OPINI

Senjata Kunto Telah Dilemparkan

Oleh Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DALAM cerita wayang ada kisah Adipati Karna yang memiliki senjata ampuh berupa tombak pemberian Dewa Indra yang bernama Kunta Jaya. Senjata ini hanya dapat digunakan satu kali. Penggunaan harus efektif atau arif agar tetap bermakna untuk dapat menjaga wibawa.  Senjata ini diberikan dengan maksud agar dapat membunuh Arjuna. Akan tetapi ada situasi darurat yang menyebabkan akhirnya senjata Kunta atau Kunto ini digunakan untuk membunuh Gatotkaca putra Werkudara. Itu bagian dari cerita perang saudara Hastina dan Pandawa.  Tapi yang ini bukan cerita wayang melainkan artikel seorang Panglima Kodam III SIliwangi bernama Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo yang telah melemparkan tombak kegelisahan TNI atas kondisi tidak sehat menuju Pemilu 2024. Ada kekhawatiran terjadinya pengabaian etika berbangsa dalam memasuki perang politik tersebut. Warning diperlukan agar tidak terjadi perang saudara. TNI bertugas untuk menjaga.  Menurut Kunto jika situasi semakin tidak beretika dalam proses politik menuju Pemilu 2024 maka TNI dimungkinkan maju sedikit untuk mengambil posisi.  Meskipun tidak dijelaskan siapa pelaku yang tidak beretika politik baik itu, akan tetapi publik membaca arah pandangan Kunto adalah rezim ini dan perilaku partai politik di lingkungannya.  Sinyalemen Pangdam Siliwangi patut mendapat dukungan luas karena kegelisahan TNI adalah kegelisahan rakyat Indonesia. Kondisi negara memang tidak dalam keadaan baik-baik saja.  Jenderal Kunto sedang melesatkan tombak yang dipegangnya. Tuntutan rakyat sebenarnya adalah agar TNI bukan hanya maju sedikit tetapi maju banyak untuk mengambil posisi.  UU No 34 tahun 2004 tentang TNI mengingatkan bahwa TNI adalah tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional dan tentara profesional. Sebagai tentara rakyat dan tentara pejuang maka TNI harus memahami dan peduli dengan apa yang dirasakan rakyat. Sesak nafas rakyat tidak boleh dibiarkan. Berjuang menegakkan kedaulatan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Membebaskan rakyat dari penindasan.  Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila 18 Agustus 1945 sebagai kesepakatan bangsa bukan Pancasila lainnya. Demikian juga UUD 1945 adalah UUD yang disusun berdasarkan spirit dan kemauan dari the founding fathers untuk menjaga arah dan makna dari negara merdeka. Bukan UUD yang diobrak-abrik atau diperkosa oleh para penghianat dan penjajah bangsa.  Ada aroma menghalalkan segala cara dalam upaya untuk memenangkan kompetisi partai atau personal pada Pemilu 2024. Melabrak Konstitusi, perundang-undangan dan etika berbangsa demi menggapai ambisi untuk tetap berkuasa atau melanjutkan kekuasaan. Berupaya agar demokrasi tetap dikendalikan oleh oligarki. Ketetapan  MPR No VI tahun 2001 tentang Etika Berbangsa sudah lama dibuang ke tempat sampah.  Kondisi negara yang kini sangat memprihatinkan dan mengkhawatirkan perlu untuk dipulihkan dan diselamatkan. Korupsi yang merajalela, hutang luar negeri yang membumbung tinggi, hukum yang ditunggangi serta politik yang menjadi bulan-bulanan kepentingan ambisi harus diantisipasi. Segera dihentikan.  TNI bukan saja dituntut harus maju sedikit dalam mengambil posisi tetapi majulah banyak. Bergerak untuk menegakkan kedaulatan negara dan membela kepentingan rakyat Indonesia.  Mayjen TNI Kunto telah memulai. Rakyat mendukung dan siap bergandeng tangan. Sudah waktunya untuk melangkah bersama dan seirama.  Bandung 8 Mei 2023.

Soal Pengkhianatan Gatot Nurmantyo Pernah Bilang Begini Pada Jokowi

Jakarta, FNN -  Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan lembaga yang memiliki sikap tegas dan jelas dalam menyikapi perpolitikan tanah air. Karena begitu dilantik salah satu yang paling penting adalah dia disumpah untuk setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.  \"Jadi apa yang dikatakan Pak Kunto (Pangdam Siliwangi) di media, hal itu merupakan cara pandang institusi TNI. Saya pikir itu adalah mewakili cara pandang yang ada,\" kata Panglima TNI Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo periode 2015-2020 di kantor sekretariat KAMI, Minggu, 7 Mei 2023. Gatot menegaskan bahwa jika TNI disuruh melanggar hukum oleh atasannya, maka dia bisa menolaknya, karena kalau dia mematuhi perintah atasannya yang salah, dia berarti melanggar sumpahnya. Gatot juga mengingatkan bahwa jika ada indikasi negara akan diganti dasar negaranya, maka tentara boleh memberontak. Hal- hal seperti ini kata Gatot pernah ia sampaikan kepada Presiden Jokowi saat dia jadi Panglima TNI. \"Saya pernah mengatakan ini kepada Pak Jokowi, bapak saya sebagai Panglima TNI saya tidak mau berkhianat kepada bapak. Tetapi bapak tahu bahwa TNI  tidak akan berontak kecuali ideologi akan diganti,\" kata Gatot. Menanggapi pertanyaan wartawan mengapa tidak menjalin komunikasi intensif dengan para calon presiden (capres), Gatot menegaskan bahwa pihaknya harus bersikap netral. \"Kalau itu dilakukan ikuti mengumumkan nama capres, kemudian ikut rapat segala macam apalagi dengan pemerintah, lalu apa bedanya dengan mereka?, tegasnya. KAMI kata Gatot akan terus berjuang untuk menyelamatkan bangsa ini agar kelak generasi muda kita,  pemuda-pemudi kita, tidak terampas haknya dan mendapatkan keadilan. Sampai saat ini, kata Gatot, pihaknya fokus pada perjuangan KAMI untuk menyelamatkan Indonesia ini. \"Nanti apabila sudah ada keputusan KAMI harus mendiskusikan apakah calon yang diusung dan partai yang mengusung bisa sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam maklumat KAMI yang 8 ini,\" ungkapnya. Sementara mengenai kriteria capres dukungan KAMI, kata Gatot, pihaknya tak bisa mengatakan ada atau tidaknya capres. KAMI adalah gerakan moral yang tidak terlibat dalam kompetisi para capres  Yang jelas, KAMI akan mendukung capres yang berpihak pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Naun, hal itu menjadi hak penilaian oleh rakyat dalam memilih capres usungan partai.  Sementara Presidium KAMI lainnya Din Syamsuddin menegaskan bahwa saat ini telah terjadi penjualan aset aset negara secara masif. \"Sumber daya alam dikuasai asing, rakyat kita hanya jadi kuli,\" pungkasnya. (Sws)

Partai Negara dalam Negara

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  FUNGSIi partai politik terhadap negara, menciptakan pemerintahan yang efektif dan adanya partisipasi politik terhadap pemerintahan yang berkuasa. Sedangkan fungsi partai politik terhadap rakyat, memperjuangkan, merealisasi, mengamankan kepentingan aspirasi   dan nilai-nilai pada masyarakat. Membuat regulasi konstitusi  melahirkan kebijakan untuk  memberikan perlindungan dan rasa aman, dalam kedamaian, kebersamaan dan ketenangan hidup masyarakat. Parpol harus patuh, menghormati dan melaksanakan semua aturan dan ketentuan yang berlaku dalam konstitusi negara.  Hanya karena ingin terus berkuasa lahirlah arogansi partai bersenyawa dengan penguasa dan bandit politik menghasilkan kesepakatan jahat verbal dan non verbal. Tiba tiba muncul partai merasa menguasai negara bahkan kelewat batas bahwa Indonesia adalah bagian dari partai bukan partai bagian dari Indonesia. Sebutan petugas partai sesungguhnya sangat dekat dengan ajaran komunis yang memiliki kekuasaan mutlak atas rakyat.  Memasuki kontestasi Pemilihan Presiden,  partai  makin sibuk luar biasa. Masing masing Ketua Umum bak pemimpin besar kunjung sana sini seolah sedang membahas masalah penting, mendesak di balut publikasi basa basi muatan politik sakral yang hanya bisa disentuh oleh mereka. Penambilannya mereka seperti drama , sandiwara, sinetron dan lelucon kering dari nilai kemuliaan seorang negarawan. Diduga kuat topik mereka hanya *saya dapat apa, kapan dan berapa*.  Jauh dari gagasan untuk membahas masalah masalah krusial kebangsaan, bahkan larut sebagai boneka Taipan Oligarki. Di situlah titik rawan bandit bandit leluasa memainkan mereka para petugas partai. Para elite partai hanya memikirkan bagaimana merebut, mempertahankan dan melangsungkan kekuasaan secara mati-matian. Fokus wawasannya hanya terkonsentrasi merebut dan berbagai kekuasaan yang kering dari jangkauan pemikiran negara dalam bahaya dan harus diselamatkan, babak belur dalam kendali kapitalis dan negara menjadi liar dengan UUD 2002. Politik petugas partai  kehilangan fungsinya dalam memecahkan masalah (problem solving) dan menegakkan kebajikan umum (public-good) di tubuh bangsa.  Puncak kegelapan ketika partai politik merampok mengambil alih  seolah olah sebagai suara rakyat. Merasa sebagaimana super bodi kekuasaan seperti sistem kekuasaan partai komunis, mendefinisikan dan menempatkan pejabat negara termasuk presiden sebagai petugas partai. Membawa kepiluan berkepanjangan, rakyat hanya sebagai objek politik. Partai tanpa sadar sebagai jongos Oligargi.  Anggota dewan dan Presiden sebagai petugas partai. Semua bersekutu dalam kolam yang sama dan sadar tidak sadar prilakunya  menjadi tiran dan mengarah ke otoriter. Di tubuh bangsa ini sedang terjadi perilaku permisif dan ambivalensi kesadaran berbangsa dan negara. Negara dalam kondisi mendung gelap berjalan tanpa arah.  Diperparah dengan terjadinya \"Partai Menjadi Negara Dalam Negara\"

Pak Mahfud Cuma Omdo

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan MAHFUD MD mencuatkan kasus 349 trilyun di Kemenkeu yang menimbulkan harapan dan pujian. Tetapi faktanya Mahfud MD justru membentuk Satgas yang beranggotakan gado-gado termasuk Kemenkeu sendiri. Penyelesaian kasus menjadi kacau bahkan tenggelam. Mahfud MD yang mengangkat, Mahfud MD juga yang menenggelamkan. Ia memajukan dan ia pula yang memundurkan. Omong doang alias omdo.  Semestinya Mahfud MD menggerakkan semua elemen penegakan hukum yang berada di bawah koordinasinya apakah KPK atau Kejaksaban Agung. Semua rakyat sudah dibuat terbuka mata atas indikasi kuat terjadinya perbuatan korupsi dan tindak pidana pencucian  uang. Setelah DPR tidak memiliki kemauan membentuk Pansus Penyelidikan langkah hukum pun tidak dijalankan.  Gandengan dari kasus 349 trilyun ini adalah perampasan aset. Mahfud MD menyatakan habis lebaran akan diajukan Surat Presiden (Surpres) yang mengantarkan RUU Perampasan Aset ke DPR. Akan tetapi hingga kini itupun belum terbukti. Omdo lagikah ? Atau mungkin maksudnya habis lebaran itu panjang, kan bisa satu tahun.  Bukan kita tidak sabar menunggu realisasi omongan Pak Menteri tetapi masalahnya adalah soal RUU Perampasan Aset ini sudah direncanakan untuk dibahas sejak tahun 2015. Bahkan lebih awal lagi terhitung kita meratifikasi konvensi PBB \"against corruption\" melalui UU No 7 tahun 2006. Jika bukan omdo tetapi serius semestinya Mahfud MD mendorong Presiden untuk mendahului dengan mengeluarkan Perppu Perampasan Aset atas dasar tingkat kedaruratan yang tinggi. Mahfud MD sering mengeluh tentang betapa dahsyatnya korupsi di negeri ini. Khususnya di bawah rezim ini. Rezim dimana Mahfud sendiri berada di dalamnya.  Lambat atau bertele-telenya penyelesaian kasus korupsi dan pencucian uang serta mundur maju dalam pembuatan aturan menjadi bukti kita tidak serius dalam melakukan pemberantasan korupsi dan pencucian uang. Hal ini akan berpengaruh pada keberadaan Indonesia di lembaga dunia. Bukankah kita ingin menjadi anggota The Financial Action Task Force (FATF) agar kepercayaan dunia pada kondisi ekonomi Indonesia meningkat?  Pesimis rakyat dan bangsa akan keseriusan pemerintah sangatlah wajar sebab alih-alih Presiden mengomando ini dan itu tentang pemberantasan korupsi dan pencucian uang justru ia sibuk cawe-cawe mengurus soal copras-capres. Betapa giat, gigih dan bagai hidup mati untuk memajukan Ganjar Pranowo sebagai Capres 2024.  Presiden Jokowi memberi contoh buruk dengan kesibukannya itu. Menteri-menteri dipastikan akan sama kehilangan fokus atas tugas pekerjaannya. Apalagi berfikir soal prestasi. Semua diakses untuk suksesi sesuai arahan Jokowi. Lalu bagaimana dengan Mahfud MD  ? Nampaknya sama saja, apalagi masuk bursa juga katanya.  Semua kerja sepertinya tidak ada makna, berganti dengan kata-kata demi terbingkai citra. Masalah negara ini tidak akan bisa diselesaikan dengan sekedar citra. Kehancuran sudah di depan mata.  Harus ada tindakan nyata untuk memulihkan dan menyehatkan bangsa. Jokowi harus segera dan secepatnya turun dari singgasana bukan justru seenaknya menyalahgunakan fasilitas Istana.  Mahfud MD adalah menteri yang bertanggungjawab atas keadaan politik, keamanan dan penegakan hukum di Indonesia. Jangan hanya mengeluh tentang kondisi negara. Bapak punya kewenangan untuk berbuat nyata. Bila tidak mampu, ya mundur saja. Itu namanya ksatria.  Sampai saat ini citra pak Mahfud masih sebagai Menteri yang jago mengeluh dan belum banyak bertindak. Surpres RUU Perampasan Aset saja masih tahap omong doang. Janji usai lebaran belum jelas juga.  Nah, selamat omong doang Pak.  Bandung, 7 Mei 2023

Menggugat Etika Politik dan Netralitas Presiden Jokowi

Oleh Denny Indrayana – Guru Besar Hukum Tata Negara, Senior Partner Integrity Law Firm, Registered Lawwyer di Indonesia dan Australia “My loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins.” — Manuel L. Quezon  “Saya itu pejabat publik sekaligus pejabat politik”, demikian jawaban Presiden Jokowi ketika disoal cawe-cawenya dalam mengurusi koalisi dan kontestasi Pilpres 2024 (Kamis, 4 Mei 2023). Karena juga sebagai politisi, maka Presiden Jokowi merasa berhak dan wajar ikut dalam berpolitik praktis, dan merasa tidak ada aturan konstitusi yang dilanggar. Jawaban Presiden itu seolah-olah benar. Namun, jika dikuliti lebih jauh, terutama dari sisi etika kepresidenan, maka ada batasan-batasan moral dan hukum yang dilanggar oleh Presiden Jokowi, termasuk pelanggaran konstitusi, ketika ikut turut campur dalam soal Pilpres 2024. Tulisan ini berniat mengingatkan Presiden Jokowi untuk menjunjung tinggi etika berpolitik dan melaksanakan perintah konstitusi untuk menjadi wasit yang netral dalam pemilu. Perlu dicatat, etika tidak bisa dipisahkan dari hukum. Pelanggaran etika adalah juga pelanggaran hukum. Etika adalah pondasi dasar hukum. Ronald Dworkin mengatakan, “Moral principle is the foundation of law”. Presiden yang tidak mengerti etika berpolitik, etika bernegara, etika berkonstitusi, seharusnya tidak layak menjadi pemimpin bangsa. Tanpa memahami dan melaksanakan etika berpolitik kepresidenan, siapapun tidak layak menjadi Presiden Republik Indonesia. Etika Politik Presiden Vs Etika Politik Joko Widodo Setiap orang tentu dijamin hak dan kebebasannya untuk berpolitik. Namun demikian, tetap ada etika dan hukum yang berbeda ketika mengatur berpolitik untuk orang pribadi dibandingkan berpolitik sebagai pejabat publik, termasuk seorang presiden. Jika disandingkan, ada perbedaan prinsipil antara politik institusional Jokowi sebagai Presiden, dengan politik personal Joko Widodo sebagai pribadi. Nah, irisan antara politik Presiden Jokowi, dengan politik pribadi Joko Widodo itu yang harus dipahami, serta wajib dipisahkan penyikapannya secara tegas dan disiplin. Salah memahami, ataupun mencampur-adukkan antara politik sebagai presiden dengan politik sebagai pribadi, akan mengakibatkan benturan kepentingan (conflict of interest) yang berbahaya bagi kehidupan bernegara. Paling tidak ada dua aspek yang membedakan antara politik institusional Presiden Jokowi dengan politik personal Joko Widodo tersebut, satu, kepentingan yang diperjuangkan, dan dua, fasilitas yang digunakan. Dari sisi kepentingan, sebagai pejabat publik, politik presiden adalah untuk kepentingan publik. Politik institusional presiden, adalah politik kebangsaan. Politik yang didedikasikan hanya untuk Republik Indonesia. Politik untuk seluruh rakyat, tanpa kecuali, tanpa membedakan, tanpa diskriminasi. Politik institusional presiden tidak boleh partisan. Artinya, presiden tidak boleh berpolitik untuk tujuan sekelompok masyarakat ataupun partai politik pendukungnya saja. Karena itu menjadi aneh ketika sebagai Presiden, Jokowi masih memiliki dan mengadakan temu relawan. Sifat dasar relawan adalah partisan dan dilahirkan untuk memenangkan kandidat presiden yang didukungnya. Relawan adalah elemen pemenangan capres. Bagi presiden yang sedang memerintah seharusnya tidak ada lagi elemen relawan. Seharusnya, begitu dilantik menjadi presiden, ketika kontestasi pilpres selesai, elemen relawan dibubarkan. Presiden yang masih merawat relawannya, akan terus memperpanjang suasana kompetisi, dan akibatnya melanjutkan keterbelahan di tengah masyarakatnya. Relawan bagi Presiden Jokowi makin tidak relevan. Beliau adalah outgoing president, yang akan mengakhiri periode kedua kepresidenannya. Presiden Jokowi seharusnya mengedepankan persatuan (integrasi), karena tidak ada lagi pertandingan (kompetisi). Karena itu menjadi pertanyaan, misalnya, untuk apa ada temu relawan bertajuk Gerakan Nusantara Bersatu di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), pada Sabtu (26/11/2022)? Apakah temu relawan itu adalah agenda politik Presiden Jokowi atau acara pribadi Joko Widodo? Kalau itu adalah agenda kebangsaan Jokowi sebagai Presiden, kenapa kepentingannya sangat partisan relawan. Kalau itu agenda Joko Widodo sebagai pribadi, kenapa dia datang dengan pin kepresidenan? Kenapa dengan pin kepresidenan yang melekat di dada kirinya, di hadapan ribuan relawan, Presiden Jokowi memberi kode dukungan partisan kepada sang “rambut putih”? Pertemuan Presiden Jokowi dengan relawan tersebut bahkan dikecam oleh Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Pak Hasto menyebut, acara relawan itu menurunkan citranya sebagai pemimpin negara. “Saya menyesalkan adanya elite relawan yang memanfaatkan Presiden Jokowi sehingga menurunkan citranya sebagai pemimpin negara”. Lagi-lagi, harus tegas dipisahkan antara politik kelembagaan Presiden Jokowi, dengan politik perseorangan Joko Widodo. Sebagai pribadi, Jokowi berhak punya aspirasi sendiri. Sebagai pribadi Jokowi berhak dan dapat menjadi petugas partai. Bagi saya, petugas partai adalah bahasa lain saja dari kader partai. Sebagai Presiden, Jokowi tidak boleh partisan. Tetapi, sebagai pribadi Joko Widodo berhak menjadi kader salah satu partai, dalam hal ini PDI Perjuangan. Sebagai Presiden, Jokowi tidak boleh mendukung salah satu bakal calon presiden. Tetapi sebagai pribadi, Joko Widodo boleh punya sokongan kepada salah satu kandidat, atau pada saatnya nanti bahkan berkampanye bagi salah satu calon presiden tersebut. Tentu, jika Joko Widodo akan kampanye untuk Capres Ganjar Pranowo, misalnya, maka ia harus cuti sebagai presiden. Demikian aturan UU Pemilu secara tegas mengatur, untuk memastikan Presiden tidak menggunakan fasilitas dan jabatan publiknya sebagai presiden untuk kepentingan politik diri-pribadi. Dari sisi fasilitas, untuk kepentingan politik kebangsaan, Presiden Jokowi berhak menggunakan protokoler dan fasilitas negara. Sebaliknya, untuk kepentingan politik partisan diri-pribadi, Joko Widodo harus menggunakan fasilitas diri-sendiri. Itu sebabnya, Istana Negara, Istana Merdeka tidak boleh digunakan untuk membahas strategi pemenangan koalisi pemilihan umum, termasuk Pilpres 2024. Karena agenda politik demikian, bukanlah agenda kebangsaan, tetapi agenda politik partisan. Presiden Jokowi sudah jujur mengatakan tidak lagi mengundang Nasdem karena sudah punya koalisi sendiri. Tentu yang dimaksud adalah koalisi Nasdem-Demokrat-PKS yang mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden. Joko Widodo dengan jelas sedang berpolitik partisan, dengan menunjukkan preferensi kepada koalisi Ganjar dan Prabowo di satu sisi, serta resistensi kepada partai koalisi pendukung Anies pada sisi yang lain. Politik partisan demikian, harus dikategorikan sebagai politik pribadi Joko Widodo, dan karenanya tidak boleh dilakukan dengan menggunakan fasilitas negara. Tidak boleh dilakukan di Istana Merdeka. Seorang pejabat negara, ketika melakukan kegiatan pribadi, tidak boleh menggunakan mobil dinas. Demikian pula seorang Presiden. Ketika sedang berpolitik pribadi, tidak boleh menggunakan anggaran dan fasilitas negara. Sebenarnya Presiden Jokowi pasti paham. Ketika kampanye sebagai calon presiden di Pilpres 2019, Jokowi berganti menggunakan mobil innova, dan tidak menggunakan mobil dinas kepresidenan. Presiden Jokowi Wajib Netral Dalam Pilpres 2024 Dengan memahami bedanya politik Jokowi sebagai presiden dan politik Joko Widodo sebagai pribadi, maka harus tegas disampaikan bahwa: Jokowi sebagai presiden harus menjadi wasit yang netral dalam Pilpres 2024. Presiden Jokowi tidak boleh partisan, ikut mendiskusikan koalisi, apalagi mengambil peran dalam penentuan pasangan capres-cawapres. Ketika Presiden Jokowi menggunakan pengaruh dan kewenangannya untuk mempengaruhi kontestasi Pilpres 2024, maka jelas Presiden telah melanggar konstitusi. Karena salah satu tugas dan mandat setiap Presiden adalah melaksanakan konstitusi dengan selurus-lurusnya, termasuk menjalankan Pilpres 2024 yang LUBER, Jujur dan Adil. Saya telah menulis panjang-lebar dalam artikel “Bagaimana Jokowi Mendukung Ganjar, Mencadangkan Prabowo, dan Menolak Anies”. Silakan klik https://integritylawfirms.com/indonesia/2023/04/24/bagaimana-jokowi-mendukung-ganjar-mencadangkan-prabowo-dan-menolak-anies/ untuk membaca lengkap analisis, informasi, dan fakta bagaimana Presiden Jokowi bertindak sebagai wasit yang berpihak dalam Pilpres 2024. Setelah tulisan itu viral dan dibaca lebih dari 6.000 orang, saya mendapatkan banyak feedback bahwa apa yang saya tulis valid dan akurat. Beberapa elit partai mengkonfirmasi, apa yang saya paparkan adalah fakta panggung belakang, yang coba disamarkan lewat sandiwara panggung depan. Berkali-kali Presiden Jokowi menyatakan urusan capres adalah ranah partai politik. Beliau tidak ikut cawe-cawe. Tetapi di balik layar, Presiden Jokowi aktif menggunakan pengaruh dan kewenangannya untuk mendukung Ganjar dan Prabowo, serta menjegal Anies. Tidak mengundang Nasdem hanya salah satu bukti kuat bagaimana Presiden Jokowi menggunakan fasilitas negara (Istana Merdeka) untuk hanya mengundang para Ketum Partai yang satu kubu dengan politik partisannya. Modus untuk tidak mengundang lawan demikian bukan sekali dilakukan. Nasdem juga tidak diundang ketika buka puasa bersama di Partai Amanat Nasional yang memunculkan pernyataan pers bersama para Ketum dengan Presiden Jokowi soal strategi pembentukan “Koalisi Besar”. Modus tidak mengundang juga dapat ditarik ke sejarah kompetisi Pilgub Jakarta 2017. Seorang pejabat setingkat menteri juga tidak lagi diundang ke rapat kabinet, karena mendukung Anies, bukan Ahok. “Bapak mendukung siapa di Pilgub Jakarta”. “Anies, Bapak Presiden”. “Kenapa tidak Ahok? Kan survei-surveinya menang Ahok”. “Ahok punya masalah dengan mulutnya Bapak Presiden”. Setelah perbincangan itu, sang pejabat tidak lagi diundang rapat kabinet oleh Presiden Jokowi. Niatannya mengundurkan diri hanya urung terwujud karena seorang Menteri lingkaran istana tidak membawa surat pengunduran dirinya, sengaja meletakkan di meja ruang tamu rumahnya, sambil pura-pura pamit ke kamar kecil. Problem Kedaulatan Partai dan Pencopetan Partai Demokrat Presiden diduga menggunakan strategi “tahanan luar KPK”, untuk memaksa arah koalisi sesuai strategi Pilpres 2024. Sering saya sampaikan, hukum dijadikan alat untuk menentukan arah koalisi dan strategi pemenangan Pilpres 2024. Jika tidak tunduk dengan strategi pemenangan ala status quo, akan dimunculkan kasus korupsinya. Modus lain, jika tidak setuju dengan strategi pemenangan ala Istana, akan ada ancaman dilengserkan sebagai pimpinan parpol. Faktanya, sudah ada yang diganti ketua umumnya. Kedaulatan partai terus diganggu. Partai oposisi terus dilemahkan. PKS sudah terpecah dengan lahirnya Gelora. Yang paling terang-benderang adalah dugaan pencopetan Partai Demokrat. Istilah copet digunakan Muhammad Romahurmuziy (Romi), Ketua Majelis Pertimbangan PPP dalam salah satu podcast. Saya sebenarnya ingin sekali bertanya kepada Presiden Jokowi. Mengapa Presiden Jokowi mendiamkan langkah Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang terus mengganggu Partai Demokrat? Bukankah langkah politik Moeldoko itu merusak hubungan Presiden Jokowi dengan Presiden Keenam SBY? Para jubir lingkaran Istana mengatakan Presiden Jokowi tidak setuju, tetapi tidak bisa melarang, karena itu hak Moeldoko untuk bebas berpolitik, termasuk berupaya menjadi Ketum Partai Demokrat? Pertanyaannya, sejak kapan Moeldoko menjadi anggota Partai Demokrat sehingga memenuhi syarat menjadi Ketua Umum? Apakah itu hak politik, atau sebagaimana dibahasakan dengan tepat oleh Romi, hanyalah pencopetan Demokrat? Analoginya, kalau ada tindak pidana pencurian, apakah bisa dibenarkan hanya dengan berkilah itu hak hidup sang pencuri? Kalau benar tidak setuju, kenapa Presiden Jokowi membiarkan dugaan pencopetan Partai Demokrat oleh Moeldoko? Tidak ada jawaban logis, kecuali Presiden Jokowi memang membiarkan dugaan pencopetan terus terjadi, untuk mengganggu Partai Demokrat, dan ujung akhirnya: mengganggu koalisi serta pencapresan Anies Baswedan. Lebih jauh, saya ingin bertanya kepada Ketua Umum PDI Perjuangan, kenapa kedaulatan partai-partai begitu mudah diganggu pada era pemerintahan petugas partai Joko Widodo? Apakah Presiden Jokowi tidak diberi pelajaran pahitnya sejarah, ketika Orde Baru melalui Soerjadi mengganggu PDI Megawati, meskipun akhirnya menjadi jalan lahirnya PDI Perjuangan. Tahapan Pilpres Sudah Berjalan, Presiden Jokowi Netrallah! Presiden Jokowi juga menunjukkan bahasa tubuh, baru akan “diam” ketika sudah ada penetapan KPU terkait paslon capres-cawapres. Seakan-akan etika netralitas Presiden baru dimulai ketika paslon sudah terdaftar resmi di KPU. Artinya, Presiden Jokowi secara sadar mengakui ikut cawe-cawe, mengaku ikut campur, dan belum diam, karena belum ada penetapan KPU soal pasangan capres-cawapres 2024. Presiden harus lebih rajin membaca. Tahapan Pemilu 2024, termasuk Pilpres 2024 sudah lama dimulai. Pasal 167 ayat (8) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 menegaskan, tahapan pemilu sudah wajib dimulai 20 bulan sebelum hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Artinya tahapan Pilpres 2024 secara hukum sudah dimulai sejak tanggal 14 Juni 2022. Presiden Jokowi harus sadar, bahwa salah satu faktor kepresidenannya bisa lahir adalah berkat sikap netral presiden sebelumnya. Ketika memberikan pesan “Salam Dua Jari” untuk paslon Jokowi-JK, dengan bekas tinta di hari pencoblosan Pilpres 2014, saya mendapatkan teguran tertulis dari Presiden Keenam SBY. Presiden SBY meminta saya, sebagai Wamenkumham dan bagian dari kabinet, untuk bersikap netral, serta tidak menunjukkan dukungan partisan kepada paslon capres manapun. Melbourne, Sabtu 6 Mei 2023

7 Mei, Lahir Seorang Calon Presiden RI ke-8

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa SELAMAT Milad ke 54 Mas. Usia yang umumnya orang bilang sebagai usia matang. Semoga di usia yang matang ini Anda sukses menyusuri rute perjalanan menuju RI 1. Itu tentu tidak mudah. Seperti yang sudah-sudah, akan terus terjadi penghadangan dan pembegalan di setiap rute yang akan dilalui itu. Pra pendaftaran pilpres, saat pendaftaran, ketika kempanye, hingga penghitungan suara. Anda telah teruji di pilgub DKI. Itu pengalaman yang sangat berharga. Tapi, rute kali ini lebih terjal dan tikungannya lebih banyak. Anda pasti menyadari dan telah mempersiapkan segala sesuatunya. Jika takdir berpihak, dan selama ini tampaknya takdir memang seringkali berpihak, rute demi rute akan seperti jalan lapang yang terasa begitu mudah untuk dilalui. Banyak orang menduga-duga ini mungkin buah dari kelurusan niatmu untuk memperbaiki bangsa di masa depan. Sebagian yang lain bilang bahwa ini adalah berkah dari kakekmu, seorang pejuang, pahlawan dan sekaligus anggota BPUPKI. Spirit kakekmu yang aktif mengawal lahirnya Indonesia Merdeka tampaknya telah terwarisi dalam jiwamu. Trahmu jelas, Anda keturunan siapa. Keluargamu jelas dengan semua kiprahnya untuk bangsa ini. Ayah dan ibumu dikenal orang sebagai aktifis di dunia pendidikan. Ayahmu wakil rektor UII dan ibumu seorang profesor. Rekam jejakmu juga jelas, rute pendidikan yang Anda lalui, jenjang organisasi dimana Anda aktif dan menjadi pimpinannya, kiprah sosial yang Anda rintis. Tak ada yang meragukan pada diri Anda. Kecuali mereka yang karena keterbatasan infornasi atau faktor interes tertentu terhasut oleh isu yang sengaja dibuat untuk menjegalmu.  Ribuan orang yang terhasut, sebagian telah aktif dan masif menyerang Anda, tapi Anda tampak begitu tegar dan sabar. Pesan K.H. Maemoen Zubair, ulama kharismatik Jawa Tengah itu agar Anda teguh dan bersabar telah Anda patuhi. \"Dipuji tidak terbang, dicaci tidak tumbang\". Itu narasi seorang pemimpin yang negarawan. Selalu mengutamakan kepentingan bangsa di atas suasana psikologi dirinya. Dari sini, Anda telah memberi palajaran berharga kepada begitu banyak orang bahwa hidup seorang pemimpin mesti fokus pada visi kebangsaan dengan bersedia mengabaikan suasana batinnya dan segala  kepentingan pribadinya. Hidup sederhana di gang sempit, dengan kendaraan mobil kijang Inova keluaran entah tahun berapa, bersahaja dengan senyum yang tak pernah lelah, tapi selalu muncul gagasan-gagasan segar dan menggugah dari pikiranmu. Gagasan-gagasan itu sebagian sudah berbentuk karya nyata di ibu kota. Rakyat menunggu gagasan-gagasan apa yang akan dicetak untuk negeri ini di masa depan. Keadilan sosial, itu visi bangsa ini sejak berdiri. Inilah amanah kemerdekaan. Ini yang sering Anda kutip dan ungkapkan dalam banyak kesempatan. Ini yang tampaknya juga  menjadi visi Anda ketika memimpin negeri ini ke depan. Sementara di negeri ini, keadilan sosial terasa masih jauh dari harapan. Dan Anda hadir ingin mewujudkan apa yang belum sesuai harapan itu. Itulah karenanya, partai-partai yang mengusung Anda membuat koalisi yang diberi nama Koalisi Perubahan. Tampaknya, di dalam diri Anda ada spirit perubahan. Dari sini \"asbabul wurud\" istilah Koalisi Perubahan itu lahir. Belakangan ditambah menjadi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Anda juga tampaknya telah berhasil menciptakan persatuan yang kokoh selama memimpin Ibu Kota dalam lima tahun.  Hari ini, bertepatan dengan hari Minggu, 7 Mei 2023, adalah hari ulang tahun Anda yang ke-54. Rakyat berharap, Februari tahun depan, Indonesia punya pemimpin yang lahir tanggal tersebut. Rakyat berharap, Anda benar-benar menjadi pemimpin, bukan penguasa. Dua istilah yang memiliki makna berbeda. Rakyat berharap Anda bukan seorang pemimpin yang mengecewakan. Rakyat ingin menitipkan kembali spirit reformasi di tangan Anda. Reformasi yang telah lama menjauh dari jalurnya. Spirit refornasi adalah spirit perubahan. Itu kontrak perjanjian politik Anda dengan seluruh rakyat Indonesia. Baik rakyat yang mendukung Anda, maupun rakyat yang tidak mendukung Anda. Anda selalu menjadi pemimpin untuk semua. Bukan untuk golongan tertentu. Itu bagian dari kesetaraan sosial yang selalu Anda tekankan dalam setiap pidato Anda. Selama ini orang kenal Anda bukan sebagai seorang pengkhianat. Anda sosok yang berintegritas dan punya kapabilitas. Karena itu, banyak rakyat yang berniat untuk mengamanahkan negeri ini kepada Anda. Amanat yang tidak ringan. Mereka yakin amanah itu bisa Anda tunaikan dengan baik, sesuai keinginan yang menitipkan amanah itu. Jepara, 7 Mei 2023

Presiden Seharusnya Tidak Menjadi King Maker

Oleh Tony Rosyid -;Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa BEBERAPA bulan terakhir ini presiden Jokowi menjadi pusat perhatian. Pasalnya, presiden Jokowi dianggap cawe-cawe terlalu jauh urusan koalisi. Bukan kelancaran proses pilpres yang diurus, tapi lebih fokus pada siapa calon yang dikehendaki maju, dan dengan koalisi apa saja. Banyak orang menyayangkan sikap presiden Jokowi yang tak ubahnya seperti King Maker capres. Belajar dari pilgub DKI 2017, presiden Jokowi ditengarai saat itu ikut \"cawe-cawe\" dukung Ahok. Berseliweran info tentang ini. Apa akibatnya? Lahirlah kelompok masyarakat yang kecewa karena presiden dianggap tidak bersikap netral. Kelompok inilah yang kemudian dianggap oposisi. Di sisi lain, hubungan Presiden dengan Gubernur DKI seringkali diwarnai \"kekurang harmonisan\" akibat dari cawe-cawe itu. Bahkan ada kesan pemerintah pusat menjadi oposisi terhadap pemprov DKI. Apakah ini akan terulang di pilpres 2024? Banyak kritik telah dilontarkan berkaitan dengan sepak terjang politik presiden yang ikut campur dengan pencapresan 2024. Presiden bilang: prncapresan itu urusan partai politik. Tapi, di lain kesempatan bilang bahwa presiden, selain sebagai pejabat publik juga seorang politikus. Dua statemen yang memiliki arti berbeda. Tidak sampai di situ, presiden juga bicara cawapres Ganjar Pranowo. Statemen ini diungkapkan saat Ganjar duduk di sampingnya. Sikap politik \"mendukung Ganjar\" itu terang-terangan, telanjang dan sulit untuk bisa dibantah. Ganjar pun semakin percaya diri dengan adanya presiden Jokowi yang mendukungnya. Memang tidak ada aturan yang dilanggar. Tapi, secara moral ini berbahaya. Jika presiden selaku kepala negara ikut campur urusan pencapresan, maka ia telah mendeklarasilan posisinya sebagai lawan dari calon lain. Di sini akan ada kekhawatiran jika kalah. Kekhawatiran inilah yang pada akhirnya bisa mendorong presiden untuk all out memenangkan calonnya. Dengan segala cara. Apapun akan dilakukan untuk memenangkan calon yang didukungnya. Sementara, presiden pegang kekuasaan. Ini cukup menghawatirkan. Kita tidak bisa membayangkan jika rasa khawatir itu kemudian membuat presiden bekerja secara all out memenangkan calonnya, maka akan berlaku hukum \"hidup mati\". Padahal, demokrasi mengajarkan kita untuk bertarung secara fair, soal kalah menang itu hal biasa. Tidak perlu hidup mati dipertaruhkan dalam kompetisi ini. Ada dua keadaan yang paling kita khawatirkan pada pikpres 2024 nanti. Pertama, jika kecurangan masif dan marak intimidasi menggunakan instrumen kekuasaan, maka ini tidak hanya akan merusak demokrasi, tetapi juga akan menimbulkan gejolak sosial yang rawan pasca pilpres. Ini bisa terjadi di akhir masa kekuasaan Jokowi. Keadaan ini berpotensi membelah rakyat lebih parah dari saat ini. Sementara penguasa baru tidak terlalu kuat di awal periodenya. Kedua, jika pilpres dimenangkan oleh lawan presiden, maka ini akan membahayakan terhadap posisi presiden itu sendiri di kemudian hari. Di sini hukum \"hidup mati\" berlaku. Banyak dinamika yang tidak hanya tidak perlu, tapi cukup membahayakan bagu masa depan Indonesia jika presiden Jokowi ini ikut campur terlalu jauh dan menjadi King Maker capres tertentu. Harapan rakyat, Presiden Jokowi menghentikan keterlibatannya dalam pencapresan 2024. Tidak perlu ikut mengatur koalisi. Cukup menjadi Bapak Bangsa. Siapapun yang menang, ia adalah presiden pilihan rakyat. Bukan presiden pilihan presiden. Ini akan amat baik untuk bangsa, juga untuk Presiden Jokowi sendiri di kemudian hari. Sebab, sejarah tidak ditulis hari ini saja, tapi sejarah akan juga ditulis setelah raja-raja turun tahta dan tidak lagi berkuasa. Jokowi adalah presiden bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan hanya presidennya Ganjar dan para pendukungnya. Rakyat berharap Jokowi tampil sebagai sosok negarawan sejati. Leader bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan mengecilkan dan merendahkan diri dengan mendukung capres tertentu.  Jepara, 6 Mei 2023

Ganjar Calon Presiden yang Paling Lemah

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  JIKA Calon Presiden hanya tiga yaitu Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, maka yang terlemah dari ketiganya adalah Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah yang diajukan oleh PDIP ini dinilai tidak memiliki reputasi yang  bagus  baik dari sisi prestasi maupun karakter. Ia lebih dominan bermain di ayunan pencitraan ketimbang karya nyata.  Ganjar Pranowo diposisikan sebagai kelanjutan dari kepemimpinan Jokowi sehingga penilaian keserupaan menjadi konsekuensinya. Wajah Ganjar Pranowo ada pada raut muka kepemimpian Jokowi. Apa yang terjadi pada pemerintahan Jokowi itulah prediksi model pemerintahan Ganjar Pranowo andai menjadi Presiden. Bermasa depan tidak cerah.  Rezim Jokowi itu mengesalkan dan menyesakkan. Kadang juga memuakkan. Rakyat dipaksa harus sering mengelus dada. Ini akibat Jokowi menjalankan roda pemerintahan seenaknya dengan program kerja yang tidak jelas. Berujung pada hutang. Ketergantungan kepada oligarki dan luar negeri yang melekat dengan kebijakannya sebagai kepala pemerintahan. Penerus yang digadang-gadang adalah Ganjar Pranowo. Apa yang diharapkan dari figur penerus untuk suatu keburukan dan kegagalan? Pada Ganjar melekat tuntutan agar diusut dugaan korupsi E-KTP, hobi nonton film porno menjadi tampilan buruk dari sisi moral, dana BAZ yang digunakan untuk perumahan kader, menyakiti warga Wadas, serta tarian jalanan yang kurang pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik.  Jokowi dikenal berangkat dari gorong-gorong sedangkan Ganjar Pranowo harus digotong. Gotong royong antara Jokowi dan Ganjar potensial beraroma kebohongan, kepalsuan, dan kecurangan. Jika Pemilu 2024 menjadi ajang pertarungan hidup dan mati bagi keduanya, maka yang mungkin akan berbunyi adalah lonceng kematian.  Dalam menggotong Ganjar yang memang sulit untuk dirias cantik Jokowi terpaksa harus pasang badan. Tentu dalam tekanan Megawati yang telah sukses merebut dan mengambil alih pengusungan Ganjar. Jokowi sudah membuang rasa malu dan harus nekad melabrak berbagai aturan demi dukungan tersebut. Fasilitas negara pun dipakai untuk kepentingan yang bukan agenda kenegaraan. Mengumpulkan Ketum Parpol Koalisi untuk mengarahkan Capres Cawapres Pemilu 2024 di Istana Negara adalah penyalahgunaan kekuasaan. Istana Negara dijadikan Posko Pemenangan Capres. Ironi sekali Presiden aktif menjadi Ketua Timses untuk mendukung Gubernur aktif menjadi Capres. Cawe-cawe namanya.  Hanya di Indonesia hal demikian terjadi dan hanya Presiden Jokowi di Indonesia yang melakukan perbuatan tercela seperti ini.  Sebelumnya pesawat Kepresiden berbahan bakar uang rakyat digunakan untuk menghadiri deklarasi pencapresan Ganjar oleh PDIP. Pulang dari Istana Batutulis ke Solo pesawat Kepresidenan itu ditumpangi oleh Presiden dan Ganjar Pranowo yang baru dideklarasikan tersebut.  Deklarasi bukan acara resmi kenegaraan, semestinya tidak boleh menggunakan pesawat Kepresidenan. Jokowi datang dan pulang bukan dalam kapasitas Presiden tetapi sebagai kader atau petugas partai.  Ganjar Pranowo Calon Presiden terlemah karenanya mesti ditopang baik oleh Istana maupun oligarki. Akhirnya harus berhadapan dengan kepentingan rakyat, kepentingan perubahan. Penyegaran dan pembaharuan. Ganjar Pranowo sebagai kandidat terlemah di samping sulit terpilih juga diduga akan menjadi masalah bila terpilih. Musibah bangsa yang berkelanjutan.  Bandung, 6 Mei 2023

Rekonsiliasi Warga Sampang Memerlukan Kerja Sama Semua Pihak

Jakarta, FNN - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Rumadi Ahmad mengatakan proses rekonsiliasi warga Sampang, Jawa Timur, sebagai korban konflik keagamaan memerlukan kerja sama dari semua pihak.\"Dibutuhkan kesabaran, ketekunan, dan kerja sama semua pihak; sehingga warga Sampang yang terlibat konflik itu mau berkomunikasi sampai akhirnya mereka mau menjemput saudaranya sendiri yang dulu pernah dimusuhi,\" kata Rumadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.Rumadi mengatakan hal itu berkaitan dengan penjemputan kembali 265 jiwa dari 62 kepala keluarga (KK) warga Sampang selaku penyintas korban konflik keagamaan di pengungsian Jemundo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (4/5).Dia mengatakan penjemputan kembali penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan itu merupakan wujud komitmen Presiden Joko Widodo dalam menuntaskan penyelesaian konflik sosial keagamaan masa lalu.Menurut Rumadi, penjemputan secara bertahap terhadap penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan menunjukkan pemerintah terus bekerja melakukan rekonsiliasi dan cipta kondisi, agar warga Sampang yang sudah 12 tahun di pengungsian bisa pulang ke kampung halamannya.\"Proses rekonsiliasi warga Sampang yang pernah terlibat konflik keagamaan, sehingga terjadi pengusiran, bukan hal yang mudah,\" tambahnya.Rumadi mengapresiasi semua pihak, baik dari unsur masyarakat, kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian, serta pemerintah daerah yang berani mengambil prakarsa dan terobosan sehingga tumbuh saling percaya di antara warga yang dulu terlibat konflik.\"Tanpa prakarsa untuk menumbuhkan sikap saling percaya, proses rekonsiliasi tidak pernah terjadi,\" katanya.Dia berharap peristiwa konflik Sampang menjadi pelajaran bagi seluruh komponen bangsa agar semakin dewasa dalam menyikapi berbagai perbedaan. Sebab, lanjutnya, jika konflik pecah menjadi kekerasan, maka perlu lama untuk menyembuhkan luka sosial yang muncul.\"Keanekaragaman bangsa Indonesia harus kita jaga. Toleransi harus terus menerus kita tumbuhkan,\" ujar Rumadi.Sebagai informasi, penjemputan warga Sampang korban konflik keagamaan telah dilakukan pada tahap kedua. Sebelumnya, penjemputan pertama penyintas warga Sampang korban konflik keagamaan dilakukan pada 29 April 2022 terhadap sebanyak 53 jiwa dari 14 KK.Dengan penjemputan tahap kedua tersebut, warga Sampang yang masih tinggal di pengungsian Jemundo tersisa 25 jiwa dari lima KK.(ida/ANTARA)

Rekening 800 Juta, Mustofa Peliharaan Siapa?

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  KEJADIAN atau ritual tahunan selalu jadi misteri dengan profil orang Islam atau beratribut agama Islam.  Pada bulan Maret 2021 perempuan berjilbab beridentitas mahasiswi ditembak tewas di Pos Mabes Polri, ia menodongkan senjata pistol dekat pos penjagaan. Bulan Oktober 2022 seorang wanita bercadar menodongkan senjata FN kepada Paspampres di depan gerbang Istana Jalan Merdeka Selatann Jakarta. Ditahan Polda Metro.  Selasa 2 Mei 2023 Mustofa NR warga Lampung dengan alasan ingin bertemu pimpinan MUI ia menembakan air soft gun. Dua orang staf MUI terluka karena terserempet peluru dan pecahan kaca. Petugas Pamdal MUI menangkap Mustofa lalu diserahkan Polsek setempat dibawa ke Puskesmas dan pelaku ternyata meninggal. RS Polri yang konon melakukan otopsi belum memberi keterangan. Misteri kematian.  Mustofa mengincar MUI sudah sejak setahun lalu. Ia datang dan mengirim surat ke MUI berulangkali. Manuver atau modusnya menyatakankan dirinya sebagai Wakil Nabi. Pintu masuk keagamaan. Andai kedatangan kemarin ditemui oleh pimpinan MUI apalagi Ketua Umum MUI lalu Mustofa menembak dengan air soft gun yang dibawanya betapa hebohnya umat dan bangsa Indonesia. Skenario mungkin sukses.  Dua kasus terdahulu sebagaimana terjadi tahun sebelumnya tidak terusut tuntas karena pelaku tewas atau menguap tanpa bekas. Tidak ada proses hukum. Kini yang ketiga inipun sama tewas misterius. Sulit pengusutan lebih lanjut. Pertanyaan benarkah hal ini terorisme, test case atau memang ada kebutuhan?  Untuk terorisme pelaku semestinya melakukan delik sesuai UU No 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Ketiga pelaku di atas tidak ada tanda sebagai teroris. Tidak memenuhi unsur terciptanya suasana teror atau ketakutan meluas, korban massal atau kerusakan. Tidak jelas motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.  Sebagai test case dimaksud sejauh mana umat Islam bersimpati, mendukung atau menyalahkan. Berhubungan dengan pembenaran isu radikalisme dan intoleransi? Konteks MUI adalah dukungan masif umat pada MUI atau sebaliknya. Begitu juga soal obyek aksi terdahulu Mabes Polri dan Istana Presiden. Sentimen dan kekuatan yang hendak dibaca.  Kepentingan atau kebutuhan adalah peristiwa yang dimaksudkan untuk menutup kasus yang mencuat. Ada kasus TPPU 349 T, kegagalan Kereta Cepat, tuduhan Thomas, Andi, Hafzan kepada Muhammadiyah. Ada juga gonjang-ganjing Pilpres, Ponpes Zaitun, dan lainnya.  Berita terbaru ternyata Mustofa NR memiliki dana mencapai ratusan juta. PPATK menyebut mutasi rekening 800 juta bahkan ada transfer sebesar 200 juta. Perlu ditelusuri asal muasal dana tersebut. Kecurigaan muncul bahwa Mustofa berbuat tidak sendiri. Ada pengendali yang mungkin berhubungan dengan pengiriman uang tersebut.  Ia diduga adalah agen. Agen yang setelah berbuat harus dimusnahkan.  Dua hal penting yang harus diungkap awal dari kasus penembakan di kantor MUI untuk pengusutan lebih lanjut, yaitu pertama mengapa Mustofa tewas tiba-tiba, siapa yang melakukan pembunuhan jika ia tewas terbunuh. Kedua, siapa pihak pengiriman dana yang masuk ke rekeningnya hingga ratusan juta. Mustofa itu peliharaan siapa?  Masyarakat khususnya umat Islam berharap dari  temuan atau kasus kecil dapat terungkap disain besar. Bukankah kasus Sambo dan 349 Trilyun Trisambodo juga dimulai dari kasus kecil, bahkan ecek-ecek atau esek-esek  ? Makar Allah mudah mengalahkan makar manusia termasuk kehebatan otak-atik intelijen.  Bandung, 5 Mei 2023