NASIONAL

Universitas Muhammadiyah Demo Tolak Kenaikan BBM

Jakarta, FNN – Unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi masih terus berlanjut. Di depan Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, kembali digelar aksi tolak kenaikan harga BBM dari Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dengan jumlah massa aksi sekitar 100 orang hadir pada pukul 15.00 WIB, Selasa (18/10/2022). Terlihat massa aksi datang dengan sejumlah atribut, mulai dari jas almamater, bendera, dan spanduk yang di antaranya bertuliskan \"Tolak Kenaikan Harga Bbm Bersubsidi\" dan \"Rakyat Menjerit\". Adapun tuntutan dari aksi tersebut adalah menolak dan kembali menurunkan harga BBM bersubsidi. Dan, massa aksi akan terus melakukan unjuk rasa tolak kenaikan harga BBM bersubsidi bila Pemerintah belum juga memenuhi tuntutan yang dilayangkan. Selain dari orasi, nyanyian, dan pembacaan puisi. Massa aksi juga melakukan pembakaran ban di tengah aksi. (Rac)

Rocky Gerung: Saya Tetap Menganggap bahwa Frustrasi Publiklah yang Menyebabkan Anies Meledak sebagai Figur

AHAD, 16 Oktober 2022, menjadi hari terakhir Anies Rasyid Baswedan jadi Gubernur DKI Jakarta. Dan, Ahad itu pula, dia berpamitan tinggalkan Balai Kota Jakarta yang selama 5 tahun menjadi tempat kerjanya. Jutaan warga Jakarta melepas Anies Baswedan untuk kemudian disambut oleh rakyat Indonesia. “Itu pertanda ada kerelaan. Itu namanya relawan,” kata pengamat politik Rocky Gerung kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dalam Kanal Rocky Gerung Official, Ahad (16/10/2022). “Jadi, kelihatannya Indonesia mengubah atau publik pemilih mengubah cara berpolitik. Nggak menunggu lagi serangan fajar. Jadi betul-betul Anies adalah antitesis dari pemerintahan Pak Jokowi,” lanjut Rocky Gerung. Menurutnya, dengan cara itu, orang mengerti, semakin bisa dipastikan Anies pemenang Pemilu 2024. “Tetapi, semakin dipastikan juga Anies akan dapet rompi orange,” ungkap Rocky Gerung. Bagaimana Rocky Gerung melihat semua ini? Lebih lengkapnya ikuti dialog Hersubeno Arief dengan Rocky Gerung. Halo halo, apa kabar Anda semua. Hari ini, Ahad 16 Oktober 2022. Hari ini di Jakarta dan di berbagai wilayah terjadi kemeriahan karena melepas Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Saya dapat laporan di berbagai daerah. Saya baca saja ya ini, bukannya di Jakarta, ini di Jabar, itu ada konvoi parade nelayan, di Jawa Tengah juga jalan santai di Simpang Lima, Jateng, Magelang, Jateng; di Purworejo, di Temanggung, di Wonosobo, di Surakarta, di luar Jawa Bengkulu, Sulteng, kemudian di Banyumas, ke Sulawesi Tenggara, banyak sekali. Jadi menurut saya menarik ya, bagaimana kemudian ada seseorang yang baru melepas jabatan sebagai Gubernur tapi kemudian sambutannya luar biasa di seluruh Indonesia. Ya, itu pertanda ada kerelaan. Itu namanya relawan. Saya juga dapat banyak banget undangan itu, dari nelayan yang mengundang para sastrawan. Jadi, kalau sekarang dianggap hari Pemilu, itu berbondong-bondong orang nyoblos Anies, itu bisa aklamasi. Jadi, itulah kekuatan dari kesederhanaan, kesadaran relawan, relawan yang bisa deklarasi dari pinggir pantai, dari kios-kios bengkel. Jadi, kelihatannya Indonesia mengubah atau publik pemilih mengubah cara berpolitik. Nggak menunggu lagi serangan fajar. Bayangkan kalau relawan Anies menunggu amplop, itu nggak pernah terjadi. Jadi, itu bedanya dengan peristiwa kemarin-kemarin yang proses pemilihan presiden itu penuh dengan ampop. Anies nggak pasang baliho di mana-mana tuh. Ada baliho kecil-kecil dan cuman kalimat-kalimat. Belum pasang baliho Anies sudah dimobilisasi oleh keinginan untuk mempercepat perubahan. Jadi, betul-betul Anies adalah antitesis dari pemerintahan Pak Jokowi. Dengan cara itu, orang mengerti, semakin bisa dipastikan Anies jadi pemenang Pemilu. Tetapi semakin dipastikan juga Anies akan dapet rompi orange. Kan begitu tuh jadinya. Tetapi, sekali lagi, konfrontasi ini konfrontasi etis, karena memang ada soal-soal yang kriminal itu pasti dipaksakan. Jadi, pikiran publik sudah sampai di situ. Apalagi kalau dianggap bahwa Anies bersalah. Oke, kalau begitu yang lain juga bersalah. Jadi, Pemilu enggak bisa jadi karena semua calon itu juga punya komorbit sebetulnya. Apa saja orang bisa cari-cari, tapi sekali lagi, kelegaan kita bahwa Anies bisa menyelesaikan Jakarta dan ada yang menyambut dia kembali. Nah, kita bayangkan misalnya kalau Pak Presiden Jokowi lengser pada 2024, mustinya ada yang menyambut dengan sambutan semacam ini dan sambutan itu mesti otentik, bukan sambutan yang ada panitia pusatnya. Enggak begitu tuh. Panitia pusat selalu berupaya untuk cari donor ke oligarki soalnya. Jadi, kelihatan bahwa ada oligarki, tapi oligarki hati nurani. Itu yang membuat Anies diasuh oleh oligraki hati nurani. Itu kerelaan betul. Ini dalam minggu ini saya 3-4 kali ke daerah dan kerelaan itu betul-betul datang dari keinginan untuk melihat Indonesia yang bersih. Ini supaya jangan terlalu dianggap bahwa kita bagian dari tim kampanye Anies Baswedan, saya usulkan dua sudut pandang dalam mendiskusikan fenomena hari ini karena fenomena ini tidak hanya di Jakarta, tapi betul-betul fenomena di seluruh Indonesia kalau kita lihat itu. Di luar yang saya bacakan, saya juga dapat banyak WA. Saya mengusulkan dua, tapi silakan Anda kalau nanti mau melihat dengan persepsi yang berbeda. Pertama, itu bahwa sebenarnya fenomena Anies ini adalah semacam frustrasi publik terhadap situasi saat ini sehingga mereka membutuhkan sebuah figur antitesa. Publik ingin keluar dari situ. Kedua, kita ingin mendorong bahwa ke depan harusnya politik kita ini keluar dari jeratan oligarki dan untuk keluar dari jeratan oligarki tersebut harus ada kesadaran dan kerelaan publik untuk sebagai relawan tadi. Jadi, siapapun nanti, ke depan juga, kalau presiden yang kita inginkan kita pilih dan kita rame-rame mengusungnya. Saya usul itu Bung Rocky, silakan kalau Anda mau menambahkan. Yang pertama memang frustasinya karena keadaan ekonomi, dan sosial segala macam, sehingga orang ambil jalan pintas saja bahwa Anies, apapun dia Anies saja tuh. Jadi, itu yang first image, image pertama, satu persepsi pertama publik adalah kami frustrasi dengan keadaan, keadaan ekonomi, keadaan kehidupan sosial, keadaan keberagaman, segala macam. Dan, itu orang ekspresikan Anies bisa lakukan perbaikan. Tetapi tetap kita mau bilang Anies 0% apa enggak? Anies punya potensi untuk berimpit lagi dengan oligarki apa nggak? Pasti ada impitan-impitan ke depan tuh. Tapi bagi publik ini anggap ya sudahlah nanti saja diberesin itu. Pokoknya Anies dulu deh. Jadi, kira-kira sudah sampai di situ ya. Kenapa? Karena ketidakjujuran dalam proses pemilu kan, termasuk yang menghambat 0%. Publik tentu kalau saya ngomong di mana-mana, ya benar Pak Rocky, 0% itu penting buat Anies. Tapi buat sementara sudahlah nggak usah dibikin itu, nanti toh Anies akan ubah itu. Jadi sudah segitu persepsi publik. Itu terkait juga dengan keterangan Pak Presiden kemarin pada polisi itu bahwa keadaan kita memasuki pemilu itu rentan atau sangat rawan, karena memang Pak Jokowi betul-betul tahu bahwa elu-elu pada Anies sudah nggak bisa lagi ditahankan sehingga itu memungkinkan terjadi krisis sosial. Lalu Pak Jokowi perintahkan supaya jangan ragu-ragu polisi untuk menindak yang masih kira-kira sinyal politik identitas justru yang diberikan oleh Pak Jokowi kemarin. Padahal, sebetulnya orang tahu Anies itu dipolitikidentitaskan oleh persaingan yang tidak bisa diselesaikan oleh Pak Jokowi sendiri kan. Jadi, kalau ditanya kenapa ada ketegangan sosial seperti yang dikonsentrasi Pak Jokowi kemarin, karena Pak Jokowi tak berhasil membuat perbandingan antara pemerintahan dan oposisi. Kalau oposisi jalan, nggak akan ada semacam kecurigaan bahwa oh, ini Islomofobia. Karena kita langsung tahu yang beroposisi pasti terhadap kebijakan. Yang beroposisi pasti namanya antitesis. Kan itu intinya. Jadi, sekali lagi fenomena Anies ini betul-betul fenomena keinginan untuk melihat politik yang bersih. Bahwa Anies tetap akan kita tagih 0% itu adalah problem akademis kita supaya Pemilu itu dituntun dengan rasionalitas, bukan dengan 20% yang adalah permainan tukar tambah itu. Jadi, tetap saya menganggap bahwa frustrasi publiklah yang menyebabkan Anies meledak sebagai figur. Itu intinya. Dan, kita mesti ingat bahwa politik Indonesia kadang kala di ujung dipasang palang untuk mencegah orang yang dielu-elukan rakyat. Tapi, rakyat pasti akan melawan. Itu susahnya tuh. Nah, kalau rakyat melawan dengan alasan bahwa Anies itu sudah dinyatakan sebagai calon presiden rakyat, itu susah tuh. Karena tetap akan ada upaya, ini kan calon presiden rakyat mana calon presiden partai wong dia belum punya wapresnya. Dan, threshold-nya mungkin nggak bisa dicapai kalau cuma dua partai mengusung Anies. Jadi, sekali lagi kita balik pada apa yang disebut persepsi publik yang bisa mendahului seluruh aturan Pemilu. Jadi, aturan pemilu bisa dibalik nanti karena ada tekanan publik yang besar-besar. Jadi, seperti ini sudah semi revolusi sebetulnya, sudah semi people power. Oke, tapi kita bahwa ternyata publik tetap percaya dengan sistem demokrasi. Kan kita kemarin khawatir dengan sistem demokrasi itu. Tapi ternyata mereka tetap anggap oke ini jalan yang terbaik dan kita mesti mencari, mungkin karena persoalannya figur yang salah yang kita dukung gitu ya. Ya, kalau dibahasakan secara terbalik, iya. Banyak juga yang frustrasi yang merasa kami salah pilih itu. Kenapa? Itu karena Pak Jokowi ternyata tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat. Pak Jokowi lebih banyak memperhatikan proyek-proyek mercusuar. Jadi, kesadaran itu datang dari keadaan politik dan ekonomi sendiri yang memang digagas oleh Pak Jokowi. Kan sebetulnya Pak Jokowi nggak memenuhi janji, lepas dari isu ijazah segala macam, memang tidak dicapai. Memang pencitraan tetap dilakukan Ibu Sri Mulyani, oleh menteri-menteri. Tapi, itu kan palsu. Orang tahu itu data, bukan fakta. Orang bilang datanya bagus, iya, tapi faktanya adalah kemiskinan. Data pertumbuhan meningkat, iya, tapi faktanya subsidi dicabut, macam-macam tuh. Jadi, segala hal yang berhubungan dengan keadaan masyarakat yang real, itu dirasakan oleh para relawan Anies, itu langsung dinyatakan sebagai hak Anies untuk memperbaiki bangsa ini. Dan, itu yang saya sebut tadi, euforia yang tak tertahankan. Ini menarik Anda bicara soal ijazah. Saya sendiri itu terheran-heran gitu ya. Ijazah ini ternyata menjadi isu yang sangat besar kalau kita amati. Dan itu bukan hanya level bawah loh. Itu level kalangan atas juga sangat mempercayai soal itu. Saya cuma heran saja, pertama sudah ada bantahan dari UGM. Jadi sudah ada otoritas resmi dan itu pun tetap di-denial oleh publik. Kedua, kalau katakanlah misalnya memang betul itu ada ijazah palsu, terus apa pentingnya sekarang, karena kan itu sebagai syarat untuk maju pilpres dan Pak Jokowi kan nggak akan maju lagi gitu. Tapi orang tetap makan isu itu. Apa sebenarnya yang memahami situasi ini. Jadi, kecurigaan ada di setiap sudut gang. Bahkan, kecurigaan terhadap apa benar presiden kita kemarin itu berijazah apa tidak. Padahal, sebetulnya apa pentingnya sih ijazah. Kan kalau dia sudah memimpin, selesai. Tetapi orang menuntut justru aturan yang mensyaratkan seseorang itu harus sarjana. Jadi, bagian ini sebenarnya juga ngaco. Ngapain nuntut presiden jadi sarjana tuh. Ya bagus juga kalau dia sarjana, tapi kalau dia sarjana tapi tidak bisa berpikir, apa gunanya tuh. Kan seringkali saya katakan ijazah itu tanda seseorang pernah belajar, bukan karena dia pernah berpikir. Itu prinsipnya dulu tuh. Nah, kalau begitu, nanti kita melihat bahwa memang ada kualifikasi tertentu, yaitu kemampuan untuk membuat desain pikiran. Ibu Susi Pudjiastuti itu akhirnya mesti nyari-nyari ijazah SMA atau apa yang orang nggak pentinglah, ngapain. Jadi, nanti saja kalau betul-betul kekuatan rakyat menginginkan, ya sudah dianulir saja tuh ijazah. Sebaliknya, ada yang punya Profesor berderet-deret sebagai pemimpin, itu juga enggak bisa mikir. Kan itu yang terjadi. Dan, masih menunggu lagi dapat guru besar dari mana-mana. Tetapi, balik pada pembuktian ijazah tadi, keterangan Ibu Rektor itu nggak ada gunanya. Karena palsu tidaknya ijazah itu mudah diforensik. Jadi, kan sama dengan mencari tahu ini uang palsu atau beneran. Ya bandingkan saja dengan uang benarnya. Apa? Ya semua ijazah itu sama dengan uang, ada jejak kimianya tuh. Jadi, kertasnya palsu apa enggak? Kan kertas ijazahnya itu kan kertas yang khusus. Jadi beda. Kan saya pakai kertas yang saya punya tahun ‘50 sama kertas tahun ‘90 beda. Beda kualitasnya atau beda pabrik yang nge-print. Printing-nya juga bisa. Itu teknologi dengan mudah bisa membedakan ini uang palsu, ini uang benar, ini ijazah palsu, ini ijazah bener. Jadi, bukan karena keterangan administrasi dari Rektor. Orang juga tahu itu bahwa Rektor bisa saja beri keterangan, tetapi pembuktian palsu tidaknya itu atas barangnya. Kan itu. Jadi, nanti di pengadilan pasti akan dibuka, secara teknis ini palsu atau aspal (asli tapi palsu) karena kok kertasnya beda dengan kertas cetakan yang ada pada mereka yang betul-betul memperoleh ijazah. Tapi kita mesti kasih satu sinopsis bahwa publik memang akhirnya mengintai dan mencari-cari apa yang bisa membuat Presiden Jokowi dipermalukan, kira-kira begitu kan. Tentu kita ingin supaya ya dipermalukan tapi apa ujungnya tuh. Kan tetap, presiden Jokowi mungkin bisa bilang iya memang ini ada soal, tapi saya sudah selesai jadi presiden. Itu juga apologi. Jadi, tetap satu Indonesia itu nuntut. Nah, itu sebetulnya bagus karena Indonesia menuntut penyelesaian di pengadilan dan itu silakan berdebat di pengadilan. Saya mendorong supaya Pak Presiden juga cari arsipnya, kasih tahu saja ini ijazah saya dan silakan dideteksi pakai mungkin alat untuk memeriksa dollar palsu atau rupiah palsu, sama juga. Gampanglah secara teknis. (ida/sws)

Empat Langkah Teknis Antisipasi Krisis Pangan

Oleh Bachtiar Nasir - Ketua Umum DPP Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) RESESI global yang kian menghantui perekonomian dunia, bagaikan berlomba dengan krisis pangan dunia. Faktor iklim yang tidak menentu memang menjadi alasan utama terjadinya krisis pangan. Akan tetapi, situasi geopolitik yang semakin memanas akibat konflik Rusia-Ukraina, menjadi pemicu semakin dekatnya bencana kemanusiaan itu nyata di depan mata.  Saat ini, lonjakan harga minyak dan gas, menyebabkan biaya pupuk dan panen, juga transportasi hasil bumi ikut merangkak naik. Komoditi pangan utama dunia seperti gandum sangat terpengaruh. Harga olahan makanan yang berbahan dasar gandum seperti mie dan roti juga semakin mahal.  Walaupun bahan pokok makanan orang Indonesia masih beras, akan tetapi akibat efek domino kelangkaan gas dan minyak; seluruh lini produksi akan tetap terpengaruh. Muaranya, harga-harga pangan di dalam negeri juga akan tetap merangkak naik dan orang-orang yang terancam kelaparan akan semakin banyak.  Data Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/ FAO), patut membuat kita khawatir. FAO mengungkapkan, angka kelaparan di dunia terus meningkat dengan bertambah hingga 46 juta orang sejak 2020 atau melonjak 150 juta orang sejak 2019 dikarenakan kenaikan harga pangan. Kondisi ini diprediksi akan lebih buruk pada tahun 2022. Kondisi ini membutuhkan solusi cepat dan nyata sebelum apa yang dikhawatirkan benar-benar terjadi.  Oleh karena itu, sangat penting untuk meng-up grade kualitas sumber daya manusia umat ini, untuk segera membendung masalah kerawanan pangan agar tidak semakin membesar.  Yang pertama dengan meningkatkan kompotensi sumber daya dan teknologi pangan. Kita melihat bahwa sebagian besar generasi muda umat ini sangat kecil ketertarikannya untuk bergerak di sektor pertanian maupun kelautan. Itu sebabnya, pada masa mendatang, krisis petani dan nelayan menghantui bangsa Indonesia.  Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 jumlah petani di Indonesia mencapai 33,4 juta orang. Adapun dari jumlah tersebut, petani muda berusia 20-39 tahun jumlahnya hanya 8% atau setara dengan 2,7 juta orang. Kemudian, sekitar 30,4 juta petani atau 91% berusia di atas 40 tahun, dengan mayoritas usia mendekati 50-60 tahun. Kondisi ini diperparah dengan penurunan jumlah regenerasi petani muda. Dalam data yang sama, dari periode 2017 ke 2018, penurunan jumlah petani muda mencapai 415.789 orang. Melihat kondisi ini, bila dengan cara konvensional pertanian dan perikanan terlihat tidak menarik, maka diperlukan terobosan-terobosan baru untuk membuat sektor pertanian dan kelautan berteknologi tinggi dan menjadi profesi bergengsi. Yang tentunya, juga harus ditunjang dengan kompetensi generasi milenial untuk menguasai teknologi ke-agrobisnisan dan ke-agromaritiman.  Seperti yang dilakukan oleh generasi milenial petani Australia yang telah menggunakan sejumlah perangkat berteknologi canggih untuk membantu proses penyemaian bibit hingga panen. Mereka menggunakan pesawat untuk menyemai bibit dan menggunakan mesin panen modern untuk memanen. Sehingga gabah dapat langsung dikeluarkan dan diolah untuk mendapatkan bulir beras. Bahkan New South Wales, negara bagian Australia, telah berhasil panen raya dengan hasil 1, 1 juta ton per tahun 2013. Padahal, Australia sendiri bukan negara pengkonsumsi beras seperti Indonesia dan negara di Asia lainnya.  Intensifikasi di bidang pangan ini sangat mendesak untuk dilakukan. Semakin meningkatnya kualitas SDM akan sangat menentukan kualitas pangan yang dihasilkan dan manajemen ketahanan pangan yang diterapkan; guna menjamin ketersediaan.   Kedua, dengan memanfaatkan lahan tidur. Indonesia saat ini memiliki jutaan hektare lahan tidur. Terutama di pulau Sulawesi dan Kalimantan.  Adapun jenis tanaman yang ditanam atau peternakan yang diupayakan di atasnya, dapat disesuaikan dengan kondisi alam sekitar. Pemanfaatan lahan yang terlantar ini sebenarnya tidak hanya di daerah pedalaman saja, tetapi juga dapat dilakukan di daerah perkotaan dengan luas tanah yang tidak terlalu besar sekalipun.  Oleh karena itu, intensifikasi sumber daya dan pemanfaatan lahan tidur ini sebenarnya membutuhkan campur tangan pemerintah. Agar tidak memunculkan konflik atau penyelewengan hasil pemanfaatan lahan.  Ketiga adalah pemanfaatan sumber daya lokal. Banyak komoditi unggulan tiap daerah yang bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan ketersediaan pangan. Alangkah baiknya, jika tiap daerah memiliki tanaman pangan unggulan dan sumber pangan hewani berkualitas yang berasal dari tanah sendiri. Dan, masyarakatnya juga mau mengkonsumsi hasil tanah sendiri itu sebagai bahan pangan pokok. Seperti di daerah yang banyak memproduksi ubi dan ketela pohon, maka bukan masalah bila hasil bumi tersebut yang lebih diutamakan untuk dikonsumsi ketimbang beras.  Pemerintah pada fase ini juga harus memberikan dorongan dalam usaha memperluas kreasi pangan. Sehingga masyarakat dapat terlepas dari ketergantungan mengkonsumsi satu jenis bahan pokok. Seperti yang dilakukan oleh warga Kampung Cirendeu, Bandung, Jawa Barat yang sudah melepaskan ketergantungan mereka dari beras dan menjadikan singkong sebagai bahan makan pokok. Lebih dari seabad yang lalu, tepatnya tahun 1918.  Meski, bukan berarti sama sekali menolak mengkonsumsi nasi, tetapi alangkah baiknya jika kita mulai membiasakan diri dan keluarga untuk mengkonsumsi bahan makanan pokok lain. Sehingga, pameo di masyarakat “bila belum makan nasi berarti belum makan”, bisa segera pupus. Keempat, banyak bersyukur dan tidak mubadzir. Inilah yang sebenarnya sangat diharapkan dari perilaku konsumsi umat, terutama kaum muslimin di negeri ini. Kebiasaan untuk bersyukur dan tidak mubadzir dalam mengkonsumsi makanan akan sangat positif untuk mendukung pemerataan pangan.  Allah Ta\'ala berfirman, وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ \"Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur.\" (Surat Al-A’raf: 10). Mari gunakan apa yang kita miliki semaksimal mungkin untuk kebaikan hidup dan optimalisasi ibadah. Apa yang masih tersisa, sangat baik jika kita gunakan untuk sedekah kepada mereka yang membutuhkan.  Sejatinya, sedekah adalah resep yang paling manjur untuk pemerataan pendapatan dan penanggulangan rawan pangan. Ketika setiap orang tergerak untuk meringankan penderitaan tetangga atau orang-orang di dekatnya yang membutuhkan, maka bahaya kelaparan akan lebih mudah dihindari.  Kesadaran untuk hemat dan berbagi inilah yang secara mental harus dibangun untuk menanggulangi ancaman krisis pangan, di samping berbagai langkah teknis seperti intensifikasi pertanian dan peternakan, percepatan teknologi, pembangkitan lahan tidur, serta peningkatan kualitas dan kreasi komoditi lokal unggulan. Islam sendiri menekankan pentingnya ketahanan pangan dan usaha umat manusia untuk menjaganya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, إن قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا  “Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah tunas, jika ia mampu sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya, maka tanamlah.” (Riwayat Bukhari dan Ahmad). Artinya, meski kondisi genting layaknya hari kiamat sekalipun, Rasulullah Shallallahu \'alaihi wasallam berpesan agar manusia tetap mengupayakan ketersediaan makanan; salah satunya dengan cara menanam, sebagai mana yang beliau perintahkan.

Ketua DPD RI Apresiasi Kapolri yang Tegas ke Dalam

Jakarta, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, memberikan apresiasi kepada Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, yang melakukan pembenahan serius dalam institusi Polri. LaNyalla menilai Jenderal Sigit tegas ke dalam, demi mengembalikan marwah dan citra kepolisian yang menurun di mata masyarakat. “Apresiasi harus diberikan kepada Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang serius membenahi institusi Polri. Ia bahkan bergerak cepat dalam pembenahan itu,” kata LaNyalla, Sabtu (15/10/2022). Senator asal Jawa Timur itu mengatakan, Kapolri tidak segan mencopot dan memecat anggota Polri yang merugikan institusinya. “Polri harus bersih dari orang-orang yang menyalahgunakan jabatan dan wewenang. Karena, Polri bertugas mengayomi dan melindungi masyarakat. Kepercayaan masyarakat harus dijaga,” tandasnya. Dengan alasan tersebut, LaNyalla memberikan dukungan atas pembenahan yang dilakukan Jenderal Listyo Sigit Prabowo. LaNyalla juga berpesan agar Polri tidak tebang pilih dalam mengusut perkara. Karena salah satu sorotan masyarakat adalah adanya perbedaan perlakuan terhadap laporan-laporan yang diajukan masyarakat. “Jenderal Sigit jangan ragu. Lurus saja. Kita pasti mendukung pembenahan yang dilakukan, agar Polri menjadi lebih baik,” katanya. LaNyalla pun berharap tidak ada lagi kasus-kasus yang dilakukan atau melibatkan anggota Polri. Belakangan ini, sorotan tajam memang sedang diterima Polri menyusul berbagai aksi yang melibatkan anggotanya. Kasus pertama adalah pembunuhan terhadap Brigadir J yang melibatkan atasannya, Irjen Ferdy Sambo. Belum selesai kasus ini, muncul Tragedi Kanjuruhan yang melibatkan sejumlah anggota polisi akibat melepaskan tembakan gas air mata ke tribun. Terbaru, Kapolda Jawa Timur Irjen Teddy Minahasa, yang baru beberapa hari dipilih menggantikan Irjen Nico Afinta, terjerat kasus narkoba. Padahal, Irjen Teddy belum dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur. (mth/*)

Pejabat Polri Dipreteli Lalu Dipanggil Presiden ke Istana

Jakarta, FNN – Presiden Joko Widodo memanggil para petinggi Polri ke Istana Negara pada Jumat (14/10/2022) untuk memberikan arahan dan petunjuk dalam menjalankan tugas. Arahan ini berlangsung secara tertutup dan Polri yang datang wajib menggunakan seragam dinas tanpa penutup kepala dan tongkat. Bahkan, handphone juga dilarang dan hanya alat tulis yang diizinkan untuk dibawa. Analis Komunikasi Politik & Militer UNAS, Selamat Ginting di channel Youtube Hersubeno Point mengatakan. seakan-akan pejabat Polri dipreteli. Menurutnya, pertemuan ini spesial karena berbeda dari sebelumnya. Bahkan Presiden juga mengimbau untuk anggota Polri melakukan sholat Jum’at di Istana. “Seperti dipreteli, tidak bawa senjata, tidak boleh bawa handphone, tidak boleh bawa tongkat komando, tidak boleh bawa ajudan, bahkan topi juga tidak. Jadi seperti dalam tanda petik, dipreteli,” kata Selamat Ginting kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Hersubeno Point, Jumat (14/10). Menurutnya, memang ada beberapa kasus yang membuat Polri terpuruk. Kasus Ferdy Sambo dan Stadion Kanjuruhan membuat posisi Polri di mata masyarakat jatuh. Ia merasa Polri merasa defensif dan tidak menunjukkan rasa empati dari kasus Kanjuruhan. Sementara temuan Komnas HAM berbeda dari pernyataan Humas Polri mengenai penggunaan gas air mata yang tidak berbahaya. “Ini menimbulkan efek bahwa kenapa polisi begitu defensif. Padahal temuan Komnas HAM misalnya dan juga hampir semuanya mengatakan bahwa persoalan ini dipicu oleh penggunaan senjata gas air mata yang tidak lazim di lapangan sepakbola,” jelas Selamat. Ia menambahkan, saat petinggi Polri disuruh datang dengan syarat dan ketentuan yang banyak, itu adalah tanda bahwa Presiden marah, jadi bukan marah dengan pernyataan tapi dengan cara simbolisasi. Pada pertemuan ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengaku ada 559 anggota Polri yang hadir. Ada 24 pejabat utama Mabes Polri dan 33 Kapolda. Namun, ada 3 orang berhalangan dan diwakili. (Fer)

Kapolda Jatim Ditangkap, Rocky Gerung Sebut Ini Sebagai Tamparan ke Kapolri

Jakarta, FNN – Kapolda Jatim Irjen Teddy Minahasa ditangkap Propam terkait dugaan jual barang bukti 5 kg sabu pada Jumat (14/10/2022). Padahal, Teddy baru menjabat selama 4 hari sebagai Kapolda Jatim setelah diangkat langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Rocky Gerung menanggapi penangkapan ini di channel Youtube pribadinya setelah beberapa jam berita penangkapan tersebut beredar. Menurutnya ini adalah sebuah keadaan untuk membuat delegitimasi Kapolri. “Untuk mendelegitimasi Kapolri. Kan ini sebagai tamparan pada Pak Sigit. Masa baru diangkat udah diberhentiin lagi dan bahkan dengan desain yang agak mendebarkan, yaitu jual beli narkoba”, jelas Rocky kepada wartawan senior FNN Hersubeno Arief dalam kanal YouTube Rocky Gerung Official, Jumat (14/10/22). Nantinya, Listyo Sigit kemungkinan akan ikut bertanggung jawab karena ia adalah orang yang mengangkat. Rocky juga menambahkan ada sinyal untuk membersihkan bagian tertentu di kepolisian. Karena momentum penangkapan tepat dengan pertemuan para pejabat Polri di Istana Negara. “Jadi kalau kita lihat itu sebagai publikasi. Ya itu dalam upaya untuk sekaligus bilang Polri itu memang enggak pandang bulu bahkan sebelum Presiden bicara, udah dilakukan hal yang mendebarkan”, katanya. Menurutnya, jika proses kasus Teddy Minahasa ini berjalan dengan baik. Maka publik akan penasaran mengenai pengganti Kapolda Jatim berikutnya, “Apakah pengganti Kapolda Jatim punya reputasi yang sama?”. Jika nantinya Listyo Sigit tidak bisa menjawab, maka jabatan Kapolri akan dilepas dan diganti. Teddy Minahasa sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat. Irjen Nico Afinta yang sebelumnya menjabat sebagai Kapolda Jatim dipindahtugaskan dan kemudian diganti oleh Teddy. Diketahui, polisi terkaya di Indonesia saat ini dipegang oleh Teddy dengan jumlah kekayaan mencapai 29,97 miliar rupiah. (Fer)

Lucuti Asesoris Polisi di Istana, Jokowi Marah ke Institusi Polri

Jakarta, FNN – Pengamat komunikasi dan militer, Selamat Ginting menyebut Presiden Joko Widodo marah terhadap institusi kepolisian terkait pemanggilan para perwira polisi yang diminta hadir ke istana dengan melucuti aksesori dinas, seperti topi dan tongkat pada Jumat (14/10).  Hersubeno Arief membahas persoalan ini bersama Selamat Ginting dalam video berjudul \"Presiden Sangat Marah ke Polri. Kumpulkan di Istana. Tak Boleh Pakai Topi Dinas & Tongkat Komando\" melalui kanal Youtube Hersubeno Point yang dipublikasikan pada Jumat, 14 Oktober 2022. Ginting mengaitkan bahwa arahan presiden terhadap pemanggilan perwira tersebut berhubungan dengan kasus-kasus yang membuat posisi polisi terpuruk. Ia menyebutkan dalam beberapa survei menunjukkan citra kepolisian yang menurun drastis. \"Bahkan dalam beberapa survei di bulan Agustus, September, dan Oktober ini turun drastis sampai di bawah 55%. Jadi, kasus Sambo, kasus Kanjuruhan itu kemudian membuat posisi polisi itu di mata masyarakat jatuh sekali,\" ujar Ginting kepada Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief melalui kanal Youtube Hersubeno Point. Pengamat militer dari Universitas Nasional (Unas) tersebut mengatakan belum pernah terjadi pemanggilan pejabat utama polisi, seperti Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Kepala Kepolisian Kota Beaar (Kapoltabes), dan Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) ke istana sebelumnya. \"Bacaan saya presiden itu marah, marah kepada institusi polisi,\" ucap Ginting. Kemarahan presiden tersebut dispekulasi karena lambatnya penanganan kasus yang belakangan ini menjadi atensi masyarakat, bahkan seperti kasus Kanjuruhan yang sudah memasuki ranah internasional.  Menurut Ginting, arahan Jokowi yang meminta para perwira untuk hadir tanpa memggunakan aksesori dinas lengkap dianggap sebagai simbol komunikasi dari bentuk kemarahan presiden. \"Bukan dengan cara pernyataan- pernyataan keras, tapi menurut saya itu sudah simbol komunikasi. jadi ini kemarahan presiden terhadap institusi polisi,\" kata Ginting menambahkan. Seperti yang diberitakan, Presiden Joko Widodo menjadwalkan pemanggilan terhadap para perwira kepolisian dari seluruh Indonesia di Istana Negara pada Jumat (14/10) siang. Dengan perintah ini, Jokowi juga meminta agar para perwira datang hanya dengan baju dinas tanpa menggunakan topi ataupun tongkat komando. (oct)

Bela Ketum PSSI, Pelatih Timnas STY Ikut Mundur

Jakarta, FNN – Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-young mengaku akan mengundurkan diri apabila Mochamad Iriawan mundur dari jabatan Ketum PSSI. Wartawan senior FNN Hersubeno Arief dan Agi Betha dalam kanal YouTube Off The Record, Kamis (13/10/22) ikut menanggapi pernyataan yang disampaikan langsung oleh Shin Tae-young melalui akun instagramnya pada Rabu (12/10/22). Di unggahan itu, STY terlebih dahulu menyatakan bela sungkawa kepada para korban tragedi kanjuruhan. “Pertama-tama saya ingin mengucapkan turut berduka cita atas tragedi Kanjuruhan, Malang. Saya juga seorang suami dari istri dan bapak dari dua anak. Saya ingin memberikan dukungan penuh kepada korban dan keluarga korban.” Ujar Tae-yong. Kemudian, ia berkomitmen untuk terus memberikan harapan kepada korban dengan memberikan prestasi bagi Indonesia. “Saya Ingin memberikan harapan kepada semua orang yang tersakiti karena tragedi kali ini. Cara saya untuk memberi harapan adalah memberikan hasil baik dengan berprestasi di sepak bola yang masyarakat sukai.” Selain itu, Shin Tae-yong berpendapat, Ketua PSSI adalah orang yang sangat mencintai sepak bola. Juga memiliki komitmen kuat untuk mengembangkan sepakbola Indonesia. Dan STY siap ikut mundur jika Iwan Bule pada akhirnya harus mengundurkan diri. “Seseorang yang sangat mencintai sepakbola Indonesia dengan kesungguhan hati dan memberikan dukungan penuh dari belakang agar sepakbola dapat berkembang adalah Ketua Umum PSSI. Menurut saya, jika Ketua Umum PSSI harus bertanggung jawab atas semua yang terjadi dan mengundurkan diri, maka saya pun harus mengundurkan diri.” Di akhir pendapatnya, STY menegaskan bila ia dan Ketum PSSI adalah satu tim. Jadi, ia juga harus bertanggung jawab bila Iwan Bule juga dituntut untuk bertanggung jawab. “Saya pikir jika terdapat kesalahan dari rekan kerja yang bersama sama sebagai satu tim, Maka saya juga memiliki kesamaan yang sama. Kita adalah satu tim. Sepak bola tidak bisa sukses jika hanya performa 11 pemain inti saja yang bagus.” Pernyataan Shin Tae-young tersebut banyak dikomentari khalayak ramai dan cenderung menimbulkan kontrovensi. Hersubeno menyebut sebenarnya desakan terhadap Iwan Bule ini, sebelum TGIPF bekerja juga sudah banyak sekali desakan. “Saya kira ini menambah kekacauan diberbagai sektor kehidupan kita, bukan hanya sektor politik dan ekonomi, tapi juga dalam kehidupan sepak bola. Karena kita tau juga sepak bola di Indonesia nuansa politiknya sangat kencang sekali, ketika ada persoalaan-persoalaan politik dan kemudian melibutkan orang-orang politik di PSSI, ya imbasnya seperti sekarang ini,” ungkap Hersu. Menurut Hersu, saat ini negara perlu diriset baru lagi, “Dimulai start dari 0 seperti di pom bensi dimulai dari 0 lagi,” lanjutnya. Lebih lanjut, Agi Betha juga menyebut beberapa pemain timnas Indonesia seperti Asnawi Mangkualam, Egy Maulana Vikri, Elkan Baggott, Marc Klok, Hokky Caraka dan Saddil Ramdani merespons positif postingan Shin Tae-yong. “Bahkan, Asnawi kapten Timnas juga menjadi trending topic, karena dia mengunggah distory intagramnya,” tutur Agi. Asnawi menyebut bila Ketum PSSI Iwan Bule adalah Ketum PSSI terbaik saat ini. “This true, kurang lebih 10 tahun bersama timnas Indonesia, beberapa kali merasakan pergantian Ketum PSSI.” “Jika mau menilai sampai dengan saat ini memang Iwan Bule masih yang terbaik,” kata Asnawi. Meski demikian, warganet justru kecewa dengan pernyataan Shin Tae-young ini. (Lia) 

Produsen Hoak Tukang Dawet, Ternyata Eks Pengurus PSI

SUPRAPTI, wanita yang mengaku menjadi saksi mata dalam tragedi Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, ternyata bekas pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Dalam pengakuannya yang ia rekam lalu diviralkan, Prapti mengaku melihat sendiri para suporter membawa minuman keras ke dalam stadion. Keruan saja pengakuan abal-abal ini membuat keluarga korban dan Aremania marah. Prapti dianggap tak punya empati. Belakangan ini, karena tidak kuat  menahan gempuran netizen, Prapti akhirnya minta maaf. Dialog Wartawan Senior FNN Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung dalam Kanal Rocky Gerung Offcial, Kamis (13/10/2022), membahas soal tewasnya 131 orang Aremania. Berikut petikannya. Halo halo Bung Rocky, kembali kita ngobrol ya. Ini hari Kamis ya. Kemarin ada berita yang kita tunggu-tunggu, tukang cendol itu setelah diuber oleh Komnas HAM, oleh TGIPF, oleh Polisi, oleh Aremania, ketemu juga tukang cendolnya. Tukang cendolnya rupanya politisi PSI dan pernah jadi pengurus di Malang. Dan itu yang lebih lucu lagi, kemudian ternyata kan itu satu rangkaian, sebelumnya juga dikatakan bahwa ditemukan miras gitu, nyambung dengan tukang cendol yang cerita bahwa mabok semua aremania itu. Ternyata, yang polisi emukan itu botol obat-obatan untuk sapi punya Dispora. Jadi, ini benar-benar deh, jadi antiklimaks tapi lucu, tapi sekaligus itu membuat kita miris ya dengan situasi semacam ini. Ya, jadi semua hal akhirnya berupaya disambung-sambungkan dan hal yang paling berbahaya adalah kalau kerumitan tersebut akhirnya murni carikan penyelesaian dengan cerita-cerita yang akhirnya tidak tersambung sebetulnya. Ini saya lagi di Malang, lagi kasih ceramah, di komunitas-komunitas. Dan, kalau saya bicara dengan teman-teman di sini, itu di setiap gang ada poster yang meminta pertanggungjawaban Pak Polisi itu. Beberapa saya kirim nanti. Dan, itu terhubung lagi dengan ketidakpercayaan orang bahwa ini bukan sekadar kejadian yang tidak terkendali, tapi ada semacam kesengajaan itu. Itu yang saya anggap bahwa agak telat sebetulnya polisi melakukan pemetaan terhadap kesan di dalam masyarakat Malang. Memang ada polisi Malang yang mengambil inisiatif untuk minta maaf dengan bersujud, tapi sebetulnya itu harusnya diikuti oleh seluruh polisi nasional supaya ada kelegaan. Dan, kalau kita anggap bahwa polisi ramai-ramai bersujud di satu Indonesia, itu lebih terasa pengalaman batin kita untuk berempati pada korban itu. Tapi itu nggak terjadi dan tegangan itu ada di semua gang, termasuk di kampung-kampung kecil itu orang pasti merasa ini ada yang sengaja ditutup-tutupi oleh negara.  Jadi, sudah sampai di situ sebetulnya kecurigaan masyarakat Aremania ini terhadap kemungkinan penyelesaian kasus di Malang ini. Saya mengambil kesimpulan bahwa untuk memulihkan ini panjang karena ada batin yang tergores besar di dalam masyarakat Malang. Ya, jadi itu hampir semua gang ya di kota-kota Malang. Jadi mood publik terhadap polisi sekarang ini lagi betul-betul sangat tidak bagus di Malang. Iya. Itu semua jalan-jalan besar itu, poster, baliho gede-gede itu bertuliskan usut tuntas, ini pembunuhan segala macam. Itu dengan mudah kita lihat. Kalau saya tanya pada mereka ini jadi bagaimana membersihkan kota ini, oh nggak mungkin dibersihkan. Dicopot hari ini spanduknya besok muncul lagi tuh. Jadi, ini akan lama, saya menganggap akan lama karena sudah sampe pada semacam kesadaran bahwa pengabaian itu menyebabkan bangsa ini retak sebetulnya. Dan, dia kemudian terkait dengan isu-isu lain bahwa ini persaingan di dalam tingkat elit kepolisian kenapa harus kami yang tanggung getahnya. Kira-kira begitu. Jadi, orang mulai mencium bahwa masyarakat Malang itu membaca dengan cara yang berlapis-lapis, bukan sekadar itu kriminal, tapi di belakang itu ada upaya untuk mendorong bagaimana kita (menangkap ya). Jadi, bagi mereka ini bukan sekedar apa yang ada di lapangan tapi ada desain yang tak terbaca. Kira-kira begitu. Dan mereka yang jadi korban. Oke. Bisa jadi ini potret yang terjadi di Malang. Tapi, sebenarnya potret yang sama tapi dengan penyebab yang berbeda juga terjadi di seluruh nasional. Ya, itu intinya tuh. Bahkan, ada yang menganggap kenapa soal semacam ini terjadi ketika ada kasus Sambo, ketika ada kenaikan BBM. Jadi, seolah-olah seluruh peristiwa di Malang itu dikaitkan dengan upaya menutupi kasus-kasus besar yang lain. Itu sudah jadi semacam pola berpikir. Tapi, bagi masyarakat Malang sendiri, lebih dari itu bahwa kalau orang lewat di stadion itu lalu orang nggak mau nengok ke kiri enggak mau nengok kanan, mau cepat-cepat saja berlalu dari peristiwa itu. Jadi, bekas batin itu betul-betul dalam dan itu yang saya anggap berupaya untuk dihilangkan, tapi muncul lagi. Begitu cara mereka melihat masalah ini. Dan itu yang kemarin kita bahas ya bagaimana tercermin dari media sosial mereka bahwa mereka, orang yang begitu cinta mati dengan bola, tiba-tiba sejak peristiwa itu dia memutuskan mereka tidak akan lagi kembali untuk nonton bola. Boro-boro nonton, lewat saja mereka nggak mau negok ke arah stadion. Iya, itu saya bicara dan kesan saya begitu, berupaya menghilangkan trauma tapi dengan cara itu juga semacam dendam sebetulnya. Dendam yang masih belum bisa mereka pahami itu. Bahwa ada yang kehilangan anak, ada yang menganggap bahwa masa depan kota Malang akhirnya jadi runyam. Jadi, seperti kota yang kehilangan kegembiraan lagi. Dasarnya itu. Ya, jadi ini kalau tahapan-tahapan psikologinya kita sebut mereka dalam tahapan angry gitu. Ya, dan mau melepaskan angry itu ke mana tuh kalau angry itu hanya terhadap kepolisian ya itu mungkin lebih mudah dilakukan. Karena polisi sudah minta maaf di tingkat lokal. Tapi mereka masih merasa ada hal yang masih disembunyikan tuh. Jadi, PSSI lain cara mereka melihat PSSI, tim yang dibuat juga disinisin, jadi belum dapat semacam merasa tenang batinnya itu selama ... kan mereka masih menduga betul 271, 231, ada yang anggap enggak itu pasti 700 orang atau 400 orang. Jadi tetap mereka menduga kok bisa tuntas ya. Jadi, mereka menduga bahwa lebih dari itu yang meninggalkan di situ. Kita mau bayangkan misalnya bagaimana memulihkan kepercayaan bagi publik Malang yang merasa bahwa Istana kok nggak tulus ya merasakan kepedihan kami. Kira-kira itu deep psikologinya, psikologi dalamnya begitu. Ya, jadi prosesnya saya kira masih lama ya. Dari denial, angry, sampai tahap acepted atau menerima itu prosesnya panjang sekali itu. Ya, betul. Saya tadi seharian itu ada di tiga komunitas, diundang oleh LSM, ada lembaga lain, lembaga pendidikan semacam pendidikan mental itu, dimulai dengan minta saya untuk terangkan apa sebetulnya dilihat dari luar itu kejadian di Malang ini apa? Jadi, saya ikut hanyut sebetulnya, karena mereka anggap mereka enggak mengerti apa yang terjadi itu. Jadi, bayangkan misalnya saya mesti ngomong tentang politik, ngomong tentang ilmu pengetahuan, tapi dimulai dengan pertanyaan itu. Pita hitamnya ada di dalam spanduk mereka lalu mereka meminta keterangan apa yang terjadi. Ya saya hanya bisa terangkan seperti yang berkali-kali saya terangkan di FNN bahwa ini bukan tragedi, karena tragedi itu di luar kapasitas manusia untuk memikirkan akibatnya. Jadi, ini adalah kejahatan bahkan saya sebut seperti itu. Dan mereka merasa iya memang ini kriminal tapi kami bahkan mengucapkan kata kriminal, kami nggak mampu lagi. Jadi, betul-betul kayak orang gagu yang enggak tahu apa sih yang terjadi. Jadi, kebingungan tersebut yang kemudian diliputi dengan berbagai macam pertanyaan yang akhirnya pertanyaannya itu jadi kecurigaan bahwa ini suatu perbuatan konspiratif. Kira-kira begitu alam pikirannya. Itu pentingnya ada semacam tim psikologi untuk membaca emosi yang tertahan ini apa? Nah, itu emosi bisa berubah menjadi sesuatu yang justru destruktif di dalam situasi kesulitan ekonomi hari-hari ini. Itu yang saya dapat, tangkap dari cara mereka berbicara. Bahkan, ada yang bisik-bisik, ini bagaimana Pak Rocky, nanti kalau Pak Rocky terangkan mungkin di sekitar kita ada polisi yang berkeliaran segala macam. Jadi, dalam forum akademis pun dianggap begitu tuh. Itu intinya tuh. Jadi, ketakutan yang dibalut oleh ketidakpercayaan terhadap makna peristiwa ini. Jadi, bagi mereka ini sesuatu yang kira-kira dia mau bilang bahwa ini sudah direncanakan. Saya musti katakan ini karena begitu semacam tapisan yang saya dapat dari mental mereka. Karena keterangannya simpang siur maka mereka menganggap ini artinya ada yang direncanakan untuk satu upaya menjebloskan seseorang atau ini suatu upaya untuk menutupi kasus-kasus lain yang ada di dalam politik Indonesia. Sudah sampai di situ kecurigaan publik. Saya sulit membayangkan, karena kalau kita bicara misalnya ada 131 atau 132 keluarga yang mengalami trauma dan saya kira lebih dari itu, termasuk yang luka-luka, itu saja kita sulit membayangkan. Apalagi, kemudian kalau ini satu kota atau satu wilayah kan selalu disebutnya Malang Raya, yang mengalami semacam itu. Saya kira ini memang beban yang luar biasa, terutama untukk para pemangku kepentingan di sana, Walikotanya, Bupatinya, dan sebagainya. Ya, itu beredar sampai ke pelosok Jawa Timur sebetulnya. Saya ngomong dengan orang Pasuruan, beberapa wakil walikota misalnya itu dan berapa pejabat yang bertemu di airport, itu karena mungkin mereka tahu saya bicara dengan FNN, lalu saya sikerubuti untuk diskusi. Jadi, cara mereka berdiskusi itu lain, ada bisik-bisik, tapi kemudian terlihat bahwa ada kecurigaan terhadap keadaan itu. Itu bahasanya begitu. Dan yang saya ceritakan tadi, itu di mulut-mulut gang itu spanduk semua. Dan, ada yang besar, ada yang kecil, tetapi bahkan tuduhan kami dibunuh, usut tuntas segala macam. Jadi, keterangan sosiologisnya kira-kira bahwa ada keadaan anomi itu, keadaan yang tak bisa diterangkan dengan urutan yang lengkap. Jadi, keadaan yang semacam ini yang bsa membuat frustrasi itu bercampur dengan kecurigaan. Kalau sekadar frustasi pada peristiwa itu mudah saja stratnya itu diusut. Tapi, ini frustrasi yang terkait dengan kecurigaan. Itu susahnya tuh. Nah, itu pentingnya presiden misalnya lakukan tindakan yang lebih, sebut saja, lebih komprehensif bahwa kepolisian harus betul-betul diarahkan untuk, luka batin ini hanya bisa diobati oleh kalau ada pepatah mengatakan kira-kira bunyinya begini nih: luka itu hanya bisa dibuat diobati oleh tombak yang melukainya. Kira-kira begitu kalau mengutip salah seorang filsuf, menganggap bahwa hanya pembuat luka yang bisa mengobati luka yang ia lakukan itu pada pihak lain. Ya. Dan saya kira ini nggak akan tertangkap ya kalau mereka tidak langsung menyelami, menyempatkan waktu untuk menangkap aspirasi masyarakat itu. Kalau sekadar kunjungan-kunjungan yang hanya sekilas saja, saya kira nggak dapet ya feelnya mood publik tadi. Ya, itu, bahkan saya mesti bayangkan misalnya bagaimana memberi nama peristiwa ini. Kan sesuatu yang betul-betul out of the blue, tiba-tiba meledak, lalu orang merasa sebanyak itu kejadian di lapangan yang terbatas itu, dan kenapa tidak misalnya kok tidak diantisipasi. Kalau memang betul-betul gas air mata itu berbahaya dan akan digunakan nggak ada soal. Bagi mereka ya sudah memang potensi kerusuhan. Tapi disiapkan mitigasinya, misalnya di semua pintu itu yang 13 pintu itu misalnya ditaruh satu ambulans masing-masing, karena dianggap ini akan ada kejadian yang membahayakan maka dokter-dokter disiapkan. Ternyata tidak. Jadi, orang merasa atau masyarakat Malang merasa bahwa memang apa ini didesain untuk menjebak kami, tewas di dalam lapangan. Jadi, sampai di situ mereka mendalami keadaan dirinya sendiri. Saya bisa membayangkan, dalam kondisi semacam itu, bagaimana mereka tidak tambah frustrasi menghadapi sikap dari para petinggi negara kita, juga sepak bola, juga PSSI, dan lain-lain yang semuanya seolah-olah kemudian saling lempar tanggung jawab. Saya membaca pernyataan dari Pak Mahfud MD yang memimpin TGIPF, bahwa saling lempar tanggung jawab, baik liga, PSSI, juga penyelenggara tayangan, dalam hal ini Indosiar. Ya, yang saya sebut tadi, ada sikap fatalistis sebetulnya, dan merasa apa pun yang diucapkan ya sudahlah, suka-suka kalian deh mau ngapain. Kira-kira begitu. Jadi frustrasinya sudah sampai di situ, menganggap bahwa kami dipermainkan, kami semacam menuntut somasi tapi dianggap itu sekedar ingin cari gara-gara. Jadi, hal yang akhirnya orang musti kalau kita gambarkan psikologinya, diserap ke dalam batin sendiri dan seringkali batinnya enggak cukup lega untuk menyimpan masalah ini secara tertib dan suatu saat dia bisa meledak lagi. Jadi, trauma itu kalau tidak ada outlet, itu bahayanya. Dia akan disalurkan di dalam kasus yang lain. Itu kira-kira begitu keterangan akademisnya. Sesuatu yang tidak bisa dijelaskan akan disimpan sebagai trauma dan trauma itu selalu ingin cari jalan keluar, dan jalan keluar itu bisa di jalan keluar yang betul-betul tanpa kita duga, tumpah di dalam peristiwa yang lain atau peristiwa berikutnya nanti. Dalam politik kita kan banyak betul peristiwa yang bisa berlangsung hanya karena keresahan sosial, tidak bisa dijelaskan, dan manusia itu punya ruang hidup yang kalau dia sesak dia akan meledak. Ya, saya bisa menangkap dan memahami apa yang Anda sampaikan, tapi saya sampai sekarang memang juga kesulitan untuk mendefinisikan gitu, apa yang terjadi di Malang. Kita bisa bayangkan, bagaimana mungkin kita melakukan trauma healing gitu terhadap satu kota, satu wilayah, atau bahkan juga satu provinsi. Ya, itu betul harus dapat istilah itu, trauma healing untuk satu wilayah itu. Satu kayak ruang gelap yang tiba-tiba hampir di depan kita. Jadi, ini betul-betul ruang gelap dan kita bisa bayangkan di luar ruang gelap itu orang saling menduga yang di samping saya ini musuh atau kawan. Jadi itu intinya. Komunitas yang bertumpuk-tumpuk di sini, itu mulai menyusun semacam strategi untuk melupakan, tapi kemudian diingat lagi. Strategi untuk minta pertanggungjawaban tapi kemudian pasrah bahwa ya nggak ada gunanya juga. Jadi, dari apatisme jadi fatalisme, fatalisme menjadi anomi. Kalau kita pakai istilah psikologi, kira-kira begitu. Suatu keadaan yang tanpa aturan lagi itu, batin yang digores terlalu dalam lalu merasa sudah nanti alam semesta akan selesaikan. Kira-kira kepasraan itu terhubung dengan ketidakpercayaan pada lembaga-lembaga yang mungkin masih ditugaskan oleh negara untuk meneliti soal ini. Ya, apalagi temuan-temuan tadi kemudian yang saya sampaikan di depan soal tuduhan miras dan sebagainya, itu menunjukkan bahwa itu merupakan sebuah kekonyolan gitu kan dalam mendeteksi. Masa’ nggak bisa membedakan antara minuman keras dengan obat-obatan untuk menggemukkan sapi dan sebagainya. Ini kan membuat mereka tambah frustrasi. Saya kira saya ingin menyampaikan kepada teman sahabat-sahabat di Malang, Aremania, dan warga Malang, saya bisa memahami apa yang Anda rasakan. Tetapi saya tidak bisa mengatakan, karena ini terlalu complicated persoalannya. Iya, itu kira-kira begitu, betul sekali. Karena kalau saya bereaksi nanti seolah-olah ada jalan keluar, tapi bagi mereka itu sebenarnya hanya ingin mengeluh saja. Kira-kira itu. Dia mengeluh, tanpa dia tahu didengar apa nggak didengar, susah juga tuh. Tapi, bagi kita yang dari luar, kan kita cuma nonton di televisi segala macam. Begitu saya bertemu secara riil dengan masyarakat di sini,  Malang itu kayak kota yang kehilangan cahaya. Itu kira-kira. Baik, terima kasih Bung Rocky, dan saya kira kita bersama dengan warga Malang. Dan Mari kita doakan mudah-mudahan mereka bisa segera melalui duka cita ini ya. (ida/sws)

Luhut Ingin Perkuat Persatuan Bangsa, Rocky Gerung: Basis Sosial Kita Retak

Jakarta, FNN – Resesi ancam perekonomian dunia. Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi meminta bangsa ini menyatu dan gunakan istilah “Perang Rakyat Semesta” untuk hadapi inflasi. Sementara itu, Rocky Gerung pada kanal Youtube-nya, Rocky Gerung Official Kamis (13/10/2022) mengatakan basis sosial bangsa ini sudah retak. Saat Luhut menghadiri Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah pada Selasa (30/8/2022), ia meminta kepada rakyat untuk kompak dan menanam bawang, cabai, tomat sebagai langkah meredam inflasi. Menurutnya, rakyat tak perlu cara yang canggih, cukup tanam dan berusaha untuk tidak kekurangan cabai dan tomat di rumah. Kekompakan inilah yang ia sebut sebagai “Perang Rakyat Semesta”. “Kita dalam menghadapi keadaan sekarang ini harus kompak, saya ulangi kompak!. Kata kompak seperti bahasa tentara itu perang rakyat semesta, semua kita bersatu padu mengahadapi ini (inflasi),” jelas Luhut. Di lain pihak, Rocky mengaku memang ada ancaman krisis atau bahkan saat ini sedang berlangsung. Ia juga berpendapat jika kurs Rupiah bermasalah, itu bisa diselesaikan dengan cara teknis. Namun, yang jadi masalah menurutnya adalah basis sosial kita retak. “Jadi kalau Pak Luhut bilang Perang Semesta, sebetulnya juga bukan sekadar ada frontline yang dipersiapkan untuk menghadapi badai dari luar. Tetapi juga untuk menemukan mampu gak kohesivitas bangsa ini menghadapi badai yang lagi datang ke kita. Kalau gak ada pemilu, mungkin lebih mudah untuk atasi masalah ekonomi,” kata Rocky. Rocky juga mengatakan masih banyak orang membicarakan politik identitas dan ini juga yang membuat kondisi sosial kita berbahaya. Menurutnya, saat ini Luhut sedang berusaha memberikan rasa aman, padahal kondisi sosial tidak memungkinkan rakyat bersatu. Resesi diperkirakan akan merugikan perekonomian global hingga 4 triliun dollar pada 2026 menurut International Monetary Fund (IMF). Pada 2023, diprediksikan pertumbuhan ekonomi global hanya akan mencapai 2,9%. Kedepannya, ekonomi global terlihat gelap akibat resesi dan ketidakstabilan keuangan. (Fer)