OPINI
Seniman Butet Jangan Ikuti Gaya Lekra yang Aktif Lakukan Propaganda Politik
Jakarta, FNN - Analis komunikasi politik dari Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menilai pantun atau puisi yang dibacakan seniman Butet Kartaredjasa, bernuansa propaganda politik dan mengingatkan publik pada gaya seniman Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) di tahun 1960-an. \"Pantun atau puisi Butet Kartaredjasa bernuansa propaganda politik mirip gaya seniman Lekra tahun 1960-an,\" kata dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas di Jakarta, Kamis (29/6). Seniman Butet Kartaredjasa membacakan puisi atau pantun pada acara Bulan Bung Karno di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, baru-baru ini. Seniman yang berafiliasi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu menyindir dua bakal calon presiden, yakni Anies Baswedan dan Prabowo Subianto. Sebaliknya memuji bakal capres Ganjar Pranowo. Menurut Selamat Ginting, pengalaman Lekra seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi para seniman saat ini agar bisa memisahkan karya seni dengan politik. \"Boleh-boleh saja seniman aktif berpolitik dan masuk ke partai politik, karena itu hak warga negara. Namun harus punya kesantunan politik agar pesan karya seninya tetap tersampaikan,\" kata Ginting. Apalagi, lanjut Ginting, puncak peringatan bulan Bung Karno 2023 temanya \'Kepalkan Tangan Persatuan Untuk Indonesia Raya\'. Seharusnya puisi atau pantun yang disampaikan Butet Kartaredjasa selaras dengan tema acara. \"Bung Karno itu bukan hanya milik PDIP. Sebagai proklamator, otomatis Sukarno milik bangsa Indonesia. Jangan kerdilkan Sukarno yang mempersatukan bangsa dengan membuat pantun atau puisi yang justru memecah-belah, mengadu domba,\" ungkap Ginting. Dikemukakan, puisi atau pantun yang dibacakan Butet Kartaredjasa bisa merusak citra PDIP di mata partai politik lainnya sekaligus merusak komunikasi politik di tahun politik jelang kontestasi pemilihan umum (pemilu). Ia mengingatkan sejarah politik tentang kehebohan karya seniman Lekra yang membuat Presiden Sukarno harus turun tangan dan melarang perkembangan seniman Lekra di Indonesia. \"Bung Karno sampai harus turun tangan menghentikan propaganda seniman Lekra yang membuat gaduh usai peristiwa G30S/PKI 1965,\" ungkap Ginting yang lama menjadi wartawan bidang politik. Lekra, lanjut Ginting, tidak bisa dipisahkan dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Hal ini, karena Lekra memang didirikan oleh tokoh-tokoh PKI, seperti DN. Aidit, Nyoto, AS Dharma pada 1950. Menurut Ginting, gaya provokasi dari seniman Lekra menimbulkan kontra dengan para seniman lainnya seperti HB Jassin dan Taufiq Ismail. Mereka menolak provokasi Lekra dan membuat petisi Manifes Kebudayaan yang mengusung konsep kebudayaan humanisme universal dengan merujuk pada Pancasila. \"Belajar dari peristiwa kelam tahun 1960-an, saya menyarankan partai politik sebaiknya tidak lagi menggunakan seniman partisan yang karyanya mengadu domba anak bangsa. Momentum Idul Adha mestinya dijadikan refleksi untuk mengorbankan ego seniman demi kepentingan bangsa yang lebih besar,\" pungkas Ginting. (sws)
Pembatasan Kepemimpinan Ketua Umum Partai Politik
Oleh Sutrisno Pangaribuan -Presidium Kongres Rakyat Nasional BELUM lama berselang, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) membacakan putusan atas permohonan pengujian Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait sistem Pemilu yang semula terbuka, dimohonkan diubah menjadi tertutup. Dalam putusannya MKRI menolak seluruh permohonan para pemohon, sehingga Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Putusan tersebut sesuai harapan dan keinginan delapan (8) Fraksi DPR RI utusan 8 partai politik (Parpol) yang sempat menyampaikan ancaman evaluasi anggaran dan revisi UU tentang kewenangan, jika MKRI menerima permohonan penggugat. Membatasi Masa Kepemimpinan Parpol MKRI kembali menerima gugatan judicial review (JR) dari warga negara terkait kehidupan demokrasi dan politik di Indonesia. Kali ini, para pemohon mengajukan permohonan pengujian UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik. Permohonan diajukan oleh dua orang warga negara bernama Eliadi Hulu warga Nias, Sumatera Utara dan Saiful Salim warga asal Mantrijeron, Yogyakarta. Gugatan itu diterima MKRI pada Rabu (21/6/2023), dan didaftarkan kuasa hukum Leonardo Siahaan. Para pemohon menyebut akar masalah dalam beleid gugatannya adalah karena UU tersebut tidak mewajibkan AD dan ART Parpol mengatur batasan masa jabatan pimpinan Parpol. Akibatnya berimplikasi pada kekuasaan yang terpusat pada orang tertentu dan terciptanya dinasti dalam tubuh parpol. Rancang bangun UU Parpol menjadikan Parpol sebagai organisasi superior tanpa adanya pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah maupun pihak internal partai, terutama publik. Dalam permohonannya, Eliadi dan Saiful menggugat agar Pasal 23 ayat 1 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik yang semula berbunyi: \"Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART.\" Agar diubah menjadi: \"Pergantian kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut.\" Pro dan Kontra Masa Kepemimpinan Parpol Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ikut buka suara soal gugatan terhadap aturan masa jabatan ketua umum partai dibatasi maksimal dua periode. Prabowo menilai hal itu merupakan ranah partai politik. Dia berkata batasan masa jabatan ketua umum partai diatur di internal partai politik. Ketua Badan Pembina Organisasi Keanggotaan dan Kaderisasi (BPOPKK) DPP Partai Demokrat Herman Khaeron juga merespons gugatan pembatasan masa jabatan ketua umum. Herman menyebut persoalan itu merupakan urusan internal partai dan tak bisa diatur oleh negara. Ketua DPP PPP Achmad Baidowi berharap Mahkamah Konstitusi tidak mengabulkan gugatan UU Partai Politik terkait masa jabatan ketua umum partai. Sebab, tidak seharusnya MKRI mengurus aturan main di internal Parpol. Parpol diberikan kemandirian untuk mengatur dirinya dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira juga tidak sependapat dengan gugatan tersebut. Menurut Andreas, kalaupun masa jabatan ketua umum harus diatur, maka cukup di AD dan ART Parpol. Andreas menyatakan jika seluruh pasal dalam semua UU bisa digugat ke MKRI, maka sistem perundang-undangan Indonesia bisa celaka. Jika gugatan dikabulkan, Andreas mengatakan agar kewenangan membuat UU diserahkan kepada MKRI. Sementara Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menganggap masa jabatan Ketum Parpol digugat hal yang wajar. Dia menilai masyarakat ingin ada sirkulasi kepemimpinan dalam organisasi Parpol. Dan sirkulasi kepemimpinan adalah hal yang sehat. Adagium power tend to corrupt, bahwa kekuasaan (jika terlalu lama) cenderung menyimpang punya pembenaran dalam sejarah. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melalui Juru Bicara DPP PSI Dedek Prayudi, menyatakan setuju ada pembatasan masa jabatan ketua umum Parpol. Parpol adalah \'rahim\' kehidupan politik dalam sistem demokrasi. Jabatan presiden, gubernur, dan walikota yang lahir dari rahim partai politik saja dibatasi, maka wajar jika ketua umum Parpol juga dibatasi. Parpol Milik Publik, Bukan Milik Pribadi Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka sejatinya Parpol adalah lembaga milik publik yang inklusif dan memenuhi kaidah dan ketentuan hukum sesuai karakter negara demokrasi Pancasila. Sehingga kebutuhan dan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara harus menjadi yang pertama dan utama diperjuangkan oleh Parpol. Eksklusivitas orang, keluarga atau kelompok tertentu dalam Parpol bertentangan dengan Konstitusi Indonesia. Penggunaan istilah adanya \"hak prerogatif\" dalam Parpol juga bertentangan dengan prinsip demokrasi yang mensyaratkan representasi suara terbanyak. Maka seluruh keputusan Parpol harus melewati proses pengambilan keputusan secara berjenjang dan partisipatif. Pengambilan keputusan yang tanpa partisipasi orang banyak dalam Parpol pun tidak dibenarkan, sebab pasti subjektif dan kental nuansa \"like or dislike\" Segala Bentuk Kekuasaan Dibatasi Penolakan pembatasan masa kepemimpinan dalam Parpol dengan alasan karena Parpol membiayai dirinya sendiri tidak benar. Negara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2009 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik wajib memberi bantuan keuangan kepada Parpol secara bertingkat dan berjenjang. Sehingga dalam APBN/ APBD Provinsi/ Kabupaten/ Kota wajib dialokasikan bantuan keuangan Parpol. Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia mendukung sepenuhnya gugatan dari pemohon tentang pembatasan masa kepemimpinan (Ketum) Parpol. Alokasi anggaran untuk bantuan keuangan Parpol sebagai bukti bahwa negara terlibat dalam pengelolaan Parpol. Maka Parpol memiliki kewajiban mematuhi hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Pembatasan masa kepemimpinan dalam Parpol, menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia. Praktik demokrasi harus dimulai di dalam Parpol sendiri, baru diperjuangkan dan diwujudkan dalam tata kelola pemerintahan. Fakta sejarah Indonesia menunjukkan bahwa kekuasaan yang tidak dibatasi berakhir tragis, dipaksa tumbang oleh \"people power\". Maka segala bentuk kekuasaan absolut, termasuk dalam Parpol harus diakhiri. Jika Parpol tidak bersedia melakukan perubahan dalam masa kepemimpinan, maka bantuan keuangan yang bersumber dari keuangan negara baik APBN maupun APBD harus dihentikan. Kornas meminta kepada MKRI agar mengabulkan permohonan JR Eliadi dan Saiful sehingga kekuasaan eksklusif, absolut dalam Parpol berakhir. Sebagai pilar demokrasi, maka wujud praktik demokrasi paling nyata adalah pembatasan kekuasaan. (*)
Misteri Mimpi Politik SBY, dan Takwil Esoteris Pilpres 2024
Oleh: Ady Amar, Kolumnis SUSILO Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden RI ke-6, lewat Twitter resminya @SBYudhoyono, Senin (19 Juni), berkisah tentang mimpinya. Boleh saja jika itu disebut mimpi politik. Mimpi yang bisa ditafsir dengan analisa ke sana ke mari di tahun politik. Dan, itu tentang suksesi kepemimpinan nasional 2024. Mimpi SBY itu diceritakan dengan detail seperti layaknya menonton film, dan setelahnya coba diceritakan kisah dan jalan ceritanya dengan baik. Mimpi SBY itu menyertakan Megawati Soekarnoputri (Presiden RI ke-5) dan Joko Widodo (Presiden RI ke-7). Mereka bersama dalam satu gerbong kereta menuju Solo. Tidak itu saja, bahkan menumpang kereta api, SBY bisa mengingatnya dengan baik. Gajayana kereta yang ditumpanginya. Mengantar mereka menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Begitu detailnya mimpi itu dikisahkan, sehingga mengundang tafsir politik sekenanya dari berbagai pihak. Ada pula pihak yang menyangsikan mimpi SBY itu, bahwa mimpi itu tidak benar-benar terjadi. Tentu yang menyangsikan itu mereka yang selama ini berjauhan pandangan politik dengan SBY atau dengan Demokrat. Hal biasa yang lalu itu dilihat dengan serba negatif. Begini kilas kisah mimpi SBY itu. SBY dijemput Jokowi di Cikeas. Mereka berdua menjemput Megawati. Lalu bertiga menuju Stasiun Gambir. Di sana sudah menunggu Presiden RI ke-8--tentunya presiden yang terpilih dalam kontestasi Pilpres 2024--yang melepas mereka bertiga untuk perjalanan bersama. Di Gambir mereka masih sempat ngopi-ngopi bersama. Tiket kereta pun sudah disiapkan Presiden terpilih. Sayang dalam mimpinya itu, SBY tidak menyebutkan siapa Presiden RI ke-8 itu. Padahal nama kereta yang ditumpangi diingatnya dengan baik, masa sih wajah presiden terpilih itu tak pula diingatnya. Tapi jangan-jangan SBY sebenarnya mengingatnya, tapi tak hendak membocorkan oleh sebab tertentu, yang memang itu seharusnya dilakukan. Kereta berangkat, sesampai di Solo Jokowi dan SBY turun di sana. Jokowi pulang ke kediamannya (di Solo), dan SBY dengan menumpang bis ke Pacitan. Sedang Megawati lanjut menuju Blitar untuk ziarah ke makam Ayahanda, Ir Soekarno. Kisah mimpi berakhir sampai di sini, tapi tidak tafsir yang muncul dari berbagai pihak yang coba beri komentar. Ada komentar yang positif, ada pula yang negatif, bahkan dengan mengecilkan seolah itu trik SBY untuk bisa lebih dekat dengan Megawati, itu setelah sebelumnya sang putra AHY bertemu dengan Puan Maharani. Adalah politisi senior PDIP Panda Nababan yang menyuratkan bahwa mimpi itu bentuk keinginan nyata SBY untuk bertemu Megawati, dan itu sampai dibawanya ke alam mimpi. Analis politik lainnya menganalisa lebih kurang sama, namun lebih menekankan pada duduknya mereka bertiga di satu gerbong kereta, itu lebih memastikan Pemilu akan berjalan damai. Setidaknya itu yang diharapkan. Tapi Wasisto Raharjo dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) beri analisa yang sedikit lebih mengena--meski tetap sebagai analisa kasat mata belum menukik misteri di balik mimpi itu sendiri, yang bisa ditakwil selayaknya--itu cukup menarik sebagai sebuah analisa politik yang tidak ngasal. Begini analisa politik Wasisto atas mimpi SBY, katanya, \"Itu sebagai ajakan simbolis untuk kembali menjadi manusia biasa, dan menjadi guru bangsa setelah pemerintahan baru pasca 2024 terbentuk.\" Artinya, sadar sesadarnya bahwa mereka sudah purna tugas, dan tahu akan posisinya, tidak terus cawe-cawe. Masih banyak lagi analisa-analisa dibuat akan misteri mimpi SBY, tapi belum menukik pada takwil mimpi yang tidak bisa didekati dengan analisa kasat mata, tapi lebih pada makna esoteris di baliknya. Mari coba kita masuk pada makna esoteris di balik mimpi SBY itu dengan penerawangan penakwil mimpi. Seorang kawan yang memang punya keahlian khusus, mengirimkan via WhatsApp penerawangan mimpinya, yang bisa dimaknai sebagai takwil mimpi zonder ia sedang berpolitik. Tentu tidak serta merta mengecilkan analisa politik kasat mata yang muncul dengan berbagai versinya. Saya ingin memuat utuh takwil mimpi politik SBY itu. Tidak menambah atau mengurangi sedikit pun apa yang kawan tadi sampaikan. Juga tidak \"memaksa\" Anda untuk mempercayainya, tapi setidaknya, dan itu seharusnya, kita bisa mengungkap misteri mimpi itu dari takwil mimpi. \"Mimpi SBY beberapa hari yang lalu, takwilnya adalah, bahwa presiden yang akan datang, itu bukan dari kubu Megawati, bukan dari kubu Jokowi maupun kubu SBY. Siapa dia? Wallahu a\'lam\" Saya coba menguliknya, siapa yang terlihat dalam terawangannya itu, ia tak membocorkan. Itu karena di luar kemampuannya. Ia hanya mampu menakwil jagoan 3 mantan presiden yang tak lolos menjadi Presiden RI ke-8. Selainnya, itu di luar kemampuannya. Akhirnya, kita tetap dituntut bersabar menunggu waktu itu tiba, terpilihnya presiden yang bisa bekerja berdasar konstitusi, dan mengamalkannya semata untuk kesejahteraan rakyat.**
Krisis Politik Nasional, Jalan Mundur Demokrasi
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional DINAMIKA politik Indonesia saat ini mengalami kemunduran radikal. Kelompok elit politik nasional menunjukkan kualitas yang semakin buruk. Parpol kini dikuasai oligarki, baik keluarga, maupun pemilik modal. Akibatnya rakyat hanya disuguhi akrobat politik yang tidak bermutu oleh “aktor politik lama”, yang telah berkiprah sejak orde baru. Sementara para aktivis reformasi yang lugu, saat ini sudah nyaman menikmati fasilitas sebagai staf khusus menteri, komisaris BUMN atau profesi lain di sekitar kekuasaan. Pemilik modal kini makin leluasa bermain di sekitar kekuasaan dengan terlebih dahulu berhasil membeli pengaruh baik dari Parpol, maupun lewat kekuasaan politik. Saat dimana hanya sedikit aktivis yang berhasil meraih kekuasaan politik baik di Parpol maupun kepala daerah. Jika pun ada aktivis yang punya pengaruh kekuasaan politik, pasti bukan karena diri sendiri. Pasti karena dikelilingi oleh kelompok pemodal, baik besar maupun kecil. Atau karena hibah sebagai ganjaran kesetiaan terhadap penguasa politik. Atau telah menjadi kaki tangan dari elit politik sejak jadi masih jadi aktivis jalanan. Manuver Politik Gibran, Prabowo Doyan Gibran Rakabuming Raka (Gibran) kembali melakukan \"manuver politik anak kecil\" saat menyambut kedatangan bakal calon presiden (bacapres) Partai Gerindra, Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto (Prabowo). Jika pada pertemuan pertama, Gibran menyajikan wedang plus deklarasi dukungan relawan. Maka pada pertemuan kedua, Prabowo disambut oleh kelompok relawan pendukung Jokowi dan Gibran, \'Bolone Mase\' setibanya di Bandara Adi Soemarmo, Solo, Jumat (23/6/2023). Para relawan tersebut kompak mengenakan seragam kaus putih yang sama dan bertuliskan \"Bolone Mase\" pada bagian depan dan \"Relawan Jokowi Swa Praja\" di bagian belakang. Prabowo kembali datang \"menghadap Gibran\" ke Solo dalam rangka menghadiri acara Harlah ke-63 PMII. Dalam pidatonya di Benteng Vastenburg tersebut, Prabowo memuji kepemimpinan Jokowi yang berhasil membuat Indonesia disegani dunia. Prabowo mengatakan bahwa salah satu hal yang dikagumi oleh negara lain, adalah bagaimana negara keempat terbesar jumlah penduduk terbanyak di dunia tersebut dapat memelihara keutuhan serta persatuan dan kesatuan. Saat berpidato, Prabowo memanggil Gibran, kemudian Gibran mendekat, Prabowo langsung merangkulnya. Kemudian Prabowo mengatakan bahwa Gibran sebagai sosok pemimpin hari ini dan masa depan. Manuver Sang Menang Kaesang Meski sebelumnya mengaku sebagai anak kecil dalam politik, manuver politik Gibran kini makin moncer. Bahkan adik bungsunya, Kaesang Pangarep (Kaesang), tidak mau ketinggalan. Kaesang bahkan mengajak Prabowo untuk hadir di siniar atau podcast miliknya. Ajakan tersebut disampaikan via video yang diunggah istri Kaesang, Erina Gudono. Dalam video tersebut, Kaesang terlihat mengenakan kaos bergambar Prabowo. Kaesang juga beberapa kali menggunakan media sosial dan siniar miliknya untuk membahas isu politik. Bahkan Kaesang pernah memandu siniar Podkaesang di YouTube sambil memakai kaus bergambar Prabowo. Kaesang tidak mau tertinggal dari Gibran untuk \"menggoda\" Prabowo. Jika Gibran menyebut dirinya \"ngefans\" sama Edhie Baskoro Yudhoyono ( Ibas), maka Kaesang menyebut dirinya \"ngefans\" sama Prabowo. Sebelumya, Kaesang juga ramai diperbincangkan setelah empat baliho raksasa bergambar wajahnya terpasang di seluruh wilayah strategis yang ada di Kota Depok, Jawa Barat. Mulai dari Jalan Margonda Raya, Jalan Tole Iskandar, dan Jalan Arif Rahman Hakim Kemiri Muka, Kecamatan Beji. Selain baliho terpasang pula 100 buah spanduk dengan bergambar wajah Kaesang Pangarep di jalan-jalan utama di 11 kecamatan. Baliho maupun spanduk yang terbuat dari bahan plastik berukuran 1 x 3 meter bertuliskan PSI Menang, Wali Kota Kaesang. Pesona Anak Jokowi (Akan) Berlanjut Meski di tengah polemik terkait proyek \"lampu pocong\" di kota Medan, Bobby Afif Nasution (Bobby) , menantu Jokowi justru mendapatkan dukungan dari 170 relawan Jokowi dan Bobby untuk maju sebagai balon gubernur Sumatera Utara di Pilkada serentak 2024. Dukungan relawan tersebut disampaikan pada saat temu ramah dengan Bobby pada Jumat, 26 Mei 2023 lalu, di Kopi Jolo, Jalan Cik Ditiro, Medan. Relawan mengatakan dibawah kepemimpinan Bobby, pembangunan di kota Medan lebih jelas. Bobby dinilai sebagai walikota yang tegas dan berani. Deklarasi dukungan dan kesetiaan para relawan kepada Bobby, maka pada saat pertemuan juga diikuti dengan launching tagar #IkutBobbyNasution. Aksi \"cari muka\" Parpol kepada Jokowi terus berlanjut melalui pengumuman hasil \"rembuk rakyat Jakarta\" ala PSI. Hasilnya, putra sulung Jokowi, Gibran menempati urutan pertama dengan persentase 26,13 persen. Bahkan Ketua PSI, Giring Ganesha langsung meminta izin kepada Gibran agar fotonya dipasang di billboard di Jakarta. Namun permintaan tersebut langsung ditolak Gibran. Sikap Gibran menolak ini berbanding terbalik dengan sang adik, Kaesang yang gambar wajahnya telah dijajakan PSI di Depok. Gibran menyebut bahwa PSI memang hobi pasang baliho, namun Gibran menyebut fotonya terlalu \"jelek\" takut mengganggu orang di jalan, sehingga permintaan Giring ditolak. Dinamika Elit Politik Berantaka Adanya tuduhan yang menyebut Jokowi memiliki kesamaan dengan Soeharto, mantan mertua Prabowo dalam hal \"pengendalian” Parpol didasari pada lemahnya posisi tawar Parpol terhadap Jokowi. Jika pada masa orde baru pengendalian Parpol dengan tangan besi, kini Parpol ditertibkan dengan kursi menteri. Puncaknya, saat Prabowo akhirnya bersedia menjadi anak buah Jokowi. Sebagai presiden dengan latar belakang pengusaha, Jokowi paham mengelola hubungannya dengan Parpol. Jokowi memberi ruang untuk fasilitasi ambisi dan orientasi para elit Parpol. Meski semua ketua umum Parpol ditugaskan oleh kongres, munas masing- masing untuk menjadi presiden, ditawari menteri juga bersedia. Kepiawaian Jokowi terus berlanjut dengan \"endorse capres\", akibatnya para Pimpinan Parpol terbuai, dan menyerahkan \"kepalanya\" kepada Jokowi. Konsolidasi semua Parpol akhirnya berantakan. Selain hanya karena alasan pragmatis dan oportunis, semua tergantung kepada arahan dan petunjuk Jokowi. Sehingga setiap kata atau kalimat Jokowi terkait Pemilu akan dibahas oleh ahli politik hingga ahli semantik. Koalisi Indonesia Bersatu ( KIB) tidak tentu arah, Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) tak kunjung lamaran hingga saling ancam, dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) tak kunjung ke pelaminan. Semua masih menunggu kemana hati Jokowi akan berlabuh. Bahkan elit politik non Parpol, relawan Jokowi juga mengalami hal serupa. Mereka memilih setia dan tegak lurus terhadap keputusan Jokowi. Kelompok relawan yang hendak menekan Parpol melalui rangkaian musyawarah rakyat tidak berdaya dan akhirnya menyerah, menunggu arah dan petunjuk Jokowi. Kelompok relawan yang semula membusungkan dada saat \"roadshow politik\" ke sejumlah Pimpinan Parpol pun kini hanya mampu menjadi ahli tafsir terhadap pesan- pesan simbolk Jokowi. Revolusi Mental Masih Relevan 2024 Salah satu isu menarik dan memiliki pengaruh besar yang ditawarkan Jokowi 2014 adalah \"revolusi mental\". Ide besar ini tidak berjalan sama sekali karena faktanya kelompok elit yang seharusnya jadi mitra strategis dan kritis Jokowi memilih manut dan tertib. Kecuali para mantan menteri yang dipecat Jokowi, dan sisa-sisa pendukung Prabowo yang konsisten \"melawan\" Jokowi. Akibatnya dinamika politik Indonesia sangat kering dari perdebatan, pertengkaran ide, gagasan, dan program politik yang berkualitas. Kelompok pro Jokowi hanya karena mendapat kursi menteri, sedang kelompok oposisi hanya karena tidak pernah di \"endorse Jokowi\". Mentalitas para elit justru makin rusak dan mengalami kemunduran, sebab sekutu politik hanya sebagai pemuja dan pembela, sedang seteru politik hanya mampu merengek dan bersungut- sungut. Kongres Rakyat Nasional (Kornas ) sebagai rekan juang politik Jokowi sejak 2014 dan telah memutuskan berjuang bersama Ganjar Pranowo sejak 2022 meyakini bahwa ide besar Jokowi tentang \"revolusi mental\" harus dilanjutkan dan direvitalisasi sesuai kebutuhan bangsa saat ini. Revolusi mental sesungguhnya harus selalu mengiringi perjalanan bangsa Indonesia dan mengacu pada potongan lirik lagu kebangsaan Indonesia Raya, pada bagian \"bangunlah jiwanya, bangunlah badannya\". Maka setiap presiden wajib memiliki program pembangunan manusia yang konkrit. Sehingga tujuan dan cita- cita bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur dapat diwujudkan. Kornas akan berjuang dan bergerak untuk mewujudkan demokrasi Indonesia yang makin berkualitas melalui kampanye terus menerus tentang anti politik identitas dan politik uang. Mengajak rakyat untuk menolak dan melawan politik uang dengan cara tidak memilih capres, caleg, paslon di pilkada yang menggunakan politik identitas, eksploitasi ikatan- ikatan primordial, politisi SARA, dan politik uang. Saatnya rakyat memberi pelajaran kepada para perusak demokrasi Indonesia dengan menyatakan haram memilih siapapun pelaku politisi identitas dan politik uang. (*)
Gatot Nurmantyo dan Umat Islam
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih \"Memisahkan kekuatan TNI dan Ulama adalah kebodohan yang nyata. Mengadu kekuatan kekuatan TNI dan Ulama adalah ketololan yang nyata - Merongrong bersatunya kekuatan TNI dan Ulama adalah kesesatan dan kedunguan yang nyata\" Orasi Kebangsaan Gatot Nurmantyo GN) dengan tema “Oke Ganti Baru”, disampaikan Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, digelar di Al-Jazeera Function Hall Polonia Jakarta Timur pada Rabu 21 Juni 2023. Adalah manifestasi rasa keprihatinan, kepedulian dan kesedihan seorang Jenderal Gatot Nurmantyo yang terus menerus mengamati persoalan bangsa yang saat ini terjadi. Antara lain tentang kondisi rakyat saat ini dan ancaman kepada negara yang semakin nyata. \"Saat ini TNI sedang dilema, apakah akan diam meliat rakyat dizolimi?,\" tanyanya. Gatot yakin TNI tidak akan diam saja, mereka akan bertindak.“TNI sekarang diam, mereka itu mengamati dan sambil menunggu waktu yang tepat untuk menentukan sikap,\" tambahnya. Jenderal (Purn.) Gatot Nurmantyo adalah salah satu Jenderal yang dalam karirnya berjalan dan bertindak utuh sesuai doktrin TNI dan salah satu Jenderal yang memiliki naluri kedekatan dengan umat Islam (para ulama) dan masyarakat pada umumnya. Sikap anti-PKI tidak lepas dari pancaran yang selalu memancar dari kepribadiannya. Saat ini sang Jenderal sedang diterpa sesak napas karena melihat rakyat yang terus dizalimi penguasa, rakyat seperti sendirian dan terus mendambakan kehadiran TNI yang lahir dari garba rakyat. Panglima TNI periode 2015-2017, merasakan kondisi umat Islam di Indonesia hari ini sama dengan tahun 1964-1965, yang terus dijadikan obyek adu domba. \"Umat Islam saat ini dimusuhi, difitnah, dimarjinalkan oleh penguasa. PKI punya tabiat yang sama melakukan fitnah dan teror muncul beragam bentuknya.\" Perilaku teror melalui tindakan kekerasan, menciptakan suasana terancam melahirkan ketakutan menyebar ke seluruh bidang publik. Sasarannya ingin menimbulkan ketakutan di mana-mana , dengan memaksimalkan peran Buzer dan media masa menciptakan ilusi mereka akan menyergap siapa saja yang melawan penguasa. Serangan teror menjadi sangat berbahaya dari tindakan kekerasan yang tepat pada waktunya. Tak segan segan melakukan pembunuhan dengan tersamar, akan memicu segala macam pemikiran merusak ketidakpastian. Menyebarkan kabar burung kecemasan Teror untuk menciptakan ketakutan akan menciptakan ketidakseimbangan mental, ketika rakyat menyerah, harus tunduk total kepada penguasa, tuntaslah operasi terornya. Masyarakat harus keluar dari tekanan teror dengan melawan, meredakan, menghalau bahkan kalau perlu musnahkan semua cara-cara teror. Semua pelaku teror sudah tidak memiliki lagi pertimbangan etika, moral, aturan yang ada dalam konstitusi. Rakyat mulai gelisah dan fenomena ini sangat dirasakan dan dipahami oleh Jenderal Gatot Nurmantyo. Terus menerus mengingatkan penguasa hati-hati dalam menjalankan dan mengola kekuasaan jangan sampai menyimpang dari haluan tujuan negara seperti tercantum dalam pembukaan UUD 45. Keadaan diperbesar munculnya sinyal adanya pengakuan pelanggaran HAM berat oleh kepala negara, arahnya akan memberi pengampunan kepada PKI dengan G 30 PKI. Dampak politiknya harus ada pelaku yang mengaku dan korban yang mengakui, lalu negara sebagai penengah, ini sangat berbahaya. Keadaan diperparah dengan kuasa taipan oligarki yang sudah menguasai kendali kekuasaan, rakyat telah menjadi korban ugal- ugalan mereka. Kekuatan benteng terakhir sesuai sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk melawan segala ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang akan kerusakan negara adalah \"bersatunya kekuatan TNI bersama rakyat - khususnya dengan para Ulama (umat Islam)\". (*)
Capres dan Tanah untuk Rakyat
(Catatan untuk rencana pemerintah Jokowi melegalkan 3,3 juta lahan sawit illegal) Oleh Dr. Syahganda Nainggolan - Sabang Meraup Circle KETIMPANGAN kepemilikan tanah di Indonesia sudah menjadi perbincangan lama. Hal ini bersifat struktural, maksudnya hanya segelintir orang menguasai puluhan juta hektar lahan. Di perkotaan dan di luar perkotaan nasibnya sama. Segelintir orang ini berkonspirasi dengan kekuasaan lokal maupun nasional mengatur kepemilikan tersebut. Namun, menariknya, beberapa hari ini kita terguncang dengan isu pemerintah akan memutihkan penguasaan ilegal 3,3 juta Ha lahan ditengah hutan. (lihat detik.com, 23/6/23). Bukannya negara merampas kembali miliknya, menghukum perampas tanah dan menegakkan kedaulatan rakyat di atas tanah tersebut, malah pemerintah mengatakan bahwa pemutihan itu adalah kondisi terpaksa. Juga, katanya, akan lebih baik buat kepastian usaha dan pembayaran pajak. Sambil merujuk pasal-pasal dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja. Asa rakyat telah hilang dalam era Jokowi ini. Nawacita dan revolusi mental plus istilah Gotong Royong sekedar jargon untuk memuliakan visi misi kampanye. Namun, setelah sembilan tahun, harapan tinggal harapan. Oleh karenanya kita harus serius melihat visi dan janji calon presiden ke depan. Apakah mereka punya komitmen tinggi dalam memberikan kemakmuran bagi semua rakyat. Bisakan mereka kelak mengikuti jejak pendiri bangsa, melaksanakan landreform? Prabowo Subianto Kita mulai dengan Prabowo. Prabowo Subianto, Antaranews, 29/9/10, dalam \"Prabowo: Tanah dan Laut Hanya Untuk Rakyat\", mengatakan \"Jadi, kalau kekayaan keduanya itu (tanah dan laut) kini terbalik kemudian dinikmati oleh segelintir pihak tanpa memberi peluang mensejahterakan rakyat, hal itu sama artinya mengkhianati UUD 1945, sekaligus memberangus berbagai peraturan yang kita buat lainnya, termasuk merusak harapan dan moral rakyat untuk dapat hidup lebih baik\". Itu dari mulut Prabowo sendiri. Sembilan tahun kemudian dalam debat kampanye 2019, Prabowo mengatakan pada Jokowi bahwa dia siap menyerahkan semua tanahnya asal untuk kepentingan negara. Tanah Prabowo saat itu tercatat 340.000 Ha, di Kaltim dan Aceh. Prabowo menyatakan ini setelah disindir Jokowi sebagai Landlord (tuan tanah) dalam debat, sebagai balasan kritik Prabowo mempersoalkan ketimpangan kepemilikan lahan di era Jokowi jilid satu. Kini Prabowo telah menjadi penguasa. Soal mimpinya dahulu tentang mengambil tanah-tanah terlantar dan membagi untuk rakyat, kelak jika berkuasa, akhirnya hanya mimpi di siang bolong. Partainya pun tidak berdengung lagi soal tanah untuk rakyat. Partai ini bahkan pendukung UU Omnibus Law yang memberi power bagi oligarki menguasai berbagai kekayaan alam kita. Siapapun orang baik, ketika masuk dalam rezim Jokowi, kelihatannya akan berubah. Ganjar Pranowo Ganjar Pranowo tidak membantah dirinya terlibat dalam pembuatan UU Omnibus law Cipta Kerja. Hal itu berbeda dengan Anies Baswedan. Ketika pemerintah pusat mengklaim seluruh gubernur dilibatkan dalam proses penyusunan UU itu, Anies membantah terlibat. Seperti dalam kasus rencana pemutihan 3,3 juta Ha lahan sawit ilegal yang kita singgung di atas, omnibus law cipta kerja yang jadi rujukan LBP, memberi kepastian pada kita bahwa UU ini memang dirancang untuk melemahkan negara dan memperkuat oligarki. Kehadiran UU itu adalah untuk membangun negara korporatokrasi. Negara dimana korporasi besar berkuasa. Dalam istilah Marxian, itu disebutkan negara sebagai proxy kapitalis. Ganjar dan partainya adalah pendukung UU Omnibus Law. Dalam wilayah kegubernurannya, Ganjar tercatat tidak memihak rakyat dalam kasus tanah Wadas, dan Kendeng. (Lihat: pinterpolitik.com/in-depth/wadas-kendeng-mampu-jegal-ganjar/?amp=1). Ganjar bahkan tidak memihak rakyat ketika aparat menangkapi dan membantai rakyat Wadas ketika dipaksa digusur. Mentor Ganjar, Megawati Sukarnoputri sendiri tidak mempunyai pemihakan pada isu tanah rakyat. Ketika Mega pidato dalam acara Bulan Besar Bung Karno, 24/6/23 lalu, Megawati tidak sedikitpun mengkritik rencana pemerintah memberikan 3,3 juta lahan kepada segelintir orang kaya. Padahal pada pidatonya, dia menyinggung bahwa negara kita kaya raya tapi tidak terjadi pemerataan. Harusnya Mega seperti bapaknya, meminta tanah 3,3 juta itu untuk Landreform. Diberikan pada petani-petani sawit. Dengan membahas isu tanah untuk rakyat adalah satu contoh untuk faham, bahwa rezim ini tidak pro rakyat. Janji Nawacita lebih banyak menghasilkan sertifikasi lahan. Memang ada juga membagikan lahan hutan dalam konteks \"TORA\", alias Hutan Sosial. Namun, itu jauh dari pengertian Landreform, di mana lahan2 terlantar dan lahan yang dikuasai secara ilegal dalam jutaan Hektar seyogyanya langsung diambil negara. Negara harus kuat berhadapan dengan mafia-mafia tanah yang sok jagoan berkuasa secara ilegal. Berharap Pada Capres Anies Capres Anies Baswedan dalam visinya tentang negara dan rakyat jelas, yakni untuk apa ada negara kalau rakyat tidak bisa memiliki tanah. Hal ini menjadi tagline dalam wawancara eksklusif Anies Baswedan oleh Karni Ilyas dalam ILC dua bulan lalu. Dalam wawancara itu Anies memperkuat posisinya dengan kasus \"Tanah Merah, Tanah Bukit Duri dan Tanah Aquarium\" serta lainnya di mana Anies berpihak pada rakyat. Dalam hal Reklamasi Jakarta juga, Anies menunjukkan bahwa negara harus mengatur swasta alias konglomerat pemilik konsesi reklamasi, bukan sebaliknya. Memang, dalam berbagai dilema pembangunan, antara \"Growth oriented\" versus \"share prosperity\" tidak gampang menyelesaikannya, baik secara teknokrasi maupun dominasi. Jika negara dominan terhadap pengusaha, perlu ketajaman strategi dan aksi untuk membuat pembangunan berjalan untuk mempertahankan pertumbuhan (growth). Sialnya, seringkali penguasa beralibi bahwa pertumbuhan adalah segala-galanya, sehingga mengorbankan nasib rakyat dan lingkungan hidup. Lebih kacau lagi, dalam kasus-kasus yang terjadi di era Jokowi, seperti baru-baru ini, kekayaan alam Nikel kita diekspor secara ilegal ke Cina dalam jumlah 5 juta ton, yang diungkapkan KPK. Begitu juga soal lahan 3,3 juta Ha ilegal yang sudah kita bahas. Tentu ini karena kekuasaannya Jokowi didominasi pengusaha. Khususnya karena pengusaha tersebut merangkap sebagai penguasa. Seperti pengakuan Jokowi di hadapan calon investor Singapura beberapa hari lalu, \"You Know, I Am Also Bussinessman\", kata Jokowi dihapan mereka. Berharap pada Anies Baswedan tentunya berharap mengembalikan negara pada fungsi fundamentalnya, yakni memihak rakyat yang belum sejahtera. Dalam hal kekayaan alam, bagaimana memberikan akses sebesar-besarnya pada UMKM dan koperasi, agar penyebaran aset negara terjadi, sehingga produktifitas rakyat merata. Penutup Tanah untuk rakyat adalah sebuah isu besar bangsa ini. Memang tanah bukan satu-satunya aset strategis dalam dunia modern sekarang ini. Namun, sementara ini kekayaan negara masih terletak pada tanah dan isinya tersebut. Jadi kita harus fokus pada isu tanah untuk cita-cita keadilan sosial. Dari 3 capres yang ada saat ini, hanya Anies Baswedan yang mempunyai visi tanah untuk rakyat. Bahkan Anies sering berseberangan dengan cukong cukong dan pengusaha dalam membela rakyat yang digusur. Kita tentu berharap pertentangan Anies untuk menghadirkan negara dominan terhadap cukong maupun pengusaha dapat terwujud. Hal ini tentu berat, sebab, misalnya, Indonesia membutuhkan waktu 350 tahun mengusir oligarki VOC dari Indonesia. Namun, kita tidak boleh lelah berjuang. Bersama Anies Baswedan kita tetap melangkah, memenangkan hak-hak rakyat di tanah airnya sendiri. Itu kewajiban historis kita menjaga arah bangsa ini. (*)
Butet (dalam) Keranjang Sampah
Menjadi masalah saat menyebut capres yang diusung partai lain (NasDem, PKS, dan Demokrat/Koalisi Perubahan untuk Persatuan), itu dengan sebutan \"pandir\" dan \"nyolong\" jelas ditujukan untuk Anies, itu tidak sekadar nyinyir, tapi jahat dan fitnah. Karenanya, Butet bisa diibaratkan ada dalam keranjang sampah, tentu bersama mereka yang memilih buzzer jadi jalan hidup. Oleh: Ady Amar - Kolumnis Butet Kartaredjasa tidak lagi bisa dilihat sebagai seniman yang kritis pada rezim yang tengah berkuasa. Seperti beda era beda Butet. Di era Orde Baru lewat Teater Gandrik, Yogyakarta--teater tradisional tapi disajikan secara modern, yang kritis pada persoalan ketimpangan sosial, terutama pada nasib wong cilik tak ada lagi muncul kritikan tajam, yang diselingi humor cerdas menghibur. Di era represif, Teater Gandrik tampil di banyak tempat, dan mendapat sambutan cukup meriah. Memang belum bisa mengungguli jumlah penonton Teater Koma, besutan N. Riantiarno, yang bisa tampil berhari-hari dengan tiket tidak murah, dan selalu sold out. Di Teater Gandrik, Butet memang berperan lebih menonjol dibanding kawan seniman lainnya. Butet biasa tampil juga monolog. Tampil seorang diri memainkan peran beberapa orang sekaligus. Kemampuan menirukan beberapa suara dan gaya petinggi negeri, menjadikan Butet jadi langganan untuk tampil monolog, dan itu tanpa menyertakan Teater Gandrik. Setidaknya suara ikonik Presiden Soeharto paling kerap dibawakannya. Penggunaan idiom kata yang sering digunakan Presiden Soeharto, itu diucapkan dengan baik. Intonasi suara Butet nyaris serupa. Juga suara Habibie dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) bisa ditirukan, nyaris serupa. Butet tampil lucu dan menghibur. Acap lebih lucu dari Srimulat. Butet seperti agen penjual jasa menghibur dengan kelucuan-kelucuan segar. Butet layaknya seniman lawak yang bermain teater. Teater Gandrik menjadi identik dengan Butet, seperti gudang tawa menghibur. Saat ini Teater Gandrik dan juga teater yang lain, seperti sulit manggung sulit bisa menghadirkan penonton dengan jumlah besar. Sepertinya tahun-tahun keemasan teater semacam Gandrik, itu sudah berakhir. Di era kritik sudah terasa agak longgar, dimana politisi dan penguasa sudah mampu buat kelucuannya sendiri, yang tak malu-malu dipertontonkan di ruang publik. Memunculkan manusia semacam Butet kehilangan periuk melucunya. Konsekuensi era keterbukaan, kritik yang diselingi humor pun tidak dilirik sebagai sesuatu yang bisa menghibur, dan apalagi menghangatkan jiwa yang terkungkung. Karenanya, jika Butet lalu bermetamorfosa menjadi atau serasa buzzer, itu lazim bagi mereka yang putus asa tanpa bisa beradaptasi memilih arah positif di jalan yang telah berubah. Bisa dimengerti pilihan menjadi buzzer jadi pilihan pragmatisme, agar dompet tak mengempis dan dapur pun tetap mengepul. Tidak salah jika politisi Gerindra Fadli Zon pun menyentil balik ocehan Butet--saat perayaan Bulan Bung Karno (BBK), yang diadakan PDIP, di Stadion Bung Karno Jakarta, Sabtu (24 Juni)--di mana Butet membawakan puisi bercorak pantun tak berkelas, yang itu sekadar menyenangkan pihak pengundang. Kedekatan Butet dengan Megawati Soekarnoputri menjadikannya seniman partisan. Butet tak mampu menjaga jarak dan larut seolah politisi PDIP--beda jauh dengan budayawan Emha Ainun Nadjib, yang tetap kritis meski bicara di hadapan pimpinan dan unsur PDIP. Mbah Nun, panggilan akrabnya, tak kehilangan marwahnya untuk bersikap kritis tanpa sekat mampu menahannya. Berikut sentilan Fadli Zon pada Butet, yang juga memilih gaya pantun seadanya. Butet lagi kepepet, biarlah dia sedikit cerewet untuk mengisi dompet. Itu setelah Butet di acara puncak peringatan BBK, bicara ngelantur lewat pantunnya. Meski tidak menyebut nama, tapi pantun sampahnya--layak disebut sampah alias tidak bermutu, khas celoteh buzzer sekenanya--itu mengindikasikan ia menyasar Anies, yang disebutnya \"pandir (bodoh) dan nyolong (mencuri)\". Satu nama lagi disebutnya dengan \"hobi menculik\", itu pastilah ditujukan pada Prabowo Subianto. Ya, begitulah kalau otaknya pandir. Pepes ikan dengan sambal terong, semakin nikmat tambah daging empal. Orangnya diteropong KPK karena nyolong eeehhh lah kok koar-koar mau dijegal. Butet lalu melanjutkan monolognya, membahas calon presiden pilihan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang menurutnya, Capres pilihan Jokowi adalah sosok pekerja keras. Jagoan Pak Jokowi rambutnya warna putih, gigih bekerja sampai jungkir balik. Butet lalu berujar, Indonesia akan sedih, jika kelak ada presiden tukang culik. Dan, yang menang dengan politik transaksional. Hati seluruh rakyat Indonesia pasti akan sedih, jika kelak ada presiden hobinya kok menculik. Ini yang terakhir, cucu komodo mengkerek kadal. Tak lezat digulai walaupun pakai santen. Kalau pemimpin modalnya cuma transaksional dijamin bukan tauladan. Butet tampil benar-benar seniman partisan, yang tampil memenuhi pesanan pihak yang menanggapnya. Tapi, bisa jadi itu juga bukan pesanan Megawati atau PDIP. Itu mau-maunya Butet, yang ingin menunjukkan bahwa ia tampil tidak sekadar dibayar. Tapi ia tegak lurus bersama capres pilihan PDIP. Tidak masalah dengan pilihannya itu. Menjadi masalah saat menyebut capres yang diusung partai lain (NasDem, PKS, dan Demokrat/Koalisi Perubahan untuk Persatuan), itu dengan sebutan \"pandir\" dan \"nyolong\" jelas ditujukan untuk Anies, itu tidak sekadar nyinyir, tapi jahat dan fitnah. Karenanya, Butet bisa diibaratkan ada dalam keranjang sampah, tentu bersama mereka yang memilih buzzer jadi jalan hidup.**
JASMERAH Bung Karno Direduksi Menjadi JAKET
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila KEPALA Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Yudian Wahyudi mendeklarasikan \"Jaringan Kota/Kabupaten Tapak Sejarah Bung Karno\" atau Jaket Bung Karno. Deklarasi itu bersama 22 Kabupaten Kota yang merupakan napak tilas sejarah hidup Bung Karno sejak kecil sampai dengan meninggal. Tujuannya untuk mengimplementasikan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara yang berlandaskan Pancasila,” ujar dia. BPIP mengajak kepada seluruh Kepala Daerah dan masyarakat untuk terus meneladani tekad, semangat dan perjuangan Bung Karno. Sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002 yang katanya diamandemen karena amandemen itu 95 persen, maka sama artinya UUD 1945 itu diganti bukan hanya menambah dan menguragi pasal pasal pada UUD 1945 yang diganti tetapi aliran pemikiran Pancasila juga diganti dengan individualisme, liberalisme, kapitalisme. Bagaimana BPIP justru mengamini Pancasila lahir 1 Juni maka akan mendestorsi ajaran Pancasila Bung Karno . Apa sebab negara Republik Indonesia Berdasarkan Pencasila? Cuplikan Amanat PJM Presiden Soekarno pada tanggal 24 September 1955 di Surabaya. ”Tidak benar Saudara-saudara, bahwa kita sebelum ada Bung Karno, sebelum ada Republik Indonesia – sebenarnya telah mengenal akan – Pancasila? Tidakkah benar kita dari dahulu mula, telah mengenal Tuhan, hidup di dalam alam Ketuhanan Yang Maha Esa? Kita dahulu pernah menguraikan hal ini panjang lebar. Bukan anggitan baru. Bukan karangan baru. Tetapi sudah sejak dari dahulu mula bangsa Indonesia adalah satu bangsa yang cinta kepada Ketuhanan. Yah kemudian Ketuhanannya itu disempurnakan oleh agama-agama. Disempurnakan oleh Agama Islam, disempurnakan oleh agama Kristen. Tetapi dari dahulu mula kita memang adalah satu bangsa yang berketuhanan. Demikian pula, tidakkah benar bahwa kita ini dari dahulu mula telah cinta kepada Tanah Air dan Bangsa? Hidup di dalam alam kebangsaan? Dan bukan saja kebangsaan kecil, tetapi kebangsaan Indonesia. Hai engkau pemuda-pemuda, pernah engkau mendengar nama kerajaan Mataram? Kerajaan Mataram yang membuat candi Prambanan, candi Borobudur? Kerajaan Mataram ke-2 di waktu itu di bawah pimpinan Sultan Agung Hanjokrokusurno? Tahukah Saudara-saudara akan arti perkataan Mataram? Jikalau tidak tahu, maka aku akan berkata kepadamu “Mataram berarti Ibu”. Masih ada persamaan perkataan Mataram itu misalnya perkataan Mutter di dalam bahasa Jerman – Ibu. Mother dalam bahasa Inggeris – Ibu. Moeder dalam bahasa Belanda – Ibu. Mater dalam bahasa Latin – Ibu. Mataram berarti Ibu. Demikian kita cinta kepada bangsa dan tanah air dari zaman dulu mula, sehingga negeri kita, negara kita, kita putuskan Mataram. Rasa kebangsaan, bukan rasa baru bagi kita. Mungkinkah kita mempunyai kerajaan seperti kerajaan Majapahit dan Sriwijaya dahulu, jikalau kita tidak mempunyai rasa kebangsaan yang berkobar-kobar di dalam dada kita? Yaah kata pemimpin besar yang bernama Gajah Mada, Sang Maha Patih Ihino Gajah Mada. Benar kita mempunyai pemimpin besar itu. Benar pemimpin besar itu telah bersumpah satu kali “tidak akan makan kelapa, jikalau belum segenap kepulauan Indonesia tergabung di dalam satu negara yang besar”. Benar kita mempunyai pemimpin yang besar itu. Tetapi apakah pemimpin inikah yang sebenarnya pencipta daripada kesatuan kerajaan Majapahit? Tidak! Pemimpin besar sekadar adalah sambungan lidah daripada rasanya rakyat jelata. Tidak ada satu orang pemimpin besar, walaupun besarnya bagaimanapun juga, – bisa membentuk satu negara yang sebesar Majapahit ialah satu negara yang besar, yang wilayahnya dari Sabang sampai ke Merauke – bahkan sampai ke daerah Philipina sekarang. Katakanlah Bung Karno pemimpin besar atau pemimpin kecil – pemimpin gurem atau pemimpin yang bagaimanapun, – tetapi jikalau ada orang yang berkata: “Bung Karno yang mengadakan negara Republik Indonesia”. Tidak benar. Jangan pun satu Soekarno sepuluh Soekarno, seratus Soekarno, seribu Soekarno – tidak akan bisa membentuk negara Republik Indonesia, jikalau segenap rakyat jelata Republik Indonesia tidak berjuang mati-matian!” Kemerdekaan adalah hasil daripada perjuangan segenap rakyat. Maka itu pula menjadi pikiran Bapak, Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, – tetapi milik kita semua dari Sabang sampai ke Merauke! Cuplikan kursus Pancasila bung Karno sudah jelas bahwah Pancasila itu tidak perna dilahirkan justru kalau sekarang Pancasila lahir 1 Juni mendistorsi pemikiran Soekarno di atas? Jika memang BPIP itu menjaga ideologi Pancasila justru pikiran-pikiran Bung Karno digradasi. Pancasila tidak bisa dikembalikan ke titik nol 1 Juni 1945. Sebab Pancasila sudah melalui sebuah proses perdebatan yang panjang. Dari Pidato 1 Juni, lahirnya istilah Pancasila, kemudian Panitia 9 melahirkan kesepakatan dengan Piagam Jakarta frasa kata dalam urutan Pancasila literasinya disempurnakan. Kemudian masuk didalam perumusan UUD 1945, terjadi juga perdebatan dengan dihilangkan 9 kata KeTuhanan dengan menjalankan syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya dihapus menjadi KeTuhanan Yang Maha Esa. Ini pun umat Islam legowo. Pancasila, sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara Republik Indonesia merdeka. Oleh karena itu, fungsi pokok Pancasila sebagai dasar negara Indonesia Merdeka didasarkan pada Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (jo Ketetapan MPR No.V/MPR/1973, jo Ketetapan MPRNo.IX/MPR/1978) yang menjelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum Negara Republik Indonesia. Yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum. Serta meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Kemudian mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum. Ini dijelaskan kembali dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan padaPasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa ”Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila. Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004. Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004. Yang menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila sebagai sumber darisegala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar bangsa dan negara. Pancasila sebagai ideologi negara adalah UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan, batang tubuh dan penjelasannya. Di UUD 1945 lah Kumpulan ide-ide atau gagasan-gagasan tentang negara berdasarkan Pancasila diuraikan, pokok-pokok pikiran negara berdasarkan Pancasila dan aliran pemikiran ke Indonesiaan. Karena Pancasila adalah sumber segala sumber hukum sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Dan tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara yaitu UUD 1945 yang asli. Di sinilah terjadi kekacauan dan mulai membuka mata kita bahwa amandemen UUD 1945 telah merusak negara berdasarkan Pancasila. Sebab yang diamandemen itu adalah ideoligi Negara berdasarkan Pancasila. Karena Pancasila adalah sumber segala sumber hukum, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam PancaSila. Dan tidak boleh bertentangan dengan ideologi negara yaitu UUD 1945 yang asli. 1. Menurut Hans Nawiansky, Pancasila merupakan Staat Fundamental Norm yang artinya Pancasila berada dalam urutan tertinggi dalam tata urutan peraturan dan menjadi dasar bagi peraturan yang ada di bawahnya, sehingga peraturan yang ada di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila. 2. Menurut Hans Kelsen, hubungan antara keabsahan norma dan kewenangan pembentukan norma membentuk rantai hierarki norma-norma yang berujung pada grundnorm. Suatu norma dapat dikategorikan sebagai grundnorm apabila eksistensi dan nilai kebenaran dari norma tersebut diandaikan dan tidak dapat ditelusuri lagi. Meletakkan Pancasila pada RUU HIP adalah meruntuhkan Pancasila sebagai Grundnom sehingga merusak tatanan hirarki hukum yang ada. 3. Diuraikan bahwa dari rumusan penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ( UUD 1945) menjadi jelas bahwa pokok-pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 yang tidak lain adalah Pancasila merupakan norma dasar negara atau norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm) dan sekaligus merupakan cita hukum (recht idee). 4. Rumusan Pancasila yang sudah menjadi kesepakatan pendiri negara adalah rumusan Pancasila yang terurai didalam alenea ke IV Pembukaan UUD 1945 bukan rumusan Pancasila 1 Juni yang dipidatokan oleh Bung Karno sebagai konsep Dasar Indonesia merdeka. 5. Dalam pidato Bung Karno Tanggal 17 Agustus 1963 Bung Karno menegaskan bahwa Proklamasi dan pembukaan UUD 1945 adalah loro-loroning atunggal yang tidak bisa di pisahkan arti nya bahwa Rumusan Pancasila yang berada di alenea ke IV Pembukaan UUD 1945 itulah yang mendasari Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Di dalam pidato nya Bung Karno Mengatakan “……. Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self 17Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaanbeserta satu dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamationof independence dan satu declaration of independence. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-UndangDasar 1945 adalah satu. Bagi kita, maka naskah Proklamasi danPembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain. Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal. Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration of independence. Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence saja. Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja.Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus. Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka.Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahukepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu. Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasikita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semuatenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah , moril, materiil dan spirituil. Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-UndangDasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita. Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita takdapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu. “Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mem-punyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidakmempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi. Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”,akan merupakan khayalan belaka,– angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya. Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya: kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan, Pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada masing-masing. Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin,harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945: kemerdekaan untuk bersatu kemerdekaan untuk berdaulat. kemerdekaan untuk adil dan makmur, kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum, kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. kemerdekaan untuk ketertiban dunia, kemerdekaan perdamaian abadi kemerdekaan untuk keadilan sosial, kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat, kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa, kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia; kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmatkebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruhrakyat Indonesia, Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17Agustus 1945. Kita harus memahami apa yang terkandung di dalam Preambule UUD 1945, adalah Jiwa, falsafah, dasar, cita-cita, arah, pedoman, untuk mendirikan dan menjalankan negara Indonesia. Dari uraian Bung Karno dalam pidato 17 Agustus 1963 maka kemerdekaan ber Pancasila tidak menggunakan rumusan PancaslSila 1 Juni tetapi rumusan Pancasila yang ada di alinea ke IV Pembukaan UUD1945 . Rupanya BPIP tidak bisa menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila sebab Negara Indonesia dengan diganti nya UUD1945 justru yang diamandemen itu Ideologi Negara Berdasarkan Pancasila BPIP tidak pernah merespon hal ini. Bahkan Ajaran Bung Karno Pancasila tidak menjadi dasar dan ideologi negara tidak mengerti . Jadi apa gunanya BPIP kalau negara nya yang dijalankan ideologi liberalisme kapitalisme dengan sistem presidenseil, dimana kekuasaan dipertarungkan dengan model banyak- banyakan suara kalah menang kuat-kuatan yang bertentangan dengan Pancasila. Bagaimana BPIP memahami sistem MPR itu adalah pengejawantahan Bhinneka Tunggal dimana di samping golongan politik yang diwakili oleh partai politik dan utusan-utusan golongan dan Utusan Daerah . Kemudian diamandemen hanya menjadi satu golongan yaitu golongan partai politik saja. Artinya Bhinneka Tunggal Ika pun sudah diamandemen, apa BPIP memahami? Akibat diganti nya UUD1945 dengan UUD 2002 berdampak pada tidak ada lagi negara yang di Proklamasikan 17 Agustus 1945 oleh Soekarno Hatta sebab negara hari tidak lagi menggunakan Panca Sila sebagai Ideologi Negara . Dengan demikian maka tidak ada lagi gelar Proklamator pada Soekarno Hatta sebab negaranya sudah diganti. (*)
Rebut Kemudi Kapal Bangsa
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan KAPAL bangsa ini oleng diterpa badai ekonomi, politik, hukum dan agama yang tidak pasti. Pemegang kemudi mabuk sehingga tidak mampu mengarahkan kapal itu dengan baik. Nakhoda lebih banyak goyangnya ketimbang berdiri ajeg. Kapal dalam keadaan bahaya sehingga tidak ada pilihan lain selain rebut kemudi kapal itu. Ganti nakhoda dengan yang lebih ajeg, cerdas, dan bertanggungjawab. Segera selamatkan kapal bangsa. Pak Jokowi memimpin bangsa dan rakyat Indonesia ini bagai dalam keadaan mabuk. Mabuk ingin tetap berkuasa, mabuk ingin mewariskan kekuasaan pada bonekanya, mabuk berceloteh tentang investasi untuk menghasilkan komisi, mabuk hutang kepada negara rentenir serta mabuk kepayang untuk segera memeluk Istana baru. Anak dan keluarga juga harus aman dan nyaman. Arah menjadi tidak jelas karena nakhoda yang mabuk itu mengendalikan semaunya. Bukan mencoba berikhtiar mencari jalan untuk mengantisipasi gelombang ombak dan badai akan tetapi terus minum dan minum. Kesadaran dan sensitivitas menurun bahkan hilang. Kondisi sudah sangat membahayakan. Kapal dapat pecah dan tenggelam. Kemudi harus segera direbut. Baru-baru ini di Jakarta ada acara \"oke ganti\" yang maksudnya tentu ganti pemimpin negara dan ganti cara mengelola negara yang bergaya \"drunken master\". Mengubah kepada cara yang lebih etis, bermoral dan berbasis hukum. Bukan pemimpin yang mengelola dengan mempersetankan etika, menginjak-injak moral serta menjadikan hukum sebagai alat kepentingan politik. Atau dengan kata lain menghalalkan segala cara. Tiga cara merebut kemudi kapal untuk dapat meluruskan dan mengendalikan keadaan, yaitu : Pertama, melalui Pemilu 2024 dimana Capres kepanjangan tangan status quo atau oligarki harus dikalahkan. Kemudi mesti dipegang oleh pemimpin perubahan. Jika hanya tiga kandidat Capres, yaitu Ganjar, Prabowo dan Anies, maka Anies harus merebut kemudi kapal. Mampu menyingkirkan segala halangan. Kedua, mendesak Jokowi untuk mundur atas dasar ketidakmampuan memimpin, banyak kegagalan program, serta merajalela KKN di bawah pemerintahannya. Tap MPR No VI tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dapat dijadikan acuan dasar. Aksi-aksi rakyat absah melakukan desakan. Mundur Jokowi membuka peluang munculnya pemimpin baru yang lebih baik dan pantas. Ketiga, merebut kemudi melalui pemakzulan oleh MPR. Ketentuan Pasal 7A UUD 1945 dapat dijadikan sandaran. Upaya pemakzulan dengan rakyat yang menekan MPR dan DPR menjadi langkah efektif bagi perubahan dan stabilisasi arah kapal menuju tujuan yang benar. Bangsa ini memiliki pengalaman dalam memakzulkan Presiden sebelum akhir masa jabatan. Merebut kemudi kapal bangsa merupakan suatu keniscayaan demi perbaikan ke depan. Ikan itu busuk mulai dari kepala. Oke ganti, rebut kemudi kapal bangsa. Lebih cepat lebih baik--The sooner the better. Bandung, 26 Juni 2023.
Luruskan Arah Kiblatmu
Oleh: Prof. Dr. Syahrin Harahap, MA - Rektor UIN Sumatera Utara Sungguh kami (sering) melihat wajahmu menghadap ke langit. Maka Kami akan memalingkan wajahmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke ara Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada palingkanlah wajahmu ke rahnya. (QS. 2/al-Baqarah: 144). Sudah jauh Engkau berjalan, sudah banyak dana yang Engkau keluarkan. Berulangkali Engkau lakukan thawaf dengan mengelilingi Ka’bah. Tetapi apakah Engkau menyadari untuk apa Engkau berada di sini? Puluhan bahkan ratusan juta orang di tanah airmu yang mendambakan untuk dapat menziarahi tempat ini, namun mereka terhalang, tidak sanggup, karena ketidakmampuan, karena bencana, atau karena jatah hajinya diserobot kebijakan pejabat yang hanya memikirkan kelompok dan kroninya. Kiblat ‘Aqidahmu Allah memanggimu (QS. 22/al-Hajj: 27). Tetapi mengapa Engkau dipanggil? Pernahkan jawabannya terlintas di hatimu? Panggilan itu Engkau terima karena dua hal. Pertama, karena sudah teramat lama Engkau mendambakannya. Usaha dan penantianmu bertahun-tahun mengumpul dana baru berhasil, atau karena aktifitasmu yang bertahun-tahun baru kini ada kesempatan untuk menunaikan ibadah ini. Kedua, bisa juga panggilan ini dialamatkan kepadamu karena akhir-akhir ini –disebabkan kesuksesan dan kuasa—menyebabkanmu lupa sejarah, lupa penderitaan, dan menyebabkanmu menjadi sombong/arogan dan mengeluarkan keputusan-keputusan yang bersifat zalim dan bernuansa fir’aunis dan menyebabkan kiblatmu perlu diluruskan. Sebab dagumu telah mendengak ke atas, sebagaimana disinggung dalam al-Baqarah ayat 144. Yang mana pun di antara latar belakang panggilan itu semuanya bermuara pada kasih sayang Allah dan moment untuk meluruskan kiblatmu. Kalau panggilan ini disebabkan usahamu yang berhasil mengumpul dana hingga Engkau dapat panggilan untuk melakukan ibadah ini, maka ibadah haji merupakan kesempatanmu untuk menghadap Tuhan di tempat yang menjadi asal dari seluruh tanah di permukaan bumi (Ummul Qurâ). Ini kesempatan untuk mendekat pada Tuhanmu, lebih dekat. Melaporlah, merunduklah, memintalah, dan bahkan menagislah…karena ini saatnya untuk melapor, meminta ma’af, dan meminta apa saja yang pantas Engkau minta. Bagi mereka yang terlanjur dagunya mendengak ke atas akibat kepemilikan, prestasi, dan posisi, maka panggilan ini ditujukan kepadamu karena Allah ingin menundukkan kepalamu, menurunkan dagumu, hingga Engkau hanya menghadap kiblatmu. Bahkan dimana pun kamu berada tetaplah Engkau menghadapnya dan mengorientasikan seluruh aktifitasmu hanya untuk mengabdi pada-Nya. Ibadah haji pada hakikatnya tidaklah sekadar urutan kelima dari kelima tiang penyangga keislaman, melainkan dia sebagai urutan ‘anak tangga’ pendakian batin menuju Tuhan. Bila Engkau berada di anak tangga yang kelima ini maka selangkah lagi Engkau sampai di hadirat Tuhan. Engkau kini telah mencapai kesempurnaan capaian syarat dan rukun keislamanmu. Dengan demikian kehadiranmu disini bukan kebetulan, bukan untuk berleha-leha dan bersantai-santai serta mencapai prestise dan limpahan kelebihan dari orang lain, seperti yang ditunjukkan oleh sebagian jama’ah haji dari wilayah tertentu dengan tampilan gendang bertalu-talu, hiburan, dan kekayaan saat menunaikan ibadah haji. Di sini Engkau diminta untuk kembali melihat dirimu, siapa Engkau sebenarnya, menemui Tuhanmu agar Engkau tahu bagaimana Engkau tergantung pada-Nya. Ikutilah proses ini dengan penuh kerendahan hati dan keikhlasan. Ikutilah thawaf sebagaimana Engkau mengikuti arus kehidupan. Lakukanlah sâ’i dengan penuh kerendahan hati karena hidupmu terdiri dari usaha dan pengharapan (Safa dan Marwa). Ikutilah wukuf (bergerak untuk diam). Menyelami hakekat dirimu sebagai sebongkah tanah yang kerdil bila dibanding dengan kedigdayaan ilahi rabbi. Engkau tidak akan dapat melakukan apa-apa bila saja tidak dengan masî’ah dan istithâ’ah yang diberi-Nya. Engkau tidak akan berfungsi apa-apa di celah gugusan galaxi ciptaan Tuhan ini jika bukan karena qudrah yang diberikan-Nya. Kiblat Kesatuan Dapat Engkau renungkan bahwa jika berada di tanah airmu Engkau hanya bersua dan berteman dengan keluarga dan orang-orang yang Engkau kasihi. Paling banter hanya bersama para pegawai dan karyawan serta orang-orang yang berada di bawah kuasamu. Tetapi, betapa naifnya, dalam relasi-relasi dan persahabatan yang kerdil dan cetek itu pun Engkau terlibat dalam perselisihan, suka bertengkar, bahkan menjegal, merampok, dan mencopet serta menghianati orang lain walau satu bangsa. Kini Engkau sedang bersama umat Islam dari seluruh permukaan bumi, mereka ingin bersama dan bersatu denganmu dalam gelombang kemajuan kaum muslimin di bawah panji-panji Islam yang agung. Bukan atas sekat-sekat ormas, daerah, etnis, ras, dan ikatan-ikatan porimordialisme lainnya. Engkau akan malu melihat dirimu yang selalu kurang peduli dengan kesatuan umat. Bahkan Engkau dilaga dan melaga umat untuk kepentingan musuh-musuh negaramu. Di sini Engkau diingatkan tentang kesatuan kiblat dan kesamaan tujuan yaitu Allah dan kemajuan Islam di negerimu. Banyak di antara jama’ah haji yang terlibat dalam kezaliman terhadap teman, mendegakkan dagu karena arogansi keormasan yang dipuja-puja. Bahkan tega menyikut teman sesama Muslim untuk menjilat kuasa-kuasa di negerinya. Ibadah ini menghentakkan dan mengingatkanmu bahwa ukhuwah islamiyah adalah kiblat kesatuanmu. Ini bukan hanya urusan dunia tetapi harus Engkau pertanggungjawabkan. Salah satu soal ujian penting yang mesti Engkau jawab adalah man ikhwânuka, siapa temanmu? Jawaban yang tidak direkayasa tetapi merupakan catatan kitabmu, kehidupanmu, dan bagaimana tingkah laku kuasamu. ‘Alâ kulli hâl, luruskanlah kembali arah kiblatmu. Wa Allâhu A’lamu bi al-Shawâb. (*)