OPINI
Wahyu Setiawan Bongkar Kecurangan Pilpres 2019?
by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Kamis (23/07). Kesiapan Wahyu Setiawan, mantan komisioner KPU untuk menjadi Justice Collaborator terhadap korupsi pada Pemilihan Presiden 2019 menjadi penting. Meski terlambat, karena saat ini sudah masuk persidangan, tetapi "simpanan" informasi bisa terkuak. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyesalkan "kerjasama" tidak sejak awal. Akan tetapi, dari data keterlibatan pihak-pihak yang terbuka, meski terlambat, sebenarnya sangat bermanfaat. Tidak ada istilah keterlambatan terhadap informasi penting yang berkaitan dengan “kejahatan korupsi dan kejahatan demokrasi”. Pengacara Wahyu Setiawan menjelaskan bahwa Justice Collaborator (JC) ini terbatas pada kasus suap Harun Masiku. Namun dengan bahasa "terbatas" sebenarnya ada informasi "tak terbatas" yang dimiliki Wayu. Semua faham bahwa kasus Masiku adalah bagian dari permainan politik tingkat tinggi. KPK belum bersikap atas tawaran JC dari Wahyu. KPK hanya menilai bahwa itikad dan apa yang "dikerjasamakan" itu dapat menjadi unsur yang meringankan bagi pertimbangkan mejelis hakim. Meskipun demikian sekurang-kurangnya fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan dapat menjadi bahan bagi KPK untuk pengusutan lebih lanjut. Ada pihak lain yang terlibat dalam kasus ini. Konon Hasto atau Megawati pun bisa diuji. Apapun kelak ujung dari proses hukum Wahyu Setiawan akan berkaitan dengan sikap Wahyu sendiri. Apakah "ilmu" nya akan terus dikeluarkan atau tidak. Maknanya adalah Wahyu Setiawan memiliki "pengetahuan luas" mengenai perilaku dan kebusukan dan kebobrokan komisioner KPU. Keterangan Wahyu tentu bukan saja untuk kasus Harun Masiku, tetapi juga yang lainnya Pilkada. Bahkan mungkin saja berkaitan dengan Pilpres. Keterbukaan Wahyu Setiawan inilah yang ditunggu-tunggu publik. Pilpres dengan hasil kontroversial masih menjadi misteri hingga kini. Kemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin masih diragukan publik. Sejak Quick Count hingga Putusan MK yang dinilai janggal. Pertanyaan besar masih menggelayut. Komisioner KPU dan Tim Pemenang tentulah yang lebih tahu, dan Wahyu Setiawan adalah salah satu komisioner saat pelaksanaan pemilu legislative dan Pelpres 2019 lalu. Tawaran JC berfungsi sebagai batu ujian bagi KPK. Sekarang KPK pun diuji keseriusan dalam pengusutan kasus korupsi. Bila KPK ragu atau tidak serius, maka publik akan menilsi bahwa KPK bukan saja bermain hukum. Tetapi juga ikut juga bermian politik. Ini tentu tidak diharapkan. Karena kasus Harun Masiku bagai sodokan permainan bola bilyard. Dapat menyodok bola lain. Wahyu Seiawan mantan komisioner KPU mesti kini menjadi pesakitan masih dapat berbuat sebagai pahlawan. Wahyu Setiawan bisa menjadi pahlawan kejujuran. Pahlawan untuk membongkar kecurangan dan kejahatan korupsi. Sakaliguas membongkar kejahatan terhadap demokrasi. Pelaku yang terlibat kemungkinan hanya dua pihak, yaitu KPU sebagai penyelenggara pemilu dan peserta pemilu. Bisa dari partai politik. Namun bisa juga pasangan Capres. Kebenaran itu biasanya selalu datang dan terbukti belakangan. Sedikit sekali yang terbukti di awal-awal kejadian. Bangsa dan negara butuh kepahlawanan Wahyu Setiawan. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Vaksin China Diduga Bermasalah dan Diragukan, Indonesia Ngotot Mau Pakai?
by Mochamad Toha Jakarta FNN - Kamis (23 Juli 2020). Fakta berikut ini adalah sebuah ironi. Mengapa uji coba tahap ketiga Vaksin Sinovac produk Sinovac Biotech asal China tidak dilakukan di Negeri Tirai Bambu sendiri? Sementara, kita dengan mudahnya menerima untuk uji coba di Indonesia. Vaksin Sinovac ini akan diuji-coba oleh PT Bio Farma di Kota Bandung. Konon, untuk tahap pertama dan kedua sudah dilakukan di China. Tapi, mengapa untuk tahap ketiga tidak di China lagi? Hal tersebut muncul karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap vaksin setelah terjadi skandal oleh perusahaan vaksin di China. Skandal besar pada 2018 tersebut membuat kepercayaan masyarakat lokal menurun. Menurut investigasi South China Morning Post menemukan perusahaan vaksin terkemuka, Changchun Changsheng Biotechnology telah dengan sengaja membuat produk vaksin yang kadaluarsa. Tidak hanya itu, mereka juga melaporkan hasil yang difabrikasi mengenai pembuatan vaksin rabies pada 2018 silam. Perusahaan yang berada di Provinsi Jilin, China tersebut mendapat gugatan sebesar 1.3 miliar Dolar Amerika pada Oktober tahun lalu. Seperti dilansir Gelora.co, Kamis (23 Juli 2020), skandal tersebut dibicarakan pada media sosial China dan menjadi debat heboh yang setelah dihimpun oleh tim ilmuwan Amerika, ditemukan lebih dari 11 ribu pesan mengenai kepercayaan rakyat terhadap vaksin. Bahkan, semenjak insiden tersebut, rakyat juga tidak percaya dengan pemerintah mereka. Kini, perdebatan di Weibo meningkat lagi mengenai tingginya keraguan penduduk dan ketidakpercayaan mereka dengan pemerintah China. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Pengambil Keputusan Laboratorium Universitas George Washington, David Broniatowski. Setahun kemudian, diskusi tersebut telah terpecah menjadi beberapa bagian. Namun, banyak orang mengutarakan kekhawatiran mereka terhadap ancaman yang mungkin muncul dari vaksin tersebut. “Kekhawatiran itu membesar tidak hanya untuk vaksin rabies tetapi semua vaksin yang dibuat dari Changchun Changsheng Biotechnology,” ujarnya. Hal ini jelas mengkhawatirkan. Sebab, jika begitu maka penanganan penyakit Covid-19 di China bisa terhambat hanya karena persepsi masyarakat telah menyamaratakan semua vaksin dan semua perusahaan farmasi. Pada Juli 2018, pemerintah China menyebut jika perusahaan vaksin tersebut telah melanggar peraturan nasional dan prosedur standar dengan memproduksi 250 ribu dosis vaksin rabies. Berita itu dengan cepat beredar di Weibo tidak lama setelah insiden tersebut, yang membuat pimpinan perusahaan dan 14 pegawainya ditangkap. Beberapa pegawai nasional, provinsi dan lokal juga ditahan atas keterlibatan mereka dalam skandal tersebut. Termasuk dari para aparatur negara adalah empat dari Balai Makanan dan Obat China. Yang membuat warga sulit percaya adalah mantan pimpinan Balai Makanan dan Obat China adalah salah satu yang terlibat dalam skandal tersebut. Broniatowski menyebut meski Covid-19 tidak ada saat skandal itu terjadi, tapi kemungkinan vaksin Covid-19 tidak dipercaya oleh warga China masih sangat tinggi sampai saat ini. “Hasil kerja sebelumnya menunjukkan kecenderungan jika warga yang memiliki kepercayaan rendah pada pemerintah akan lebih tidak mau untuk mempercayai (kepada) pihak medis yang mendesak mereka menggunakan vaksin tersebut,” ungkap Broniatowski. “Jika kekhawatiran mereka menyebar luas, maka orang lain akan ragu untuk menggunakan vaksin tersebut, sehingga akan menambah kasus pasien Covid-19,” lanjutnya. WHO sendiri menemukan keraguan pada vaksin sebagai satu dari 10 tantangan terberat mereka pada 2019. Peneliti menyebut, pemerintah dan petugas medis di seluruh dunia harus memprioritaskan usaha mengkomunikasikan kesehatan lebih baik lagi. Pentingnya vaksin saat ini adalah karena beberapa ilmuwan, termasuk Broniatowski, percaya satu-satunya cara mencegah penyebaran virus Corona adalah dengan pengembangan “herd immunity”. Herd immunity adalah kekebalan manusia yang terbangun setelah terkena penyakit Covid-19 dan sembuh. Kekebalan juga bisa terbangun melalui vaksinasi. Jika herd immunity tercapai dengan cara pertama, tingkat kematian yang dicapai sangatlah tinggi dari total populasi seluruh manusia di dunia. Oleh sebab itu vaksin saat ini sangatlah penting untuk segera bisa digunakan dan efektif sembuhkan penyakit Covid-19. WHO-China Sekongkol? Dokter asal China yang juga pakar dalam virologi dan imunologi di Hong Kong School of Public Health, Li-Meng Yan, melarikan diri ke Amerika Serikat (AS) sejak 28 April 2020 lalu. Mengutip Law-justice.co, Selasa (14/07/2020 08:07 WIB), pasalnya ahli virus ini menuduh pemerintah negaranya menutup-nutupi virus corona baru penyebab Covid-19. Beberapa jam sebelum dia naik pesawat Cathay Pacific 28 April ke AS, dokter terkemuka ini telah merencanakan pelariannya, mengemas tasnya dan menyelinap melewati sensor dan kamera video di kampusnya di Hong Kong. Dia saat itu sudah membawa paspor dan dompetnya dan akan meninggalkan semua orang yang dicintainya. Jika dia tertangkap, dia tahu dia bisa dijebloskan ke penjara, atau, lebih buruk lagi, menjadikan dirinya salah satu dari “orang yang hilang”. Yan mengatakan kepada Fox News dalam sebuah wawancara eksklusif bahwa dia percaya pemerintah China tahu tentang virus corona jauh sebelum mengklaim itu. Menurut Yan, atasan yang terkenal sebagai beberapa ahli top di lapangan, juga mengabaikan penelitian yang dia lakukan pada awal pandemi yang dia percaya bisa menyelamatkan nyawa manusia. Hingga saat ini virus corona masih menjadi misteri, pasalnya kabar apakah virus itu dibentuk dari alam atau buatan manusia hingga kini belum terjawab. Namun banyak sebagian ahli berpendapat bahwa virus ini buatan manusia. Hal inilah yang turut diungkap oleh Dr. Li-Meng Yan, seorang virologi lulusan Universitas Hongkong yang melakukan penelitian virus dan berhasil melarikan diri ke AS itu. Li-Meng Yan mengaku pernah bertugas di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hongkong. Laboratorium tempat Yan bekerja itu adalah salah satu laboratorium terbaik di dunia untuk penelitian virus pneumonia Wuhan. Dalam wawancaranya dengan Fox News itu Yan banyak mengungkapkan sejumlah kebenaran yang menakjubkan. “Alasan saya datang ke AS adalah karena saya menyampaikan pesan kebenaran Covid,” katanya kepada Fox News dari lokasi yang dirahasiakan. Dia menambahkan bahwa jika dia mencoba menceritakan kisahnya di China, dia “akan menghilang dan dibunuh”. Kisah Yan dengan klaim yang luar biasa tentang virus corona yang ditutup-tutupi di tingkat tertinggi pemerintahan bisa mengekspos dorongan obsesif Presiden Xi Jinping dan Partai Komunis China-nya untuk mengendalikan narasi coronavirus. Yakni apa yang diketahui China, kapan diketahui dan apa informasi yang diedit yang dijajakan ke seluruh dunia. “Pemerintah China menolak untuk membiarkan para ahli di luar negeri, termasuk yang di Hong Kong, melakukan penelitian di China,” katanya. “Jadi saya menoleh ke teman-teman saya untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ungkap Yan. Yan memiliki jaringan kontak profesional yang luas di berbagai fasilitas medis di China daratan, yang telah tumbuh dan menyelesaikan banyak studinya di sana. Dia mengatakan itu adalah alasan tepat dia diminta untuk melakukan penelitian semacam ini, terutama pada saat dia mengatakan timnya tahu mereka tidak mendapatkan seluruh kebenaran dari pemerintah. Seorang teman, seorang ilmuwan di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di China, memiliki pengetahuan tangan pertama dari kasus-kasus tersebut dan telah dilaporkan mengatakan kepada Yan pada 31 Desember 2020 tentang penularan virus dari manusia ke manusia jauh sebelum China atau WHO mengakui penyebaran semacam itu mungkin terjadi. Beberapa hari kemudian, pada 9 Januari 2020, WHO justru mengeluarkan pernyataan virus tidak menular dari manusia ke manusia. “Menurut pihak berwenang China, virus tersebut dapat menyebabkan penyakit parah pada beberapa pasien dan tidak mudah menular di antara orang-orang...Ada informasi terbatas untuk menentukan risiko keseluruhan cluster yang dilaporkan ini,” kata WHO. Yan frustrasi, tapi tak terkejut. “Saya sudah tahu itu akan terjadi karena saya tahu korupsi diantara organisasi internasional seperti WHO kepada pemerintah China, dan PKC,” katanya. “Jadi pada dasarnya...saya menerimanya tetapi saya tidak ingin informasi yang menyesatkan ini menyebar ke dunia.” WHO dan China selama ini telah membantah keras klaim telah menutup-nutupi virus corona. Kedutaan Besar China di AS mengatakan kepada Fox News bahwa mereka tidak tahu siapa Yan dan menegaskan China telah menangani pandemi secara heroik. “Kami belum pernah mendengar tentang orang ini,” bunyi pernyataan Kedubes China yang di-email tersebut. “Pemerintah China telah merespons Covid-19 dengan cepat dan efektif sejak wabahnya,” lanjutnya. “Semua upayanya telah didokumentasikan dengan jelas dalam buku putih `Fighting COVID-19: China in Action` dengan transparansi penuh. Fakta menunjukkan semuanya,” lanjut klaim Kedubes China. WHO juga terus membantah melakukan kesalahan selama hari-hari awal virus. Kementerian Luar Negeri China dan para ilmuwan yang dituduh Yan telah dihubungi Fox News untuk dimintai komentar. Namun, sejauh ini belum merespons. Li-Meng Yan mengatakan bahwa dia akan terus berbicara – meski tahu ada target di punggungnya. Masih akan paksakan Vaksin China dipakai di Indonesia? *** Penulis adalah wartawan senior.
Demokrasi Itu Dihancurkan Oleh Partai Politik
by M. Rizal Fadillah Jakarta FNN – Kamis (23/07). Achmad Purnomo didukung oleh "arus bawah" Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Namun dukungan arus bawah itui kemudian “dilibas” oleh partai dan keputusan "atas" bahwa PDIP harus mendukung "putera mahkota" Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Walikota Solo. Putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut, harus didahulukan untuk menjadi calon Walikota Solo. Purnomo pun secara terang terangan diundang ke Istana Negara. Tawaran jabatan diberikan sebagai kompensasi dari kursi Walikota Solo terebut. Peristiwa ini menggambarkan oligarhi yang dominan dari partai politik. Oligarki partai politik yang menjadi pembunuh demokrasi. Bahwa benar, proses yang terjadi adalah masalah internal dan kewenangan partai itu sendiri. Akan tetapi mengingat partai politik adalah institusi dari suatu negara demokrasi, maka "pembuldozeran" adalah perusakan kultur politik demokratis dalam sistem politik. Kasus Purnomo hanya satu contoh dari penghancuran demokrasi oleh partai politik. Realitasnya adalah hampir di semua partai politik yang ada di Indonesia itu tidak demokratis. Penentuan pimpinan partai di tingkat bawah, proses pencalegan hingga penetapan calon kepala daerah yang diajukan oleh partai seluruhnya ditentukan oleh pimpinan di tingkat atas. Ketua Umum DPP sangat berkuasa. Oligarki atau otoritarian berjalan pada partai politik. Akibatnya, partai politik kehilangan fungsi yang semestinya sebagai sarana pendidikan politik, sosialisasi politik, artikulasi politik, maupun agregasi politik. Partai politik kini hanya mampu melakukan fungsi rektkrutmen dan mempengaruhi kebijakan politik. Itupun untuk memenuhi kepentingan hasrat dan syahwat politik dirinya sendiri. Bukan untuk membela dan memperjuangkan rakyat. Pimpinan partai politik terlihat berjalan di jalan yang berseberangan dengan jalan yang dipakai rakyat. Berbagai kebijakan rezim yang tidak pro rakyat, bahkan membuat kesusahan dan kegaduhan pada rakyat, tak bisa dipisahkan dari perilaku politik partai yang memang tidak pro rakyat. Partai lebih berkhidmad pada kekuasaan atau elit kekuasaan. Demokrasi hanya menjadi slogan bahkan bualan penipuan. Repotnya lagi ketika sistem politik yang dibangun adalah korporatokrasi, maka persoalan kapital menjadi dominan. Untuk menjadi ketua partai di tingkat pusat maupun daerah, menjadi calon anggota legislatif "jadi" ataupun untuk diusung sebagai calon kepala daerah, maka faktor modal atau uang itu sangat menentukan. Pemilik modal ikut pula berjudi untuk jabatan-jabatan politik yang tersedia. Reformasi tidak membuat perilaku partai politik lebih baik. Partai politik tidak tereformasi. Justru semakin lebih doyan materi. Korupsi di lingkungan partai politik juga termasuk tinggi menyaingi birokrasi. Perjuangan untuk menjadikan Menteri atau jabatan di perusahaan milik negara juga bagian dari upaya "penggemukan" partai. Artinya menjadi mesin korupsi. Kembali ke kasus Achmad Purnomo dan Gibran Rakabuming Raka, yang didukung oleh hampir semua partai politik, merupakan gambaran dari hancurnya demokrasi yang dihancurkan oleh partai politik. Seorang figur yang semua tahu kualitas politiknya, karena anak Presiden, maka support politiknya menjadi luar biasa. Sumber dukungan tersebut tak lain adalah oligarki, otokrasi, atau ketumkrasi. Demokrasi memang sedang dihancurkan oleh institusi demokrasi yang bernama partai politik. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Melawan Rencana IPO Anak Perusahaan Pertamina (Bag. Kedua)
by Dr. Marwan Batubara Jakarta FNN – Kamis (23/07). Menteri BUMN Erick Thohir telah meminta Dirut Pertamina Nicke Widyawati menawarkan saham perdana Initial Public Offering (IPO) anak usaha Pertamina di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jangka waktunya dalam waktu 1-2 tahun ke depan (12/6/2020). Alasan terpenting IPO untuk mendapatkan dana (murah). Alasan berikutnya untuk meningkatkan governance, transparansi dan akuntabilitas. Terlepas dari semua alasan dan ada manfaat lain, hal yang sering dipakai menjustifikasi IPO adalah memperoleh dana murah tanpa bunga dan perbaikan governance. Penerapan prinsip pengelolaan perusahaan berdasarkan Good Corporate Governance (GCG). Seperti diuraikan pada tulisan sebelumnya, IPO dapat saja diterima jika Pertamina bukan BUMN. Sebab Pertamina harus mengemban amanat Pasal 33 UUD 1945. Jika pemegang kekuasaan mau memahami dan patuh terhadap konstitusi, maka alasan dan perdebatan untuk menjustifkasi rencana IPO menjadi tidak perlu. Untuk memenuhi amanat konstitusi dan ketahanan nasional, negara memang harus siap berkorban dana tanpa perlu dana murah dari hasil IPO. Sedangkan untuk mencapai level GCG tertentu, tersedia cara lain yang lebih efektif selain melalui IPO. Semua pintu mentaapi konstitusi terbuka lebar. Tegaknya kedaulatan, berjalannya konstitusi, terjaganya ketahanan energi dan meratanya pembangunan melalui cross-subsidy oleh BUMN yang dikelola tanpa IPO, sangat tidak layak diperbandingkan dengan keuntungan akses dana murah yang diperoleh dari melakukan IPO. Keuntungan nilai dana murah yang diperoleh dari IPO sangat minim. Apalagi dibandingkan dengan besarnya manfaat strategis yang diperoleh jika BUMN dikelola sesuai konstitusi tanpa IPO. Salah faktor yang sangat merugikan adalah dengan IPO, profit yang dapat diraih akan berkurang. Hanya sesuai berapa persen besar saham yang dijual. Faktor lain, sebagai pelaksana tugas perintisan dan pembangunan daerah, lambat laun BUMN akan kehilangan kemampuan cross-subsidy. Anak-anak usaha Pertamina yang menguntungkan (cream de la cream) akan segera dijual. Tinggal menyisakan anak-anak usaha yang kurang profitable. Seperti diketahui, pola pembentukan sub-holding bertujuan memilih anak usaha yang paling profitable dan kemudian menjual sahamnya, merupakan cara umum yang dipakai asing dan kapitalis-liberal untuk meraih untung maksimal dari berbagai korporasi. Pola unbundling ini akan menjadikan BUMN semakin kerdil. Negara pun akan mangalami penerimaan yang semakin mengecil. Sementara pada sisi lain, pola unbundling juga akan membuat biaya penyediaan produk dan jasa semakin mahal. Kemahalan biaya ini menjadi dibebankan kepada konsumen atau masyarakat. Ringkasnya, terlepas dari aspek strategis konstitusional, IPO anak usaha Pertamina melalui proses unbundling, sub-holding, menjual yang paling menguntungkan, akan membuat portfolio bisnis mengecil. Keuntungan akan menurun. Penerimaan negara juga menurun. Harga produk atau layanan yang dibayar konsumen naik. Kemampuan Pertamina untuk melakukan cross-subsidy menurun dengan sendirnya. Sementara dominasi swasta dan asing terus meningkat. Karena lingkup bisnis mengecil dan tidak profitable, lambat laun Pertamina akan hidup dari APBN seperti halnya TVRI. Tak mampu membangun daerah-daerah yang tertinggal dan minim konsumen. Kondisi ekstrim yang merugikan di atas, bisa saja berkurang jika ada batasan-batasan. Misalnya, anak usaha yang dijual adalah yang secara bisnis tidak mengurangi penerimaan negara. Tetapi siapa yang mau beli saham perusahaan yang kurang profitable? Atau penjualan saham dibatasi maksimum 25% atau hanya 49%. Makin besar saham yang dijual, maka makin besar kehilangan BUMN dan negara untuk memperoleh penerimaan. Kita pilih yang mana? Argumentasi yang sering jadi alasan. IPO dengan penjualan saham maksimum hanya sampai 25% atau 30%. Sehingga kontrol masih ada di tangan negara. Padahal dengan jumlah saham yang berkurang, profit pun ikut berkurang. Apakah manfaat dana murah dari IPO 25% atau 30% itu lebih besar dibandingkan profit yang turun? Adakah jaminan kelak tidak akan terjadi penjualan saham lanjutan atau right issue? Dengan IPO, terbuka jalan bagi oligarki penguasa dan pengusaha asing untuk menjual saham lebih lanjut. Kelak pemerintah bisa menjadi pemegang saham minoritas. Untuk itu, akan disediakan “ribuan alasan” manipulatif dan sarat kebohongan agar bisa IPO. Misalnya, saham negara perlu dijual untuk membantu orang miskin, membangun jalan desa, membangun sekolah dan lain-lain. Ironi yang bernuansa moral hazard ini terjadi pada Indosat yang di “IPO” sebanyak 35% pada 1994. Saat itu dikatakan penjualan saham negara sudah maksimal. Ternyata pada 2002 saham kembali dijual, sehingga negara hanya menjadi pemegang saham minoritas (14%) pada sektor sangat strategis dan menguntungkan tersebut. Selain memperoleh dana, IPO diperlukan untuk meraih governance yang lebih baik. Itu pula yang dinyatakan Erick Thohir selepas RUPS pelantikan Nicke Widyawati menjadi Dirut Pertamina pada 12 Juni 2020. Kata Erick, Pertamina perlu IPO-kan 1-2 sub-holding sebagai bagian dari transparansi dan kejelasan akuntabilitas. Apakah untuk meraih governance, IPO menjadi satu-satunya jalan? Banyak cara meningkatkan GCG di Pertamina tanpa harus IPO. Salah satu terpenting menjadikan Pertamina sebagai non-listed public company (NLPC). Dengan pola NPLC, Pertamina menjadi perusahan terdaftar di bursa (BEI). Namun tidak ada (1% pun) saham yang dijual. Dengan terdaftar di BEI, Pertamina menjadi perusahaan terbuka yang diawasi public. Namun kepemilikan negara di Pertamina tetap 100%. Sehingga, BUMN dikelola sesuai konstitusi. Saham 100% tetap milik Negara. Tanpa prospek negara menjadi minoritas seperti Indosat. Salah satu aspek penting dalam GCG adalah mencegah intervensi pejabat pemerintah terhadap BUMN. Sebagaimana terjadi selama ini. Faktanya, Pertamina telah menjadi korban kebijakan pemerintah yang merugikan keuangan korporasi terkait crude domestic, signature bonus Blok Rokan, harga BBM, LPG 3kg, dan lain-lain. Terkait crude domestik, signature bonus dan lapangan migas luar negeri, Pertamina harus mengeluarkan dana bernilai puluhan triliun rupiah. Semua itu sebagai beban biaya operasi “tambahan”. Sedangkan terkait harga BBM, sejak April 2017 hingga Desember 2019, Pertamina harus menanggung beban public service obligation (PSO) lebih dahulu sebesar Rp 95 triliun, yang hingga Mei 2020 belum dilunasi. Akibat beban PSO, kondisi keuangan dan cash flow perusahaan terganggu, sehingga Pertamina harus menerbitkan obligasi. Ini akibat kebijakan pemerintah yang melanggar UU dan prinsip GCG di atas. Minimal Pertamina harus menanggung beban: (1) biaya “tambahan” puluhan triliun rupiah dan, (2) beban bunga obligasi akibat tugas PSO yang nilainya juga puluhan triliun rupiah. Beban kerugian tersebut bisa bertambah jika credit rating Pertamina yang juga turun. Pertamina bisa mengalami gagal bayar atas utang jatuh tempo tahun ini, jika pemerintah tidak segera melunasi piutang Pertamina tersebut. Artinya, yang lebih mendesak dilakukan adalah penegakan GCG oleh pejabat pemerintah, dibanding IPO utk perbaikan GCG. Terbukti, karena pejabat pemerintah bermasalah, meskipun telah menjadi perusahaan terbuka IPO, prinsip GCG tetap dilanggar. Kasus ini pernah terjadi pada kasus Laporan Keuangan BUMN PT Garuda Indonesia Pada RDPU dengan Komisi VII DPR (29/6/2020), Pertamina mengatakan, perlu melakukan IPO karena membutuhkan dana yang sangat besar. Namun di sisi lain, uraian di atas menunjukkan bahwa keuangan Pertamina bermasalah akibat kebijakan intervensi dan kesewenang-wenangan pemerintah. Jika akhirnya IPO terlaksana, maka salah sebab tergadainya sebagian saham milik negara di Pertamina adalah sikap pemerintah yang selama ini menjadikan Pertamina sebagai sapi perah. Sekaligus melanggar UU dan prinsip GCG. Kembali kepada pernyataan Erick Thohir, maka IPO bukan satu-satunya cara untuk meraih transparansi dan akuntabilitas. Tetapi yang paling relevan dan mendesak untuk perbaikan GCG adalah menertibkan dan mengendalikan pejabat tertinggi di istana Negara. Juga sejumlah menteri yang justru membuat kebijakan dan melanggar aturan, yang secara faktual telah merugikan negara dan korporasi. Sejalan dengan itu, Erick pun perlu segera menjadikan Pertamina (juga PLN) sebagai non-listed public company. Dalam road map pengembangan bisnis Pertamina yang beredar pertengahan Juni 2020, tersusun rencana aksi korporasi untuk 2-3 tahun mendatang. Selain rencana IPO anak usaha, terdapat pula rencana-rencana merger, strategic partnership, sinergi, transfer, konsolidasi untuk sinergi BUMN dan divestasi saham. Menyangkut rencana IPO, sepanjang anak-anak usaha atau sub-holding tersebut merupakan bagian dari rantai utama bisnis Pertamina, maka jelas langkah tersebut harus dibatalkan. Alasannya, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Terkait anak usaha yang bukan core business, maka berbagai aksi korporasi, termasuk penjualan saham atau divestasi, dapat saja diterima. Sepanjang pelaksanaannya dilakukan secara terbuka dan bebas moral hazard. Untuk memperoleh nilai tertinggi, penjualan saham non-core harus ditunda setelah pandemi korona. Dikhawatirkan penjualan yang terburu-buru akan ditumpangi oleh para pemburu rente yang memanfaatkan pendemi. Mereka akan kolaborasi dengan pengambil keputusan untuk meraih untung besar. Disinilah kampanye governance yang diusung Erick akan butuh pembuktian! Dalam road map tersebut juga tercantum rencana divestasi Saka Energi dan sejumlah anak usaha di lingkungan PHE. Dalam kondisi harga minyak dunia rendah, maka rencana divestasi Saka Senergi seharusnya ditunda. Begitu pula dengan rencana divestasi anak usaha di PHE. Rencana share-down saham Blok Mahakam dan Rokan juga perlu ditunda. Khusus divestasi Blok Rokan, beban signature bonus sekitar Rp 11,5 triliun harus diperhitungkan kembali. Prinsipnya, karena telah dikuasai Pertamina 100% dan merupakan bagian dari core business, maka share-down Blok Mahakam dan Blok Rokan menjadi tidak relevan. Divestasi kedua blok akan bermasalah jika tetap diakukan dengan mengacu harga minyak yang rendah. Bisa terjadi tanpa adanya transparasi pula. Moral hazard dalam divestasi saham pada kedua blok ini sangat potensial terjadi. Karena prosesnya berlangsung tanpa tender. Pada sisi lain, prosedur baku proses divestasi belum tersedia. Pengawasan dari lembaga lain tidak optimal. Sehingga, potensi kerugian negara pada Pertamina dari divestasi atau share-down kedua blok akan sangat besar. Oleh sebab itu, IRESS mengajak publik dan menuntut DPR untuk mengawasi secara seksama rencana divestasi kedua blok migas dan juga keseluruhan aksi-aksi korporasi yang akan dijalankan Pertamina dan Kementrian BUMN sesuai road map. Rencana IPO dan seluruh rencana aksi korporasi dapat saja sarat kepentingan kapitalis-liberal. Kepentingan perburuan rente dan oligarki penguasa-pengusaha. Rakyat butuh bukti dari Erick Thohir bahwa Pertamina adalah korporasi milik negara yang perlu dikelola secara konstitusional. Sesuai prinsip GCG dan bebas moral hazard. Rakyat tidak lagi butuh retorika hipokrit pembrantasan mafia minyak atau pengangkatan Komisaris Utama yang cacat hukum. Selain itu, kita menuntut pertanggungjawaban atas kejahatan yang telah menjadikan Pertamina sebagai sapi perah. Penulis adalah Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS).
Indonesia Punya Formula, Mengapa Harus Vaksin China?
by Mochamad Toha Jakarta FNN - Kamis (23 Juli 2020). Ketika musim haji pada 2012 mewabah Flu Burung varian baru, New Corona, di sekitar Arab Saudi, melalui Onta, apakah vaksin yang dikirim ke sana itu dari China, Amerika Serikat atau negara lainnya yang selama ini dikenal sebagai produsen virus? Bukan! Bukan dari China atau AS yang biasanya memang rajin bikin vaksin! Tahukah Anda jika yang dikirim ke Arab Saudi itu ternyata formula bioto atau probiotik siklus/komunitas, berasal dari Indonesia yang dikemas dalam bentuk ampul vaksin? Atas permintaan Unicef, sebanyak 5.000 liter bioto dikemas oleh PT OM dalam ampul vaksin. Pengiriman ke Arab Saudi diatasnamakan Unicef, kemudian dibagikan kepada jamaah haji dan relatif berhasil menghindarkan jemaah haji dari wabah new corona. Beberapa waktu yang lalu, bioto dengan merk BJ dikirim ke Glenn Eagles, Singapore serta RS Malaya Malaysia, dan diberi merk sendiri, dengan indikasi untuk toksoplasma dan flu burung. Produk bioto tersebut dijual ke pasien, yang mayoritas orang Indonesia, dijual laris dengan harga Rp 1,5 juta rupiah. Di tempat lain, di Indonesia, ada profesor yang menjual suatu produk mikrobakteri dan diklaim hanya untuk toksoplasma, dijual dengan harga Rp750.000,-per botol (1,5 lt) dan laris. Faktanya ternyata produk yang dijual ini merupakan fermentasi bioto generasi ke 8 atau 9. Melalui riset yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penyakit flu burung adalah murni buatan pihak tertentu yang tidak menginginkan adanya keseimbangan dunia ini. Sifat virus flu burung, di tiap negara, bahkan tiap daerah bisa berbeda. Bahkan beberapa waktu terakhir ini, sering kita dengar adanya berbagai varian flu burung diantaranya H1N1, H5N1, H7N9 (di China), New Corona, yang konon dianggap lebih mematikan dibanding varian terdahulu. Yang membedakan tiap varian virus flu burung sebenarnya adalah jumlah bulu getar pada virus tersebut. Bulu getar/flagel itu sebanarnya adalah semacam alat penghangat pada virus itu yang berfungsi untuk mempertahankan hidup mereka sendiri. Maka bila telah dijumpai terdapat jumlah bulu getar yang berbeda, oleh para ahli virologi dikatakan sebagai mutasi genetik dari virus flu burung. Tamiflu jelas tidak akan efektif untuk tiap kasus flu burung. Tiap jenis obat hanya akan efektif pada daerahnya sendiri, dan obat itupun belum mampu mematikan virus flu burung tersebut. Pengobatan yang paling efektif untuk flu burung adalah dengan probiotik atau bioto karena jumlah laktat yang tinggi. Formula ini sudah banyak membuktikan efektifitas probiotik/bioto terhadap kasus flu burung, sehingga bagi yang sudah tahu, sekarang flu burung bukanlah penyakit yang menakutkan dan mematikan. Kasus flu burung di China telah memakan korban cukup banyak, hal tersebut terjadi karena China menolak produk probiotik dan lebih bangga dengan produk herbal mereka, sehingga penanggulangan flu burung menjadi kurang efektif. Perlu dicatat, di dunia ini, pusat pengembangan produk bakteri terdapat di negara Jepang, Israel, dan Jerman. Sementara AS merupakan pusat produk virus. Jepang dengan revolusi mikrobakteri yang dilakukan melalui proses penanaman tumbuhan dengan menggunakan teknologi pupuk alami non kimia, telah berhasil menghidupkan serta menghijaukan kembali wilayah Hiroshima dan Nagasaki. Orang yang sangat berperan pada proses tersebut bernama Teruo Higa, yang terkenal sebagai penemu teknologi EM (efektif mikroorganisme). Vaksin Sinovac Mulai pekan ini tersebar berita Vaksin Corona buatan China bernama Sinovac sudah datang di Indonesia. Senin, 20 Juli 2020, tiba di Kota Bandung. Vaksin buatan China ini diproduksi perusahaan China bernama PT Sinovac. Di Indonesia uji coba dilakukan PT Biofarma, sebuah BUMN yang laboratorium besarnya di Bandung. Biofarma akan mencari relawan dalam jumlah banyak yang mau disuntik Sinovac. Tulisan Dahlan Iskan, Menanti Sinovac, Rabu (22 Juli 2020) menarik disimak. Itulah orang yang disebut dengan relawan uji coba klinis tahap tiga. Khusus untuk uji coba tahap tiga ini jumlah relawannya harus banyak. Boleh dikata: sebanyak mungkin. Kalau bisa sampai 3.000 orang. Setidaknya 300 orang. Kian banyak dari angka 300 kian baik. Agar bisa mendapatkan hasil evaluasi yang terbaik. Berdasarkan evaluasi uji coba tahap tiga itulah badan-badan dunia akan memberi ijin edar. Yakni badan yang terkait dengan obat/vaksin baru. Setelah izin keluar barulah vaksin itu boleh dipakai secara umum. Istilahnya pun belum disebut 'resmi boleh dipakai' melainkan 'uji coba tahap empat'. Tapi, untuk uji coba tahap empat itu sasarannya bukan relawan lagi. Siapa pun boleh disuntik dengan vaksin baru itu. Sambil terus dimonitor oleh badan-badan perizinan obat/ vaksin-baru dunia. Itulah sebabnya penemuan obat baru itu mahal sekali. Untuk uji coba tahap 4 ini saja, biayanya bisa mencapai Rp 200 miliar. Itu kalau di negara-negara Barat. Padahal di sana tidak ada Pilkada. Karena itu untuk mencari relawan tidak mudah. Mereka sangat takut pada efek samping obat baru itu. Di sana relawan jenis ini mirip relawan Pilkada/ Pilpres kita: harus dibayar. Di samping harus ada gizi, mereka juga harus menandatangani banyak dokumen: misalnya tidak akan menuntut apa pun kalau ternyata ada masalah dengan obat/vaksin itu. Mereka juga harus lebih dulu menjalani pemeriksaan kesehatan. Lengkap. Pun setelah sebulan disuntik. Pemeriksaan setelah penyuntikan itu bisa sampai dua kali. Berarti dua bulan. Kalau pun uji coba tahap 3 ini berhasil, berarti paling cepat Oktober izin pakai dari badan-badan dunia akan keluar. Katakanlah: November. Di bulan November tepat setahun Presiden Jokowi menjabat, vaksin itu sudah bisa diproduksi masal. Itu sudah sungguh-sangat- amat-luar-biasa cepat. Hanya 10 bulan setelah Covid-19 menyerang Wuhan, China, vaksin sudah ditemukan – dan sudah bisa dipakai secara umum. Normalnya, jika di dunia barat, vaksin atau pun obat baru seperti itu baru bisa meluncur ke pasar paling cepat lima tahun. Rasanya ini rekor sepanjang masa. Pun tidak mungkin terjadi kalau bukan China. Bukan saja perizinannya cepat tapi mencari relawan di sana tidak perlu ada tim sukses. Terutama untuk relawan tahap satu. Yang fokusnya pada dampak efek samping. Betapa bahayanya. Di tahap ini perlu waktu dan penelitian yang sangat cukup untuk mengetahui aman tidaknya obat baru. Itu masih diteruskan dengan uji coba untuk tahap dua: untuk mengetahui tingkat keberhasilan. Dengan jumlah relawan sampai 60 orang. Semua itu sudah sukses dilakukan di China. Tinggal uji coba tahap tiga. Yang sasarannya tidak boleh hanya di satu negara. Itulah sebabnya biayanya mahal sekali. Jika di dunia barat. Dengan uji coba di banyak negara maka efektivitas obat/vaksin baru bisa diketahui secara luas. Pun terhadap berbagai jenis manusia. Yang gen dan darahnya berbeda-beda. “Saya bersyukur Indonesia dipilih menjadi salah satu dari banyak negara lain untuk uji coba tahap tiga itu. Itu sebagai pertanda bahwa kita akan boleh memproduksi sendiri nantinya,” tulis Dahlan Iskan, seperti dikutip Disway.id, Rabu (22 Juli 2020). Relawan tahap tiga ini harus dari berbagai macam manusia: anak, remaja, muda, setengah umur dan orang tua –asal jangan tua sekali. Masing-masing dengan jenis kelamin yang berbeda-beda: laki, perempuan dan yang half-half. Mengapa harus Vaksin China? Apakah di Indonesia tidak ada ahli yang bisa membuat vaksin untuk atasi Virus Corona atau Covid-19? Padahal China sendiri pernah gagal saat menangani Flu Burung sehingga memakan korban cukup banyak. Hal itu terjadi karena China menolak produk probiotik, China lebih bangga dengan produk herbal mereka, sehingga penanggulangan flu burung menjadi kurang efektif. Masih adanya serangan Virus Corona di China sekarang ini bukti kegagalan China. Sebagai warga biasa, saya cuma bisa menyarankan, sebaiknya Biofarma tak perlu lakukan uji coba (lanjutan dari China) Vaksin Sinovac pada orang Indonesia. Jika ada kemauan, di sini sudah ada formula probiotik yang terbukti efektif atasi Covid-19. Sudah banyak uji klinis yang membuktikan, formula probiotik berhasil “mengobati” pasien Covid-19. "Kalau pake probiotik kan gak bisa korupsi. Covid-19 ini sangat menguntungkan pemain, Mas!" ujar seorang sumber. Penulis adalah Wartawan Senior.
Djoko Tjandra, Pembeli Kekuasaan dengan Predikat “Best Buyer”
by Asyasi Usman Jakarta FNN - Kamis (23 Juli 2020). Terima kasih Tuan Djoko Tjandra. Anda telah menunjukkan kepada seluruh dunia bahwa Anda bisa mengatur siapa saja di negeri ini. Anda bisa membeli siapa saja yang Anda perlukan. Anda bisa menyewa siapa saja yang Anda inginkan. Anda bisa membeli orang-orang berbintang yang sedang berkuasa. Anda bisa merekrut ‘bodyguard’ berpangkat brigjen. Anda bisa membeli pengacara yang memberikan ‘bantuan hukum’ dan ‘bantuan untuk melanggar hukum’. Saya bisa memahami perasaan Anda sekarang. Dan bisa juga memahami perasaan Anda sejak dulu. Yaitu, perasaan Anda yang bahagia luar biasa. Karena Anda yang berhasil menginjak-injak harga diri bangsa kami. Bangsa Indonesia. Anda tidak salah. Anda hanya berperilaku sebagai seorang pembeli. Pembeli kekuasaan semata. Pepatah mengatakan, “Pembeli itu Raja”. Tentunya maksud pepatah ini adalah bahwa penjual kekuasaan akan melayani Anda seperti raja. Anda itu adalah seorang ‘customer’ istimewa di mata para pedagang kekuasaan. Pastilah para pedagang kekuasaan akan selalu mendekati Anda. Mulai dari pedagang kekuasaan level asongan sampai pedagang kekuasaan level plaza. Anda memang beruntung bisa membeli kekuasaan apa saja yang Anda perlukan. Anda juga bisa membeli kekuasaan di tingkat kelurahan sampai ke tingkat menteri. Berbahagialah Anda, Tuan Djoko. Berbahagia karena berhasil mempermalukan kami yang masih merasa terhina oleh tindakan Anda. Harus diakui, banyak orang yang merasa tidak terhina oleh perilaku Anda. Anda tidak salah, Tuan Djoko. Yang salah adalah kami-kami yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perasaan normal para pemimpin dan pejabat tinggi kami. Yang sejak lama sudah terbiasa direndahkan, dihina, dan dilecehkan oleh orang-orang hebat seperti Anda. Kami belum sanggup seperti mereka. Mereka merasa tak terhina, tak tercela, ketika mendengar Anda bisa keluar-masuk di ruangan kerja para petinggi negara yang kami anggap mewakili martabat rakyat. Anda tidak salah, Tuan Djoko. Yang salah adalah kami semua. Kami sangka Pancasila itu diamalkan oleh para pemimpin kami sesuai dengan ceramah mereka. Ternyata sudah lama dilakukan ‘penyesuaian’ pengamalan Pancasila dengan ‘kebutuhan’ zaman. Rupanya, selama ini para pemimpin atau pejabat kami meneriakkan Pancasila hanya untuk menyebut kami teroris, radikal, ISIS, khilafatis, anti-NKRI, dan lain sebagainya. Kami sangka mereka benar-benar berpancasila. Kami tak menduga kalau mereka itu sudah lama berpura-pura. Kami yang tak sadar bahwa Pancasila sudah disimplifikasikan menjadi panduan yang luwes (fleksibel) agar para petinggi bisa beradaptasi dengan suasana kompetitif. Kami terlambat tahu bahwa belakangan ini memang dibangun kompetisi di kalangan para petinggi. Yaitu, kompetisi menjual kekuasaan supaya ada ‘penerimaan non bujeter’ yang lebih besar. Dengan kompetisi itu, para pemegang kekuasaan akan berlomba atau bersaing untuk mendapatkan hasil penjualan terbanyak. Termasuk bersaing dalam merebut pembeli kekuasaan kelas paus. Tampaknya, Tuan Djoko bisa dikategorikan ke dalam daftar pembeli papan atas. Bisa diberi penghargaan “best buyer”. Pembeli terbaik. Pantasanlah kemarin itu Tuan Djoko Tjandra memberikan teladan kepada para konsumen penikmat kekuasaan. Teladan tentang bagaimana cara melecehkan martabat rakyat, bangsa dan negara ini. Penulis adalah Wartawan Senior.
Papua Butuh Desekuritisasi
by Natalius Pigai Jakarta FNN – Rabu (22/07). Seorang Mama warga pengungsi berdiri dan berorasi dengan mengatakan, “dirinya melahirkan anak tidak untuk mati sia-sia. Mama itu membesarkan anaknya untuk menjaga Tanah Papua”. Sambunnya lagi, “sebelum Indonesia ada di Papua, tidak pernah ada orang Papua yang dibunuh sembarang”. Inilah kata-kata yang keluar dari mulut Mama Papua saat unjuk rasa protes penembakan Aparat TNI terhadap dua orang warga di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua, Sabtu (18/7) lalu. Peristiwa ini kemudian menyulut aksi unjuk rasa pada Senin (20/7). Korban bernama Elias Karunggu (45 tahun) tewas bersama seorang anaknya dari Seru Karunggu (20 tahun). Senin lalu (20/7) keluarga korban bersama sejumlah masyarakat Kabupaten Nduga telah turun ke jalan melakukan aksi protes atas kasus penembakan ini. Dalam aksi tersebut, masyarakat meminta pemerintah Indonesia bertanggungjawab terhadap seluruh insiden penembakan dan kekerasan, yang kini menyulut perlawanan dari warga Papua di Ndugama. Pengunjuk rasa meminta Presiden Joko Widodo menarik pasukan TNI/Polri. Presiden harus segera menghentikan operasi militer yang telah dan sedang berlangsung di wilayah Ndugama. Mereka menilai, aparat keamanan kerap salah sasaran dalam melakukan operasi. Sebab, beberapa warga tanpa memegang senjata telah menjadi sasaran penembakan. Pemerintah masih meletakkan militer sebagai instrumen penting untuk mencegah konflik di Papua. Bahkan negara kini berpandangan bahwa jalan kekerasan militer itu satu-satunya cara untuk mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sayangnya, skenario Jakarta ini sangat tidak tepat. Karena Jakarta tidak hanya menghadapi kelompok TPN/OPM, tetapi wilayah Papua yang terpisah dengan Jakarta jika dilihat dari etnologi dan antropologi ragawi, memiliki ciri-ciri fisik sebagai orang-orang berkulit hitam dan suku bangsa Melanesia. Di dalam hukum pertahanan, telah diajarkan bahwa kekuasaan negara akan jatuh dikala negara merdeka menghadapi satu rumpun etnik yang berbeda. Hal ini telah dibuktikan di Rusia yang melepaskan 13 negara Eropa Timur dan 3 negara Kaukasia Selatan. Jugoslavia pecah akibat multi etnik. Sudan Selatan dan Utara serta India, Pakistan dan Bangladesh. Karena itu problem di Papua tidak akan selesai jika Jakarta mengambil jalan kekerasan militer. Negara perlu mengambil jalan penyelesaian secara bermartabat melalui desekuritisasi. Pilihan desekuritiasasi diperlukan di Papua untuk menjamin keamanan dan perlindungan hak asasi manusia. Apalagi menyusul tidak ada pergeseran kebijakan keamanan di wilayah itu. Sudah bukan jamannya lagi untuk mempertahankan kekuatan militer sebagai satu-satunya jalan penyelesaian masalah Papua. Oleh karena itu, desekuritisasi di Papua agar segera dilakukan, karena pendekatan militer melahirkan peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM. Berbagai penangkapan, penyiksaan, pembunuhan dan operasi militer di Papua telah menanam bibit-bibit kebencian. Yang tidak hanya kepada negara, tetapi juga kepada penduduk sipil kaum migran. Selama ini negara terkesan mengabaikan persoalan di Papua. Persoalan Papua dianggap Jakarta tidak penting. Pemerintah Jakarta hanya sibuk mengurusi pusat kekuasaan dan mengabaikan masalah social kemasyarakat dan keamanan di Papua. Sejak tahun 1969, secara umum pola pendekatan keamanan di Papua tidak bergeser. Pemerintah masih meletakkan militer sebagai instrumen penting untuk mencegah konflik di Papua. Namun pemerintah tidak sadar, bahwa sejak tahun 2010 Rakyat Papua telah menempu jalan penyelesaian masalah Papua secara diplomasi dan tanpa kekerasan. Pola baru pendekatan di Papua ini telah menyebabkan simpati dari berbagai negara dan komunitas internasional. Namun untuk menghadapi kekerasan militer, sayap militer di TPN/OPM masih melakukan perlawanan. Militer dan TPN/OPM masih dianggap sah dalam konteks antar combatan (inter-combat) berdasarkan hukum perang. Sesuai hukum humaniter dan konvensi Jenewa. Persoalannya, semua jenis operasi militer yang diterapkan di Papua yaitu operasi perbatasan. Operasi pengamanan daerah rawan dan obyek vital. Operasi intelijen dan operasi teritorial. Rakyat Papua telah dan sedang menjadi korban penangkapan, penyiksaan, pembunuhan. Ini masalah serius. Pemerintah Jakarta jangan menganggap enteng masalah ini. Otonomi Khusus Papua tidak lantas ikut merubah pola pendekatan militer atau desekuritisasi. Justru yang ada adalah berbagai kebijakan yang dapat dilihat untuk menyatakan secara lantang Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOP). Salah satunya indikatornyta dengan pengiriman aparat TNI/Polri secara terus menerus, sebagaimana juga dituliskan dalam hasil penelitian Imparsial . Pertama, kebijakan keamanan yang melibatkan militer. Kedua, masih berjalannya operasi militer. Ketiga, diteruskannya pengiriman pasukan non-organik ke Papua. Keempat, perluasan dan penambahan struktur komando teritorial baru di Papua. Kelima, pembangunan pos-pos TNI di sekitar pembangunan sarana sipil. Keenam, penumpukan dan penyimpangan anggaran APBN, APBD dan swasta untuk TNI terkait dengan operasi militer. Ketujuh, rencana pembangunan gelar kekuatan TNI yang baru di Papua. Operasi militer menghadapi insurgensia domestik tidak dapat dibenarkan. Karena akan menyebabkan kerusakan substantial, yaitu tragedi kemanusiaan. Rakyat Papua seakan-akan berada di daerah jajahan. Itulah sebabnya Rakyat Papua menolak secara serempak, simultan, masif dan meluas menolak penerapan Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Penulis adalah Aktivis Kemanusiaan.
Mencari Jati Diri Indonesia di Tengah Pandemi
by Chaerudin Affan SE, M.Kesos Jakarta FNN – Rabu (22/07). Sudah beberapa bulan terakhir ini dunia dilanda bencana yang serius. Bumi seperti berhenti berputar. Roda ekonomi macet total. Semua negara direpotkan dengan kedatangan mahluk halus yang menyerang dan melumpuhkan sendi-sendi kehidupan bernegara. Kepanikan bukan hanya milik masyarakat. Tetapi juga para pengelola negara di seluruh dunia. Sudah teramat lama sejak 1918-1920 silam, dunia mengalami serangan mahluk halus. Serangan yang melululantakkan dunia. Kini mahluk halus itu datang lagi, dengan keganasan dan tidak dapat diselesaikan menggunakan teknologi yang berkembang pesat dalam dekade terakhir ini. Negara di dunia kini sibuk mengurus diri masing-masing. Adapun pengelola kawasan yang terserikat seperti Uni Eropa juga belum bisa menyelesaikan masalah di kawasannya. Semua negara sedang mencari selamat masing-masing. Maka wajar saja, hingga hari ini belum ada keputusan paten oleh Uni Eropa untuk mengatasi sendi-sendi yang rusak akibat serangan mahluk halus tersebut. Walaupun gelombang kepanikan masyarakat dunia sudah mulai mereda, Nyatanya kerusakan yang ditimbulkan masih juga terus berlanjut. Indonesia sebagai kunci dari lalulintas dua benua besar, otomatis terdampak. Bahkan ikut terkena serangan mahluk halus itu. Ribuan orang meninggal dalam kurun waktu empat bulan. Ratusan ribu warga negara telah menjadi inang dari mahluk jahannam dan yang tidak dikenal tersebut. Situasi di Indonesia tidak jauh dari negara-negara lain di seleruh dunia. Sejak mulai pertengahan maret pemerintah menetapkan serangan pandemi covid 19. Padahal sebelumnya para pejabat negara menangkis keras adanya serangan mahluk halus yang masuk ke negara ini. Namun setelah jumlah kasus semakin bertambah tinggi, untuk menanggulangi pandemi, berbagai protokol kesehatan dibuat oleh pemerintah pusat dan diikuti oleh pemerintah daerah. Indonesia nampak begitu gagap menghadapi serangan mahluk halus yang dikenal dengan sebutan corona. Tidak hanya sendi ekonomi yang terlihat semakin rusak. Tetapi juga sendi-sendi bernegara ikut semakin rusak dan berantakan. Kita bisa lihat pada awal pandemi, bagaimana pemerintah daerah yang tidak bersinergi antara tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota dengan pusat. Bagaimana kebijakan daerah banyak sekali yang bertabrakan dengan kebijakan di tingkat atasnya atau tingkat pusat pada awal penanggulangan. Bahkan terdapat pemerintah daerah yang saling caci-maki atau saling menyudutkan di media sosial. Pemandangan yang sangat buruk dan primitif untuk disaksikan oleh generaasi muda. Namun itulah kenyataan yang harus dinikmati. Kerusakan sendi sosial bukan main dampaknya. Beberapa bulan sholat Jum’at dan ibadah gereja ditiadakan. Perayaan hari-hari besar keagamaan juga ditiadakan. Pemberlakuan social distancing secara langsung ikut merubah kultur budaya Indonesia yang ramah menjadi saling curiga. Pembatasan sosial juga mengharuskan masyarakat melakukan berbagai aktivitas sehari-hari di rumah. Semua kegiatan dan aktivitas sosial kontak didigitalisasi. Jabat tangan yang sebelumnya merupakan ciri khas sosial kultur masyarakat Indonesia juga menghilang sekejap. Kalau di luar negeri jangan ditanya lagi. Kemungkinan jabat tangan hanya ada dalam acara resmi saja. Semua menjadi serba kaku. Kerusakan disendi ekonomi dirasakan semua lapisan. Semua masyarakat merasakan dampaknya. Tidak terkecuali masyarakat dengan strata ekonomi yang ada di tingkat atas. Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang ekonomi lemah? Tentu sudah mulai bernapas dengan mulut. Karena hidungnya sudah semakin terjepit. Namun di tengah kerusakan yang dibuat oleh mahluk halus terhadap sendi-sendi negara, masyarakat Indonesia mulai menemukan jati dirinya. Dalam sendi sosial budaya misalnya, jabatan tangan mulai difariasi. Sikap saling curiga kemudian berubah kembali menjadi tolong menolong atau gotong royong. Kembalinya jati diri rakyat Indonesia sebenarnya adalah penyelamat pemerintah dalam mengatasi kesulitan ekonomi rakyat yang tidak dapat diatasinya. Sampai sekarang pemerintah masih kesulitan untuk memulihkan kerusakan di bidang ekonimi. Bahkan semakin bingung. Tidak tau jalan keluarnya. Saling menyalahkan sana-sini. Jati diri Indonesia sebagai sebuah bangsa nyatanya dipegang oleh rakyatnya. Disaat para pejabat masih saling tuding dan saling lempar tanggung jawab terhadap nasib rakyat. Padahal rakyat Indonesia justru sudah sibuk saling menolong di sekitarnya. Saat para pejabat daerah saling berebut bansos, rakyat sudah bergerak untuk membuat cara membantu tetangganya yang diisolasi mandiri. Disaat para pemangku kebijakan masih ribut soal tumpang tindih kebijakan ataran Provinsi dengan Kabupaten/Kota atau dengan Pemerintah Pusat, masyarakat secara inisiatif membuat protokolnya sendiri. Kemudian diterapkan di lingkungannya sendiri. Bahkan saat bansos di beberapa daerah tidak sesuai dengan ekspetasi rakyat, para pengusaha jauh lebih dulu menggelontorkan bantuan, baik itu berupa uang ataupun bahan pokok makanan. Gotong royong tidak hilang. Masih tetap ada dan melekat di masyarakat. Gotong royong yang dikatakan Bung Hatta sebagai cikal bakal Koperasi di Indonesia, yang telah lama hilang dari permukaan, kini tampak dijiwai masyarakat. Bila semangat gotong royong yang muncul di permukaan dapat dipotret dengan baik oleh para pemangku kebijakan, khususnya kepala Pemerintahan, tentu seharusnya mereka dapat mencontoh. Para pemangku kebijakan mencontoh untuk mengurangi ego sektoral. Juga mencontoh untuk saling mendukung. Mencontoh untuk berbagi peran sesuai dengan fungsi masing-masing. Mencontoh untuk tidak saling menuding. Mencontoh untuk tidak merasa diri sebagai pejabat paling hebat dari yang lain. Mencontoh untuk tidak membuat kegaduhan dengan pernyataan-pernyataan yang merasa paling benar sendiri. Mencontoh untuk saling merangkul dan memaafkan. Mencotoh saling menerima kritik untuk perbaikan. Bukan mencontoh untuk saling melaporkan di polisi. Lebih jauh dari itu semua, potret gotong royong di masyarakat seharusnya dapat ditangkap. Lalu, kemudian dikristalkan dalam model ekonomi koperasi. Bukan menjadikan koperasi sebatas objek skrup ekonomi yang hanya menerima bantuan. Koperasi dan Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM) seharusnya dijadikan sebagai core ekonomi nasional, karena telah tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945. Saat ini seharusnya pemerintah mulai berbenah. Sebelum semuanya terlanjur musnah. Jati diri Bangsa Indonesia kembali terkubur. Dibawa oleh para penganut paham Neo-Merkantilisme. Meraka inilah yang sekaligus berprofesi sebagai pemburu rente. Penghisap darah rakyat seperti cerita dracula di malam hari. Sayangnya, mereka pemburu rente ini beroperasi mulai dari pagi, siang, sore, malam dan sampai pagi. Penulis adalah Direktur Pemberdayaan Masyarakat Pusat Kajian Kepemudaan (PUSKAMUDA) FISIP Universitas Indonesia.
MUI Jadi Lokomotif Perjuangan Umat
by M Rizal Fadillah Jakarta FNN – Rabu (22/07). Skandal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang disinyalir merongrong ideologi Pancasila, bukan saja telah membuat gaduh ruang perpolitikan nasional. Tetapi telah masuk ke aspek keagamaan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) turut tersengat, lalu mengeluarkan Maklumat yang jelas, tegas dan keras. Disamping menolak RUU HIP, MUI juga meminta segara dilakukan pengusutan kepada para inisiator atau konseptor RUU yang berbau menghidupkan kembali faham komunisme tersebut. Bahkan, sikap lanjutan dari MUI adalah kemungkinan adanya "masirah kubro" dari umat Islam, jika Maklumat tidak diindahkan oleh DPR atau Pemerintah. Umat Islam serentak mengadakan aksi-aksi protes. Sikap penolakan umat hampir terjadi di seluruh Indonesia. Sikap umat Islam tersebut untuk menindaklanjuti Maklumat MUI. Isu ancaman kebangkitan neo PKI dan komunisme melalui perundang-undangan yang menggerakkan aksi umat itu. Tekad umat Islam untuk menekan pengambil keputusan, agar mencabut atau membatalkan pembahasan RUU sangat kuat. Aksi berkelanjutan sudah teragendakan. Namun realitas yang dihadapi umat Islam adalah, baik DPR maupun Pemerintah tidak bergeming (unmoved). Hingga saat ini DPR tidak melakukan pencabutan atau pembatalan RUU HIP dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Sementara Pemerintah alih-alih bersikap menolak pembahasan. Justru yang terjadi malah pemerintah mengajukan RUU baru tentang BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila). Umat kecewa dan tidak dapat menerima penggantian RUU tersebut. Seruan MUI tidak didengar dan diabaikan. MUI adalah lokomotif aspirasi dan perjuangan umat Islam. Karenanya sikap MUI selanjutnya kini ditunggu oleh umat Islam. What next? Ada dua sasaran tekanan, yaitu DPR sebagai inisiator RUU HIP. Ultimatum yang lebih keras mesti dikeluarkan oleh MUI. Kedua, Pemerintah yang telah membelokkan perhatian dengan mengajukan RUU BPIP. Terhadap kedua hal ini, MUI bukan saja layak untuk menolak keberadaan RUU BPIP. Tetapi juga mendesak Pemerintah agar membubarkan BPIP. Sikap lebih tegas MUI dinilai penting untuk membuktikan bahwa Maklumat yang dikeluarkan itu bukan basa basi. Bukan juga main main atau gertak sambal. MUI adalah lembaga keagamaan yang mewakili umat Islam. Pengabaian atau pelecehan terhadap Maklumat MUIdinilai berhubungan dengan aspek keagamaan. Kemungkaran harus dicegah. Mengotak-atik kesepakatan tentang ideologi Pancasila itu dikategorikan sebagai kemungkaran berat. Umat Islam diperlakukan tidak proporsional oleh rezim ini. Ada kebijakan untuk peminggiran atau sekularisasi. Dari isu intokeransi, radikalisme, bahkan terorisme selalu mengarah pada umat Islam. Khilafah, jihad, dan kafir menjadi terma yang direduksi maknanya. Buku agama pun diobrak-abrik. Kurikulum pendidikan, dari Sekolah Dasar sampa dengan Menengah Atas diobrak-abrik. Tujuannya menghilangkan segala macam istilah dan nama-nama yang berkaitan dengan Islam. Saatnya bagi MUI untuk menempatkan diri sebagai lokomotif perjuangan umat. Umat Islam harus kembali berwibawa dan tidak bisa diperlakukan semena-mena. RUU HIP dan RUU BPIP menjadi batu ujian penyikapan serius MUI. Masirah kubro adalah langkah yang ditunggu-tunggu. Maklumat hanya tinggal maklumat, jika tidak menjadi washilah peningkatan kekuatan dan perlawanan umat. MUI adalah lokomotif. Bukan pelengkap. Penulis adalah Pemerhati Politik dan Keagamaan.
Gibran vs Kotak Kosong
by Tony Rosyid Jakarta FNN – Rabu (22/07). Purnomo tersingkir dari calon Walikota Solo. Wakil Walikota Solo ini harus mengubur mimpinya untuk bisa berlaga di Pilkada Solo Desember nanti. Karir politik Purnomo mendadak berhenti setelah dihadang Gibran, putra sulung presiden yang tanggal 23 september 2019 lalu baru mendaftarkan diri sebagai anggota resmi PDIP. Meski lebih senior dan punya pengalaman yang lebih matang, tapi Purnomo bukan anak presiden. Dari sisi akseptabilitas dan elektabilitas, Purnomo jauh lebih tinggi dari Gibran. Sebelum akhirnya anjlok ketika Purnomo sempat mengundurkan diri dari pencalonan. Kok mundur? Rupanya Purnomo menyadari betul, tak mungkin bisa melawan putra mahkota Istana. Purnomo tahu siapa yang dihadapi. Tetapi, pengunduran diri Purnomo ditolak oleh DPC PDIP Solo. Ujung-ujungnya, ia pun tetap nggak direkomendasi oleh DPP PDIP. Nyesek! Selain anak presiden, Mas Gibran lebih muda, keluh Purnomo setelah pulang dari istana. Kasihan amat ya! Lebih kasihan lagi, Purnomo sekarang harus muncul ke publik untuk memberi dukungan kepada Gibran. Publik tahu itu bukan jiwa besarnya, tapi ada faktor x kenapa Purnomo harus melakukannya. Purnomo bukanlah malaikat bro! Kecewa, manusiawilah, kata FX Hady Rudyatmo, Walikota Solo yang sekaligus Ketua DPC PDIP Solo. Hady yang sedari awal ngotot merekomendasikan Purnomo untuk maju sebagai calon Walikota Solo. Idealisme Hady layak untuk diapresiasi. Meski pada akhirnya harus menyerah di hadapan dua kekuatan besar, yaitu Presiden dan DPP PDIP. Begitulah politik bekerja. Tak ada pakem, kecuali kepentingan yang ditransaksikan di atas meja demokrasi. Siapa yang mampu membeli dengan harga paling tinggi, dialah pemenangnya. Soal moral dan kepatutan, itu nomor 12. Peduli amat dengan moral! Kenapa Gibran yang baru berusia 33 tahun dan belum genap setahun jadi kader resmi PDIP harus dipaksakan maju di pilkada Solo? Pertama, ini soal momentum boss. Dalam posisi orang tua sedang menjabat sebagai presiden, Gibran lebih mudah mendapatkan tiket PDIP. Dalam konteks pilkada Solo ini, pertarungan yang sesungguhnya adalah bagaimana merebut tiket dari PDIP. Tiket didapat, beres semua! Karena tiket inilah yang paling menentukan. Meski harus memotong Purnomo yang jauh lebih senior, berpengalaman dan matang dalam segala hal. Beda cerita jika Gibran harus berjuang sendirian untuk mendapatkan tiket dari PDIP. Tanpa keterlibatan tangan Sang Ayah, nggak kebayang bagaimana Gibran bisa dapat rekomendasi PDIP itu. Kedua, peluang menang sangat besar. Siapapun yang dicalonkan PDIP di Pilkada Solo, hampir pasti akan menang. Sebab, Solo itu basisnya PDIP. Lalu, siapa bakal calon lawan Gibran? Kotak kosong! Bukan karena tak ada yang berani. Faktornya karena tiket yang tersisa nggak cukup untuk mengusung calon lawan. Sudah habis diborong oleh istana untuk Gibran. Di Solo itu, 30 kursi milik DPRD milik PDIP. Gerindra, PAN dan Golkar masing-masing 3 kursi. PSI 1 kursi. Semua akan mengusung Gibran. Kecuali 5 kursi PKS tak cukup mengusung calon sendiri. Sebab, untuk mengusung calon minimal harus mendapatkan 9kursi. Kenapa PKS nggak ikut bergabung? Bukannya kalau nggak ikut bergabung juga nggak bisa mencalonkan? Jika PKS sedikit mau bersikap pragmatis dengan ikut mengusung Gibran, setidaknya akan kecipratan kompensasi reziki. Apakah berupa biaya operasional kampanye, ataupun pasisi di pemerintahan Solo nantinya. Yaa 5 kursi itu, pasti lumayan! Hingga hari ini, tak ada tanda-tanda PKS ikut dukung Girban. Justru sebaliknya, PKS tampak menguatkan posisinya sebagai partai oposisi terhadap Jokowi. PKS tetap Konsisten! Bagaimana kalkulasi politik di pilkada Solo desember besok? Gibran akan menang. Peluang untuk kalah kecil sekali. Sederhana menghitungnya. Pertama, Solo itu basisnya PDIP. Terbukti 67% suara PDIP yang kuasai. Punya 30 kursi DPRD diduduki kader PDIP. Dan kita tahu, kader dan pemillih PDIP cukup militan di Solo. Mesin politiknya PDIP sangat bisa diandalkan untuk bekerja. Kedua, Gibran didukung oleh semua partai, kecuali PKS. Dalam konteks ini, PKS juga nggak punya calon. Artinya, nggak akan ada lawan yang berarti. Kemungkinan lawan Gibran cuma kotak kosong saja. Memang, pilkada Kota Makasar tahun 2019 lalu, kotak kosong bisa menang. Tetapi, Makasar bukan Solo. Kondisi obyektifnya jauh berbeda dengan Solo. Jangan dibandingkan. Nggak tepat! Ketiga, Gibran itu anak presiden. Akses kekuasaan akan sangat membantu bagi kemenangan Gibran. Belum lagi peran para pendukung Jokowi. Baik dukungan politik maupun logistik. Bagi warga Solo, siap-siaplah punya Walikota baru dan sangat muda. Baru 33 tahun. Nama Walikota itu adalah Gibran Rakabuming Raka. Putra Sulung Presiden Joko Widodo. Bagi anda yang belum sreg dan meragukan kapasitas Gibran, berupayalah untuk belajar menerima keadaan seperti Purnomo. Pasrah apa adanya! Karena itulah situasi obyektifnya. Kalau nggak bisa terima, emang lu bisanya apa? Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa