OPINI
Upaya Jegal Anies Nyapres, Rival Mulai Bergeliat
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Telah beredar video berdurasi sekitar 1 menit usai “Demo Anti Anies” yang gagal di Balai Kota Jakarta, Selasa (14/1/2020). Dalam video itu, salah seorang pendemo mengaku dibayar Rp 40.000 untuk mendemo Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Pengakuan masa bayaran Rp 40 ribu viral di media sosial menjelang demo berakhir. Salah satunya, video berdurasi 1 menit lebih yang dibagikan akun@francmohede. “Pembodohan generasi muda. Bocah2 asli Jakarta dipengaruhi 40 ribu utk ikutan demo @aniesbaswedan. Aktor2 penggerak demo bukan ingin perbaikan, mereka pemecah belah bangsa.” “Itu Jabar, Banten dan Jateng korban banjirnya lebih banyak, Gubernurnya kayak ga punya dosa,” tulis pemilik akun twitter menyertai videonya, seperti dikutip Indopolitika.com, Rabu (15/1/2020). Dalam video tersebut, ada beberapa remaja yang dikumpulkan diduga diamankan massa pro Anies di salah satu lokasi. Mereka terdiri dari remaja pria dan wanita. Mereka lantas ditanya oleh beberapa orang dengan logat Betawi kental. “Ente dibayar ye? Dibayar berape?” tanya salah seorang jawara ke pendemo. Pendemo pun menjawab,”empat puluh”. “Berapa? Empat puluh ribu? Ente dibayar empat puluh ribu buat ngedemo Anies?” tanya jawara itu lagi. “Iya bang,” jawab si pendemo yang tidak diketahui namanya itu. Jawara juga menanyakan tempat tinggal si pendemo. “Ente tinggal dimane?” tanya dia. “Di Pulo Gundul,” jawabnya. “Oh Pulo Gundul, Johar Baru? Eh, ane nongkrong di Johar, ente dimanenye kok gak pernah liat,” tanya jawara lagi. Pendemo pun terdiam. Akhirnya para jawara dan warga Betawi yang menggelar Aksi Bela Anies itu mengamankan para pendemo bayaran, yang sebagian besar berusia remaja, menjauh dari area digelarnya demo. Itulah sekelumit cerita dan fakta di lapangan terkait demo “Anti Anies” yang dimotori oleh politisi PDIP Dewi Tanjung dan aktivis medsos Permadi Arya alias Abu Janda pada Selasa (14/1/2020). Mereka ini tak lain adalah para pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang menjadi rival saat Pilkada DKI Jakarta pada 2017. Setidaknya, indikasi itu disampaikan Ketua DPD Gerindra Jakarta M. Taufik. Menurutnya, demo kontra Anies diinisiasi orang-orang yang belum menerima kemenangan Anies dalam Pilkada 2017. Taufik menyebut inisiator demo kontra Anies adalah pendukung Komut PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, yang dulu menjadi rival Anies. “Itu demo orang yang belum move on saja, Abu Janda, Dewi Tanjung. Abu Janda kan orang nggak move on karena Ahoknya kalah. Orang yang nggak ngerti nasib, kalau itu (Anies jadi gubernur) itu nasib,” kata Taufik. “Kalah ya kalah aja, ngapain berlarut-larut. Emang bisa apa dia Abu Janda ngurus Jakarta?” lanjut Taufik, seperti dilansir Detik.com, Selasa (14/1/2020). Selasa (14/1), dua kelompok massa pro dan kontra – Anies Baswedan melakukan unjuk rasa di sekitar Balai Kota kemudian Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta Pusat. Aksi kelompok kontra Anies diikuti oleh sejumlah korban banjir. Mereka menuntut Anies mundur. Politikus PDIP Dewi Tanjung dan aktivis Permadi Arya (Abu Janda) ikut dalam aksi tersebut. Sementara, demo dari kelompok lainnya akan diikuti anggota DPD dari DKI Jakarta, Fahira Idris, bersama ormas Bang Japar. Mereka menyiapkan 'Aksi Jaga dan Kawal Anies'. Kepemimpinan Anies Baswedan dinilai lebih baik dibandingkan dua era sebelumnya, yakni Basuki Tjahaja Purnama maupun Joko Widodo. Pada 2012, pertumbuhan ekonomi Jakarta sebesar 6,53 persen dan setahun setelahnya turun menjadi 6,07 persen. Secara statistik, pada 2014 turun lagi 5,91 persen. Semasa Ahok turun terus hingga 2016 itu 5,87 persen. Soal angka kemiskinan pada era Jokowi memimpin Jakarta, persisnya 2012, itu justru naik dari 3,69 persen menjadi 4,09 persen 2014. Pertumbuhan ekonomi naik tapi kemiskinan naik. Apa artinya? Kesenjangan sosial di DKI meningkat tajam. Sebaliknya, pada era Anies, angka kemiskinan di Jakarta pada Maret 2018 turun menjadi 3,57persen. Pada September 2018, kembali turun 3,55 persen. Penanganan Banjir Jakarta. Dalam penanganan banjir Jakarta, berikut tabel perbandingan kondisi banjir Jakarta dari tahun ke tahun. Tahun 2020: Curah hujan tertinggi dalam 24 tahun terakhir, mencapai 377, namun luas area yang tergenang rendah 156, jumlah pengungsi 31.232 (paling rendah dibanding 2015, 2013, 2007, 2002), dan waktu surut sangat cepat 4 hari. Juga tidak ada area strategis yang tergenang (seperti Bundaran HI atau Istana Negara). Jadi, jika mau kritisi soal banjir Jakarta, sebaiknya tagih saja mantan Gubernur DKI Jakarta yang pernah berjanji akan lebih mudah tangani banjir jika ia jadi Presiden. Jegal Anies Demo Anti Anies yang menuntut Anies Baswedan mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta itu jelas bernuansa politik untuk men-down grade kinerja Anies selama menjabat Gubernur DKI Jakarta itu. Arahnya jelas: menjegal Anies nyapres pada 2024! Sehingga, dengan moment “Banjir Jakarta”, 1 Januari 2020 lalu itu dimanfaatkan untuk down grade Anies bahwa dia tidak bisa bekerja. Adanya bukti, pendemo yang dibayar Rp 40 ribu itu menjawab bahwa ada “bandar” yang gelontorin duit untuk aksi itu. Siapa dia yang bandarin mereka ini, tentu hanya mereka korlap yang tahu. Jika jeli, pasti kita bisa menyibak tirai bandar itu. Tapi, dalam tulisan ini saya tak akan menduga-duga siapa saja yang membayar mereka yang “Demo Anti Anies” tersebut. Bahwa pada 2024 nanti akan ada gelaran Pilpres 2024. Salah seorang tokoh yang digadang-gadang untuk maju Pilpres 2024 diantaranya Anies Baswedan. Rival yang bakal dihadapinya tidak jauh dari saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Siapa mereka? Kabar yang beredar diantaranya adalah Agus Harimurty Yudhoyono (AHY), Andika Perkasa (KSAD), dan Ahok. Mereka ini disokong oleh “oligarki jenderal” yang selama ini sebenarnya berada di belakang pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kabarnya, AHY atau AP akan dipasangkan dengan Ahok sebagai Capres-Cawapres 2024. Rencana Geng “oligarki militer” ini sudah tercium yang mendorong Ahok (Zhang Wan Xie) sebagai cawapres AHY atau AP yang maju capres pada 2024 nanti. Rencana ini pasti terwujud jika presiden Amerika Serikat terpilih pada 4 November 2020 itu berasal dari Partai Demokrat. Sehingga duet Duet AHY atau AP - Zhang Wan Xie 2024 akan unstoppable, tidak bisa dicegah! Makanya, moment OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang diapresiasi rakyat terhadap KPK itu bisa mengubah konstelasi politik. Besar harapan rakyat melalui kasus suap Wahyu ini, dugaan manipulasi pada Penetapan Hasil Pemilu/Pilpres 2019 bisa diusut tuntas. Pengembangan kasus suap KPU oleh KPK dipastikan akan dapat mengubah total konstelasi politik nasional dan mengantar kelompok mayoritas Islam-nasionalis menjadi the ruling party menggantikan rezim “oligarki jenderal”. Dugaan korupsi yang telah merugikan negara Rp 8 triliun pada penyerahan aset Pemda DKI Jakarta kepada BUMD PT Jaktour (inbreng lahan tanah 794.830 m2 dan gedung/apartemen pada 2014-2015) semakin sulit dituntaskan. Terindikasi ada penghalangan penuntasan kasus dari BPK. Upaya publik mengakses LHP BPK No. 13A tahun 2015 yang memuat temuan pemeriksaan BPK atas inbreng lahan aset DKI itu dihambat melalui penyembunyian LHP dan pemalsuan LHP oleh BPK Jakarta. Pencegahan proses hukum atas Ahok terduga koruptor RSSW, Cengkareng, Taman BMW, Inbreng Jaktour dan lain-lain, total kerugian negara lebih dari Rp 176 triliun oleh “oligarki militer” terkait erat dengan rencana memanfaatkan dukungan China pada Pilpres 2024. Bagi Anies sendiri, yang harus dicermati: Pilpres 2024 bareng dengan Pilkada Serentak 2024. Masa jabatan Anies sampai 2022. Yang 2 tahun Pj atau Plt yang diatur oleh Kemendagri. Jadi kalau mau nyapres/nyagub Anies harus istirahat dulu 2 tahun. Siapkah Anies dan pendukungnya rehat selama 2 tahun sebelum nyapres 2024? Sementara, calon rivalnya dengan dana tak terbatas sudah running duluan. Penulis adalah wartawan senior
Menag Kok Begini
Menteri Agama seharusnya menjadi benteng uatama pemeliharaan agama-agama dalam menghadapi pengaruh kapitalisme dan liberalisme di Indonesia. Bukan sebaliknya, pengobok-obok agama yang telah menjadi pular utama pejuangan bangsa melawan penjajah dulu. By M. Rizal Fadillah Jakarta, FNN - Setelah ramai jadi figur terdepan anti radikalisme, pak Menteri Agama (Menag) langsung menggebrak. Cadar dan celana cingkrang menjadi sasaran pertama dari isu dan kebijakan Menag. Lanjut dengan langkah pemberangusan kurikulum yang bermuatan materi jihad dan khilafah. Kemudian setelah itu ramai soal madrasah yang akan berbahasa mandarin, disamping bahasa asing lain seperti bahasa inggris. Padahal publik negeri ini sedang peka-pekanya terhadap urusan dan hal-ihwal yang berkaitan dengan China. Masalah yang paling krusial adalah membanjirnya tenaga kerja China, maupun pelanggaran di perairan Kepulauan Natuna. Lho Menag kok begini. Mutakhir dari Menag adalah menyalahkan pemahaman Islam di Aceh. Menag bilang di Aceh tidak ada bioskop. Menag merujuk pada kota Jeddah, Arab Saudi yang ada bioskop. Kini pemerintah Arab Saudi membuat kebijakan yang membolehkan keberadaan bioskop. Serangan Menag terarah ke Aceh. Lalu apa yang salah dengan pemahaman Islam di Aceh? Adalah hak setaip daerah, untuk ada atau tidak ada bioskop. Apalagi Aceh sebagai Daerah Istimewa. Membandingkan dengan keberadaan bioskop di Jeddah dengan Aceh, sebenarnya sangatlah tidak proporsional, meski Saudi Arabia memang baru sekarang mengambil "open policy" seperti itu. Jeddah bukanlah "forbidden city" atau kota terlarang. Sebab agama-agama non muslim juga ada di Jeddah. Apalagi sekedar hanya ada bioskop. Tentu saja ada kebijakan yang berbeda antara Jeddah dengan Mekkah atau Madinah. Sebab di dua kota "haramain" ini tidak boleh ada bioskop. Hiburan pun hanya terbatas untuk menjaga aspek keagamaannya. Coba pak Menag datanglah ke Mekkah atau ke Madinah. Pasti Menag tidak akan berkomentar sompral menyalahkan Islam Aceh. Bukankah spirit Aceh itu untuk menjadi "Serambi Mekkah" ? Pak Menteri Fachrul Razi memang sejak pengangkatannya dinilai kontroversial. Nahdatul Ulama (NU) terkesan kesal dengan kebijakan Jokowi. Sebab Jokowi mengangkat Menteri Agama yang tidak merepresentasi wakil dari NU. Padahal Kementerian Agama, sudah sejak negeri ini merdeka, menjadi konvensi tidak tertulis untuk ditempati oleh wakil dari NU. Berbasis TNI dengan tugas utama menghadapi "radikalisme" dan "intoleransi". Arah pada umat Islam sulit untuk diterima. Menag terlalu tendensius dan tidak simpatik. Agama merupakan masalah yang peka, dan jika dipaksakan pemahaman seragam, maka bisa berujung pada antipati dan friksi. Serangan soal cingrang, jihad, khilafah, dan bioskop jelas kontra produktif. Kasarnya Menag cuma cari gara-gara soal kemerdekaan dan kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi. Meruntuhkan fanatisme beragama sama saja dengan menghancurkan agama itu sendiri. Menteri Agama seharusnya menjadi benteng uatama pemeliharaan agama-agama dalam menghadapi pengaruh kapitalisme dan liberalisme di Indonesia. Bukan sebaliknya, pengobok-obok agama yang telah menjadi pular utama pejuangan bangsa melawan penjajah dulu. Bahwa ada oknum yang menyimpang, sebaiknya dilokalisasi pada oknum tersebut. Bila perlu dihukum. Bukan dengan generalisasi pemahaman atau interpretasi adakah otoritarian. Ironi sekali jika menuduh orang intoleran atau radikal, padahal dirinyalah yang otoriter dan radikal tersebut. Baiknya pak Menag agak bersabar dan toleran. Jangan gampang menyalahkan orang lain. Biarkan saja rakyat Aceh di kota tertentu melarang ada bioskop tidak ada bioskop. Toh tujuannya baik, yakni menjaga moral bangsa. Sebab masalah merosotnya moral bangsa sedang menjadi penyakit yang mewabah. Buktinya, korupsi terjadi pada hampir semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Janganlah sampai moral pemimpin yang buruklah yang dijadikan contoh. Seperti seorang Gubernur yang menantang, dengan mengatakan, “apa salahnya memiliki kegemaran nonton video porno”? Salahnya sudah jelas, namun tidak tahu malu. Akiabtnya, makan duit haram ratusan dollar pun tidak akan malu. Pak Menteri harus lebih menyosialisasikan dua budaya bagi pembangunan karakter bangsa. Pertama, budaya malu (shame culuture). Kedua, budaya merasa berdosa (sin culture). Dua cama budaya yang mendesak, dan sangat dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini. Krisis dan kehancuran moral bangsa Indonesia sekarang ini, karena para pemimpin telah tergerus rasa malu dan rasa berdosanya. Yang inilah tugas utama Menteri Agama. Bukan sibuk di urusan yang justru mengganggu stabilitas umat beragama. Koreksi diri jauh lebih baik. Semoga ke depan tidak ada lagi anak bangsa ini yang menyatakan "Menag kok begini". Penulis adalah Pemerhati Politik
Amburadulnya Sektor Migas & BUMN Migas
Sementara itu, pembangunan kilang-kilang migas yang menjadi prioritas utama pemerintah dalam sektor ini hanya bisa melangkah di tempat. Tidak mempelihatkan kemajuan yang berarti di lapangan. Bahkan presiden menyebut bahwa pembangunan kilang tidak mengalami perkembangan, meskipun hanya persen saja. Itu berarti Pertamina hanya bisa bertahan dengan kilang-kilang lama yang sudah sangat tua. By Salamuddin Daeng Jakarta, FNN - Sektor migas dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) migas memperlihatkan keadaan yang sangat amburadul. Kenyataan itu ditemukan dalam tahun tahun belakangan ini. Mulai dari lingkungan makro yang tidak kondusif, hingga kinerja perusahaan-perusahaan BUMN xsektor migas yang semakin buruk. Sektor migas adalah salah sektor kunci bagi pertumbuhan ekonomi. Penerimaan negara, terutama pajak dan stabilitas moneter mendapat kontribusi besar dari sektor ini. Sektor migas adalah kunci bagi defisit tidaknya neraca perdagangan, neraca transaksi berjalan dan juga defisit APBN. Bayangkan saja. Dalam dua tahun terakhir, tidak ada investasi baru di sektor migas. Semua ini karena sektor migas menghadapi lingkungan regulasi yang sangat buruk. Misalnya, ketidakpastian hukum, dan merajalelanya praktek KKN serta mafia migas. Semua kondisi ini tidak hanya membuat investor ngeri menghadapi oligarki Indonesia. Namun investor juga mengakhiri kegiatan mereka di Indonesia. Mafiamigas disinyalir menguasai rantai ekonomi migas mulai dari hulu sampai hilir. Mulai dari produksi minyak, kilang hingga ijin pendirian SPBU dan SPBG. Sementara itu perusahaan BUMN migas hanya punya prestasi menumpuk utang. Utang yang ditumpuk melalui global bond oleh Pertamina misalnya, mencapai dua kali lipat dalam dua tahun terakhir sejak era teformasi 1998. Setengah utang dalam global bond yang bertumpuk di Pertamina tersebut, dibuat hanya dalam dua tahun, yakni tahun 2018 dan 2019. Kondisi paling mengkuatirkan adalah produksi minyak terus merosot. Lifting minyak juga merosot. Pendapatan perusahaan BUMN Pertamina juga menurun drastis. Perusahaan BUMN tidak dapat meningkatkan penanaman modal mereka di dalam usaha mereka di hulu migas. Kenyataan ini juga mengakibatkan blok-blok migas yang dikuasai Pertamina tidak dapat berproduksi secara optimal. Tentu saja ini memperparah impor BBM dan LPG. Juga memperparah defisit perdagangan, dan defisit transaksi. Pada akhirnya akan menguras dana subsidi dari APBN. Sementara itu, pembangunan kilang-kilang migas yang menjadi prioritas utama pemerintah dalam sektor ini hanya bisa melangkah di tempat. Tidak mempelihatkan kemajuan yang berarti di lapangan. Bahkan presiden menyebut bahwa pembangunan kilang tidak mengalami perkembangan, meskipun hanya persen saja. Itu berarti Pertamina hanya bisa bertahan dengan kilang-kilang lama. Pertamina yang ditugaskan membangun kilang tidak melakukan apa apa. Padahal Pertamina sudah membuat satu Direktur Mega Proyek untuk mengurusi pembangunan kilang, mencari mitra dalam dan luar negeri. Namun hasilnya tidak ada satu persenpun. Sengaja atau tidak sengaja, kondisi inilah yang melestarikan mafia impor BBM sebagaimana yang disinggung Presiden Jokowi. Pada bagian lain subsidi malah membengkak atau jebol. Kemampuan kontrol perusahaan Pertamina dalam pelaksanaan distribusi BBM bersubsidi tidak efektif dan efisien. Subsidi BBM masih merupakan kelompok subsidi paling besar dalam dalam APBN, yakni untuk LPG dan solar. Tidak terlihat adanya kemajuan dari manejemen Pertamina dalam mengatasi permasalahan subsidi LPG yang samakin membengkak tersebut. Faktanya juga semakin tidak masuk akal. Sebab nilai subsidi LPG sekarang semakin membengkak, dan sudah mencapai Rp 70 triliun lebih setahun. Pertamina juga telah menjalin kerjasama dengan Telkom. Kerjasama ini gembar-gembor tentang program digitalisasi. Suatu mega proyek untuk menghubungkan rantai produksi Pertamina dengan ICT, dunia digital hingga fintech. Namun program ini ternyata tidak membuahkan hasil apa apa. Kerjsama Pertamina dengan Telkom juga tidak mendukung adanya peningkatan produksi, produktifitas, efesisnsi. Tidak juga terjadi optimalisasi pada seluruh lini bisnis Pertamina, terutama bidang pemasaran. Tragisnya lagi, Pertamina harus membayar ke PT Telkom Rp 800 miliar setahun sebagai fee atas fasilitas digitalisasi yang konon dibangun bersama oleh Telkom di Pertamina. Nilai yang dibayar Pertamina ke Telkom tersebut, setara dengan dua kali gaji seluruh pekerja Pertamina. Jika uang itu dibagikan kepada 14.000 karyawan Pertamina, maka masing-masing karyawan akan mendapatkan tambahan sedikitnya Rp 50-60 juta setahun. Ternyata gawat juga kaadaan yang terjadi di Pertamina ya? Keadaan ini harus bisa diakhir oleh Presiden Jokowi. Mudah-mudahan saja berhasil. Penulis adalah Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)
Kapitalis Leluasa Dibawah Sinar Rule of Law
By Dr. Margarito Kamis Jakarta, FNN - Kapitalis disepanjang rute sejarah konstitusionalisme dan demokrasi, teridentifikasi sebagai pioneer. Mereka teridentifikasi oleh sejarah sebagai pencipta “rule of law”. Ciptaan mereka, dalam kasus Inggris, diawali dengan “Magna Charta 1215”. Disusul secara bergelombang dengan penciptaan parlemen dua kamar. Dari sebelumnya hanya satu kamar, unicameral. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1365 di Inggris. Mereka juga menjadi penyebab terbesar lahirnya konsep “habes corpus” pada tahun 1679. Sembilan tahun sebelum revolusi besar tahun 1688. Disusul sesudah itu dengan Petition of Right 1689, dan Parliamentary Act 1702 jauh setelah itu. Semuanya menyusul kemudian terhubung dengan mereka. Rule of law, menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Pada semua aspek sekecil apapun dalam kehidupan bernegara. Ini berkah dagang terbesar. Bagi kapitalis, inilah cara mereka lakukan untuk bisa merasuk masuk ke sumber ekonomi. Caranya kuasai dan atur hukum. Dalam kasus Inggris tahun 1732, dibuktikan dengan dibuat Sumptuary Act. Dengan undang-undang ini, kapitalis Sutra Persia, pelopor Sumptuary Act, memonopoli produksi dan distribusi dari Sutra Persia. Akibatnya? Kapitalis katun India terpukul, dan hilang secara perlahan-lahan. Dalam kasus mutakhir setelah Patriot Act 2003, yang mengotorisasi Amerika untuk menemukan dan menghabisi teroris dimanapun. Mereka bebas memasuki Irak. Saddam Husen, presiden Irak, teman Amerika pada tahun-tahun sebelumnya, akhirnya menemui nasib sebagai sponsor terorisme. Dalam status itu, Saddam dihabisi. Infrastruktur berantakan total. Segera setelah prorak-poranda, Haliburton sebuah korporasi konstruksi menemukan mimpi tipikalnya. Makes a Killing on Iraq War, artikel Pratap Chartterjee, yang dipublikasikan oleh Special to Corpwacth 20 Maret 2003 menyajikan kenyataan yang kandungan kolutifnya menggunung. As the first bombs rain down on Bagdad, tulis Charttejee, corpwacht menemukan seratus pekerja Haliburton di Irak. Haliburton diketahui menempatkan mantan Menteri Pertahanan Amerika Dick Cenney sebagai chief excecutive-nya. Dalam artikel itu juga, Chatterjee menulis tentang saat ini Dick Cheney menerima upeti miliyaran dollar setiap tahun dari Haliburton. Upah ini sebagai bentuk terima kasih kepada Dick Chenney. Kerena berkat bantuan dari Dick Chenney, gedung putih memenangkan kontrak besar untuk Haliburton. Soal terakhir ini, tulis Chatejjee disangkal oleh juru bicara Cheney. Itu satu soal. Namun persoalan lain yang menggoda untuk meyakini pernyataan kongklusif Chartterjee adalah Haliburton tidak sendirian. Chartterjee menunjuk pada 2001 Kellog. Brown and Root menjadi sub-kontraktor dari Haliburton dengan durasi tertentu. Mereka mengerjakan apa yang dikenal dengan Logistic Civil Augmentation Program (LOGCAP) dari Pentagon. Betchel, korporasi konstruksi asal California berada disisi lain pembangunan kembali Irak. George Schultz mantan menteri luar negeri Amerika dalam pemerintahan Ronald Reagen, adalah salah satu anggota Dewan Direksi. Sementara itu Riley Betchtel, CEO-nya diangkat oleh Presiden Bush Jr sebagai penasihatnya di bidang perdagangan internasional. Kolusi tersistem terlihat cukup meyakinkan. Donald Rumsfeld menjabat sebagai menteri pertahanan pada pemerintahan Bush. Sayangnya, Corpwachi teridentifikasi pernah ditugaskan oleh Schultz selagi Schultz menjadi Men Menteri Luar Negeri Amerika. Ia ditugaskan sebagai special envoy-nya di Irak. Apa yang dikerjakan Rumsfeld di Irak dalam statusnya sebagai special envoy? Rumsfeld ditugaskan Schultz mendapatkan dukungan Saddam Husen kepada Bechtel mengerjakan pipa minyak dari Irak ke Yordania. Sisi kolutif lainnya, Riley Bechtel, mantan CEO Bechtel Corp, yang kini telah menjadi penasihat Bush, segera bertemu Terry Valenzano, pejabat Pentagon. Petemuan direncnakan, dan berlangsung di Kuwait City. Hasilnya? Bechtel muncul sebagai kontraktor sejumlah proyek raksasa di Irak. Kontrak dengan nilai yang sangat pantastis, yaitu sebesar U$ 680 billion dollars untuk jangka waktu delapan belas bulan. Tabiat penggunaan kedudukan official, alam karakter kolutif, untuk kepentingan pribadi kini terlihat lagi. Dalam perdebatan Komite Inteljen Kongres pada kasus penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Trumph, muncul tabiat kolutif itu. Dalam penyelidikan ini, Trumph ditemukan meminta dengan nada menekan, mengarahkan Presiden Ukraina menyelidiki Joe Biden, mantan Wapres Obama dan calon pesaingnya pada pemilu presiden 2020 ini. Mengapa Trumph menunjuk Biden? Menurut Trumph, Biden dalam kedudukan sebagai Wapres Obama, teridentifikasi pernah menekan Jaksa Agung Ukraina menghentikan penyelidikan teradap anaknya, Hunter Biden. Itulah alasan Trump meminta Presiden Ukraina menyelidiki Biden. Sial baginya, tindakannya itu berbuah penyelidikan kongres dalam kerangka impeachment. Bagaimana dengan Indonesia yang rule of lawnya naik kelas pasca Pak Harto? Terlihat sangat mirip, bahkan sama. Tak lebih dari sekadar menghidangkan “karpet merah terang” kepara para kapitalis untuk melipatgandakan penguasaan sumberdaya ekonomi. Untuk sebagian kecil kasus, itulah yang teridentifikasi manis oleh Wahyuni Refi Setya Bekti. Dalam studi doktoral ilmu politik di FISIP Universitas Indonesia, Refi menemukan kenyataan, saya kualifikasi buruk. Terdapat kaitan politik yang kental antara kapitalis dengan politisi dalam pembentukan undang-undang. Pembentukan undang-undang, khususnya undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Sumberdaya Air, yang diriset mengantarkan Refi pada temuan itu. Cukup mengagumkan d temuannya. Ditemukan adanya pengaruh lembaga-lembaga donor dalam pembentukan undang-undang itu. Mereka berhasil memaksa negara agar membuat kebijakan yang menguntungkan mereka. Paling kurang harus menurut kepentingan mereka (Republika.co.id, 9/1/2020). Studinya memperlihatkan pembahasan atas undang-undang ini tidak mendapat perhatian memadai dari kekuatan politik non DPR dan partai politik. Juga pembahasannya cukup cepat. Perihal pembahasan yang cukup tersebut cepat, juga terjadi pada pembentukan undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Membayar Utang. Ini dinyatakan Hamdan Zoelva, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR periode 1999-2004. Dalam keterangannya disidang pengujian konstitusi UU ini, Hamdan menerangkan betapa cepatnya pembahasan undang-undang ini. Hamdan juga menerangkan bahwa undang-undang ini tidak merumuskan ketentuan tentang berapa jumlah utang yang dapat dijadikan alasan untuk meminta sebuah korporasi dipailitkan (Detikcom, 14/2/2005). Durasi pembahasannya adalah satu tipikal, bukan satu-satunya. Tipikal lainnya adalah karakter norma. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentan Migas, undang-undang Ketenagalistrikan, undang-undang tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Sekadar sebagai ilustrasi bahwa undang-undang yang disebutkan tersebut, bersifat sangat kapitalistik dan liberalis. Tipikalnya adalah “memberi hak” untuk mendapatkan sumberdaya itu. Sifat itu terbaca pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi pada putusan-putusannya tentang undang-undang itu. Teknis “norma kapitalistik” teridentifikasi melalui rumusan pasal yang berbunyi, misalnya “Pemerintah dapat mengikutsertakan pihak swata dalam …….. Atau pemerintah dapat mengikutsertakan pihak lain………” Tidak akan ditemukan norma yang tegas-tegas. Tidak ditemukan misalnya “swasta berhak mengerjakan……” Itu tidak ada. Sama sekali tidak. Norma jenis itu terlalu konyol. Itu cara berpikir yang konyol. Begitulah cerdasnya kapitalis “menciptakan pintu masuk” ke penguasaan sumberdaya ekonomi. Agar bisa mengecoh, maka harus dipastikan pemerintah tetap memegang kekuasaan. Bukan dengan melepaskan semuanya kepada pihak kapitalis. Untuk itu, rumusan norma harus seperti contoh sederhana di atas. Otang tolol dan konyol akan segera menyatakan bahwa Pemerintah, dengan rumusan seperti itu tetap sebagai pemegang kekuasaan. Padahal justru rumusan itu memberi kewenangan pemerintah memanggil kapitalis masuk. Secara hipotetik beralasan diproyeksikan norma “kapitaklistik dan liberalistik” akan muncul pada undang-undang Ibu kota baru di Kalimantan Timur. Undang-undang ini sedang disiapkan. Dimana letak beralasannya? Pembangunan itu membutuhkan biaya besar 466 triliun rupiah. Rinciannya kurang lebih sebagai berikut; APBN sebesar 19,2 % setara dengan 89,472 triliun rupiah, Swasta sebesar 26,2% setara dengan 122,092 triliun, dan Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha sebesar 54,6% setara dengan 254, 436 triliun rupiah (CNBCIndonesia, 27/8/2019). Kapitalis, pada waktunya menjadi kantong terakhir uang itu. Pesta kapitalis dengan uang itu sempurna bersamaan dengan selesainya undang-undang, yang diisitilahkan secara teoritik “omnibus law”. Tipikal undang-undangh ini adalah materi muatannya meliputi berbagai sektor dan berbagai isu yang sifat dasarnya secara konseptual saling berkaitan. Undang-undang ini akan dibungkus dengan argumen teknokratis, “memperlancar investasi.” Pasti sangat merdu, manis dan indah kedengarnya. Begitulah cara menghilangkan bau keterlibatan kapitalistik dalam pembuatan undang-undang. Itu sialnya. Untungnya? Saya tidak tahu. Agar sukses terus mendekat, maka pola canggih amodel Amerika harus dipanggil. Apa saja polanya? Warga negara dan kehidupan masyarakat yang telah terhimpit padatnya jalanan kehidupan, harus terus dikurung di dalamnya. Harus selalu muncul isu baru, yang memanggil secepat mungkin kontroversi. Satu demi satu isu kontroversial baru diproduksi. Harus disajikan dari minggu ke minggu. Begitu seterusnya. Kapitalis terus menggunung, dan rakyat kebanyakan terus terhimpit di dalamnya. Lalu datanglah deskripsi hebat kapitalis mencapai puncak itu karena mereka rajin, kreatif dan sejenisnya. Sementara orang kebanyakan kelewat malas, dan terlalu banyak bicara hal-hal non ekonomi. Padahal orang malas masih kerja mendorong gerobak jualan nasi goreng disaat kapitalis rajin telah tertidur pulas. Begitulah cara rule of law mendistribusikan keadilan. Begitulah kesengsaraan dan nestapa orang kebanyakan dibuat biasa dibawah sinar rule of law. Kapitalis-kapitalis ini, konyolnya lagi, teridentifikasi sebagai orang-orang yang rajin. Orang miskin justru sebaliknya, teridentifikasi sepenuhnya sebagai orang yang malas. Bukan miskin karena kebijakan kapitalistik, yang selalu dalam semua level dan aspek bersifat diskriminatif. Konyol memang. Penulis adalah Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate.
Hasto Khianati Mega!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - “Jangan sekali-kali punggungi rakyat, jangan itung untung rugi bagi kerja politik, jangan mencari keuntungan pribadi atau kelompok dari tugas ideologis ini,” tegas Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri, Jum’at (10/1/2020). Dalam pidato politiknya di Rakernas dan HUT ke-47 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, itu, Mega mengingatkan kader partainya agar tak mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dalam menjalankan tugas sebagai politikus. Dia meminta kader PDIP bekerja sungguh-sungguh untuk bangsa dan negara. “Kader-kader PDI Perjuangan di seluruh tanah air penuhi jiwa ragamu dengan semangat mewujudkan cita-cita rakyat tersebut,” tegasnya dengan berapi-api. Mega mengatakan, pernyataan untuk tak mengambil keuntungan pribadi tersebut merupakan instruksinya kepada seluruh kader PDIP. Jika ada yang melanggar, dia menegaskan tak akan melindungi. “Dengar, pidato politik ini adalah instruksi langsung dari ketua umum bagi seluruh kader PDI Perjuangan. Saya tidak akan lindungi kader yang tidak taat instruksi partai,” tegas Mega lagi. Mega pun mengatakan akan 'menggebrak' kader agar sadar akan tugas partai. Dia kemudian mempersilakan kader yang tak siap untuk menjalankan instruksinya keluar dari PDIP. “Saya akan menggebrak kalian-kalian seperti biasanya, berkali-kali agar sadar terhadap tugas ideologis partai. Jika tidak siap, silakan kalian pergi dari PDI Perjuangan,” ujar Mega. “Siap atau tidak?”tanya Mega kepada seluruh kader yang hadir. “Siap!” jawab seluruh kader dengan suara lantang dan kompak. Pernyataan keras Mega ini tentu menjadi pertanyaan. Benarkah ini memang untuk seluruh kader partai? Atau diarahin pada seseorang atau sekelompok kader PDIP? Ada dua kalimat Mega yang secara tegas bisa menggambarkan bahwa terdapat kader partai yang tidak taat instruksi. Yakni: “Saya tidak akan lindungi kader yang tidak taat instruksi partai” dan “Jika kalian tidak siap, silakan kalian pergi dari PDIP!” Coba simak skandal suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang ditangkap KPK karena terima suap yang diduga melibatkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan caleg PDIP terkait PAW untuk Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia itu. Wahyu tertangkap basah dalam OTT KPK pada Rabu, 8 Januari 2019. Menurut KPK, Wahyu menerima uang sogok Rp 850 juta. Bahkan, ada yang memberitakan Rp 900 juta yang dimintanya dari Harun Masiku, caleg PDIP dari Dapil 1 Sumatera Selatan. Harun sedang mengusahakan agar dia yang duduk sebagai anggota DPR RI PAW Nazaruddin yang meninggal dunia. Nazaruddin terpilih dari Dapil 1 Sumatera Selatan di pileg 2019. Pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia yang berhak menjadi PAW. Sesuai dengan perolehan suara, Riezky-lah yang berhak menggantikan Nazaruddin itu. Harun mencoba hendak menggeser Riezky. Harun diduga yang telah memberikan uang pada Wahyu agar bisa membantunya menjadi anggota legislatif melalui PAW. Sayangnya, hingga tulisan ini dibuat, KPK belum berhasil memintai keterangan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Hasto patut dimintai keterangan karena, Saeful Bahri yang mengaku sebagai orang kepercaannya, menyebut uang suap itu berasal dari Hasto. Komisioner KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, selain Wahyu, KPK telah menetapkan Agustiani Tio Fridelina, orang kepercayaan Wahyu, mantan anggota Bawaslu. Kemudian, politikus PDI-P Harun Masiku dan seorang pihak swasta bernama Saeful Bahri. Dua nama terakhir disebut Lili Pintauli Siregar sebagai pemberi suap. Sementara Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap. Tersangka Harun sendiri tak terjaring dalam OTT, Rabu (8/1/2020) lalu dan saat ini masih belum diketahui keberadaannya. Harun Masiku adalah caleg PDIP yang menempati urutan keenam dalam perolehan suara. Meski urutan keenam, justru Harun yang dimajukan PDIP untuk menggantikan Nazaruddin yang meninggal sebelum Pileg 2019 digelar. Sedangkan posisi kedua hingga kelima ditempati Riezky Aprilia (nomor urut 3), Darmadi Jufri (nomor urut 2), Doddy Julianto Siahaan (nomor urut 5), dan Diah Okta Sari (nomor urut 4). Meski meninggal, Nazaruddin memperoleh suara terbanyak. Hasto Kristiyanto saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2020), mengatakan, “Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya,” kata Hasto. Ironis! Sosok bersih koq nyuap? Berdasarkan putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019, partainya memiliki kewenangan dalam menentukan pengganti anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia. Hasto menegaskan, dalam merekomendasikan nama Harun, PDIP pun berpegang pada aturan tersebut. “Proses penggantian itu kan ada putusan dari Mahkamah Agung. Ketika seorang caleg meninggal dunia, karena peserta pemilu adalah partai politik, maka putusan Mahkamah Agung menyerahkan hal tersebut (pengganti) kepada partai,” lanjut Hasto. Meski demikian, pada akhirnya KPU menetapkan Riezky Aprilia menggantikan Nazarudin untuk duduk di kursi Senayan, karena memperoleh suara terbanyak kedua. Riezky Aprilia sendiri mengaku tak tahu rencana PAW Harun Masiku. DPP PDIP sejak awal menerbitkan surat kepada KPU dan menyodorkan Harun Masiku untuk dilantik dengan alasan kader partai asli dan Riezky Aprilia dianggap bikan kader asli karena pencalonannya semata sebagai anak Bupati Linggau. KPU menolak Harun dan melantik Rizky. Nampaknya Harun berbekal rekomendasi DPP PDIP itu tetap berjuang untuk bisa dilantik menjadi anggota DPR menggantikan Rizky dengan cara melobi komisioner Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Wahyu pun pada akhirnya terkena OTT KPK dengan barang bukti uang suap Rp 400 juta. Harun Masiku bernasib apes, perjuangan untuk dilantik jadi DPR malah berujung penjara kena OTT KPK. Apalagi, Ketua KPU Arief Budiman menyebut ada tanda tangan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam surat permohonan PAW Harun Nasiku untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas. Tiga surat dari DPP PDIP yang ditujukan kepada pihaknya dibubuhi tanda tangan Hasto Kristiyanto. Hal itu diungkapkan Arief dalam konferensi pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). “Kalau surat pertama soal permohonan pelaksanaan putusan MA ditandatangani oleh Ketua Bapilu, Bambang Wuryanto dan Sekjen Hasto Kristiyanto,” ujar Arief, seperti dilansir Kompas.com, Jum’at (10/1/2020). Kemudian, dalam surat kedua yang merupakan tembusan perihal permohonan fatwa terhadap putusan MA Nomor 57.P/KUM/2019 tertanggal 19 Juli 2019 ditandatangani Ketua DPP Yasonna Hamonangan Laoly dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Surat ketiga, tertanggal 6 Desember 2019 ditandatangani oleh Ketum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Sekjen Hasto Kristiyanto. Sebelumnya, Arief mengungkapkan adanya tiga surat yang dikirimkan PDIP terkait permohonan Harun sebagai PAW untuk Nazarudin. “Jadi KPU menerima surat dari DPPP sebanyak tiga kali. Surat pertama, terkait putusan atau permohonan pelaksanaan putusan MA, (surat ini) tertanggal 26 Agustus 2019,” ujar Arief saat jumpa pers di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2020). Putusan MA tersebut, kata Arief, berdasarkan pengajuan uji materi yang diajukan (PDIP pada 24 Juni 2019). Hasto mengakui, PDIP merekomendasikan Harun Masiku gantikan Nazarudin. Putusan atas uji materi ini dikeluarkan pada 18 Juli 2019. “Jadi prosesnya (uji materi) tidak sampai satu bulan ya,” lanjut Arief. Menurut Arief, atas surat pertama ini, KPU sudah menjawab dengan menyatakan tak dapat menjalankan putusan MA itu. “Kedua, kami menerima surat tembusan dari DPP PDIP yang meminta fatwa terhadap MA. Itu permintaan ditembuskan kepada KPU tertanggal 13 September 2019 dan disampaikan ke kita pada 27 September 2019,” jelas Arief. Tapi, karena surat itu berupa tembusan, KPU memutuskan tak membalas surat itu. Kemudian MA mengeluarkan surat atau fatwa tertanggal 23 September 2019. “Nah berdasarkan surat atau fatwa MA ini, DPP PDI Perjuangan mengirimkan permohonan lagi kepada KPU dengan surat tertanggal 6 Desember 2019 yang diterima oleh KPU pada 18 Desember 2019,” ungkap Arief. Surat inilah yang disebut KPU sebagai surat ketiga dari DPP PDIP. Karena surat ketiga ditujukan ke KPU, maka KPU menjawab pada 7 Januari 2020. “Yang isinya (surat balasan) kurang lebih sama dengan balasan untuk surat pertama,” tegas Arief. Lebih lanjut Arief mengungkapkan bahwa ada satu proses lagi terkait penetapan perolehan suara di daerah pemilihan Sumatera Selatan I ini. Proses itu terjadi saat dilakukan rekapitulasi hasil Pemilu 2019 di KPU RI. “Jadi, ada pengajuan keberatan. Sudah dibahas dan sudah diterima. Termasuk pada saat pembahasan itu kita sampaikan penjelasan yang sudah kita sampaikan lewat surat (dua surat jawaban KPU),” ungkap Arief. “Surat itu kita bacakan lagi lewat momentum itu. Jadi penjelasan kita (atas permohonan PDIP itu) sudah dua kali lewat surat, dan satu kali pada saat rekapitulasi nasional,” tambah Arief. Jika melihat demikian faktanya, ditambah lagi dengan ditetapkannya Wahyu Setiawan dan Saeful Bahri sebagai tersangka oleh KPK, seharusnya Hasto Kristiyanto juga perlu dimintai keterangannya. Kalau dia menghindar, dugaan keterlibatannya semakin jelas. Apalagi, jika kemudian diketahui bahwa Mega tak tahu-menahu soal perilaku korup kadernya ini. Berarti, Hasto telah khianati Mega! Penulis adalah Wartawan Senior
Bodohkah China ?
Semuanya bisa serba mungkin terjadi. Tentu saja sebagai "sahabat", China dipastikan ingin merangkul atau dirangkul dengan rangkulan yang lebih erat lagi. Disinilah permainan China yang sangat berbahaya. Oleh karenanya, dari peristiwa Natuna ini, membuat kita mestinya semakin waspadai ke depan. Kejadian ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. By M. Rizal Fadillah Jakarta, FNN - Aneh memang tidak ada angin tidak ada badai. Tiba-tiba saja nelayan-nelayan yang dikawal Coast Guard China. Mereka berada di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) perairan Kepulauan Natuna yang sudah dinyatakan PBB sejak tahun 1982 adalah perairan ZEE milik Indonesia. Dengan demikian, kak untuk menangkap ikan hanya boleh dilakukan oleh nelayan Indonesia. Namun China menampilkan sikap yang ngotot. Seolah-oleh memaksakan diri untuk menguasai perairan di Kepulauan Natuna tersebut. Pertanyaannya, China hanya mau menggertak atau memang serius mengklaim sebagai pemilik Kepulauan Natuna? Para Menteri di Pemerintahan Jokowi punya sikap yang beragam. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi misalnya, bersikap agak keras. Sementara Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersikap agak melunak. Begitu pula dengan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang sangat melunak. Namun demikian, dalam beberapa hari belakangan ini, tiba-tiba saja Menko Polhukam Mahfud MD bersuara agak keras. Presiden Jokowi juga tidak mau tinggal diam. Presiden juga bersuara keras. Suara Presiden tidak berbeda dengan kerasnya protes dari Menteri Mahfud MD dan Reno Marsudi. Pernyataan keras Presiden menggambarkan sepertinya sangat siap untuk membela kedaulatan negara. Biasanya kalau sudah ada sinyal yang seperti begini, tidak lama kemudian para nelayan China akan segera pergi. Nelayan China menghilang dulu dari luatan di sekitaran Kepulaun Natuna. Selesaikah manuverya para nelayan Cihna untuk kembali mencuri ikan di perairan Kepulauan Natuna? Bisa iya, bisa juga tidak. Namun adakah kesepakatan diam-diam ? Atau memang RRC mulai ketakutan pada sikap para pemimpin Indonesia yang memang "gagah berani" ? Lalu apa makna manuver China yang jika dipandang sekilas memang seperti kebodohan. Pertama, UNCLOS PBB telah menyatakan ZEE Kepulauan Natuna adalah milik Indonesia. Kedua, hubungan Indonesia dengan RRC sedang mesra dalam kerjasama hutang dan investasi. Ketiga, patut diduga Amerika dan sekutunya tidak akan membiarkan China menguasai perairan berdasarkan klaim sepihak terseblut. Jadi apa arti semua ini ? Muncul analisis yang serba mungkin. Kemungkinan pertama, pasti China tidak bodoh. Sebaliknya, China justru sedang melakukan tekanan dan perundingan diam diam dengan meminta konsesi yang lebih dari Indonesia. Untuk hal yang seperti ini China sangat lihai. Kemungkinan kedua, China sedang menguji kesetiaan Pemerintah Indonesia. Masihkah bisa menyebut "negara sahabat". Ketika dana besar yang digelontorkan berhadapan dengan masalah "kecil" nelayan. Hutang dan investasi adalah alat uji atas cengkeraman China di Indonesia. Kemungkinan ketiga, aksi solidaritas Uighur yang terjadi di Indonesia telah mengganggu kebijakan dalam negeri China. Untuk itu, China perlu memberi ancaman kepada negara yang "ikut campur" urusan dalam negeri China. Bagi China, Uighur adalah masalah yang tak bisa diganggu-gugat oleh negara lain. Kemungkinan keempat, Pemerintah Indonesia dianggap serakah. Indonesia "main dua kaki" karena mencoba mencari hutang dan investasi signifikan ke blok Amerika yang membuat gusar China. Kemungkinan kelima, China memenuhi permintaan tersembunyi Pemerintah Indonesia untuk mengalihkan perhatian dari mega skandal seperti kasus BPJS, Jiwasraya dan kebangkrutan beberapa BUMN. Kemungkinan keenam, sinyal kekuatan perlindungan bagi warga China diaspora yang mulai gelisah akibat reaksi atas kasus Uighur, kesenjanganyun sosial, serta gangguan investasi. Kemungkinan ketujuh, membantu Presiden Jokowi dalam mendongkrak legitimasi dan kewibawaannya. Seolah-oleh hanya dengan "teriakan Presiden" lah yang mampu mengusir nelayan China beserta kapol pengawal Coast Guardnya keluar dari perairan Natuna. Semuanya bisa serba mungkin terjadi. Tentu saja sebagai "sahabat", China dipastikan ingin merangkul atau dirangkul dengan rangkulan yang lebih erat lagi. Disinilah permainan China yang sangat berbahaya. Oleh karenanya, dari peristiwa Natuna ini, membuat kita mestinya semakin waspadai ke depan. Kejadian ini jangan dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja. Sudah waktunya rakyat Indonesia harus berteriak "perglah wahai China bersama uang hutangmu..!" atau "Usir tenaga kerja China dari Indonesia.!" atau "Tenggelamkan pejabat boneka China di Indonesia..!". Indonesia adalah negara merdeka dan berdaulat. *Penulis adalah Pemerhati Politik
Putra Bung Tomo: Pemkot Surabaya Keterlaluan!
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Pernyataan DR. Bambang Sulistomo itu disampaikan terkait dengan perubahan nama Jalan Bung Tomo di kawasan Ngagel Surabaya menjadi Jalan Kencana. Menurut putra Pahlawan Nasional Bung Tomo ini, “Yang keterlaluan itu Pemkot Surabaya!” Hasil hearing dengan Komisi-D DPRD Kota Surabaya, kata Mas Bambang, mereka berjanji menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi masyarakat untuk mempertahankan nama Jalan Bung Tomo tersebut tetap di area Ngagel, Kota Surabaya. “Sementara itu pihak Pemkot Surabaya bersikukuh untuk mengganti nama jalan itu dengan nama Kencana,” ungkap Mas Bambang kepada Pepnews.com. Setelah ditelisik, Kencana itu adalah nama pemilik Marvell City, sebuah apartemen dan mal. “Entah ada komitmen apa di belakang perubahan nama jalan itu,” sindir Mas Bambang yang juga Ketum DPP Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IP-KI) ini dengan nada tinggi. Akankah nilai kepahlawanan Bung Tomo harus kalah kedua kalinya. Setelah Rumah Radio Bung Tomo lenyap digusur investor Jayanata, dan kini nama jalan di makam Bung Tomo itu harus hilang pula digusur investor Marvell City? “Hanya Tuhan yang tahu, dan kewajiban kami adalah mempertahankan sebisa kami,” tegasnya. Perjuangan ini tidak lah mudah, karena nama Kencana adalah nama pemilik Marvell City, sebuah kawasan apartement dan mall yang berada di ujung jalan. “Dia itu investor kelas multinasional,” ungkap Mas Bambang. Pada pertengahan 2019 lalu dikabarkan, ada perubahan nama jalan lagi. Tiga jalan yang baru dibangun bakal diberi nama. Nama lima jalan lama bakal diganti. Mantan Ketua Pansus Perda Penamaan Jalan DPRD Kota Surabaya Khusnul Khotimah juga mengharapkan pemkot menyiapkan perubahan itu secara matang. Tujuannya, agar tak terjadi polemik seperti tahun sebelumnya. Sebagian ruas Jalan Gunungsari diubah jadi Jalan Prabu Siliwangi. Jalan Dinoyo diganti jadi Jalan Sunda. Akibatnya, perubahan ini memicu polemik berkepanjangan. Terutama dengan Paguyuban TRIP Jatim yang menilai dua ruas jalan itu bersejarah. ”Pikirkan juga masyarakat yang terkena dampak perubahan. Agar niat baik tidak merugikan warga,” kata Khusnul. Untuk masyarakat yang terkena dampak perubahan nama jalan harus mengganti identitasnya. Bukan hanya KTP, melainkan juga SIM, STNK, BPJS, rekening bank, dan lain-lain. Untuk perubahan nama jalan, kali ini dewan tak akan dilibatkan. Sebab dalam perda yang baru ini, kepala daerah berhak mengubah nama jalan. ”Kecuali jalan utama atau arteri. Itu harus melalui persetujuan dewan,” kata politikus PDIP itu. Pemkot memberi nama Jalan Lingkar Luar Barat (JLLB) dengan Jalan Dr Muhammad Hatta. Jalan di sebelah timur Darmo Park bakal diberi nama Jalan Dr KH Idham Khalid. Jalan baru sebelah timur dekat Stadion Bung Tomo bakal diberi nama Jalan Bung Tomo. Keputusan itu membuat nama Jalan Bung Tomo di Ngagel diubah lagi jadi Jalan Kencana. Selain itu, Jalan Singapore bakal jadi Jalan Abdul Wahab. Jalan Menganti bakal diganti menjadi Jalan Komjen Pol M. Jasin. Jalan di segi delapan Puncak Permai juga akan dinamai dengan nama pahlawan: Jalan Pangeran Antasari, Hasanuddin, dan Cut Nyak Dhien. Melansir Kompas.com, Jum’at (19/07/2019, 07:01 WIB), Walikota Surabaya Tri Rismaharini berencana mengubah nama Jalan Bung Tomo yang selama ini berada di kawasan Ngagel dan berdekatan dengan makam Bung Tomo. Jalan Bung Tomo itu nantinya akan dipindahkan di Kecamatan Benowo, tepatnya di jalan baru yang dibangun Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan (DPUBMP). Jalan baru tersebut merupakan proyek Jalur Lingkar Luar Barat (JLLB). “Saya mau Jalan Bung Tomo itu dipindah karena yang sekarang jaraknya terlalu pendek. Saya usulkan itu (Jalan Bung Tomo) ada di Stadion Gelora Bung Tomo (GBT),” kata Risma, Kamis (18/7/2019). Jalan Bung Tomo yang di kawasan Ngagel Surabaya akan diganti nama atau dikembalikan jadi Jalan Kencana. “Karena Jalan Bung Tomo yang sekarang panjangnya enggak sampai 1 km. Kalau digunakan nama jalan di Stadion GBT, panjang,” lanjutnya. “Sekarang jalannya dibangun,” ujar Risma. Ia mengakui mendapat banyak penolakan, mulai dari anggota legislatif hingga pemerhati sejarah. Apalagi, Jalan Bung Tomo itu sudah sesuai berada di kawasan Ngagel yang jaraknya juga sangat berdekatan dengan pusara Bung Tomo. Namun, Risma tidak bergeming meski menerima protes. Menurut dia, pemindahan nama Jalan Bung Tomo itu murni untuk menghormati dan menghargai jasa pahlawan. “Enggak apa-apa ditolak, saya kepingin memberikan penghormatan,” katanya. “Karena Jalan Bung Tomo itu terlalu pendek. Kami kan ingin menghargai Bung Tomo,” ujar Risma. Pemkot Surabaya memang berencana mengganti beberapa nama jalan di beberapa titik. Hal itu tertuang dalam surat edaran bernomor 020/10946/436.75/2019 yang diedarkan Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya. DPRD Kota Surabaya sendiri sebelumnya juga menolak rencana Pemkot Surabaya melukir sejumlah nama jalan di Kota Pahlawan ini. Seperti dilansir SURYA.co.id, Senin (15 Juli 2019 21:43), Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji bahkan turun ke lapangan. Terutama nama Jl Bung Tomo yang ada di kawasan Ngagel (tengah kota) yang akan dilukir ke pinggiran kota di kawasan Benowo, ujung barat Kota Surabaya. “Sebaiknya kita hargai dan tempatkan nama besar Bung Tomo secara terhormat. Masak nama Jalan Bung Tomo dipindah di (kawasan) tambak,” katanya saat meninjau Jalan Bung Tomo, Senin (15/7/2019). Politisi PDIP yang akrab dipanggil Armuji itu, sebelumnya menerima Komunitas Pecinta Sejarah dan Perkembangan Kota (KPSPK) yang dipimpin Kuncarsono Prasetyo. Selain itu, hadir pula kerabat Bung Tomo di Surabaya, Dedi Endarto. Mereka berdiskusi di kantor DPRD Surabaya, kemudian dilanjutkan meninjau Jalan Bung Tomo. Rencana pengalihan nama Jalan Bung Tomo itu sangat mengejutkan masyarakat. Apalagi keberadaan Jalan Bung Tomo yang di Ngagel itu akan dipindah ke Benowo. Jelas, dari sisi penghargaan terhadap nama besar Bung Tomo juga perlu menjadi perhatian. Di mana-mana, daerah memberi penghargaan kepada nama pahlawan besar untuk nama jalan di tengah kota. “Bukan di tambak-tambak dan tidak jauh dari tempat pembuangan akhir (TPA) sampah (di dekat TPA Benowo). Kami tegas menolak rencana yang sembrono ini. Tidak dengan kajian dan mengejutkan,” tegas Cak Ji. Setelah berdiskusi, Cak Ji mengajak KPSPK ke lokasi Jalan Bung Tomo. Mereka lebih dulu ‘sowan’ ke makam Bung Tomo di Jalan Bung Tomo, Ngagel, sebelum meninjau Jalan Bung Tomo yang berjarak sekitar 50 meter dari lokasi makam Bung Tomo. Cak Ji beserta jajaran DPRD Kota Surabaya pun menolak pemindahan nama jalan tersebut. Bukan tanpa alasan. Menurutnya, nama pahlawan harus ditempatkan di jalan-jalan protokol. Hal itu untuk menghormati jasa pahlawan di masa lalu. Cak Ji juga bercerita tentang betapa panjang proses yang harus dilewati masyarakat Surabaya agar Bung Tomo bisa ditetapkan menjadi pahlawan nasional. Perwakilan KPSPK Kuncarsono Prasetya mengungkapka, awal 2000, masyarakat Surabaya melakukan gerakan agar nama Bung Tomo tercatat sebagai Pahlawan Nasional. Upaya itu baru membuahkan hasil pada 2008. Kemudian melanjutkan dengan memperjuangkan menjadikan nama jalan itu di depan makam Bung Tomo di Ngagel. Semula, memang nama jalan itu adalah Jalan Kencana. Pada 2002, setelah diusahakan oleh berbagai komunitas dan masyarakat, jalan itu berubah jadi Jalan Bung Tomo. Kemudian diikuti banyak daerah menggunakan nama Bung Tomo menjadi nama jalan protokol. “Ada nilai penghargaan untuk menggunakan nama Jalan Bung Tomo. Malah sekarang ada rencana melukir nama jalan itu ke daerah pinggiran. Kami akan berjuang mempertahankan,” kata Kuncarsono. Menurut Kuncarsono, rencana Pemkot itu telah mengusik warga Surabaya. Akan ada polemik atas pemindahan nama Jalan Bung Tomo itu. Jelas ini juga akan mengusik keluarganya Bung Tomo, seperti Mas Bambang yang selama ini dikenal dekat dengan rakyat. Sebelum ini, mereka juga pernah dikejutkan dengan peristiwa runtuhnya rumah bersejarah yang sempat menjadi tempat siaran Bung Tomo pada era revolusi kemerdekaan. Di situ juga tempat radio di zaman kemerdekaan. “Pemkot menjanjikan akan mengakuisisi dan membangun kembali gedung tersebut yang ada di Jalan Mawar. Namun, hingga kini belum ada kelanjutannya,” ungkap Dedi, kerabat Bung Tomo. Cak Ji juga menyayangkan langkah Pemkot tersebut. Pasalnya, pahlawan itu harus diberi penghargaan setinggi-tingginya. Salah satunya dengan menjadikan namanya sebagai nama jalan protokol. ”Agar sisi historisnya tidak hilang. Solusinya, jalan yang ada di Gelora Bung Tomo diberikan nama lain. Biarlah Bung Tomo tetap menjadi nama jalan yang ada di depan Taman Makam Pahlawan ini,” ujarnya. Yang jelas, jangan sampai kemudian ada tudingan, Pemkot Surabaya berupanya menghapus jejak sejarah perjuangan Arek-arek Suroboyo! “Tampaknya ini dilakukan secara sistemik terstruktur untuk menghilangkan kebanggaan Kota Pahlawan Surabaya,” tegas Mas Bambang. Penulis adalah wartawan senior
Kasus Sogok Wahyu Setiawan Menghantui Hasil Pilpres 2019
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Setelah Wahyu Setiawan terkena OTT, kini muncul pertanyaan: kira-kira ada atau tidak sogok-menyogok dalam penetapan hasil Pilpres 2019? Bisakah diyakini para komisioner KPU bersih dari sogok-menyogok? Selama ini, masih belum ada bukti legalitas tentang orang-orang Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diperkirakan rawan sogokan. Sekarang, terbukti sudah. Para komisioner KPU pusat rawan terhadap sogokan. Ini yang diperlihatkan oleh Wahyu Setiawan (WS). Wahyu tertangkap basah dalam operasi OTT KPK pada 8 Januari 2019. KPK mengatakan, Wahyu menerima uang sogok 850 juta. Ada pula yang memberitakan 900 juta yang dimintanya dari Harun Masiku (HM). Harun sedang mengusahakan agar dia yang duduk sebagai anggota DPR RI pengganti antar waktu (PAW) untuk Nazaruddin Kiemas yang meninggal dunia. Nazaruddin terpilih dari Dapil 1 Sumatera Selatan di pileg 2019. Pada 31 Agustus 2019, KPU menetapkan Riezky Aprilia yang berhak menjadi anggota PAW. Sesuai dengan perolehan suara. Harun mencoba hendak menggeser Riezky. Inilah yang menjadi pintu korupsi WS. Apa yang bisa dipelajari dari kasus WS? Ada satu hal yang afirmatif. Dan konfirmatif. Bahwa orang-orang KPU pusat semuanya rentan terhadap sogokan. WS adalah salah seorang komisioner yang sangat dihormati karena selalu profesional. Dia menyatakan dirinya antikorupsi. Baik. Kalau semua komisioner KPU pusat dikatakan rentan sogokan, apakah integritas mereka selama ini patut dipertanyakan? Sangat pantas! Pantas ditelusuri. Dan sangat wajar dibicarakan. Apakah itu termasuk juga integritas KPU terkait hasil Pilpres 2019? Tentu saja kasus sogok Wahyu Setiawan memunculkan keraguan yang valid mengenai integritas semua komisioner KPU dalam menangani seluruh proses Pilpres 2019. Termasuk penetapan pemenangnya. Artinya, kasus sogok WS menghantui hasil Pilpres 2019. Dan, hantunya bukan hantu biasa. Hantu besar. Induk dari segala hantu kecurigaan. Apakah itu berarti hasil Pilpres 2019 harus dipersoalkan lagi? Tentu saja tidak perlu dipersoalkan lagi. Hanya saja, dari kasus WS itu publik semakin yakin bahwa kecurangan TSM itu memang terjadi. Sangat layak mencurigai adanya permainan tingkat tinggi dalam proses akhir Pilpres. Apakah mungkin ada yang memberi sogok dan menerima sogok? Dan apakah uang sogoknya puluhan miliar atau ratusan miliar? Hanya Allah SWT dan para pelakunya yang tahu. Tapi, masyarakat wajar dan berhak curiga. Bayang-bayang kasus sogok WS kini masuk ke ruang kerja semua komisioner KPU. Bayang-bayang itu membawa arsip hasil Pilpres 2019. Bayang-bayang memang tidak berfisik, tetapi ada bentuknya. Inilah yang bisa membuat para komisioner gelisah. Akan sering mengigaukan teriakan “Saya tak ikut, saya bersih!” dalam tidur mereka. Igauan yang tak ‘credible’. Penulis adalah Wartawan Senior.
Bersih-bersih di PT Pupuk Indonesia, Like and Dislike?
Oleh Mochamad Toha Jakarta, FNN - Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia (Persero) Yanuar Rizky. Yanuar resmi dicopot mulai Kamis (9/1/2020). Perihal alasan pencopotannya, ia tak menerangkan secara rinci. Yanuar hanya mengatakan normatif 'pergantian pemain'. Yanuar resmi dicopot mulai Kamis (9/1/2020). Perihal alasan pencopotannya, ia tak menerangkan secara rinci. “Normatif saja karena ganti pemain,” katanya, mengutip Detik.com, Kamis (9/1/2020). Meski begitu, ia menuturkan ada sejumlah hal yang perlu disikapinya. Namun, ia tak menerangkan secara rinci. “Saya menentukan sikap karena ada serentetan peristiwa yang perlu saya sikapi,” tegas Yanuar. “Saya tak bisa kemukakan secara detil ke publik, tapi like and dislike terkait dengan cara mengelola korporasi,” ungkapnya. Yanuar Rizky bercerita mengenai pencopotannya sebagai Komisaris Independen PT Pupuk Indonesia lewat akun Facebook pribadinya. Yanuar resmi dicopot dari jabatannya hari ini. Dia memberikan tanggapan berupa enam poin dan sebuah penjelasan panjang. Dari enam poin, setidaknya ada dua poin yang menyita perhatian. Dua poin itu yakni terkait masa jabatan dan mengenai akhlak yang sering digaungkan Menteri BUMN Erick Thohir. Yanuar mengatakan, pergantian dan pemberhentian merupakan hal yang lumrah. Lantaran, itu merupakan perusahaan negara bukan perusahaan keluarga. “Namun menjadi tidak lumrah, jika diberhentikan sebelum waktunya. Hanya saya sendiri yang kena pergantian,” tulisnya. Ia melanjutkan, pergantian ini tak ada kaitannya dengan masalah akhlak. “Framing etika dan moral dengan kemasan bersih-bersih BUMN, ingin saya tegaskan, saya tidak terkait akhlak dan etika," tambahnya. Di bagian penjelasan, Yanuar kembali menyinggung soal akhlak. Melansir Detik.com, Kamis (9/1/2020), ia menunjukkan akhlaknya melalui parameter kerja dan tidak korupsi. “Kalau Erick Tohir selaku Menteri BUMN di mana-mana ceramah soal akhlak, saya (ingin) menunjukkan akhlak saya dengan parameter kerja dan juga tak sepeser pun saya ingkar dan korupsi,” lanjutnya. Ia tak membawa kawan atau pasukan untuk masuk ke Pupuk Indonesia. Bahkan, ia menolak kawan yang ingin dikenalkan direksi terkait proyek. “Silakan tanya sobat-sobat saya soal ini saya selalu bilang 'Ini perusahaan negara, janji gw (saya) sama anak dan istri, kehormatan tidak dekat-dekat korupsi, kolusi, nepotisme,” tegas Yanuar. “Kinerja dan kerja saya menunjukkan, berbekal kompetensi, integritas dan kepemimpinan yang tanpa catatan negatif,” ungkapnya. Maka itu, Yanuar merasa bangga. Ia bisa pulang tersenyum ketika diberhentikan dari Pupuk Indonesia. “Sehingga, ketika saya diberhentikan dari Pupuk, saya bisa pulang dengan senyum, menyapa anak, istri dan Ibu saya (orang yang selalu mendoakan saya selamat dunia akhirat) dengan bangga, saya pulang tanpa cela,” kata Yanuar. Tanggapan datang dari Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Menurutnya, Yanuar akan ditempatkan sebagai komisaris di perusahaan lain.“Ini kan Pak Yanuar juga akan habis masa tugasnya di Pupuk, tapi kita percayakan di tempat lain, komisaris di tempat lain, refreshing aja,” katanya di Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2020). Tak secara rinci, ia hanya menyebut Yanuar ditempatkan sebagai komisaris di anak usaha BUMN bidang energi. “Di energi ya, anak perusahaan BUMN energi,” imbuhnya. Arya kembali mengatakan alasan pencopotan ini sebagai bentuk penyegaran. Arya mengatakan, hal tersebut sesuatu yang normal. “Refreshing aja kan mau habis 5 tahun, dia tempat lain kita butuhkan, dikasih jabatan komisaris tempat lain. Bukan sesuatu, normal aja,” ujarnya. Klarifikasi Yanuar Berikut kutipannya penjelasan Yanuar. Ya, saya akan selesai 5 juni 2020. Tapi, tidak hanya saya, kami paket Dekom akan selesai di Juni. Tapi, kenapa saya digeser lebih cepat? Kami di Komisaris, bahkan sebelum ini membahas organ dekom juga diganti oleh pemegang saham. Saya menyatakan untuk menunda permintaan pergantian tim inti karena sedang proses Audit oleh Akuntan Publik terkait Laporan Keuangan. Dimana, saya sebagai Komisaris Independen sekaligus Ketua Komite Audit bertanggung-jawab dalam proses Laporan Keuangan Auditan. Lalu, bukan hanya organ yang ditarik? Saya pun diberhentikan. Apa yang bisa dibaca? Tampaknya ada kepentingan mendesak, bahwa Finalisasi Laporan Keuangan Auditan berada di “pemain pengganti”. Itu perlu saya kemukakan, agar masalah ini jadi jelas. Bahwa saya bukan anak kecil yang merengek kehilangan mainan. Saya mempunyai tanggungjawab moral kepada publik, karena saya warga negara yang mendapat mandat dari negara di perusahaan negara. Saya kembalikan kepada publik, bahwa ini semua terkait dengan grasak-grusuk yang ada tujuannya. Apa tujuannya? Saya tak akan kemukakan apa yang terjadi secara detil. Tapi, itu yang saya rasakan dan kembalikan kepada publik menilai. Pemain pengganti saya adalah birokrat, Deputi di BKPM. Saya harap ini bisa dijelaskan kepada publik, katena posisi saya insdependen bukan birokrat, kenapa unsur profesional dikurangi? Kemudian Independen juga diserahkan ke staf khusus menteri. Saya sedikit bertanya (sebagai warga negara) arah debirokratisasi dari Menteri BUMN dalam setiap ceramahnya, kok malah makin birokrat di pupuk? Semangat saya sama dengan Menteri. Ini uang rakyat, etikanya mana? Maka, saya rasa rakyat harus tahu realisasi kata dan perbuatan. Itu saja. Semua ini saya kemukakan karena ini perusahaan negara bukan perusahaan keluarga. Ada drama, dan ini terkait periode finalisasi Laporan Keuangan Auditan. #enjoyAja. *
Siapa Yang Paling Takut Perang Dunia Ketiga?
By Asyari Usman Jakarta, FNN - Bekalangan ini, banyak orang yang mulai menyebut-nyebut Perdang Dunia Ketiga (PD3). Kata mereka, gelagatnya sudah ada di mana-mana. Dan sudah hadir sejak belasan tahun ini. Bagus juga kalau kita mulai membahasnya dari berbagai aspek. Sebagai permulaan, coba kita tengok siapa yang berani dan siapa yang paling takut terhadap PD3. Sebenarnya simulasi PD3 sudah sering berlangsung. Setidaknya, ada 10 peperangan di masa lalu yang bisa memicu ke PD3. Ke-10 peperangan itu adalah: 1)Perang Suriah 2012 sampai sekarang; 2)Perang Irak 2003-2011; 3)Perang Afghanistan 2001-2014; 4)Perang Kosovo 1998-1999; 5)Perang Bosnia 1992-1995; 6)Perang Teluk 1990-91; 7)Perang Irak-Iran 1980-1988; 8)Perang Afghanistan (lawan Uni Soviet) 1978-1992; 9)Yom Kippur 1973; 10)Perang Enam Hari (Arab-Israel) 1967. Sepuluh perang ini berpotensi menjadi PD3. Setidak-tidaknya ada 3 perang dari 10 perang ini yang sangat tinggi kadar PD3-nya. Ketiganya adalah: Perang Arab-Israel 1967 (Six Day War), Perang Bosnia 1992, dan Perang Suriah 2012. Tapi, PD3 tak kunjung terjadi. Mengapa? Karena para calon pelakunya terlalu banyak perhitungan. Ada yang disebabkan ‘cinta dunia’. Ada yang takut karena tak sampai hati melihat jutaan korban nyawa. Dan ada yang takut karena biaya perang itu sangat mahal. Dalam Perang Arab-Israel (yang dijuluki juga Six Day War atau Perang Enam Hari), mungkin saja pihak Arab tidak begitu bersemangat melanjutkan perang ke hari ketujuh, kedelapan, dst. Lelah dan berat. Perangnya di gurun pula. Ini yang menyebabkan perang tidak meluas. Tidak mendunia. Dalam Perang Bosnia 1992, Slobodan Milosevic (presiden Serbia) dan Ratko Mladic (panglima militer) tidak didukung Rusia. Milosevic dan Mladic melakukan ‘ethnic cleansing’ (pembersihan etnis) terhadap warga Muslim Bosnia. Rusia tidak mau membela Milosevic karena khawatir dimusuhi dunia Islam. Seandainya, Rusia turun tangan, bisa saja PD3 terjadi. Kemudian dalam Perang Suriah 2012, giliran Amerika Serikat (AS) yang tidak mau berhadapan langsung dengan Rusia. Di sini, Rusia adalah pihak yang paling aktif membantu Bashar Assad (presiden Suriah). Jelas sekali AS yang menghindari PD3. Karena tak cukup kuat untuk berperang dalam waktu lama. Secara psikologi, Rusia siap menghadapi AS head-to-head. Tapi, Presiden Obama waktu itu punya kalkulasi panjang. Dan kebetulan, Obama ingin dilihat sebagai “peace loving president” (presiden cinta damai). Nah, hari ini siapakah yang paling takut PD3? Dan siapa pula yang paling berani dan paling ingin? Yang paling berani adalah Donald Trump. Dibuktikannya dengan mengeluarkan perintah untuk membunuh pimpinan militer Iran, Jenderal Qassem Soleimani. Trump tentunya sudah menduga reaksi keras Iran. Dia juga sudah memperhitungkan dukungan penuh rakyat Iran kepada pemerintah mereka agar membalas kematian Soleimani. Sebelum Iran membalas, Trump lebih dulu mengancam. Dia akan menghancurkan 52 tempat bersejarah di Iran jika Iran menyerang AS. Iran tak perduli. Mereka menembakkan sembilan rudal ke markas tentara AS di Baghdad. Tidak ada korban jiwa. Menurut standar keangkuhan AS, mereka seharusnya membalas 9 rudal ini. Sejauh ini Trump diam saja. Trump mengerti Iran akan melawan. Dan Trump juga tahu bahwa Iran punya sekutu superpower. Kalau AS jadi menyerang 52 situs bersejarah yang dibangga Iran, itulah awal PD3. Hampir pasti! Yang menjadi pertanyaan, apakah Rusia mau turun langsung ke medan perang? Kemungkinan tidak. Rusia hanya akan memberikan dukungan senjata dan semangat. Ini saja pun sudah lebih dari memadai bagi Iran. Mengapa Trump begitu berani menyulut PD3? Antara lain karena dia tidak begitu sering menggunakan akal sehat. Bisa jadi dia tak punya. Mungkin juga karena dia sangat tidak populer lagi di Amerika. Sekarang, siapa yang paling takut PD3? Mungkin Anda heran kalau jawabannya: China. Tapi, memang China yang paling takut. Ada beberapa sebab. Pertama, karena China melihat dirinya berpotensi menjadi negara superpower terkuat di dunia. Bukan lagi AS. Ini mungkin terwujud dalam 20-25 tahun mendatang. China punya sumberdaya besar untuk mencapai posisi ini. CAD (cadangan devisa asing) Beijing lebih dari USD3 triliun. Sementara AS malah banyak utang. Negara superpower adalah negara yang memiliki keunggulan militer. Salah satu pertanda keunggulan militer adalah jumlah kapal induk (KI) atau aircraft carrier. Saat ini China punya dua KI. Ada yang mengatakan 4 KI. Tetapi, diperkirakan China bermbisi memiliki 10 KI dalam 15 tahun. Sama dengan jumlah KI yang dimiliki angkatan laut AS saat ini. China mampu dari segi biaya dan teknologi militer. Kedua, China tak berani memulai PD3 karena mereka akan mengalami kerugian yang sia-sia. RRC yakin bisa menguasai dunia melalui kekuatan Ekuin (ekonomi, keuangan, industri). Tidak perlu berperang. Tetapi, mereka akan tetap membangun kekuatan militer untuk membendung AS. Agar AS tidak seenaknya bertindak. China lebih senang melakukan hegemoni ekonomi melalui skema utang dan investasi. OBOR (belakagan disebut Belt and Road Initiative, BRI) adalah strategi utama China untuk menguasai perekonomian dunia. Indonesia sudah masuk ke dalam jebakan skema ini. Ketiga, China takut PD3 karena sudah sangat banyak meminjamkan uang ke mana-mana. Termasuk ke Indonesia. Kalau PD3 terjadi, bakal hanguslah uang ribuan miliar dollar yang dipinjamkan itu. Ini terasa bercanda. Tapi, sebetulnya serius. Keempat, RRC akan berusaha mencegah PD3 karena populasi diasfora mereka cukup besar jumlahnya di mancanegara. Diasfora itu sangat kuat pula dari segi penguasaan ekonomi dan bisnis di negara perantauan. Hampir pasti China merasa orang Tionghoa di perantauan punya ikatan emosional yang kuat dengan RRC. Selain itu, China akan selalu mencegah PD3 karena populasi diasforanya di banyak negara rentan menjadi sasaran jika Beijing berperang dengan negara-negara itu. Jadi, sekali lagi, yang paling berani PD3 adalah Donald Trump. Yang paling takut adalah China.[] 10 Januari 2020 Penulis wartawan senior.