OPINI
PDIP Bersiap Buka Pintu Darurat?
Oleh Hersubeno Arief Jakarta, FNN - Ada tanda-tanda yang cukup kuat PDIP sedang bersiap membuka pintu darurat (emergency exit). Jika pesawat terpaksa harus crash landing, mendarat darurat. Mereka bisa segera lompat dengan selamat! PDIP memang belum sepenuhnya bersiap melompat. Tapi mereka sudah membuat ancang-ancang. Tahapan menuju langkah tersebut telah dipersiapkan. Sedikit demi sedikit mulai dijalankan. Dimulai dengan pernyataan dari Masinton Pasaribu. Anggota Komisi III DPR RI itu secara mengejutkan menyebut Perppu No 1 Tahun 2020 merupakan kepentingan nyata oligarki. “Ini bukan Perppu. Ini sabotase konstitusi,” kecamnya dalam melalui cuitan di akun twitternya. Masinton tidak menyebut secara spesifik siapa yang dia maksud dengan oligarki.Sebagai pengusung utama, bahkan pemegang saham mayoritas pemerintahan Jokowi, publik memahami bila ada oligarki, maka PDIP adalah pilar dan bagian utama oligarki itu sendiri. Siapa yang dimaksud dengan oligarki oleh PDIP semakin jelas ketika Arteria Dahlan menyatakan kekhawatirannya, Perppu akan menciptakan “presiden di atas presiden.” “Ada ‘penguasa’ yang lebih berkuasa dari Presiden Joko Widodo,” ujar politisi PDIP itu dalam Rapat Kerja dengan Ketua KPK Firli Bahuri. Arteria curiga ada yang coba memanfaatkan sitausi pandemi untuk mengeruk keuangan negara melalui Perppu. Dalam Perppu N0 1 Tahun 2020 pemerintah diberi kewenangan menggunakan dana sekitar Rp 405,1 Trilyun tanpa ada pengawasan. Para pengguna juga tidak dapat dipidana bila terjadi salah penggunaannya. Dengan dana sebesar itu Arteria curiga ada orang atau kelompok yang ingin menguasai Indonesia secara instan. Tanpa kampanye, tanpa modal bisa menjadi Presiden Indonesia. “Pak ketua kita harus jaga Jokowi agar tidak tersandera. Yang bawa mobil orang lain, kalau nabrak dia yang bertanggung jawab,” ujarnya mengingatkan Ketua KPK. Soal penggunaan anggaran perang melawan Covid-19 ini sebelumnya sempat memunculkan polemik antara anggota DPR RI Adian Napitupulu dengan Meneg BUMN Erick Thohir. Adian mempertanyakan siapa yang dimaksud Erick sebagai mafia alat kesehatan (alkes). Adian curiga jangan-jangan dia termasuk yang dituding Erick. Erick sebelumnya menyatakan ketergantungan Indonesia pada alkes impor memberi peluang mafia beraksi. Mafia mendominasi impor alkes. (PDIP ditinggalkan) Berbagai pernyataan politisi muda PDIP di Senayan ini menunjukkan adanya gesekan dan perbedaan kepentingan antara PDIP dengan Jokowi.Pertama, PDIP sebagai pemegang saham mayoritas Jokowi ternyata memang benar, tidak menjadi pengendali pemerintahan Jokowi. Ada orang atau kelompok yang menjadi pengendali pemerintahan Jokowi. Soal ini sesungguhnya sudah ditangkap publik dengan melihat susunan kabinet kabinet Jokowi Jilid II. PDIP tidak mendapat pos yang cukup penting dan basah. Benar PDIP mendapat jatah kursi paling banyak. Dari 16 kursi jatah Parpol, PDIP menempatkan lima orang kadernya. Mereka adalah Menseskab Pramono Anung, Yasonna Laoly (Menkum HAM), Tjahjo Kumolo (Menpan RB), Juliari Batubara (Mensos), dan Gusti Ayu Bintang Darmavati (Menteri PPPA) . Kalau mau dilihat dari sisi kedekatan secara politis, PDIP juga mendapat pos Jaksa Agung. Posisi ini dijabat ST Burhanuddin adik kandung politisi PDIP TB Hasanuddin. Posisi menteri utama atau yang juga dikenal sebagai Trium Virat, Menhan, Menlu dan Mendagri dijabat figur non PDIP. Mereka lah yang akan mengambil alih kendali pemerintahan, bila Jokowi dan Ma’ruf Amien udzur dan berhalangan tetap. Bukan kader PDIP. PDIP ternyata juga gagal menyingkirkan dan menggantikan Luhut Binsar Panjaitan yang selama ini dianggap sebagai Super Minister. Budi Gunawan orang dekat Ketua Umum PDIP Megawati ternyata harus cukup puas dengan posisi lamanya sebagai Kepala BIN. Padahal Budi Gunawan berperan penting dan sangat berjasa atas kemenangan Jokowi. Budi Gunawan pula yang berhasil mempertemukan Jokowi dengan Prabowo Subianto. Luhut gagal berkali-kali membujuk Prabowo. Kedua, PDIP tampaknya tidak dilibatkan, tidak kebagian bancakan dana Covid-19. Bahkan dibandingkan seorang Stafsus milineal yang kebagian dana Pra Kerja Rp 5,6 Triliun pun mereka kalah. Bukan hanya curiga, jangan-jangan sudah punya bukti, ada yang memanfaatkan dana Covid-19 untuk kampanye gratis. Polemik antara Adian dengan Erick Thohir juga menyiratkan ada yang panen besar dan ada yang tidak kebagian dari pengadaan alkes. Dengan memunculkan berbagai isu itu ke tengah publik, PDIP ingin memberi isyarat. Mereka tidak ikut bertanggung jawab bila terjadi apa-apa pada pemerintahan Jokowi. Mereka bisa cuci tangan dan melompat keluar dengan selamat melalui pintu darurat bila pemerintahan Jokowi harus crash landing. Terpaksa mendarat darurat dampak dari bencana pandemi. Kapan mereka mau melompat? Kelihatannya tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Berbagai pernyataan itu disampaikan oleh para politisi muda. Second layer, lapis kedua. Bukan para politisi senior. Belum jadi kebijakan resmi partai. Ibarat pemain silat, mereka diperintahkan melancarkan pukulan jurus kembang. Belum menggunakan jurus mematikan. Masih terbuka pintu-pintu negosiasi, tarik menarik, deal-deal politik memanfaatkan momentum pandemi. PDIP tidak mungkin begitu saja melepas aset sangat besar seperti Jokowi. Meminjam judul buku Andrew Ross Sorkin (2009) yang kemudian difilmkan Too Big to Fail, Jokowi terlalu besar dibiarkan gagal. Dampaknya terlalu besar, termasuk bagi partai banteng moncong putih itu. Mereka bisa kut terseret pusaran bencana. End. Penulis Wartawan Senior.
Quantitative Easing (QE) Ala Indonesia Bukti Pembegalan Konstitusi
By Anthony Budiawan Jakarta FNN – Rabu (29/04). Belum lama ini beredar banyak pendapat yang mendesak Indonesia perlu “mencetak uang”. Tujuannya untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia akibat pandemi Covid-19. Mekanisme “mencetak uang” ini mereka namakan, atau samakan, dengan Quantitative Easing (QE). Quantitave Easing ini adalah kebijakan moneter yang dimotori bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau the FED. Tujuanya, untuk mengatasi krisis sektor keuangan akibat pecahnya gelembung kredit sektor perumahan pada tahun 2007-2008. Kebijakan moneter QE ini juga diikuti oleh berbagai negara maju lainnya seperti Inggris, Uni Eropa, Jepang dan banyak lainnya. Akibat pandemi Covid-19 yang merebak awal 2020 lalu, membuat beberapa bank sentral di negara-negara maju memutuskan untuk menjalankan kebijakan QE lagi. Dengan harapan, dapat menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak anjlok terlalu dalam. Sehubungan dengan ini, banyak pihak yang mengusulkan agar Indonesia melakukan QE juga. Bahkan ada mantan menteri yang turut mengusulkan. Jumlahnya tidak kecil. “Indonesia harus cetak uang”, katanya, setidak-tidaknya Rp 1.600 triliun sebagai paket stimulus ekonomi. Mekanisme QE usulan mereka (sebut saja QE ala Indonesia) dilakukan dengan cara Bank Indonesia (BI) membeli surat utang negara di pasar primer. Artinya, pemerintah dan BI melakukan transaksi secara langsung. Pemerintah menerbitkan surat utang (baru) senilai Rp 1.600 triliun untuk kemudian dibeli secara langsung oleh Bank Indonesia. QE model Indonesia ini benar-benar sangat ngawur. Ternyata mereka tidak paham apa yang dimaksud dengan QE tersebut? QE adalah kebijakan moneter “luar biasa” yang harus diambil ketika kebijakan moneter biasa sudah tidak efektif lagi. Dalam keadaan krisis, langkah pertama kali yang dilakukan bank sentral pada umumnya menurunkan suku bunga. Ketika ekonomi masih belum menunjukkan tanda-tanda membaik, suku bunga bisa diturunkan terus hingga mendekati 0 persen. Tujuannya, dari penurunan suku bunga ini agar biaya pinjaman menjadi lebih murah. Bisa meringankan beban bunga perusahaan, dan juga diharapkan menggairahkan investasi dan konsumsi. Ini merupakan stimulus ekonomi dari kebijakan moneter. Dalam situasi suku bunga yang sudah mendekati 0 persen, namun ekonomi masih belum juga membaik, maka bank sentral bisa mengambil kebijakan moneter menerapkan QE. Targetnya, agar bisa lebih efektif untuk lebih menggairahkan ekonomi negara. Cara kerja QE sebagai berikut. Bank sentral mengumumkan akan membeli surat utang negara untuk jangka menengah, atau surat utang korporasi di pasar sekunder (open market operations) untuk sejumlah tertentu. Diumumkan secara terbuka kepada publik. Sehubungan dengan krisis pandemi Covid-19, The FED sudah menurunkan suku bunga secara agresif, yaitu 0,5 persen pada 3 Maret 2020 dan 1 persen pada 15 Maret 2020, sehingga suku bunga The FED sudaH mendekati 0 persen. Pada pertengahan Maret 2020, The FED kemudian mengumumkan pembelian surat utang negara senilai U$ 75 miliar dolar per hari untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Jumlah ini kemudian dikurangi menjadi U$ 50 miliar dolar per hari pada akhir Maret lalu. Kebiijakan QE oleh The FED ini tidak ada urusannya dengan pemerintah Amerika Serikat. Apabila ekonomi membaik sesuai target bank sentral, bukan target pemerintah (eksekutif), QE bisa dihentikan kapan saja. Apabila kemudian ada ancaman inflasi, bank sentral bisa menjual kembali surat berharga yang dibeli melalui QE open market operations tersebut. Tujuannya, agar suku bunga kembali naik untuk meredam inflasi. Gambaran di atas merupakan proses umum kebijakan moneter QE diberlakukan. Pertama, tingkat suku bunga sudah mendekati 0 persen. Sedangkan suku bunga Bank Indonesia saat ini masih “sangat tinggi”, yaitu 4,5 persen. Maka, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat jauh dari syarat diberlakukan QE. Dalam situasi ini, BI masih mempunyai ruang gerak yang sangat luas untuk menurunkan suku bunga. Kenapa BI tidak menurunkan suku bunga? Maknya sangat tidak masuk akal. Ketika suku bunga masih sanmgat tinggi, tapi mau melakukan QE. Kedua, QE adalah kondisi di mana bank sentral membeli surat utang negara (dan korporasi) di pasar sekunder melalui open market operations. Tujuan utama QE adalah untuk menurunkan suku bunga jangka pendek dan jangka menengah. Itu dulu target utamanya. Oleh karena itu, usulan agar BI membeli surat utang negara di pasar primer berlawanan dengan mekanisme QE seperti digambarkan di atas. Berlawanan dengan persyaratan umum QE yang berlaku di seluruh dunia. Pembelian surat utang negara di pasar sekunder melalui open market operations itu menunjukkan bahwa bank sentral independen. Paket stimulus Amerika Serikat yang mencapai U$ 2,3 triliun dolar, tidak ada hubungannya sama sekali dengan bank sentral, The FED. Paket stimulus ini diajukan pemerintah kepada DPR AS untuk dimintakan persetujuannya. Bagaimana cara mendanai stimulus tersebut bukan urusan The FED. Oleh karena itu, QE ala Indonesia, yang mengusulkan agar BI membeli surat utang negara di pasar primer tidak mempunyai basis sama sekali. Itu usulan yang ngawur dan ngaco. Itu mau menjerumusin negara, termasuk pembegalan terhadap konstitusi. Penulis adalah Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)
Ahli Ilmu Falak: Wabah Corona Berakhir 18-31 Mei 2020
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Tulisan berikut ini beredar dan di-share di wall Facebook Mas Hendrajit, Direktur Eksekutif Global Future Institute. Judul tulisan: “Berakhirnya Wabah Menurut Ilmu Falakiyah”. Falak (Arab) secara bahasa (etimologi) berarti orbit atau lintasan benda-benda langit. Ilmu Falak yaitu ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit-khususnya bumi, bulan, dan matahari-pada orbitnya masing-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya, agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi. A. Ilmu Falak disebut juga ilmu hisab, karena ilmu ini menggunakan perhitungan. B. Ilmu Falak disebut juga ilmu rashd, karena ilmu ini memerlukan pengamatan. C. Ilmu Falak disebut juga ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas-batas waktu. D. Ilmu Falak disebut juga ilmu haiah, karena ilmu ini mempelajari keadaan benda-benda langit. Itulah sekilas pandang tentang ilmu Falak. Santri mempeng alias rajin dan berotak di atas rata-rata saja butuh 6-8 tahun untuk memahami ilmu ini (sebatas faham, belum ke level memahami). Dan, satu lagi biasanya dari 300 Santri yang mengikuti pelajaran Ilmu ini, biasanya tidak lebih dari 20 yang sanggup bertahan hingga akhir alias khatam. (Begitu kata Mbah Mas'ud Himmasal Bekasi). Hilangnya wabah menurut perhitungan ilmu Falak yang ditulis ahlinya hali dalam ilmu per-Falakan, “Wabah (Tha’un), Penyakit/Virus ('Ahah) dan Bintang Tsurayya”. Baginda Rosulillah Muhammad SAW bersabda (yang artinya): “Jika Bintang (Najm) naik, maka diangkatlah penyakit/virus dari penduduk seluruh negeri” (HR. at-Thabrani). “Jika Bintang (Najm) terbit pada pagi hari, maka diangkatlah penyakit/virus dari penduduk seluruh negeri” (HR. Abu Daud). “Tidaklah terbit Bintang (Najm), sementara di bumi tengah dilanda penyakit/ virus, melainkan (penyakit/ virus) itu diangkat” (HR. Ahmad). Al-Hafidz Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam kitab “Badzl al-Ma’un” nya menyatakan (Hal. 369): “Wabah (Tho'un) pada masa lalu, terjadi pada Musim Semi, setelah berakhirnya Musim Dingin. Wabah berakhir di permulaan Musim Panas”. Perhitungannya seperti ini : 1. Penyakit/Virus hilang saat Bintang (Najm) terbit di waktu pagi. 2. Waktu pagi yang dimaksud adalah waktu Fajar. 3. Najm yang dimaksud adalah Bintang Tsurayya. 4. Pada periode 12 Mei – 6 Juni, Matahari berada di Buruj Tsaur (zodiak Taurus) dan Buruj Jawza’ (zodiak Gemini), di Manzilah (posisi) Bintang Tsurayya. Namun, yang muncul pada pagi harinya adalah bintang Syarthin (Alnath) pada 12 Mei dan Bathin (Allothaim) pada 25 Mei 2020. 5. Tanggal 7 Juni, Matahari berada di Buruj Jawza’ (Gemini), di Manzilah (posisi) Bintang Huq’ah (Alchatay). Pada waktu Fajar, bintang yang terbit (Thali'/Ascendant) adalah Bintang Tsurayya (Alchaomazon) 6. Kemunculan Tsurayya pada waktu Fajar ini sekaligus menandakan masuknya Musim Panas dan berakhirnya Musim Semi. 7. Waktu Fajar untuk DKI Jakarta pada 7 Juni 2020 masuk pada pukul 04.44 Wib. Sedangkan Tsurayya mulai terbit di Ufuq Timur (Thali'/Ascendant) pada pukul 04.52 Wib. Jadi kapan berakhirnya Wabah Virus Covid-19 ini? Tanggal 7 Juni 2020. Yakni pada saat Tsurayya terbit atau muncul pada pagi hari, pada waktu Fajar, yang sekaligus menandai masuknya Musim Panas. Untuk Indonesia, khususnya yang berada di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua, adalah masuknya Musim Kemarau. Namun kemungkinan pada 7 Juni 2020, Tsurayya belum bisa terlihat muncul pada pagi hari, karena Tsurayya baru saja terpisah dari Matahari. Sehingga masih ada dampak sinar matahari terhadapnya. Waktu yang paling cepat munculnya Tsurayya adalah setelah melewati setengah perjalanannya, yakni 6 hari. Yang itu berarti tanggal 13 Juni 2020. Tanggal inilah (13 Juni 2020) waktu yang kemungkinan Tsurayya terlihat muncul pada pagi hari atau waktu fajar. Sekaligus tanggal inilah (13 Juni 2020), virus yang mewabah ini baru (mulai) terangkat dan hilang. Karena uraian tersebut Teks Falakiyah, maka dari Satgas NU Peduli Covid-19 Kabupaten Demak yang juga melibatkan Lembaga Falakiyah ikhtiar dan berupaya memberikan respon berbasis Ilmu Falak yang disampaikan oleh Sekretaris LF NU Kabupaten Demak, Kiai Ach Musyafa'. Kiai Musyafa’ menyikapi postingan yang mengkorelasikan antara wabah tho'un dan ilmu falak. Di sini LF NU fokus menyikapi tentang bintang tsuroya yang memang telah di artikan dalam hadist tersebut. Bahwa ilmu perbintangan itu ada 2, yakni: Ilmu Hisab dan Ilmu Nujum. Ilmu hisab adalah Perhitungan benda langit dengan hitungan pasti. Sedangkan Ilmu nujum adalah Perhitungan kejadian alam yang dikaitkan dengan benda-benda langit. Dalam hal ini kita akan berbicara tentang bintang Tsuroya yang akan muncul pada buruj tsaur pada derajat 30 sampai buruj jauzak pada derajat 11. Buruj tsaur kalau dalam ilmu perbintangan adalah taurus. Dan buruj jauzak adalah gemini. “Lebih tepatnya menurut perhitungan kami awal munculnya bintang tsuroya yaitu ketika deklinasi matahari 57° tepatnya pada tanggal 18 Mei. Dan, berakhirnya bintang tsuroya yaitu di deklinasi matahari 68° tepatnya tanggal 31 Mei,” tulisnya. Dan, belum masuk pada bulan Juni 2020. Kalau kita kaitkan dengan hadist: “Artinya ketika bintang yang di situ diartikan tsuroya muncul. Maka, akan hilanglah wabah dari semua muka bumi”. Kesimpulannya, “Menurut perhitungan kami bahwa wabah akan berangsur hilang mulai pada tanggal 18 Mei sampai 31 Mei 2020. Ini hanya sebuah perhitungan yg memang sesuai dengan nama ilmu hisab. Masalah kebenarannya semua ada pada kekuasaan Alloh,” tegasnya. Perhitungan berdasarkan Ilmu Falak yang dilakukan Kiai Ach Musyafa' itu nyaris sama dengan prediksi yang disampaikan Singapore University of Technology and Design (SUTD) yang mengungkap akhir dari wabah corona di sejumlah negara. Seperti dilansir Detik.com, Minggu (26 Apr 2020 13:55 WIB), Indonesia sendiri diprediksi berakhir pada 6 Juni mendatang. Data tersebut menggunakan artificial intelligence (AI) yang berbasis pada model matematika tipe susceptible-infected-recovered (SIR). Model SIR ini diregresikan dengan data dari berbagai negara untuk memperkirakan kurva siklus hidup pandemi dan memperkirakan kapan pandemi tersebut akan berakhir di masing-masing negara dan dunia, dengan menghimpun data terbaru dari Our World in Data. Menurut data yang dimuat pada Sabtu (25/4/2020) tersebut, jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia akan lebih dulu mengakhiri wabah Corona yaitu pada 6 Mei. Menyusul Singapura yang diprediksi berakhir pada 4 Juni 2020. Sementara itu pandemi Corona di dunia diprediksi akan berakhir 100 persen di akhir tahun. Tepatnya pada 8 Desember 2020. Meski begitu, data yang diungkap dalam laman web SUTD Data “When Will Covid-19 End” ini ditujukan untuk mendukung penelitian. Disebutkan bahwa sangat mungkin jika terdapat kesalahan. Dengan demikian, bisa saja yang benar itu justru dengan pendekatan Ilmu Falakiyah! ***
Pak Joko, Lockdown Itu Memang Tidak Langsung Melenyapkan Corona, Tetapi...
By Asyari Usman Jakarta, FNN - "Coba tunjukkan negara mana yang berhasil melakukan lockdown dan bisa menghentikan masalah? Nggak ada menurut saya," kata Jokowi dalam wawancara dengan Mata Najwa edisi 22 April 2020. Begini Pak. Lockdown (sebutlah itu ‘karantina wilayah’) memang pasti tidak akan serta-merta melenyapkan virus Covid-19 begitu masa lockdown selesai. Tak mungkinlah. Sudah benar yang panjenengan katakan itu. Tidak mungkin langsung hilang. Tetapi, melalui tindakan lockdown itu ruang gerak penyebaran virus menjadi sempit. Itu tujuannya, Pak. Besok langsung lenyap, sangat tak mungkin Tuan. Nah, begitu ruang gerak virus semakin sempit karena lockdown, maka penyebaran yang merajalela bisa ditahan lajunya. Menahan kecepatannya, Pak. Misalnya begini, Pak. Ada satu keluarga 6 orang. Salah seorang di antara mereka membawa virus Corona. Kalau mereka dikunci di rumah mereka, maka secara teoritis paling banyak 5 orang berikutnya yang tertular. Yaitu, anggota keluarga itu saja. Bagaimana kira-kira kalau keenam orang itu bebas berada di luar? Bebas ke café. Bebas ke restoran. Bebas berjumpa dengan teman dan kerabat, dll. Karena tidak ada lockdown. Kira-kira kemungkinan penularan massalnya besar atau tidak? Pasti besar kemungkinannya. Iya ‘kan, Pak? Kalau setiap orang dari 6 orang itu kita sepakati berpeluang besar menulari dua orang (inilah angka rata-rata yang disebutkan oleh para ahli penyakit menular), maka mereka akan menulari 12 orang lainya jika mereka bebas berkeliaran. Kemudian, yang 12 orang ‘new comer’ ini juga bebas berkeliaran. Maka, secara aritmatik, kita akan mendapatkan penambahan 24 orang ‘new comer’ berikutnya. Begitulah seterusnya, Pak. Jadi, ketika jumlah tertular (positif) mencapai ribuan atau belasan ribu tanpa lockdown, kira-kira apa yang akan terjadi, Pak? Kalau tak salah, jawabannya adalah pengalaman pahit Amerika Serikat (AS) sekarang ini. Mereka punya lebih satu juta positif Covid-19. Kebetulan pula, Pak Donald Trump sejak awal meremahkan virus ini. Terlambat melakukan tes massal. Terlambat juga melakukan lockdown. Mereka santai saja, ‘business as usual’ (seperti tak ada kejadian). Nah, apakah lockdown terlambat di AS itu akan sia-sia? Tidak berguna? Tidak bisa mengatasi masalah? Kalau Pak Joko ingin melihat hasil yang sim-salabim, dalam arti bulan depan semua klar, memanglah lockdown itu tak berguna. Tak bisa mengatasi masalah. Tak bisa menjawab pertanyaan Bapak di awal tulisan ini. Tapi, kalau Pak Joko setuju bahwa sasaran lockdown itu adalah penyelesaian jangka panjang (bisa jadi 3-4 bulan), insya Allah berguna Pak. Seperti diteorikan oleh para pakar epidemiologi. Bagaimana degan Singapura? Mereka buat lockdown total tapi kasus positifnya bertambah terus? Begitu juga Arab Saudi, kasus positif makin banyak. Apa gunanya lockdown? Kalau di Singapura, ini yang terjadi Pak. Saya kompilasi beberapa berita di media internasional. Pada 7 April 2020, pemerintah memberlakukan pembatasan keras. Mirip lockdown. Seharusnya lockdown ini berakhir pada 4 Mei nanti. Tapi diperpanjang sampai 1 Juni. Penularan di kalangan warga negara bisa dikendalikan sejak lockdown. Tapi, belakangan ini jumlah positif itu melonjak drastis. Bukan di kalangan warga negara Singapura. Melainkan di kalangan para pekerja dari luar termasuk Bangladesh, India, Myanmar, dll. Ada 200,000 pekerja migran di situ. Mereka tinggal di asrama-asrama yang padat penghuni dengan fasilitas kamar mandi/toilet dan dapur bersama (sharing). Penularan berlangsung cepat. Menurut catatan penguasa, 60% kasus positif di Singapura terjadi di kalangan warga asing yang bermukim di negara kota tsb. Hingga hari ini, jumlah yang tertular mencapai 14,423. Lockdown untuk warga negara yang memiliki hunian sendiri, cukup manjur menangkal penyebaran virus Corona. Di Indonesia, lockdown dalam bentuk PSBB pun cukup menolong. Gugus Tugas Covid-19 mengatakan, grafik kasus baru di DKI Jakarta mulai mendatar. Artinya, PSBB yang ‘banyak bolong-bolong’ itu pun masih saja efektif. Apalagi kalau lockdown versi asli. Pastilah lebih mujarab. Cuma, biayanya memang besar. Begitu dulu, Pak Jokowi. Semoga jelas soal manfaat lockdown. Selamat berbuka puasa.[] Penulis Wartawan Senior.
Akhirnya, Semua Terima dan Puji Anies Bawesdan
By Tony Rosyid Jakarta FNN – Selasa (28/04). Bagi sebagian orang, Anies dianggap musuh. Pertama, mereka yang merasa kalah di pilgub DKI. Sebagian sportif, dan mengaku kalah. Lalu melupakannya. Sebagian kecil lainnya belum bisa "move on". Kedua, mereka yang terganggu kepentingan politik dan projectnya. Siapapun yang merasa terganggu, akan melawan. Anda kalau kepentingannya terganggu, pasti juga akan melawan. Baru berhenti melawan kalau sudah terakomodir kepentingannya. Atau sudah merasa kalah. Atau mulai sadar dan waras. Ketiga, buzzer yang melihat peluang. Ada kesempatan kerja. Cukup poduksi bullyan dan ajak 30-50 orang untuk demo di balaikota. Ini cara efektif mendatangkan uang recehan. Memang gak akan kaya, tapi cukup untuk ganjal perut dalam posisi nganggur. Tiga kelompok ini akan selalu hadir di sepanjang sejarah jika ketemu seorang pemimpin macam Anies. Pemimpin non kompromis terhadap oligarki. Penghentian reklamasi, penutupan Alexis, pencabutan kelola apartemen oleh pengembang, adalah beberapa contoh kebijakan non kompromi itu. Orang bilang “Anies terlalu nekat. Berani ambil risiko”. Anies hanya salah satu contoh nyata yang bisa kita saksikan hari ini tentang tipologi pemimpin yang non kompromis. Sejarah model ini telah ada dan berulang di masa lalu. Dan akan terus berulang di masa yang akan datang. Secara ilmiah, inilah hukum sejarah Orang yang paham sejarah mengerti betul soal ini. Gak perlu kaget jika orang seperti Anies banyak musuh. Tapi, angin politik nampaknya sudah mulai berubah. Satu persatu mulai memberi apresiasi terhadap Anies. "Lakon iku menange mburi", kata orang Jawa. Artinya? Cari saja di kamus. Sekalian nyari arti "mudik" dan "pulang kampung" . Kalau sudah ketemu, gak usah diperpanjang diskusinya. Ora mutu! Saat ini, PSI mulai dukung Anies. Gak usah kaget ketika dengat Raja Juli Antoni mengajak semua anggota DPRD untuk kerjasama Anies soal memberi tempat tinggal bagi tunawisma. Covid-19 membuat sejumlah orang gak bisa bayar kontrakan. Karena itu, mesti difasilitasi. Dalam hal ini, PSI apresiasi Anies. Tidak saja PSI, Tito Karnavian, mendagri juga berulangkali memuji kinerja Anies. Tito menganggap langkah Anies terbaik dan sangat cepat dalam menangani covid-19. Tito obyektif! Apa yang diungkap Tito sejalan dengan hasil survei Median, binaan Rico Marbun. Anies berada di posisi teratas sebagai kepala daerah dalam menangani penyebaran covid-19. Mulai dari perencanaan, kecepatan dan ketepatan. Biarlah itu pekerjaan surveyer. Gak terlalu penting untuk dibahas. Yang lebih penting bagaimana sinergi pemerintah pusat dan daerah efektif mencegah penyebaran covid-19. Ini inti dan hal yang paling mendasar. Terkait dengan Anies, muncul pertanyaan, mengapa banyak pihak akhir-akhir ini mulai menerima dan mengapresiasi Anies ya? Pertama, Anies seperti benteng yang kokoh. Dihajar dan diserbu tanpa henti, tetap stabil. Sabar dan terus bekerja. Ini soal karakter dan mental. Gak mudah! Umumnya pemimpin itu reaktif saat dikritik. Dikit-dikit lapor. Lapor kon dikit? Kedua, Anies punya pola merangkul, tidak memukul. Siapapun penghina Anies, dimaafkan. "Dicaci gak tumbang, dipuji gak terbang". Kalimat ini jadi populer. Inilah prinsip yang nampaknya selalu dipegang oleh Anies. Anies sadar, risiko pemimpin harus siap dicaci, bahkan difitnah. "Nabi Yang sempurna saja difitnah, apalagi Anies. Anies itu siapa sih..." katanya. Ini ungkapan kesadaran bahwa seorang pemimpin harus siap dicaci dan difitnah. Ketiga, narasi Anies mudah dipahami dan membuat rakyat merasa nyaman. Santun dan menghargai. Jauh dari caci maki dan bahasa menyalahkan. Ngayomi! Keempat, kebijakan dan kerjanya terukur. Meski ada pihak-pihak yang hampir selalu melihatnya secara apatis. Tapi, pada akhirnya bisa dirasakan hasilnya. Anies konsisten dengan gagasan yang diyakininya. "ide, narasi, baru kerja", katanya. Pola inilah yang membuat segalanya jadi terukur. Soal penanganan covid-19, Anies bilang: "Biarlah saya dibully di medsos, asal tidak disalahkan oleh sejarah. Kita akan lihat buktinya" . Dan apa yang dilakukan Anies terkait dengan covid-19 sepertinya sudah mengungkap buktinya. Angka penyebaran covid-19 di Jakarta berangsur turun. Tgl 16/4, ada tambahan 223 orang positif Covid-19. Sepuluh hari kemudian, yaitu tanggal 26/4 penambahan turun jadi 65. Tentu, saham dan peran semua pihak tidak boleh diabaikan. Kelima, Anies tidak korupsi. Meski berulangkali dituduh korupsi. Tuduhan itu dipastikan bukan dari ICW, BPK, Kepolisian, KPK dan lembaga-lembaga anti korupsi yang lain. Lalu dari mana tuduhan itu? Tak perlu menyebut nama atau kelompok. Yang pasti, tuduhan itu lebih bersifat politis. Ini bisa ditemukan indikator politiknya. Lima fakta di atas sepertinya logis untuk mengurai kesuksesan Anies meraih apresiasi dari berbagai pihak. Termasuk dari mereka yang "semula dianggap berseberangan" secara politik. Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Menakar Kebijakan Pelonggaran Moneter (Quantitative Easing) Masa Krisis
By Andi Rahmat Jakarta FNN – Selasa (28/04). Akhir-akhir ini ramai dibicarakan dikalangan pengambil kebijakan perekonomian nasional mengenai suatu kebijakan pelonggaran moneter/Quantitative Easing (QE ) dalam menghadapi pemburukan perekonomian akibat pandemi Covid 19. Kebijakan mencetak uang (QE ) dianggap sebagai alternatif solusi bagi upaya mempertahankan momentum perekonomian Nasional. Cerita sukses kebijakan ini dalam mengatasi krisis keuangan global tahun 2008, serta-merta menjadi semacam “panacea” bagi krisis ekonomi yang terjadi sekarang. Kesuksesan kebijakan ini di tahun 2008 bukan saja karena berhasil menahan keruntuhan sistem keuangan global di masa itu. Tapi juga mengembalikan momentum pertumbuhan ekonomi global kearah yang lebih baik. Dan yang makin membuatnya menjadi model sukses adalah karena juga terbukti tidak berakibat pada inflasi tinggi, terutama di negara-negara yang besar-besaran melakukan kebijakan ini. Seperti Inggris dan Amerika Serikat. Mencetak uang, dimana-mana memang merupakan tugas utama bank sentral. Yang membedakan QE dengan pencetakan uang dalam keadaan normal adalah karena jumlahnya yang sangat besar, di luar “kebiasaan normal”. Mencetak uang dalam keadaan normal biasanya disebut sebagai ekspansi moneter. Kebijakan ini secara siklikal dilakukan bank sentral dalam mengendalikan perkembangan perekonomian. Di luar soal jumlah, pembedanya juga adalah penggunaan instrumen penyalur (transmisi) kebijakan moneter, dimana QE menggunakan instrumen kebijakan yang tidak lazim dalam keadaan normal. Lantas bagaimana melihat kelaikan kebijakan QE di Indonesia? Secara berkala Bank Indonesia mengeluarkan laporan pelaksanaan tugas moneternya. Secara berkala pula, laporan ini disampaikan ke DPR RI, khususnya kepada Alat Kelengkapan DPR RI yang membidangi kebijakan moneter. Yang perlu dicatat, jumlah uang beredar yang dilaporkan oleh BI itu adalah Uang dalam pengertian luas/ Uang Beredar Luas atau M2 dan Uang Beredar Sempit Atau M1. M2 adalah akumulasi uang dalam bentuk kartal (tunai), uang giral dan uang kuasi. Uang Kartal atau Mo hanya dapat dan boleh dicetak oleh Bank Sentral, tetapi uang giral dan uang kuasi dicetak oleh perbankan, dan dibeberapa negara juga dicetak oleh lembaga keuangan non bank (terutama uang kuasi). Itu sebabnya Bank Umum dapat disebut juga sebagai Lembaga Pencetak Uang Giral (LPUG). Sejak tahun 2013 hingga 2019, pertumbuhan uang beredar (M2) di indonesia mengalami peningkatan hampir dua kali lipat. Pada bulan Oktober 2013, Uang Beredar Luas (M2) di Indonesia berjumlah Rp. 3.576,3 rilliun. Pada Bulan Oktober 2019, Jumlahnya sdh mencapai Rp. 6.026,9 trilliun. sepanjang kurun itu terdapat penambahan Uang Beredar Luas (M2) sebesar Rp. 2.450,6 trilliun. Selama kurun itu pula, antara 2103-2019, pertumbuhan PDB rerata di kisaran 5-5,2%. Pertumbuhan inflasi pun demikian. Tercatat, setelah tahun 2013, dimana inflasi (YoY) tumbuh tinggi 8,36%, memasuki tahun 2015 hingga 2019, inflasi masing-masing 3,35% (2015), 3,02% (2016), 3,61% (2017) 3,13% (2018) 2,72% (2019). Dapat dikatakan, sepanjang tahun 2013-2019, pertumbuhan jumlah Uang Beredar Luas menunjukkan korelasi positif dengan tugas pokok BI dalam mengendalikan inflasi tanpa menimbulkan kontraksi berlebihan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kesemua itu terjadi dalam situasi yang relatif normal. Tanpa suatu krisis berskala besar baik secara global maupun domestik. Patut pula dicatat, pertambahan jumlah uang beredar sebesar Rp. 2.450,6 trilliun itu merupakan gambaran kumulatif dalam kurun waktu tahun 2013 hingga tahun 2019. Yang sudah tentu didalam perkembangan bulanannya mengalami dinamika naik-turun. Secara teori, suatu kebijakan QE bisa saja dilakukan manakala terjadi deflasi persisten dalam perekonomian. Seperti yang dilakukan oleh Bank Of Japan (BOJ) sepanjang kurun waktu 1990-an hingga 2000-an. BOJ adalah pelopor kebijakan QE di era paska 1970-an. Uniknya, kebijakan yang ditujukan untuk merangsang perekonomian dengan mendorong inflasi ini ternyata tidak terlalu signifikan dalam menciptakan efek inflatoir bagi perekonomian Jepang. Alih-alih perekonomian Jepang terjebak dalam stagflasi (keadaan inflasi yang datar) berkepanjangan. Juga apabila terjadi kontraksi pada ukuran money velocity. Yaitu manakala daya ungkit (multiplier) uang mengalami pelambatan dalam perekonomian. Kecepatan pertukaran uang dalam perekonomian melambat. Yang bisa saja timbul oleh turunnya penawaran atau turunnya permintaan. Apabila dalam kuartal kedua tahun ini yang terjadi adalah penurunan bersamaan penawaran dan permintaan (supply and demand), yang saya duga kemungkinan besar akan terjadi karena efek ekonomi yang ditimbulkan oleh pendemi Covid 19 ini, maka kebijakan Quantitative Easing patut dipertimbangkan secara matang oleh BI. Kita tidak boleh mengulangi kekeliruan Rill Bill Doctrine yang menghalangi Bank Sentral AS untuk melakukan ekspansi moneter besar-besaran di tahun 1929, yang berujung pada krisis berkepanjangan yang kemudian kita kenal sebagai The Great Depression. Pada krisis keuangan global tahun 2008, QE dilakukan untuk mengatasi pembekuan likuiditas (Liquidity Freezing) didalam sistem keuangan. Pada waktu itu, pasar keuangan mengalami kegagalan berantai yang bersumber pada macetnya pasar uang antar bank. Kemacetan ini sendiri merupakan dampak dari keruntuhan instrumen pasar hutang beragunan aset (Collaterized Debt) yang merambat keberbagai instrumen keuangan lainnya. Jadi QE ditahun 2008 pada dasarnya adalah QE yang dilakukan dalam rangka mengatasi kekeringan likuiditas didalam sistem keuangan yang mengancam kestabilan perekonomian secara keseluruhan. Yang perlu dicatat adalah kebijakan QE ini bertujuan untuk menstimulasi perekonomian. Tidak lebih. Titik krusialnya terletak pada pengamatan yang dalam terhadap keadaan kinerja penawaran dan permintaan. Jadi bukan karena suatu pertimbangan di luar tujuannya. Terlebih-lebih oleh pertimbangan politik. Atau dengan kata lain, suatu pengamatan independen oleh BI berdasarkan analisis berbasis pengetahuan yang cermat (knowledge base policy) yang seyogyanya menjadi landasan kebijakan QE. Untuk itu, ada empat parameter yang mesti diperhatikan betul dalam hal ini. Pertama, jaminan korelatif antara pertumbuhan ekonomi yang diharapkan baik dalam masa menahan pemerosotan perekonomian, maupun pada masa recovery perekonomian, dengan besaran kebijakan QE yang dilakukan. Mencetak uang dalam jumlah sangat besar dalam suatu kurun waktu yang terbatas tentu mengandung resiko tidak ringan bagi perekonomian. Apalagi dalam suatu negara dengan ukuran PDB seperti Indonesia. Ekonomi kita memang sudah masuk dalam kategori “Trillion Dollar Economy”. Tapi tetap saja, dengan berbagai alasan yang tidak saya sebutkan dalam tulisan ini, kita tidak dapat membandingkannya begitu saja dengan perekonomian Jepang, Inggris atau bahkan Amerika Serikat. Dalam beberapa tulisan sebelumnya, saya mengutip aksi moneter negara-negara tersebut bukan untuk membandingkannya secara langsung. Tapi lebih pada penekanan mengenai pentingnya peranan yang lebih luas dan bagi BI dalam penanganan krisis ekonomi akibat pandemi Covid 19. Dimana fungsi BI yang dimaksudkan berakar pada pemahaman terhadap karakteristik fundamental perekonomian Indonesia. Kedua, kedalaman pasar keuangan di Indonesia. Di negara- negara seperti Amerika Serikat, Inggris dan sebagian besar Uni Eropa (diluar negara- negara Eropa Tengah) pasar keuangan mereka sudah sangat dalam. Hingga dalam pencatatan moneter mereka, secara faktual berdasarkan aktivitas pasar keuangan, pendefinisian money supplynya hingga M4 dan M5. Menurut hemat saya, pasar keuangan kita belum seperti negara-negara tersebut. Seperti yang selalu dikemukakan oleh BI dalam berbagai kesempatan, Indonesia masih dalam situasi mode dangkal (shallow mode) dalam hal pasar keuangan. Kalau parameter pertama berhubungan dengan kuantitas, maka parameter kedua ini akan berhubungan dengan saluran transmisi dan variasi program dan alat (tools) yang dipergunakan. QE dalam keadaan pasar keuangan yang dangkal, tentu akan riskan. Dan karenanya, tidak memiliki ragam alternatif saluran sebagaimana yang dimiliki oleh negara-negara yang pasar keuangannya sudah dalam. Sebagai akibat dari parameter pertama dan kedua, maka suatu jaminan terhadap efek hyperinflatoir dalam masa QE menjadi parameter ketiga. Kisah klasik Weimar hyperinflation menjelaskan pelajaran berharga kepada kita. Bahwa mencetak uang tanpa suatu jaminan sumber daya ekonomi yang menopangnya akan sangat berbahaya. Kebijakan untuk mencetak uang yang menyebabkan devaluasi mata uang terhadap Dollar misalnya, pada batas optimalnya akan menjadi spiral terhadap inflasi. Apalagi jika suatu perekonomian begitu bergantung kepada pembiayaan hutang. Parameter yang keempat adalah ketentuan yang diatur didalam UU No.3/2004 Tentang Bank Indonesia. Terutama yang menyangkut dengan Neraca Modal Bank Indonesia yang dimuat dalam pasal (6 ) Undang-undang ini. Ketentuan dalam undang-undang ini membatasi neraca modal Bank Indonesia terhadap kewajiban moneternya. Neraca modal Bank Indonesia dibatasi maksimum 10% dari seluruh kewajiban moneter BI. Sebagai catatan akhir. Konsep mengenai Money Supply tidak memiliki keseragaman dalam pendefinisiannya di berbagai Bank Sentral. The Federal Reserve dalam mendifinisikan Uang Beredar Luas (M2) berbeda dengan Pendefinisian ECB (European Central Bank). Perbedaan ini terletak pada persepsi mengenai uang yang beredar dan uang yang potensial beredar di dalam perekonomian. Catatan ini bertujuan untuk memastikan agar apabila kebijakan QE pada akhirnya menjadi pilihan massif yang dilakukan Bank Indonesia. Kita tidak akan salah pengertian dalam memaknai Uang Beredar Luas (M2, M3, M4 dan M5) dalam prakteknya. Yang dapat dijadikan dasar adalah kesepakatan di kalangan Bank Sentral dalam hal penggunaan Uang Beredar Luas (M2) sebagai alat utama pengukur inflasi moneter. Akhirnya, kepada Allah SWT jugalah kita memohon petunjuk dan pertolongan. Wallahu Alam. Penulis adalah Pelaku Usaha dan Mantan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI
Bedanya Ego Nasionalis dan Waras Nasionalis
Mereka yang berani meributkan pernyataan Rizal Ramli itu, sebagai pertanda bahwa mereka masih merasa sebagai Warga Negara Cina. Bukan Warga Negara Indonesia. Sehingga lebih baik disuruh pulang kampung saja ke negaranya. Jangan lagi hanya mudik (yang artinya kembali lagi ke Indonesia). Terbukti sekarang orang Cina yang seakan-akan menjadi warga negara itu, tidak tahu berterima-kasih di sini. By Hans Suta Widhya Jakarta FNN – Senin (27/04). Baru saja dituding SARA. Rizal Ramli yang begitu lugas mengkritik Cina (sesuai bahasa Indonesia, bukan China) seperti di ILC TVOne, sehari kemudian ia menetralisir tuduhan yang gencar disampaikan oleh netizen. Menurut pengamat Ekonomi yang sempat beberapa kali jadi menteri ini, bahwa yang dikritik itu Negara China, bukan Etnis Tionghoa. Lah? Inilah bedanya Ego Nasionalis yang dimiliki oleh seorang Rizal Ramli. Beda sekali dengan Waras Nasionalis yang melekat pada diri Ki Gendeng Pamungkas (KGP). KGP sejak tahun 1972, sudah kobarkan semangat Waras Nasionalisme. Waras Nasionalis yang menurut KGP, sama-sekali tidak mempunyai kepentingan kekuasaan atau ambisi murahan lainnya. Mengapa Rizal Ramli mundur atau kendur dengan ucapan awalnya sebagai Waras Nasionalisme itu? Padahal itu adalah sikap kesadaran sebagai Tuan Rumah di Bumi Nusantara ini? Jujur, saya jadi mempertanyakan sikap Rizal Ramli yang ambigu itu. Seharusnya dengan pernyataan itu, Rizal Ramli tidak perlu menguatiri banyak Warga Negara Keturunan (WNI) keturunan yang merasa tersinggung dan menganggap bahwa pernyataan RR tersebut adalah rasis. Sebab sejatinya tidak ada yang rasis dari pernyataan tersebut. Menurut saya, puncak nasionalis itu ya Rasis. Sehingga menjadi aneh, bila ada seorang pribumi yang mengritik Cina, tetapi kok ada warga keturunan di sini, yang sudah nyata-nyata menjadi warga negara kita, menjadi panas hatinya setiap kita bilang Cina atau RRC. Lucunya, mereka yang protes, saya duga sebagai pihak yang suka dan getol bicara tentang Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dan sebagainya. Mereka yang berani meributkan pernyataan Rizal Ramli itu, sebagai pertanda bahwa mereka masih merasa sebagai Warga Negara Cina. Bukan Warga Negara Indonesia. Sehingga lebih baik disuruh pulang kampung saja ke negaranya. Jangan lagi hanya mudik (yang artinya kembali lagi ke Indonesia). Terbukti sekarang orang Cina yang seakan-akan menjadi warga negara itu, tidak tahu berterima-kasih di sini. Ada pepatah Minang mengatakan "dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung". Ternyata pepatah ini tidak berlaku bagi orang Cina sekarang tinggal dan menjadi warga negara di Indonesia. Mentang-mentang sudah 200 tahun tinggal di sini, merasa ini negaranya juga. Pada tahun 1908 dan 1928 saja perwakilan mereka tidak ada yang ikut dalam merintis kemerdekaan bangsa nagara ini. Pantas saja Sukanto Tanoto pernah menyatakan bahwa “Indonesia hanya Ayah angkat atau ayah tiri. Sedangkan Republik Rakyat Cina sebagai ayah kandungnya”. KGP dengan Gerakan Front Pribumi yang dipimpinnya, menghimbau kepada seluruh pribumi agar pahami karakter orang-orang cina yang ada di tanah air ini. Mereka meski sudah jadi Bangsa Indonesia, tapi ternyata jiwanya tidak ikut mengakui. Mereka cuma hanya sekedar di bibir saja. Juga numpang hidup disini untuk mencari kekayaan semata. “Bila saja saya yang dipercaya menjadi Presiden bangsa Indonesia, maka keberadaan para cina-cina di sini akan diberlakukan status Warga Tamu (WT) di ujung kanan atas KTP mereka. Itu maknanya mereka Warga Tamu. Bukan pribumi asli, "ujar Ki Gendeng Pamungkas. Bila ucapan Rizal Ramli dituduh rasis dan tidak benar, maka orang cina yang ada saat ini dianggap tidak tahu berterima-kasih kepada pejuang, pendiri dan pemilik negeri ini. Andai kita suruh mereka pulang ke negara asalnya, mereka pasti merengek tidak mau pulang kampung. Karena mereka sudah keenakan mengeksplorasi kekayaan alam di sini. Mereka dibantu oleh pribumi-pribumi sampah yang bangga menjadi babu untuk cina. Penulis, Direktur Eksekutif Konsorsium Untuk Tranparansi Informasi Publik (KUTIP)
FAO Warning Krisis Pangan di Tengah Kegagalan Jokowi Dalam Tata Kelola Pangan!
Oleh Natalius Pigai Jakarta, FNN - WHO dan FAO telah memperingatkan dunia bahwa Pandemi Corona akan menyebabkan krisis pangan. Soal pangan adalah sektor esensial, sektor yang mengatur kebutuhan dasar, hisup matinya manusia. Ketika tahun 2014 Jokowi berkomitmen untuk membuka lahan pertanian 1 juta hektar di luar Jawa. Namun pada tahun 2019 dimasa kepemimpinannya pembukaan lahan 1 juta hektar hanya sebuah dongeng dan cita rasa utopia. Akibatnya tingkat keberlanjutan pangan jauh lebih rendah dari Vietnam, tingkat ketahanan pangan juga Indonesian berapa di urutan ke 17 di tahun 2019. Ancaman krisis pangan bukan hanya karena Pandemi Corona tetapi sebelum adanya ancaman virus ini kita telah mengabaikan ancaman krisis pangan. Lahan panen padi Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan total luas mencapai 7 juta ha dari 15 juta Ha atau hampir separuh dari lahan panen padi nasional. Menurut data Kementerian Pertanian, luas lahan panen padi pada 2017 meningkat 4,17% menjadi 15,79 juta hektare (ha). Jumlah tersebut terdiri dari luas lahan padi sawah seluas 14,63 juta ha dan padi ladang 1,16 juta ha. Jawa Timur merupakan provinsi dengan luas lahan panen padi terbesar, yaitu 2,29 juta ha atau sekitar 15% dari total luas lahan. Menurut angka ramalan II, Jawa Timur dapat memproduksi hingga 13,13 juta ton. Provinsi dengan luas lahan panen terbesar kedua adalah Jawa Barat yaitu seluas 2,12 juta ha (13,44%), diikuti oleh Jawa Tengah dengan luas 2,01 juta ha (12,74%). Berdasarkan data tersebut, lahan panen padi Indonesia masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan total luas mencapai 7 juta ha atau hampir separuh dari lahan panen padi Nasional. Menteri Agraria Sofyan Jalil mengatakan keberadaan lahan sawah di Indonesia menyusut tajam, sebanyak 150 ribu hingga 200 ribu hektar lahan sawah berubah menjadi lahan nonsawah atau alih fungsi dari sawah kepentingan lain, jadi kawasan industri, rumah dan lain-lain. Sofyan Jalil pada Selasa (3/4/2018) seperti dikutip dari financedetik. Menurut Soyan Jalil penyusutan lahan meningkat tajam jika dibandingkan 6 tahun lalu. Sangat ironi karena 6 tahun lalu laju konversi lahan sawah menjadi lahan nonsawah sekitar 100 ribu hektar per tahun. Artinya, lajunya meningkat hingga 100 persen. Semalam di ruang perpustakaan di rumah, saya mencari buku-buku lama sewaktu kuliah di Jurusan Pemerintahan Desa di Yogyakarta. Menarik karena kembali menghidupkan memori medio 90-an di tempat kuliah yang dijuluki "kampus desa" di mana bidang studi sosiatri pembangunan masyarakat desa menjadi andalannya. Dalam berbagai hasil studi dan laporan statistik pangan menyatakan pulau Jawa adalah lumbung pangan nasional yang mensuplai 50 persen pangan nasional dan Indramayu merupakan kabupaten penghasil beras tertinggi di Indonesia . Pada tanggal 22 November 2016, baru saja mendarat dibandara menangani kasus Freeport di Papua, aktivis Agraria meminta saya mendatangi Kertajatii di Majalengka dan juga Indramayu karena masyarakat dipukul, dianiaya dan disiksa oleh aparat gabungan atas perintah pemerintah pusat demi perluasan landas pacu lapangan terbang yang memasuki wilayah hunian penduduk, harta warisan budaya dan tempat-tempat keramat serta luas sawah ribuan hektar. Pada saat itu juga saya mendatangi masyarakat di Kertajati, Majalengka. Keesokan harinya saya pimpin rapat di gedung sate kantor gubernur Jawa Barat dengan menghadirkan stakeholder. Pemerintah pusat bersih keras, gubernur Jawa Barat menolak tetapi karena proyek strategis nasional, maka pembangunan, penggusuran dan penghancuran tempat hunian masyarakat Kertajati tetap di lanjutkan. Di hadapan ribuan orang di Kertajati dan juga di kantor gubernur saya mewakili Komnas HAM menegaskan bahwa Kertajati tidak bisa dilanjutkan karena Majalengka dan Indramayu Lumbung Beras yang memberi makan jutaan rakyat Indonesia. Itulah sekelumit sedikit kisah perjuangan kami karena sedari awal telah tertanam di memori bahwa Majalengka dan Indramayu pusat produksi beras sebanyak 1 juta Ton dari 30 juta ton kebutuhan nasional. Tidak dapat disangkal bahwa hari ini pemerintah berpolemik soal tata kelola pangan nasional khususnya beras. Rakyat dipertontonkan dengan sandiwara antar anggota kabinet tentang perlu tidaknya impor beras 1 juta ton, polemik tentang kepastian data/jumlah stock beras, BPS tidak mampu menghitung secara pasti angka postulat berdasarkan statistik meskipun menggunakan data berbasis geografis (geografical information system), Bulog berkeras kepala untuk tidak mau Impor beras, kementerian pertanian tidak mampu mendorong produksi pangan dan mengendalikan petani gabah dan beras, demikian pula kementerian perdagangan masih mau memaksakan Impor beras. Itulah sandiwara yang dipertontonkan oleh pemerintah Jokowi-Jk 2014-2019 Karena katidakmampuan menuntun tata kelola pangan nasional. Persoalan pangan dan soal beras adalah soal mati hidupnya rakyat Indonesia namun pemerintah kewalahan, bahkan berantam diantara mereka. Bayangkan saja untuk menghidupi 263 juta penduduk Indonesia maka kita butuh 30 juta ton berat/ tahun. Dengan kebutuhan 114 kg/kapita/tahun. Berdasaran perhitungan akhir tahun 2017, suplai beras gabah petani diperkirakan 81 juta ton atau 46 juta ton beras. Artinya kita masih memiliki surplus beras sebanyak 16 juta ton kalau itu sesuai target. Sedangkan kebutuhan beras nasional Perbulan rata-rata 2,2 juta ton. Sementara cadangan beras pemerintah hanya 1,182 juta ton. Persoalan beras tetap menjadi perhatian nasional dan akan terus menjadi polemik tahunan yang tidak akan bisa berhenti sepanjang hayat bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah tidak main-main, tidak bekerja musiman tetapi perlu proyeksi suplai dan demand dalam jangka waktu yang panjang. Kecenderungan pemerintah saat inj justru soal pangan dan beras dianggap tidak menjadi penting, pemerintah lebih mementingkan soal politik dan citra diri menghadapi tahun politik. Hasilnya kita menyaksikan sendiri indeks keberlanjutan pangan Indonesia nomor tiga terburuk di dunia. memalukan! Kembali ke Majalengka dan Indramayu, bahwa pembangun bandar udara internasioanl Kertajati memang penting bagi mobilitas orang, barang dan jasa, khususnya bagi Masyarakat Jawa Barat, tetapi justru secara langsung akan mempengaruhi sumber beras nasional. Adanya pembangunan kawasan industri, pembangunan real estate, perkantoran dan dinamika mobilitas orang, barang dan jasa secara otomatis mengantarkan penduduk dari masyarakat agraris ke industri dan jasa. Demikian pula penyusutan lahan pertanian dan perkebunan menyebabkan tidak mungkin lagi menyumbang beras 1 juta ton dari 30 juta kebutuhan beras nasional. Tidak hanya Majalengka dan Indramayu juga Kerawang, seluruh pulau Jawa terancam sebagai Lumbung pangan karena Data Kementerian Pertanian menunjukkan luas lahan sawah 44 persen berada di Pulau Jawa memiliki luas lahan sawah 3,4 juta hektar, dari total persawahan di Indonesia mencapai 7,74 hektar. Meski perlindungan lahan pertanian telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan sejumlah aturan turunannya telah diterbitkan pada 2012 lalu, tetapi dalam pelaksanaannya pemerintah menabrak aturan demi proyek ambisius pemerintah. Belum lagi orientasi pembangunan industri masih berbasis di pulau Jawa, ditunjang oleh pembangunan kawasan hunian, pengembangan perkotaan. pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menyertai tuntutan kebutuhan ekonomi akan meningkat sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Maltus. Faktor-faktor sebagaimana diatas memberi Konstribusi bukan tidak mungkin telah mengalami penyusutan lahan pertanian yang mana 51 persen sumber pangan nasional disuplai dari pulau Jawa yang meskipun luas pulaunya hanya 6 persen dari keseluruhan daratan di Indonesia. Kabupaten Bojonegoro dan Sragen juga mulai terancam sebagai sumber beras nasional. Bojonegoro tiap tahun juga menyumbang 1 juta ton, sementara Sragen 600-800 ratus ribu ton. Pada saat ini Sragen dalam ancaman penyusutan lahan karena konsekuensi dari pembangunan jalan Toll Semarang-Boyolali-Surakarta. Mobilitas barang, jasa dan orang yang semula melalui pantai utara mulai kecenderungan beralih melalui lintas tengah Salatiga, Sragen, apalagi pembangunan akses jalan toll Madiun-Ngawi. Kerusakan Ekosistem kart sebagaimana terjadi di pegunungan Kendeng akibat pembangunan pabrik semen di Jepara dibawah kepemiminan Ganjar Pranowo ikut memberi Konstribusi signifikan terhadap hambatan suplai air untuk kebutuhan ekonomi khususnya petani padi termasuk juga Bojonegoro meskipun berada di daerah aliran sungai bengawan Solo. Itulah beberapa ancaman dimana Jawa tidak akan bisa diharapkan menjadi daerah suplai pangan nasional khususnya beras. Salah satu dampak besar yang perlu diantisipasi adalah adanya ancaman urbanisasi akibat tingginya angkatan kerja, pengangguran dan kemiskinan yang meningkat diperdesaan tentu menyebabkan orang desa yang agraris menjadi masyarakat urban. Penduduk pedesaan yang memiliki lahan pertanian makin berkurang karena menua, akibatnya terjadi substitusi lahan dari pertanian ke jasa dan industri karena petani menjual areal pertanian mereka konglomerasi-konglomerasi yang menguasai lahan dipedesaan. Dampak besar ancaman penyempitan lahan pertanian juga terlihat dari pembangunan pembangkit tenaga listrik hampir tiap wilayah di pulau Jawa. Kabupaten Cilacap saja telah memiliki kurang lebih tiga pusat pembangkit listrik swasta dan pemerintah. Artinya kebutuhan Energi makin hari kian meningkat, tuntutan kebutuhan energi di pulau Jawa bisa saja termasuk paling tinggi termasuk di dunia. Dalam hal ini disatu sisi sangat membanggakan, namun juga membahayakan ekosistem dan sumber-sumber ekonomi berbasis pertanian perkebunan. Inilah korban dari rancang bangun pemerintah tersandera dokrin keynesian yang menyatakan bahwa pasar dan pemerintah sebagai simbiose mutualism. Pemerintah terlalu baik pada pasar tetapi pasar selalu egois mengejar keuntungan menyebabkan pemerintah selalu kalah dan ketinggalan untuk berbuat baik bagi rakyat. Konsep pembangunan kemitraan antara swasta dan pemerintah (publik private partnership/PPP) kurang lebih 10 tahun terakhir ternyata belum bisa memberi Konstribusi signifikan. Justru sebaliknya pemerintah dijadikan sapi perah swasta melalui proyek infrastruktur dengan investasi besar. Termasuk Pembangunan Bandar-Bandar Udara di Indonesia. Padahal kalau kita melihat secara jelih ternyata pembangunan bandar udara baru selalu merusak ekologi dan sumber ekonomi khususnya areal pertanian dan perkebunan. Bandar Udara Internasional Kuala Namu di Sumatera Utara merusak areal perkebunan, sumber potensial bagi pendapatan Sumatera utara juga nasional, Bandar Udara Sukarno Hatta, Badara Udara Sultan Hasanudin, Hang Nadim, Palembang, termasuk juga bandar udara internaional Kulon Progo Yogya dan lain sebagainya. Hampir semua pembangunan bandar udara selalu memakan korban. Jika tidak menggusur penduduk maka areal produksi pertanian dan perkebunan dirusak. Pulau Jawa memiliki 7 juta lahan pertanian, namun mengalami penyusutan sebanyak 200 ribu Ha per tahun maka hanya membutuhkan waktu 25 tahun lahan pertanian di Jawa akan hilang. Bagaimanapun pembangunan lapangan internsional, pembangunan insfrastruktur, pembangunan industri, real estate dan lainnya khususnya di pulau Jawa telah menghancurkan sumber potensial penghasil pangan. maka selanjutnya komitmen pemerintah untuk membuka areal pertanian 3 juta hektar sawah harus wujudkan sebagai konsekuensi janji presiden Jokowi sebelum 2019. Kalau tidak bisa diwujudkan maka pemerintah gagal memenuhi janji. Membaca disituasi ini pemerintah tentu mempunyai Master Plan pembangunan nasional dalam berbagai sektor termasuk sektor pertanian. Salah satu yang paling penting adalah perencanaan pembangunan dan pengembangan industri tentu memperhatikan ketersediaan lahan yang makin menyempit di pulau Jawa.
Berapa Pun Varian Virus Corona, Bisa Diatasi dengan Probiotik Siklus!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Sebuah studi di China menunjukkan, Virus Corona telah bermutasi menjadi setidaknya 30 variasi genetik yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan, para pejabat medis telah sangat meremehkan kemampuan virus untuk bermutasi secara keseluruhan. Mutasi virus itu dapat memengaruhi berbagai bagian dunia, yang mengarah pada kesulitan potensial dalam menemukan penyembuhan secara keseluruhan. Penelitian yang dilakukan oleh Profesor Li Lanjuan dan rekan-rekannya dari Universitas Zhejiang di Hangzhou, China, diterbitkan dalam makalah non-peer-review yang dirilis pada Minggu (19/4/2020). Para peneliti menganalisis 11 strain virus pasien COVID-19 yang dipilih secara acak dari Hangzhou, di mana ada 1.264 kasus yang dilaporkan. Kemudian dilakukan pengujian seberapa efisien mereka bisa menginfeksi dan membunuh sel. Lebih dari 30 mutasi virus yang berbeda terdeteksi, di mana 19 diantaranya sebelumnya tidak ditemukan. Katanya, “Sars-CoV-2 telah memperoleh mutasi yang mampu secara substansial mengubah patogenisitasnya,” tulis Li seperti dikutip New York Post. Tim Li menemukan bahwa beberapa jenis virus yang paling agresif mampu menghasilkan 270 kali viral load atau jumlah virus dalam sel darah. Menurut temuan mereka, keragaman sejati dari strain virus kurang diperhatikan dan harus dipahami untuk menemukan pengobatan atau vaksin. “Pengembangan obat dan vaksin, walaupun mendesak, perlu mempertimbangkan dampak akumulasi mutasi ini, terutama mutasi pendiri, untuk menghindari kemungkinan jebakan,” tulis para penulis. Mengapa corona bisa bermutasi sampai 30 variasi genetika yang berbeda? Salah satunya karena masifnya penyemprotan desinfektan berbasis alkohol dan bahan kimia lainnya. Itu yang tidak pernah dipikirkan oleh para peneliti. Perlu diingat, virus corona itu basic-nya seperti virus influenza. Habitatnya juga ada di kulit sekitar hidung manusia. Mereka ini bertugas membersihkan zat-zat patogen yang menempel di kulit sekitar hidung dan bibir atas. Mereka juga bertugas membantu menjaga kelembaban kulit manusia. Jadi, sebenarnya virus corona tersebut berada di tubuh manusia. Sifat dasar virus/bakteri itu serupa dengan antibodi, manusia, hewan, atau tanaman. Yakni, kalau mereka tersakiti, mereka akan memperkuat dirinya, dan menggandakan dirinya beratus-ratus kali lipat, dibandingkan pada kondisi normal. Hewan, akan beranak sebanyak mungkin. Tanaman, akan berbuah dan bertunas sebanyak mungkin. Si corona itu, begitu masuk ke dalam tubuh kelelawar, mereka meriplikasi dirinya sebanyak mungkin. Hal itu dilakukan, karena itu tempat asing bagi mereka, dan itu membuat mereka ketakutan, maka mereka menggandakan dirinya sebanyak mungkin. Begitu si kelelawar itu dimakan manusia, maka corona ini beralih ke manusia, dan langsung menggandakan diri lebih hebat lagi. Pertanyaannya, kenapa kelelawar-kelelawa itu tidak sakit seperti manusia? Karena kelelawarnya ndablek, cuek, masa bodoh, dan “tidak berpikir”, sehingga antibodinya kuat, dan tidak tersakiti. Maka kalau manusia ingin sehat, walaupun sudah terpapar Covid-19, bersikaplah seperti kelelawar, minimal ndablek, cuek, dan masa bodoh. Covid-19 yang tertuduh sebagai pembunuh massal sadis itu, berusaha dibunuh secara massal pula, dengan disemproti desinfektan secara massal. Akibatnya, ada sebagian yang mati, ada sebagian yang masih hidup. Barangkali yang masih hidup lebih banyak dibanding dengan yang telah mati. Karena sudah menjadi sifatnya virus/bakteri itu, maka yang hidup ini menggandakan dirinya beratus-ratus atau beribu-ribu kali lebih banyak dan lebih kuat dibanding sebelumnya. Kalau sebelumnya kemampuan terbangnya hanya sekitar 1,8-2 m, menjadi akan lebih jauh lagi dibanding dengan itu. Kemampuan terbang lebih jauh inilah yang menyebabkan mereka menjadi bersifat “airborne infection”. Lalu karena jumlah mereka sangat banyak, mereka juga menemukan bakteri-bakteri lain yang mempunyai daya terbang lebih jauh. Corona menumpang pada bakteri lainnya. Hal ini serupa dengan pesawat ulang alik yang numpang pada pesawat yang berbadan lebih besar. Akibat dari penyemprotan desinfektan secara massal, menyebabkan mereka menjadi: Lebih banyak; Lebih kuat; Mampu terbang lebih jauh; Daya rusaknya lebih hebat. Maka, tidaklah mengherankan, jika di Wuhan yang saat itu hanya ditemukan 3 varian corona, tapi di Amerika Serikat sudah ditemukan 5 varian corona. Sehingga, menjadi mudah dimaklumi, kalau di AS dan di Italia angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan di Wuhan. Pada saat ditemukan di Timteng yang disebut dengan MERS-CoV = middle east respirstory syndrome coronavirus, yang menjadi kambing hitamnya adalah Unta. Karena hewan itulah yang ada di sana. Ketika di Wuhan, ya kelelawar yang ada di sana. Lalu apa yang bisa kita lakukan sekarang? Tidak perlu panik, tidak usah khawatir. Akibat ketakutan, kepanikan, daya tahan tubuh kita turun drastis. Daya tahan tubuh yang turun itu, serupa dengan, jika kita takut sama gendruwo, mak lampir, wewe gombel, dan kawan-kawannya itu. Begitu ketemu mereka, kita tak punya daya apapun, mau lari, hanya kosel-kosel di tempat, bahkan sampai terkencing-kencing di celana. Kematian tidak ada hubungannya dengan corona. Kalau waktunya mati, tak ada corona pun, bisa mati. Andaikan didemo besar-besaran sama corona, kalau belum waktunya mati, ya tetap sehat. Corona itu sahabat kita, bukan musuh kita. Perlu diketahui, G8 - salah satu varian dari produk Probiotik Siklus - adalah bakteri komunitas dengan jumlah ribuan strains bakteri tanah (hingga 7500 strains) dan didominasi oleh “sekumpulan bakteri negatif” yang dibutuhkan oleh tubuh. Pada saat virus – termasuk diantaranya corona – dihadirkan G8, maka – virus ini berasumsi yang dihadirkan di G8 itu adalah kawan-kawan mereka. Sehingga “virus tidak lagi merasa diserang, tidak lagi merasa disakiti, tidak lagi merasa terancam keberadaannya”. Yang terjadi kemudian, bersama-sama dengan sekumpulan bakteri lengkap pada G8, mereka akan hidup normal, berkembang dan regeneratif sesuai fitrahnya. Keseimbangan Mikrobiota kemudian yang terjadi. Pada saat semua seimbang, selesai sudah masalah karena tidak lagi ada yang terlalu dominan, tak lagi ada ketimpangan. Pada dasarnya, semua ciptaan Allah SWT itu diciptakan dalam keadaan berpasang-pasangan. Manakala tidak ada pasangannya, mereka akan gelisah, lalu mereplikasi dirinya semaksimal mungkin. Hal itu dilakukan karena adanya ketakutan/kegelisahan mereka. Dengan menyemprotkan cairan ber-Probiotik Siklus ini di bagian luar tubuh manusia, maka membuat mereka tidak resisten dan tidak berkembang biak terus-menerus. Dengan memasukkan Biosyafa G8 – salah satu varian produk Probiotik Siklus ini – ke dalam tubuh penderita, maka si corona itu akan menemukan pasangannya, sehingga mereka merasa aman, dan tidak akan melakukan proses regeneratif lagi. Mereka merasa nyaman, lalu secara bertahap akan menjadi bagian dari mikrobioma di tubuh kita. Mereka menjadi mematikan dan sangat ganas, seperti manusia, karena ketakutannya akan keberlangsungan hidupnya di dunia akan berakhir, makanya mereka berusaha sekuat-kuatnya mempertahankan keberadaannya di muka ini. Kalau terjadi di dalam tubuh, terutama di saluran pernafasan, mereka akan mengalami proses regenerasi yang sangat cepat. Itu dilakukan sebagai bentuk usahanya untuk mempertahankan kehidupannya. Dalam proses itulah muncul cairan, sebagai tempat hidup mereka. Hanya saja, cairan tempat hidupnya itu bersifat toksik bagi tubuh manusia, sehingga merusak mukosa di saluran pernafasan, dan sampai ke paru-paru, merusak paru-paru, lalu paru-paru kaku, tidak bisa bergerak secara leluasa, akibat nafasnya sesak, maka gagal nafas. Dengan memasukkan Biosyafa ini ke tubuh kita, maka si corona itu sebagian besar akan menemukan pasangannya, sehingga mereka tak regeneratif lagi, dan bersifat tidak menyakiti lagi. Sisanya, akan dikoloni oleh probiotik yang lainnya. Jadi, tidak bersifat membunuh mereka, tetapi menjadi sahabat mereka, dan mengajak kembali ke habitat dan sifat alamiahnya. Probiotik Siklus itu, menyelesaikan kasus ini, pada sumber masalahnya, yaitu sang pelaku proses penyerangan ini, dan tidak bersifat mematikan mereka. ** Penulis Wartawan Senior.
PLN Berani Buka Kondisi Keuangan, Kapan BUMN Lain?
By Salamuddin Daeng Jakarta FNN – Sabtu (25/04). Kita semua perlu angkat topi dan memberikan apresiasi buat Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tanpa beban, akhirnya Direksi PLN mengakui gagal bayar utang perusahaan untuk tahun ini. Untuk itu, PLN meminta kepada bank agar pembayaran utang untuk tahun 2020 dilakukan tahun depan. Mengakui gagal bayar bukan hal mudah bagi sebuah perusahaan. Langkah ini akan menjadi reputasi bagi PLN di mata pemberi pinjaman, dan investor di masa mendatang. Gagal bayar berarti jatuh peringkat utang perusahaan. Jatuh juga kepercayaan banker kepada perusahaan. Namun suatu kenyataan. Harus mengatakan apa adanya. Ini juga hebat, dan luar biasa. Langkah Berani Tahun ini PLN memotong target pendapatan. Perusahaan listrik negra ini memotong target pendapatan hampir 15%. Ini disebabkan penurunan penjualan listrik akibat pelemahan konsumsi, terutama untuk kelompok industry, cafee, restoran dan lain sebagainya yang terkena dampak covid 19. Pada saat yang sama PLN dituntut menjalankan aksi kemanusiaan dengan mengratiskan listrik untuk pelanggan 450 VA dan memberikan discount 50% untuk 900 VA. Langkah yang tepat. Tentu publik sangat berterima kasih. Meskipun ini memberi konsekuensi. Namun Dirut PLN Zulkifli Zaini kepada media menyatakan, pendapatannya akan turun menjadi Rp. 257 triliun rupiah atau setara U$ 16,7 miliar tahun ini. Turun sekitar 14,6% dari perkiraan sebelumnya sebesar Rp. 301 triliun rupiah. Setiap penurunan 1% dalam permintaan listrik memotong pendapatan PLN sebesar Rp 2,8 triliun. Memang, PLN kehilangan kesempatan untuk memotong biaya dikarenakan kontrak dalam pembelian listrik swasta. Begitu juga kontrak dalam pembelian energy primer, batubara dan gas. Sementara pemerintah tidak menghendaki revisi penurunan harga bahan bakar di tengah jatuhnya harga minyak dan batubara secara global ke posisi paling rendah sepanjang sejarah. Pemerintah bahkan menolak merevisi rumus harga BBM bagi konsumen dalam negeri saat ini. Hasilnya, harga BBM tidak berubah. Memang secara alami konsumsi listrik Indonesia mengalami penurunan. Kondisi ini seiring dengan pelemahan pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, juga akibat bangkrutnya Industri dan melemahnya daya beli masyarakat dalam lima tahun terakhir. Namun, pada saat yang bersamaan, PLN telah terikat tugas dari pemerintah untuk mensukseskan project listrik 35.000 MW. Ada juga kewajiban untuk membeli listrik swasta dengan skema Take Or Pay. Sementara produksi listrik Indonesia telah berlebih di Jawa Bali sejak tahun 2014 lalu. Perusahaan meminta bank apakah pembayaran utang yang jatuh tempo tahun ini dapat ditunda sampai tahun depan? Data PLN menunjukkan bahwa perusahaan memiliki sekitar Rp. 161 triliun kewajiban jangka pendek pada akhir Juni nanti, termasuk pinjaman bank jangka pendek. PLN dan Pertamina adalah dua BUMN dengan utang paling besar, terutama dalam valuta asing. Bagaimana BUMN Lain ? Bagaimana dengan BUMN lain? Apakah Direksi BUMN lain secara kesatria akan mengakui gagal bayar juga dalam tahun ini? Diketahui bahwa beberapa BUMN mengalami masalah dengan utangnya. PT Krakatau Steel misalnya, mengatakan pada bulan Januari akan merestrukturisasi utang sebesar U$ 2 miliar, karena terhuyung-huyung di ambang kebangkrutan. Kondisi PT Krakatau Steel, juga dialami oleh dua perusahaan asuransi milik negara, yaitu PT Jiwasraya dan PT Asabri yang mengalami default. Masalah Jiwasraya terungkap sepenuhnya bulan lalu. Pihak berwenang mengatakan total kerugian negara lebih dari 16 triliun rupiah. Selain itu, dua dari BUMN yang merupakan kunci untuk membangun infrastruktur telah mendorong pinjaman dalam beberapa tahun terakhir. PT Waskita Karya misalnya, yang membangun jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, dan bangunan, termasuk kantor pusat Bank Indonesia di Jakarta, terlihat kalau utangnya melambung tinggi lebih dari 10 kali menjadi Rp. 82,8 triliun. September 2015 lalu, utangnya PT Waskita Karya hanya sebesar Rp. 7,7 triliun. Kondisi yang sasma juga dialami oleh PT Wijaya Karya. Perusahaan yang banyak membangun apartemen komersial dan residensial serta sistem transportasi kereta api dan jembatan itu, hutangnya melonjak tajam. Pada September 2015 hanya Rp. 3,7 triliun, kini melonjak menjadi Rp 21,7 triliun. Jokowi telah berusaha membersihkan perusahaan-perusahaan milik negara sejak memenangkan masa jabatan kedua tahun lalu, dengan menunjuk Erik Thohir, mantan pemilik tim sepak bola Inter Milan Italia sebagai menteri BUMN. Thohir telah berjanji melikuidasi perusahaan yang gagal bayar kewajibanya. Selama lima tahun terakhir, BUMN juga telah menimbun utang luar negeri yang besar. Kebijakan ini berakibat pada meningkatnya biaya pendanaan mereka saat dolar melonjak. Resiko-resiko tersebut tercermin di pasar keuangan. Misalnya, obligasi PT Garuda Indonesia, yang menghadapi kemerosotan. Menurut Bloomberg, kemerosotan obligasi Garuda yang jatuh tempo 3 Juni nanti sebesar U$ 500 juta. Sola utang obligasi ini, PT Pertamina tercatat sebagai perusahaan BUMN yang menimbun utang paling besar. Sampai dengan tahun 2018, utang Pertamina tercatat sebesar Rp 508,4 triliun. Sepanjang 2019-2020 Pertamina juga menambah global bond sebesar U$ 3 miliar, atau setara dsengan Rp 46 triliun. Jumlah itu belum termasuk utang dalam bentuk lainnya. Meskipun gagal dalam membangun kilang-kilang minyak baru. Akusisi perusahaan asing yang habis masa kontrak dengan biaya yang mahal sekarang menjadi masalah tersendiri bagi Pertamina. Pertamina harus berhadapan dengan harga minyak mentah dunia yang paling buruk sepanjang sejarah migas ini. Padahal 70% usaha Pertamina itu adanya di hulu. Kilang-kilang yang dibaiayai mahalpun harus ditutup. Karena lebih mnguntungkan dengan melakukan impor BBM. Privatisasi atau Ditalangi Pemerintah ? Direktur pelaksana Penida Capital Advisors Ltd. Edward Gustely kepada Bloomberg di Jakarta mengatakan, pemerintah harus membuang perusahaan yang berkinerja terburuk . Yang non-strategis dan tidak menguntungkan. Caranya, melalui privatisasi, alias Jual. Namun siapa yang akan membeli ? Cara lain adalah pemerintah menalangi utang seluruh BUMN tersebut, darimana uangnya? Dengan menggunakan dana stimulus yang sekarang tengah digolkan melalui Perpu No 1 Tahun 2020 dan perpres nomor 54 tahun 2020 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P). Pemerintah telah menargetkan utang baru senilai Rp. 1006 Triliun dan sebanyak 420 triliun akan dialokasikan sebagai stumulus menghadapi Covid-19. Kementerian Keuangan mengatakan, pemerintah berkomitmen untuk mendukung PLN. Pemerintah juga berencana mengumpulkan Rp. 150 triliun untuk membantu perusahaan pulih dari dampak ekonomi dan wabah koronavirus, namun rinciannya belum jelas. Sementara buat Pertamina, belum jelas berapa bantuan dari pemerintah untuk mengatasi penurunan penjualan saat ini. Namun semua akan berjalan lancar jika targer pembiayaan (utang) tercapai. Jika tidak tercapai, maka kemungkinan besar aka ada privatisasi. Ini pilihan yang buruk bagi rakyat, dan pekerja BUMN. Tetapi tampaknya ini cukup menyenangkan hati pemerintah yang tengah membutuhkan uang banyak. Saat ini utang pemerintah dan BUMN berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI) general government debt mencapai Rp. 11.250 trilun. Utang ini untuk membiayai berbagai proyek ambisus pemerintah. Mulai dari proyek infrstruktur listrik, kilang minyak, jalan tol, pelabuhan dan bandara yang sebagian besar sekarang telah menjadi beban karena tidak memberikan cashflow yang baik. Tragisnya, infrastruktur yang dibangun untuk mudik lebaran tahun ini, telah kehilangan momentum. Tidak lagi untuk menyedot daya beli masyarakat, sesuai perintah larangan mudik atau bukan pulang kampung saat lebaran Idul Fitri nanti. Penulis adalah Peneliti Pada Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI).