OPINI

Ekonomi Indonesia Kuartal II-2020 Minus -25%

by Anthony Budiawan Jakarta FNN – Ahad (16/08). Pertumbuhan Kuartal I-2020 Lebih Buruk dari Jepang. Judul tulisan ini bukan fitnah. Bukan Hoaks. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 (Q2/2020) minus -25%, dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, Quarter-on-Quarter (QoQ) yang disetahunkan. Judul tulisan ini mengimbangi berita yang dimuat banyak di media massa Indonesia tentang pertumbuhan ekonomi dunia di masa resesi. Kompas.com pada 31 Juli menurunkan berita: Ekonomi AS Minus 32,9 Persen pada Kuartal II-2020, Terburuk sejak 1921: https://money.kompas.com/read/2020/07/31/084125926/ekonomi-as-minus-329-persen-pada-kuartal-ii-2020-terburuk-sejak-1921?page=all Bisnis.com juga menurunkan berita serupa: Ekonomi AS Terkoreksi 32,9 Persen, Penurunan Tertajam Sejak 1947: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200730/9/1273344/ekonomi-as-terkoreksi-329-persen-penurunan-tertajam-sejak-1947 Dan banyak media online lainnya yang menurunkan berita dengan isi sejenis seperti republika.co.id, inews.id, tempo.co, cnnindonesia.com, cnbcindonesia.com dan banyak lagi. Inti isi berita tersebut adalah ekonomi AS turun 32,9 persen pada kuartal II-2020. Selain itu, banyak media massa Indonesia juga menurunkan berita ekonomi Singapore turun 42,9 persen pada kuartal II-2020. Pada 11 Agustus 2020, cnnindonesia.com menurunkan berita dengan judul Resesi Singapura, Ekonomi Minus 42,9 persen pada Kuartal II: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200811131634-532-534460/resesi-singapura-ekonomi-minus-429-persen-pada-kuartal-ii Dan kompas.com menurunkan berita Singapura Resesi, Ekonomi Kuartal II Minus 42,9 Persen Dibandingkan Sebelumnya : https://money.kompas.com/read/2020/08/11/090100126/singapura-resesi-ekonomi-kuartal-ii-minus-42-9-persen-dibandingkan-sebelumnya. Dan banyak media lainnya juga menurunkan berita sejenis. Apakah berita tersebut benar? Apakah ekonomi AS dan Singapore turun 32,9% dan 42,9%? Yang jelas, isi berita tersebut kurang tepat. Setidak-tidaknya penjelasannya tidak lengkap. Banyak kekurangan. sehingga pengertian dan substansi isi berita melenceng. Nampaknya, media yang mengutip berita luar negeri tersebut tidak menyimak isi berita dengan baik. Mungkin karena kurang paham masalah ekonomi, sehingga asal muat saja. Tetapi, akibatnya fatal. Karena data tersebut juga dikutip dan menjadi rujukan banyak pihak, termasuk pejabat. Para pejabat yang mengutip juga tidak paham soal apa yang dibicarakan, sehingga sempurnalah kekisruhan data ekonomi tersebut. Interpretasi yang benar adalah, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Singapore pada Q2/2020 masing-masing turun (minus) -9,5% dan -13,1 persen dibandingkan kuartal sebelumnya (Q1/2020), atau Quarter-on-Quarter (QoQ), setelah dikoreksi faktor musiman (seasonally adjusted). Pertumbuhan ekonomi AS pada Q2/2020 yang sebesar -9,5% ini, kalau disetahunkan (annualized), menjadi minus -32,9%. Maksudnya, kalau ekonomi AS pada tiga kuartal berikutnya juga tumbuh dengan minus -9,5%, maka pertumbuhan setahun ke depan akan menjadi -32,9% (compound). Hitungannya, (1+pertumbuhan) dipangkatkan 4 dikurangi 1: (1+(-9.5%)) ^ 4 -1. Sebagai ilustrasi, kalau pada awal periode, anda ada uang Rp 100, dan setiap kuartal berikutnya turun -9,5%, maka pada Q1 uang anda menjadi Rp 90,5 (berkurang 9,5%), pada Q2 menjadi Rp 81,9 {(100%-9,5%) x Rp 90,5}, pada Q3 menjadi Rp 74,1 dan pada Q4 menjadi Rp 67,1, atau 67,1% dari Rp 100. Artinya turun Rp 32,9 atau 32,9% dari Rp 100. Dengan demikian, berdasarkan perhitungan yang disetahunkan, annualized, ekonomi AS dan Singapore masing-masing terkontraksi minus -32,9% dan -42,9%. Berdasarkan perhitungan ini, maka ekonomi Indonesia pada Q2/2020 anjlok minus -25% (QoQ, SA, annualized), karena pada Q2/2020 ekonomi Indonesia minus -6,9%, QoQ-SA. Bagaimana dengan Q1/2020? Ekonomi Indonesia pada Q1/2020 minus 0,69% (QoQ-SA). Sedangkan ekonomi Jepang pada Q1/2020 minus 0,56% (QoQ-SA). Jadi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q1/2020 sebenarnya lebih buruk dari Jepang, secara QoQ-SA. Semoga untuk ke depannya, media massa dapat menurunkan berita ekonomi secara lebih cermat. Para wartawan dan editor diharapkan mencerna sungguh-sungguh berita yang dikutip dari luar negeri, agar tidak menyesatkan publik. Dapat memberi informasi yang tepat kepada para pejabat serta pengguna data. Berikut ini adalah contoh berita yang memberi informasi secara lebih cermat dan benar: U.S. Economy Shrinks at 32.9% Annualized Pace: https://www.treasuryandrisk.com/2020/07/30/u-s-economy-shrinks-at-32-9-annualized-pace/?slreturn=20200715022946 Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

KAMI Sebagai Jembatan Aspirasi Rakyat

by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Ahad (16/08). Pembentukan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mendapat respon bagus di kalangan masyarakat. Ada harapan yang digantungkan masyarakat kepada koalisi tokoh-tokoh oposisi yang tergabung dalam KAMI tersebut. Masyarakat tidak bisa berharap banyak dari rezim yang sedang berkuasa sekarang. Dasar terbetuknya KAMI penyelamatan bangsa. Untuk menolong negara yang akan tenggelam akibat salah kelola dari para penyelenggara negara. Sebab di era Pemerintahan Jokowi, tercatat kondisi bangsa parah hampir di segala bidang, baik ekonomi, politik, budaya, maupun agama. Sulit untuk menyebut adanya prestasi dari kinerja yang baik dari kepemimpinan di pemerintahan Jokowi. Pandemi covid sebagai musibahpun masih dijadikan lahan untuk menggerus uang negara. Melalui pembentukan sejumlah peraturan perundang-undangan yang berbau rekayasa. Tujuanya untuk menolong korporasi dan oligarkis licik, picik, tamak dan culas yang sudah bangkrut sebelum datangnya Pendemi covid. KAMI nampaknya bukan untuk "kami" tetapi untuk kita semua. Untuk bangsa dan negara. Untuk menyelamatkan Indonesia dari kebangkrutan yang lebih parah. Kita sebagai rakyat sekarang ini merasa tersumbat aspirasi oleh hegemoni korporasi, oligarkhi, atau tirani kekuasaan. Tata kelola kekuasaan yang dikendalikan oleh korporasi dan konglomerasi semata. Para tokoh yang berhimpun dalam koalisi, sebagian besar diantaranya adalah para senior yang berkategori "sudah selesai dengan urusan dirinya". Artinya, mereka itu memiliki spirit pengabdian penuh dan tinggi. Mereka mengkontribusikan sisa usia bagi kemashlahatan rakyat, bangsa, dan negara. Mereka berikhtiar untuk suatu perubahan ke arah yang lebih baik. Namun kekuatan infrastruktur politik juga tentu menentukan. Di saat partai politik terkooptasi oleh kekuasaan kapitalistik, korporasi dan konglomerasi, kelompok penekan tersandera oleh kekuatan represif, dan media yang menderita sesak nafas akut. Keberadaan tokoh politik (political figure) yang berhimpun di dalam KAMI untuk menyuarakan aspirasi rakyat menjadi sangat penting. Sangat dibutuhkan saat ini. Sebagai wujud dari gerakan moral politik yang aspiratif. Moral politik yang perduli terhadap kemiskinan rakyat. Moral politik yang perduli terhadap pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK). KAMI adalah koalisi masyarakat sivil (sivil society) yang resah dan perduli dengan petumbuhan ekonomi yang minus -10,34% bila dihitung dari awal Januari 2020. Koalisi civil society yang resah melihat pelanggaran terhadap konsitusi negara di depan mata. Contohnya nyata adalah dihilangkannya hak budgeting DPR untuk mengawasi APBN selama tiga tahun. Aspirasi publik bergaung untuk keyakinan bahwa menyelamatkan negeri harus dimulai dengan dialog dinatara anak-anak bangsa. Kebenaran bukan hanya milik penguasa. Dialog agar muncul kesadaran bahwa Presiden sebaiknya mundur dari jabatannya. Mundur sebagai bentuk kesasdaran untuk menyelamatkan bangsa dari krisisi multi demensi. Dengan adanya kepemimpinan bangsa baru, maka langkah dan upaya pembenahan dilakukan. Bisa bembangun kembali kepercayaan rakyat kepada bangsa dan negara. Mebangun kembali harapan dan cita-cita tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam alinea ke emapat Pembukaan UUD 1945. Mungkin dilakukan secara segmenter atau elementer. Seluruhnya berbasis Ideologi dan Konstitusi. KAMI adalah fenomena tersendiri. Wadah silaturahmi untuk menyelamatkan negeri. Kiprahnya dinanti oleh rakyat yang semakin terhimpit dan tereliminasi di negerinya sendiri. Koalisi aksi. Bukan sekedar basa-basi politik. Tetapi merealisasikan tugas, perintah dan amanat Proklamasi. "Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain dilaksanakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya". Dua spirit Proklamasi, yaitu merdeka dari penjajahan dan pemindahan kekuasaan harus dilakukan secara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. KAMI adalah koalisi cerdas, berani, dan berdaya guna. Berjuang demi kebaikan bangsa dan negara. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Pidato Kenegaraan Jokowi, Harapan Hampa

by Ubadilah Badrun Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Pidato Kenegaraan Jokowi seperti harapan hampa. Diantara ciri harapan hampa adalah pidato yang melangit, tapi lupa terhadap pijakan di bumi. Menghayal atau mimpi. Bermimpi bahwa Indonesia dalam beberapa bulan kedepan akan pulih, dan ekonomi tumbuh diatas 4 persen adalah harapan hampa. Tidak realistis. Jokowi lupa kalau kakinya ada di Solo. Lupa menginjakan kaki di bumi bahwa saat ini angka pertumbuhan ekonomi Indonesia minus lebih dari 5 %. Kalau lupa, sebaiknya Jokowi tengoklah rakyat miskin dan pengangguran di Solo, di Jawa, di Jakarta, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Bali, Lombok, hingga Papua. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada maret 2020 menyebutkan, penduduk miskin mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang. Agustus ini tentu saja akan terus mengalami kenaikan. Sebab tidak ada tanda-tanda perbaikan ekonomi yang memberi harapan. Perumpamaan ekonomi saat ini sedang hang. Seperti perangkat komputer harus di re-start atau di re-booting ualng. Itu juga perumpamaan yang keliru. Sebab sama sekali tidak tepat, karena krisis ekonomi saat ini bukan sekedar diselesaikan dengan pencet tombol untuk re-start atau re-booting, tetapi kerusakanya ada pada sistem dan tata kelolanya yang kacau dan amburadul. Tidak terlihat tata kelola yang baik dan benar. Tata kelola itu hanya bisa berjalan dengan baik, jika ada pemimpin yang mampu memanajnya dengan baik. Secara sederhana berarti ada persoalan pada sistem yang keliru. Tragisya, kekeliruan tersebut sebagai akibat persoalan kepemimpinan. Jadi perumpamaan yang tepat adalah saat ini sistem komputer sedang rusak parah. Sementara operatornya gagal memahami kerusakannya. Tidak juga memehami sistem yang bekerja pada komputer. Operatornya menjadi bingung sana-sini. Akibatnya, tidak tau bagaimana cara untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi pada komputer. Bisanya hanya menyalahkan lingkungan sekitar. Padahal permasalahan utama adalah operator yang gagal faham. Akibat gagal faham, maka tidak bisa menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dan benar. Peraturan dibuat saling bertabrakan antara satu dengan yang lain. Undang-undang bertabrakan dengan konstitusi. Hilangnya hak budgeting DPR sebagai salah satu contoh paling sederhana. Belom lagi peraturan-peraturan lain yang dibawahnya. Pidato kenegaraan Jokowi juga berlebihan. Tidak realistis terhadap kenyataan yang dialami masyarakat. Membangga-banggakan diri bahwa Indonesia sudah termasuk negara dengan kategori middle income country. Padahal sekarang ini ekonomi kita terpuruk dengan angka pertumbuhan minus 5 persen lebih. Dalam pidato kenegaraan yang hampa itu, Jokowi sengaja tidak menjelaskan bahwa status middle income country yang diberikan World Bank tersebut, didasari atas perhitungan Gross National Income (GNI) per capita Indonesia tahun 2019 lalu. Bukan pada GNI tahun 2020, dimana ekonomi Indonesia saat ini sedang terpuruk. Peernyataan Jokowi tentang tentang middle income country atas perhitungan GNI tahun 2019 tersebut, sama saja seperti Soeharto pidato tahun 1998 silam. Ketika itu Soeharto bercerita bla-bla tentang ekonomi Indonesia yang tumbuh sebesari 8,46%, namun tanpa menjelaskan perhitungan dan pertumbuhan ekonomi tahun 1997. Tapi Soeharto tidak hanya bisa berpidato seperti itu saja. Soeharto bersikap legowo dan kesatria. Seoharto mengerti betul sopan-santun bernegara dalam keadaan krisis. Sehingga Soeharto dengan berjiwa besar, rela mundur dari kursi Presiden. Sikap kesatria Soeharto inilah yang diharapkan muncul dari Jokowi. Penulis adalah Pengajar di Universitas Negeri Jakarta.

Pengacara Bajingan

by Zainal Bintang Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Hari ini di Indonesia, di Jakarta dan di ibukota republik tiga perwira tinggi polri, PU, NB dan NSW, pengacara ADK serta seorang Jaksa PSM, rontok. Mereka dijebloskan ke dalam tahanan. Terseret kasus penyuapan dan pemalsuan dokumen untuk buronan Djoko Tjandro, tersangka kasus cessie Bank Bali. Buronan sebelas tahun lalu itu, diringkus sehari sebelum Hari Raya Idul Adha (30/07). Bertepatan malam takbiran menyambut hari raya Idul Qurban, dimana umat Islam diwajibkan menyembelih hewan kurban. Djoko Tjandara diringkus oleh Pilisi Diraja Malaysia (PDRM). Kemudian diserahkan kepada tim Polri di salah satu Kantor Polisi atau Bandara di Malaysia. Memperingati ulang tahun proklamasi kemerdekaan yang ketujuh puluh lima, bangsa ini dilanda duka dan luka yang dalam. Terkoyak oleh penangkapan pejabat penegak hukum yang terjerumus ke dalam lembah kenistaan pelanggaran hukum. Lantas, pada saat ulang tahun bangsa ini, hadiah dan tanda kesyukuran apakah yang akan diberikan kepadanya? Noda hitam penyuapan dan penyalahgunaan jabatan yang melanggar sumpah sangat memukul hati dan melukai perasaan rakyat sebagai bangsa yang beradab. Kasus Djoko Tjandra yang menghebohkan itu mendorong saya membaca ulang novel yang berjudul “Rogue Lawyer” atau “Pengacara Bajingan” karya John Grisham. Novelis, kelahiran Jonesboro, Arkansas, AS, 8 Februari 1955. Novel itu dirilis Oktober 2015 di Amerika. Di Indonesia, novel berjudul “Pengacara Bajingan” sudah diterjemahkan dan diterbitkan grup penerbit Gramedia (2017). Sang novelis itu mantan politikus dan pensiunan pengacara Amerika Serikat. Dia dikenal sebagai penulis novel bertema hukum. Telah melahirkan puluhan novel, yang semuanya boleh dikata best seller di seantero dunia. Novel “Pengacara Bajingan” menceritakan tentang pengacara jalanan yang bernama Sebastian Rudd. Tidak punya kantor tetap. Bekerja sesuai dengan waktunya. Kegiatannya berlangsung di dalam mobil van kargo besar merk Ford yang dilengkapi oleh jendela anti peluru. Ada Wi-Fi. Kulkas kecil. Bar untuk minuman keras. Kasur dan perlengkapan senjata lainnya. Selain itu, Sebastian Rudd juga tidak memiliki perusahaan, mitra kerja, karyawan maupun petugas lainnya. Hanya sendirian tinggal di sebuah apartemen kecil. Sehari-hari didampingi seorang yang disebut partner penunjukan Negara Bagian. Grisham memulai ceritanya dengan mengatakan : Namaku Sebastian Rudd. Meskipun aku pengacara jalanan terkenal, kau tak akan melihat namaku di papan iklan, di bangku-bangku halte bus atau meneriakimu dari buku telepon. Aku tak sudi mengeluarkan uang untuk dilihat orang di TV, meskipun sering menjadi berita di TV. Namaku tak ada di buku-buku telepon. Aku juga tak punya kantor konvensional. Secara resmi aku membawa pistol. Soalnya nama dan wajahku cenderung menarik perhatian orang-orang yang juga membawa senjata dan tidak keberatan menggunakannya. Sebastian juga membenci asosiasi pengacara. Gemar memberi bocoran kepada wartawan secara cuma-cuma. Grisham menjelaskan pada sebuah wawancara, kisahnya bukan terinspirasi dari pengalaman pribadi. "Aku diam-diam mengagumi pengacara yang memiliki sedikit waktu di kantor, dibandingkan mereka yang bertempur di depan juri atau klien". Diapun tidak pernah menawarkan diri mengambil kasus pria yang akan dihukum mati. Memiliki profesi sebagai pengacara selama sepuluh tahun membuatnya benar-benar ingin menjadi pengacara nakal. Sebagai anggota Badan Pembuat Undang-Undang di Mississippi, Grisham memiliki pengetahuan yang luas mengenai lika-liku “lorong gelap” permainan hukum di Amerika. Hal itu sangat membantunya menciptakan karakter setiap tokoh dalam banyak novel yang bertema hukum. Dia kenyang dengan permainan intrik dan berbagai kebusukan. Termasuk penjungkirbalikan kejahatan menjadi kebenaran. Grisham tidak segan-segan mengkritik sistem hukum di negaranya. Hal ini dapat ditemui dalam novelnya yang mengecam sikap seorang jaksa yang menutup mata dan hatinya terhadap kebenaran, meskipun sesungguhnya adalah fakta. “Sistem yang gila dan sangat tidak adil. Saksi-saksi yang dipersiapkan pihak kejaksaan yang bersaksi untuk Negara Bagian ditutup-tutupi dengan legitimasi, seolah-olah mereka disucikan oleh otoritas”. Grisham melalui Sebastian Rudd berucap, “Polisi, ahli, bahkan informan yang dimandikan dan dibersihkan dan disuruh memakai pakaian rapi, semua bersaksi dan berbohong dalam upaya terkordinasi untuk mengkesekusi klienku. Tapi saksi-saksi yang tahu kebenarannya, dan memberitahu yang sebenarnya, langsung diabaikan dan dibuat agar terlihat bodoh”. Dengan nada lirih Rudd mengatakan, “seperti banyak sidang lain, ini bukan demi kebenaran, melainkan kemenangan”. Mayoritas klien yang ditangani oleh Rudd adalah para kriminal di kotanya yang kecil. Dan mayoritas berumur rata-rata dibawah duapuluh tahun. Bahkan ada yang baru berumur dua belas tahun. Dan di dalam memperjuangkan penyelamatan klien kecilnya, Rudd benar-benar berjibaku menggunakan semua instink, ketajaman feeling dan juga sering berupa nasib baik. Melalui tokoh “ciptaannya” yang bernama Sebastian Rudd, Grisham memiliki pijakan yang kuat membuka kebobrokan sistem hukum di negaranya. Rudd menjelaskan kasusnya dengan menuliskan, “aku sedang membela pemuda putus sekolah delapan belas tahun yang menderita kerusakan otak, dan dituduh membunuh dua gadis kecil dalam salah satu kejahatan paling keji yang pernah kutemui”. Ruud mengakui, “pekerjaanku berlapis-lapis dan rumit. Aku dibayar oleh Negara Bagian untuk penyediaan pembelaan kelas satu bagi seorang terdakwa pembunuhan. Ini mengharuskanku berupaya mati-matian di ruang sidang tempat tak seorangpun mendengarkan. Gardy sudah dianggap bersalah pada hari dia ditangkap, dan sidangnya hanya formalitas”. Yang menarik dari karya-karyanya yang bertemakan hukum, Grisham selalu memadukan duet pengacara dengan wartawan. Pemberitaan media yang kredibel yang mewakili luka hati masyarakat akibat merebaknya praktik “mafia” hukum, diyakininya masih dapat menjadi rem tangan kelajuan praktik pagar makan tanaman yang dilakukan aparat penegak hukum. Namun demikian, ada yang membedakan posisi Sebastian Rudd sebagai pengacara bajingan dengan pengacara salon. Rudd hanya menangani klien-klien manusia terbuang yang tidak punya status sosial dan eknomi yang jelas. Dianalogikan sebagai “bajingan” yang ongkos persidangannya ditanggung oleh negara. Dengan menggunakan kehidupan liar, para “bajingan” tersebut sebagai latar belakang novelnya, Grisham menemukan ruang terbuka untuk membeberkan secara dramatis berbagai ketimpangan, kecurangan dan praktik kongkalikong pejabat hukum, justru oleh mereka hukum itu dikoyak-koyak. Novel kedua Grisham berjudul The Firm adalah yang pertama dibikin film, dengan judul yang sama dibintangi oleh Tom Cruise. Film ini menjadi salah satu film box office di tahun 1993. Kisah keluarga Joey Morolto Mafia Chicago. Mitra perusahaan hukum tempat Mitch (Tom Cruise) bekerja serta sebagian besar rekan, semua terlibat dalam skema penipuan pajak dan pencucian uang besar-besaran yang bermarkas di Cayman Island yang dikenal dengan Tax Haven Island (Pulau Surga Pajak). Novel Grisham yang lain yang sukses ketika diangkat ke layar lebar (1994) adalah The Pelican Brief (Catatan Kasus Pelikan), dibintangi Julia Roberts dan Denzel Whasington yang berperan sebagai wartawan. Berkisah tentang keuletan seorang mahasiswi fakultas hukum bersama sang wartawan membongkar kebusukan kolusi politisi dan pengusaha. Bahkan ada benang merah yang menghubungkan kasus ini dengan presiden dan seorang pengusaha kaya kerabat Istana. Ketika digalakkan kampanye Tax Amnesty (pengampunan pajak) di Indonesia (2016 – 2017), pemerintah permah menyebut dan tersebar di media, bahwa ada sejumlah pengusaha kakap Indonesia menyimpan uangnya di Tax Haven Island dalam jumlah fantastis Rp. 11 ribu triliun. Seperti biasa, sebuah pesan masuk di WhatsApp. Mempersoalkan sampai dimana implementasinya di Indonesia motto dunia hukum yang berbunyi : “Fiat Justitia Ruat Caelum”, (Hendaklah Keadilan Ditegakkan, Walaupun Langit Akan Runtuh), sebagaimna diucapkan Lucius Calpurnius Piso Caesoninus (43 SM). Di bawah bayang-bayang hitam kasus brutal Djoko Tjandra. Di langit Indonesia saat ini mendung gelap bergelantungan. Di tengah nafas kemerdekaan yang terasa menyesakkan dada, saya hampir saja tidak sanggup membaca pesan yang lain via WhatsApp : “Selamat Menyambut HUT Kemerdekaan RI 17 – 08 – 45 yang ke – 75. Dirgahayu Bangsa Indonesia”. Penulis dalah Wartawan Senior dan Pemerhati Masalah Sosial Budaya.

Tak Lama Lagi Jokowi Akan Ditinggal Sendiri

by Asyari Usman Jakarta FNN - Sabtu (15/8/). Inilah ‘the moment of truth’ untuk melihat jati diri para konglomerat yang selama ini menikmati kekuasaan Presiden Jokowi. Diperkirakan ‘crash landing’ akan terjadi. Kondisi perekonomian sudah sangat menyeramkan. Pertumbuhan minus 8% atau bahkan minus 10% bisa terjadi dalam waktu dekat. Yang jelas, pertumbuhan -5% sedang berproses menuju minus level berikutnya. Para konglomerat pastilah sudah menyiapkan ‘escape route’ (rute pelarian) mereka. Pasti pula sudah disiapkan destinasi yang menyenangkan mereka. Dan tidak mungkin mereka akan pergi tanpa persiapan finansial dan kelanjutan bisnis mereka di tempat lain itu. Apakah para pengusaha besar akan memikirkan para penguasa yang selama ini membantu mereka? Apakah mereka akan memikirkan Jokowi yang bakal menghadapi krisis besar perekonomian? Apakah mereka akan memikirkan rakyat jelata? Saat-saat “siapa teman sejati, sehidup semati” akan terkuak sebentar lagi. Jokowi akan merasakan itu. The moment of truth akan membentang dengan sendirinya. Jika dilihat dari perangai rakus para pengusaha besar, kecil kemungkinan mereka akan perduli terhadap krisis yang bakal terjadi. Hubungan erat mereka dengan para penguasa, tidak akan menggugah mereka. Semua akan menyelamatkan diri sendiri lebih dulu. Menyelamatkan kekayaan. Menyelamatkan keluarga dan bisnis mereka. Berharapkah Anda pada orang-orang yang tidak merasa sebagai bagian dari bangsa dan negara ini? Jika Anda berharap, berarti Anda sedang bermimpi indah. Anda berhayal. Berhayal kalau-kalau kebijakan yang selama ini sangat memihak mereka, akan membuat mereka terpanggil untuk sehidup semati menghadapi krisis. Yang bukan hayalan adalah rakyat Indonesia akan berjuang sendiri. Saling menolong antara sesama. Antara rakyat Indonesia sejati dengan kepribadian asli anak negeri. Antara sesama rakyat yang berhati, pastilah akan saling perduli. Saling berbagi. Ketimbang mengharapkan para pengusaha besar dan konglomerat rakus akan berjuang bersama-sama mengatasi dan melewati krisis, jauh lebih baik kalau Anda menjadi ‘pungguk yang merindukan Bulan’. Atau, lebih bagus jika Anda meletakkan ‘panggang jauh dari api’. Boleh jadi kerinduan pungguk pada Bulan akan lebih realistis ketimbang menghayalkan para pengusaha besar berjibaku menghadapi krisis. Dan menunggu panggang jauh dari api mugkin lebih menjajikan ketimbang berharap para konglomerat perduli terhadap rakyat yang dicekik krisis itu. Para pengusaha besar dan konglomerat rakus pasti akan memakai filosofi asap. Asap tidak pernah menunggui kebakaran yang berkecamuk. Asap cepat-cepat meninggalkan lokasi, terbang menjulang. Dalam konteks ini, para pengusaha dengan akumulasi duit super besar pasti akan langsung terbang bersama kekayaan moneternya begitu api krisis makin membesar. Dan, ingat, krisis besar itu sudah di depan mata. Para pemilik “uang tak berseri” akan mengangkasa. Itu artinya, tak lama lagi Jokowi akan ditinggal sendiri. Karena itu, mulai sekarang rakyat perlu senantiasa waspada. Rakyat harus antisipatif. Kaoalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) sudah benar dalam menyampaikan thesis mereka tentang keadaan suram dan seram yang bakal terjadi. Sudah benar tekad mereka untuk berjuang agar rakyat sedapat mungkin tidak terhempas terlalu keras. Dan agar navigasi arah bangsa dan negara tidak dirampas oleh kelompok bandit domestik atau internasional. KAMI sudah melihat proyeksi kemiskinan dan pemiskinan yang mengerikan akibat krisis ekonomi. Dan kehancuran ekonomi itu bisa berkembangan menjadi krisis jamak-dimensi (multi-dimensional). Tidak banyak waktu untuk disia-siakan. Kita berharap agar Presiden Jokowi fokus menghadapi kemungkinan yang sangat membahayakan. Indonesia masih bergelut di ruang yang samar-samar dalam penanganan wabah Covid-19. Memberikan perhatian serius ke urusan pilkada keluarga, termasuk menyia-nyiakan waktu. Presiden harus mampu memberikan arahan atau “lead” kepada tim kabinet. Jangan sampai terbalik membaca “lead” menjadi “deal”. Kita semua sedang terancam. Penuslis adalah Wartawan Senior FNN.co.id

Sebentar Lagi Jokowi Rontok

by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Semangat perubahan di kalangan rakyat, sejauh ini terlihat sudah mulai merata. Keberanian untuk menyatakan bahwa pemerintahan ini lemah, otoriter, gagal, bahkan bobrok sudah tumbuh. Gumpalan perlawanan politik secara politik juga mulai terbentuk. Merata hampir para semua kelompok masyarakat. Seruan agar Jokowi mundur akan terus bergaung. Pemerintahan Jokowi bakal kesulitan untuk bertahan, karena jika rakyat sudah berteriak mundur, maka tak akan ada kekuatan yang mampu untuk meredam. Semua pendukung termasuk elit kekuasaan akan berlompatan sana-sini untuk menyelamatkan diri masing-masing. Mencari sekoci sendiri-sendiri, yang bersama “sekoci keselamatan”. Lahirnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) akan menjadi "trigger" perubahan tersebut. Kumpulan tokoh yang bersatu menyerukan kebenaran dan keadilan akan menumbuhkan kepercayaan rakyat. Akan tumbuh kekuatan cifil society untuk membebaskan diri dari belenggu ketidakberdayaan dan keterpinggiran. Ada harapan baru yang dapat digantungkan. Kebersamaan dan konsolidasi kekuatan yang efektif dan efisien mulai terbentuk. Hampir merata di seluruh Indonesia. Bahkan ada yang di luar negeri, termasuk beberapa negara Eropa dan Skandinavia. Momentum perubahan tersebut akan segera datang. Dari aspek spiritualitas itu dinamakan "ajal telah tiba" sebagaimana Qur'an mengingatkan "idzaa jaa-a ajaluhum laa yasta'khiruuna saa'atan wa laa yastaqdimuun"---Jika momen telah tiba, maka tak ada yang mampu mempercepat atau mengundurkan (QS Al Al'raf 34). Pesan inilah yang dalam bahasa konstitusi terkenal dalam penggalan kalimat "Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa" yang kemudian menyebabkan "rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya". Kemerdekaan yang diperjuangkan dari tangan pemerintahan yang tidak melaksanakan amanah dan perintah konstitusi. Pemerintahan yang tidak melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Namun melindungi kepentingan bangsa lain. Tidak memajukan kesejahteraan umum. Namun memajukan kesejahteraan bangsa lain. Juga tidak mencedaskan kehidupan bangsa. Namun mencerdaskan kehidupan bangsa lain. Seorang Jokowi sebagaimana penguasa-penguasa lainnya, akan gentar jika teriakan terus menggema. Konsekuensi pilihan hanya dua, yaitu mempertahankan singgasana dengan segala cara melalui pengerahan kekuatan represif atau menyerah dan mengalah demi keselamatan bersama. Keselamatan seluruh rakyat negeri ini. Tentu saja pilihan kedua adalah yang lebih arif dan bijaksana. Langkah dan keputusan untuk mengundurkan dirim walau dengan terpaksa itu lebih baik dan berkekals. Bakal dikenang sepanjang masa sebagai bapak bangsa. Mengutamakan kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan kelompok. Pukulan telah dilancarkan berulang-ulang, baik "jab-jab" maupun "hook". Terutama diarahkan kepada kebijakannya yang elitis tidak populis. Ketika populis pun ternyata bermotif pencitaan. Tinggal menunggu langkah "blunder" yang emosional, agar rakyat melepaskan pukulan "upper cut" yang menggoyahkan. TKO atau KO. Jokowi pun rontok dan rakyat bernafas lega. Selanjutnya merencanakan pemulihan untuk masa depan yang lebih baik. Tanggal 17 Agustus nanti adalah hari kemerdekaan kita. Tanggal 18 Agustus adalah hari kelahiran ideologi dan konstitusi kita. Mari bersama-sama menyelamatkan Indonesia. Jangan biarkan rakyat dijajah oleh pemimpin dari bangsanya sendiri. Allahu Akbar-Allahu Akbar. Merdeka ! Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.

Pemerintahan Jokowi Sudah Terlilit Resesi

by Dr. Margarito Kamis, SH.M.Hum Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Indonesia sedang terlilit resesi ekonomi? Para ekonom masih terus berbeda pendapat soal ini. Terlepas dari itu, satu hal pasti resesi ekonomi tidak dapat disamakan dengan depresi, apalagi great depression. Itu jelas. Skala kerusakan yang dibawanya tidak sedahsyat kerusakan yang dibawa great depression. Itu juga jelas. Masalahnya resesi ekonomi itu merupakan wujud dari salah urus di pemerintahan. Indonesia memiliki sejarah tentang itu. Performa pemerintahanlah yang memicu resesi ekonomi. Dan perpaduan keduanya justru menenggelamkan pemerintah yang sedang berkuasa. Resesi Pemerintahan Tepat dititik itulah masalah yang sedang melilit Indonesia saat ini? Tindakan-tindakan pemerintahan yang telah diambil sejauh ini, terlihat memperbesar spektrum masalah. Bukan menyelesaikan masalah. Dinamikan masalah itu terus membesar sejauh ini. Tidak mau mendeklarasikan negara berada dalam “keadaan darurat Kesehatan” nyatanya malah menghasilkan masalah baru. Memberlakukan PSBB, dengan asumsi ekonomi dapat terus bergerak positif, nyatanya malah negatif dalam banyak aspek. Salah dan salah lagi. Corona menggila dan menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Kenyataan ini direspon dengn cara, bukan karantina wilayah, tetapi pembatasan pergerakan orang. Nyatanya corona malah menggila, dan ekonomi terpukul sangat fatal. Uang susah, PHK dimana-mana, produksi dan distribusi barang kelimpungan. Negara harus dapat memberi kepastian bahwa rakyatnya tetap bisa makan. Sialnya kas negara ternyata tak sehebat yang digambarkan pemerintah. Kenyataan itu memaksa Presiden Jokowi menggunakan senjata tata negara daruratnya. Terbitlah Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2020, yang judulnya kelewat panjang itu. Berambisi menggunakan Perpu membereskan masalah keuangan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Bukan hanya uang semakiin sulit tersedia, tetapi juga muncul masalah baru yang jauh lebih mendasar. Perpu ini mencincang dan memberangus habis kewenangan hak budgeting DPR, dan mengonslidasi diskriminasi. Tetapi apapun itu, Presiden harus terus bergerak dalam citarasa negara kesejahteraan. Tidak boleh salah. Entah berapa triliun digelontorkan untuk bantuan sosial. Sialnya bantuan ini berbentuk barang, bukan duit. Ada pengelolanya. Adakah margin pada setiap pembelian barang? Itulah persoalnya. Tak berhenti disitu. Dua puluh tirliun rupiah dialokasikan pemerintah untuk menangani derita kredit Usaha Kemengah Kecil dan Mikro (UMKM). Mirip Bansos, alokasi ini dilakukan melalui Bank BUMN. Kalau UMKM itu punya utang di Bank, apa bank tidak memotong jatah jatah yang harus diterima UMKM? Itu juga soal lain. Tertolongkah UMKM? Rasanya yang lebih tertolong adalan bank kreditor dan korporasi besar yang punya bank. Belakangan muncul kebijakan bnaru. Pemerintah memberi subsidi tunai sebesar Rp. 600,- kepada pekerja swasta bergaji dibawah lima juta. Hebatkah itu? Tunggu dulu. Mengapa? Kebijakan itu dapat tafsir sebagai pemerintah mengambil alih tanggung jawab korporasi. Ini sisi buruk negara kesejahteraan khas liberal. Pemerintah menolong korporasi, tetapi agar tak terlihat persis seperti itu, maka alokasinya langsung diberikan kepada pekerja. Korporasi terus berjaya. Relaksasi kredit dan perpanjangan masa klaim restitusi pajak, dan perlakuan khusus lainnya kepada mereka, semuanya diotorisasi Perpu Nomor 1 Tahun 2020. Liberalisasi perdagangan, pengistimewaan korporasi sawit dan tambang, juga terus menjadi aroma tak sedap pemerintahan ini. Berstatus konstitusi sebagai penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah pusat malah membolehkan pemerintah daerah berutang ke pemerintah pusat. Malang betul rakyat daerah. Pemerintah daerah itu bukan negara bagian. Di negara Serikat sekalipun, pemerintah pusat akan menangani masalah-masalah berat di negara bagian. Tentu beratnya masalah itu melampaui kapasitas pemerintah Negara bagian. Ini negara kesatuan, tetapi pemerintah pusat malah mengutangi pemerintah daerah. Konyol, ngawur dan amburadul sekali. Persis pemerintah pusat, pemerintah daerah juga sedang berada dalam keadaan yang, untuk alasan apapun, memiliki pertalian ketat dengan pusat. Siapa yang mengotorisasi pemerintah daerah mengubah postur peruntukan anggaran pada APBD-nya? Siapa yang memberikan otorisasi kepada daerah untuk menetapkan PSBB? Terlihat seperti beralih dari satu kekeliruan ke kekeliruan. Proyeksi anggaran pemulihan ekonomi, dalam kenyataannya terus-terusan meleset. Berubah-rubah hampir setiap bulan. Begitu juga dengan Perpres tentang organiasi penangangan Corona. Paling sedikit sudah tiga kali berubah. Sialnya itu terjadi dalam waktu berdekatan. Tak mampu mendefenisikan masalah, terasa menjadi ciri paling jelas dari pemerintahan ini. Entah bagaimana argumennya, rakyat diingatkan jangan sampai Indonesia terjatuh pada pandemi corona gelombang kedua. Padahal sejauh ini tidak ada tindakan administrasi yang menyatakan etape-etape itu. Payah sekali pemerintah ini. Terus Merosot Pemerintah memang terus berusaha menemukan fokus dalam menangani keadaan mutakhir. Tetapi pemerintah malah menjauh dari fokus itu. Kebijakan-kebijakan yang terus berdatangan hingga hari ini, selalu seperti biasa, jauh dari penalaran yang logis. Asal-asalan, ngawur, ngaco, amatiran dan amburadul. Menggemakan hasrat membuat bangsa hebat, tetapi mengutamakan kandidat vaksin dari China. Andai saja kandidat ini sukses jadi vaksin untuk disuntikan kepada jutaan rakyat Indonesia, maka Indonesia menjadi pasar utama vaksin temuan China ini. Yang seperti ini, konyol apa hebat? Bukannya mengambil tindakan kepada menteri, malah bergairah menyalahkan mereka secara terbuka. Cara ini layak dan patutu untuk ditertawakan. Tidak begini cara menangani masalah internal pemerintahan. Tetapi memang tidak ada jalan berkelas dan membanggakan yang bisa dilalui pemerintahan yang telah terlilit resesi. Memimpikan persatuan nasional, tetapi kehidupan sosial dan agama terbelah secara kasar dan primitif di disepanjang rute perjalanan pemerintahan ini. Kenyataan ini terhubung, bahkan memiliki akar kuat dalam kebijakan politik dan hukum pemerintah. Postur Indonesia mutakhir menjadi seperti lautan ganas buat ummat beragama. Betul-betul menakutkan. Dalam pidato kenegaraan di MPR, Presiden Jokowi memang tidak menujuk ummat Islam yang gigih menolak RUU HIP, yang belakangan hendak diganti dengan RUU BPIP. Betul itu. Tetapi pernyataan resminya bahwa jangan ada yang merasa paling benar, paling agamis dan Pancasilais, jelas tertuju pada ummat Islam. Sekurang-kurangnya tertuju kepada MUI. Ini karena MUI dan ummat Islam berada di barisan paling depan penolakan terhadap RUU HIP konyol dan ngawur itu. Padahal tak ada tokoh MUI dan ummat Islam yang secara terbuka menyatakan saya Pancasila. Tak ada itu. Tetapi itulah kenyataannya. Politik pembentukan dan penegakan hukum bergerak menjauh dari citarasa kemanusiaan yang adil dan beradab. Politik pembentukan hukum dibidang ekonomi digemakan dengan cita rasa ekonomi kapitalistik. Politik pemihakan kepada kepentingan korporasi dan oligarki. Rakyat seperti berjuang sendiri menghadapi terkaman korporasi licik, picik, tamak dan culas. UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Umum dan Batumabara, RUU Omnibus Cipta Kerja dan adalah contohnya. RUU Omnibus saat ini malah dikampanyekan secara serampangan sebagai permata UMKM. Terus-terusan UMKM yang ditonjolkan. Padahal semangat RUU Omnibus Cipta Kerja untuk kepentingan korporasi dan oligarki. Tahukah bahwa itu adalah cara kaum kaya ganas menyembunyikan kepentingan mereka? UMKM dijadikan tameng menyembunyikan konsep sentralisasi perizinan untuk hampir semua urusan tambang, tata ruang, dan bangunan yang saat ini diletakan di daerah. Namun kalau dalam RUU Omnibus konyol itu, semua urusan akan berpindah dan terkonsentrasi di pusat. Begitulah ganasnya kaum kaya dan politisi pas-pasan, picisan, kacangan, odong-odong, keleng-kaleng dan beleng-beleng berkolaborasi merencanakan kejahatan kepada rakyat. Baca di RUU Omnubis Law Cipta Kerja. Isi kepala kaum kaya adalah sentralisasikan semua izin. Korporasi Tunggangi UMKM Itulah cara mereka orang kaya memberi bentuk terhadap efisiensi dan menciptakan iklim investasi yang menguntungkan mereka. Supaya sukses, maka konsep-konsep yang bergelimang uang, yang menjadi permata untuk mereka, disembunyikan dibalik kepentingan UMKM. UMKM dijadikan sebagai bumpar menghadapi perlawanan terhadap RUU ngawur ini. Tidak seperti bangsa lain yang tahu cara mencapai kemajuan. Bangsa ini terus didayung ke lautan kapitalisme. Tahukah cara kerjanya? Mengontrol pembentukan dan penegakan hukum. Juga mengontrol atau menempatkan orang pemerintahan adalah salah satu cara mereka. Itulah formula proteksi sekaligus kartel. Ini cara klasik. Dimana-mana, kartel tumbuh dengan mengandalkan perlindungan gelap dari aparatur kotor. Agar tak terlihat kotor, maka proteksi itu diatur dengan hukum. Itulah yang sadar atau tidak, sedang terkonsolidasi dalam dunia hukum ekonomi Indonesia saat ini. Optimisme mengamankan masa depan memang disajikan pemerintah. Tetapi cara dan rute yang diandalkan berjarak jutaan mil dari Pancasila. Orisinalitas gagasan ekonomi dan hukum yang bersumber dari Pancasila, harus diakui, tak terlihat sejauh ini. Pragmatisme memang bukan hantu. Pragmatisme diperlukan, dan harus diadaptasikan dalam citarasa idologis. Keberanian inovatif dan kecemerlangan mengadaptasikan cara-cara hebat yang mengunggulkan bangsa lain dengan haluan idiologis, itulah kuncinya. Tidak mudah, itu pasti. Tetapi justru tepat dititik itulah letak berjayanya kapasitas leradership. Sayangnya sejauh ini Presiden terlihat tak dapat bergerak ke titik itu. Tahun depan utang diproyeksikan berjumlah Rp. 971,2 triliun rupiah. Praktis impian Presiden yang disajikan dalam pidato kenegaraan kemarin, menandai segalanya masih bussines as usual. Kemerosotan di berbagai aspek berbangsa terlihat masih terus menemani bangsa ini ditahun depan. Penulis adalah Pengajar HTN Universitas Khairun Ternate.

Duo Fahri dan Fadli Memang Beda?

by Hersubeno Arief Jakarta FNN - Sabtu (15/08). Duo Fahri Hamzah dan Fadli Zon akhirnya bertemu dengan Presiden Jokowi. Kamis (13/8) keduanya menerima penghargaan Bintang Mahaputera Nararya di Istana Merdeka. Kehadiran keduanya menyudahi spekulasi yang berkembang dalam minggu ini. Apakah mereka akan menerima atau tidak? Sekaligus membuka sebuah operasi politik, yang dikemas secara kurang apik oleh pihak istana. Sejak muncul informasi Duo F akan menerima Bintang Mahaputera, pro kontra bermunculan. Kubu pendukung Presiden Jokowi sangat kecewa dan menyatakan keberatan. Maklumlah keduanya selama ini dikenal sangat kritis dan sering menyerang secara tajam berbagai kebijakan pemerintah Jokowi. Mereka menjadi bintang media. Berbagai pernyataannya sering membuat panas telinga. Apalagi kubu pendukung pemerintah yang berkuping tipis. Duet keduanya sangat menonjol ketika masih sama-sama menjabat sebagai Wakil Ketua DPR (2014-2019). Oleh kubu pendukung Jokowi, dijuluki sebagai Duo Gaduh. Pada saat bersamaan kubu oposisi juga menyatakan keberatan atas penghargaan ini. Mereka khawatir penghargaan ini merupakan sogokan agar keduanya diam, atau setidaknya lebih jinak. Akhirnya, Fahri dan Fadli dibully di kedua kubu, dengan motif yang berbeda. Pencitraan Istana Heboh itu bermula Senin (10/8). Melalui akun twitternya Menko Pulhukam Mahfud MD mengumumkan Fahri dan Fadli akan mendapat Bintang Mahaputera Nararya. Pilihan Mahfud menyebut dua nama itu pasti bukan tidak disengaja. Benar saja. Tak lama setelah cuitan Mahfud, media ramai-ramai memblow-up. Pro kontra di media sosial bermunculan, melibatkan nama-nama besar. Tak kurang petinggi media Tempo Group Goenawan Mohammad mengekspresikan kekecewaan. Demikian juga sejumlah buzzer pendukung pemerintah. Mereka menggunakan kata “izinkan kami tidak ikhlas.” Penjelasan Fahri dan Fadli bahwa penghargaan itu diberikan dalam kapasitas mereka sebagai mantan Wakil Ketua DPR tidak meredakan kehebohan. Sementara kubu oposisi mendorong agar keduanya menolak penghargaan tersebut. Jika menerima, berarti pengkhianat. Belakangan ketika penghargaan diserahkan, ternyata bukan hanya Fahri dan Fadli yang menerima. Sejumlah mantan pimpinan lembaga negara, mulai dari DPD, MPR juga menerimanya. Semua pimpinan DPR, termasuk mantan Ketua DPR Bambang Soesatyo dan Wakil Ketua DPR dari Fraksi Demokrat Agus Hermanto juga menerima bintang. Hanya mantan Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN Taufik Kurniawan yang tidak. Taufik saat ini tengah menjalani hukuman. Dia divonis 6 tahun penjara setelah dicokok KPK dalam kasus suap. Jadi harusnya clear. Penghargaan ini diberikan dalam kapasitas keduanya sebagai mantan pimpinan DPR. Tidak ada kait-mengait dengan sikap kritis mereka selama ini. Pertanyaannya, mengapa Mahfud hanya menyebut keduanya? Pemerintah juga terkesan membiarkan isu tersebut berkembang liar. Saat bertemu di Istana, Jokowi juga terkesan memanfaatkan panggung tersebut. Dia secara khusus memberikan penjelasan kepada pers bersama Wapres Ma’ruf Amin didampingi Duo F. Jokowi juga mempersilakan Fahri dan Fadli bicara ke media. Terkesan spesial. Agak sulit untuk membantah bahwa pemerintah, dalam hal ini istana mencoba memanfaatkan momen tahunan itu sebagai ajang pencitraan. Mereka ingin membangun kesan bahwa pemerintahan Jokowi sangat demokratis. Menghargai perbedaan. Tidak alergi terhadap kritik. Bahkan terhadap yang sangat keras seperti biasa dilakukan oleh duet Fahri dan Fadli. Pemeritahan Jokowi selama ini mendapat banyak kecaman dari dalam dan luar negeri sebagai pemerintahan yang anti kritik. Pengamat dari Universitas Melbourne, Australia Tim Lindsey bahkan menyebutnya sebagai “Neo New Order”. Neo Orde Baru mengingatkan kita pada pemerintahan yang represif di masa Soeharto. Sampai batas tertentu operasi public relation itu cukup berhasil. Duo F menjadi pelengkap penderita. Mereka menolak salah. Menerima juga salah. Publik, terutama kalangan oposisi kini tengah menunggu. Apakah setelah mendapat penghargaan, Duo F akan menjadi lebih jinak? Bila benar, maka kecurigaan mereka bahwa Bintang Mahaputera Nararya itu berupa sogokan. Suap agar keduanya diam, atau setidaknya lebih jinak, mendapat pembenaran. Namun melihat track record keduanya, kalau toh benar itu merupakan upaya rasuah politik, efektivitasnya sangat diragukan. Fadli Zon secara formil bagian dari pemerintah. Partai Gerindra pendukung pemerintah. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pembantu Jokowi. Namun dia tetap bersikap kritis. Sikapnya tidak berubah. Bagimana dengan Fahri? Ini masih perlu dibuktikan. Publik mulai curiga ketika dia bersama pengurus DPN Partai Gelora bertandang ke istana dan berselfie ria bersama Jokowi. Namun bila kita tengok ke beberapa tahun silam, Fahri juga sudah membuktikan sebagai pribadi yang konsisten. Kukuh pada prinsip. Menjadi bagian dari pemerintah, tidak harus kehilangan sikap kritis. Ketika PKS selama dua periode menjadi bagian dari pemerintahan SBY (2004-2014) Fahri juga tetap kritis. Dia menjadi “anak nakal” yang sering merepotkan petinggi PKS. Apalagi dengan posisinya sekarang sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gelora. Bukan pendukung pemerintah maupun oposisi. Bukan 01, bukan 02. Tidak ada beban apapun untuk Fahri. Waktu yang akan membuktikan. Apakah keduanya jenis politisi yang berbeda? Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.

Sindikat Batubara Bikin Kantong Pemerintah Kerontang

by Salamuddin Daeng Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Batubara telah menjadi penopang utama Pemerintahan Jokowi sejak pertama menjabat Presiden 2014 lalu. Ini sumber uang terpenting yang menopang kekuasaan hingga pemilihan presiden tahun 2019 lalu. Meskipun presiden telah menandatangani kesepakatan perubahan iklim COP 21 Paris, namun batubara masih ditempatkan digaris depan sebagai penopang uang penguasa. Publik sudah mengingatkan bahwa kantong penguasa akan kering jika tetap bersandar pada batubara. Bahkan Bank Dunia dalam laporanya “The Long Road To Recovery” menggambarkan bahwa sandaran penguasa Indonesia pada batubara berbuah petaka. Ada tiga penyebab petaka tersebut. Pertama, sandaran ekspor batubara Indonesia pada Tiongkok menjadikan Indonesia tersandera pelemahan ekonomi Tiongkok. Kedua, serangan perang dagang USA Vs Tiongkok dan covid 19 telah membuat Indonesia kehilangan pasar batubara. Harga batubara juga rontok lebih dalam, sementara covid sendiri akan berlangsung lama. Ketiga, bersandarnya penguasa Indonesia pada batubara itu telah menyimpang dari kesepakatan penyelamatan lingkungan global yang telah ditandatangani Indonesia. Kesepakatan perubahan iklim COP 21 ditandatangani di Paris Francis. Dalam laporan Bank Dunia tersebut digambarkan bahwa nilai ekspor minyak dan gas, serta komoditas mentah lainnya, seperti batubara, sebagian besar mengalami kontraksi. Karena harga yang lebih rendah dikarenakan pelemahan ekonomi Tiongkok. Harga batu bara turun 28,9 persen yoy (Laporan Neraca Pembayaran, Q1 2020). Perang dagang USA VS Tiongkok yang bermuara pada kesepakatan Fase Satu mengharuskan China untuk mengimpor lebih banyak produk manufaktur, pertanian, jasa, dan energi dari Amerika Serikat. Sebagai negara pengekspor komoditas, dan dengan China sebagai importir utama, ekspor Indonesia ke China terpengaruh oleh perjanjian ini. Sementara batubara dan LNG merupakan komoditas ekspor utama. Masing-masing mencapai 53,7 persen dan 15 persen dari total ekspor pertambangan untuk tahun 2014-2018. Selama periode yang sama, China mengimpor 15,3 persen dari total impor batu bara dari Indonesia, sedangkan impor batu bara dari Amerika Serikat hanya menyumbang 1,6 persen dari total impor batu bara China. Demikian pula China mengimpor 9,2 persen dari total impor gas alam cair (LNG) dari Indonesia. Sedangkan impor LNG dari Amerika Serikat hanya sebesar 2,6 persen. Untuk itu, masuk akal, dan tidak mungkin, bahwa China mengalihkan sebagian impor energinya dari Indonesia ke Amerika Serikat, terutama batu bara dan gas alam, untuk memenuhi komitmen kesepakatan perdagangan, terutama terkait dengan covid. Terjadi penurunan permintaan batubara dan gas alam domestik di Cina. Selain itu, China adalah tujuan terbesar kedua untuk ekspor batubara Indonesia setelah India. Menyumbang sekitar 15,6 persen dari total ekspor batu bara Indonesia selama 2015–2019. Demikian pula, China adalah negara tujuan utama ketiga ekspor gas alam Indonesia, setelah Singapura dan Jepang. Dengan kesepakatan perdagangan Fase Satu perang dagang China Vs USA, maka ekspor Indonesia ke China diperkirakan akan turun sebesar USD 1,4 miliar pada tahun 2020–2021. Ini sebagai akibat langsung dari perjanjian tersebut, dan bahwa gas dan batubara menyumbang hampir setengah dari penurunan ekspor yang diharapkan. Selain efek pengalihan perdagangan dari Indonesia ke Amerika Serikat, kesepakatan perdagangan tersebut juga dapat memicu efek pengalihan investasi. Jika China mematuhi impor dari Amerika Serikat yang diatur dalam kesepakatan perdagangan untuk jangka panjang setelah 2021, investasi langsung di Indonesia dapat terganggu, terutama industri batubara dan LNG. Investasi ke industri batubara merupakan 26 persen dari realisasi investasi sektor pertambangan dari 2015 hingga 2019. Demikian pula, investasi ke industri batubara menyumbang seperempat dari investasi China di Indonesia pada periode yang sama. Menghadapi potensi permintaan China yang lebih rendah untuk batubara dan produk LNG Indonesia dalam jangka menengah, investor dapat memutuskan untuk mengurangi investasi di industri batubara dan LNG terkait masalah profitabilitas, yang mengarah pada prospek redup untuk industri batubara dan LNG Indonesia, menunggu tujuan ekspor pengganti baru. Selanjutnya ekspor LNG Indonesia ke China berpotensi diturunkan sebesar U$ 434,8 juta (sekitar 12,3 persen dari ekspor gas alam Indonesia tahun 2019 ke China). Sedangkan ekspor batubara dapat turun sebesar U$ 233,2 juta (sekitar 7,4 persen dari ekspor batubara Indonesia tahun 2019 ke China) di 2020–2021. Perhitungan staf Bank Dunia berdasarkan USTR, WITS, dan IMF WEO. Problem sangat krusial pemerintahan Jokowi adalah pelanggarannya terhadap konsesus internasional terkait perubahan iklim. Sebagaimana diketahui revisi yang baru-baru ini disetujui menjadi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara 2020 membawa resiko pada kredibilitas pemerintahan Jokowi. Menurut bank dunia, revisi UU Minerba tersebut memberikan keleluasaan bagi perusahaan pertambangan untuk melakukan lebih banyak kegiatan eksplorasi. Juga menghilangkan segala batasan untuk melindungi ingkungan alam (ini termasuk penghilangan batas eksplorasi mineral lepas pantai). Menurut bank dunia, meskipun strategi ini dapat menghasilkan keuntungan jangka pendek dalam kegiatan ekonomi secara nasional. Namun sangat berisiko memperburuk pencemaran sumber daya lahan dan air, deforestasi dan degradasi hutan besar-besaran. Selain itu konflik atas akses ke lahan dengan masyarakat lokal. Perluasan produksi batubara-produk utama pertambangan di Indonesia tidak akan menjadi pertanda baik dengan tren permintaan global untuk energi bersih. Jika terus digunakan untuk produksi energi dalam negeri, akan semakin berkontribusi pada masalah polusi di Indonesia. Pada saat yang sama kantong pemerintah kering kerontang. Sebagai akibat dari kehilangan sumber pendapatan dan kehilangan kepercayaan dari publik internasional. Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia.

Amien Rais: Jokowi Aktifkan Reseptor Ekspansionisme China

by Asyari Usman Jakarta FNN – Sabtu (15/08). Rabu kemarin (13/8/2020), tokoh Reformasi yang terkenal vokal, Prof. Amin Rais, menyampaikan semacam “pledoi” politik. Ini sebagai tanggapan terhadap kebijakan berbagai Presiden Jokowi. Acara berlangsung di komplek kuliner Pulau Dua, Senayan Jakarta. Tokoh politik yang tak pernah ‘kapok’ ini memberikan judul pledoinya “Pilihan Buat Pak Jokowi: Mundur atau Terus”. Pak Amien menamakan pledoi politik ini sebagai “Risalah Enteng-entengan”. Tapi, kontennya sangat berat. Inilah serangan politik dengan ‘lethal weapons’ (senjata maut). Risalah ringan Pak Amien ini berisi 13 poin. Beliau menyebutnya “bab”. Di antara ke-13 bab itu, ada beberapa poin penting yang secara kolektif berisi kesimpulan bahwa, sengaja atau tidak, Presiden Jokowi telah mengaktifkan reseptor untuk ambisi ekspansionisme China atas Indonesia. Resptor itu besar jumlahnya. Pak Amien memperkirakan ada sekitar 10 juta ‘cell’. Dan semua reseptor itu sangat ‘compatible’ (cocok) dengan virus kolonial China. Pak Amien tampaknya tidak berlebihan. Reseptor ekspansionisme China yang berjumlah 10 juta itu sudah lama mendominasi Indonesia. Mereka menguasai bisnis. Mereka menguasai matarantai produksi dan distribusi. Mereka juga menjadi pemain utama ekspor-impor. Dominasi ekonomi itu membuat jutaan reseptor memiliki kesempatan untuk menguasai percaturan politik Indonesia. Mereka mampu mendikte para pemegang kuasa di semua cabang kekuasaan, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Di bab ke-6 dengan judul “Tunduk Pada Mafia, Taipan, dan Cukong”. Prof Amien Rais selanjutnya menulis bahwa para penguasa negeri lebih fokus melayani para mafia, taipan dan cukong. Bahkan, kata penggerak Reformasi 1998 ini, mereka itu berlindung atau dilundungi oleh kekuasaan. Dalam kenyataannya, tidaklah keliru ketika Pak Amien mengatakan bahwa mereka bisa mengendalikan para penguasa untuk meloloskan rencana jahat di banyak aspek kehidupan nasional. Di poin sebelumnya, Bab 4, Pak Amien menguraikan tentang gaya otoriter yang sekarang diadopsi oleh Jokowi. Semua orang terperangah. Orang baik (good guy) bisa berubah menjadi “tangan besi”. Pak Amien menyebutnya dengan istilah “sosok populis yang bersubstansikan otoritarianisme”. Tetapi, menurut Pak Amien, Jokowi menerapkan kekuasaan otoriter untuk membungkam rakyat. Untuk menumpas kritik dan protes. Sedangkan terhadap kelompok-kelompok yang dia perlukan, dia cenderung ramah atau protektif. Yang sangat menarik adalah paparan di Bab 5 tentang pertumbuhan subur oligarkhi. Sekelompok elit, kata Pak Amien, pada hakekatnya memegang kekuasaan besar sampai-sampai bisa mengontrol dan mendiktekan kebijakan pemerintah. Kekuasaan otoriter adalah lahan subur oligarkhi. Sehingga, oligarkhi tidak lagi terbatas dalam jumlah kecil, melainkan beranak-pinak menjadi ratusan orang. Mereka ini, menurut Pak Amien, sengaja ‘dipelihara’ oleh rezim untuk menstabilkan situasi politik. Tak dapat disangkal uraian Pak Amien. Oligakrhi di Indonesia ini mengikuti teori piramida organisasional. Posisi-posisi puncak piramida oligarkhi ada di tangan beberapa penguasa kuat. Yaitu, kuat di pemerintahan dan kuat secara finansial. Namun, ada lagi lapisan oligarkhi di bawahnya yang diberi kesempatan untuk menikmati bayaran besar. Mereka oligarkhi itu jumlahnya, sesuai pelacakan sejumlah lembaga, mencapai lebih 350 orang. Mereka yang memegang posisi-posisi penting di institusi bidang hankam. Oligarkhi kelas menengah ini ditempatkan di meja-meja basah ratusan BUMN. Bagian yang paling menohok di dalam risalah enteng-entengan Pak Amien adalah Bab 1. Mantan Ketua MPR ini blak-blakan menyebut Jokowi sebagai pemecah belah bangsa. Perpecahan sesama anak bangsa terlihat sangat nyata dan mencolok. “Tak berlebihan bila dikatakan hasil pembangunan politik di masa Jokowi telah memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia”. Pak Amien menyimpulkan, kecurigaan dan ketakutan Jokowi terhadap sikap kritis umat Islam sangat nyata terlihat. Dia bagian yang menjelaskan tentang nepotisme yang selama ini dianggap tak akan mungkin dilakukan oleh Jokowi, Prof. Amien Rais mengecam dukungan Jokowi dalam pencalonan anaknya di Pilkada Solo dan menantunya di Pilkada Medan. Keluarga presiden ikut pilkada memang tidak melanggar konstitusi. Tetapi, sangat jelas melanggar etika kepemimpinan, menurut Pak Amien. Yang menjadi masalah ialah, Prof Amien Rais terlalu lama menyadari bahwa etika tidak lagi menjadi tuntunan. Sebab, kekuasaan terlalu gurih untuk diganggu oleh zat penetral yang disebut etika. Penulis adalah Wartawan Senior FNN.co.id.