OPINI
PEMILU 2024, antara Harapan dan Beban Masalah
Oleh Syafril Sjofyan - Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B BERBEDA dengan Pemilu 2019, dipastikan beban yang akan dihadapi Pemilu 2024 semakin rumit. Karena Pemilu secara serentak Pilpres, Pileg dan Pilkada, serta masih menggunakan sistim pemungutan dan penghitungan serta rekapitulasi suara dengan cara yang sama dengan cara Pemilu 2019. Masih secara manual, coblos dengan paku, dan kotak kardus yang digembok, rekapitulasi suara secara bertingkat TPS, Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kab, dan Provinsi terakhir KPU Pusat, dengan puluhan model isian form rekap di setiap tingkat. Beban tugas KPPS, pendistribusian logistik, berkaitan dengan lembaran kertas surat, form isian rekap suara caleg dan Pilpres yang semakin banyak, menjadi beban yang luar biasa bagi petugas penyelenggara Pemilu 2024. Patut dicatat tahun 2019 sekitar 800 orang lebih petugas meninggal dunia, penyebabnya sampai sekarang tidak jelas. Beban berlebih pada Pemilu 2024 pasti juga akan dihadapi bagi petugas penyelenggara, walaupun Pilkada dilaksanakan dengan bulan berbeda. Terkait tingginya beban kerja penyelenggara Pemilu, khususnya penyelenggara di tingkat TPS, bisa jadi akan berimbas pada keengganan masyarakat untuk berpartisipasi menjadi petugas penyelenggara. Ataupun jika “dipaksakan” secara manusiawi faktor kelelahan yang amat sangat. Kemungkinan kesalahan, kekeliruan, perkeliruan di setiap tingkat juga dipastikan akan terjadi. Pemilu 2024 dengan cara-cara yang tidak berubah tersebut, juga berbiaya luar biasa besar, lebih 100 triliun rupiah. Dua pertiga untuk anggaran KPU, sepertiganya anggaran Bawaslu. Belum lagi biaya yang dikeluarkan oleh partai dan caleg, calon kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walkot) serta calon presiden untuk membiayai dan menyediakan saksi. Luar biasa edan. Pertanyaannya adakah cara lain yang lebih murah dan efesien, efektif serta hasil rekapnya bisa dipercaya. Jawaban untuk pertanyaan tersebut sangat pasti: ada. Dunia teknologi modern sistem digital sudah sangat maju, termasuk Indonesia sebagai negara yang era digitalnya juga sudah sangat maju. Buktinya semua bank/lembaga keuangan dalam setiap kegiatannya sudah menggunakan sistim digitalisasi. Pemerintah juga demikian, E- Ktp sudah berfungsi. Begitu juga sistem digitalisasi berbasis e-government. Hampir merata di setiap daerah. Jaringan internet juga sudah merata ke setiap desa. Seluruh program dan kinerja tingkat provinsi, kabupaten/kota, bisa terintegrasi secara baik dan terkontrol. Sehingga tidak membuat hambatan yang lebih besar dalam pelayanan kepada masyarakat. Patut juga dicatat dalam penanganan Covid, melalui digitalisasi Peduli Lindung sangat dibanggakan oleh pemerintah Indonesia kepada dunia, sebagai sistim digital yang terbaik. Pertanyaan lanjut kenapa dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 KPU masih mengunakan sistim ortodok? Pakai paku dan kotak kardus, dengan ratusan juta kertas suara, ratusan juta formulir rekapitulasis, mengunakan tenaga yang jumlahnya luar biasa banyak, dengan bertambahnya TPS, dan jumlah pemilih yang meningkat setelah lima tahun ini. Penghitungan dan rekapitulasi suara masih dilakukan secara bertingkat TPS, Desa/Kelurahan, Kota/Kabupaten, Provinsi, dan terakhir di tingkat pusat. Dalam proses penghitungan di setiap tingkat kemungkinan kesalahan dipastikan akan terjadi. Dalam satu kesempatan bertemu dengan beberapa caleg yang penulis kenal, beberapa di antaranya menyampaikan bahwa mereka tidak akan jor-joran kampanye, tapi jor-joran “lobby” petugas tingkat kelurahan dan tingkat kecamatan, untuk “membeli” suara. Sepertinya mereka sudah punya pengalaman sebelumnya. Mereka bukan pemula, mungkin saja petahana, dalam perkeliruan. Padahal dengan sistim digital semua hal tersebut dapat diatasi, hemat tenaga kerja, hemat waktu, begitu juga jumlah TPS, karena dengan sistim digital satu TPS bisa 1000 orang pemilih. Lobby tidak akan terjadi, karena sistem yang bekerja. Semua itu penulis dapatkan penjelasan akurat dari beberapa ahli sistim digital yang penulis kenal. Mereka tenaga ahli lulusan perguruan tinggi terkenal di Indonesia, mereka juga sudah membuat sistem penghiitungan elektronik Pemilu. Sistem tersebut juga sudah mereka jadikan Jurnal Ilmiah tingkat dunia. Menurut presentasi mereka mengenai Pemilu 2024 di Indonesia cukup dengan biaya 30 Triliun. Waktu Rekapitulasi Hasil Pemilu juga singkat, satu minggu. Melalui kontrol sistem, hasilnya dipastikan sangat bisa dipercaya. Pengaduan kasus sengketa Pemilu MK akan sangat berkurang. Sayang semua elit hanya sibuk dengan “menu” yang diatur tentang penentuan pasangan Calon Presiden dengan PT 20%. Serta “mainan” sistim pemilu tertutup dan terbuka, yang sengaja ditimbulkan. Sehingga modernisasi sistim perhitungan suara terabaikan. Akhirnya hanya menggunakan sistem pemungutan suara dan rekapitulasi perhitungan suara secara ortodok tidak modern. Sebenarnya memalukan sekali, 5 tahun sejak Pemilu 2019 dimana era digitar luar biasa maju, seakan kemajuan digital di Indonesia sama sekali tidak ada. Pertanyaan akhir. kenapa masih pemungutan suara dan penghitungan hasil Pemilu 2024 dengan cara ortodok dipilih oleh KPU didukung oleh DPR dan Pemerintah?. Jawabannya terserah kepada pembaca. Namun di Indonesia memang dikenal dengan istilah sarkasme. Jika bisa diperumit kenapa harus dipermudah. Karena di sana ada cuan dan kekuasaan. Melalui kerumitan bisa berbuat kekeliruan. Pertanyaan penutup, bisakah ada harapan perubahan sistem. Bisa. Jika terjadi people power. Semua sistim bisa dirubah. Melalui Daulat Rakyat. Bandung, 21 Mei 2023 (*)
Refleksi Imajiner Surya Paloh, Don''t Cry for Me Indonesia
Oleh Smith Alhadar – Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) TIDAK ada yang lebih hina daripada dianiaya orang tolol. Dalam kehinaan ini, aku membuka kembali lembar demi lembar perjalanan hidupku di bawah langit hitam dan badai yang menyapu dari utara. Ternyata hidup tak selalu mudah. Sering tak terduga. Banyak yang telah berhasil aku capai. Tapi tak sedikit juga yang gagal. Semuanya aku terima dengan jiwa besar dan rasa syukur. Aku pernah cukup lama menikmati puji-pujian, dihormati, dan hamparan rezeki yang melimpah, di saat banyak orang di kolong langit ini menanggung kehinaan dan terbuang. Kini, di ujung senjakala hidupku, yang mungkin akan melumat habis seluruh prestasi dan harga diriku, harus aku hadapi dengan kepala tegak. Pada akhirnya, mungkin saja aku akan menemukan diri lebih hina daripada raja yang jatuh dari singgasana. Tak kusangka teman seperjuangan yang dulu bukan siapa-siapa, lalu kubantu dia mencapai posisi puncak negeri besar ini, sekarang berbalik menghantamku. Dengan cara yang kejam pula untuk alasan yang sulit dimengerti. Mengapa aku tak bisa mengusung seorang muda yang cakap untuk menjadi calon pengganti temanku itu ketika mandatnya segera berakhir? Mengapa calon pemimpin yang kompeten, yang aku yakini dapat mengurai benang kusut negeri ini, harus disingkirkan dari cara-cara biadab? Aku kira Orba telah berakhir. Ternyata ia berinkarnasi menjadi kingkong yang aku turut memeliharanya. Aku kecewa pada temanku itu. Tapi lebih kecewa lagi pada diriku sendiri. Mengapa orang seperti ini, yang gagal memakmurkan rakyat dan merusak negara, aku bantu sepenuh hati meskipun untuk itu aku menyengsarakan sebagian besar orang? Aku menyesal. Tapi akan kuhadapi tragedi ini sekalipun sendirian. Aku terluka, tapi sisa martabatku pemberian Tuhan akan aku jaga hingga di ujung hayatku. Manusia hanya berharga kalau dia menghargai harga dirinya. Harta bisa lenyap, gengsi bisa hilang, tapi harga diri harus terus menyala untuk membuatku terlihat bermartabat sebagai manusia. Setidaknya untuk diriku sendiri. Siapa tahu rakyat juga menghargai sikap yang kuambil sehingga menjadi satu-satunya legacy-ku untuk rakyat, bangsa, dan negara yang aku cintai ini. Tak aku pungkiri karut-marut negeri saat ini tak bisa dilepaskan dari kepicikan, ambisi buruk, dan syahwat kekuasaan pemimpin yang dulu kudukung habis-habisan. Dan aku menikmati keuntungan materi dan non-materi dari pemerintahannya. Media-media yang kumiliki secara sengaja dan bersemangat menutupi semua kelemahan dan kesalahan yang dibuat temanku itu. Jelas aku berdosa. Mengapa bukan aku sendiri yang harus memikul akibatnya, melainkan menyeret juga rakyat ke dalam kehidupan yang durjana ini? Orang menuduh — dengan mengusung temanku yang nirprestasi dan nirintegritas itu — bertolak dari karakter oportunistikku. Bahwa aku tak peduli pada kemaslahatan rakyat dan bangsa. Yang aku kejar hanyalah keuntungan pribadi dari pemerintahannya. Anggapan itu tak sepenuhnya benar. Aku tidak sedang membela diri. Sumpah, ketika itu aku juga punya mimpi besar untuk kejayaan negeri ini. Temanku yang tampak lugu, jujur, bersih, konon pintar pula, dan tak terkait dengan Orba, aku yakin dapat menjadi variabel penting untuk menyelesaikan sebagian masalah, terutama terkait KKN. Ternyata aku salah besar. Tapi semua sudah terlambat. Korupsi, kolusi, dan nepotisme justru merajalela selama 9 tahun periode pemerintahannya. Untuk semua itu, dan syahwat kekuasaannya, ia lebih durjana daripada penguasa Orba. Wallahi, aku terkejut. Tapi aku membiarkannya karena kerajaan bisnisku aman dan lancar. Meskipun terkadang aku terbangun dari tidur ketika wajahnya yang aneh muncul dalam tidurku. Sekarang aku heran sendiri, mengapa sikap resistensiku kepada kezaliman yang aku jaga sejak dulu berubah? Padahal, dulu, ketika Soeharto sedang kuat-kuatnya, aku mendirikan koran “Prioritas” yang kritis pada pemerintah. Pada saat bersamaan, bisnisku berkembang. Namaku melejit di panggung nasional. Bravo, Surya Paloh! Dus, sejak awal aku meyakini bisnis tetapi bisa tumbuh tanpa perlu menjilat pada kekuasaan. Sekali lagi pasti orang mengira aku oportunistik. Aku membangun “Prioritas” yang kritis pada rezim tak lebih daripada siasat bisnisku doang. Toh, pada waktu itu, media yang kritis terhadap rezim pasti laku keras. Dan memang dalam waktu singkat, oplah “Prioritas” terjual hingga 100 ribu eksemplar. Yang dilupakan orang adalah resiko yang mungkin aku pikul jauh lebih besar ketimbang keuntungan yang akan aku peroleh. Aku adalah kader Golkar dan sedang membangun bisnisku sendiri. Karier politikku pun sedang menanjak. Aku menyadari sepenuhnya bahwa rezim dengan mudah dapat menggulung karier politik dan bisnisku kapan saja ia kehendaki. Terbukti, tak sampai dua tahun “Prioritas” dibreidel. Aku menyesal, tapi menyadari tak semua yang kita inginkan di dunia ini dapat terpenuhi. Tak lama, aku mendirikan koran “Media Indonesia” yang sangat vokal pada Menteri Penerangan Harmoko, yang ketika itu menjadi common enemy bagi pers nasional. Dengan mempertimbangkan resiko besar yang mungkin kuhadapi, mestinya menggugurkan imajinasi orang bahwa tak ada hal lain yang kukejar kecuali keuntungan materi. Dan ketika kader partaiku baru-baru ini digelandang sebagai koruptor ada orang yang mengaitkannya dengan aku dan kader-kader partaiku. Aku tantang: silakan periksa kami seluruhnya. Tapi jangan juga membatasi hanya pada aku, partaiku, dan orang-orang aku. Periksa semua orang terkait dari ujung kanan sampai ujung kiri, dari ujung barat hingga ujung timur. Biar semua jelas dan tak ada dusta di antara kita. Kendati aku berkepentingan memelihara kerajaan bisnisku, sungguh aku berkomitmen memajukan bangsa ini melalui mediaku. Media berfungsi sebagai instrumen untuk menjaga kewarasan publik, mengawasi pemerintah, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan. Kalau aku hanya mengejar keuntungan pribadi, mestinya bukan bisnis media yang aku geluti, yang beresiko secara politik maupun kelangsungan bisnisku. Cap oportunistik pada diriku muncul ketika — menurut musuh rezim — partai dan mediaku menopang secara tidak kritis terhadap rezim saat ini. Aku menganggap hal itu wajar karena, sebagai pendukung rezim, tidak logis kalau aku mengambil sikap berbeda secara diametral dengan pemerintah. Biar begitu, mediaku kadang menolak secara arif kebijakan rezim yang aku pandang berdampak luas pada kemaslahatan bangsa secara keseluruhan. Kendati terkejut atas aniaya rezim atas bisnisku saat ini — mungkin juga dilanjutkan dgn aniaya atas partai dan bakal capres yang kudukung — aku tak menyesal. Tidak bakal! Malah, semakin kuat tekatku melawan rezim jorok, picik, dan khianat terhadap cita-cita bangsa. Karena aku yang bertanggung jawab terhadap kehadiran rezim durhaka ini, aku tak meminta rakyat untuk membantuku melawannya. Boleh jadi aku kalah. Tapi aku ingin kalah secara terhormat. Ingat, wahai penguasa! Ojo dumeh. Jangan mentang-mentang. Sejarah banyak mencatat tumbangnya pemimpin besar dan pemimpin kuat karena pemimpin yang berusaha memperkuat dirinya dengan cara-cara bedebah justru akan berbalik menghantam dirinya sendiri dari dalam maupun dari luar. Tak perlu membaca sejarah negara lain untuk bercermin diri. Tengoklah sejarah kita sendiri. Siapa sangka great man Soekarno dan strong man Soeharto terhempas dari Istana secara tak terduga dan meninggal dalam kesunyian yang getir. Pemimpin kita yang sekarang bukan oang besar ataupun oang kuat. Dia juga bukan orang yang cerdas. Banyak orang dengan berbagai kepentingan menjemput dia dari kampung halamannya untuk menjadi proksi bagi kepentingan mereka. Aku ikut-ikutan karena termakan propaganda bahwa dia walikota terbaik dunia, pembuat mobil Esemka. Pasti orang ini luar biasa! Sebenarnya aku cukup heran pemimpin dengan kapasitas sangat terbatas ini bertahan hingga dua periode. Tapi aku sadari bahwa kekuasaannya awet karena pencitraan manipulatif yang menipu rakyat, menipu kita semua. Aku ingin mengungkap siapa dia sebenarnya. Tapi dia telah bertransformasi menjadi penguasa yang berbahaya bagi negara,bagi diriku sendiri. Ia menciptakan kerusakan yang hampir menyeluruh. Ia memanjakan oligarki, melayani kepentingan Cina, membangun politik dinasti, menimbun utang yang harus dibayar rakyat, memarakkan korupsi, meninggalkan legacy IKN dan proyek infrastruktur lain yang mangkrak. Astaghafirullahul azim! Aku belum pernah merasa bersalah seperti ini. Untuk semua ini, ditambah kebijakan-kebijakan yang melanggar banyak aturan bernegara, semestinya rezim ini telah kehilangan legitimasi. Namun, karena kebodohan, ketakutan, dan dikendalikan kekuatan lain, bukannya memperbaiki kesalahan di ujung pemerintahannya, ia justru bertindak ngawur, ceroboh, dan mengekspos keluarganya ke hadapan bahaya. Ia tak mau belajar pada nasib keluarga Soekarno yang harus hidup terkucil dan dibatasi akses politik dan ekonomi mereka dalam waktu lama. Ia juga lupa pada nasib keluarga Soeharto yang dimaki dan dikucilkan masyarakat. Putera bungsu Soeharto bahkan harus mendekan dalam penjara. Aku menyesal harus mengungkap hal-hal buruk tentang pemerintahan yang kelahirannya turut aku bidani. Silakan Anda tak percaya, tapi sesungguhnya dengan mengusung tokoh muda cemerlang untuk menjadi presiden berikut, aku berikhtiar untuk menebus dosaku kepada rakyat. Tak kuduga begitu bengis reaksinya. Ia terus berupaya menghancurkan seluruh napas hidupku. Tak apa. Aku dididik orang tuaku, kebudayaanku, dan agamaku, untuk senantiasa melawan kemungkaran. Mendiamkannya berarti aku lebih zalim daripada penzalim itu sendiri. Mungkin banyak orang menertawaiku karena dipecundangi orang yang bukan dari kelasku. Aku terima kalau ditertawai rakyat yang dulu pernah memperingatkan aku tentang watak asli temanku ini. Ketika itu aku malah balik menertawai mereka. Aku menyesal, tapi tak usah memaafkan aku. Memang pahit di puncak kesuksesanku sebagai politisi dan pengusaha aku dipecundangi lelaki dungu, tak tahu balas budi, dan tak tahu hukum-hukum kehidupan. Tapi akan kuhadapi semua ini dengan dada yang membusung. Percuma kau menindas Surya Paloh! Aku berdiri di sini, telanjang dalam ruang terang, tanpa siapa-siapa. Aneh kalau kau yang powerful berani menghadapi orang seperti ini, orang yang terzalimi dan yang kau khianati. Biarlah aku kalah. Dan dilupakan. Kalaupun ada yang peduli pada diriku, aku ingin Surya Paloh dikenang sebagai orang yang kalah dalam perjuangan. Itu saja! Tangsel, 21 Mei 2024
Ganjar dan PDIP Akan Kesepian
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH Ganjar Pranowo dideklarasikan oleh PDIP ternyata sambutan dari partai koalisi yang bersama PDIP dingin-dingin saja. Kehadiran Jokowi di acara deklarasi atau tepatnya pengumuman Ganjar sebagai Capres tidak berpengaruh secara signifikan. Jokowi tidak sepenuh hati membantu. Akibatnya partai koalisi di bawah kendali Jokowi tidak bergerak untuk mendukung Ganjar. Musra Projo di Istora tidak menolong Ganjar Pranowo. Pidato Jokowi tidak jelas. Jika bersandar pada kriteria pemimpin yang \"dirumuskan\" Jokowi maka yang paling pas justru Anies Baswedan, tetapi arah Jokowi tentu Prabowo. Ganjar semakin jauh karena ternyata hilang kriteria penting rambut putih. Relawan Gibran jokowi Jateng dan Jatim bertemu Prabowo di angkringan Omah Semar Solo. Para relawan menyatakan dukungan kepada Prabowo. Berbuntut Gibran dipanggil Sekjen PDIP Hasto. Tapi bagi Gibran mudah menepis dengan menyatakan bahwa dukungan tersebut adalah sikap relawan. Bukan dirinya. PPP salah hitung dengan bergegas bergabung. Di samping konstituen dan kader PPP cenderung kepada Anies Baswedan juga permainan PPP dinilai gagal. Pengajuan Sandiaga untuk Cawapres Ganjar batal karena Sandiaga belum berada di PPP. Konon \"deal\" nya belum kelar. Ternyata Sandiaga juga kemudian urung bergabung. PDIP bermitra dengan gerbong kosong PPP sementara Golkar dan PAN nampak masih mencari posisi. Enggan juga bersama PDIP. PKB berharap tetap digandeng Gerindra dalam paket Prabowo-Imin. Koalisi Nasdem, PKS dan Demokrat utuh meski Nasdem diguncang Plate dan Demokrat diganggu Moeldoko. Surya Paloh dan SBY mulai melawan. Bertahap menuju perang terbuka. Ganjar bermain tik tok sendiri dan berjoget bersama bayang-bayang. Membingkai pencitraan dengan aroma bunga bangkai. Berlari pagi tanpa mendapat sinar matahari. Hiruk pikuk warga yang mengelu-elukan di luar prediksi dan tidak sesuai kalkulasi. Megawati mungkin sedang bermurung hati. Adakah PDIP dapat solid dengan fenomena kader yang pada awal didorong pro Puan anti Ganjar ? PDIP dan Ganjar bergerak sendiri, relawan yang dibentuk di berbagai daerah terpaksa menempel pada PDIP. Baliho yang tersebar dimana-mana membuktikan hal ini. Artinya Ganjar Pranowo hanya didukung oleh PDIP sendiri. Sementara PPP hanya asesori. PDIP memang sedang berjalan sendiri. PDIP dan Ganjar Pranowo akan kesepian dalam masa depan yang tidak pasti. Hiburannya hanya survey buatan. Contohnya adalah hasil survey SMRC bahwa Ganjar lebih pintar dan taat beribadah dibanding Anies dan Prabowo. Apa iya? Ketika ada yang tertawa maka itulah hiburan untuk memecah kesunyian dan kesepian. Ganjar Pranowo memang belum pantas menjadi Presiden. Terlalu banyak kelemahan. Dalam proses perjalanan menuju pencapaian tujuan moga Ganjar dan PDIP tidak terus berada dalam ruang yang sepi. Bandung, 21 Mei 2023
Bola, Politik, dan Agama
Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta BOLA, agama, dan politik adalah fenomena universal. Di belahan dunia mana pun orang bermain bola, berpolitik, dan beragama. Masing-masing memiliki ceritanya sendiri-sendiri dari masa ke masa. Anak-anak suka bermain sepak bola. Ketika bola plastik masih langka, demikian pula bola karet, apalagi bola kulit, anak-anak kampung merangkai pelepah pisang kering untuk dijadikan bola. Bola demikian sudah cukup membuat mereka berpeluh campur debu dan bergembira ria. Permainan sepak bola makin seru dan lucu bila dilakukan dengan mengenakan kain sarung, atau bermain dengan bola berapi yang siap ditendang ke sana dan ke mari. Pertandingan sepak bola anak-anak antar kampung maupun sekolah terkadang diwarnai ketegangan, karena ada pihak yang dituduh berlaku curang. Maklum, semua pemain merangkap sebagai wasit. Dari antara anak-anak yang bermain bola demikian muncul bintang sepak bola, baik tingkat kampung, desa, kecamatan, kota/kabupaten, provinsi maupun nasional. Pada era tahun 1970-an maupun sesudahnya orang mengenal bintang sepak bola Abdul Kadir dan kawan-kawan. Begitu pula bintang-bintang sepak bola terdahulu, bahkan sejak sebelum Indonesia merdeka. Di pentas dunia siapa yang tidak mengenal seniman dan mega bintang sepak bola Pele, Michael Platini, Diego Maradona, Rood Gullit, Zinedine Zidane, David Beckham, Cristiano Ronaldo, Luis Figo, dan Lionel Messi. Tidak terkecuali pemain tim nasional era tahun 1980-an Rully Nere, Joko Malis, Robby Darwis, dan Bambang Nordiansyah, serta bintang-bintang timnas U-22 SeaGames 2023 yang baru saja berhasil memboyong piala ke Indonesia setelah penantian 32 tahun lamanya. Di balik gegap-gempita selebrasi kemenangan sebuah tim dalam sebuah laga, terdapat tragedi sepak bola yang amat sangat memilukan. Tragedi Estadio Nacional adalah paling kelam dalam sejarah sepak bola dunia. Terjadi pada 24 Mei 1964, dalam pertandingan Peru versus Argentina, memakan korban 328 jiwa dan 500 lainnya luka-luka. Di Indonesia terjadi tragedi usai pertandingan Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022). Jumlah korban Tragedi Kanjuruhan menjadi yang terbesar kedua dalam sejarah sepakbola dunia, yakni 131 jiwa. Sebelumnya, tragedi terbesar kedua dalam sepakbola dilaporkan terjadi pada 9 Mei 2001 di Stadion Accra Sports, Kinbu Road, Accra, Ghana, sebanyak 126 orang meninggal dunia. Sekian banyak nyawa manusia melayang karena bola. Seharusnya ada pihak yang mengaku paling bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. Seperti halnya di panggung politik, di pentas sepak bola pun ada pihak-pihak yang mencari keuntungan bukan pada tempatnya. Menggunakan kesempatan dalam kesempitan, mengail di air keruh, dan menyalip di tikungan. Menyuap pemain, pelatih, ataupun wasit yang memimpin pertandingan untuk memenangkan dan/atau mengalahkan pihak lawan. Politik adalah usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik yang akan hidup bahagia, karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Kegiatan politik menyangkut cara bagaimana kelompok mencapai keputusan kolektif dan mengikat melalui pendamaian perbedaan-perbedaan di antara anggotanya. Kegiatan politik suatu bangsa bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya yang tidak dapat terlepas dari gejala konflik dan kerja sama. Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pertama, Jimly Asshiddiqie, tak lelah menyuarakan perlunya penataan etika bernegara dan berpolitik. Absennya etika dalam bernegara menimbulkan konflik kepentingan dengan campur aduknya antara kewenangan di jabatan publik dan bisnis, antara jabatan institusional dan urusan pribadi. Meminjam teori Dr. Mulyadi, Dosen ilmu politik UI, terdapat oligarki kembar tiga, yakni oligarki politik (badut politik), oligarki ekonomi (bandar politik) dan oligarki sosial (bandit politik). Politik dalam bentuk paling baik adalah usaha mencapai suatu tatanan sosial yang berkeadilan. Persepsi adil dipengaruhi oleh nilai-nilai serta ideologi dan zaman yang bersangkutan. Politik dalam bentuk paling buruk adalah perebutan kekuasaan, kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan sendiri. Menurut Prof. Haedar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah, urusan radikalisme, terorisme, intoleransi, dan kekerasan banyak dikaitkan dengan agama dan umat beragama. Agama malah disebut produk impor layaknya barang dagangan. Ironisnya, ada sebagian golongan agama membeli isu radikalisme itu tanpa sikap kritis. Dalil dan fatwa keagamaan tentang radikalisme pun serta-merta dikeluarkan. Padahal, ranah lain tak kurang bermasalah dan menjadi sumber masalah kalau kita angkat secara objektif ke ruang publik. Agama dan umat beragama seolah jadi terdakwa. Agama dianggap sumber radikalisme dan benih konflik yang membelah warga bangsa. Hingga tumbuh pandangan kuat, janganlah membawa-bawa agama di ruang publik. Sementara ranah politik, etnik, kedaerahan, dan segala atribut lain ketika bermasalah dianggap biasa dan bukan sumber kegaduhan. Padahal, karena soal politik rakyat terbelah, gedung dibakar, konflik mengeras, dan kehidupan gaduh. Umat beragama menolak segala bentuk radikalisme atas nama apa pun, di mana pun, dan kapan pun, lebih-lebih yang memproduksi kekerasan dan tindakan merusak di muka bumi. Tak ada ruang sejengkal pun untuk perbuatan merusak di muka bumi, apalagi atas nama agama, kitab suci, nabi, dan Tuhan. Umat beragama niscaya mawas diri agar tidak terjebak pada keberagamaan yang bermasalah, supaya agama berfungsi, dan pemeluk agama berperan kuat sebagai penyebar nilai-nilai perdamaian, toleransi, inklusivitas, dan segala kebajikan. Jadikan agama sebagai rujukan nilai utama peradaban di negeri tercinta ini, bukan sebaliknya, sebagai pemicu perilaku keras dan konflik atas nama Tuhan. (*)
Hary Tanoe Jangan Jadi Menkominfo
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DENGAN modal klaim 7 juta masyarakat Tionghoa akan dukung Capres pilihan Jokowi Hary Tanoesoedibjo Ketum Partai Perindo jumawa akan ditunjuk Jokowi sebagai Menkominfo menggantikan Johnny G Plate dari Partai Nasdem. Keluar dari Istana terlihat Hary sumringah. Layak dan positifkah jika Hary Tanoe menjadi Menkominfo ? Jawaban cepatnya adalah tidak layak dan tidak positif. Jokowi meskipun memiliki hak prerogatif harus berfikir dalam untuk menunjuk Hary sebagai Menteri. Memaksakan kehendak tanpa fikir panjang bisa menjadi boomerang bagi Jokowi sendiri. Empat alasan tidak layak dan tidak positif jika Hary Tanoe menjadi Menkominfo pengganti Plate, yaitu : Pertama, Hary Tanoe bukan Ketum partai politik yang memenuhi syarat Parliamentary Threshold artinya Perindo tidak memiliki wakil di DPR. Sebagai partai yang \"tidak memenuhi syarat\" tidak layak Hary menjadi Menteri dalam konfigurasi Menteri dari partai politik. Bakal menimbulkan kecemburuan politik dari partai koalisi termasuk PDIP. Kedua, bila beralasan bahwa Hary Tanoe profesional di bidang komunikasi dan informasi karena berprofesi sebagai pengusaha media, maka justru itu yang membunuh profesionalitasnya. Di samping ia tokoh politik juga dipastikan akan ada konflik kepentingan dalam pelaksanaan tugas. Kelak semakin tidak profesional pekerjaan Hary sebagai Menteri Kominfo. Ketiga, membawa etnis Tionghoa sebagai kekuatan \'bargaining\' adalah blunder. Klaim 7 juta masyarakat Tionghoa akan dibelakang Jokowi merupakan jilatan berbahaya. Tionghoa yang Hary keluarkan dari kandang tentu negatif bagi bagi komunitas Tionghoa, bagi Jokowi dan bagi stabilitas politik negeri. Mempertajam sentimen etnik. Keempat, publik menilai urusan Jokowi hanya duit dan duit, sehingga harus habis-habisan merangkul pebisnis dalam kabinetnya. Diujung masa jabatan sebenarnya duit bukan penolong tetapi bisa menjadi penodong. Jokowi adalah sasaran tembak. Membunuh Plate untuk menghidupi diri melalui Hary bukan solusi tetapi kiriman peti mati. Jokowi jika menunjuk Hary Tanoe sebagai pengganti maka seperti berjudi. Pengganti Menteri semestinya dari partai koalisi khususnya PDIP. PDIP telah memberi andil bagi pengusutan dan penetapan tersangka Johnny Plate oleh Kejagung. Megawati akan lebih marah atas pilihan Hary sebagai Menkominfo. Maka janganlah Hary Tanoe menjadi Menteri Kominfo. Membawa politik identitas ke dalam pemerintahan adalah menambah kuat permusuhan dan perlawanan terhadap etnik Tionghoa. Hari Kebangkitan Nasional 2023 yang bertema \"Semangat untuk Bangkit\" bukanlah hari bangkit masyarakat Tionghoa apalagi hari bangkit seorang Hary. Akan tetapi itu adalah hari bangkit pribumi untuk melawan penjajah. Bangkit secara nasional demi kedaulatan rakyat. Selamat Hari Kebangkitan Nasional ke-115. Bandung, 20 Mei 2023
Turbulensi Pesawat Presiden dalam Bahaya
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih \"Hatimu sejuk ketika segalanya tenang, namun kelak dunia yang menakjubkan, yang misterius akan membuka mulutnya bagimu, seperti ia akan membukanya bagi semua orang dan engkau akan menyadari bahwa cara caramu yang pasti ternyata sama sekali tidak pasti. Sikap pengecut menghalangi kita dari menelaah dan memanfaatkan nasib kita sebagai manusia\" (Carlos Castaneda, 172). MEMIMPIKAN keselamatan atau mengharapkan masa depan yang lebih baik, harus berani menghadapi urusan di depan mata dengan jujur, tidak boleh menjadi pengecut. Setiap masalah bukan berada pada orang di sekelilingnya, memainkan ada pada dirinya. Seorang pengecut selalu membela diri, ber-apologi menutup kelemahannya dengan cerita bohong, melempar kesalahan, kelemahan dan kelemahannya kepada orang lain, semuanya akan sia Kematian adalah misteri , lupa kematian manusia bisa datang setiap saat dan mimpi hidup tidak akan berahir manusia bisa menjadi liar memburu kekayaan, kekuasaan dengan segala cara seolah akan hidup selamanya . Ilusi waktu yang tak terbatas dan kehidupan yang kosong nilai nilai agama, sangat mudah masuk pada kehidupan hedonis. Hidupnya menjadi liar asal mendapatkan kekuasan, kesenangan, kebahagiaan dengan standar hidup dunia semata. Jokowi harus menyadari kekuasaan ada batasnya, dan imbas dari kekuasaan baik dan buruk tidak bisa di definisikan dengan rekayasa buatan, apalagi dengan sikap pengecut. Apabila nilai keberhasilan kepemimpinan hanya dengan standar manipulasi angka angka survey sewaan, itu pengecut. Jokowi telah berada di medan maut secara terbuka terkepung pada pilihan sulit. Penilaian kegagalan dalam mengelola dan mengendalikan kekuasan adalah hak mutlak pemilik mandat kekuasaan yaitu rakyat Kegagalan sebagai presiden adalah semacam bentuk kematian psikis yang terus menerpanya. Apabila ada kesadaran memperbaiki mungkin bisa landing dengan aman. Hanya dengan waktu dan rekan jejak selama ini harapan landing dengan mulus akan kesulitan. Turbulensi pesawat berpotensi oleng indikasi politiknya sangat besar dan kuat, presiden harus menanggung resiko politik terburuk sepertinya tidak bisa dihindari. Terpulang pada Jokowi sendiri, apa yang harus terjadi pasti akan terjadi , sekedar membaca, merenung adalah sia sia. Akan selamat atau binasa, adalah ketika mengetahui ada kekeliruan tidak menyadari dan memperbaiki diri, bahkan terus berjalan dengan angkuh, sombong dan lupa diri. Ini sangat berbahaya . Semoga itu tidak terjadi, tetapi kalau presiden terus menerjang arus nurani rakyat, \"turbulensi pesawat Presiden dalam bahaya\" keadaan terburuk bisa terjadi.(*)
Sekjen Nasdem Jadi Tersangka Korupsi, Jegal Anies atau Tumbangnya Presiden Jokowi?
Oleh Ir. Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik PARTAI Nasdem diguncang dan terguncang hebat, bahkan Nasdem akan dibubarkan oleh ketua umumnya sendiri yaitu Surya Paloh. Surya Paloh berkomitmen bahwa Nasdem akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap partainya jika terdapat kader yang terlibat dalam kasus korupsi, bahkan saat itu mengatakan dirinya akan membubarkan Partai Nasdem. Hal ini diucapkannya usai memberikan pembekalan pada caleg dari Partai NasDem di Hotel Mercure Ancol Jakarta, 03 Juni 2015 silam. Dibubarkankah Nasdem oleh Surya Paloh pasca penangkapan Johnny G Plate pada tanggal 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi menara BTS jaringan 4G? Mempertanyakan hal ini sama saja dengan mempertanyakan janji-janji Jokowi saat kampanye tidak akan impor beras tapi sampai dengan menjelang akhir dua periode jabatan presiden masih saja melakukan impor beras. Jangankan berhasil tidak impor beras, meningkatkan produktivitas petani saja sulit dilakukan karena subsidi pupuk sangat dibatasi. Seharusnya Presiden menunjukkan keberpihakan atau memberikan stimulus pada petani atau penggiat pertanian khususnya pangan, tapi yang terjadi malah sebaliknya, tahun 2023 subsidi pupuk sangat dibatasi dan malah pembeli mobil listrik baru diberi subsidi. Pernyataan Surya Paloh akan membubarkan partainya bila ada kadernya yang terlibat korupsi disampaikannya merupakan kata- kata untuk memotivasi kadernya yang akan menjadi caleg agar tidak melakukan korupsi ketika menjadi anggota legislatif, tapi jika kadernya tetap melakukan korupsi maka memang ada hal yang di luar kemampuannya atau tidak bisa memberikan jaminan pada tingkah laku kadernya di kemudian hari, apalagi kasus korupsi tidak hanya terjadi di Partai Nasdem, demikian Surya Paloh menegaskan. Bila mentersangkakan Johnny G Plate Sekjen Nasdem, merupakan skenario untuk menjegal Anies sesungguhnya hal ini lebih membahayakan lagi bagi partai Nasdem selain janji Surya Paloh. Banyak argumen bagi Paloh untuk menghindar dari janjinya sebagaimana Presiden Jokowi yang juga tidak bisa menempati janji-janjinya. Merujuk pada yang diungkapkan oleh jaksa Agung HM Prasetyo di Kompleks Kejaksaan Agung pada Jumat 23 Maret 2018 bahwa partai politik dilarang menerima aliran dana hasil kejahatan dalam bentuk apapun, terutama korupsi, bila terbukti maka parpol bisa dipidanakan dan dibubarkan. Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan terus mendalami aliran dana dalam dugaan kasus korupsi Johnny G Plate ke partai politik tertentu. Pernyataan Kejagung ini dapat diduga diarahkan ke partai Nasdem mengingat jabatan Johnny G Plate. Surya Paloh menyambut tantangan Kejagung dengan mempersilakan Kejagung untuk mencari adanya aliran dana dugaan korupsi Johnny G Plate yang mengalir ke partainya. Paloh menekankan Nasdem mendukung Kejagung mengusut aliran dana dugaan korupsi tersebut. Sebab, Nasdem ingin agar transparansi dilakukan secara menyeluruh. \"Partai ini ingin transparansi seutuhnya. Sekali lagi, saya katakan transparansi. Periksa seluruh kemungkinan. Dari ujung kiri ke ujung kanan. Dari barat timur. Atas bawah. Siapa saja yang terlibat,\" ujar Paloh dalam jumpa pers di Nasdem Tower, Rabu (17/5/2023). Pernyataan Surya Paloh ini mengisyaratkan untuk buka bukaan secara total, tanpa kompromi dan pandang bulu. Ibarat api perang telah disulut membakar pihak yang terkait dan saling berhadapan, tantangan Surya Paloh ini di satu sisi dapat menjadi sebab terjegalnya Anies Rasyid Baswedan apabila ditemukan bukti yang meyakinkan adanya aliran dana masuk ke partai Nasdem yang berakibat pembubaran partai Nasdem atau berakibat sebaliknya, bila aliran dana korupsi tersebut mengalir ke banyak pihak termasuk partai- partai pendukung pemerintah lainnya atau pejabat pemerintah terkait. Tentunya Nasdem tidak ingin masuk jurang sendirian, Nasdem akan bersikap totalitas melawan upaya penjegalan terhadap partainya. Sikap totalitas inilah yang dapat menjadi boomerang bagi pihak-pihak yang ingin menjegal partai Nasdem dalam hal ini pencapresan Anies Rasyid Baswedan. Karena ini menyangkut pencapresan Anies maka tentunya partai partai Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP yaitu Demokrat dan PKS berserta simpatisan dan relawanya tidak akan tinggal diam. Mereka bukan untuk membela pelaku korupsi tapi berkolaborasi untuk menegakkan keadilan yang seadil-adilnya dan melawan ketidakadilan dalam penegakan hukum terutama pidana korupsi, maka terjadilah bongkar-bongkar borok korupsi di tubuh pemerintahan paling tidak dua periode presiden Jokowi. Apakah ini pertanda akan tumbangnya kepemimninan Presiden Jokowi sebelum waktunya? Waktu pulalah yang akan menentukan. Akan terjegal pulakah Anies Rasyid Baswedan akibat kasus korupsi Johnny G Plate apabila terbukti dengan menyakinkan adanya aliran dana masuk ke Partai Nasdem? Jawabnya Insya Allah tidak, Setya Novanto mantan ketua umum Partai Golkar terpidana kasus korupsi tapi partai Golkar masih berdiri eksis hingga saat ini. Sesuai Undang-undang No 2 tahun 2008 dan dan UU No 2 tahun 2011 pasal 40 dan 47 sanksi penggunaan sumbangan berupa uang, barang, ataupun jasa dari pihak mana pun pidananya dikenakan pada orang bukan korporasi atau badan hukum tertentu. Partai dapat dibubarkan atas keinginan sendiri atau dibubarkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Jumat 19 Mei 2023 (Naskah juga dilihat pada Youtube Duo Laksma)
Nasdem Ditendang, Nasdem Melawan
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa JOHNNY G Plate jadi tersangka. Langsung ditahan dan diborgol. Dipakain rompi merah rose. Kejagung memamerkan Johnny G Plate ke media. Ini loh Menkominfo dan sekaligus Sekjen Nasdem tersangka korupsi. Itu mungkin yang ingin disampaikan ke publik. Biasa! Pejabat korupsi itu biasa. Yang apes ditangkap. Yang kurang apes disandera dan dijadikan tahanan luar. Sekarang lagi musim sandera. Beruntung yang dapat perlindungan. Si A disebut-sebut dalam persidangan, bebas. Si B, dilaporkan oleh BPK, juga melenggang. Kejagung bilang: gak segan-segan akan periksa si menteri C, sekaligus ketua umum partai. Sampai sekarang juga belum diperiksa. Entah akan diperiksa kapan. Penegakan hukum kita memang lumayan unik. Banyak drama. Orang bilang: inilah seninya. Manuver politik semakin kentara ketika ikut bermain-main di lapangan hukum. Any way, kita sepakat korupsi harus diberantas. Para koruptor harus ditangkap. Siapapun mereka, dalam posisi apapun, dan dari partai manapun. Tidak boleh pilih-pilih, dan tidak boleh jadi alat negosiasi. Tangkap! Johnny G Plate sudah jadi tersangka. Diborgol dan ditahan. Kejagung janji akan menelusuri ke mana dana itu mengalir. Surya Paloh, Ketum Partai Nasdem mendukung. Totally. Harus dituntaskan, dan ditelusuri ke mana saja uang itu mengalir. Perseorangan, institusi, bahkan partai Nasdem sendiri siap diperiksa. Namun satu kata: harus transparan. Tindak semua yang terlibat, siapapun, tanpa tebang pilih. Begitu tegas Surya Paloh. Jangan si A diperiksa, si B bebas. Si C di-BAP, si D melenggang. Gak boleh seperti itu. Hukum harus tegak buat semuanya. Tanpa terkecuali. Jika ada orang partai dan anggota DPR yang terlibat, panggil. Siapapun yang terima aliran uangnya, seret ke pengadilan. Ini tantangan buat Kejagung. Sejauh mana komitmen Kejagung melakukan penegakan hukum dengan adil dan transparan. Rakyat ikut mendukung. Semua sepakat: Tuntaskan! Kejar siapapun yang ikut menikmati aliran uang 8 triliunan itu. Sampai di mana komitmen Kejagung mengusut tuntas kasus ini? Seberapa independen dan transparan Kejagung membongkar kasus ini? Bukan hanya kasus di Menkominfo, tapi juga kasus-kasus di kementerian lainnya. Inilah yang ditunggu semua pihak. Tidak boleh main-main. Semua harus dibongkar. Bongkar, bongkar dan bongkar. Biar negeri ini bersih dari korupsi. Terutama korupsi yang gede-gede. Jika di kemudian hari, ternyata Kejagung tidak menuntaskan kasus ini secara transparan, alias omong kosong, maka curiga rakyat seolah mendapatkan pembenaran bahwa kasus ini hanya ingin menyudutkan Nasdem karena mengusung Anies Baswedan. Kasus ini sudah dua tahun diperiksa. Begitu butuh waktu lama untuk menetapkan Johnny G Plate jadi tersangka. Haruskah selama itu? Ini juga dipertanyakan publik. Publik tahu. Nasdem mendapatkan tekanan berulangkali setelah mendeklarasikan Anies Baswedan. Beberapa kali ditemui utusan istana agar Surya Paloh mencabut dukungannya kepada Anies Baswedan. Surya Paloh bergeming. Tetap pada pendiriannya dan bertahan. Politisi asal Aceh ini nyatakan dengan tegas: TIDAK AKAN PERNAH MENCABUT DUKUNGANNYA KEPADA ANIES BASWEDAN UNTUK PILPRES 2024. Surya Paloh kekeuh. Ia pegang komitmen atas dikungannya terhadap Anies. Ada yang marah. Kenapa marah? Publik menduga karena mereka cemas jika Anies Baswedan jadi presiden. Kok cemas? Kalau mereka tidak punya salah, kenapa harus cemas? Pertanyaan bagus. Terlalu kompleks untuk dijelaskan. Yang pasti, kalau Anies Baswedan jadi presiden, tidak saja akan banyak perubahan yang terjadi, tetapi juga akan banyak dinamikanya. Anies Baswedan, dikenal sebagai sosok yang tidak bisa kompromi jika itu menyangkut pelanggaran terhadap aturan dan hukum. Itu prinsip dan bahkan jadi karakter Anies. Reklamasi menjadi salah satu korbannya. Anda tahu, gara-gara Anies hentikan reklamasi, ada sejumlah orang marah besar. Go ahead. Anies hadapi. Ini telah menguji nyali Anies sebagai gubernur DKI. Anda bisa bayangkan jika Anies Baswedan kelak menjadi presiden, maka akan ada reklamasi-reklamasi lain yang akan menjadi korban berikutnya. Tidak hanya proyeknya, mungkin juga orang-orang yang terlibat dan maling di proyek itu. Ngeri bukan? Ini mungkin yang menjadi alasan paling krusial untuk jegal Anies. Salah satu cara yang dianggap efektif jegal Anies adalah menekan Nasdem via ketumnya. Ternyata, ini gagal. Surya Paloh melawan. Tonton Metro TV hari ini, semakin kritis. Ada yang seloroh: Metro tv sudah kembali ke jalan yang benar. Yang lain bilang: Metro TV sudah jadi TV swasta, bukan TVRI lagi. Namanya juga seloroh. Meski seloroh, ini menggambarkan realistas yang ada. Kapan Metro TV tidak lagi jadi TVRI? Sejak pertemuan terakhir Surya Paloh dengan Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Dari situ, genderang perang sudah dimulai. Apa yang terjadi pada Johnny G Plate tiga hari lalu, tampaknya sudah sepenuhnya disadari oleh Surya Paloh dan Partai Nasdem. Bahwa prahara ini akan terjadi. Sangat disadari oleh Surya Paloh bahwa ini menjadi bagian dari konsekuensi mengusung Anies Baswedan. Sekali layar terkembang, surut kita berpantang. Begitu kira-kira pesan yang ingin disampaikan Surya Paloh. Jakarta, 18 Mei 2023
Baru Dua Pegawai Kemenkeu Tersangka Gratifikasi (TPPU), Kapan 489 Lainnya Menyusul?
Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) KEPALA Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono akhirnya ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi oleh KPK. Andhi Pramono merupakan pegawai Kemenkeu kedua yang menjadi tersangka KPK tahun ini. Sebelumnya, Rafael Alun Trisambodo sudah menjadi tersangka gratifikasi, bahkan sudah masuk penjara. https://news.detik.com/berita/d-6721325/kpk-tetapkan-eks-kepala-bea-cukai-makassar-andhi-pramono-tersangka-gratifikasi/amp Setelah jadi tersangka, Andhi Pramono hanya dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bea Cukai Makassar, tetapi, yang bersangkutan tidak diberhentikan sebagai pegawai Kemenkeu. Beda dengan Rafael Alun yang langsung dipecat oleh Sri Mulyani, setelah video penganiayaan David oleh Mario, anak Rafael Alun, terbuka ke publik. Padahal ketika itu Rafael Alun belum jadi tersangka gratifikasi KPK. Menurut PPATK, nama Andhi Pramono, dan juga Rafael Alun, sudah sejak lama masuk dalam daftar PPATK atas dugaan transaksi keuangan mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu, yang totalnya mencapai 491 orang. Oleh karena itu, Kemenkeu seharusnya sudah tahu siapa saja pegawainya yang diduga terlibat dalam pencucian uang, termasuk Andhi Pramono dan Rafael Alun. Tetapi, faktanya tidak ada tindakan apapun dari Kemenkeu kepada pegawainya yang diduga korupsi atau terlibat dalam pencucian uang. Bahkan terkesan, Kemenkeu melindungi pegawainya, dan terjadi pembiaran sehingga dugaan korupsi di lingkungan Kemenkeu ini merajalela, hingga mencapai Rp349 triliun. Oleh karena itu, Kemenkeu tidak bisa dipercaya dapat memberantas dugaan korupsi di lingkungan Kemenkeu. Begitu juga dengan Satgas TPPU yang melibatkan pejabat tinggi Kemenkeu, tidak bisa dipercaya mampu memberantas korupsi dan pencucian uang di lingkungan Kemenkeu. Untuk itu, KPK wajib menindaklanjuti terus dugaan pencucian uang di Kemenkeu, hingga sampai pejabat tertinggi Kemenkeu. Jangan berhenti hanya pada pejabat yang hartanya disorot publik. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230516202136-12-950497/kpk-buka-peluang-usut-petinggi-kemenkeu-di-kasus-rafael-alun/amp Masih ada 489 pegawai Kemenkeu yang diduga terlibat pencucian uang. Semoga KPK bisa segera mengusut tuntas. Bukan hanya lip service alias omong besar saja. (*)
Menkominfo Johnny Plate Ditahan Kejaksaan Agung, Elit Politik Saling Mempolitisasi
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) MENJELANG pilpres 2024, turbulensi politik semakin keras. Salah satu sebabnya, Jokowi dituduh mau ikut campur soal pencapresan, untuk melindungi dirinya setelah lengser 2024, sehingga cipta kondisi agar semua capres terdiri dari all the president’s men. Harapan ini hanya ilusi. Presiden yang akan datang pastinya tidak akan mau mengorbankan kehormatannya untuk membela yang salah, apalagi membela kejahatan. Di lain pihak, Anies Baswedan dianggap tidak bisa membela kepentingan rezim yang akan berakhir pada 2024, sehingga harus dijegal dari pencalonan presiden. Upaya penjegalan Anies dapat dilakukan dengan berbagai cara. Bukan satu cara, tetapi berlapis-lapis cara. Misalnya, ada dugaan Anies akan ‘dijadikan’ tersangka korupsi formula-e atau lainnya. Tetapi, cara ini tidak mudah. Perlu alat bukti yang kuat. Kalau hanya mencari-cari kesalahan tanpa alat bukti, sangat sulit dan sangat bahaya. Atau, partai politik pendukung Anies, Nasdem, Demokrat, atau PKS, dibuat mundur, baik “sukarela” atau dipaksa. Cara ini mungkin lebih mudah dari pada menjadikan Anies sebagai tersangka. Sasarannya Nasdem atau Demokrat. PKS sejauh ini aman-aman saja. Dukungan Demokrat kepada Anies bisa digagalkan dengan merebut Demokrat dari AHY. Ini sedang dilakukan Moeldoko, dengan mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Sasaran tembak ke Nasdem lebih banyak, karena Nasdem menempatkan 3 menteri di kabinet 2019-2024. Yang paling menyolok adalah kasus dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket BAKTI Kominfo di kementerian komunikasi dan informasi (Kominfo). Sebelumnya Kejaksaan Agung sudah menetapkan dan menahan lima tersangka korupsi BTS. Bahkan adik Menteri Kominfo sempat diperiksa, dan mengembalikan sejumlah uang sebagai pengganti fasilitas yang diterima dari Bakti Kominfo. Menteri Kominfo Johnny Plate juga sudah diperiksa tiga kali sebagai saksi. Pada pemeriksaan ketiga, Johnny Plate ditetapkan sebagai tersangka, dan ditahan. Dampak penahanan Johnny Plate menimbulkan banyak tafsir dan saling mempolitisasi. Ada yang menuduh, penahanan ini bersifat politis dan ada unsur kriminalisasi? Artinya, Johnny Plate tidak bersalah tetapi dijadikan tersangka? Kalau ini terjadi, Jaksa Agung sama saja melakukan bunuh diri. Sepertinya, Jaksa Agung tidak punya nyali seberani itu, menetapkan tersangka terhadap menteri dan politisi high profile, tanpa ada bukti kuat. Seperti juga KPK tidak terlalu berani mentersangkakan Anies dalam kasus formula-e. Selain itu, penyelidikan kasus BTS sudah dimulai sejak 18 Juli 2022, jauh sebelum Nasdem menunjuk Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024 pada 3 Oktober 2022. https://www.republika.id/posts/33113/jampidsus-temukan-tindak-pidana-pada-proyek-bts-4g Kejaksaan Agung menaikkan status penyelidikan menjadi penyidikan pada 2 November 2022, setelah mengumpulkan sejumlah alat bukti dan memeriksa 60 saksi, serta menggeledah sejumlah perusahaan. https://nasional.tempo.co/amp/1652441/status-kasus-korupsi-bts-kominfo-naik-ke-penyidikan Komentar Ahmad Sahroni, kader Nasdem, cukup bijaksana dalam menanggapi kasus ini. Ahmad Sahroni menduga semua ini semata permasalahan hukum. https://www.tvonenews.com/amp/berita/123011-sekjennya-jadi-tersangka-korupsi-bts-kominfo-nasdem-yakin-bukan-karena-politis-tapi?page=1 Kemudian, kalau Johnny Plate memang terlibat korupsi, maka wajar kalau yang bersangkutan menjadi tersangka dan ditahan. Meskipun mungkin, dan sekali lagi mungkin, menjadi “korban” tebang pilih. Itu tidak penting lagi. Kalau fakta hukumnya seperti itu, kalau Johnny Plate bersalah dalam kasus dugaan korupsi, seharusnya Surya Paloh belajar dari Prabowo ketika Eddy Prabowo, menteri KKP, ditangkap KPK. Atau juga belajar dari Megawati ketika Juliari Batubara, menteri sosial, ditangkap KPK. Keduanya cukup tenang menghadapi permasalahan hukum kadernya, tidak “mempolitisasi” penangkapan tersebut. Sangat bisa dipahami kalau Surya Paloh minta kasus dugaan korupsi di semua kementerian diusut tuntas. Pertanyaannya, kenapa baru sekarang bersuara? Sedangkan rakyat sudah lama berteriak agar korupsi yang semakin merajalela, diusut tuntas. Antara lain, kasus impor garam yang sudah ada tiga tersangka dari pejabat kementerian perindustrian. Atau dugaan tindak pidana pencucian uang sebesar Rp349 triliun di Kemenkeu. Atau kasus Kereta Cepat Jakarta Bandung, kasus PCR, kasus kartu Prakerja, dan masih banyak lainnya. Rakyat sudah berteriak ketika Nasdem masih menjadi partai pendukung pemerintah yang sangat loyal, termasuk mendukung revisi UU yang melemahkan KPK. Akibatnya, indeks persepsi korupsi anjlok dari skor 40 (2019) menjadi 34 (2022), dan jumlah rakyat miskin meningkat. Lebih elegan kalau Nasdem bersikap lebih ksatria. Misalnya, menuntut Kejaksaan Agung bertindak adil dan transparan dalam menangani kasus ini, sambil menegaskan Nasdem tetap independen dalam pencapresan, tidak bisa didikte meskipun langit runtuh, dan tetap mencalonkan Anies Baswedan sebagai calon presiden 2024. Pernyataan seperti itu akan mengundang simpati rakyat dan khususnya pendukung Anies. Jangan sampai ada persepsi, faktor (pencalonan) Anies dijadikan alasan untuk membela korupsi. (*)