwa arahan Jokowi kepada pemerintahan daerah agar tidak meminta amdal (analisa mengenai dampak lingkungan) merupakan anti sila kelima (Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia) . Menaikkan iuran BPJS juga menurut Rocky bertentangan dengan Pancasila. Sedangkan membubarkan sebuah ormas tanpa pengadilan juga bertentangan dengan sila keempat (Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawartan dan Perwakilan). Kita perlu mendiskusikan ini agar kita dapat mendudukkan urgensi isu ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setelah presiden Indonesia boleh tidak berdarah Indonesia, paska amandemen UUD ‘45 asli selama 1999-2002, isu presiden tidak faham Pancasila menjadi penting kita sepakati. Artinya, jika benar Presiden Republik Indonesia tidak faham Pancasila, apakah itu sebuah kesalahan? atau kejahatan? Bagaimana kalau anak-anak sekolah jadi alergi terhadap Pancasila? Pancasila Philosophische Grondslag vs Ideologi Adnan Buyung Nasution mengatakan ada tiga kelompok ideologis yang bertarung dalam debat Badan Konstituante (Lembaga Pembentuk UUD) sepanjang tahun 1955-1957. Buyung mengatakan itu dalam "The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia 1992, yang berbasis disertasinya di Universitas Utrecht Belanda. Ketiga tersebut adalah, kelompok Pancasila, Kelompok Islam dan Kelompok Sosial-Ekonomi. Kelompok pertama diwakili antara lain oleh PNI (Partai Nasionalis Indonesia) dan PKI (Partai Komunis Indonesia). Kelompok kedua diwakili antara lain Masyumi dan Nahdatul Ulama. Sedang kelompok ketiga diwakili antara lain Partai Murba dan Partai Buruh. Jumlah peserta masing-masing 274 orang, 230 orang dan sisanya 10. "Philosophische Grondslag" (Filosofi dasar) atau dalam bahasa Jerman "Weltanschauung" (view to the world atau pandangan dunia) adalah penjelasan tentang sebuah alasan atas sebuah eksistensi. Pancasila disebutkan filosofis dasar. Kalau dulu, karena menjelaskan alasan adanya sebuah dasar negara baru, yakni negara Indonesia. Dasar itu sendiri bervariasi dari pandangan ekstrim yang menyamakannya. Seperti "fondasi rumah" oleh berbagai perumus konstituante maupun sekedar pegangan hidup biasa, tanpa retorika, seperti yang dipikirkan Sutan Takdir Alisyahbana, anggota PSI. Pancasila dikatakan sebagai "living spirit" dari Bangsa Indonesia. Living spirit ini adalah sebuah konsensus atau sebuah "common platform" yang mampu menghimpun sebuah kebersamaan atau sebuah himpunan kebangsaan. Sebuah ajaran harmoni, ajaran toleransi, dan gotong royong. Namun, sering pula Pancasila dimaknai sebagai ideologi negara. Idiologi bukan sekedar filosofi dasar ataupun "living spirit", melainkan sebuah ajaran baku yang menggerakkan bangsa kita. Yang pertama lebih statis. Sebaliknya, yang terakhir lebih dinamis. Dalam pertarungan di Majelis Konstituante, disebutkan pertarungan ideology. Karena dasar negara yang dibicarakan memang mencakup konsepsi ideologi negara. Sebab, dulu pada sidang-sidang Badan Persiapan Usaha-Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), semua dianggap dilakukan dengan tergesa-gesa, atau sekedar "kejar tayang". Semua yang dibuat oleh BPUPKI ketika itu dalam rangka melihat peluang kemerdekaan yang diarahkan kolonial Jepang. Sehingga, sudah di alam kemerdekaan, dalam waktu yang panjang, dikhususkan sebuah waktu pembahasan untuk mengetahui dasar negara kita. Pancasila bergeser sebagai ideologi, menurut Buyung Nasution, dimulai ketika Sukarno berpidato di Amuntai, Kalimantan, 1953, tentang Pancasila vs Islam. Sukarno, yang sebelumnya melihat Pancasila sebagai konsensus atau filosofi dasar untuk mengakomodasi berbagai ideologi dan faham yang berkembang di Indonesia, mulai mengkristalkan Pancasila sebagai sebuah ajaran khusus. Sukarno kelihatannya pada tahun-tahun 50-an telah meninggalkan faham integralistik facism bergeser ke arah sosialistik. Pertama, ini bisa dilihat dengan persekutuan PNI dan PKI yang kokoh, khususnya dalam Majelis Konstituante. Kedua, kebangkitan Komunis dunia saat itu, sudah menggeser kelompok-kelompok fasis (Jepang, Jerman dan Italia) sebagai anti tesa terhadap kejayaan kapitalis yang dimusuhi Sukarno. (Sukarno selama penjajahan Jepang di Indonesia menjadi "kaki tangan" Jepang). Sebuah ideologi adalah sebuah ajaran yang bisa menggerakkan. Sukarno telah meninggalkan Pancasila dari "filosofi dasar" (yang dalam istilah Jean Paul Sartre sebagai "major system of thought") kepada ideologi, (Sartre: "minor system of ideas living on the margin of the genuine philosophy and exploiting the domain of greater system). Agar Pancasila bisa menjadi ideologi, Sukarno meintegrasikan Komunisme sebagai kekuatan inti dan pandangan-pandangananti Islam sebagai penguat, pada ajaran sosialisme Sukarno tersebut. Melalui Komunisme, Sukarno mampu menemukan kembali semangat perlawanan dan ambisinya untuk menantang kapitalisme global. Komunisme mengajarkan bagaimana menemukan "false consciousness" untuk merekonstruksi eksistensi "kaum Marhaen" sebagai sebuah "Class Consciousness". Setelah lima belas tahun Pancasila dengan inti komunisme dijalankan Sukarno, dan berakhir lumpuh pada tahun 1968, Ketika itu pula era Bung Karno berakhir. Selanjutnya, Pancasila kembali bergeser dari ideologi menjadi "philosophische Grondslag" atau "Weltanschauung" di masa Orde Baru. Pancasila di Tangan Jokowi Penjelasan Rocky bahwa Jokowi tidak faham Pancasila mungkin terlalu prematur. Setelah komunisme gagal diseluruh dunia, sosialisme, pragmatism, kapitalisme masih ada sebagai ideologi. Tentu disamping agama-agama yang bergerak dalam ajaran ideologis. Pandangan Jokowi terkait menaikkan iuran BPJS dan melarang AMDAL, yang dituduh Rocky sebagai bukti Jokowi tidak faham Pancasila, merupakan "misleading". Pertama, menaikkan iuran BPJS adalah ajaran "survival for the fittes". Ajaran ini meletakkan tanggung jawab individual itu berpusat pada individual. Pandangan tokoh politik Margaret Thatcher di Inggris dulu, mewakili kaum Libertarian, menolak sama sekali adanya tanggung jawab negara terhadap subsidi bagi orang-orang miskin. Berpikir pro subsidi adalah sosialis. Sebaliknya, memperkecil subsidi bebrati anti sosialis (Neo-Liberal/Libertarian). Kedua, AMDAL dalam perspektif kaum Libertarian dan para kapitalis adalah bagian aturan yang membuat negara "mengganggu" kepentingan pasar (market place). Orang-orang seperti Fredrick Hayek dan Milton Friedman, meyakin negara sebaiknya tidak perlu ada. Dari dua hal di atas, kita melihat bahwa Jokowi menganut suatu pemahaman. Dengan demikian, tidaklah mungkin dikatakan Jokowi tidak faham Pancasila. Jika dikaitkan pada pola penyerangan rezim Jokowi pada Islamisme, seperti dilakukan Sukarno dulu, maka sudah dapat dicermati bahwa Jokowi sedang menggeser lagi Pancasila dari filosofi dasar menjadi ideologi. Kalau ideologi yang ditanamkan Sukarno pada Pancasila dahulu, sebagai inti daripada inti adalah komunisme, maka Jokowi saat ini mungkin mencoba menggerakkannya dengan ideologi kapitalisme. Namun, bisa saja ideologi itu berupa pragmatism? Sebuah pragmatism adalah campur-campur dengan orientasi jalan tengah, seperti Third Way di Inggris, maupun ideologi Komunis ala Deng Xio Ping di China dahulu (Quote Deng: Tidak peduli kucing hitam ataupun kucing putih yang penting bisa tangkap tikus). Untuk itu perlu waktu yang dalam untuk menilai ideologi yang dibawa Jokowi ini. Namun Pancasila sebagai sebuah Konsensus maupun ideologi, memang merupakan produk sejarah. Jika Pancasila itu digali dari spirit masa lalu kita, maka semua bentuk masa lalu kita bervariasi. Dari wisdom yang baik, sampai kepada ajaran-ajaran keji ala Machiavellis dalam kekuasaan. Penutup Sejarah manusia dibentuk dengan berbagai kontestasi dan klaim antara kelompok-kelompok dominan dalam masyarakat. Pada saat tertentu, konsensus dilakukan jika keseimbangan sosial tertentu dianggap lebih baik dalam menghindari perang dan permusuhan. Namun, pada saat tertentu ketika pemimpin yang hadir mempunyai ambisi ideologis, maka konsensus tersebut berubah menjadi perang atau permusuhan untuk memastikan adanya dominasi. Jokowi bukanlah seperti kata Rocky yang tidak faham Pancasila. Malah Jokowi sedang menggeser Pancasila dari sebuah Waltanchung atau Philosophische Grondslag ke arah ideologi. Apakah ideologi itu kapitalisme dan variannya atau pragmatism? Masih perlu diamati. Namun, sebagaimana sejarah mengajarkan, bahwa Islam tidak dapat ditaklukkan di Indonesia. Dan bahaya untuk disingkirkan, "Too Big To Fail". Baik dengan bantuan RRC di masa Bung Karno, maupun dibantu Amerika cdan barat di masa Suharto. Yang penting selalu kita renungkan apakah ada jalan tengah Pancasia. Diantara "common platform" dan ideologi? Penulis adalah Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle
Anggota DPR RI. M. Sarmuji; Bersama Merawat Persatuan Indonesia
Dinamika yang berkembang dalam masyarakat akhir-akhir ini, pertanda bahwa perlu adanya instrumen yang dapat digunakan untuk menyamakan presepsi, mindset dan rasa toleransi bersama, hal itu membuahkan asas atau pijakan yang tak lain ialah kepentingan ideologi kita (Pancasila). Oleh. M. Hassan Minanan Jakarta, FNN – Founding fathers kita, telah final menyusun konsep pemersatu dari kurang lebih 13.466 pulau dan 750 suku bangsa yang tersebar seluruh Indonesia. Bahwa Pancasila adalah dasar Negara dan Pancasila merupakan payung dari UUD 1945 yang menjadi sumber dari segala sumber hukum Negara. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI. M. Sarmuji menyampaikan hal tersebut, saat menjadi pembicara pada sosialisasi empat pilar Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) di Gedung Serbaguna Wonodadi, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, Rabu 4 Desember 2019. Dalam pandangan Anggota Dewan Praksi Golkar kepada 150 warga yang hadir sebagai peserta sosialisasi tersebut. Pilihan Pancasila sebagai dasar negara tentu mempunyai nilai yang kuat. Itulah sebabnya, para Founding Fathers menyebut pancasila sebagai Philosophische Grondslag, sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sampai pada titik ini Sarmuji menyatakan. Titik tolak multietnik dan dimensi multikulture yang menyertainya untuk mempertegas bahwa pancasila tidak bisa dipisahkan dari keberadaan Indonesia, pancasila itu adalah ruh eksistensi Indonesia. Menurut Sarmuji Pancasila telah mempersatukan kita. Karena kita memiliki satu pandangan dengan saudara-saudara kita di Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, Jawa, Bali, Maluku dan pulau lainnya menjadi satu kesatuan. Menumbuhkan rasa kebersamaan Nasionalisme, mengajarkan kita untuk saling mencintai diantara kita. Pancasila juga mengajarkan kita untuk hidup saling mengasihi diantara sesama manusia. Istilah Bhineka menjadi tunggal ika menjadi landasan melalui sidang BPUPKI & PPKI secara musyawara mufakat, kemudian menjadi sila ke-3 Pancasila, yaitu “Persatuan Indonesia". Dan UUD 1945 sebagai konstitusi yang mengatur Bangsa dan Negara dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sejarah masa lalu, posisi perjuangan dan pejalanan masa depan akan mengikat kita. Untuk itu, jangan sampai ada pihak yang bisa memisahkan kita. Sebab kita bisa bersama-sama dalam mencitapkan pilar-pilar yang saling menghormati, menyayangi dan mencintai diantara kita. Tujuannya, mendukung kebaikan bersama bagi generasi yang akan datang. Butuh Kedewasaan Pada kesempatan itu, Sarmuji juga mengingatkan. Meskipun Pancasila tetap tegak berdiri mengawal pelaksanaan roda pemerintahan, tetapi dari masa ke masa sejak awal kemerdekaan hingga hari ini mempunyai corak atau konfigurasi politik yang berbeda-beda. Pancasila yang sesungguhnya menjadi dasar, asas, atau pijakan dalam pelaksanaan birokrasi yang demokratis justeru pada masa Orde Baru, jaman Soeharto berkuasa penggunaan kata “Pancasila” mengalami overdosis atau terjadinya kekacauan epistemologis pada konteks politik. Sehingga, meskipun tindakan-tindakan inkonstitusi sekalipun dilandasi atau didalilkan simetris dengan Pancasila. Kegaduhan dan kericiuan terus mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Beragam isu yang menjadi reaksi masyarakat, hal itu merupakan dampak dari konflik yang masuk ke dalam nilai. Sehingga menambah muatan pertarungan bahkan dengan prinsip survivel of the fittest memicu terbelahnya sosial menimbulkan potensi masing-masing pihak bertahan atas nilai dan keyakinannya sendiri-sendiri. Adnan Buyung Nasution mengatakan ada tiga kelompok ideologis yang bertarung dalam debat Badan Konstituante (Lembaga Pembentuk UUD) sepanjang tahun 1955-1957. Buyung mengatakan itu dalam “The Aspiration for Constitutional Government in Indonesia 1992, yang berbasis disertasinya di Universitas Utrecht Belanda. Ketiga kelompok tersebut adalah, kelompok Pancasila yang diwakili oleh Partai Nasional Indoensia (PNI), Kelompok Islam oleh Masyumi dan Nahdatul Ulama dan Kelompok Sosial-Ekonomi oleh Partai Murba Dan Partai Buruh (fnn.co.id) Berdasarkan latar belakangnya, secara psikologis hal itu tidak sekedar melahirkan rasa tidak tentram dan tidak nyaman, kemampuan untuk mengatur, mengurus, mengelolah dan mendaya-gunakan selaga potensi yang dimiliki ada jejak langkah yang telah jauh keluar koridor dalam mebangun presepri dan mindset masyarakat. Serta tidak sungguh-sungguh berupaya menjalankan amanah kekuasaan, dalam keberpihakan kepada seluruh rakyat. Inilah rekayasa adudomba yang dirasakan rakyat. Perjalanan “panjang dan gelap gulita” itu terus terjadi, selama kita tidak menyadari bahwa pancasila dan Undang-Undang Dasar kita, nyaris disobek-sobek oleh bangsa Negara luar alias aasiing. Bila ada yang muncul sebagai panglima, yang menjalankan amanat sesuai Pesan pancasila dan UUD 2945 benar-benar dihadang tanpa ada celah. seperti kata para pakar, Negara kita sedang berada dalam sebuah kapal rusak. Itulah Indonesia. Barangkali tidak salah mengatakan, katanya Mpu Tantular “Bhineka Tunggal Ika, Tan Hanna Dharma Mangrwa” berbeda warna kulit, dan rambut alias beraneka ragam namun tetap tunggal jua. Adalah penegasan loyalitas tunggal pada ibu pertiwi. Upaya menata dan merumuskan kembali sistem nilai dan jejaring sosial itu bisa dilakukan pada beberapa strata sosial, kalau pemulihan nilai belum terselesaikan di tingkat nasional pun juga sulit di tingkat provinsi. Maka, hal itu bisa dilakukan pada tingkat komunitas pedesaan, serta lingkup keluarga supaya hubungan tetap terjaga dengan baik. Dilihat dari banyak komunitas pedesaan yang mampu membangun rasa kebersamaan, rasa persaudaraan dan terlihat seperti acuh dan tak mau tahu dengan segala urusan Negara atau media sosisal yang heboh. Hal itu merupakan gejala yang mana sebagian besar warga negara telah kehilangan panutan, kerana nilai-nilai telah larut ke lautan bebas. tetapi dalam kondisi begini bukan berarti tak ada harapan. harapannya ada pada komunitas pedesaan dan keluarga. Semoga, segala ikhtiar untuk menjadikan Indonesia sebagai sebuah bangsa yang kuat, utuhdan dan tidak mudah terpecah selalu ada solusi yang terbaik kedepannya. *Penulis adalah Wartawan Yunior*
Silaturrahim, Cara Kapolri Idham Meredam Perbedaan
By Kisman Latumakulita Jakarta, FNN – Rasulullaah SAW bersabda waman kaana yu’minu billaahi walyaumil akhir, falyashil rahimahu. Artinya, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia menyambung tali silaturrahim”. Pada Hadits yang lain Rasulullaah SAW bersabda man ahabba an yubsatha lahu fii rizkihi wayunsaa’a lahu fii atsarihi falyashil rahimahu. Artinya, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah dia menjalin hubungan silaturrahim”. Jendral Polisi Idham Azis dilantik sebagai Kapolri pada Jum’at, 1 November 2019 di oleh Presiden Jokowi. Setelah dilantik di Istana Negara, ba’da sholat Jum’at itu juga Kapolri silaturrahim ke Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di Jalan Medan Merdeka Barat. Kunjungan itu untuk membangun sinergitas TNI-Polri dalam menjaga keamanan di dalam negeri. Pada hari pertama, minggu pertama bertugas sebagai Kapolri, Senin siang 4 November 2019, Jendral Idham bersilaturrahim ke Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di jalan Rasuna Said, Kuningan. Kunjungan ke KPK juga untuk membangun kebersamaan dan sinergitas. Bergandengan tangan antara Polisi dan KPK dalam rangka penegakan dan pencegahan kasus-kasus tindak pidana korupsi. Kondensat Rp 37,8 Triliun Mangkrak Setelah bersilaturrahim ke Panglima TNI dan KPK, Senin sore masih di tanggal yang sama, 4 November 2019, giliran Kapolri Idham silaturrahim ke Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksasaan Agung, jalan Sisingamangaraja. Kunjungan ke Kejaksaan Agung ini adalah kunjungan ketiga Idham sebagai Kapolri ke instansi vertikal pemerintahan dan negara. Silaturrahim ke Jaksa Agung menjadi penting bagi Jendral Idham. Kapolri paham betul cara dan pola penangan perkara yang ditangani polisi, pasti berujung di pemeriksaan jaksa. Targetnya agar perkara yang disidik polisi bisa cepat dan lancar sampai dengan disidangkan di pengadilan. Sebagai orang reserse dan Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri, Idham sangat paham pentingnya membangun hubungan yang indah, asyik, dan harmonis dengan jajaran kejaksaan. Sudah benar Idham berkunjung ke Kejaksaan Agung. Sebab sampai sekarang, masih banyak perkara yang ditangani polisi mangkrak di Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri. Lamanya perkara yang tertahan di semua tingkatan jajaran kejaksaan bisa bertahun-tahun. Tergantung kemauan jajaran kejaksaan, apakah mau dibawa ke pengadilan atau tidak. Salah satu kasus besar yang masih mangkrak di Kejaksaan Agung sampai sekarang adalah kasus korupsi kondensat. Kasus ini mengakibatkan kerugian keuangan negara USD 2,7 miliar dollar. Jika dihitung dengan kurs yang berlaku sekarang Rp 14.000 per dollar, maka nilainya setara dengan Rp 37,8 triliun. Sangat besar dan fantastis untuk ukuran kasus korupsi. Kasus korupsi kondensat ini disidik Bareskrim Polri sejak Juni 2015. Sudah empat tahun lebih mangkrak di gedung Bundar. Dimulai ketika itu Kabareskrim dijabat Komjen Polisi Budi Waseso (Buwas). Sampai dengan Idham Azis menjabat Kabareskrim, tercatat sudah lima Kabareskrim yang menangani skandal mega korupsi ini. Setelah Buwas, Kabareskrim berikutnya adalah Komjen Polisi Anang Iskandar. Setelah itu, Komjen Polisi Aridono Sukmanto dan Komjen Polisi Arief Sulistyanto. Sedangkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) yang menangani perkara ini sudah tiga orang. Pertama Jampidsus R. Widyo Pamono. Setelah itu Arminsyah yang sekarang menjabat Wakil Jaksa Agung. Terakhir adalah Jampidsus Adi Toegarisman, yang masih menjabat sekarang. Meskipun Adi Toegarisman sudah berkali-kali mengatakan kasus korupsi kondensat U$ 2,7 miliar dollar ini sudah lengkap atau P-21. Namun sampai sekarang belum juga dilimpahkan ke pengadilan. Padahal, dua dari tiga orang telah ditetapkan polisi sebagai tersangka, yaitu Raden Priyono dan Djoko Harsono dari BP Migas. Mereka berdua juga sudah pernah ditahan. Namun sekarang mereka berdua sudah dibebaskan lagi tanpa disidangkan. Tinggal pemilik PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) Honggo Wendratmo yang masih buron. Sampai sekarang polisi belum menemukan Honggo. Tidak adanya Honggo, dijadikan alasan oleh Jampidsus untuk tidak menerima pelimpahan perkara tahap dua, tersangka dan lainnya. Jampidsus sepertinya tidak mau membawa kasus korupsi kondensat ini ke pangadilan. Padahal persidangan tanpa kehadiran tersangka (in absensia) sudah sering digelar di pengadilan Indonesia. Fakta adanya persidangan in absensia ini bisa dilihat pada persidangan-persidangan kasus yang terkait dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). NU dan Muhammadiyah Setelah silaturrahim ke Panglima TNI, Pimpinan KPK dan Jaksa Agung, Selasa 12 November 2019, giliran Kapolri Idham bersilaturrahim ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di jalan Kramat Raya Jakarta Pusat. Nahdatul Ulama adalah Organisasi Kemasyarakatan (Ornas) terbesar di Indonesia. Sangat tepat sebagai Kapolri baru, Idham berkunjung ke markasnya kaum nahdliyin tersebut. “Kunjungan ke Ketua Umum PBNU sudah merupakan tradisi dari setiap Kapolri baru. Sebagai orang yang diberikan amanat untuk melanjutkan estafet kepemimpinan di Polri, kunjungan seperti ini sudah menjadi tradisi yang berjalan baik dari para Kapolri pandahulu. Tradisi yang sudah baik ini, tentu saja sangat baik dan bermanfaat kalau dilanjutkan oleh kami para yunior, “ ujar Idham Azis. “Besarnya komitmen jamaah nahdiyin untuk mengawal dan menjaga keutuhan NKRI juga tidak perlu diragukan lagi,“ kata Kapolri Idham. Apalagi selama ini Polri sangat merasaklan besarnya bantuan PBNU dalam membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik, aman, damai, tenteram, dan tertib. Polri juga tidak mungkin bisa bekerja sendirian tanpa bantuan dari ormas-ormas keagamaan seperti PBNU. Setelah itu, pada Kamis 21 November 2019, giliran Kapolri bersilaturrahim ke kantor Pusat Da’wah Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah. Pada silaturrahim ini Kapolri didampingi Kepala Badan Intelijen Keamanan (Kabaintelkam) Komjen Agung Budi Maryoto, Kepala Devisi Propam Irjen Listyo Sigit, Wakabaintelkam Irjen Suntana, Kepala Devisi Humas Irjen Muhammad Iqbal, Staf Ahli Bidang Sosial Budaya Irjen Muhammad Fadil Imron dan Staf Ahli Bidang Politik Irjen Nico Afinta. Kapolri diterima oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Dari pengurus PP Muhammadiyah yang ikut mendampingi Ketua Umum Haedar Nashir menerima silaturrahim Kapolri dan rombongan, antara lain Sekretaris Umum Abdul Mu’ti, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, Syafiq Mughni dan pengurus yang lainnya. Dari lima kunjungan silaturrahim ini, ke Panglima TNI, Pimpinan KPK, Jaksa Agung, PBNU dan PP Muhammadiyah, terlihat kalau Kapolri Idham punya misi terselubung. Paling kurang Kapolri mencoba membangun kelancaran komunikasi antara Polri dengan lembaga-lembaga vertikal di luar Polri. Tampaknya Kapolri sangat sadar bahwa meredam sekecil apapun setiap perbedaan diantara sesama anak bangsa jauh lebih penting dan lebih baik. Sebab perbedaan dan masalah dapat timbul kapan saja setiap saat. Cara meredam yang lebih baik, lebih ampuh, dan lebih efektif adalah dengan rajin-rajin menjalin silaturrahim di antara sesama anak bangsa. Lebih gampang dan mudah, dari pada masalah yang timbul tersebut sudah membesar. Yang juga tidak kalah penting dari safari silaturrahim itu, tentu Kapolri Idham tidak lupa mengajak lembaga dan institusi yang dikunjungi agar sama-sama menjaga dan memperkuat rumah besar kita NKRI. Selian itu, ikut mengawasi proses penegakan hukum agar dapat bejalan dengan cepat, tepat, efektif, dan murah sesuai ketentuan yang berlaku. Hukum jangan sampai ditegakkan dengan membolak-balik, yang seharusnya benar menjadi salah. Sebaliknya, membuat yang salah menjadi tampak benar. Tidak ada persoalan bermasyarakat yang tak bisa diselesaikan dengan media silatutrrahim. Sebab dengan silaturrahim, masalah yang tadinya membeku bisa menjadi cair. Yang tadinya kusut bisa terurai dan yang tadinya macet bisa menjadi lancar lagi. Semunya bisa diatasi hanya dengan membangun tali silaturrahim. Sebab manfaat dari silaturrahim itu akan memperpanjang umur dan memperumudah rezeki (memperlancar urusan pekerjaan). Wallaahu alam bishawab. Penulis adalah Wartawan Senior
Sebentar Lagi Sperma Terpapar Radikalisme
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Beberapa hari lalu, Wapres Ma’ruf Amin mengatakan ada sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD) yang terpapar radikalisme. Ma’ruf mengatakan itu setelah dia berkunjung ke berbagai daerah. Wapres berkata, banyak sekolah yang masih menggunakan bahan ajar yang mengandung unsur radikalisme. Bahan ajar itu lolos hingga ke tangan anak-anak, bahkan tak jarang dijadikan sebagai soal ujian. Pernyataan ini dikutip beberapa media online. Pernyataan Ma’ruf ini mendapat reaksi keras dari kalangan pengelola PAUD. Ada yang mempertanyakan kriteria bahan ajar radikal yang dimaksudkan Ma’ruf. Misalnya, banyak PAUD yang menghafalkan nama 25 nabi kepada anak-didik. Apakah ini digolongkan bermuatan radikal. Kemudian, ada pula pelajaran merakit mainan Lego. Radikalnya di mana? Terlepas dari rasa heran kalangan pengelola PAUD, kita harus mengacungkan jempol kepada Wapres. Ini baru hebat. Program pembasmian radikalisme yang disusun dan dieksekusi pemerintah, benar-benar komprehensif. Menyeluruh jangkauannya. “No stone will be left unturned”. Alias, tidak akan ada ceruk atau celah yang tak diamati. Semua akan disasar dan disisir. Sekolah PAUD juga akan dicecar. Setelah menemukan radikalisme di tingkat PAUD, kelihatannya tak lama lagi para penguasa akan mengejar radikalisme sampai ke jenjang usia yang lebih awal dari usia PAUD. Tapi, apakah ada yang lebih dini usianya dari anak-anak PAUD? Ada! Yakni, sebelum anak-anak itu menjadi manusia. Tepatnya, ketika masih dalam bentuk sperma. Jadi, bisa saja nanti akan keluar sinyalemen atau pernyataan bahwa sperma umat Islam banyak yang terpapar radikalisme. Artinya, aksi pemberantasan radikalisme akan sampai ke pengujian sperma. Kalau ini menjadi kenyataan, maka para calon pengantin laki-laki muslim akan diwajibkan memeriksakan sperma. Untuk mengetahui apakah sperma mereka pernah bersentuhan dengan bahan-bahan radikal. Kalau ada sperma yang positif radikal, kemungkinan akan diharuskan mengikuti pendidikan deradikalisasi sperma. Guna memastikan agar pengaruh radikalisme di kalangan sperma sudah terkikis. Terpaksalah nanti pemerintah memberlakukan ketentuan pemeriksaan sperma secara rutin. Supaya program ini sukses, bagus juga dibentuk Densus Sperma. Bisa jadi nanti Wapres Ma’ruf menginstruksikan agar Densus Sperma di seluruh Indonesia menyediakan kursus Cegah Radikalisme Sperma. Kemudian detasemen ini akan ditugaskan mengeluarkan SK-SBR (Surat Keterangan Sperma Bebas Radikalisme). Kita tunggu saja bagaimana jadinya.[] 4 Desember 2019 Penulis wartawan senior.
Masih 212: Pencekalan Membuat Posisi Habib Semakin Kuat
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Acara Reuni 212 kemarin berlangsung tanpa HR Shihab. HR mengatakan beliau tidak bisa pulang ke Indonesia karena dicekal Arab Saudi atas permintaan pemerintah Indonesia. Sedangkan para penguasa negera ini mengatakan, tidak ada inisiatif pencekalan dari Jakarta. Siapa yang Anda percaya? Silakan simpulkan sendiri. Pertanyaan penting dari pencekalan HR Shihab adalah: siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan? Para penguasa Indonesia mungkin merasa pencekalan HR Shibah akan membuat gerakan 212 melemah dan akhirnya bisa pupus. Artinya, pemerintah diuntungkan. Hampir pasti, begitulah harapan penguasa. Big mistake! Salah besar anggapan ini. Dan salah besar tindakan pencekalan itu. Pencekalan merugikan pemerintah. Mengapa? Karena umat Islam akan terus membicarakan ini. Kesan negatif umat terhadap pemerintah akan senantiasa menggantung bagaikan awan hitam. Dan kesan negatif itu malah akan semakin pekat. Akan semakin keraslah keyakinan umat bahwa pemerintah memang berlaku zalim. HR Shihab telah menunjukkan dokumen otentik tentang inisiatif pemerintah Indonesia untuk mencekal Imam Besar. Di acara 212 kemarin (2/12/2019), HRS dengan lantang mengimbau lewat video-conference agar pemerintah menghentikan kebohongan. Agar pemerintah tidak lagi berbohong. HRS tidak ragu mengatakan bahwa pemerintah berbohong dalam hal pencekalan atas dirinya. Pernyataan ini sangat serius dan menohok. Tidak mungkin Habib berani mengatakan itu kalau dia tidak punya bukti yang kuat. Para pejabat pemerintah bolak-balik membantah. Ada kesan para penguasa kocar-kacir untuk menjelaskan soal pencekalan itu. Apalagi pemerintah Saudi (cq Duta Besar mereka di Jakarta) sudah pernah menjelaskan dengan bahasa yang lugas bahwa Saudi siap memulangkan HR ke Indonesia kalau penguasa di sini mau menerima. Secara implisit pemerintah Saudi mengatakan pemerintah Indonesia-lah yang tidak mau menerima Habib. Keinginan para penguasa bahwa HR Shihab akan menjadi lemah, tampaknya “jauh panggang dari api”. Pencekalan ini, sebaliknya, hanya akan memperkuat posisi politik Habib. Publik semakin yakin bahwa HR5 telah menjadi figur yang sangat dicemaskan oleh para penguasa. Dan faktanya, Mendagri Tito Karnavian belum lama ini mengatakan, setelah 01 dan 02 bersatu, kini tinggal gerakan 212 yang menjadi masalah. Tentu saja gerakan 212 itu identik dengan Habib. Pencekalan akan menguntungkan Habib dalam banyak hal. Pertama, Habib terkesan dikeroyok oleh para penguasa Indonesia. Posisi seperti ini membangkitkan semangat publik untuk mendukung gerakan 212 lebih kuat lagi. Sebagai contoh, begitu banyak jemaah umrah yang menyempatkan diri untuk menjumpai HR5. Padahal, para penguasa bermaksud melemahkan Habib dan 212 dengan cara “mengasingkan” Imam Besar itu. Kedua, kalangan pemerintah dan publik di Arab Saudi semakin paham peranan Habib dalam menyatukan umat Islam di Indonesia. Mereka mengerti bahwa HR5 benar-benar memperjuangkan keadilan bagi semua orang tanpa kecuali. Penguasa dan publik Saudi menjadi tahu bahwa Habib dan gerakan 212 adalah kelompok yang sedang melawan skenario jahat untuk menghancurkan negara, khususnya umat Islam. Ketiga, pencekalan itu membuka lebar mata khalayak. Publik menjadi tahu dan percaya tentang adanya konspirasi besar dan kuat yang sedang diarahkan ke umat Islam. Indikasi ini tampak dari kebijakan pemerintah yang saat ini didominasi oleh isu radikalisme. Publik, terutama umat Islam, memperhatikan dengan saksama tindakan berlebihan yang dialakukan pemerintah. Seperti menerbitkan SKB 11 Menteri untuk mengawasi perilaku radikal ASN dan CPNS. Juga ada perintah Wapres Ma’ruf Amin agar polisi mengawasi masjid. Kemudian ada sinyalemen radikalisme yang dikatakan melanda anak-anak setingkat PAUD. Jadi, pemerintah melakukan kesalahan kalkulasi. Pencekalan HRS yang semula dimaksudkan untuk meredupkan ketokohan Habib dan gerakan 212, yang terjadi malah sebaliknya. Dan, semakin lama drama ini berlangsung, akan semakin buruk dampaknya bagi pemerintah. Karena itu, langkah yang terbaik bagi penguasa ialah menerima kepulangan HR Shihab. Dan dari ini besar kemungkinan bisa dibangun rekonsiliasi nasional secara menyeluruh.[] 3 Desember 2019 Penulis wartawan senior.