NASIONAL
Anies Presiden, Rocky: Beban Ekonomi dan Politik Lebih Berat, Minggu Kedua Sudah Ditagih
APAKAH sekarang ini Presiden Joko Widodo sudah berperan juga sebagai Raja Indonesia? Haruskah seorang Bakal Calon Presiden mendatang minta restu ke Jokowi agar bisa memenangkan kontestasi Pilpres 2024? Dalam acara HUT ke-58 Partai Golkar di JIExpo, Kemayoran, Jakarta pada 21 Oktober 2022 lalu, misalnya, Presiden Jokowi sempat berpesan supaya partai politik tak keliru dalam menentukan Capres-Cawapres 2024. “Jangan sembarangan menentukan calon pilot dan kopilot yang akan dipilih rakyat. Juga jangan sembarangan memilih calon presiden dan wakil presiden,” kata Jokowi mengingatkan. Peringatan Presiden Jokowi tampaknya ditujukan kepada Nasdem yang sudah mendeklarasikan dukungannya kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebagai Bacapres 2024. Pernyataan Jokowi di atas bisa ditafsirkan bahwa Nasdem “sembarangan” memilih Anies sebagai Bacapres 2024. Sementara warga Jakarta yang pernah dipimpin Anies selama 5 tahun, sudah merasakan perubahan, Jakarta lebih baik. Janji-janji kampanye yang pernah dilontarkan Anies pun sudah dipenuhinya, tidak ada yang tertinggal. Tampaknya, Jokowi memang sedang galau dan panik, kepada siapa nantinya dia akan bersandar. Sementara Ganjar Pranowo, meski sudah direstuinya, tapi nasibnya hingga kini tidak jelas. PDIP belum juga mencalonkannya. Sementara, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang tadinya diharapkan menjadi kendaraan untuk mencalonkan Ganjar, tidak juga menentukan sikapnya. Itu juga karena Ketum Golkar Airlanggar Hartarto sendiri juga ingin didukung Jokowi sebagai Bacapres 2024. Apalagi, belakangan secara terbuka, Presiden Jokowi terkesan mendukung Menhan Prabowo Subianto maju Pilpres 2024. Setelah Jokowi menang dua kali Pilpres, “Setelah ini jatahnya Pak Prabowo,” kata Jokowi Itulah sikap Jokowi dalam beberapa hari belakangan ini. Dukung sana-sini dengan mengabaikan etika politik, seolah dia sudah menjadi Raja. Sinyal-sinyal tersebut terungkap dalam wawancara wartawan senior FNN, Hersubeno Arief dengan pengamat politik Rocky Gerung, dalam kanal Rocky Gerung Official, Rabu (9/11/2022). Berikut petikannya. Senang sekali ini kita terus bisa update situasi yang, meminjam bahasanya Bung Rocky, karena terlalu banyak kekacauan di sana-sini. Iya, banyak kekacauan dan orang nggak punya perspektif, lalu karena nggak punya perspektif menjadi fanatik. Kan fanatik itu kalau nggak dituntun oleh perspektif, oleh cara pandang, lalu masuk dalam cara pandang buta. Cara pandang buta itu nggak mau peduli itu siapa dia, ada apa di situ, pokoknya gua suka sama dia tuh. Langsung tuh. Dan itu yang menyebabkan perselisihan internal para pendukung masing-masing capres maupun antar-para pendukung. Jadi, saya balik lagi bahwa teman-teman semua ini, FNN ditugaskan oleh peradaban untuk menuntun pembersihan politik dari kalangan fanatik, dari kalangan feodal. Itu buruknya. Dari kedua belah pihak, mau oposisi mau petahana, semuanya ingin kita clear-kan. Supaya ada level playing field yang betul-betul hanya didasarkan pada kemampuan membaca politik secara rasional. Ini menarik kalau Anda sudah membahas soal ini. Mari kita bahas soal moral etika berkaitan dengan pencapresan. Ada dua fenomena: Pertama, fenomena tentang Anda sendiri yang saya juga mesti menjelaskan kiri kanan di mana orang mempertanyakan tentang sikap Anda, berkaitan dengan pernyataan Anda tentang LBP yang cocok jadi wakilnya Anies itu. Sampai sekarang, tadinya saya pikir ini cuma bercandaan, ternyata serius, banyak orang nangkapnya. Kedua, ini kritik dari teman kita sendiri, tentang Pak Jokowi yang memberikan restu dan mengendors secara langsung Pak Prabowo untuk jadi calon presiden. Ini dianggap sebagai menyalahi etika dan terkesan negara kita ini sekarang berubah jadi monarki. Kalau monarki berarti Pak Jokowi bakal jadi raja dong. Silakan Anda mulai dari mana. Yang Anda dulu deh. Orang terus-menerus mengaitkan saya sebagai pendukung Anies, pendukung AHY, ya jelas saja karena saya nggak mendukung Jokowi, nggak mendukung Ganjar kan. Tapi, bukan mendukung dalam pengertian menjadi tim relawan. Saya mendukung setiap orang yang punya gagasan masuk di dalam wilayah politik. Jadi yang punya gagasan itu. AHY punya gagasan, Anies punya gagasan, maka saya dorong supaya masuk ke situ. Tapi bukan itu intinya. Intinya adalah supaya gagasannya AHY, gagasannya Anies, dihadapkan langsung dengan gagasannya Ganjar. Kan itu. Dengan kata lain saya juga mendorong Ganjar datang ke dalam wilayah debat publik di pers, di FNN, supaya kita adu gagasan, bukan adu jual spanduk. Itu masa lampau. Ngapain spanduk ada di mana-mana, tetapi gagasannya kita nggak tahu. Jadi itu konteksnya. Lalu pada waktu seminar dengan FNN, orang bertanya, siapa yang layak jadi wapres. Saya nggak peduli mau siapa jadi wapres nggak ada urusan dengan saya. Cuma saya uji, Anies memberi syarat. Wapres itu ABC, lalu kita uji siapa yang mampu itu. Nggak ada yang mampu, maka saya sodorkan. Kalau parameternya adalah kemampuan menambah elektabilitas dari wilayah non-muslim, kan mesti begitu pengertiannya, maka LBP. Kenapa? Karena LBP datang dari wilayah yang bukan wilayah Anies, jadi tambah. Kalau syarat kedua Anies adalah yang mampu untuk menertibkan kasak- kusuk, bahkan saya pakai bajingan-bajingan begundal di DPR, ya Pak Luhut. Kenapa? Karena Pak Luhut ngerti permainan koboi-koboi yang ada di DPR. Terpenuhi yang kedua. Yang ketiga, kalau Anies mensyaratkan wakil presidennya mampu untuk mengelola pemerintahan secara birokratik junto teknokratik, pasti cuma Pak Luhut. Karena Pak Luhut berhasil menyelesaikan banyak soal terus sehingga dapat banyak penugasan dari Pak Jokowi. Kan itu masuk akal kan? Lalu orang marahin saya, marahin FNN, kok Rocky pro Luhut. Bukan saya pro Luhut, tapi parameter Anies hanya ada pada Luhut. Kan gitu. Jadi orang-orang ini, yang otaknya dangkal juga, jadi fanatik pada Anies, lalu musuhin saya tuh. Padahal, saya justru menguji parameter itu. Lain kalau dikatakan kan AHY bisa. Loh, saya bilang iya AHY juga saya dorong, tetapi di dalam parameter Anies AHY enggak masuk. Kenapa? AHY enggak punya pengalaman teknokratik, belum pernah memerintah. Jadi, orang marah ke saya. Loh, Anies yang bikin (persyaratan). Kalau sekarang misalnya saya bilang, oke, AHY enggak bisa, berarti siapa yang punya pengalaman di pemerintahan. Gibran. Sekarang saya bilang tuh, Anies ambil Gibran saja wakil presidennya kan? Kan Gibran punya pengalaman jadi walikota. Nanti orang marah lagi ke saya. Itu namanya orang sudah masuk pada fanatisme. Padahal, kita ingin supaya politik ditumbuhkan dengan parameter-parameter akademis. Kalau kita uji sekarang Gibran, Gibran masuk kriteria ketiga dari Anies, punya pengalaman pemerintahan. Gibran mampu nggak menertibkan perkelahian politik nanti di DPR, karena saya bayangkan kalau Anies menang, tetap saja partai politik bukan dikuasai Anies. Kan tetap minoritas PDIP, partai pendukung Nasdem segala kan. Jadi, hal semacam itu yang kita uji. Apakah Gibran punya pengalaman pemerintahan? Punya, walikota. Apakah Gibran mampu? Belum tentu dia mampu. Apakah Gibran nambahin suara, pasti nambahin suara dari wilayah PDIP. Jadi, Gibran tinggal satu soal. Jadi semua kita ukurkan berdasarkan parameter yang dibuat oleh Anies sendiri. Kan begitu. Aher boleh dimajukan karena Aher punya pengalaman pemerintahan. Boleh nggak Aher menambahkan suara, ya sama juga tuh. Aher dengan Anies sama tuh suaranya. Syarat kedua dari Anies, mampu menertibkan persaingan politik di DPR, kelihatannya tidak mampu, karena PKS juga sedikit. Sama nasibnya dengan Demokrat. Mana mungkin Demokrat mampu untuk menguasai parlemen. Tetapi, kalau Aher lebih mungkin karena presiden Anies terpilih, lalu suara pergi ke PKS tuh, maka suara PKS naik tuh. Saya nggak membayangkan Anies terpilih suara Nasdem naik. Lain itu. Jadi Anies terpilih presiden, tapi Nasdem suaranya ya segitu-gitu saja kan? Orang menganggap ya lebih baik pasangkan saja. Kalau saya memilih Anies, sebagai muslim misalnya, maka saya akan memilih PKS. Kira-kira begitu ukurannya. Enggak ada terbalik begitu. Jadi kalkulasi Nasdem juga bisa keliru. Nah, semua ini adalah permainan di kepala untuk kita atur. Kenapa politik tumbuh dengan kekacauan ini. Karena nggak ada nol persen. Kan itu intinya kan. Jadi, karena tukar tambah, Anies terpaksa mesti pasang parameter, yang memang secara awal orang langsung lihat kesan bahwa Anies memang ingin serius. Nah, bahkan saya tambahkan, seandainya Anies dapat calon wakil presiden yang memenuhi kriterianya, pertama menambahkan suara, kedua mampu mengendalikan politik di Parlemen, dan ketiga dia akan mampu menjalankan pemerintahan. Oke. Wakil presidennya sudah cocok, siapapun namanya. Terus tiba-tiba, dua minggu pertama tagihan dari kreditur internasional tuh, dua minggu berikutnya tagihan dari China soal harus bayar kelebihan atas anggaran di kereta cepat, macam-macaam. Dua minggu kemudian ada ketegangan di Indo Pasifik, nah lantas itu bubar pemerintahannya tuh. Karena Anies akan digoyang kembali oleh petahana, karena dia menang bukan atas dukungan Pak Jokowi. Jadi, Anies akan mendapat oposisi lebih besar justru ketika dia menang. Dan, ketika dia menang, beban politik dan ekonomi yang dibebankan oleh Presiden Jokowi mulai ditagih di minggu kedua, kalau dia menang. Ini semua bayangan di kepala dan kita mesti mampu untuk bikin konstruksi di kepala, begitu. Supaya relawan juga paham, nggak sekadar memilih, tetapi ada konsekuensi-konsekuensinya. Nah, itu sebetulnya intinya kenapa kita hentikan fanatisme itu. Soal Etika Politik Jokowi Yang kedua tadi soal Bivitri. Bivitri bagus menerangkan soal itu karena Bivitri memang pakar hukum tata negara, dia bisa melakukan perbandingan secara ketatanegaraan dunia. Memang nggak ada dalam tradisi Presiden itu muncul sebagai raja di dalam sistem Republik. Lain kalau Pak Jokowi itu raja maka boleh semua orang minta restu sebagai Sabdo Pandito Ratu. Jadi kita balik lagi pada feodalisme kan. Gerindra sudah putuskan Pak Prabowo calon presiden. Itu keputusan Gerindra, keputusan dari sebuah partai, dan itu keputusan tertinggi kehendak anggota. Ngapain lagi minta izin pada Pak Jokowi. Kalau Pak Jokowi bilang nggak bisa, misalnya, lalu Gerindra mau ngapain? Demikian juga Golkar, memutuskan Pak Airlangga jadi calon presiden, tapi saya minta izin dulu. Artinya, Airlangga atau Prabowo nggak peduli dengan keputusan kongres atau munasnya, kan? Jadi, hal-hal semacam ini mesti kita terangkan dan Bivitri mengingatkan bahwa ini bukan monarki loh. Justru karena demokrasi maka kekuatan rakyat itu ada pada partai politik, bukan pada presiden. Presiden itu kan dipilih di dalam sistem yang kompetisinya fair. Jadi, kalau presiden kasih sinyal saya maunya Prabowo, itu artinya presiden tidak tahu etika demokrasi. Ya boleh saja dia bilang diam-diam, empat mata, tetapi dia mengucapkan ke publik artinya dia punya preferensi. Apa hak presiden untuk mengatur munas. Jadi, Presiden akan bilang Munas Golkar itu harus dibatalkan, demikian Munas Demokrat. Semua munas harus dibatalkan karena saya hanya peduli Munas Gerindra. Itu nggak boleh diucapkan. Jadi, mestinya Pak Prabowo juga mengatakan, iya, terima kasih Pak Presiden, tetapi itu bukan cara demokratis. Airlangga juga bisa bilang begitu. Supaya orang tahu bahwa Gerindra itu dipimpin Prabowo, bukan oleh Jokowi. Supaya orang tahu bahwa Golkar itu dikendalikan oleh Airlangga, bukan oleh Jokowi. Supaya orang ngerti bahwa PKB itu adalah milik Cak Imin (Muhaimin Iskandar), bukan milik Pak Jokowi. Kan itu intinya. Jadi, begitu sebetulnya kalau saya teruskan logika dari Mbak Bivit tadi. Saya coba komentari, tetapi sekaligus pertanyaan lagi kepada Anda, politik yang Anda sebut tadi fanatisme berlebihan, sekarang anak-anak muda menyebutnya baper. Baper ini enggak boleh dalam politik dan yang perlu kita ingatkan sebagai media, FNN itu menjaga jarak pada semua kekuasaan, pokoknya kita jaga jarak pada semuanya. Tetapi, one day, media itu juga harus punya keberpihakan. Dan, itu jelas parameternya kapan kita mesti berpihak. Yang kedua, saya kira saya tadi mikir-mikir ketika Anda menjelaskan itu, tetapi sebenarnya Pak Jokowi juga enggak bisa disalahkan sendirian. Karena Pak Prabowo itu bolak-balik memuji Pak Jokowi di mana-mana, berkali-kali. Bahkan Pak Prabowo sudah menyatakan kalau terpilih jadi presiden ingin membentuk kabinet seperti kabinet Pak Jokowi. Pak Airlangga juga bilang begitu bahwa capres dari KIB harus konsultasi dulu ke Pak Jokowi. Begitu juga dengan Puan Maharani yang sebenarnya dia juga petugas partai, dia datang kepada Pak Jokowi dan dia minta-minta dukungan untuk menjadi calon presiden. Jadi, Pak Jokowi juga punya kecenderungan semacam itu, tapi para politisi kita juga punya seperti itu. Jangan-jangan ini kultur baru di kita, kultur demokrasi monarki. Iya, kalau dirumuskan, relawannya baper, tokoh-tokohnya caper. Pak Parbowo caper itu, atau kalau saya mau lebih tajam lagi, cemen. Pak Prabowo mesti bilang gitu karena dia ada di dalam. Nggak mungkin dia mengatakan bahwa yah, itu payah Pak Prabowo. Pak Prabowo ada di dalam, Airlangga ada di dalam. Jadi kita mesti bedakan mereka sebagai Menteri, terpaksa mesti muji-muji Jokowi kan. Tetapi, begitu ada persaingan politik, batas itu hilang. Dia mesti kembali pada konstituennya yang menghendaki otonomi. Jadi itu intinya sebetulnya. Kita nggak ada soal, Airlangga muji-muji, tetapi orang akan ingat Airlangga itu pemimpin Golkar. Jangan sampai keputusan Golkar dianulir hanya karena pujiannya pada Jokowi. Jadi, kesulitannya begitu. Di mana ini dimulai? Ini semua dimulai oleh kesalahan Pak Jokowi sendiri yang dulu menghendaki supaya nggak ada partai politik masuk. Sekarang partai politik masuk. Kita nggak bisa membedakan ini Airlangga atau Prabowo menteri atau sebagai ketua partai. Jadi, kacau perpolitikan kita. Etika itu yang musti kita bersihkan. Dengan kata lain, mereka yang memihak pada presiden, ya sudah bilang saja bahwa kami tidak akan bersaing dengan Presiden Jokowi. Tapi, diam-diam kan Airlangga mulai menarik diri dari KIB dan mulai kasih sinyal bahwa dia bisa bersaing. Jadi, sebetulnya itu yang disebut sebagai pragmatisme. Pragmatisme artinya mengambil keputusan ketika semua hal sudah diuji. Itu namanya pragmatisme. Ditemukan kembali pengertian baru. Kalau sekarang bukan pragmatisme tapi oportunisme, kalangan oportunis. Ya, ini para penjilat sebetulnya. Kita tidak ingin lihat Indonesia tumbuh dalam ludah yang berlebihan dari para penjilat. (ida/sws)
Arab Saudi Bidik 15 Juta Jemaah Umrah RI, LaNyalla Minta Pengawasan Diperketat
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyambut baik kebijakan pemerintah Kerajaan Saudi Arabia yang menargetkan 15 juta Jemaah umrah asal Indonesia. Hanya saja, ia berharap pengawasan turut diperketat. Target 15 juta jemaah umrah asal Indonesia tiap tahun itu, merupakan bagian dari program Vision 2030 Arab Saudi. Program ini menargetkan kunjungan warga negara asing, termasuk umrah, sebanyak-banyaknya. Menurut LaNyalla, kabar ini merupakan angin segar bagi pelaku bisnis Travel Haji dan Umrah. Meskipun ada saingan dengan aplikasi Smart Pilgrims yang dikucurkan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. \"Tentu ini kabar yang sangat baik dan diharapkan mampu menjadi pemantik perekonomian dan berdampak baik bagi usaha travel di Indonesia. Meskipun harus bersaing dengan aplikasi Nusuk dan sejenisnya,” kata LaNyalla, di sela kunjungan daerah pemilihan di Jawa Timur, Rabu (9/11/2022). Namun LaNyalla juga mengingatkan, pentingnya pengawasan penyelenggaraan ibadah haji dan umrah yang harus diperketat. \"Pemerintah harus berkaca dari kejadian yang lalu, saat terjadi penipuan haji dan umrah yang merugikan masyarakat. Ini tidak boleh terulang kembali, banyak masyarakat yang sudah merindukan tanah suci pasca pandemi. Sudah menabung lama, kalau tertipu kan itu keterlaluan,\" ujar LaNyalla. Ia menambahkan, terkait perubahan kebijakan terkait umrah yang tidak lagi dengan Kemenag tetapi dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hal itu perlu diatur dengan jelas. \"Jangan sampai melahirkan polemik dan rebutan lahan bisnis, karena harus tetap bermuatan ibadah bagi jemaah, bukan sekadar wisata religi semata. Harus jelas benang merahnya,\" katanya. (mth/*)
AASB Desak Pemerintah Taati Putusan MK
Jakarta, FNN – Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) tiba di Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat pada Rabu (9/11/2022) pukul 11.15 WIB. Aksi tersebut digelar untuk mendesak penentuan Upah Mininum tahun 2023, agar Pemerintah menaati Putusan MK yaitu tidak menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang mana UU Cipta Kerja tersebut telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat. \"Nama-nama yang saya sebutkan silakan memisahkan diri dan mempersiapkan untuk bertemu dengan MK,\" ucap Arif Minardi, Presidium AASB. Arif menambahkan bahwa perwakilan tersebut diantara lain yaitu Bung Jumhuri, Ibu Narti, Bung Fernandi, Bung Nano, dan Bung Idris. Sebelum bertemu dengan MK, peserta aksi menyanyikan lagu Indonesia Raya. (Ind)
Semua Obat yang Ditarik Punya Izin Edar, Ketua DPD Minta BPOM Beri Penjelasan
Surabaya, FNN – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyorot kinerja BPOM dalam penarikan obat sirop terkait kasus gagal ginjal pada anak. Menurut LaNyalla yang sedang kunjungan dapil di Jawa Timur, langkah menarik obat sirop dari pasaran mengundang pertanyaan. \"Keputusan ini menimbulkan tanya. Sebab, seluruh obat yang ditarik itu memiliki izin edar dari BPOM. Termasuk, obat yang diduga mengandung Etilena Glikol (EG) dan Dietilena Glikol (DEG),\" ujar LaNyalla, Selasa (8/11/2022). Dengan keluarnya izin edar, LaNyalla menilai BPOM seharusnya telah menjamin keamanan obat-obat sirop yang beredar di pasar. \"Makanya menjadi sebuah ironi jika BPOM kemudian menarik obat-obatan sirop yang awalnya telah mereka beri izin edar. Artinya, BPOM tidak bisa lepas tangan terhadap kondisi yang terjadi saat ini,\" ujarnya. LaNyalla pun meminta BPOM secepatnya memeriksa kandungan pelarut pada semua jenis Vaksin Imunisasi yang diberikan kepada bayi dan anak-anak. “Karena ada testimoni orang tua korban, anaknya tidak pernah minum obat sirop, tetapi terpapar gagal ginjal akut dan meninggal,” tandasnya. Senator asal Jawa Timur itu berharap BPOM memberikan keterangan kepada publik mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi. Ditambahkan LaNyalla, BPOM juga jangan saling lempar ke Kementerian Perdagangan soal impor bahan baku EG dan DEG, karena regulasi yang tidak diatur BPOM untuk masuk dalam kategori bahan baku obat. “Justru seharusnya masuk dalam kategori bahan baku obat. Sehingga seharusnya masuk kategori lartas (larangan terbatas, red),” urai Ketua Dewan Penasehat KADIN Jawa Timur itu. Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan untuk mencabut izin edar tiga industri farmasi yang dalam kegiatan produksinya menggunakan bahan baku pelarut Propilen Glikol dan produk jadi mengandung cemaran Etilen Glikol (EG) melebihi ambang batas aman. (mth/*)
Tiba-tiba Belok Dukung Prabowo, Rocky: Sudah Kita Duga, Jokowi Butuh Penjamin
PRESIDEN Joko Widodo tampak bahagian ketika melontarkan kalimat, “Saya menang Pilpres 2 kali, setelah ini jatahnya Pak Prabowo”. Apalagi, Prabowo Subianto langsung menyambutnya dengan sikap berdiri tegak dan hormat kepada Presiden Jokowi. Apakah itu sinyal bahwa Jokowi sudah tidak lagi mendukung Ganjar Pranowo yang sebelumnya digadang-gadang sebagai Bakal Capres yang akan diusung Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dimotori Golkar, PPP, dan PAN? Apalagi, sampai detik ini Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri pun belum ada keputusan perihal nasib Gubernur Jawa Tengah ini, apakah PDIP akan beri tikel Bacapres kepada Ganjar atau Ketua DPR Puan Maharani. Prabowo sendiri memang tampak sumringah dengan ucapan Jokowi seolah telah memberi sinyal dukungan kepada mantan rivalnya pada Pilpres 2014 dan 2019 itu. Prabowo harus super hati-hati atas ucapan Jokowi yang hakikatnya tidak memiliki kekuatan dan bobot strategi politik sama sekali, apalagi ucapan Presiden bisa berubah-ubah dalam hitungan detik. Sebenarnya, ucapan Presiden Jokowi yang ditujukan kepada Menhan Prabowo Subianto itu tidak lebih dari upaya untuk menarik perhatian dan simpati dari Prabowo saja. Jokowi sedang mencari figur penggantinya yang nantinya itu benar-benar bisa melindungi dirinya setelah tak menjabat Presiden lagi. Karena jika mau jujur, Jokowi telah banyak melanggar konstitusi dan perundangan yang berlaku. Figur Ganjar Pranowo yang diharapkan dapat tiket dari PDIP ternyata hingga kini masih belum juga. Mau difasilitasi lewat KIB, di sana ada Ketum Golkar Airlangga Hartarto yang lebih berhak mendapat tiket KIB maju Pilpres 2024 ketimbang Ganjar. Di sini Ganjar kan cuma penumpang “titipan” Jokowi saja. Dalam kegalauan itulah Jokowi mencoba beralih pada figur Prabowo Subianto dengan celoteh, “setelah ini jatahnya Pak Prabowo”. Bagaimana pandangan pengamat politik Rocky Gerung? Wartawan senior FNN Hersubeno Arief melakukan dialog dengan Presiden Akal Sehat ini dalam Kanal Rocky Gerung Official, Selasa (8/11/2022). Berikut petikannya. Ini perkembangannya menarik soal Ganjar, saya melihat kok tiba-tiba kelihatannya Pak Jokowi sudah mulai berubah haluan, meskipun ini masih bercanda gitu. Tapi, kalau bercanda berkali-kali menurut saya bukan bercanda lagi nih soal dukungan terhadap Pak Prabowo. Ya, itu point yang sebetulnya dari awal kita sudah duga bahwa Pak Jokowi akhirnya pertarungannya adalah siapa yang akan menjamin dia. Beberapa minggu lalu saya terangkan bahwa kelihatannya Pak Jokowi lebih mungkin percaya pada Prabowo daripada Ganjar. Karena Prabowo sudah memperlihatkan kesetiaan dari oposisi berubah jadi pengikut. Dan, bahasa tubuh Pak Prabowo terlihat mampu untuk memberi keyakinan pada Pak Jokowi bahwa tugas dia untuk mengamankan Pak Jokowi sesudah lengser juga bisa dipastikan. Kalau Ganjar nggak jelas, mampu gak menjaga Pak Jokowi atau kepentingan-kepentingan Jokowi pasca lengser. Kan itu yang paling penting, terutama soal potensi Pak Jokowi untuk dipersoalkan di kemudian hari itu karena banyak kebijakan yang buruk soal IKN, soal Kereta Cepat Jakarta Bandung yang merugikan negara segala macam. Jadi, dia potensi itu dan dianggap bahwa Anies nggak mungkin menjamin itu karena Anies datang dari tradisi yang berbeda dan relawan Anies pasti akan menuntut Pak Jokowi untuk diperkarakan di kemudian hari. Jadi itu mungkin bertentangan dengan undang-undang kepresidenan. Tetapi, politik hari ini kan politik intai mengintai, masih ada dendam. Itu saya kira yang dibayangkan Pak Jokowi dan menganggap bahwa Prabowo lebih aman. Ya, memang lebih aman, tapi perubahan rezim kan seringkali bisa berlangsung tanpa melalui sistem yang normal. Nah, kalau sistem yang tidak normal itu terjadi, artinya Anies muncul sebagai pemenang pemilu atau kandidat yang dipilih rakyat melalui sistem yang tidak normal, maka berantakan seluruh agenda Pak Jokowi. Tapi, secara normatif saya kira sinyal itu buat Pak Prabowo. Apalagi Prabowo baru pulang dari Amerika dan mungkin bawa oleh-oleh cerita tentang potensi proksi Amerika diperlukan Indonesia untuk mengamankan Indo Pasifik dan macam-macam. Jadi, kelihatannya ada semacam sinyal atau bukan sekadar sinyal sebetulnya, ada kalkulasi yang sudah final dan itu yang akan jadi patokan partai-partai lain untuk bersiap-siap mengajukan calon tandingan. Kan begitu saja. Kalau Ganjar dari awal nggak jelas, dimain-mainkan Pak Jokowi, dibuatkan musra supaya dukung Ganjar ternyata musranya nggak jalan. Jadi, banyak pengikut Ganjar yang pasti kecewa pada Jokowi. Tapi kan mereka memang tahu bahwa Pak Jokowi janjinya cuma satu, Ganjar Ganjar Ganjar. Tiba-tiba ada perubahan politik dunia di mana diperlukan seseorang yang paham tentang geostrategi. Lalu pertimbangan lain adalah kemampuan untuk deal dengan krisis pangan dan energi dan dianggap krisis tersebut melibatkan pengetahuan luas tentang bagaimana peta energi dunia, peta pangan dunia, dan kelihatan Ganjar mengurus Jawa Tengah saja nggak bisa. Dan itu akibatnya kalau orang yang hendak diusung itu gak memperhatikan global politik, perubahan di dalam era dunia. Jadi, mondar-mandir di tik-tok dari satu panggung ke panggung yang lain. Ganjar lupa bahwa isu dunia itu justru yang akan jadi penentu. Milenial juga berhitung tentang isu dunia, isu lingkungan, isu pangan, isu militer, globalisasi Eropa. Itu yang nggak ada di dalam pandangan Ganjar. Sangat mungkin Pak Prabowo pulang dari Amerika dibekali dengan perspektif geostrategi lalu diterangkan pada Pak Jokowi. Kalau Pak Jokowi mengerti bahwa 2022 tidak sama seperti Indonesia 2019 atau bahkan 2024, ketika nggak ada problem dunia. Saya kira Pak Jokowi harusnya konsultasi dengan beberapa orang dekat dan menganggap bahwa ya sudah, Pak Prabowo saja. Itu dari perspektif kepentingan politik Istana. Beda dengan politik rakyat yang menganggap bahwa nggak ada urusannya Jokowi mau siapapun kalau orang menghendaki Anies ya jadilah Anies kan. Tidak mungkin Pak Jokowi itu jadi semacam patokan tunggal. Walaupun dia petahana tapi secara etis gak boleh petahana itu mendorong-dorong seseorang. Itu akan jadi pola nanti. Nanti di era berikutnya Pak Jokowi itu atau Pak Prabowo akan tentukan siapa presidennya. Jadi, untuk apa ada pemilu. FNN kembali mengingatkan bahwa demokrasi adalah peluang untuk semua orang, bukan sesuatu yang dimahkotakan oleh Presiden. Ini bukan sistem kerajaan. Pak Prabowo jadi kayak pangeran yang langsung ditunjuk oleh Jokowi. Nggak bisa dong. Pak Prabowo juga pasti merasa kurang enak kalau sekadar ditunjuk Jokowi. Pak Prabowo kan petarung, mau bersaing itu. Walaupun pesaingnya yang ngalahin Pak Prabowo yang dua kali menang. Jadi, etika politik tetap harus kita pegang. Jangan karena presiden sudah kasih sinyal yang berlebih bahwa yang akan datang itu adalah Prabowo maka semua orang bergerombol di sekitar Gerindra kembali. Nanti Nasdem gigit jari lagi karena sebetulnya bagian dari kekuasaan, tapi nggak dapat restu dari Jokowi. Demikian juga Ganjar. Relawan Ganjar pasti kecewa dan saya dorong relawan Ganjar untuk menentang keputusan Jokowi kan supaya orang nggak anggap kalau begitu relawan Ganjar dipermainkan Jokowi doang dong. Kan kasihan juga Projo cs itu. Suruh bikin musra, ujungnya Prabowo yang direstui. Itu yang saya anggap bahwa rasa moral bangsa ini hilang. Mengintip, minta dibujuk, itu ngapain. Kan itu juga relawan yang banyak LSM di situ, banyak dosen di Projo yang kehilangan harga diri pada akhirnya, dipermainkan oleh seseorang yang memang jatuh dari awal. Watak Pak Jokowi adalah pamer semua hal nanti kemudian dipilih sendiri, lalu dibentur-benturkan. Itu soalnya. Jadi, Jokowi sudah paham bagaimana ngerjain orang. Oke. Ketika beberapa hari yang lalu Anda mau memberikan sinyal bahwa kemungkinan besar Pak Jokowi mendukung Pak Prabowo, saya sebenarnya masih mikir-mikir. Tapi sekarang dengan dua kali Pak Jokowi menyatakan ini, meskipun bercanda, saya jadi mulai serius. Saya kemudian jadi teringat juga ketika dulu, lama sekali, videonya sekarang viral, Anda pernah berdebat dengan seorang politisi dari NasDem, yang Anda menyatakan bagaimana kalau tiba-tiba nanti Nasdem mencalonkan Anies Baswedan. Si politisi itu menghina Anda, bagaimana mungkin Nasdem mencalonkan Anies. Dan itu kejadian sekarang. Jadi menurut saya, jangan-jangan Anda mendapat bocoran, wangsit, atau Anda memang apa ini Bung Rocky? Kan dari awal kita deteksi Pak Prabowo dengan perhitungan dia yang semi misterius, walaupun kita tahu ujungnya masuk ke kabinet, lalu merasa bahwa hanya dengan cara itu dia bisa berguna, lalu dia yakinkan kepada Pak Jokowi bahwa sebagai seorang prajurit dia lebih mementingkan negara dibanding pertandingan politik. Lalu Pak Prabowo disingkirkan oleh pemilih muslim, lalu emak-emak ngomel pada Pak Prabowo. Tapi, Pak Prabowo yakin bahwa politik itu artinya mencari jaminan bahwa dia akan mampu untuk memimpin di ujung. Dan perlahan-lahan Pak Prabowo memperlihatkan bahwa kemampuan dia menandingi yang lain terbukti, walaupun sudah dicaci-maki sebetulnya oleh masyarakat pendukung Prabowo awal, tapi dia bisa buktikan bahwa dia bisa dan mampu untuk bertahan dengan ada sedikit kelucuan, ada sedikit percaya diri yang mungkin orang merasa kalau begitu Prabowo menyimpan strategi, ya cerdas juga Prabowo. Kira-kira begitu kan. Nah, itu kira-kira yang dibaca oleh Pak Jokowi. Maka kloplah. Yang kedua, relasi Pak Prabowo dengan Ibu Mega kan tetap terjaga. Walaupun dasarnya perjanjian batu tulis yang sering saya sebutkan ya itu tinggal batunya saja, tulisannya sudah hilang. Tetapi, pragmatisme politik juga tahu bahwa kira-kira Mbak Puan itu mau diasuh oleh siapa, sebagai wakil presiden misalnya, sebagai politisi yang kariernya masih panjang. Nggak mungkin dia diasuh oleh Ganjar. Jadi, kira-kira begitu. Ibu Mega juga merasa ya sudah pada Prabowo saja dititipkan. Dan Prabowo juga memperlihatkan kesetiaan kepada Ibu Mega. Jadi, sekali lagi, politik Indonesia itu jangan diukurkan melalui teori-teori komparatif politik, elektoral politik. Di sini tetap feodalisme berlangsung, di sini kasak-kusuk komunalisme jalan terus. Jadi, wangsit mesti dibaca dengan baik. Tetapi, apa artinya itu bagi kita, bagi rakyat Indonesia. Buruklah. Artinya demosnya hilang. Demokrasi dasarnya demos. Tapi demos-nya hilang. Jadi, transaksi antar elit yang dulu diterangkan oleh sosiologi klasik bahwa politik itu sebetulnya transaksi antar elit saja. Di mana pada akhirnya bertemu? Ya di pesta kawinan bertemu, atau di dalam upacara kenegaraan bertemu, sementara rakyat ya statusnya sebagai relawan saja, atau sebagai pendukung Jokowi segala macam. Ya fanatisme rakyat itu akhirnya berbalik menjadi semacam olok-olok saja. Elit akan olok-olok. Jadi, bayangkan buzzer itu bingung lagi. Dari awal sebetulnya mereka nggak taat azas kan. Dulu saya minta pada relawan Jokowi, usir Prabowo dari Istana tuh. Lalu saya dilaporkan, seolah saya menghina Prabowo. Padahal memang faktanya begitu. Kan itu haknya relawan Jokowi, kenapa Pak Prabowo ada di situ? Jadi, Pak Jokowi merasa bahwa ah, nggak penting relawan gua tuh. Kasih amplop tipis juga sudah diam. Itu yang sering saya terangkan, Pak Jokowi bagaimanapun, walaupun kapasitas konseptual dia di bidang pembangunan kurang, nggak mampu berpikir teknokratik, tapi dia mampu membaca psikologi orang. Apalagi sudah 7 tahun. Dia tahu yang ini mukanya cuma minta ditempeleng pakai amplop tipis, yang sana mesti dikeluarin sprindik dulu baru tunduk. Pak Jokowi sudah betul-betul jadi politisi yang paham bagian buruk dari etika massa civilian. Tapi bagian buruknya juga itu yang sedang dipakai oleh Pak Jokowi dan itu yang berhasil sebetulnya tuh. Jadi, dari segi etika politik, buruk sebetulnya. Tetapi, ya sudah. Terima saja faktanya karena kita saya senang bahwa akhirnya politik itu justru memburuk habis-habisan. Karena, kalau nggak memburuk enggak mungkin kita perbaiki. Jadi, biarkan saja itu. Dan ini kalau kita lihat, Pak Jokowi ini secara perlahan dia sudah mulai menunjukkan perannya, bukan hanya sekarang sebagai King, tapi nanti dia akan menjadi king maker, gitu kan. Kan kita lihat coba waktu ulang tahun Golkar, dia mengingatkan hati-hati milih calon presiden, jangan sembrono. Ini diulang lagi di depan Perindo. Dan dia juga menyatakan hati-hati pilih calon presiden. Dan yang luar biasa Hary Tanu pun kemudian menyatakan bahwa apapun pokoknya perintah dari Pak Jokowi akan dijalankan. Saya membayangkan bagaimana Pak Jokowi itu nggak merasa lebih nyaman di luar itu ya, kalau di PDIP dia cuma dianggap sebagai petugas partai, sementara di luar beliau betul-betul diperlakuan seperti raja gitu. Kan faktor utamanya di feodalisme kan. Dan, berkali-kali kita katakan, kalau begitu ngapain kalian bikin partai? Mahkamah partai di mana, dignitas partai di mana, martabat partai di mana kalau mengangguk-angguk pada presiden. Satu-satunya keterangan mengapa ketua-ketua partai itu menggut-manggut bukan hanya karena feodalisme, tetapi karena ada komorbid pada mereka. Gampang nerangin itu. Kalau nggak ada komorbid, kalau nggak ada integritas etis, nggak ada bau korupsi, enggak terlibat di dalam satu dua penggelapan, itu pasti berdiri tegak semua. Sekarang semua partai mulai dipersoalankan. Nasdem mulai diusut tower apa itu, sprindiknya sudah keluar. Itu pertanda bahwa Anies sudah diam saja itu, nggak usah ikut-ikut lagi dalam politik. Jadi, sebetulnya semakin Anies digembirakan oleh masyarakat dan relawan, semakin Istana merasa harus ada kepastian siapa yang akan nantang Anies. Kira-kira begitu. Atau siapa yang musti disingkirkan. Jadi, kelihatannya itu yang terjadi. Seluruh perencanaan KPU nggak ada gunanya. Seluruh Munas yang dibuat, PPP bikin munas, PAN bikin munas, Golkar bikin munas, gak ada gunanya lagi. Kalau Pak Jokowi bergembira maka Pak Jokowi mulai mempermainkan. Ya, semakin tertuju jokenya Pak Jokowi. (sof/sws)
Pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace Dihadang di Probolinggo
Surabaya, FNN – Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace dihadang dan diintimidasi sekelompok orang dari beberapa organisasi masyarakat yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo, Senin (7/11/2022). Sekelompok ormas tersebut mendatangi tim Greenpeace yang tengah singgah dalam perjalanan di Probolinggo. Mereka menyatakan menolak kegiatan bersepeda dan kegiatan kampanye Chasing the Shadow di Bali. “Salah satu teman kami yang ikut dalam rombongan dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan, atau tidak melakukan kampanye apa pun selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali,” kata Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak dalam rilisnya yang diterima FNN, Selasa (8/11/2022). Tim pesepeda sudah mengalami intimidasi sejak berada di Semarang, baik dari orang-orang tak dikenal maupun yang berseragam polisi. Sekitar tujuh orang yang mengaku polisi sempat mendatangi tim Greenpeace yang sedang on air di sebuah stasiun radio. “Mereka menanyakan rencana aksi di Simpang Lima, Kota Semarang, padahal Greenpeace tak berencana menggelar aksi di kawasan tersebut. Di Semarang, Greenpeace menggelar acara pameran foto, diskusi, dan pertunjukan musik di Gedung Oudetrap, Kota Lama,” tambah Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia Tata Mustasya. Sejumlah aparat berseragam Korps Bhayangkara dan militer juga kerap terlihat di tempat-tempat yang didatangi para pesepeda dan tim Greenpeace Indonesia, seperti di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, dan di Desa Tegaldowo, Gunem, Rembang. Represi semakin meningkat saat tim bergerak dari Semarang menuju ke Kota Surabaya. Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan. Puncaknya terjadi dalam perjalanan menuju Probolinggo, di mana ancaman jika kami melanjutkan perjalanan disampaikan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan. “Kami menilai hal ini sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi negara ini. Pola represif semacam ini juga banyak terlihat dalam kasus-kasus perampasan lahan, seperti di Kendeng dan Kulonprogo,” ungkap Leonard Simanjuntak. Dalam melakukan kampanye, Greenpeace selalu menerapkan prinsip-prinsip antikekerasan. Pesan kampanye yang mereka bawa dalam kegiatan tur sepeda adalah mengabarkan kepada publik bahwa krisis iklim sudah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia, serta mengancam sejumlah aspek dalam kehidupan kita, termasuk pangan dan sejarah kebudayaan. Menurut Greenpeace, justru, kegiatan bersepeda merupakan salah satu cara mereka dalam mempromosikan solusi iklim untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Sepeda merupakan simbol kendaraan yang paling minim emisinya sebagai solusi iklim. Salah satu solusi untuk mencegah terjadi dampak krisis iklim adalah dengan melakukan akselerasi transisi energi. Dalam dokumen NDC, jika Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), transisi energi adalah hal mutlak yang harus dilakukan secara serius, ambisius, dan adil. “Hal ini merupakan seruan Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace yang disampaikan secara damai, kreatif, dan terbuka,” lanjut Tata Mustasya. Pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan tak bisa berjalan sendiri untuk menangani krisis iklim dan membutuhkan partisipasi publik. Namun, ironisnya partisipasi warga negara untuk menyuarakan krisis iklim dan sekaligus solusinya justru dihadapkan pada tindakan represif dan pembatasan ruang demokrasi. Yang patut diingat oleh pengurus negara adanya ruang demokrasi bagi masyarakat sipil adalah prasyarat untuk bisa mewujudkan keadilan iklim. Karenanya kami mendesak agar pemerintah menghentikan upaya represif terhadap aktivis yang tengah menyuarakan keadilan iklim. Negara harus menjamin kebebasan berpendapat seluruh warganya. Tidak ada Indonesia yang maju dengan masih hadirnya represi terhadap aksi-aksi kreatif untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Polisi juga harus menjalankan perannya untuk memberikan rasa aman, bukan malah menciptakan ketakutan bagi warga negara. (mth/*)
Aliansi Aksi Sejuta Buruh Bersiap Geruduk MK
Jakarta, FNN – Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) akan menggelar aksi pada Rabu (9/11/2022) di Mahkamah Konstitusi (MK). Aksi tersebut digelar untuk mendesak penentuan Upah Mininum tahun 2023, agar Pemerintah menaati Putusan MK yaitu tidak menggunakan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja juncto Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang mana UU Cipta Kerja tersebut telah dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat. Tuntutan tentang kenaikan upah dan kesejahteraan buruh itu didasarkan karena selama tiga tahun tidak ada kenaikan upah padahal sudah terjadi kenaikan harga barang pokok. “Siap-siap kita turun untuk memahamkan kepada pemerintah tentang pengupahan,” ucap Arif Minardi, Presidium AASB. Dan aksi unjuk rasa besok direncanakan akan dihadiri oleh 2.000 orang massa aksi dari elemen buruh. (Rac)
Capres KIB Belum Deal, Anies Bebas Beredar, Ganjar Malah Dihajar
NASIB Ganjar Pranowo yang digadang-gadang sebagai Bakal Calon Presiden yang didukung Presiden Joko Widodo hingga kini belum jelas benar. Apakah dia bakal diajukan PDIP belum tentu juga. Karena di internal PDIP sendiri juga figur Puan Maharani masih diunggulkan sebagai Bacapres juga yang disokong Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri yang juga ibunya, sama-sama trah Soekarno. Sementara, jika PDIP memang tidak mencalonkan Ganjar, maka sekoci untuk Ganjar adalah Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dimotori Golkar, PPP, dan PAN. Namun, tampaknya KIB juga tidak solid. Pasalnya, Ketum Golkar Airlangga Hartarto juga tampaknya sama-sama ingin maju sebagai Bacapres Golkar. Sehingga, nasib Ganjar juga masih terkatung-katung belum tentu dicalonkan KIB. Sementara, Menhan yang juga Ketum Gerindara Prabowo Subianto mendapat sinyal dari Presiden Jokowi yang akan mendukungnya maju sebagai Bacapres. Tapi, Prabowo “dihadang” dengan kasus Komponen Cadangan (Komcad). Dari nama-nama bursa Bacapres, hanya Anies Baswedan saja yang selama ini masih terbilang bebas ke mana-mana menemui relawan dan pendukungnya. Bagaimana pengamat politik Rocky Gerung melihat semua ini? Ikuti dialognya wartawan senior FNN Hersubeno Arief bersama Rocky Gerung di Kanal Rocky Gerung Official, Senin (7/11/2022). Ini ada hal yang menarik karena kemarin ternyata pertemuan antara KIB di Makassar tidak menghasilkan kesepakatan siapa yang akan diusung. Nah, yang menarik lagi, kan kita tahu Golkar ngotot, maunya dia yang jadi calon Presiden, tapi kemudian alasan yang dikemukakan secara formal oleh Airlangga Hartarto adalah menunggu 1-2 lagi anggota koalisi yang baru. Ya, itu artinya Airlangga paham bahwa Jokowi tidak akan bakal memaksakan calon dia tuh. Karena bukan sekadar Jokowi nggak mampu memaksakan, tapi fakta di lapangan bahwa calon Pak Jokowi, Ganjar itu makin lama semakin kacau pendukungnya. Jadi, PDIP tetap akan berupaya untuk memasang duri di sepanjang perjalanan politik Ganjar. Dan kelihatannya Pak Jokowi berbalik itu ke arah Pak Prabowo. Jadi, kira-kira KIB sinyalnya begitu, tunggu Prabowo saja sekalian gabungkan dengan Gerindra. Semua ini kan sinyalnya Pak Jokowi tuh. Jadi, Airlangga juga menganggap mungkin Pak Jokowi ingin Prabowo Subianto – Airlangga Hartarto yang maju sebagai pengganti beliau. Tapi, kita menduga-duga hal yang nggak kita inginkan sebetulnya. Ngapain sih semua orang menunggu restu Pak Jokowi, menunggu sinyal sana sinyal sini. Tetapi dari awal kan kita sudah prediksi bahwa KIB itu kan Koalisi Indonesia Berantakan. Sekarang ini makin berantakan. Sebentar lagi Koalisi Indonesia Bubar. Atau jangan-jangan menunggu sinyal dari Pak Jokowi sendiri, karena ini kan juga masih terus berlangsung musyawarah rakyat, musyawarah yang dilakukan oleh Projo. Dan saya membaca ini kemarin rupanya dilaksanakan di Sumatera Barat, di Padang, dan ditolak oleh mahasiswa karena berlangsung di kampus dan itu dianggap menggunakan politisasi kampus. Itu kayak tikus masuk ke sarang kucing. Kacau juga idenya. Ngapain datang ke Padang. Tetapi, memang kemampuan kita untuk menduga kekacauan kan dengan mudah dari awal kita tahu bahwa pasti ini akan bubar. Jadi, kalau dia batal di Padang karena ditolak itu artinya moral panitia ini juga hancur di mana-mana. Nanti dia pindah ke Palembang ditolak juga tuh. Jadi, mungkin sudah saatnya diucapkan saja supaya ngapain terus-menerus berupaya untuk membujuk rakyat. Padahal, elektabilitas Pak Jokowi sudah enggak diperlukan karena beliau sudah selesai. Jadi, enggak jelas kan ini musyawarah rakyat buat apa? Dari awal Jokowi bahkan sudah ogah menjenguk-jenguk musyawarah itu, sejak dari Ujung Pandang yang kedua juga sudah degradasi. Karena Jokowi sudah sibuk untuk nyari-nyari koalisi. Jadi, ngapain lagi itu musyawarah rakyat. Tetapi, tetap mau memperlihatkan bahwa relawan ini utuh. Namanya relawan ya utuh kalau amplopnya tebal. Makanya saya mikir-mikir kenapa mereka memilih Sumatera Barat, sementara yang di Makassar pun dibatalkan. Kita tahu kan dan mereka juga sangat tahu bahwa ini dari dua pilpres juga itu bukan daerah Jokowi. Di sana kekalahan Pak Jokowi justru telak. Ya, dari awal kan ide musyawarah rakyat hanya untuk menyenangkan hati Jokowi. Relawan direkrutlah, bahkan banyak akademisi yang jadi penasihat dari musra ini. Padahal, ngapain nih fungsinya dosen-dosen itu, dosen UI, dosen Gajah Mada, segala macam jadi penasihat dari musyawarah rakyat, tanpa tahu apa arahnya. Jadi, sebetulnya memang ada paket yang lengkap itu, bahkan pasti dibayar mahallah konsultan-konsultan akademis ini. Tapi dia sendiri nggak paham musyawarah itu mau ngapain. Demi apa itu? Demi memperpanjang masa jabatan presiden atau lebih menandingi musyawarah MPR? Jadi nggak jelas demi apa. Tetapi, yang jelas demi mengelu-elukan Ganjar tuh. Dan, agak ajaib, misalnya hal yang sudah jelas itu buat Ganjar, tapi kalangan akademisi masih menganggap itu netral. Ini gila kan? Cara berpikir dungu itu sudah masuk juga pada dosen-dosen UI, UGM, IPB, yang direkrut untuk jadi Dewan Pengawas dan Dewan Pengarah. Arahnya sekarang berantakan. Mestinya, ada semacam kelegaan dari panitia ini untuk mengatakan kami hentikan karena ada penolakan. Nanti ada yang mengatakan, kan di Padang jadi ditolak, ya pasti. Di tempat lain juga pastinya diam-diam sebenarnya orang enggak peduli lagi karena di depan mata kita yang bersaing itu Anies dan Ganjar. Dan Anies sudah lari lebih cepat daripada musyawarah rakyat. Jadi, bayangkan, misalnya, Anies ada di depan sekarang, Anies sudah lari di depan, tapi masih ada musyawarah rakyat juga. Jadi orang bingung ini mau ngapain. Bilang saja bahwa musyawarah undang Anies saja supaya jelas. Tapi takut kan. Musra ini takut masuk ke dalam wilayah di mana Anies bisa dimunculkan di Musra. Nanti orang bingung. Dan saya kira dengan situasi semacam itu kita jadi memahami ya kalau Ganjar kemudian ada indikasi yang melawan lagi PDIP. Kenapa? Ini kan kita baca di DPRD Jawa Tengah, itu mulai muncul protes karena ternyata Ganjar Pranowo nggak pernah datang kalau diundang rapat oleh DPRD Jawa Tengah, karena sibuk keliling-keliling nyapres. Bagaimana dia enggak sibuk keliling nyapres kalau Anies sudah keliling? Ya, itu Ibu Megawati banyak peluru buat pelan-pelan disiksalah Ganjar itu dengan perintah DPP. Tapi tetap kita akan tunggu Ibu Mega juga harus jelas memberitahu bahwa calon kami bukan Ganjar. Paling enggak dia bilang begitu. Karena dia memang belum ada calon. Jangan takut karena mungkin Puan belum fiks di situ, tetapi dia juga harus sebutkan bahwa calon kami bukan Ganjar, agar tahu dirilah sebetulnya. Jadi, sebetulnya dari awal kita duga keras bahwa permainan headline ini akhirnya dibatalkan oleh munculnya Anies di Medan itu. Anies di Medan ini bisa dua minggu muncul di headline terus. Sementara itu headline-nya Ganjar ternyata dia pemalas, ternyata dia enggak ngurus Jawa Tengah, lalu akan dikeluarkan lagi oleh PDIP. Ini buktinya, stunting di Jawa Tengah masih tinggi, ini buktinya kerusakan lingkungan, ini buktinya banjir segala macam. Jadi, PDIP sebetulnya yang akan ganjal Ganjar sendiri, diberi ganjaran oleh PDIP. Kalau kita lihat hari ini, sebenarnya seperti Anda sebutkan tadi, KIB pasti bubar gitu ya. Kalau tidak bubar justru KIB yang akan diakuisisi oleh yang lain gitu. Kalau bahasanya Pak Airlangga menunggu 1-2 partai lain. Tapi mungkin dari persepsi itu kita lihat justru KIB nanti yang akan di take over oleh koalisi yang lain. Memang begitu. Dan, ini semua menandakan bahwa makin lama Pak Jokowi makin lemah. Dia nggak punya grade lagi, tuh. Dia kasih sinyal supaya cepat-cepat dong, jangan rangkul-rangkulan saja. Airlangga bilang pegang tangan saja belum apalagi rangkul-rangkulan. Kira-kira begitu sinyalnya. Tapi bagus juga Golkar mulai kasih sinyal bahwa dia mandiri dan partai-partai lain pasti akan belajar dari Golkar. Dan Golkar tahu cara memeras yang cerdas. Kan Airlangga bilang tunggu lagi satu partai. Itu artinya, dia tahu siapa yang mesti dia gaet di situ, supaya Airlangga jadi firm sebagai calon presiden. Itu bagus juga. Jadi, paling tidak ada tiga calon presiden, walaupun tiga-tiganya kita nggak peduli. Oke, mari kita ngomongin realitasnya dulu. Jadi, kelihatannya sekarang yang real ini berarti setidaknya ada tiga kubu/koalisi. Pertama, koalisinya Anies (Nasdem, Demokrat, dan PKS) yang katanya sudah hampir selesai (90%); kedua, kubu PDIP, itu jelas dia tidak akan goyah dalam situasi semacam itu, yang terjadi nanti dia akan menarik partai lain. Ketiga, PKB dan Gerindra. Sementara KIB ini potensinya mungkin akan diserap oleh Prabowo atau PDIP. Iya, itu saja. Dan, Airlangga kelihatan senyumnya bagus saja walaupun dia faktor akhirnya kan. Jadi, Golkar sekarang berbalik, Golkarlah yang menawan dua blok yang tadi itu. Bahkan, Golkar masih kasih sinyal bahwa dia masih akan tunggu mungkin nada terakhir dari Pak Jokowi itu. Jadi kelihatan betul bahwa pemilu ke depan itu nggak ada gunanya sebetulnya. Atau senyum terakhir di depan Jokowi karena persiapan mentalnya buruk. Sementara itu, calon presiden yang kita butuhkan adalah orang yang sudah beredar untuk memberitahu rakyat bahwa ini mandat dia, bahwa ini proposal dia untuk bangsa ke depan. Jadi, kita menunggu presiden untuk ajukan proposal, bukan kasak-kusuk di antara partai. Kasak-kusuk itu penyebabnya karena 20% itu. Sudahlah, kita mau mendengar bahwa Anies mau jadi calon presiden, oke ini konsep saya. Ganjar begini kasih konsepnya saja itu. Tunggu koalisi itu belakangan saja kan. Demikian juga Prabowo. Kan semua presiden di Amerika itu selalu sudah siap dengan bukunya. Dulu Bill Clinton mulai dengan bikin buku People First (Dahulukan Rakyat), Obama juga bikin buku Keberanian untuk Berharap. Jadi, semua calon presiden nggak usah peduliin kasak kusuk. Tapi, mereka mesti beredar. Nah, masalahnya Anies sudah bebas dari birokrasi maka dia beredar. Ganjar belum bebas dari birokrasi makanya dia dihajar. Jadi, sekarang ini justru secara mengejutkan Ganjar yang selama ini dielu-elukan dan dianggap ini orang yang tadinya akan dapat blessing dari Pak Jokowi malah nasibnya makin nggak jelas setelah pertemuan Makasar ini ya. Saya kira Ganjar banyak minum obat sekarang, obat penenang gitu. Karena kalaupun dia ditolak Pak Jokowi atau ditolak PDIP ya nggak ada soal, tetapi yang terjadi dia ditolak pada saat Anies dielu-eluhkan. Itu soalnya tuh. Ganjar lakukan fight back-lah. Pastikanlah, saya Ganjar Pranowo, saya ingin jadi presiden dan jika saya dihalangi oleh PDP maka saya akan lompati pagar PDIP atau saya keluar dengan baik-baik. Kan keluar PDIP itu hanya dengan dua cara, lewat pintu atau bongkar genteng. Tapi, itu orang melihat sebagai satu tindakan otentik dari seorang capres, bukan nunggu diombang-ambingkan. Makin lama Ganjar mentalnya juga terombang-ambing. Padahal, Anies sudah dengan firm kasih pidato tentang keadilan sosial, Anies bahkan tegaskan perubahan atau tidak. Jadi, nadanya sudah naik. Kemaren dia masih ragu-ragu. Begitu dia ketemu massa, emosi, ego, intelektualnya itu tumbuh. Nah, kita tunggu juga Ganjar begitu. Ganjar santai-santai ya nggak ada isinya kan. Mondar-mandir kiri kanan, tapi apa yang dia ucapkan. Kira-kira begitu. (ida/sws)
Paparkan Kedaulatan Ekonomi, Ketua DPD RI Kutip Hadits
Jakarta, FNN – Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengutip Hadits Riwayat Ahmad untuk memaparkan bagaimana kedaulatan ekonomi di Republik ini harus diimplementasikan. Hal itu disampaikan LaNyalla secara virtual di Pelantikan dan Rapat Kerja Nasional Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Syariah se-Indonesia, Senin (7/11/2022), di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. “Sistem ekonomi Pancasila sudah sangat jelas, negara harus berkuasa penuh atas bumi air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Termasuk, (untuk) menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak,” kata LaNyalla. Menurut LaNyalla, konsepsi Ekonomi Pancasila itu sejalan dengan konsep ekonomi Islam, di mana Public Goods dikategorikan dalam tiga sektor strategis yaitu air, ladang atau hutan, dan api atau energi. Ketiganya itu harus dikuasai Negara. “Bahkan dalam hadist Riwayat Ahmad, diharamkan harganya. Artinya tidak boleh dikomersialkan menjadi Commercial Goods. Seperti tertulis dalam Hadist Riwayat Ahmad, yang artinya; \'Umat Islam itu sama-sama membutuhkan untuk berserikat atas tiga hal, yaitu air, ladang, dan api dan atas ketiganya diharamkan harganya\',\" tegas LaNyalla. Contoh konkret dalam perspektif di atas adalah bagaimana Sahabat Usman bin Affan diperintah oleh Rasul untuk membeli sumur air milik seorang Yahudi di Madinah saat itu, yang kemudian setelah dibeli, dia gratiskan airnya untuk seluruh penduduk Madinah. Sampai hari ini, sumur itu dikenal dengan nama sumur Usman. “Sehingga ekonomi Indonesia dijalankan dengan tiga pilar utama yakni koperasi atau usaha rakyat, perusahaan negara dan swasta, baik nasional maupun asing,” ulas LaNyalla dalam kegiatan yang mengusung tema, \'Reformasi Hukum Indonesia: Wajah Hukum adalah Wajah Peradaban\'. Dalam hal pembagian, Senator asal Jawa Timur itu menilai terdapat garis demarkasi tegas antara wilayah public goods dan commercial goods, serta irisan di antara keduanya. Sehingga terjadi public, privat, people, partnership. “Rakyat harus berada dalam posisi sebagai bagian dari pemilik kedaulatan atas wilayah, termasuk sumber daya di daerahnya. Sehingga keterlibatan rakyat itu mutlak dan wajib jika kita membaca konsep ekonomi usaha bersama yang dirumuskan para pendiri bangsa kita,” ujar LaNyalla. Dikatakan, hal itu merupakan sistem asli yang lahir dari pemikiran luhur para pendiri bangsa, yang berbeda dengan Isme-Isme yang ada saat itu, seperti Liberalisme di Barat atau Komunisme di Timur. “Oleh karena itu, saya menawarkan Peta Jalan untuk mengembalikan Kedaulatan dan Kesejahteraan Rakyat dengan cara, kita kembalikan UUD 1945 naskah asli, untuk kemudian kita sempurnakan kelemahannya dengan cara yang benar, bukan diganti total seperti saat Amandemen 1999-2002 silam,” pungkasnya. Sebab, hari ini, imbuhnya, Indonesia perlahan tapi pasti, menjadi bangsa yang individualis, liberal, sekuler dan kapitalistik. (mth/*)
LQ Indonesia Law Firm Diundang Kemenkeu Terkait RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan
Surabaya, FNN – Maraknya kasus gagal bayar yang terjadi di Indonesia saat ini baik dari Koperasi maupun sektor keuangan yang telah diawasi Otoritas Jasa Keuangan tidak menutup kemungkinan terjadi gagal bayar seperti kasus fenomenal saat ini yakni kasus gagal bayar Koperasi Indosurya yang telah merugikan para nasabah tersebut hingga mencapai ratusan triliun. Pemerintah dalam hal ini lalai dalam mengawasi sektor-sektor keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat sehingga menelan banyak korban (rakyat), khususnya OJK, KEMENKOP, BAPPEBTI dan lembaga pengawas keuangan lainnya. LQ Indonesia Law Firm seperti diketahui berprestasi menangani berbagai kasus seperti gagal bayar, investasi bodong dalam bentuk koperasi simpan pinjam, robot trading, reksa dana, MTN, investasi sembako, dan lainnya. “Kasus-kasus yang kami tangani yakni Koperasi Indosurya, Koperasi Sejahtera Bersama, Robot Trading DNA PRO, Auto Trade Gold, Net 89, Mahkota, Oso Sekuritas, dan lainnya,” kata Managing Partner LQ Indonesia Law Firm Surabaya Adv. Rizki Indra Permana, SH, MH. “Dalam penanganan perkara kami sangat totalitas dalam membela dan meperjuangkan hak-hak korban klien kami, maka dari itu kami sangat vokal dalam menyuarakan isi hati para korban yang ingin mendapatkan keadilan. Rizki Indra Permana menuturkan, maraknya kasus penipuan dengan modus menghimpun dana masyarakat dengan alibi investasi dan Koperasi Simpan Pinjam dengan menjanjikan bunga cukup besar serta sudah mendapatkan pengawasan dari KEMENKOP dan OJK. “Bukan hanya sekali dua kali kasus yang serupa terjadi, tetapi banyaknya pelaku-pelaku yang memanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri dengan modus berupa Koperasi Simpan Pinjam dan investasi. Dari beberapa kasus yang sedang ditangani LQ Indonesia Law Firm telah dilaporkan resmi ke pada pihak Kepolisian RI dan beberapa kasus sudah masuk dalam persidangan,” tuturnya. ”Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Badan Kebijakan Fiskal Pusat Kebijakan Sektor Keuangan) mempercayai LQ Indonesia untuk andil dalam Penyusunan atau Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan terkait KSP/USP,” ungkapnya. Dengan diselengarakannya konsultasi publik ini yang mengundang LQ Indonesia Law Firm untuk berkontribusi dalam pemikiran dan sebuah ide gagasan diharapkan mendapat sebuah pandangan dan masukan terkait Rancangan Undang-Undang KSP/USP untuk kepastian para korban. Rizki Indra Permana berharap, agar dengan dibentuknya Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan terkait KSP/ USP dapat mengatur kehidupan dalam suatu negeri supaya masyarakat memperoleh kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan di dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. “Selain itu pelaku yang menggunakan berbagai modus untuk melakukan penipuan terkait Koperasi Simpan Pinjam dan Investasi Bodong tidak dapat berkutik dengan pembelaan yang dilakukan karena adanya undang-undang tersebut, dan hak-hak korban dapat dikembalikan sepenuhnya,” ujarnya. Ia menjelaskan, diundangnya LQ Indonesia Lawfirm membuktikan bahwa pemerintah sudah mengakui eksistensi dan prestasi serta sumbangsih LQ dalam penegakan hukum kasus koperasi dan gagal bayar sektor keuangan. LQ Indonesia Law Firm dapat dihubungi di 08174890999 (Jabodetabek) dan hotline 081804544489 (Surabaya) untuk memberikan bantuan hukum terkait permasalahan hukum dan siap dalam penanganan perkara secara cepat dan tepat,“ pungkasnya. (mth/*)