OPINI
Tak Takut (Berakhir) Dibegal Tuhan
Oleh Ady Amar - Kolumnis PEMBEGAL pada saatnya akan terbegal-begal juga. Pastilah itu atas perintah Tuhan. Pastinya akan menyakitkan. Sunnatullahnya demikian. Tidak percaya? Ya, itu karena tak belajar dari pemimpin yang memilih jalan hidup dengan membegal--sebutan lain dari pemimpin tiran--yang berakhir dan jatuh dengan terhina dan mengenaskan. Tidak terhitung jumlah pemimpin atau rezim yang membegal rakyatnya dengan berbagai rupa, itu berakhir tumbang mengenaskan. Akhir hidupnya akan terbegal-begal oleh munculnya amuk kemarahan rakyat meminta pertanggungjawaban. Tidak lewat parlemen yang sekian lama bisu-tuli tak mampu menampung jeritan rakyat ditumpahkan. Pilihan lalu jatuh pada parlemen jalanan. Pilihan untuk meneriakkan kemarahan sekian lama terpendam, lalu ditumpahkan sekencang sekerasnya. Semua itu digerakkan Tuhan. Membegal jadi cara rezim untuk menghentikan laju demokrasi. Merasa digdaya mampu menaklukkan segalanya. Membegal punya makna luas--merampas, merusak dan seterusnya--dengan konotasi melakukan upaya paksa sesukanya. Merasa tak ada kekuatan yang mampu menghentikan. Menghentikan apa saja yang dimaui-inginkan. Segala cara dilakukan sesukanya, seolah itu kepatutan untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Rezim Jokowi tampak terjebak pada pilihan membegal Anies Baswedan, dan partai politik yang mengusungnya. Seolah itu langkah politik yang dimungkinkan. Hal itu tampak dilakukan pembantu setianya, yang mustahil tak diketahuinya. Kesan pembiaran itu amat terasa. Pertanda restu pun ia berikan. Adalah Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang terang-terangan membegal Partai Demokrat. Kasusnya masih bergulir lewat Pengajuan Kembali (PK) di MA. Moeldoko tak memiliki KTA Demokrat, karena ia tak pernah jadi anggotanya. Cara membegal dipakai untuk bisa jadi ketua umumnya. Taklah mungkin nalar mampu menafsir langkahnya itu. Absurd. Setelah itu membegal Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, yang juga menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dipelorot sebagai Ketua Umum cukup lewat Mukernas, September 2022, bukan lewat Muktamar, forum tertingginya. Digantikan Plt Ketua Umum Muhamad Mardiono, yang dikenal sebagai \"orang dekat\" Presiden Jokowi. Tidak jelas karena apa Suharso Monoarfa itu diganti, tapi yang jelas agar PPP tidak ikut-ikutan mendukung pencapresan Anies Baswedan. Agaknya langkah Suharso itu terendus, dan karenanya dihentikan. Membegal Demokrat, itu pun sejatinya untuk menghentikan langkah Anies sebagai salah satu kandidat Capres pada Pilpres 2024. Semua analisa menafsir demikian, itu karena kecenderungan sikap politik Partai Demokrat yang memilih mengusung Anies. Meski saat itu Demokrat belum resmi mencapreskan Anies. Tapi perlu jauh hari pembegalan itu dilakukan sebagai bentuk antisipasi agar Anies tak lolos sebagai salah satu capres. Lalu perlakuan pada Partai NasDem terang benderang bisa dilihat. Sekjen NasDem Johnny G. Plate, yang juga sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika disoal masalah korupsi BTS. Kasusnya mulai bergulir di pengadilan. Sedang 2 menteri NasDem lainnya yang tersisa sepertinya menunggu giliran untuk juga dicokok dengan sangkaan yang bisa dibuat. Belum lagi bisnis Surya Paloh yang kabarnya turut juga \"diganggu\". Tapi Surya Paloh tak merasa gentar. Maju pantang mundur untuk menjadikan Anies Capres yang diusung NasDem. Kerja komisi anti rasuah (KPK) yang terus mengorek-orek adanya unsur korupsi pada penyelenggaraan ajang Formula E, itu seperti dibuat tanpa perlu dihentikan, meski tak ditemukan unsur korupsi di sana. Gelar perkara sampai perlu 19 kali dilakukan, sebuah upaya keras menersangkakan Anies dilakukan. Jika tidak ada unsur korupsi di sana, meski seratus kali gelar perkara dilakukan ya pasti akan sia-sia. Justru memunculkan antipati pada KPK sebagai alat pukul rezim untuk menjerat lawan-lawan politiknya. Anies yang bukan siapa-siapa, hanyalah mantan Gubernur DKI Jakarta, perlu sampai dikeroyok ramai-ramai. Tidak cukup di situ, perlu pengerahan buzzer yang terus menebar fitnah coba men- downgrade Anies. Meski tak ada hasil bisa didapat, kecuali kepuasan nafsu semata: mengolok-olok Anies. Ditambah media menstrim yang memframing berita Anies dengan tidak sepatutnya. Tak ketinggalan lembaga survei yang terus merilis hasil surveinya menetapkan Anies di urutan ke-3 hampir di semua lembaga survei yang terindikasi ada aroma istana di sana. Prabowo Subianto lebih mendominasi rilis hampir di semua lembaga survei. Satu dua saja yang menempatkan Ganjar Pranowo di urutan 1. Sepertinya bandul endorse Jokowi pada Prabowo ketimbang pada Ganjar, itu tampak dari hasil rilis survei, seperti perlu disesuaikan dengan kehendak si pemesan Begal-membegal Anies dan partai pendukungnya, NasDem, Demokrat, dan PKS yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan, sepertinya tak akan disudahi sampai perhelatan Pilpres 2024. Justru akhir-akhir ini tampak makin mengganas. Tawaran Perubahan dari Anies Baswedan dan partai pengusungnya, seperti jadi momok menakutkan bagi rezim. Maka, apa yang tercetus dari seorang menteri yang baru diangkat menggantikan Johnny G. Plate, \"... kalau 2024 tidak menang, semua akan masuk penjara...\", agaknya itu yang ditakutkan. Bukan takut berakhir dibegal Tuhan, yang justru jika itu terjadi sungguh akan lebih mengerikan!**
Negara Sedang Kesurupan
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih BANGSA ini bangsa hebat, sedang menuju jembatan emas kemakmuran, kedamaian, ketenangan dan kemerdekaan sejati sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan terhormat di muka bumi. Negara Indonesia akan menjadi negara adidaya dunia, semua negara di dunia harus takluk dalam pengaruh, kekuatan dan kekuasaan Indonesia. Indonesia tampil megah. Laksana negara gemah ripah loh jinawi. Apalagi dengan proyek-proyek raksasa, konon akan di bangun lapangan terbang di lautan. Jangankan hanya soal makan, sandang dan papan, semua kebutuhan rakyat tercukupi bak hidup seperti di surga dunia. Itulah khutbah harian pentinggi negeri ini yang dikemas dalam cerita fiktif dan mimpi indah para politisi gaya Abu Nawas modern. Petinggi negeri Indonesia seperti tidak sadar sedang kesurupan dan tidak mampu bangun dari tidur dan mimpinya bahwa wajah Indonesia seolah paradoks, Indonesia sedang menahan berat berbagai masalah yang sangat berat. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia di peringkat 130 dari 199 negara sedunia, terbawah di ASEAN. Indonesia berada di peringkat 44 dari 63 negara dalam World Competitiveness Yearbook 2022 yang dirilis Institute for Management Development (IMD). Nilai rata-rata IQ penduduk di Indonesia dengan skor 78,49 menempatkan Indonesia pada posisi 130 dari total 199 negara, tidak jauh dari Timor Leste dan Papua Nugini (World Population Review 2022). Microsoft tahun 2020 merilis orang Indonesia terendah digility atau kesopanannya di ASEAN. Padahal bangsa ini selalu mendengungkan keramahan berbudaya adiluhung. Ujaran kebencian, caci maki, menghasut, merendahkan, permusuhan, serta perangai tak pantas merebak di media sosial tanpa kendali etika dan moralitas luhur. Standar nilai fundamental kehidupan terus mengalami erosi, distorsi, devaluasi, dan disintegrasi Kian cerdik manusia bersimulakra yang muaranya menebar onar, hasut, dengki, dan keliaran. Nilai kemanusiaan dengan dasar Ketuhanan pun mulai mengalami peluruhan. Watak orang yang munafik atau hipokrit, enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, bersikap dan berperilaku feodal, percaya takhayul, erotik, dan lemah karakter, merebak di mana mana. Indonesia kehilangan rasionalitas dan mentalitas dewasa. Banyak ilmuwan luntur tidak menunjukkan keluhuran akal budi, ilmunya tak mencerahkan nalar dan perangainya. Negara terus melemah bahkan tidak bisa hadir sebagai pemecah masalah dan pemersatu yang otoritatif. Fungsi wasit dan adil menjadi hilang dari negara dalam mengatasi perbedaan dan merekat persatuan. Negara sedang kesurupan dalam kondisi kevakuman kepemimpinan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam beragam bentuk. ***
Nyatakan Kasus Korupsi BTS 4G Sudah Selesai: Jaksa Agung Berpolitik?
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Jaksa Agung bilang, kasus Korupsi BTS 4G sudah selesai! Kok enak saja? Apa yang sudah selesai? Merujuk audit BPKP, atas permintaan Kejaksaan Agung, kasus korupsi proyek BTS 4G merugikan negara Rp8,03 triliun. Dari rencana pembangunan 4.200 BTS, yang terealisasi hanya 985 BTS, seperti diungkap Mahfud MD. Kasus korupsi Rp8,03 triliun ini masih belum tersentuh sama sekali. Yang sekarang sedang diusut Kejagung hanya recehan saja, yaitu uang pengamanan perkara sebesar Rp243 miliar, agar tidak terbongkar. Untuk kasus recehan inipun masih terbengkalai. Banyak kasus tidak diusut. Antara lain, uang Rp10 miliar disebut mengalir kepada Erry (Pertamina), Rp15 miliar kepada Edward Hutahaean, Rp27 miliar kepada Dito Ariotedjo, Rp40 miliar kepada Sadikin, dan Rp70 miliar kepada Nistra Yohan. https://www.republika.id/posts/42647/kemana-aliran-dana-tutup-kasus-bts-kemenkominfo Uang pengamanan perkara sebesar Rp243 miliar tersebut diperoleh dari berbagai perusahaan yang terlibat korupsi. Yaitu, PT Sarana Global Indonesia (Rp28 miliar), PT JIG Nusantara Persada (Rp26 miliar), Steven Setiawan Sutrisna / PT Waradana Yusa Abadi (Rp28 miliar), Jemmy Sutjiawan / PT Sansaine Exindo (Rp37 miliar+Rp57 miliar), PT Aplikanusa Lintasarta (Rp7 miliar), Muhammad Yusrizki / PT Basis Utama Prima (Rp60 miliar). Dari pihak perusahaan pemberi uang pengamanan perkara, hanya Yusrizki, Dirut perusahaan Happy Hapsoro, yang menjadi tersangka dan ditahan. Sedangkan Jemmy Sutjiawan dari PT Sansaeni Exindo dan Steven Setiawan Sutrisna dari PT Waradana Yusa Abadi tidak tersentuh. Pasti ada yang melindungi? Siapa? Jaksa Agung nampaknya sedang tebang pilih, siapa yang ditarget sebagai tersangka pada kasus korupsi BTS 4G ini. Jaksa Agung nampaknya menarget perusahaan Happy Hapsoro, suami Puan Maharani (PDIP) dan anak mantu Ketua Umum PDIP Megawati, yang konon katanya sedang berseteru dengan Presiden Jokowi, yang nota bene adalah kader PDIP? Kesan bahwa Jaksa Agung sedang berpolitik sangat kuat, untuk “menghabisi” NasDem (melalui Johnny Plate) dan PDIP (melalui Yusrizki dan perusahaan Happy Hapsoro). Hal ini sangat disayangkan. Jaksa Agung seharusnya bertindak profesional dalam menangani kasus korupsi ini. Tindak semua pihak yang bersalah! Kesan bahwa Jaksa Agung sedang berpolitik semakin terasa setelah Jaksa Agung menerima kunjungan Menteri Kominfo yang baru, Budi Arie, yang sepertinya membawa pesan khusus dari Presiden Jokowi. Jaksa Agung sekonyong-konyong mengatakan (kasus korupsi BTS 4G) sudah selesai, siap laksanakan perintah Jokowi selesaikan proyek BTS kominfo, seperti dimuat tempo: https://nasional.tempo.co/read/1751563/kasus-sudah-selesai-jaksa-agung-siap-laksanakan-perintah-jokowi-selesaikan-proyek-bts-kominfo Sudah selesai? Enak saja! Kasus korupsi BTS 4G ini jauh dari selesai, bahkan belum dimulai sama sekali. Proyek BTS 4G dikerjakan tiga Konsorsium, terbagi dalam tiga paket pekerjaan. Paket 1 dan paket 2 diberikan kepada Konsorsium PT Fiber Home; PT Telkominfra; dan PT Multi Trans Data. Paket 3 diberikan kepada Konsorsium PT Lintasarta, PT Huawei Tech Investment, dan PT Surya Energi Indotama. Sedangkan paket 4 dan paket 5 diberikan kepada Konsorsium PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera (IBS) dan dan PT ZTE Indonesia. Ketiga Konsorsium tersebut sudah menerima pembayaran penuh senilai Rp10,8 triliun, meskipun proyek tidak selesai dibangun: dari target pembangunan 4.200 BTS, yang selesai hanya 985 BTS. Itupun banyak yang tidak berfungsi. https://nasional.tempo.co/read/1751941/sidang-kasus-bts-kominfo-anggaran-rp10-triliun-cair-sebelum-tower-dibangun Artinya, ketiga konsorsium tersebut secara nyata sudah melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara sebesar Rp8,03 triliun, seperti dinyatakan dalam audit BPKP. Uang dari Konsorsium kemudian mengalir ke subkontraktor, tanpa ada prestasi pekerjaan. Jelas, semua itu merupakan korupsi bersama-sama, alias korupsi kolektif. Jaksa Agung seharusnya menetapkan semua perusahaan Konsorsium dan subkontraktor sebagai pelaku kejahatan korporasi. Karena jelas-jelas mengaku proyek sudah selesai, padahal sebenarnya belum: artinya palsukan dokumen berita acara? Selain itu, merujuk pernyataan BPK, proyek BTS 4G sarat masalah: 1) Pemborosan Anggaran Rp1,5 triliun, 2) Pengadaan proyek tidak sesuai ketentuan, dan 3) Keanehan dalam Pelaksanaan Proyek. Atas dasar itu semua, perusahaan peserta Konsorsium dan subkontraktor harus di-_blacklist_, tidak boleh terlibat lagi dalam pelaksanaan proyek BTS 4G Kominfo. Mereka semua harus diseret ke pengadilan, mempertanggungjawabkan korupsi kolektif ini. Kalau Jaksa Agung membiarkan perusahaan Konsorsium dan subkontraktor tersebut melanjutkan proyek BTS 4G, berarti Jaksa Agung sengaja mengundang amarah rakyat. Bahaya. —- 000 —-
Perampok Nikel Mandiodo: Siapa Beking Windu Ajie Sutanto, Mantan Relawan Jokowi 2014?
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Kasus korupsi pertambangan nikel ilegal di Mandiodo, Sulawesi Tenggara, masuk babak baru. Kasus korupsi, tepatnya perampokan nikel, perusak kawasan hutan dan lingkungan hidup, kini menyeret pejabat negara di Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dan Kejaksaan Agung. Patut diduga, kasus korupsi dan perampokan nikel yang dilakukan Windu Ajie Sutanto, relawan Jokowi pada pilpres 2014, mempunyai beking kuat di Kementerian terkait serta pejabat penegak hukum. Kalau tidak, kasus perampokan tersebut tidak bisa berjalan “langgeng” sampai sekian lama, sehingga mengakibatkan kerugian negara sampai puluhan triliun rupiah. Dua pejabat K-ESDM, SM dan EVT, sudah ditetapkan dan ditahan Kejaksaan Agung. Keduanya mempunyai peran sangat strategis dalam perampokan nikel ini: data geologi dan evaluator RKAB. SM adalah Kepala Geologi Kementerian ESDM dan Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral. Sedangkan EVT adalah Evaluator Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) pada Kementerian ESDM. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230724200321-12-977293/kejagung-tahan-2-pejabat-kementerian-esdm-terkait-kasus-nikel Hampir bersamaan dengan itu, Kejaksaan Agung mencopot Raimel Jesaja dari jabatan Direktur Ekonomi dan Keuangan di Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel), karena diduga menerima suap terkait kasus perampokan nikel ini. Selain itu, ada dua pejabat eselon III Asisten Tindak Pidana Khusus, beserta 1 orang Koordinator dan pegawai tata usaha dikenakan sanksi yang sama. Pencopotan jabatan pejabat Kejaksaan Agung, tentu saja, tidak cukup. Kejaksaan Agung harus menyeret semua oknum yang terlibat perampokan nikel tersebut agar dihukum seberat-beratnya. Karena, selain merampok kekayaan negara, mereka turut merusak hutan dan lingkungan hidup, serta memiskinkan rakyat. https://nasional.tempo.co/read/1751776/kejaksaan-agung-selidiki-pidana-jaksa-ramiel-cs-dalam-dugaan-suap-tambang-nikel-ilegal?utm_source=WhatsApp Kejaksaan Agung perlu selidiki lebih dalam, siapa yang menjadi beking Windu Ajie Sutanto, sehingga bisa kendalikan pejabat di K-ESDM, yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi, serta Kejaksaan Agung. Dalam kasus korupsi BTS 4G, Windu Ajie Sutanto diduga berperan menjadi makelar kasus untuk mengurus perkara korupsi, dengan menerima aliran dana Rp75 miliar. Windu Ajie Sutanto mengaku dekat dengan Jendral Polisi Bintang Dua, yang dikatakannya dapat menghentikan perkara korupsi BTS 4G. https://majalah.tempo.co/read/opini/169298/tambang-nikel-ilegal Oleh karena itu, terkait perampokan nikel ini, Windu Ajie Sutanto, relawan Jokowi 2014, sangat mungkin sekali juga menjual pengaruh dan kedekatannya dengan kekuasaan. Bisa jadi, Windu Ajie Sutanto mengaku sangat dekat dengan lingkungan istana untuk meredam Kejaksaan Agung, serta dekat dengan pejabat tinggi negara di Kemenko MarInves untuk kendalikan pejabat di K-ESDM. Atau bisa saja Windu Ajie Sutanto hanya pion saja. Untuk itu, Kejaksaan Agung wajib usut tuntas siapa boss Windu Ajie Sutanto sesungguhnya. Atau, bisa juga boss tersebut sekaligus berperan sebagai beking? Atau beking berperan sebagai boss? Rakyat berharap Kejaksaan Agung bekerja profesional, dan jangan bermain dengan hukum: jangan menpermainkan hukum. —- 000 —-
Skenario Menunda Pilpres
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih \"Dalam politik, tidak ada yang terjadi secara kebetulan. Jika itu terjadi, Anda bisa bertaruh itu direncanakan seperti itu\" (Franklin D. Roosevelt) Teater kehidupan berbangsa dan bernegara Republik ini selalu berganti episode dengan judul yang nyaris tak-berubah. Pemainnya itu itu saja, para badut, dan bandit politik yang berakrobat dengan ongkos dari para bandar politik, sementara stakeholder pelaksana sebagai jongos politik. Harapan perubahan negara kembali normal, rakyat hidup tenang, adanya rasa keadilan, proses pembangunan dan negara yang stabil menuju cita cita tujuan negara, selalu berakhir dengan kepiluan baru yang lebih memilukan. Pemilu hanya sebagai legitimate para elit aristokrat meraih jabatan politik, dalam proses politik penuh rekayasa jauh dari esensi yang sesungguhnya mewujudkan perwakilan kedaulatan rakyat. Nasib pilu dan memilukan hasil arsitektur UU Pemilu di atas UUD 2002 terus membawa bencana demi bencana. Kedaulatan tidak lagi di tangan rakyat, tapi di tangan daulat Ketua Partai Politik. Pemilu hanya merekrut para dealers, not leaders yang membawa kepiluan berkepanjangan Terkait dengan rencana pemilihan presiden (Pilpres) tahun 2024, ternyata juga menyisakan masalah tersendiri. Munculnya kegalauan seorang Presiden Jokowi ketika harus menerima kenyataan yang sulit , saat akan mengakhiri masa jabatannya, muncul tiga capres belum bisa menjamin rasa aman bagi dirinya . Pertama: Capres Ganjar Pranowo dalam kendali Ibu Megawati, berpotensi merepotkan dirinya dan kroni kroninya yang bersebrangan politiknya dengan Megawati. Kedua: Capres Prabowo Subianto, sampai saat ini belum bisa diterima dan dipercayai secara penuh sebagai presiden boneka oleh taipan oligarki. Ketiga: Capres Anis Baswedan, sangat jelas berpotensi mengancam dirinya secara langsung. Informasi yang muncul sekenario lama yang tidak pernah padam menguat kembali, diduga menyongsong SU MPR 15 - 16 Agustus mendatang, Jokowi dengan kroni kroninya akan mengerahkan masa didatangkan ke Jakarta kepung MPR untuk menekan dan memaksa MPR mengeluarkan Tap MPR perpanjangan masa jabatannya. Telah bocor informasi (perlu check recheck info) dari 271 pejabat sementara Gubernur/; Bupati dan Walikota ditarget harus bisa mengerahkan 500 - 1000 orang. Segera gelontorkan dana taktis politik untuk Kepala Desa / Lurah untuk kepentingan yang sama dengan target pengiriman massa yang akan ditentukan lebih lanjut. Dan potensi kekuatan lainnya yang dibutuhkan untuk mengirimkan massa bayaran ke Jakarta. Rekayasa ini penuh resiko dan tidak mudah diwujudkan, tetapi apabila bisa dipaksakan menjadi kenyataan, segala kemungkinan resiko politik terburuk akan terjadi. \"Kemarahan rakyat mulai menggeliat meminta Jokowi dimakzulkan segera turun, lebih keras turun atau diturunkan oleh rakyat. Realitas politiknya bisa berubah dan berbeda dengan kenyataan, yang terjadi justru perpanjangan jabatan presiden\". Perpanjangan masa jabatan melalui lobi-lobi tawar menawar lahirnya dekrit presiden dengan perpanjangan masa jabatan - masih eksis sebagai opsi politik lain dengan resikonya masing- masing. Rekayasa menunda Pilpres masih hidup menjadi sebuah skenario untuk memperpanjang jabatan presiden. *****
Jokowi, Partai KW 1-2, dan Perdagangan Politik
Oleh Erros Djarot - Politisi SEKARANG ini para pemilik modal adalah penguasa sesungguhnya dalam dunia politik penyelenggaraan negara tingkat elite di negeri ini. Tangan-tangan mereka sangat aktif mengendalikan roda kendaraan politik di setiap penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dari tingkat kabupaten/kota hingga pada tingkat permainan The making of the President. Seorang mahasiswa program doktoral memberi saya catatan yang menarik. Intinya, meniti karir di dunia politik, tidak harus melalui pintu partai politik. Dulu, ketika yang seharusnya masih menjadi keharusan yang harus dilakukan atau dijalankan, partai politik memang merupakan pintu utama bagi siapa pun yang mau meniti karir sebagai politisi. Tapi belakangan ini, tidak harus, tidak mesti, dan bahkan lebih ekstrim lagi, tidak perlu! Belakangan ini, khususnya di era pemerintahan Presiden Jokowi, sebuah ‘Partai’ KW 1 & 2 dari komunitas non politik, telah berhasil membuktikan kebenaran catatan di atas . Partai KW-1 ini adalah ‘partai’nya para pengusaha muda (baca: HIPMI). ‘Partai’ baru ini telah berhasil menyabet sejumlah kursi Menteri Pembantu Presiden 2019-2024 dalam Kabinet Kerjanya Jokowi. Perolehan mereka setara dengan apa yang diperoleh partai-partai besar dengan susah payah. Tercatat nama-nama seperti, Erick Thohir, Sandiaga Uno, Lutfi (mantan Menperdag), Bahlil, Rosan Roeslani, mereka ini berhasil tampil sebagai juara. Vini, Vidi, Vici.. saya datang, saya lihat, saya menang! Mereka berjaya tanpa perlu berdarah-darah meniti karir di institusi politik alias partai politik. Di dunia ‘politik’ ala Jokowi ini, tersedia jalur khusus untuk seseorang dapat dengan cepat menggapai langit politik. Cukup dengan masuk ke lingkaran-1 kekuasaan, membawa tanda bukti porolehan income yang prima, dan mau sedikit berkeringat membantu saat calon Presiden berlaga di arena Pilpres. Niscaya jaminan pintu sukses pun dipastikan terbuka lebar. Jalur khusus serupa walau tak sama adalah jalur massa pendukung setia, sangat militan, dan sanggup kerja keras berkeringat. Kelompok ini tergabung dalam ‘Partai\' KW-2 yang terdiri dari kumpulan massa ‘Relawan’ pendukung setia (Jokowi). Hasilnya, Ketua Umum Pro Jokowi (Projo), Budi Arie, berhasil menduduki kursi Menteri Negara (Kominfo). Lewat ilustrasi di atas, secara tidak langsung Jokowi menebar pesan moral kepada kaum muda; berdaganglah yang giat, kumpulkan uang sebanyak mungkin dengan segala cara dan kemungkinan. Selanjutnya upayakan mendekat atau bahkan masuk ke dalam lingkaran pusat kekuasaan. Dekati siapa pun yang bakal tampil sebagai Calon Presiden, dan jadilah pendukung setia (blind faith). Maju dan pimpin organisasi kumpulan massa pendukung setia dengan baik. Bila kelak kemenangan itu tiba, niscaya jalan pintas menuju kursi menteri dan setingkatnya, dipastikan akan berada di sekitar jangkauan tangan. Setidaknya jabatan komisaris dari sejumlah BUMN yang tersedia, atau penempatan sebagai Duta Besar Luar Biasa, Penasihat Presiden, bakal terbuka lebar. Pola transaksional dengan memperdagangkan politik semacam ini, dalam jangka panjang bisa jadi bisa membahayakan penguasa di pusat kekuasaan itu sendiri. Pemikiran inilah yang mungkin dulu terlintas dalam benak Presiden Suharto saat berkuasa. Terlepas dari sejumlah kekurangan sebagai pemimpin, namun dalam hal menjaga agar roda penyelenggaraan negara tidak dikendalikan oleh para pedagang dan kelompok massa penekan, keberhasilan Presiden Suharto harus diberi acungan jempol. Kita masih ingat betapa semasa Orde Baru bermunculan para pebisnis besar yang saat itu dikenal sebagai para Konglomerat. Pedagang besar seperti Om Liem, Prayogo Pangestu, Eka Tjipta, Ciputra, Mochtar Riady..dan lain-lain, saat itu (catatan: hingga sekarang) sangat menguasai perputaran roda ekonomi nasional. Berbagai kemudahan digelontorkan oleh Pak Harto yang membuat mereka menjadi besar dan berdiri kokoh sebagai pilar perekonomian nasional. Walau demikian, sebesar apa pun keuangan dan kemampuan mereka membeli apa saja dan masuk ke wilayah kerja mana saja, namun satu pintu tetap tertutup bagi mereka, yakni; pintu masuk ke arena permainan politik. Oleh Pak Harto pedagang diposisikan hanya boleh berkutat di wilayah perdagangan. Mereka yang coba-coba bermain politik, langsung disikat, dihabisi dan selesai. Itulah sebabnya untuk terjun ke dunia politik, mereka menjadi tidak berani dan tahu diri. Bagaimana dengan situasi dan kondisi hari ini? Terjadi perubahan sangat luar biasa. Justru sekarang ini para pemilik modal (baca: konglomerat) adalah penguasa sesungguhnya dalam dunia politik penyelenggaraan negara tingkat elite (pusat) di negeri ini. Mereka justru diundang untuk berkiprah, terlibat, dan bermain di atas panggung politik nasional tingkat tinggi. Tangan-tangan mereka sangat aktif mengendalikan roda kendaraan politik di setiap penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dari tingkat kabupaten/kota hingga pada tingkat permainan The making of the President. Bersama mereka, sejumlah petinggi dan pucuk pimpinan partai, berkerjasama saling bahu membahu demi menjaga stabilitas zona nyaman masing-masing. Sehingga pada akhirnya, siapa yang berkuasa dan siapa yang menguasai di antara mereka, sudah begitu tipisnya garis pemisah yang dapat dibaca. Tapi yang pasti, penggabungan kekuatan dua sisi ini (politik dan ekonomi) begitu efektif melahirkan bangunan Oligarki. Para Oligark inilah yang sepenuhnya mengendalikan jalannya penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sangat menyedihkan. Sehingga sering terdengar suara dari langit..: Mau jadi apa dan mau dibawa ke mana Indonesia dengan peradaban politik yang seperti ini? Dalam situasi dan kondisi yang sudah sedemikian rupa ini, tidak ada pilihan lain bagi kita sebagai bangsa kecuali kembali ke cita-cita Kemerdekaan 1945. Tentu utamanya dengan menjalankan amanat Pembukaan UUD 1945 secara bersungguh-sungguh, secara baik dan benar. Sedangkan ajakan khusus yang bersifat mendesak dan mendasar adalah memberlakukan dan menjalankan dengan tegas UUD’45 Pasal 33, terutama ayat 2 dan 3, secara murni dan konsekuen. Hanya lewat cara ini penyelesaian untuk mengakhiri dominasi para pengusaha besar-konglomerat hitam, dapat diwujudkan. Agar mereka tidak semakin kuat dan besar oleh sikap ignoran (korup) dari para ‘oknum’ penguasa di negeri ini. Perampokan dan pemiskinan negara oleh sejumlah ‘oknum’ penguasa penyelenggara negara; harus segera diakhiri. Salah satu caranya; meninjau kembali pemberian lisensi kepada orang perorang, korporasi milik pribadi-pribadi, izin untuk mengeruk dengan bebas kekayaan bumi dan alam negeri ini, seluas-luasnya tanpa batas. Disusul dengan perlunya digelar operasi besar-besaran untuk melakukan auditing atas kewajiban membayar pajak yang selama ini wajib mereka lakukan! Lewat cara ini, akan terbuka lebar pintu mengakhiri manipulasi pajak yang konon selama ini terjadi (kriminal). Yah…semoga saja para pemimpin papan atas di negeri ini, segera kembali ke jalan yang benar, jalan akal dan nalar sehat. Agar mereka kembali berkemampuan mendengar jeritan penderitaan rakyat kecil yang belakangan ini kian redup dan sayup terdengar. Nyaris menghilang ditelan gelombang gelak tawa para konglomerat yang kian nyaring terdengar, menggema membahana di seantero langit bumi Nusantara. Menyedihkan…! . (http://gbn.top/index.php/berpikir-merdeka/jokowi-partai-kw-1-2-dan-perdagangan-politik)
Makar Megawati Ingin Mengganti Pancasila
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila. PERNYATAAN Megawati dalam sebuah vidio ..\"Dengan ilmu baru itu tidak cocok Pancasila itu apa tidak ada arti nya kita harus rombak kita harus dirikan yang lain sifatnya. Pernyataan Megawati seperti ini perlu kita kaji sebab menganti Pancasila adalah makar dan tidak berhak Megawati menganti Pancasila termasuk tafsir nya sebab Pancasila itu hasil kesepakatan pendiri negara ini . Bahkan Bung Karno pun bukan pencipta Pancasila. Pernyataan Megawati jelas ingin mengganti Pancasila yang sudah menjadi kesepakatan pendiri bangsa dan Pancasila 18 Agustus 1945 itu sudah final menjadi dasar Indonesia Merdeka . Jika kita mengikuti pola pikir pemerintah, sebetulnya ucapan Kepala BPIP, Agama merupakan musuh terbesar Pancasila seharusnya kita tidak kaget. Sebab semua ini adalah sistemik dan masif terus dibangun untuk mensekulerkan Pancasila. Dimulai dengan Amandemen UUD 1945 kemudian pernyataan Jokowi memisakan Agama dan Politik. Setelah itu Megawati dalam pidatonya dengan nada sinis melecehkan Ulama dan Ustad yang berkotbah tentang dunia akherat. Mereka yang berceritera tentang akherat padahal mereka tidak perna ke sana. Usaha sekulerisasi juga datang dari anggota PDIP Musda Mulia yang menginginkan pelajaran Agama dihapuskan dari sekolah. Tak kalah sinisnya Eva Sundari mengatakan situs Islam lebih berbahaya dari pada situs porno. Belum lagi pernyataan Sukmawati yang melecehkan Nabi Muhammad SWA. Lahir kemudian UU Pesantren, isu Radikalisme, Isu Khilafah, Cadar, Ce lana cingkrang sholat jumat harus diawasi disensor. Setiap jumat pasti ada polisi dan TNI hadir di masjid untuk mengawasi. Juga soal ibu ibu pengajian yang dinyinyirin Megawati semua ini adalah Islamophobia yang sengaja di gembar gemborkan . Dan kalau kita ikuti dan kita tarik garis merah, semua itu bagian yang memang disengaja. Dan dengan pernyataan ketua BPIP Agama musuh besar Pancasila maka sudah semakin jelas arahnya dan tujuannya untuk mensekulerkan Pancasila secara masif. Walaupun membuat geger dan protes dari mana-mana termasuk protes keras dari MUI, pasti tidak akan direspon oleh Jokowi. Sebab water test yang dilakukan oleh kepala BPIP dengan mengatakan musuh besar Pancasila adalah agama, merupakan grand disain untuk mensekulerkan Pancasila. Mensekulerkan Pancasila dengan membentur-benturkan dengan agama tentu perbuatan yang sesungguhnya tidak mengerti apa itu Pancasila. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sekularisme adalah suatu pandangan dalam hidup atau dalam satu masalah yang berprinsip bahwa agama atau hal-hal yang bernuansa agama tidak boleh masuk ke dalam pemerintahan, atau pertimbangan-pertimbangan keagamaan harus dijauhkan darinya. Dapat kita simpulkan bahwa sekularisme ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial. Dalam artian agama tidak boleh ikut berperan dalam politik, pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum. Tentu saja keinginan memisahkan Agama dan Negara menjadi ahistoris. Sebab dari awal mula berdirinya negara ini didasarkan atas berkah rahmat Tuhan dan didorongkan keinginan luhur. Artinya, pendiri negeri ini percaya bahwa perjuangan Kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Arti nya mendirikan negeri ini juga dipercayai adanya kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam lintasan sejarah Pancasila itu melalui proses perdebatan yang cukup Panjang dari Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 kemudian terjadi kesepakatan di panitya 9 yang melahirkan Piagam Jakarta kemudian proses itu berlanjut pada pembentukan pembukaan UUD 1945 dan kemudian di Sila ke satu Pancasila Ke Tuhanan Dengan menjalankan Syareat Islam bagi pemeluk-pemeluk nya.Menurut Kemanusiaan yang adil dan beradab diganti dengan Ke Tuhanan Yang Maha Esa dan Umat Islam bisa menerima dengan lapang dada. Dan Bangsa Indonesia telah memilih Panca Sila yang rumusan nya ada dialenea ke 4 Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar negara . Kata bung Karno .... Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsaIndonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu. Prinsip-prinsip yang ada pada UUD 1945 dan pembukaan nya telah diamandemen duganti dengan Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme kemudian kata Megawati Pancasila itu apa sudah tidak cocok kita harus dirikan yang sifat nya yang lain .jadi jelas Pancasila telah distubuhkan Individualisme ,Liberalisme,Kapitalisme .dengan sistem presidenseil yang basis nya Individualisme semua ini tercermin dari sistem bernegara kita dengan pilsung ,Pilpres,Pilkada. Yang semua itu bertentangan dengan Pancasila. Marilah kita resapi apa yang telah diuraikan oleh para pelaku sejarah pembentukan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara .Jadi menganti rumusan Pancasila yang ada di RUU HIP bisa dikatakan tindakan makar sebab dengan sengaja Pancasila di ubah di peras-peras menjadi Trisila , Eka Sila dan Gotong Royong .ini sudah masuk delik makar . Bagi yang paham Tata Negara pasti mengerti istilah “die Stuferordnung der Recht Normen” oleh Hans Nawaisky, yaitu hirarki susunan suatu suatu aturan . Namun pembukaan UUD 1945 itulah yang menjadi konsensus para pendiri negara yang disyahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 . Bung Karno dengan di syahkan UUD 1945 Bung Karno sendiri telah meninggalkan Pancasila yang dia Pidatokan 1 Juni 1945.sejak itu bung Karno selalu berpegang pada Pancasila yang ada di alenea ke IV UUD 1945 bukti nya bung karno mengatakan dalam pidato nya 17 Agustus 1963 bahwa Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 itu loro-loroning atunggal yang tidak dapat dipisahkan . Di dalam pidatonya Bung Karno Mengatakan “……. Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. 17Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaanbeserta satu dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamationof independence dan satu declaration of independence. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-UndangDasar 1945 adalah satu. Bagi kita, maka naskah Proklamasi danPembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satudari yang lain. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan PembukaanUndang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal. Bagi kita,maka proclamation of independence berisikan pula declaration ofindependence.Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation ofindependence saja.Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declarationof independence saja.Kita mempunyai proclamation ofindependence dan declaration of independence sekaligus. Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka. Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsaIndonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu. Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasikita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semuatenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah , moril,materiil dan spirituil. Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-UndangDasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita. Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu.“Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemer-dekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mem-punyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidakmempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi. “Declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti.Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dantujuan, segala prinsip, segala “isme”,akan merupakan khayalan belaka,– angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung diangkasa raya. Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampaikeakar-akar nya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia,tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya: Kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan. Pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada masing-masing…… Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin,harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: Kemerdekaan untuk bersatu kemerdekaan untuk berdaulat. kemerdekaan untuk adil dan makmur, kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum, kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. kemerdekaan untuk ketertiban dunia, kemerdekaan perdamaian abadi kemerdekaan untuk keadilan sosial, kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat, kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia; kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17Agustus 1945. Kita harus memahami apa yang terkandung di dalam Preambule UUD 1945, adalah Jiwa, falsafah, dasar, cita-cita, arah, pedoman,untuk mendirikan dan Menjalankan Negara Indonesia. Dari uraian Bung Karno dalam pidato nya maka kemerdekaan ber Pancasila tidak mengunakan rumusan Pancasila 1 Juni 1945 tetapi Rumusan Pancasila yang ada di Alenea ke IV Pembukaan UUD1945 . Misalnya “ Kemerdekaan Yang Ber KeTuhanan Yang Maha Esa bukan Kemerdekaan Yang Ber Ketuhanan yang Berkebudayaan. Kemerdekaan yang Berkemanusiaan Yang adil dan beradab bukan kemerdekaan yang berkemanusiaan. Kemerdekaan yang Berdasarkan Persatuan Indonesia bukan Kesatuan yang tertulis di RUU HIP. Kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,bukan kemerdekaan yang berkerakyatan. Kemerdekaan yang bertujuanme wujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan kemerdekaan mewujudkan keadilan sosial. Para elite dan Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Panca Sila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara . Marilah kita resapi apa yang telah diuraikan oleh para pelaku sejarah pembentukan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara .Jadi menganti rumusan Pancasila yang ada di RUU HIP bisa dikatakan tindakan makar sebab dengan sengaja Pancasila di ubah di peras-peras menjadi Trisila , Eka Sila dan Gotong Royong .ini sudah masuk delik makar. Bagi yang paham Tata Negara pasti mengerti istilah “die Stuferordnung der Recht Normen” oleh Hans Nawaisky, yaitu hirarki susunan suatu aturan: (1)Staatsfundamental norm adalah norma fundamental suatu negara dan Indonesia mempunyai Pancasila. Yang namanya Fundamental tak boleh diubah…mengubah sama arti nya meruntuhkan negara tersebut. (2)Staatsgrundgesetz adalah Konstitusi suatu negara..dalam hal ini UUD 1945. (3) Formal Gesetz adalah Hukum Formil dalam bentuk Undang-Undang. (4) Verordnurn adalah Aturan Pelaksana dari Undang-Undang. Dan kita tahu Tupoksi DPR dan Presiden hanya membentuk UU..tidak bisa membentuk UUD 1945 apalagi mengubah StaatsFundamental Norm yaitu Pancasila. Jika Pancasila aksn dirubah oleh Megawati melakui RUU HIP RUU BPIP. Dengan demikian maka RUU HIP dan RUU BPIP yang materinya dapat disimpulkan berupaya mereduksi dan mengubah sila Pancasila, secara tak langsung dapat dianggap sebagai bentuk Makar pada Pancasila. Hans Kelsen berkata “suatu norma tidaklah berlaku bila dibuat bukan oleh lembaga yang tidak berwenang”.Jelas upaya mengubah Pancasila sekalipun dengan kamuflase RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila dapat dikatagorikan sebagai upaya mengubah Dasar Negara agar terkesan legal.dan menguba Dasar Negara bisa dipidana. Pelanggaran hukum yang terjadi adalah mendefinisikan Pancasila tapi membuat norma baru bernama Trisila dan Ekasila.dan Gotong royong. Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagaianggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlahPembukaan U.U.D. 1945, di mana tertera lima azas KehidupanBangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila. Pembukaan U.U.D. 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enambelas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat)pasal dan Aturan Tambahan, berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya.Karena telah tercapai mufakat bahwa U.U.D. 1945 didasar-kan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu. Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar Negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilansosial bagi segala bangsa oleh sebab itu politik luarnegeri adalah non block ,bukan block Cina negara komunis . Tap MPR XXV th 1966 melarang ajaran komunis kok partai politik mengirim kader nya pada partai komunis China jelas ini adalah pelanggaran terhadap Tap MPR XXV th1966. Kita sebagai bangsa harus berani melskuksn koreksi total jika tidak tahun 2030 Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 akan hilang dan menjadi NKRI Negara Komunis Republik Indonesia .Bangkit bergerak jika tidak ingin ditindas. (*)
Jokowi Lusuh dan Rapuh Menuju Runtuh
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan TENTU bukan bacaan fisik yang terlihat semakin berkerut dan beruban atau wajah yang lelah dan seperti tak bergairah akan tetapi ini adalah gejala politik yang ditampilkan. Panik, lusuh dan rapuh. Kondisi masa depan yang tidak jelas dan hal itu terbayang mengerikan. Menghantui terus sebagai mimpi buruk. Sambil menghitung hari. Menjelang akhir masa jabatan, Jokowi terlihat gugup dalam membuat kebijakan. Aneh dan membingungkan. Resafel dilakukan bukan untuk memperkuat kinerja pemerintahan melainkan sekedar menempatkan teman-teman yang mungkin mau mendengarkan curhat dari kegelisahan. Tidak menambah dukungan partai atau kekuatan politik apapun. Menggoyang Partai Demokrat dengan skenario kudeta Moeldoko tidak kunjung sukses. Hukum tidak menolong bahkan berbalik mengancam. Moeldoko sendiri ikut goyah. Kebijakan memberi wortel dan tongkat kepada Ketum Partai Demokrat tidak direspons bagus. Partai Demokrat tetap konsisten mendukung Anies Baswedan. Menekan Nasdem dengan mengkriminalkan Johnny G Plate tidak berhasil menggerus dukungan kepada Anies. Justru memperkuat perlawanan Partai Nasdem atas dirinya. Partai Nasdem semakin melambung setelah Apel Siaga Perubahan yang sangat telak mengalahkan Musra-musra Jokowi. Kini Jokowi mencoba memukul Partai Golkar melalui proses hukum Airlangga. Ditambah disain Munaslub dengan motor Luhut Panjaitan. Ternyata upaya merebut Ketum itu menjadi bahan tertawaan. Bakal mengulangi kegagalan Moeldoko mengkudeta Partai Demokrat. Partai Golkar merupakan partai berkuasa puluhan tahun yang tidak mudah di cawe-cawe oleh anak kemaren sore bernama Jokowi. Kegagalan berbagai agenda yang direncanakan atau direkayasa membuat Jokowi gelisah. IKN belepotan, Kereta Cepat diluar perencanaan, investor sulit datang, omnibus law yang dipaksakan terus mendapat penentangan, OBOR dukungan atau proyek China ternyata tidak jalan, pelanggaran HAM digugat rakyat, melayani keturunan PKI berbuah kritik, ijazahnya diragukan, membesarkan keluarga dituduh nepotisme, serta oligarki politik mulai cerai berai. Megawati merampas jagoan penerus Jokowi Ganjar Pranowo, melirik Prabowo malah dimusuhi PDIP, KIB tidak bisa bertahan untuk dikendalikan, PPP dan PAN jalan sendiri. Surya Paloh membangkang, Golkar melepaskan diri secara perlahan. Airlangga yang mulai belok harus dimatikan. Jokowi bingung dan mencoba mencari pegangan. Pasca tidak menjadi Presiden bahaya mengancam di depan. Dosa politik yang bertumpuk dapat menyeretnya ke penjara. Mungkin yang dipercaya kini hanya paranormal karena agama tidak menjadi pilihan. Membubarkan FPI dan HTI bukan solusi. Kriminalisasi ulama dan aktivis menimbulkan antipati. Propaganda terorisme, radikalisme dan politik identitas menyudutkan umat. Isu PKI terus menyengat. Jokowi tidak pernah mengecam apalagi mengutuk PKI. Saat ini Jokowi berhadapan dengan banyak lawan mulai buruh, umat Islam, purnawirawan, mahasiswa, aktivis demokrasi maupun TNI yang tergeser oleh Polri. Jokowi lusuh. Semakin usang dan hilang warna. Dua periode kepemimpinan membosankan dan warna kesederhanaan, kerakyatan dan kejujuran sudah hilang. Jokowi kini rapuh. Dukungan kuat partai mulai lemah dan meninggalkan. Pebisnis melihat ke depan untuk mencari cantolan baru. Jokowi adalah masa lalu. Oligarki merasa tidak butuh Jokowi lagi. Jokowi menuju runtuh. Hanya tinggal berlindung pada manuver figur andalannya, Luhut Binsar Panjaitan. Tahun 2024 adalah akhir dari kekuasaan, itupun bila ia mampu bertahan. Akan tetapi 2023 badai akan datang. Desakan pemakzulan terus menguat. Dari mulai Petisi hingga Aksi-aksi. Tuduhan terberat Jokowi adalah melanggar Konstitusi serta mengkhianati sumpah dan janji. Opsi semakin sempit bagi Jokowi. Hanya mundur atau dimundurkan. Back down or impeached. Bandung, 25 Juli 2023.
Pembentukan Lembaga Pengawas Medsos Berpotensi Mematikan Demokrasi Menuju Negara Komunis
Oleh Pierre Suteki - Akademisi TELAH tersiar luas bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengusulkan tentang lembaga pengawas media sosial. Meskipun masih sebatas wacana dan belum akan dirumuskan dalam waktu dekat, namun telah \"meresahkan masyarakat\", khususnya netizen (Jakarta, Kamis (20/7/2023)). Budi juga menyebutkan bahwa pembentukan lembaga ini mulanya diusulkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Menurut Menkominfo baru ini, gagasan awalnya adalah untuk mendorong masyarakat bersikap santun dan bijak dalam menggunakan media sosial supaya medsos tidak menimbulkan kegaduhan baru. Namun, Budi juga memahami kekhawatiran masyarakat yang menganggap ada kecenderungan bakal terjadi pengekangan kebebasan berpendapat jika lembaga itu dibentuk. Menurut saya, wacana pembentukan lembaga pengawas medsos ini tidak perlu diwujudkan karena berpotensi mematikan demokrasi yang konon diklaim menjadi sistem terbaik untuk mengatur penyelenggaraan negara NKRI. Anda mungkin masih ingat adanya Kontroversial Statement Menkominfo Jhony G. Plate yang kemudian dibully Netizen hingga netizen ada yang menyatakan bahwa \"Negara Demokrasi kok Mirip Rezim Komunis\". Ucapan Menteri Komunikasi dan Informasi Johnny G Plate tentang hoax yang dibully netizen di media sosial berbunyi begini: “Kalau pemerintah sudah bilang hoax, ya itu hoax, kenapa dibantah lagi\". Ucapan Menkominfo yang sekarang mendekam di rutan KPK atas kasus korupsi BTS ini tidak mencerminkan Indonesia sebagai negara demokrasi. Bahkan, tidak keliru jika ada yang berpendapat bahwa Indonesia malah mirip seperti negara komunis. Kini, Budi Arie sebagai pengganti Menkominfo Johnny G Plate mencoba mengusung situasi dan kondisi yang sama di dunia medsos dengan pembentukan lembaga baru bernama lembaga pengawas media sosial. Meskipun Wamenkominfo membantah bahwa lembaga ini tidak akan mengekang kebebasan warga dunia medsos, namun narasi \"meresahkan masyarakat\", \"radikalisne\", \"kegaduhan baru\", \"berdasar hukum konsensus nasional\" dan lain-lain menunjukkan ketidakpastian dalam penegakan hukum di negara demokrasi. Pemaknaan hingga penerapan teknis narasi kata-kata tersebut tergantung \"maunya\" rezim penguasa. Biasanya hal tersebut akan mendorong penegakan hukum yang diskriminatif, inequality before the law, Suka-Suka Kami (SSK) hingga penegakan hukum yang brutal (brutallity of law enforcement) di negeri demokrasi ini. Saya perlu menegaskan dan meyakini bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak akan bubar dan disintegrasi bangsa akan terjadi lantaran tidak adanya lembaga pengawas medsos, namun justru patut diduga bahwa adanya lembaga ini justru mengancam terjadinya DISINTEGRASI bangsa Indonesia karena: 1. Menjadi lembaga PENGONTROL KEHIDUPAN RAKYAT atas nama dan demi PANCASILA DAN NEGARA, bahkan berpotensi menjadi EXTRACTIVE INSTITUTION represif yang memiliki kewenangan memberikan rekomendasi atas hasil kajiannya terhadap penegakan hukum administratif, penanganan tindak pidana di bidang medsos. 2. Berpotensi menjadi GODAM ALAT GEBUK bagi lawan-lawan politik pemerintah atau pihak yang berseberangan dengan pemerintah terkait dengan ditetapkannya tafsir tunggal terhadap narasi radikalisme, kegaduhan masyatakat, keresahan masyarakat dll. Hal ini justru akan memicu kegaduhan dan konflik baru di tengah masyarakat. Apalagi sekarang menjelang pemilu 2024, lembaga ini akan sangat ampuh untuk memberangus lawan politik, sekalligus melindungi kawan politik. 3. OVERLAPPING dan REDUNDANT atas tugas dan wewenang kepolisian bidang medsos dan siber. Sudah ada lembaga yang memantau dunia siber dari kepolisian. Adanya lembaga baru ini merupakan sebuah pemborosan dan istilah netizennya \"unfaedah\" untuk perkembangan demokrasi di tanah air. 4. Mendorong potensi penyalahgunaan kekuasaan (ABUSE OF POWER) khususnya jika lembaga ini mempunyai wewenang untuk memberikan rekomendasi atas pencabutan, penghapusan akun hingga penjatuhan sanksi administratif atau pun pidana terhadap netizen rentan, misalnya para ASN atau pegawai BUMN Berdasarkan kemungkinan buruk yang akan terjadi, maka kiranya kita rakyat tidak membutuhkan lembaga pengawas medsos dengan segala perangkat yang dibutuhkan. Oleh karena itulah pendirian saya adalah: \"Tolak Usulan Pembentukan Lembaga Pengawas Medsos Tanpa Reserve.\" Jika masih mengaku NKRI masih menjadi negara demokrasi yang inti pokoknya adalah adanya freedom of speech dan kedaulatan rakyat, maka lebih baik batalkan usulan pembentukan lembaga pengawas medsos, terkecuali kita ingin menggiring negeri ini semakin menjadi negara otorititer, diktator ala negeri komunis? Tabik...!! (*)
Poros Politik Baru: "Makzulkan Jokowi"
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan SETELAH Penegak Daulat Rakyat menyampaikan aspirasi Petisi 100 ke MPR yang diterima oleh anggota MPR dengan konten mendesak DPR dan MPR untuk memproses pemakzulan Presiden Jokowi, maka aspirasi ini akan menggelinding dan menjadi kekuatan politik baru. Mendapat dukungan rakyat yang telah lama merasakan bahwa mrezim Jokowi menyimpang dan salah arah. Demokrasi yang diobrak-abrik bahkan dirampok oleh Oligarki. Arah formal adalah menuju Pemilu Pilpres 2024. Sayangnya dalam proses ini rakyat ditempatkan hanya sebagai penonton. Perasaannya terus dimainkan oleh sandiwara politik para pemain yang berada di panggung. Ada peran Raja di istana, Menteri yang dikorbankan, penyiapan dinasti, penghianatan, ancam mengancam, suap serta penghukuman secara zalim. Rekayasa jabatan juga mewarnai skenario cerita yang berbau honor eh horor. Di bawah bayang-bayang pemilik modal partai koalisi masih kebingungan. Jokowi bertekad cawe-cawe agar menjadi penentu. Pemilu 2024 adalah ajang mainan yang menurut Mahfud MD akan marak dengan kecurangan. Partai koalisi mencoba mencari pegangan dalam ketidakpastian. Banyak kepentingan dan perhitungan untuk menetapkan pasangan Capres dan Cawapres. Antara dukungan riel dengan pencitraan. Hasil survey dan hasil \"sure pay\". Rakyat diarahkan perhatian hanya pada tiga figur Bakal Capres yang hingga kini masih bingung mencari Cawapres. Baik Prabowo, Ganjar Pranowo maupun Anies Baswedan. Kita sebut saja poros Prabowo poros Ganjar dan poros Anies. Semua memiliki keyakinan sekaligus kekhawatiran. Meskipun untuk itu terus bersiap untuk Pemilu 2024. Masalah besar yang dihadapi untuk Pemilu 2024 adalah sulit untuk terjadinya kompetisi yang jujur, adil dan bersih. Selama kendali kenegaraan masih dipegang oleh Jokowi maka jangan diharap akan terjadi Pemilu yang sehat. Tidak akan muncul wakil rakyat yang hebat. Ini adalah akibat dari \"Jokowi uber alles\". Jokowi \"segalanya\". Pemilu yang lebih baik adalah Pemilu tanpa Jokowi. Jokowi absolut harus mundur atau dimundurkan terlebih dahulu. Setelah Jokowi lengser, maka Pemilu akan berjalan lancar dan demokratis. Pemakzulan adalah \"conditio qua non\" yang bukan untuk menghalangi Pemilu. Justru dalam rangka mengamankan dan mengawal Pemilu. Bolehlah serius untuk menggalang kekuatan poros Ganjar, poros Prabowo dan poros Anies, akan tetapi sesungguhnya ketiganya akan tertolong jika poros \"makzulkan Jokowi\" sukses. Siapapun pemenang ia hasil pilihan rakyat yang \"fair\". Makzulkan Jokowi membuka peluang pula untuk munculnya tokoh-tokoh baru di kancah kepemimpinan nasional. Semua ruang harus dibuka sehingga bangsa Indonesia yang besar ini dapat memiliki Presiden yang memang pantas. Tidak terulang lagi terjadinya \"kecelakaan politik\" dimana Jokowi menjadi Presiden hasil dari pencitraan, pembodohan, pembohongan dan kecurangan. Makzulkan Jokowi adalah poros politik baru yang menguntungkan rakyat Indonesia. Layak untuk didukung oleh berbagai kalangan baik emak-emak, cendekiawan, buruh, purnawirawan, mahasiswa, pengusaha, ulama, santri, bahkan pegawai negeri, TNI, Polri dan masyarakat kebanyakan. Jokowi adalah sumber masalah negeri. Pemilu tanpa Jokowi itu penting. Biarkan rakyat mengatur dirinya sendiri dengan bersandar pada Konstitusi. Oligarki harus segera diakhiri, mari kita kembali pada Demokrasi. Bandung, 24 Juli 2024.