OPINI

Umat Islam: Saatnya Keluarkan Mosi Tidak Percaya

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  RENCANA konser grup musik asal Inggris yang bernama Coldplay di Indonesia bukan hanya menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, tetapi kembali menyerang  perasaan dan keyakinan umat Islam.  Umat Islam jelas menolak kehadiran grup musik Coldplay untuk menggelar konser di tanah air (15 Nopember 2023).  Pemerintah mengabaikan bahkan memberi sinyal akan melakukan pengamanan terhadap grup musik Coldplay jika telah tiba di tanah air. Mengko Polhukam sok merasa paling tahu tentang agama bahwa  menyatakan kalau LGBT itu merupakan kodrat yang tidak dapat dipidana melalui KUHP di Indonesia.  Kalau itu alasannya dialog Iblis yang menentang penciptaan manusia yang hanya akan saling membunuh itu kodrat maka biarkan saja manusia saling membunuh tidak usah ada UU yang melarang atau menghukumnya. Iblis paham betul, dari , kelakuan manusia sebelum Adam  diciptakan. Toh ahirnya Iblis terkena laknat dari Allah SWT  Riwayat bagaimana Allah SWT menurunkan azab karena wabah seks menyimpang sebagaimana sejarah di zaman Nah Luth adalah firman Nya, untuk menjadi peringatan dan pelajaran bagi manusia, \"diabaikan\"?. Sebagaian besar penduduk negeri ini muslim (86,19%), dan Islam jelas mengharamkan  LGBT (fatwa MUI 2014). Pasal 29 ayat 1 UUD NRI 1945, Indonesia adalah negara religious nation state. Wajar jika muslim di Indonesia menolak konser Grup Musik Coldplay yang terindikasi mempropagandakan LBGT. Majelis Ulama Indonesia (MUI) 2014 telah mengeluarkan fatwa haram pasangan sesama jenis atau perilaku Lesbian dan Gay sebagai perilaku yang harus diluruskan. Fatwa tersebut bernomor 57 Tahun 2014 Tentang Lesbian, Gay, Sodomi dan Pencabulan. Dalam fatwa tersebut, MUI menjelaskan bahwa perilaku menyukai sesama jenis adalah perilaku menyimpang yang harus diluruskan. Prof. Suteki, dengan nada sedikit mengatakan :  \"seharusnya Presiden itu tanggap dan melindungi umat Islam sebagai mayoritas. Jika hingga sekarang belum ada UU dan pasal KUHP yang melarang LGBT, maka Presiden dalam keadaan genting dan kekosongan hukum harus segera mengeluarkan PERPPU larangan LGBT\". Padahal pada tanggal 6 Desember 2022, DPR telah menyetujui RKUHP menjadi UU. LGBT telah ditetapkan sebagai tindak pidana pencabulan sebagai mana diatur dalam Pasal 414. Indonesia sudah berubah menjadi negara sekuler, liar dan lepas dari nilai nilai Pancasila. Akibat pelaksanaan UUD 2002, dengan segala dampaknya. Pernyataan seperti \"orang LGBT itu diciptakan oleh Tuhan. Oleh sebab itu tidak boleh dilarang. Tuhan yang menyebabkan dia (orang) hidupnya menjadi homo, lesbi\". Persis seperti pernyataan kaum PKI: \"itu semua salah Tuhan yang menciptakan LGBT\" Negara memiliki kewajiban untuk menjaga nilai-nilai dan standar moral yang dianut oleh mayoritas umat Islam. Berulang ulang umat Islam menjadi mainan rezim sekuler saat ini, bebas menyerang umat Islam seenaknya.  Khususnya umat Islam tidak ada yang tersisa untuk menjaga diri aqidahnya dari serangan kaum sekuler, kasus LGBT harus di lawan. Kalau rezim tetap bandel tidak ada salahnya umat Islam segera mengeluarkan sikap \"mosi tidak percaya kepada rezim saat ini\" (*)

Nampol Ketus Netizen, tapi Lucu Menghibur

Oleh: Ady Amar - Kolumnis Di negeri yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja ini, kita akan terus disuguhi sentilan kritis dari mereka yang memilih berdiri di tempat semestinya dengan terus menyuarakan ketidaksukaan pada kebijakan yang diucapkan pejabat atau politisi yang acap bicara sekenanya tanpa nurani, dan itu pastilah di luar kepatutan. Netizen Indonesia memang kreatif. Celotehannya mampu buat senyum simpul, bahkan bisa buat tawa terbahak. Aktif bermain di medsos, utamanya lewat Twitter. Tidak semua orang mampu bisa secepat kilat merespons dengan menghantam balik omongan siapa saja yang layak direspons. Bisa itu pejabat, bisa pula kelompok yang berseberangan pilihan politik dengannya. Para netizen itu tidak terbatas kelompok intelektual tertentu, atau punya batasan umur. Mereka beragam status sosial, dari aktivis biasa sampai mantan pejabat. Lebih pada mereka yang memilih diposisi oposisi, atau berseberangan dengan rezim yang tengah berkuasa. Mereka tentu bukanlah buzzer berbayar, yang cuma bermodal dusta dan fitnah. Mereka kelompok kritis yang merespons dengan data, yang disuguhkan lewat penyampaian kritis tapi menghibur. Jawaban skakmat para netizen itu acap mematikan. Tersaji dari yang ringan sampai keras, namun disuguhkan dengan kelucuan tingkat tinggi. Meski kerap buat telinga mereka yang tersenggol memerah dan nafas jadi terengah. Tak tanggung-tanggung pejabat yang dijadikan obyek garapan. Dari mulai menterinya Jokowi, sampai Jokowi-nya menteri, semua dibuat kalang kabut jadi bahan candaan. Jika tidak punya sense of humour yang tinggi dan pengetahuan politik dan sosial memadai, mustahil bisa hadirkan canda nampol kritis tapi menghibur. Tidak cukup di situ, juga dituntut kelincahan bertutur dengan pilihan diksi yang pas. Meski disampaikan dengan narasi tidak panjang, karena space terbatas, tapi mampu menguak sisi lain yang menempel pada pejabat yang sedang jadi bahan candaan. Obyeknya lebih banyak publik figur pada semua lapisan yang masuk radar untuk digarap, utamanya para pejabat atau politisi. Netizen kritis itu memilih tempatnya di situ. Memilih untuk tidak merasa jengah apalagi takut menulis apa yang diyakininya itu benar. Jadi tidak asal melucu, tapi tetap menjauh dari delik hukum yang bisa menjeratnya. Karenanya, meski kritis dan nampol keras, yang bersangkutan aman-aman saja, bebas-bebas saja untuk terus bersikap kritis.  Ucapan Presiden Jokowi yang memang miskin narasi, itu pun jadi bahan candaan saban waktu sekenanya. Bagian dari kebebasan berekspresi, boleh juga jika mau disebut demikian. Tapi bukan berarti itu serta-merta bisa disebut demokrasi di negeri ini sudah ditegakkan dengan semestinya. Tidak demikian. Indeks demokrasi melorot tajam di era Jokowi. Bahkan akhir-akhir ini Jokowi memperlihatkan sikap seolah dirinya raja, yang bisa semaunya menentukan siapa yang dikehendaki untuk menggantikannya. Langkahnya itu offside seolah tak ada yang bisa menghentikan.  Sepertinya baru Jokowi Presiden Indonesia yang menunjukkan sikap cemas menjelang jabatannya  berakhir. Sedang pembiaran pada para netizen kritis, yang tampak menyerang, itu lebih didasarkan pada kesulitan menentukan jika harus melototi satu persatu celotehan produktif, seperti pabrik candaan tanpa pernah jeda. Bisa pula pembiaran itu agar dilihat sebagai negara penganut demokrasi dengan menjunjung tinggi kebebasan berekspresi. Celotehan para netizen itu memang bukanlah hal berbahaya yang sampai bisa menggerakkan massa, atau apalagi bisa menggoyang rezim hingga menumbangkannya. Para netizen itu sekadar merespons pejabat atau politisi yang berkoar sekenanya di ruang publik, terkadang tanpa nurani. Maka, para netizen itu bergerak dengan caranya. Teranyar, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman pun tak luput jadi bahan gojegan netizen. Itu saat diwawancara majalah TEMPO, ia menyebut \"KKB Papua itu hanyalah kriminal yang cari makan dengan memeras\". Maka, ia diberondong netizen dengan sikap masa lalunya yang tetap nancap dibenak publik. Ramai-ramai netizen pun lalu menggeruduknya dengan celotehan beragam. \"Kalau masang baliho, barulah itu pantas disebut teroris dan gerakan separatis,\" sentil Mbah @UyokBack. Baliho seolah menjadi identik dengan Dudung Abduracman, saat itu sebagai Pangdam Jaya yang masih bintang dua. Ia saat itu memerintahkan perang terhadap baliho Habib Rizieq Shihab (HRS) dengan mencabuti menurunkannya. Ia lalu populer disebut sebagai \"jenderal baliho\". Perang lawan baliho HRS itu justru jadi berkah buatnya. Karir militernya jadi melesat bak meteor. Tidak lama kemudian ia diangkat sebagai Pangkostrad, dan lalu Kastaf AD. Ada pula netizen @Rudi58985524, yang menyentilnya demikian: \"Benar kata Almarhum Jenderal Pramono Edhie Wibowo. Yang garang di kota, di hutan jadi kucing.\" Jenderal Pramono Edhie Wibowo adalah mantan Kastaf AD, ia adik ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Netizen menyentil Dudung Abdurachman yang dianggap sebagai jenderal yang garang melawan baliho, tapi tidak dalam melawan gerakan separatis KKB Papua. Muhammad Said Didu, mantan Sekretaris BUMN (2005-2010), dianggap sebagai netizen kritis. Ia aktif di Twitter dengan sentilan-sentilan cerdasnya. Meski hanya sentilan singkat, tapi jadi favorit dipilih khususnya media online jadi berita. Terbaru sentilannya pada Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, yang menanggapi kritikan Anies Baswedan, bahwa jalan tol yang dibangun Jokowi cuma untuk orang kaya saja. Moeldoko membantahnya, \"Saya orang kecil bisa menikmati tol\". Lewat Twitter-nya Muhammad Said Didu @msaid_didu, menyentil dengan sentilan berkelas. \"Indonesia memang hebat orang kecilnya pengusaha mobil listrik.\" Semua lalu dibuat menjadi tahu olehnya, bahwa di balik motor dan mobil listrik itu ada Moeldoko sebagai salah satu pemilik sahamnya. Ada pula netizen lain @Godam062, yang menyentil Moeldoko dengan sentilan menohok, \"Orang kecil mana berani ambil partai orang lain?\" Mengambil partai orang lain, itu merujuk pada Moeldoko yang berupaya mengambil alih Partai Demokrat dengan cara di luar kepatutan. Muncul untuknya julukan jenderal begal. Julukan tidak mengenakkan yang melekat disandangnya sampai kapan pun. Di negeri yang sepertinya tidak sedang baik-baik saja ini, kita akan terus disuguhi sentilan kritis dari mereka yang memilih berdiri di tempat semestinya dengan terus menyuarakan ketidaksukaan pada kebijakan yang diucapkan pejabat atau politisi yang acap bicara sekenanya tanpa nurani, dan itu pastilah diluar kepatutan.**

12 Tokoh Jawa Barat Silaturahmi dengan Pangdam III Siliwangi

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  PARA tokoh Jawa Barat sengaja menemui Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo Pangdam III Siliwangi pada hari Selasa 23 Mei 2023 di Makodam III Siliwangi Jl Aceh 69 Bandung. Kunjungan silaturahmi itu dimaksudkan untuk mendiskusikan berbagai permasalahan bangsa yang menjadi perhatian masyarakat Jawa Barat.  Dalam pertemuan bersuasana akrab tersebut Panglima menjelaskan berbagai program yang dijalankan oleh Kodam III Siliwangi di berbagai daerah dalam rangka keikutsertaan TNI dalam mengatasi masalah kemasyarakatan khususnya upaya meningkatkan kesejahteraan baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.  Kebersamaan TNI bersama rakyat adalah misi utama dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan keamanan yang harus terjamin. Siliwangi adalah Jawa Barat dan rakyat Jawa Barat adalah Siliwangi. Para tokoh dan Panglima nampak sangat menggarisbawahi moto tersebut. TNI di samping sebagai tentara nasional dan profesional juga sebagai tentara rakyat dan tentara pejuang.  Kedua belas tokoh yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah H. Dindin S Maolani, SH, KH Athian Ali Da\'i Lc, MA, Prof. DR. dr Herman Susanto, SpOG (K), Mayjen TNI Purn Deddy S Budiman, Prof. DR. KH Sanusi Uwes, MPd, DR. Ir H. Memet Hakim, H. Memet Hamdhan, SH, MSc, Ir. H. Tito Rusbandi, HM Rizal Fadillah, SH, Ir. Syafril Sjofyan, Bk. Teks.,MM., Radhar Tribaskoro, SE, MSi, dan BrigjenTNI  Purn. Koen Priyambodo.  Ada tiga substansi yang difahami sama dalam rangka kebaikan bangsa ke depan, yaitu  : Pertama, TNI dan rakyat harus tetap bersatu dan tidak boleh diadu domba oleh kepentingan pragmatik manapun. Ideologi dan Konstitusi menjadi perekat dari kebersamaan. Sebagai tentara pejuang TNI berjuang untuk menjaga kedaulatan negara dan kedaulatan rakyat.  Kedua, mewaspadai dan mengantisipasi cara berpolitik menghalalkan segala cara demi tujuan tercapai. Mengabaikan etika dalam kehidupan berbangsa terutama menghadapi Pemilu 2024. Pengawasan dan konsistensi penegakan hukum adalah keniscayaan.  Ketiga, para tokoh Jawa Barat siap mendukung dan menindak lanjuti komitmen Pangdam III Siliwangi dalam membangun early warning system bagi pelaksanaan proses politik yang adil, jujur, transparan. Siap bersama-sama melawan berbagai kecurangan.  Silaturahmi berkelanjutan dinilai konstruktif bagi upaya membangun masyarakat maju dan sejahtera dengan iklim politik yang lebih baik ke depan. Tentu berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang bukan semantik atau sloganistik.  Mayjen TNI Kunto Arief Wibowo menyoroti hasil riset tentang kekuasaan kini yang semakin oligarkis dan para tokoh masyarakat setuju perlu adanya perubahan ke arah kehidupan yang lebih demokratis.  Mayjen Kunto dan para tokoh sepakat bahwa oligarki telah menyengsarakan dan menindas rakyat.  TNI kini dituntut untuk melangkah lebih cepat dan berani mengambil posisi strategis sebagai pembela kepentingan rakyat. Tegak lurus pada negara bukan pada kekuasaan.  Bandung, 24 Mei 2023.

Indonesia Bangsa Multi Minoritas

Oleh Natalius Pigai - Mantan Komisioner HAM (Tulisan Ini membunuh politik identitas (suku) PDIP dan menusuk panggung sandiwara Pemain Dawai Tua Yang Membosankan) Setelah Hasto Kristyanto Sekjen dan oang PDIP tidak menjawab pertanyaan saya di Twitter bahwa “ Kalau Hasto bilang Anies politik identitas karena agama Islam maka saya mau  bertanya dan menguji kecerdasan Hasto dan orang PDIP. PDIP selalu mendukung capres dari Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah, apakah itu bukan politik identitas? Silakan Jawab!” Menarik ada komen di Twitter PDIP memilih capres berdasarkan perilaku dan kinerja. Perilaku seperti apa capres PDIP menyatakan suka nonton bokep tanpa punya perasaan termasuk oerasaan Istrinya. Perilaku seperti apa orang jika di persidangan terungkap nama capres dalam kasus EKTP juga kinerja seperti apa ketika Jawa Tengah jadi provinisi termiskin di Indonesia.  Lebih tepat jika partai pendorong politik identitas itu PDIP padahal “ ketika orang Papua di Jawa dia minoritas, seorang Jawa di Bali dia minoritas. Persilangan minoritas”.  Saya ingin membonsai cakrawala berpikir PDIP agar lebih dewasa dalam berpolitik kekinian bangsa. Bangsa Indonesia di ambang nadir, titik di mana akal dan naluri penyelenggara negara tersandera. Negara Indonesia secara faktual telah dibonsai, Presiden sebagai simbol negara ikut merendahkan wibawa negara, turun dari Bizantium hanya sekadar memenuhi keinginan kelompok sipil intoleran, kelompok radikal, ekstrimis dan eksklusif yang naif dan partikelir suku.  Para penegak hukum mengikuti kemauan elit, hukum tidak menyertai opini publik mengabaikan asas keadilan (fair trail dan due proces of law).  Tindak tanduk pemimpin negeri ini sangat kontras dengan selama ini berkoar-koar tentang adagium Bhinneka Tunggal Ika sebagai salah satu tiang penyangga (pilar) berdirinya negara bangsa Indonesia.  Ironi memang, Pancasila sebagai landas pijak bangsa (norma dasar) mulai terusik, Tuhan mulai dipertentangkan antara sentrum utama kekuasaan dan sumber moral, kemanusiaan terasa tidak adab dan tidak adil, persatuan terkungkung dalam polarisasi SARA, permusyawaratan dimonopoli komunitas mayoritas berlindung didalil dan jargon \"one men, one vote, and one value\" di negeri yang penduduknya tidak seimbang, keadilan yang kontradiktif tanpa disertai distribusi kekuasaan yang merata, (no distribution of justice without distribution of power).  Pertanyaannya, di mana posisi dan keberadaan bagi komunitas minoritas di negeri ini? Apakah harus menjadi budak belian dan babu? Sungguh disayangkan, ketika sekelompok elit memimpin dengan defile dan berparade menampilkan dengan simbol dan panji-panji kekuatan muncul sebagai monster leviathan ibarat novel Mangunwijaya \"ikan ikan hiu, ido oma\" novel tri logi perjuangan di perairan Ambon dan Laut Bandanaira, budak belian di kekuasaan imperium Belanda.  Negara memiliki kewajiban untuk memastikan adanya jaminan kehidupan dan perlindungan semua warga negara, negara memilik daya paksa untuk taat dan tunduk pada simbol-simbol negara bangsa, negara memiliki kewajiban untuk memastikan hukum Berjalan tanpa diskriminasi, juga negara memiliki kewajiban untuk mewujudkan kepastian hidup seluruh rakyat secara adil dan merata. Namun Jokowi dan PDIP gagal melaksanakannya.  PDIP mesti tahu bawah bangsa  ini tidak pernah diperjuangkan oleh satu suku, satu agama. Laksamana Malahyati berjuang di Aceh, Sisingamangaraja di tanah Batak, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah, Hasannudin di Makassar, Pattimura di Ambon.  Demikian pula ada 7 pahlawan keturunan China, ada Baswedan dari keturunan Arab, pahlawan beragama Katolik dari Jawa Tengah, Slamet Riyadi, Adi Sutjipto, Adi Sumarmo, Yos Sudarso, I.J. Kasimo dll, yang merintis kemerdekaan ini semua suku bangsa dan agama.  Mereka ini keturunan rakyat jelata, bukan darah biru, raja-raja di Nusantara juga tidak pernah berjuang kemerdekaan Indonesia, mereka hanya sebagai pemungut cukai, kaki tangan dan anak emas kolonial, dalam sejarah kolonial hanya 1 orang raja yg diesksekusi mati oleh Belanda, yaitu Raja Ende Lio di Flores, Wangge dieksekusi di Kupang, namun hari ini kesultanan Yogya, dan Kesunanan Solo dan Darah Biru di Jawa mengklaim negeri ini milik mereka, omong kosong!. Indonesia 77 tahun bagi sebuah negara seharusnya sudah cukup untuk bisa membangun negara bangsa (character and nation buillding).  Kalau pemimpin negeri ini, Presiden, MPR, DPR dan pengelola negara tidak mampu memastikan adanya jaminan kehidupan dan eksistensi politik komunitas minoritas dengan berpedoman pada simbol-simbol negara bangsa yang ada saat ini, maka saya mengusulkan PDIP dibubarkan.  Saya mengusulkan bangunan dasar negara disesuaikan kondisi kekinian bangsa:  1. Pancasila tidak mesti dijadikan sebagai asas  tunggal karena semua komunitas bangsa ini memiliki asas yang berbedah bedah, ada yang berasas agama, ada yang berasas budaya, ada yang berasas kepribadian suku dan bangsa di Nusantara.  Sudah saatnya membuka wacana (diskursus) Tuhan sebagai sumber kekuasaan atau sumber moral adalah hal yang mudah diperbincangkan agar termasuk tuntutan akan adanya Piagam Jakarta dan juga Piagam Madinah.  Kemanusiaan  yang adil dan beradap, istilah \"adil dan beradap\" itu kata kerja bukan kata sifat sehingga tidak tepat dimasukan sebagai falsafah hidup (filosofiche groundslack).  Persatuan Indonesia tercerai berai dalam sektarianime dan etnisistas, adalah fakta sosial yang tidak bisa ditutupi atau disembunyikan bahwa ada Islamo phobia, Kristen phobia, Papua phobia, Jawa phobia, Bali phobia sudah mulai tumbuh kembang dan menjamur di mana-mana.  Persoalan permusyawaratan, sistem pemilu sekarang promosional terbuka adalah sistem winers takes all, pemenang ambil semua, tidak tepat karena adanya fakta bangsa kita persebaran penduduk yang tidak seimbang, Jawa masih dominan dari suku lain maka bukan tidak mungkin Presiden melalui pemilihan dan juga legislatif pasti didominasi oleh mayoritas di negeri ini, ini yang namanya kekuasaan berpusat pada satu suku yang cenderung didrive oleh PDIP. Problem saat ini kurangnya distribusi kekuasaan (disturibution of power) yang berdampak pada distribusi keadilan (distribution of justice) maka ada benarnya jika keadilan hanya berpusat pada sekelompok oligarki politik juga ekonomi pada PDIP dan kelompok pemenangnya. 2. NKRI itu hanya sebuah bentuk bangunan negara bangsa, bentuk negara ini sama dan ibarat nomenklatur yang termasuk bangunan sosial, bangunan sosial bersifat dinamis bukan statis dan kaku, sebagaimana sistem sosial yang selalu berubah, NKRI itu juga bisa berubah, sangat ironis seluruh dunia negara kesatuan itu dibentuk jika; luas wilayahnya kecil, negara kontinental (daratan), penduduknya homogen, kekuasaan terpusat.  Kalau bangsa kita jelas bahwa wilayah negara ini terlalu luas, negara maritim, penduduk heterogen, dan pemerintahan demokratis, inilah yang namanya contradictio in terminus. Sudah saatnya kita harus formulasi ulang tentang NKRI dengan bentuk negara federasi atau serikat. Bangsa Aceh bisa mengatur dan mengurus diri sendiri, Sumatera Utara, Kalimantan, Sulawesi dan Bali, NTT dll.  3. UUD 1945 sebagai landasan konstitusional tidak dapat diterapkan dan tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian bangsa Indonesia. Kalau kita cermati sebagai landasan konstitusional tidak mampu menjadi pijakan para pembuat undang undang, berbagai pasal di batang tubuh yang bertentangan dengan berbagai peraturan perundangan yang dihasilkan saat ini.  Selain adanya gugatan sekelompok orang yang dituduh makar yang ingin agar kata \"asli\" dihidupkan kembali juga adanya undang-undang yang bertentangan misalnya hukuman mati, sesuai dengan pasal 28 huruf i UUD 1945 menyatakan pengakuan hak hidup namun dalam UU KUHP masih menerapkan hukuman mati, demikian pula UUD juga tidak statis, kita memilik pengalaman amandemen UUD 1945.  Sudah saatnya UUD 1945 dilakukan perubahan secara radikal untuk mengakomodir agar adanya kepastian kepentingan golongan minoritas dalam eksistensi Republik ini. Seperti Presiden bergilir atau Wapres 2 orang. 4. Bhinneka Tunggal Ika, ini hanya dimaknai secara simbolik tetapi tidak substansial, pengakuan keanekaan secara simbolik tidak disertai dengan kebijakan yang berbhinneka, ketika Presiden menunjuk menteri 28 orang dari 34 di antara berasal dari 1 suku yaitu Jawa maka sejatihnya tidak melaksanakan atau mewujudkan bangsa pelangi atau bhinneka.  Bhinneka adalah bangsa pelangi karena itu tidak tepat kalau disebut Ika atau tunggal, pengakuan secara faktual bahwa kita berbangsa multy etnik dan multi minoritas adalah sesuatu ada (being). Kenyataan hari ini menyaksikan bangunan kebhinnekaan bangsa rapuh bahkan nyaris tuntuh, saatnya mesti belajar mengakui adanya fakta bangsa ini memang berbeda-beda.  Semua riuh rendah dan riak-riak di bangsa ini tidak jatuh dari langit, ada akar historisnya dan ironisnya  persoalan-persoalan ini muncul ketika bangsa ini memilih seorang kepala negara yang orang baik dan lemah namun disuruh mengelola negara besar yang diliputi kompleksitas persoalan. Ini juga buah dari sistem pemilih berbasis penduduk yang tidak relevan, one men, one vote dan one value, yang menempatkan seorang tukang bisa saja bisa menjadi presiden karena suara mereka mayoritas.  Jangan heran juga jika kita telah lihat seorang Wali Kota muncul bak meteor bisa menjadi presiden karena suara dari mayoritas. Kita juga akan menyaksikan terus panggung sandiwara politik identitas suku PDIP. (*)

Momentum Perjuangan Nyaris Kandas dan Tenggelam di Media Sosial

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  \"Seberapa pun terpojok nya , jangan putus asa. Ketika segalanya perlu ditaklukkan, jangan takut. Ketika di kepung oleh bahaya jangan takut bahaya . Ketika tidak mempunyai sumber daya, andalkan akal. Ketika terkejut, kejutkan musuh itu sendiri\" (Sun-tzu). Kita saat ini di kepung orang licik, agresif bertekad mendapatkan apa yang mereka inginkan, bukan hanya sumber daya alam telah mereka kuasai kekuasaan pun total ingin mereka kendalikan dan kuasai. Kekuasaan dan kekuatan Taipan dan Oligargi terasa makin kokoh dan mematikan. Makin banyak penjilat, budak budak dan boneka yang menjijikkan, dengan bermacam macam dalih dan tingkahnya tidak peduli bahwa ini akan hancur, mencari dan mengiba sebagai budak mengais mencari makan kepada penjajah gaya baru saat ini. Tidak mungkin bisa  mengendalikan mereka dengan memberi  yang mereka ingin kuasai, menyenangkan atau menenangkan mereka itu  \"bencana\". Sudah berkali kali di coba  menyerang mereka secara frontal, penguasa dan alat keamanan yang telah menjadi boneka dengan brutal balik menyerang kita. Keadaan tiba tiba berubah : \"Dengan menjadikan sesuatu lebih penting dari pada yang sesungguhnya dan melewatkan kesempatan, suatu urusan menjadi tidak tuntas dan tidak ada penyelesaian sama sekal\". (Tsunetomo, 1659-1720). Perlawanan melalui sarana media sosial bukan tidak penting, mutlak harusnya sejalan dengan perjuangan fisik tetapi momentum perlawanan sering justru kandas di media sosial. Bahkan sesuatu yang tidak penting mengandaskan kesempatan yang seharusnya menjadi titik momentum perlawanan. Ini sama saja menunjukkan dan mempertontonkan kelemahan, kondisi seperti ini akan mengundang banyak bencana . Sepenuhnya mengalah, menyerah, tanpa perlawanan fisik sama saja dengan menyerahkan diri dan bunuh diri. Mereka akan terus menguasai mengintimidasi, mereka tahu sisi kelemahan dan  kerentanan kita, mereka terus mengenali tanda tanda yang sadar atau tidak  kita pertontonkan kepada mereka. Kita hanya cuap cuap marah dan mengancam tanpa perlawanan yang memadai. Mereka  dengan mudah akan memangsa yang rentan dan lemah. Prof Rizal Ramli dalam berbagai kesempatan sangat sering mengingatkan para pejuang perubahan \"hentikan omdo\", berjuanglah dengan arah dan sasaran yang jelas. Menghadapi kondisi seperti ini , sesungguhnya diperlukan sikap berani, harus ada perlawanan sekalipun tidak seberapa bahwa kita serius, siap melakukan perlawanan dengan segala resikonya. \"Tindakan riik lebih layak dipercaya dari pada perkataan hanya berkoar koar akan mengancam\" Rakyat sebagai pemilik sah kekuasaan atas negara ini, harus bisa membangun reputasi sebagai pejuang yang tangguh, layak di hormati dan disegani. Ketika mereka mengira kita tentan, kita harus berani manuver menyerang tanpa mengenal takut dan penuh keyakinan. Membalikan ancaman dengan kemampuan menimpakan  kepedihan, dengan pesan ancaman bahwa kita sanggup mendatangkan kepedihan yang lebih parah, adalah mutlak harus kita ciptakan. Berpenampilan lebih sulit diduga dan tidak rasional, menciptakan reputasi menakutkan , siap berkonfrontasi sampai mati bahkan dalam situasi ekstrim apapun , semangat jihad harus dihidupkan. Kalau mereka meyakini kita  kuat, sulit diduga dan riil ada perlawanan secara fisik dengan semangat jihad, memiliki sumber daya tersembunyi mereka akan melemah dan bisa dihancurkan. Fenomena yang berbahaya dalam kondisi tidak menentu saat ini di bawah kendali Taipan dan Oligargi yang sudah menerkam kita, nyaris tidak ada perlawanan fisik . Sebagian para oposisi sudah merasa sebagai pahlawan ketika sudah bisa cuap-cuap di media sosial tanpa perlawanan fisik yang di perlukan. Perjuangan nyaris kandas dan tenggelam media sosial. Kalau kita tidak pernah melawan, gerak gerik mengancam sekeras apapun yang dilakukan tidak akan digubris dan sia sia . Kita harus sanggup membuang sikap ramah, menjadi keras  dan kejam membela dan menegakkan keadilan untuk menghancurkan kezaliman dan penjajahan gaya baru saat ini. \"Adalah lebih bermakna dan lebih mulia kita ditakuti dari pada dikasihani dan menjadi budak Oligarki\" (*)

Semua Skenario Jokowi Bakal Gagal Total

Oleh Sholihin MS - Pemerhati Sosial dan Politik JOKOWI sepertinya tidak rela untuk melepas jabatannya sebagai Presiden. Boleh jadi karena dirinya menyadari terlalu banyak dosa politiknya, ataukah karena banyak program yang tidak kesampaian. Dosa-dosa politik Jokowi tidak mungkin diabaikan begitu saja, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran hak azazi manusia, penipuan dan penyalahgunaan wewenang. Adapun yang berkaitan dengan program-program yang belum tuntas, bisa dipilah menjadi program yang bermanfaat untuk rakyat banyak dan program yang justru merugikan rakyat. Melihat cara-cara Jokowi merancang sebuah program dan cara mengatasinya, terlihat sangat ambisius, ceroboh, kurang perhitungan, tidak profesional, dan menjadikan hutang sebagai jalan solusi. Secara sunnatullah kekuasaan Jokowi harus berakhir, karena sudah tidak layak lagi untuk memimpin. Walaupun Jokowi terus berusaha untuk memperpanjang kekuasaan atau pengaruhnya, yaitu dengan berusaha terus menjegal lawan politiknya (Anies Baswedan), tetapi takdir Allah mengharuskan Jokowi lengser dan harus digantikan oleh orang yang lurus. Usaha penjegalan terhadap Anies Baswedan bisa dipastikan akan berakhir dengan kekecewaan. Ini skenario Jokowi untuk menjegal Anies Baswedan, yang telah dilakukan dan akan dilakukan. Insya Allah semuanya akan gagal : Pertama, Membentuk Musra. Musra hanyalah akal-akal Jokowi yaitu bahwa Jokowi masih ddukung rakyat. Biasanya relawan capres akan membubaran diri ketika capresnya menang atau kalah. Tapi ini terus dipelihara karena ada agenda terselubung dari Jokowi, yaitu untuk penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan Presiden. Tapi skenario ini telah gagal. Kedua, Mencapreskan Ganjar. Ganjar adalah orang yang sangat digadang-gadang menjadi penerus Jokowi. Ganjar dinilai memiliki kesamaan karakter : tukang bohong, tanpa prestasi, korup, sangat suka pencitraan dan sama-sama boneka oligarki taipan. Diharapkan semua program Jokowi bisa dilanjutkan sekaligus dosa-dosa politik Jokowi bisa dilupakan. Tapi skenario ini gagal setelah PDIP mengambil alih Ganjar untuk jadi petugas partai dan capres PDIP. Ketiga, Menunda Pilkada serentak sampai tahun 2024.  Sebenarnya kebijakan ini melanggar Undang-undang karena seorang Plt itu hanya dibolehkan sampai 6 bulan, bukan sampai 2-2.5 tahun. Skenario ini dimaksudkan untuk membangun kekuatan pro Jokowi sekaligus untuk “mempensiunkan” Anies secara dini agar Anies tidak punya power lagi. Ditambah lagi dengan penunjukkan Heru Budi Hartono sebagai Plt. Gub. DKI. Tapi skenario ini gagal total. Keempat, Menunjuk Heru Budi sebagai Plt. Gubernur DKI. Penunjukan Heru Budi sebagai Plt Gubernur DKI bukan tanpa rencana matang. Karena tugas Heru Budi adalah “menghancurkan” reputasi Anies sekaligus mengacak-acak hasil karya Anies. Semula terasa berhasil, sampai akhirnya ketika kebijakan Heru membongkar trotoar, warga Jakarta ngamuk sehingga rencana “menjatuhkan” reputasi Anies gagal total bahkan malah jadi bumerang. Kelima, Mempertahankan PT tetap 20%. Semula dengan mempertahankan PT 20 % berharap bisa menjegal Anies. Padahal yang mengajukan judicial review ke MK sudah dari berbagai elemem masyarakat, termasuk dari partai politik dan DPD, tapi semuanya ditolak MK. Skenario penjegalan Anies melalui PT ini akhirnya gagal total setelah Nasdem dengan penuh resiko bergabung dengan PKS dan Demokrat mencapreskan Anies. Keenam, Menter-sangkakan Anies melalui KPK. KPK yang dipesan istana untuk mentersangkakan Anies di gelaran formula-E bukannya berjalan mulus, tapi justru menimbulkan gonjang-ganjing di KPK dengan perlawanan dari pehawai dan pimpinan KPK, termasuk dari utusan POLRI yang dipaksa untuk mentersangkakan Anies tapi tidak mau, akhirnya keduanya “dipecat” dari KPK. Yang terjadi justru Firli sendiri yang dibongkar berbagai kebusukan dan pelanggaran hukum dan etika. Skenario ini dipastikan gagal. Ketujuh, Istana menyuruh Moeldoko untuk membegal Partai Demokrat. Langkah ini adalah sebuah langkah yang sangat kasar, arogan, dan licik. Moeldoko sendiri bukan anggota Partai Demokrat, apa lagi pengurus. Makanya sudah 16 kali keluar masuk pengadilan tapi gagal, akhirnya Moeldoko nekad mengajukan PK ke Mahkamah Agung. Tentu saja langkah ini akan gagal karena tidak ada unsur pembenarannya dari sisi hukum untuk bisa dikabulkan. Langkah pasti akan gagal.  Kedelapan, Menjegal Anies melalui Nasdem, PKS, dan Demokrat Jokowi masih juga belum kapok atas kegagalannya menjegal Anies. Langkah berikutnya adalah mendekati Nasdem, PKS, dan Demokrat untuk mengurungkan niatnya mencapreskan Anies. Tapi ternyata langkah ini pun gagal total. Mereka tetap solid untuk mengusung Anies sebagai capres di tahun 2024. Kesembilan Capres hanya 2 calon dan semuanya all Jakowi’s man. Dengan capres hanya dua calon, apalagi semuanya berada di bawah kendalinya, tentu bagi Jokowi sangat menguntungkan karena selain akan memyelamatkan dosa-dosa politiknya juga akan bisa meneruskan program-program Jokowi yang terbengkalai. Sayangnya, semua skenario tersebut telah gagal. Capres menjadi 3 calon, sedangkan Ganjar telah diambil alih PDIP, Prabowo belum tentu sepenuh hati bisa mendukung Jokowi, sedangkan Anies sendiri dengan kuasa Allah akan tetap maju nyapres. Kesepuluh Dilakukan kecurangan-kecurangan seoerti pada Pemilu 2019. Hanya tinggal satu jurus lagi Jokowi bisa memenangkan pertarungan mengalahkan Anies, yaitu melakukan kecurangan di Pemilu 2024. Tapi upaya ini tidak mudah, karena: 1). Modus kecurangan pemilu 2019 sudah terbongkar dan pelakunya (Sambo dan Tito) sudah ketahuan; 2. KPU dan Bawaslu tidak akan seleluasa seperti tahun 2019, mengingat sumber penyumbang dananya sekarang sedang berkonflik; 3). Capres 3 calon sangat diutak-atik; 4). Jokowi dan Megawati justru sekarang berkonfrontasi, lalu oligarki taipan mau dukung siapa, bisa jadi akan lepas tangan; pemantauan dari rakyat saat ini sangat ketat; 6). Selisih suara Anies dengan capres lain bedanya sangat signifikan sehingga tidak mudah “mensubsidi” calon yang kalah; 8. TNI siap bergerak jika terjadi kecurangan. Tertutup sudah bagi Jokowi untuk menjegal Anies. Mau tidak mau Jokowi harus menerima kenyataan kalau tahun 2024 Presidennya adalah Anies Baswedan. Bandung, 2 Dzulqa’dah 1444.

Sentilan Jusuf Hamka Betul Sekali

Oleh Jon A. Masli, MBA - Diaspora LA &  Corporate Advisor TAYANGAN layar kaca TV dan YouTube kunjungan Ketum Perindo, Hary Tanoe,  dan Ketua Umum PSMT Wilianto Tanta usai bertemu dengan Presiden Jokowi di istana, lalu menggelar konferensi pers yang menyatakan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) siap mendukung siapapun capres pilihan presiden. Hal ini membuat heboh para netizen di medsos dengan berbagai komentar kontoversial. Komentar dan kritikan tajam bukan saja oleh para pemuka tokoh  masyarakat Tionghoa di Indonesia, tapi juga oleh para Diaspora WNI etnis Tionghoa di Amerika Serikat, yang masih berstatus WNI, aktif, dan berhak ikut Pemilu walau sudah puluhan tahun bermukim di sini.  Adalah teguran Jusuf Hamka, salah seorang tokoh masyarakat Tionghoa mualaf yang memotivasi penulis  membuat artikel ini dengan tujuan menetralisir bola liar yang berkembang dan berpotensi menyulut kesalahpahaman di antara sesama anak bangsa (antisipasi salah tanggap). Kita yakin Pak HT dan WT tidak bermaksud memamerkan kedekatan mereka dengan Pak Jokowi via konferensi pers tersebut. Tapi ditambah gesture bahasa tubuh dari kedua tokoh Tionghoa ini tercermin dari kecaman - kecaman netizen, terutama antara lain dari tokoh Tionghoa Jusuf Hamka yang  dihormati oleh kalangan masyarakat Indonesia karena kesederhanaannya, walau kaya raya,tapi rendah hati. Komentar Jusuf Hamka begini: \"Sebagai masyarakat Tionghoa, saya tidak pernah memberikan kuasa ke HT atau PSMTI untuk mendukung capres pilihan seseorang. Ini ngawur  bla bla...\" Ada juga komen liar bernada rasis dari netizen: \"Ah  dasar Cina, mentang-mentang tajir, nempel dengan pejabat  berkuasa, sok pamer,  arogan lho, bla bla bla.....\". Komentar ini sempat membuat seorang Diaspora Tionghoa di WAG kami naik pitam. Diapun sontak membalas komen rasis tadi dengan memposting balik: \"Eh elu dasar KADRUN gurun RASIS! Tidak semua Cina itu tajir dan pamer dengan penguasa tau?! bla bla bla...\". Inilah yang dimaksud salah tanggap di tengah krisis perpecahan bangsa ini sejak Pemilu 2019, dimana istilah Cebong dan Kadrun lahir. Hary Tanoe sebagai ketum partai politik Perindo memang tidak menyebut siapa orang yang dimaksud pilihan presiden. Jadi beliau tidak salah. Tapi sebagai Pembina Ormas Tionghoa PSMTI dia sebut PSMTI mendukung siapapun pilihan  Jokowi. Inilah sumber kemelut yang membuat Jusuf Hamka dan para netizen bereaksi. Kita tahu persis, bahwa ormas seperti PSMTI, kalau bermanuver politik praktis, itu tidak etis. Sayangnya masyarakat berpersepsi Hary Tanoe seakan membenarkan PSMTI berpolitik praktis, inilah yang dikecam para netizen. Namun nada umum kecaman ke HT dan PSMTI adalah potensi implikasi salah paham seakan akan etnis dan pengusaha-pengusaha elite Tionghoa mengekor apapun keputusan penguasa mendukung siapapun pilihan capresnya. Sebagai  WNI etnis Tionghoa di  manapun berada,  mereka tentu pasti punya pilihan capres dan partai politik. Mengapa harus  PSMTI yang  mewakili mereka? WNI etnis Tionghoa di Amerika Serikat pada umumnya tidak begitu kenal dengan  ormas PSMTI. Di sini para WNI Tionghoa sudah membaur dengan saudara-saudara Diaspora Indonesia yang etnis Jawa, Batak, Sunda, Padang, Manado, Bugis, dll umumnya mereka sudah punya partai politik pilihan masing-masing.  Betul menurut HT, para anggota PSMTI itu adalah paguyuban warga dan pengusaha etnis Tionghoa. Tapi ingat, PSMTI tidak boleh begitu saja mengklaim sikap politik mewakili masyarakat Tionghoa.  Pernyataan ini tidaklah etis, berpotensi menyulut  kesalahpahaman seakan-akan etnis Tionghoa elite ini punya power berperan ikut menentukan  capres 2024. Sementara jutaan etnis Tionghoa adalah juga \"rakyat biasa\" alias \" bukan orang elite atau the have atau pengusaha kaya seperti stereo type etnis Tionghoa selama ini. Mereka adalah juga rakyat biasa seperti para profesional,  karyawan, buruh, bahkan di TNI, Polri dan lainnya yang status sosial dan rezekinya jauh dari elite. Namun mereka juga ikut berperan dan berkontribusi membangun NKRI. Dalam konteks fenomena ini, kita berharap semoga  orang-orang Tionghoa yang berpendidikan tinggi dan pengusaha sukses seperti HT dan WT dapat lebih bermawas diri untuk mengubur stereo type negatif yang sempat terbangun selama ini oleh ulah sekelompok kecil pengusaha-pengusaha sukses \"sengkek kampungan\"  seakan-akan orang Tionghoa itu selalu dekat dengan para pejabat penguasa dan memamerkannya dengan arogan dan feodalistik untuk kepentingan bisnis. Padahal banyak juga para profesional dan pengusaha sukses etnis Tionghoa  yang tidak berprilaku demikian. Terutama mereka yang biasanya paham apa itu Good Corporate Governance, Conflict of Interest dan beretika. Contoh misalnya tokoh pengusaha Tionghoa Jusuf Hamka, dan beberapa dari \"9 naga\" lain yang kerap low profile. The nine dragons know how to play the game right! Tapi please do not get me wrong, dengan segala hormat kepada Pak HT sebagai tokoh nasional, beliau sudah sukses membangun business empire-nya dan Partai Perindo. Itu suatu achievement yang luar biasa, yang diberkati Tuhan. Namun kali ini mungkin beliau khilaf, sebagai manusia tentu terkadang tidak sadar kita  melanggar nilai atau etika bermasyarakat. Semoga lessons learned ini memberi pelajaran kepada kita, dari etnis apapun untuk perlu lebih mawas diri dalam mendukung rezim penguasa tanpa harus memamerkan kedekatan dengan penguasa dengan vulgar, sembari memahami arti efek conflict of enterest dan etika berpolitik ataupun bernegara tanpa merusak tatanan demokrasi yang berkeadilan. Sehingga kita dapat memberikan kontribusi yang lebih positif bagi NKRI yang kita cintai ini. (*)

Gibran Dipanggil DPP PDIP

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan GARA-gara mendampingi Prabowo bertemu relawan Gibran Jokowi Jawa Tengah dan Jawa Timur di Solo  Gibran putera Jokowi dipanggil DPP PDIP  ke Jakarta. Hari ini dilaksanakan pemanggilan tersebut. Gibran sendiri menyatakan siap untuk ditegur, meski menurutnya ia mendampingi Prabowo dalam kapasitas sebagai Walikota dan Prabowo adalah Menteri Pertahanan.  Dukungan relawan Gibran Jokowi kepada Prabowo terbaca sebagai \"mbalelo\" Gibran atas kewajiban sebagai kader PDIP untuk mendukung Ganjar Pranowo sebagai bakal Capres. Pemanggilan DPP  untuk klarifikasi dan tentu menertibkan kader. Mudah bagi Gibran untuk \"ngeles\". Meskipun demikian publik melihat persoalan hubungan Megawati dan Jokowi menjadi lebih serius. Pidato Musra Jokowi yang tidak terang-terangan mendukung Ganjar Pranowo menjadi sinyal bahkan fenomenal.  Sinyal dukungan kepada Prabowo saat pidato Musra berfungsi sebagai \"tekanan politik\" bagi Megawati. Kemudian berlanjut pada pernyataan dukungan Prabowo oleh relawan Gibran Jokowi di Solo tersebut.  Ketika Megawati melalui Hasto menunjukkan kejumawaan dengan memanggil Gibran maka pemanggilan tersebut terasa sebagai wujud dari kegelisahan Megawati dan PDIP. Ganjar belum mampu menjadi magnet bagi dukungan masif.  Lucunya seorang fungsionaris DPP PDIP Deddy Sitorus menyebut Gibran datang sendiri bukan dipanggil. Gibran membantah ungkapan fungsionaris tersebut. Ia menyatakan panggilan itu dengan pengiriman surat. \"Ada surat tertulis yang ditujukan ke saya, kok\" kata Gibran.  Jika PDIP tegas dalam menegakkan disiplin partai, maka sudah sepatutnya Gibran bukan hanya ditegur tetapi dipecat dari PDIP karena meski sambutan atas Prabowo Itu berhubungan dengan jabatan Walikota dan Menhan tetapi rakyat semua tahu bahwa ada manuver politik Gibran dan juga Jokowi dalam kasus dukungan relawan Gibran dan Jokowi kepada Prabowo.  Memang hubungan Jokowi dengan Megawati tidak sedang baik-baik saja. Peristiwa deklarasi Ganjar oleh PDIP meningkatkan kerenggangan. Manuver Gibran tentu tidak bisa dipisahkan dari kepentingan ayahnya Jokowi.  Walaupun dirinya menyatakan akan tetap tegak lurus sesuai arahan ibu Ketua Umum, tetapi dipastikan Gibran akan lebih tegak lurus lagi kepada arahan Presiden Republik Indonesia.  Sebagaimana ayahnya, kata-kata Gibran memang sering tidak jelas. Pasca pemanggilan justru ia \"bertengkar\" dengan Deddy Sitorus. Pertengkaran kata-kata. Gibran dengan Jokowi bagai anak panah dengan busurnya. Berkata dalam banyak makna.  \"Kau adalah busur yang melesatkan anak panah hidup. Pemanah mengetahui sasaran di jalan yang tidak terhingga. Ia melengkungkanmu sekuat tenaga agar anak panah melesat cepat dan jauh\".  Demikian bait puisi Kahlil Gibran.  Bandung, 23 Mei 2023

Kinerja GoTo Buruk, Investasi Telkomsel di Saham GoTo Rugi Rp6,74 Triliun Pada 2022

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) RAGI PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GoTo) tahun 2022 mencapai Rp40,4 triliun. Lebih besar dari rugi tahun 2021 sebesar Rp22,5 triliun. Kinerja perusahaan GoTo sejauh ini tidak menunjukkan perbaikan. Sebaliknya, rugi GoTo membesar. Rugi usaha mencapai Rp30,3 triliun, atau 2,66 kali lipat dari pendapatan usaha sebesar Rp11,4 triliun. Sedangkan total akumulasi rugi GoTo membengkak dari Rp79,1 triliun pada akhir tahun 2021 menjadi Rp118,5 triliun pada akhir tahun 2022. Dengan kinerja yang sangat buruk dan akumulasi rugi yang terus membengkak, harga saham GoTo juga ikut anjlok, dari Rp338 per saham pada saat IPO April 2022 menjadi Rp91 per saham pada penutupan akhir tahun 2022. Penurunan harga saham GoTo membuat nilai investasi Telkomsel di saham Goto anjlok, dengan nilai kerugian mencapai Rp6,74 triliun, seperti terungkap dari laporan keuangan Telkom tahun buku 2022, halaman 50. Dengan kondisi rugi terus, harga saham GoTo akan sulit naik. Harga Rp91 per saham seharusnya juga sangat kemahalan. Sepertinya ada yang mainkan harga saham GoTo untuk bertahan di sekitar Rp90-an hingga Rp110-an per saham.  Artinya, ada yang melanggar ketentuan Bursa, apakah itu price fixing atau insider trading. Otoritas Jasa Keuangan harus menyelidiki kemungkinan ada praktek kejahatan keuangan tersebut yabg bisa merugikan investor publik.  Karena, fluktuasi harga saham GoTo sangat tidak normal. Tidak ada faktor yang bisa menjelaskan fluktuasi harga saham yang tidak normal tersebut. Patut diduga ada pihak yang dengan sengaja mengkatrol harga saham GoTo dari Rp91 per saham pada akhir tahun 2022 menjadi Rp130 per saham pada 8 Maret 2023. Naik sekitar 43 persen. Tidak normal. Apakah praktek ini untuk menjaga alias “memanipulasi” pasar, agar harga saham GoTo menjadi lebih tinggi pada saat penutupan laporan keuangan triwulan I (31 Maret) 2023? Harga saham GoTo anjlok lagi menjadi Rp109 per saham per 31 Maret 2023, dan masih anjlok lagi menjadi Rp91 per saham pada 13 April 2023. Harga saham GoTo masih dikatrol lagi menjadi Rp115 per saham per 19 Mei 2023. Tidak ada alasan harga saham GoTo bisa naik. Karena prospek bisnis GoTo tidak menunjukkan perbaikan. Sebaliknya kinerja GoTo masih tetap buruk, dengan membukukan rugi besar, rugi Rp4,04 triliun pada triwulan I 2023. Rugi ini belum termasuk beban amortisasi goodwill sekitar Rp2,75 triliun per triwulan atau Rp11 triliun per tahun. Dengan tidak memperhitungkan beban amortisasi goodwill pada laporan keuangan triwulan I 2023, manajemen GoTo dapat disangkakan menyembunyikan informasi penting, dan melanggar prinsip akuntansi yang berlaku. Otoritas Jasa Keuangan dan DPR harus memeriksa manajemen GoTo terkait dugaan manipulasi harga saham dan dugaan manipulasi laporan keuangan triwulan I 2023. (*)

Negara Sakit, Anies Hadir Membawa Perubahan

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa JANGAN takut, jangan gentar dan jangan mundur menghadapi segala tantangan. Begitu pesan Anies Baswedan kepada para relawan di Gedung Tenis Indoor Senayan Jakarta (21/5). Baliho kita dirobek, spanduk kita dicopot, jangan hanya difoto, tapi laporkan kepada pihak kepolisian. Supaya kita tahu siapa dan dari pihak mana yang merobek baliho dan mencopot spanduk itu. Tapi, kita terbuka untuk siapapun. Jangan halangi mereka menawarkan gagasan. Kita siap disandingkan, kita siap ditandingkan. Kalau lomba lari, kita nyerah. Kalau adu gagasan, kita siap. Kata Anies melanjutkan. Betul juga. Bangsa ini didirikan dan dibangun dengan gagasan, bukan dengan jogging dan bagi sembako. Di sini, kualitas calon pemimpin bisa dinilai. Pemilu bukan ajang hiburan, pemilu bukan sekedar pesta demokrasi, dan pemilu bukan hanya soal elektoral. Tapi pemilu adalah bagaimana mengembalikan rute perjalanan bangsa ini sesuai dengan cita-cita kemerdekaan. Dan cita-cita kemerdekaan itu adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sinilah spirit pencapresan Anies terbaca: semangat meluruskan rute perjalanan bangsa menuju cita-cita keadilan sebagaimana yang diamanahkan oleh founding fathers. Amanah yang dititipkan di pundak pemimpin adalah bagaimana memastikan kesetaraan dan keadilan itu hadir dan dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bukan oleh elit dan kelompok terbatas, tapi oleh seluruh rakyat Indonesia dimanapun mereka tinggal. Anies bercerita, ketika dalam perjalanan di Purwodadi Jawa Tengah, ia dicegat oleh seorang petani. Sang petani berkata:  Pak Anies, masalah kita adalah mafia. Kami sulit mendapatkan pupuk dan tidak memiliki kepastian harga jual produk pertanian. Ini semua gara-gara adanya mafia yang dibiarkan. Kelak jika jadi presiden, Pak Anies harus singkirkan para mafia itu, pesan si petani kepada Anies dalam bahasa Jawa. Bangsa ini dirusak oleh banyak mafia. Di hampir semua lini kehidupan berbangsa ada mafia. Ada mafia tanah, ada mafia parkir, ada mafia kesehatan, ada mafia proyek, kata Anies. Mafia impor, mafia tambang, mafia mobil listrik, dan masih banyak lagi mafia-mafia lainnya. Mungkin tidak cukup 100 halaman untuk membuat list para mafia itu . Semua kita sadar bahwa negara ini menjadi sarang mafia. Butuh pemimpin yang tegas dan berani. Bukan asal berani, tapi berani karena benar, lanjut Anies. Berani tapi gak benar, \" yo akeh tunggale\".  Anies pun menyinggung soal hukum. Kata Anies: hukum tidak boleh hanya tegak ke bawah, tapi harus juga tegak ke atas. Tidak boleh hanya tegak ke lawan, tapi juga harus tegak ke kawan. Seperti juga diungkap oleh Prof Denny Indrayana dalam puisinya yang viral di medsos: hukum selama ini berkawan dengan koalisi, tetapi tidak dengan oposisi. Anies menyinggung kasus BTS 4G. Sepakat dengan ketum Nasdem Surya Paloh. Kasus BTS 4G harus dituntaskan. Usut secara transparan, dan bongkar kepada semua yang terlibat, tanpa pandang bulu. Siapa yang terlibat ya? Nah, ini tantangan buat Jaksa Agung. Dia aparat hukum atau petugas politik. Ini perlu dibuktikan dengan pengusutan kasus BTS 4G Kominfo. Baru kali ini pidato Anies sangat vulgar dan menggelegar. Mengingatkan pada Ir. Soekarno ketika menyuarakan kemerdekaan. Tidak seperti biasanya. Halus dan kelewat santun. Lebih didominasi oleh bahasa sindiran. Wajar, Anies dibesarkan di pulau Jawa, tepatnya di Jogja. Masyarakat Jogja sehari-hari berkomunikasi dengan bahasa Jawa yang sangat halus dan santun. Selalu menjaga rasa, agar tidak ada yang tersinggung. Pesan sampai, tapi hati tidak terluka, meski Anies terus menerus dilukai. Bukan hanya dilukai, diganggu haknya tanpa henti sebagai gubernur DKI dalam bekerja, dan diganggu hak demokrasinya sebagai warga negara yang ingin mengabdi untuk menimpin negeri. Sulit menemukan seorang tokoh yang setabah Anies. Ia kuat untuk menahan semua kedzaliman yang bertubi dialamatkan kepadanya. Pidato Anies kali ini, lain. Sangat berbeda dari sebelumnya. Anies memilih jalur berhadapan. Momentumnya sudah tepat untuk menunjukkan posisioning dirinya. Seolah Anies ingin katakan: saatnya kami hadapi.  Pidato Anies dari menit awal hingga detik terakhir, semua ungkapan yang disampaikan olehnya begitu jelas dan tegas. Semua berisi tentang koreksi bangsa yang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bangsa yang semakin jauh rutenya dari cita-cita kemerdekaan. Anies hadir sebagai calon presiden yang siap mengembalikan rute itu. Negara sedang-sedang ridak baik-baik saja. Anies siap tampil untuk memperbaikinya. Anies membawa semangat perubahan yang jelas tawaran konsepnya. Anies telah menyampaikan tahap demi tahap konsep kenegarawanannya. Anies telah mengawali gagagasan perubahannya. Masuk ke titik-titik yang kedepan perlu secara niscaya dilakukan perubahan. Anies telah menunjukkan mana yang yang harus dilanjutkan, mana yang harus diubah. Begitu banyak yang harus diubah, karena terbukti banyak kebijakan yang menurutnya telah menelantarkan dan menyengsarakan rakyat. Semua program yang selama ini menjauhkan rakyat dari rasa aman, nyaman dan sejahtera, harus diubah dan diganti dengan progam kesejahteraan dan keadilan. Kata Anies, negara ini didirikan bukan untuk sekelompok elit penguasa, tetapi negara ini didedikasikan untuk seluruh rakyat Indonesia.  Ribuan relawan yang hadir dari berbagai wilayah dengan ongkos kantong sendiri pun pulang dengan semangat membara. Mereka puas mendengar pidato Anies. Inilah yang mereka tunggu. Sosok Anies yang berbeda dari pendahulunya, dan berbeda pula dari calon lainnya. Anies memang beda. Untuk apa berjuang kalau itu sama. Mereka tidak menyesal hadir membawa pulang kesadaran untuk berjuang dan lebih bersemangat lagi. Bukan untuk Anies Baswedan. Tapi untuk menyongsong keadilan bagi srluruh rakyat Indonesia. Untuk menyongsong kesetaraan yang bisa dirasakan bersama. Anies hanya menjadi penerima amanah untuk memimpin mewujudkan cita-cita keadilan dam kesetaraan itu. Jakarta, 22 Mei 2023.