OPINI

Simulasi Pilpres dengan Sistem Perwakilan Musyawarah di MPR Ala UUD 1945 Asli

Oleh M.Hatta Taliwang - Anggota DPR/MPR RI 1999-2004 1. HARI DEPAN INDONESIA tidak semata mata ditentukan oleh Partai yang sdh kita ketahui kelemahan/ keburukannya, tapi juga terlibat Utusan Daerah(UD) dan Utusan Golongan(UG) dalam penentuan siapa yang layak menjadi Presiden Indonesia. 2.Dengan demikian lengkap representasi Rakyat untuk menentukan siapa yang layak menjadi Presiden,  ada unsur keterpilihan( Partai) ada unsur keterwakilan ( UG, UD, ). Tinggal melaksanakan musyawarah dan memilih Presiden. 3.Dijamin tidak lahir capres kelas tukang tambal ban. Karena dengan sistem Pilpres Perwakilan Musyawarah ala UUD45 Asli ini, dijamin tidak akan ada calon yg tidak berkualitas, karena Panglima TNI, Kapolri, Ketum NU, Ketum Muhammadiyah, para Sultan dll sbg utusan Golongan/ Utusan Daerah akan malu mengajukan capres dibawah standar kualitas mereka. Jumlah capres bisa banyak maksimal sebanyak Fraksi ysng ada di MPR.  CATATAN : Bisa juga di MPR cuma dilakukan penyaringan capres sehingga jumlah calon banyak seperti di Iran sampai hampir 500 orang. Namun diseleksi ketat sehingga yg benar benar  muncul terbatas. Setelah itu klo tak mau dipilih di MPR bisa saja para calon itu diserahkan ke rakyat utk dipilih langsung. 4.Tetapi kalau di pilih oleh anggota MPR maka mata seluruh rakyat fokus ke gedung MPR Senayan. Kontrol rakyat lebih mudah jika ada penyimpangan. Tidak sesulit mengontrol Pilpres Langsung seperti yang terjadi sejak 2004 dimana suara Papua misalnya sulit dikontrol rakyat Indonesia lainnya. 5. Tidak mudah melakukan penyuapan karena : 5.1. Ada utusan Golongan misalnya Panglima TNI, Ketum Muhammadiyah dll yg jd filter atau kontrol moral. 5.2. Ada CCTV disemua sudut ruangan gedung MPR 5.3. Bila perlu semua HP dipantau oleh KPK atau Lembaga yg dibuat utk khusus mengontrol Pilpres jurdil. KPK punya alat canggih itu.Tiap partai pun sekarang bisa memiliki alat itu. 5.4. Bila perlu rumah atau Kantor DPP Partai dipantau lewat CCTV oleh lawan politiknya agar terjadi saling kontrol. Alat canggih sekarang banyak cara utk memantau lawan politik. 5.5. Isolasi anggota MPR seminggu sebelum Pilpres atau saat Sidang Umum sedang berlangsung. 5.6. Pasti ada tokoh bangsa yg dicalonkan. Pendukungnya pasti memantau semua gerak gerik anggota MPR dan mengawasi seluruh proses Pilpres.Mereka bisa mengepung gedung MPR RI. 5.7. Ormas, LSM, Mahasiswa dll tertuju matanya semua ke Gedung MPR ikut mengawasi jalannya Pilpres. 5.8. Tidak semua anggota MPR bisa disuap. Pasti banyak juga yg punya nurani. 6. Hampir semua parpol dan ormas melakukan pemilihan Ketumnya lewat proses perwakilan/ musyawarah. Mengapa ketika memilih Presiden mesti Pilpres langsung? Padahal mereka tak pernah mengundang semua pemegang kartu anggotanya datang mencoblos saat memilih Ketumnya? Why mempertanyakan sistem Musyawarah ini yg sdh mengakar sbg budaya bangsa dalam memilih pemimpin? 7. Output sistem Perwakilan Musyawarah umumnya melahirkan Pemimpin  berkualitas, kecuali yg musyawarah pakai duit ala preman. Dalam contoh Muhammadiyah dan PKS, mereka membuktikan prestasi organisasinya membaik dengan menggunakan sistem musyawarah yang fair dlm memilih pemimpinnya. 8. Pembiayaan negara dan pembiayaan pribadi capres boleh dibilang minim dibanding Pilpres Langsung yang butuh ratusan trilyun yg dikeluarkan negara dan para calon. 9. Presiden Terpilih tidak punya hutang budi kepada Taipan atau Konglomerat , yg menjadi sebab Presiden tersandera, sehingga kebijakannya pro konglomerat dan lupa pada rakyat saat sudah terpilih. 10. Tidak terjadi pembelahan yg mengarah pada perpecahan rakyat seperti dampak Pilpres Langsung. Sehingga Persatuan tetap terjaga dan terpelihara. Aparat keamanan bisa konsenterasi  ke hal hal yg lbh produktif bukan hanya mengawasi rakyat utk ditangkap. 11. Presiden Terpilih dilantik dan di SK atau ditetapkan secara terhormat oleh MPR dan bertanggung jawab ke MPR serta dibekali Garis Besar Haluan Negara yg disusun MPR dan Presiden tinggal mengimplementasikan dg program tanpa hsrus ngsrang2 sendiri apa yg dilakukan demi negara. 12. RRC pilih Presiden/ PM juga tidak langsung tapi lewat perwakilan berjenjang. Pemimpin yg lahir berkualitas. Saya kira capres Iran pun disaring dulu oleh para Mullah baru diserahkan ke rakyat utk diputuskan.  Negaranya kuat dan maju. Cara memilih Presiden menurut UUD45 dan Pancasila, sila ke 4, cara  yg bijak dan arif warisan pemikiran pendiri bangsa kita, tapi kita lempar ke tong sampah, dan kita telah durhaka sehingga bangsa ini menjadi rusak parah oleh lahirnya pemimpin bangsa yg lahir dari cara yang bertentangan dengan budaya bangsa kita. Silahkan kita renungkan bersama, mau teruskan Pilpressung ala kaum individualistik liberalistik ini? (*)

Koalisi Keranjang Telur

Oleh Ady Amar - Kolumnis MASIH ingatkah pada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), terdiri dari Partai Golkar, PAN, PPP, yang kelahirannya begitu cepat. Cukup dalam satu kali pertemuan terbentuklah koalisi itu. Saat ini inisial B pada KIB boleh jika mau diganti yang tadinya Bersatu menjadi Bubar. Tidak perlu diumumkan secara resmi bubarnya--karena ini koalisi main-main, dibuat asal-asalan--tidak seperti kelahirannya. Konon KIB itu diinisiasi istana. Pada awalnya itu dimaksudkan menekan PDIP, agar cepat-cepat mencapreskan Ganjar Pranowo. Jika tidak, maka lewat KIB kursi buat Ganjar itu disiapkan. Ganjar saat itu masih jadi \"idola\" utama, yang digadang sebagai pengganti Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saat ini peta politik sudah berubah. Endorse Jokowi sepertinya tidak lagi pada Ganjar, tapi beralih pada Prabowo Subianto. Pertimbangan pilihan siapa pengganti Jokowi, itu bisa berubah demikian cepatnya, tentu bukan sekadar suka tidak sukanya Jokowi pada Ganjar, yang lalu beralih pada Prabowo. Tapi ada pertimbangan lain, ingin diakhirinya dominasi PDIP jadikan presiden sebagai \"petugas partai\". Jika tetap pilihan pada Ganjar, maka presiden selaku \"petugas partai\" akan tetap mengikat pada PDIP, itu yang mesti disudahi. Bukankah Jokowi juga petugas partai (PDIP), itu hal yang kerap disebut-sebut Megawati Sukarnoputri dalam berbagai kesempatan. Label Jokowi sebagai petugas partai, itu mengecilkan peran presiden dalam fungsi ketatanegaraan. Pelabelan sebagai petugas partai, itu dimaksudkan sekadar mengikat presiden untuk tahu diri dari mana ia berasal. Tapi tentu ada pertimbangan lain yang lebih utama, dan itu kepentingan \"kelompok tak tampak tapi berkuasa\" mewarnai seluruh kebijakan hampir sepuluh tahun terakhir ini. Suasana demikian yang ingin dipertahankan pasca Jokowi lengser. Buat mereka akan jauh lebih leluasa, jika presidennya tidak merangkap sebagai \"petugas partai\". Maka, KIB perlu \"dibubarkan\", dianggap tidak perlu. Anggota koalisinya dibuat bercerai berai, memilih berinduk pada koalisi lainnya. PPP jauh hari sudah memilih koalisi bersama PDIP melenggang meninggalkan Golkar dan PAN. Maka disusul berikutnya, Golkar dan PAN, yang memilih menginduk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), yang digawangi Gerindra dan PKB. Tuan rumah (KKIR) memilihkan tempat deklarasi di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Menteng Jakarta Pusat, Minggu (13 Agustus 2023), mengusung Prabowo Subianto sebagai capres. Bergabungnya Golkar dan PAN ke KKIR, bisa disebut atas arahan Presiden Jokowi. Begitu pula bergabungnya PPP ke PDIP, itu pun atas arahan Jokowi. Pokoknya gabung berkoalisi dulu, sedang soal siapa nanti cawapresnya akan dipikirkan belakangan,  mengikuti dinamika politik yang berkembang. Tentunya juga melihat tingkat keterpilihan cawapres dalam kontestasi pilpres. Dengan memasukkan Golkar dan PAN, maka PKB tidak punya nilai tawar yang kuat untuk menggertak dengan akan meninggalkan Gerindra, jika Muhaimin Iskandar (Cak Imin) tidak menjadi cawapresnya. Meski itu sekadar gertakan saja, supaya PKB masih dilihat \"berdaulat\", yang ditandai masih mampu bermanuver. Melihat semua itu, Jokowi perlu menenangkan hati Prabowo dengan mengunci memasukkan Golkar dan PAN di sana. Prabowo mengatakan bergabungnya Golkar dan PAN itu bukan atas dorongan Presiden Jokowi, itu sekadar mengesankan bahwa tidak ada campur tangan istana. Prabowo ingin menunjukkan bergabungnya mitra koalisi baru itu atas inisiatif partai bersangkutan dalam memilih dirinya sebagai capres. Tapi semua mafhum, ada skenario istana sebagai pengarah. Maka tidak perlu ditanya, mengapa pilihan Golkar dan PAN jatuh pada KKIR, tidak pada koalisi PDIP bersama PPP, tentu tidak sekadar suka-suka Jokowi. Dan bandul memang sedang berpihak pada Prabowo, maka mengarahkan Golkar dan PAN ke KKIR itu lumrah. Bolehlah jika lalu disimpulkan ekstrem, bahwa Jokowi sudah \"berpisah\" dengan PDIP, dan itu diperlihatkan dengan menguatkan KKIR. Meski memang dalam politik aliansi bergabungnya satu partai dengan partai lainnya, itu hal biasa bahkan bisa secepat membalik telapak tangan. Segalanya bisa terjadi, skenario babak-babak lanjutan pun kemungkinannya masih terbuka untuk tercerai berai satu dengan lainnya. PDIP jika masih punya marwah, tentu tidak akan tinggal diam melihat manuver Jokowi, melihat lagak \"petugas partai\" yang dibesarkan coba meninggalkan di ujung akhir masa jabatannya, dan di masa krusial akan eksistensi PDIP ke depan. Tapi soliditas PDIP saat ini memang tidak sekuat 2019 lalu, saat mencapreskan Jokowi untuk periode keduanya. Saat ini godaan pada PDIP itu berlapis. Muncul manuver di internal PDIP sendiri, kelompok yang tak menerima pencapresan Ganjar. Bisa dilihat dari manuver beberapa tokohnya yang terang-terangan memuji Prabowo itu lebih pantas menggantikan Jokowi sebagai presiden. Hal tabu itu bisa dilakukan pada masa PDIP di masa lalu, yang menganut falsafah tegak lurus bersama Megawati. Ditambah lagi gangguan eksternal yang menyengat PDIP--kasus BTS yang menyeret suami Puan Maharani, Happy Hapsoro--hal yang juga mustahil di masa lalu itu bisa menyentuh mengena keluarga Megawati. Dinamika politik sudah tidak lagi berpihak pada PDIP tanpa batas seperti di masa lalu, itu yang mesti dipahami Megawati. Jika masih berlagak seperti Megawati yang dulu, yang bisa mengendalikan sang \"petugas partai\", maka tidak mustahil hasilnya berbalik mengenaskan. Seiring itu muncul pula riak-riak kecil manuver dari PPP, yang diwakili politisi seniornya Arsul Sani. Minta ketegasan PDIP mencawapreskan Sandiaga Uno. Jika tidak, maka PPP akan berpikir untuk pindah koalisi. Meski akhirnya Arsul Sani \"diadili\" partainya dengan mengatakan, bahwa itu suara pribadinya, bukan suara resmi partai (PPP). Tapi tetap saja manuver itu tidak berdiri sendiri, tapi punya korelasi bandul endorse yang beralih dari Ganjar ke Prabowo. Tapi gertak sambal PPP ini ditantang balik petinggi PDIP, dipersilahkan jika PPP akan hengkang. Prabowo dengan Gerindra-nya pastilah sumringah melihat bandul istana memihaknya, dan itu jerih atas pengabdian tanpa batas pada Jokowi. Kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala pun dilakukan agar Jokowi lebih melihatnya ketimbang melihat Ganjar. Semua itu dilakukan Prabowo Subianto, agar ia terpilih sebagai penerus orde keberlanjutan Jokowi. Sepertinya itu akan berhasil. Tapi tetap saja dinamika politik akan bisa berubah kapan saja, dan Prabowo harus terus tetap merawat kemesraan tanpa batas, itu jika ingin tetap dalam radar pilihan Jokowi. Nyebur-nya Golkar dan PAN ke KKIR dan PPP bersama koalisi PDIP, itu apakah sampai basah kuyup. Artinya, apa juga diikuti oleh konstituen di bawah, yang itu riil suara penyumbang kemenangan, kok rasanya tidak demikian. Mayoritas konstituen PAN dan PPP khususnya, bisa jadi juga Golkar, itu auranya memilih Anies Baswedan. Tapi jika saja yang dibutuhkan KKIR khususnya, dan itu Prabowo Subianto, sekadar banyaknya jumlah partai yang mendukungnya, itu lain soal. Itu bisa diibaratkan Koalisi Keranjang Telur. Akan tetap disebut keranjang telur, meski tak ada isi telur di dalamnya. Sekadar keranjang, namun tanpa isi. Memilih capres tidak identik dengan memilih partai pendukungnya. Tapi jika partai politik memilih capres berdasar suara konstituennya, maka itu berdampak signifikan dengan memilih partai itu. Begitu pula sebaliknya, jika abai dengar suara konstituen, maka partai bersangkutan ditinggal konstituennya. Artinya, siap-siap hengkang dari Senayan. Lalu untuk apa sampai partai politik memilih capres yang bukan suara konstituennya, ini soal yang semua pastilah tahu. Malas ah jika mesti mengulang-ulang kasus yang tak tersentuh hukum--kasus minyak goreng, hutan dan seterusnya--dan itu menjerat ketua umum partai bersangkutan, jadi sandera politik selamanya. Duh Gusti...**

Tolak Upaya MPR untuk Amandemen Penundaan Pemilu di Masa Darurat

Oleh Pierre Suteki - Guru Besar Hukum UNDIP CNN Indonesia, 9 Agustus 2023 menurunkan berita tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang hendak membuka peluang untuk mengusulkan amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) untuk membuat aturan penundaan pemilu di masa darurat. Meski demikian, MPR menegaskan bahwa usulan itu tidak terkait penundaan Pemilu 2024 dan kontestasi akan berjalan sesuai jadwal.   Disebutkan bahwa Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengatakan pihaknya akan mengusulkan wacana tersebut saat hari konstitusi 18 Agustus mendatang. Arsul mengakui wacana itu mulai jadi pembahasan di internal lembaganya dalam beberapa waktu terakhir menyusul pengalaman saat pandemi 2020 lalu. Pasalnya, kata Arsul, UUD yang berlaku saat ini belum mengatur soal penundaan pemilu di masa darurat seperti pandemi. Pertanyaan yang perlu diajukan adalah apakah bisa dibenarkan usulan tersebut di alam demokrasi? Apakah tidak ada strategi lain untuk menyelenggarakan pemilu di masa pandemi sehingga aspek kepastian hukum dalam penyelenggaraan negara tetap terjamin? Mungkinkan upaya penundaan pemilu di masa darurat disalahgunakan oleh rezim? Era reformasi telah berjalan 25 tahun sejak 1998. Benarkah tujuan kemerdekaan 1945 sudah tercapai atau justru jauh diselewengkan orang, menjauh dari cita-cita Proklamasi sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Demokrasi dengan ketaatan pada konstitusi mestinya menjadi acuan bersama agar tujuan nasional Indonesia merdeka dapat dicapai. Hari-hari terakhir ini seluruh ruang dipenuhi wacana penundaan pemilu dengan demikian berimbas pada perpanjangan masa jabatan Presiden, DPR dan DPD. Sementara berdasarkan Pasal 4 ayat 1 UUD 45, Presiden RI memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD dan tata cara pemilihannya diatur dalam undang-undang sesuai Pasal 6A ayat 5 UUD 45. Kemudian dalam Pasal 7 dinyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.  Sebagai negara hukum, semua pihak harus menyadari bahwa ada aturan dasar yang harus dipatuhi, yakni konstitusi. Semua aturan dan ketentuan konstitusi harus dianggap final dan mengikat secara mutlak, tidak bisa diutak-utik lagi oleh siapapun, kecuali dengan mekanisme konstitusional melalui amandemen UUD 45 oleh lembaga tinggi negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI. Termasuk perihal penundaan pemilu pun harus dalam bingkai konstitusional. Tidak boleh dilakukan secara \"bar-bar\", terkesan anarkhi. Terkait dengan usulan penundaan pemilu di masa darurat sekalipun harus dipertimbangkan secara matang di alam demokrasi yang berintikan pada kedaulatan rakyat, bukan kedaulatan partai. UUD 1945 asli telah mengatur bahwa pemilu dilaksanakan dalam waktu lima tahunan dengan maksud untuk membatasi masa jabatan penyelelenggara pemerintahan negara. Itu sudah baku dan dalam keadaan tertentu memang dimungkinkan pemilu dipercepat ataupun ditunda. Indonesia pernah melakukan percepatan pemilu ketika suatu pemerintahan ambruk, misalnya Pemilu di era reformasi. Setelah Presiden Soeharto dilengserkan dari kekuasaannya pada tanggal 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti. Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie. Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah untuk memperoleh pengakuan atau kepercayaan dari publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya. Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru. Ini berarti bahwa dengan pemilu dipercepat, yang terjadi bukan hanya bakal digantinya keanggotaan DPR dan MPR sebelum selesai masa kerjanya, tetapi Presiden Habibie sendiri memangkas masa jabatannya yang seharusnya berlangsung sampai tahun 2003, suatu kebijakan dari seorang presiden yang belum pernah terjadi sebelumnya. Euforia demokrasi pasca orde baru sangat dapat dirasakan pada saat semua elemen bangsa sepakat untuk mempercepat pemilu di tahun 1999 padahal seharusnya pemilu baru dilaksanakan tahun 2003. Kita yakin di sini yang sedang berkuasa bukan rezim otoriter, melainkan rezim demokratis. Tidak ada mafia hukum antara eksekutif, legilatif dan yudikatif. Sementara itu, penundaan pemilu nasional di negeri ini belum pernah terjadi dalam keadaan apa pun. Pemilu kada memang terjadi penundaan mengingat adanya upaya untuk pelaksanaan pemilu nasional serentak pada tahun 2024.  Usulan penundaan pemilu melalui amandemen UUD 1945 harus ditolak. Kita tetap mempertahankan ketentuan bahwa \"Pemilu itu dilangsungkan berkala lima tahun sekali berdasarkan Pasal 22 E ayat UUD 1945,\" Selain menabrak prinsip demokrasi yang intinya ada pembatasan kekuasaan menurut hukum yang pasti, upaya penundaan pemilu juga bertentangan prinsip penyelenggaraan kepemimpinan nasional lima tahunan yang dianut oleh UUD 1945. Selain itu usulan penundaan pemilu juga bertentangan UU Pemilu karena dalam undang-undang tersebut hanya mengenal penundaan dalam bentuk susulan dan lanjutan serta tidak boleh ada penundaan pemilu secara nasional. Penundaan susulan kalau di tahapan tertentu terjadi upaya yang tidak memungkinkan dilakukan proses pemilu karena bencana. Maka tahapan yang tertunda disusulkan. Saudara sekalian, sebagaimana diketahui bahwa hukum dasar itu ada 2, yaitu hukum dasar tertulis (konstitusi) dan hukum tidak tertulis (konvensi). Konstitusi itu bukan peraturan perundang-undangan biasa yang mudah untuk diubah dan dijalankan semau rezim yang berkuasa.  Ada yang berpendapat bahwa \"demi keselamatan rakyat, konstitusi dapat dilanggar\". Padahal UUD NRI 1945 sebagai Konstitusi negara RI juga memuat dalil atau prinsip salus populi suprema lex esto. Oleh karena itu dalam implementasinya, penerapan dalil \"salus populi suprema lex esto\" dapat terjadi penyimpangan oleh rezim yang lebih mengutamakan kekuasaan dibandingkan hukum. Dalil itu terkesan sebagai alasan pembenar dari semua tindakan dan kebijakannya meskipun secara konstitusional tidak benar. Apalagi kebijakan dan tindakan rezim itu didasarkan atas penerapan prinsip \"negara tidak boleh kalah\" secara keliru.  Oleh karenanya, penerapannya dalil “keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi” ini perlu dipertanyakan dan dikritisi agar tidak disalahgunakan oleh rezim yang cenderung berwatak otoriter konstitusional.  Dalil ini juga tidak boleh menjadi alasan MPR untuk mengajukan usulan penundaan pemilu dalam keadaan darurat karena berpotensi disalahgunakan oleh rezim yang otoriter, apalagi telah terjadi mafia hukum antara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Jika dalam rezim yang sedang berkuasa telah terjadi mafia hukum, maka rezim akan sangat setuju untuk dilakukannya penundaan pemilu dengan berbagai dalil, kriteria yang telah ditentukan oleh rezim itu sendiri sekarang ini. Penundaan pemilu akan lebih menguntungkan rezim yang berkuasa, baik Presiden, DPR maupun DPD. Mereka tidak perlu bersusah payah mencari suara pemilih namun masih tetap menjabat untuk jangka waktu tertentu, bisa 1 tahun, 2 tahun dan seterusnya. Tergantung dari kesepakatan rezim, dan bisa dipastikan bahwa rakyatlah yang pada akhirnya akan berpotensi dirugikan.  Meskipun ketentuan terkait dengan keadaan darurat ditentukan secara rigid oleh MPR, tetapi dalam praktiknya, rezim otoriter bisa menyiasatinya dengan berbagai upaya yang melibatkan ketiga ranah kekuasaan sekaligus. Kolusi akan dilakukan, bahkan mafia dalam industri hukum pun akan dipraktikkan. Inilah potensi-potensi buruk yang akan terjadi ketika kekuasaan sedang dipegang oleh kekuasaan yang otoriter dan memang kekuasan (status quo) itu cenderung ingin dipertahankan dengan berbagai cara baik melalui cara demokratis maupun cara otoriter dalam sistem pemerintahan yang awalnya dipilih secara demokratis pula (Ziblatt dan Levitsky: 2018). Kesimpulannya, dari pada suatu saat bangsa ini terjebak pada situasi dilematis terkait dengan penundaan pemilu pada masa darurat, lebih baik usulan MPR tersebut ditolak. Pemilu harus tetap dilaksanakan dalam kurun waktu 5 tahunan. Jika terjadi keadaan darurat, maka yang perlu dicari adalah cara penyelenggaraannya. Zaman semakin modern dan serba digital, maka cara-cara digitalisasi pemilu pun bisa ditempuh terkait dengan penyelenggaraan pentahapan pemilu. Mulai dari sosialisasi, pendaftaran, kampanye hingga pemungutan suara. Sistem itulah yang seharusnya disiapkan mulai dari sekarang, bukan membuka wacana penundaan pemilu dalam keadaan darurat melalui amandemen UUD 1945.  Tabik...! Semarang,  Selasa: 15 Agustus 2023

Kisah Pak Natsir yang Tidak Pernah Diceritakan dalam Sejarah

Meninggalnya mantan Perdana Menteri RI kelima Mohammad Natsir dirasakan bangsa Jepang seolah “ledakan bom atom ke 3” yang dijatuhkan di Kota Tokyo, mengapa Jepang begitu menghormatinya? Oleh Agus Maksum -  Anggota Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia Jatim MOHAMMAD NATSIR atau Pak Natsir, begitu orang sering memanggil beliau, adalah sebuah nama panggilan yang biasa untuk siapa saja, menunjukkan kesederhanaan hidup beliau. Saya mungkin termasuk generasi paling akhir dari da’i Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) yang masih mendapatkan didikan langsung dari beliau walau tidak lama, sejak 1991, dan beliau meninggal Februari 1993. Saat mendengar mantan Perdana Menteri RI kelima meninggal kesedihan mendalam bagi seluruh kader dan da’i Dewan Da’wah. Saat itu sayapun langsung pergi ka kantor Dewan Dakwah Jawa Timur Jalan Purwodadi, dekat kuburan Mbah Ratu.   Sudah cukup banyak warga Dewan Dakwah berkumpul untuk mengkonfirmasi berita meninggalnya Pak Natsir. Saat itu, saya duduk di dekat telepon yang berfungsi sebagai faksimile, mode teknologi paling canggih pada waktu itu untuk mengirim dokumen. Telepon berdering tak henti-henti dari berbagai daerah menanyakan kabar meninggalnya Pak Natsir kala itu. Tiba-tiba  adalah sebuah faksimile masuk. Pesan tersebut datang dari Perdana Menteri Jepang Keiici Miyazawa. “Wah Perdana Menteri Jepang nampaknya telah mendengar juga berita meninggalnya Pak Natsir dan mengirimkan ucapan duka,” demikian guman saya dalam hati. Semua pesan faksimile itu nampak tercetak. Saya tidak sabar membaca ucapan dukanya. “Mendengar Muhammad Natsir meninggal, serasa Jepang mendapatkan serangan Bom Atom ke-3 yang tepat jatuh di tengah Kota Tokyo. Duka yang sangat mendalam bagi kami seluruh bangsa Jepang,” demikian bunyi ucapan tersebut. Saya kaget sekali saya mebaca ucapan itu. Saya segera memotong kertas faks yang lembek itu dan saya sampaikan pada Ketua DDII Jatim (alm) H. Tamat Anshori Ismail. Namun Pak Tamat meminta saya membacakan dengan keras pesan tersebut di hadapan jamaah agar semua mendengar. “Maksum kamu baca lagi supaya semua yang berkumpul di situ mendengar,” katanya. Semua orang terdiam setelah pesan dari Keiici Miyazawa saya baca. Saya bertanya kepada Pak Tamat, ada cerita dan hubungan apa antara Pak Natsir dengan Bangsa Jepang, Pak?  Pak Tamat menjawab datar saja. “Pak Natsir kan mantan perdana menteri, jadi ya mungkin pernah ada hubungan diplomatik yang spesial dengan Jepang, “ begitu gitu saja jawabnya. Saya kurang puas dengan jawaban Pak Tamat. Saya lanjutkan rasa penasaran ini kepada banyak tokoh yang lebih senior dan lebih sepuh. Salah satunya adalah Ketua Dewan Syura Dewan Da’wah Jatim yang juga Ketua MUI Jatim kala itu, KH Misbach. Sayangnya, Kiai Misbach juga tidak bisa menjelaskan maksud di balik ucapan PM Miyazawa. Sungguh aneh ini, ucapan duka yang luar biasa, dan tidak biasa, pasti ada kisah yang luar biasa, begitu guman saya dalam hati.  Akhirnya saya menyimpan pertanyaan itu lebih dari 10 tahun dan tidak ada satupun tokoh yang bisa menjelaskan makna ucapan itu. Embargo, Raja Faisal dan M. Natsir Tahun 2003, saya berkenalan dengan diplomat Jepang di Jakarta. Namanya Hamada San. Saya sering nggobrol dan ngopi bersama dia. Suatu ketika, sampailah obrolan pada aktivitas saya dll. Saya bercerita jika aktif di organisasi Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) yang didirikan Pak Natsir, namun saya generasi terakhir yang pernah dididik langsung Pak Natsir. Tanpa saya duga, Hamada San berdiri tegak di samping saya, lalu membungkuk-bungkuk memberi hormat. Tentu saya kaget, ada apa Hamada San sampai berbuat seperti itu? Setelah itu ia duduk dan lama terdiam, sambil matanya menerawang. “Apakah kamu tahu nama Laksamana Maeda?” katanya. “Ya, saya tahu.” “Apakah kamu tahu namanya Nakasima San?” “Wah saya tidak tahu.” “Apakah kamu pernah mengdengar nama Raja Faisal dari Saudi?” “Ya saya tahu.” “Mereka adalah nama-nama yang punya hubungan spesial dengan (alm) Mohammad Natsir,” ujar Hamada San. Hamada San adalah diplomat senior Jepang yang sudah puluhan tahun bertugas di Indonesia. Dia sangat mencintai Indonesia, salah satunya adalah karena kisah yang akan dia ceritakan kepada saya. Karena itulah dia tidak mau pindah-pindah tugas dan tetap berada di Indonesia hingga puluhan tahun. Sebelum Hamada San bercerita dengan beberapa bekal nama Laksamana Maeda, Nakasima (Nakajima San), Raja Faisal dan Muhammad Natsir, saya teringat peristiwa 10 tahun lampau, tentang faksimil PM Jepang Keiici Miyazawa. Kepada Hamada San, saya ceritakan tentang bunyi faks ucapan duka cita dari PM Jepang Miyazawa tersebut. “Ada cerita apa sehingga PM Miyazawa sampai membuat ucapan duka sedemikan dramatis dan dahsyat begitu”?. Hamada San semakin tajam memandang saya, lalu sedikit meninggikan suaranya. “Kamu baca ucapan duka cita PM Miyazawa itu? Kamu benar-benar murid Pak Natsir kalau gitu, tidak salah dan kamu tidak bohong bahwa kamu adalah murid Pak Natsir, karena tidak banyak yang tahu hingga menyimpan memori selama itu hingga 10 tahun kamu masih ingat  bunyi ucapan duka cita itu,” demikian kata dia. Akhirnya, Hamada San bercerita.  Jepang pada waktu itu mengalami situasi sulit akibat embargo minyak bumi. Industri Jepang hampir kolaps. Semua industri butuh bahan bakar dari minyak bumi, tapi Jepang di embargo oleh Amerika Serikat (AS). Berbagai upaya dilakukan pemerintah Jepang untuk mendapatkan pasokan minyak bumi, tapi embargo Amerika membuat semua negara tidak ada yang berani menjual minyak ke Jepang. Untuk mendapatkan pasokan minyak bumi, Laksamana Maeda menyarankan melakukan melakukan lobi internasional. Namun bagi bangsa Jepang, Laksamana Maeda adalah pengkhianat dan tidak menjalankan perintah Kaisar Jepang. Dia dianggap telah memberikan ruang untuk Bung Karno yang telah membuat teks proklamasi kemerdekaan, juga menyerahkan senjata-senjata Nippon pada para pejuang kemerdekaan RI. Karena itu kehidupan Laksmana Maeda setelah kembali ke Jepang sangat menyedihkan. Selain mendapat hukuman, dia juga dicopot dari dinas militer serta tidak mendapatkan pensiun, demikian kata Hamada. Namun melihat kondisi Industri Jepang yang hampir kolaps, Laksmana Maeda memberikan usul dan nasehat pada pemerintah dan menyarankan untuk mengirim utusan ke Indonesia. Laksamana Maeda mengusulkan agar pemerintah Dai Nippon mengirim utusan ke Indonesia dan menemui seseorang yang sedang di penjara. Namanya Muhammad Natsir, yang tidak lain tokoh Partai Masyumi. Laksamana Maeda meminta utusan Jepang menceritakan kesulitan ini dan meminta agar Pak Natsir bersedia melobi Raja Arab Saudi (Raja Faisal kala itu), agar bersedia mengirim minyaknya ke Jepang, kata Hamada. Menurut Hamada, sebenarnya pemerintah Jepang tidak begitu percaya dengan usulan Maeda. Namun karena berbagai cara telah ditempuh dan tidak mendapatkan hasil, apapun upaya yang masih bisa di lakukan akan dicoba. Akhirnya pemerintah Jepang menugaskan orang yang namanya Nakajima  San untuk menyampaikan pesan PM Jepang pada Pak Natsir. Menurut Hamada San, misi ini sebenarnya tidak terlalu diharapkan berhasil, sebab menemui orang di dalam penjara untuk melakukan sesuatu hal besar tidaklah mungkin. Nakajima pun terbang ke Indonesia dan atas bantuan banyak pihak akhirnya ia bisa bertemu Pak Natsir di penjara. Nakajima menyampaikan pesan Pemerintah Jepang agar Pak Natsir bisa membantu Jepang mendapatkan pasokan minyak dari Arab Saudi.  Kala itu Pak Natsir tidak menanggapi dan tidak berkata apa-apa terhadap permintaan pemerintah Jepang itu. Beliau, katanya cuma bertanya apakah Nakajima San membawa kertas dan pulpen. Lalu tidak lama, Nakajima menyerahkan selembar kertas dan pulpen kepada Pak Natsir. Lalu Pak Natsir menulis dalam kertas itu pesan berbahasa Arab yang tidak panjang, kurang lebih hanya setengah halaman, dan melipatnya. Pak Natsir menyampaikan pada Nakajima agar membawa surat ini pada Raja Arab Saudi, Raja Faisal. Nakajima tidak tahu apa isi surat tersebut,  apalagi itu berbahasa Arab. Namun berbekal secarik kertas dari Pak Natsir, PM Jepang mengabarkan pada diplomat Jepang di Arab Saudi bahwa ada utusan Pak Natsir dari Indonesia yang akan menghadap Raja Faisal. Arab Saudi yang sangat menghormati (alm) Mohammad Natsir menyambut baik serta menunggu kehadiran orang Jepang yang membawa pesan dari Pahlawan Nasional tersebut.  Nakajima San sampai di Arab Saudi disambut baik bak tamu negara dan dengan mudah bisa bertemu Raja Faisal dan menyerahkan surat dari Pak Natsir. Raja Faisal membaca surat Pak Natsir dan langsung memenuhi permintaan dalam surat itu, yakni mengirim minyak ke Jepang. Kepada Nakajima, Pemerintah Arab Saudi berjanji segera mengirimkan minyak melalui Indonesia, yang akan melibatkan Pertamina. Nakajima terperangah tidak percaya, kata Hamada San. Hanya sepucuk surat yang dia tidak tahu isinya dari seseorang yang mendekam di penjara dan Jepang akan mendapatkan pasokan minyak dari “Raja Minyak Dunia”. Cerita kemudian berlanjut pada realisasi pengiriman minyak dari Arab Saudi  melalui Pertamina. Karena itulah sebabnya Pertamina menjadi perusahaan yang sangat besar di Jepang, pernah menjadi pembayar pajak terbesar di Jepang, karena Pertamina menjadi pensuplai minyak bagi Industri Jepang atas jasa Pak Natsir. Selanjutnya Industri Jepang bangkit berbagai industri otomotif merajaii pasar dunia sebut saja Honda, Toyota, Suzuki, Mitsubishi dll. Industri Jepang bangkit atas jasa baik Pak Natsir, kata Hamada. Menolak Hadiah Jepang Yang tidak kalah menarik, yang membuat bangsa Jepang sangat menaruh hormat pada Pak Natsir, tidak ada satupun hadiah dari pemerintah Jepang yang diterima Pak Natsir, semua hadiah yang diberikan Jepang dikembalikan, hingga negara itu kesulitan untuk bisa memberikan imbal balas jasanya. Hal ini  karena beliau telah berpesan pada keluarganya untuk tidak menerima apapun dari pemerintah Jepang. Beliau bahkan tidak pernah bercerita tentang surat penting itu pada siapapun di Indonesia. Itulah sebabnya tidak ada tokoh Indonesia atau tokoh Dewan Da’wah sekalipun yang tahu tentang kisah itu. Karena itu pulalah pemerintah Jepang sangat berduka yang sangat dalam saat Pak Natsir meninggal dunia. Bukan hanya pemerintah, tapi bangsa Jepang merasa ada “ledakan bom atom ke 3” yang di jatuhkan tepat di Kota Tokyo mendengar Mohammad Natsir, yang juga pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi ini meninggal dunia. “Itu bukan ucapan dramatis seperti kamu bilang. Itulah perasaan hati kami bangsa Jepang atas meninggalnya Mohammad Natsir waktu itu, “ kata Hamada San mengakhiri cerita. Saya mendengarkan kisah itu tanpa sedikitpun menyela. Saya hanya diam terpaku, mendengarkan penjelasan yang tertunda selama 10 tahun lamanya. Mohammad Natsir, adalah seorang ulama, politikus, pejuang kemerdekaan Indonesia dan pahlawan nasional. Mantan sebagai presiden Liga Muslim Dunia (World Muslim League) dan ketua Dewan Masjid se-Dunia ini mungkin agak kurang dikenal di kalangan generasi milenial. Yang tidak kalah penting, pemegang 3 gelar Doktor (HC.) adalah orang di balik gagasan kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan, 73 tahun yang lalu, sebelum banyak orang berteriak “Saya NKRI” dan ‘saya Pancasila’. Kala itu, tokoh Partai Masyumi ini mengajukan gagasan penting, yakni kembalinya Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), setelah sebelumnya Indonesia hidup dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Setelah berbulan-bulan melakukan pembicaraan dengan pemimpin fraksi, sekaligus melakukan lobi untuk menyelesaikan berbagai krisis di daerah, Mohammad Natsir berpidato mengajak seluruh negara bagian bersama-sama mendirikan negara kesatuan melalui prosedur parlementer, yakni melalui Mosi Integral pada 3 April 1950.   Berkat perjuangan Pak Natsir, Parlemen RIS menerima mosi dan meminta pemerintah segera melakukan langkah-langkah untuk membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia (NKR). Pidatonya kemudian dikenal dengan “Mosi Integral M Natsir”. (*)

Kang Emil, Sudahlah Batalkan Berhala Patung Soekarno

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan BANDUNG jangan dikotori dengan kultus dan keberhalaan. Patung Soekarno yang direncanakan akan dibangun di Taman Saparua dikhawatirkan menjadi bagian dari kultus dan keberhalaan tersebut. Awalnya memang semata penghormatan sebagai tokoh sejarah bangsa atau bagian untuk membangun semangat nasionalisme, akan tetapi kekhawatiran pengkultusan dan pemberhalaan ternyata semakin terasa.  Belum juga tahap pembangunan, Pemerintah Propinsi Jabar sudah melakukan, sekurang-kurangnya mengizinkan, upacara ruwatan dengan sesajen-sesajen bernuansa mistik. Pandangan budaya dapat berbeda dengan visi keagamaan. Agama melihat hal tersebut sebagai ritual yang mendekati kemusyrikan. Wajar jika umat Islam di Bandung atau Jawa Barat khawatir jika perbuatan tersebut dapat mengundang adzab dari Allah.  Penghormatan kepada Soekarno sebagai salah seorang proklamator kemerdekaan tidak harus selalu diwujudkan melalui pembuatan patung tinggi atau besar. Nasionalisme dapat dan strategis ditanamkan kepada siapapun melalui ruang pendidikan dan media lainnya. Lagi pula jika patung itu dimaksudkan bahwa Soekarno adalah proklamator maka tidaklah boleh meninggalkan Moh Hatta. Keduanya \"dwi tunggal\" yang telah memproklamasikan kemerdekaan atas nama bangsa Indonesia.  Protes atas pembangunan patung Soekarno diprediksi akan terus berlanjut. Kang Emil sebagai Gubernur Jawa Barat bersiap menanggung dosa berupa serangan kritik dan penolakan. Meski akan lengser sebentar lagi tetapi kebijakan akhir masa jabatan dengan mengizinkan dan bersukacita atas pembangunan patung tersebut akan menuai kecaman dan tuntutan dari masyarakat Jawa Barat.  Sebagai kebijakan kontroversial, maka pro dan kontra bisa saja terjadi. Akan tetapi karena masalah ini sangat sensitif dan dapat menyentuh berbagai aspek termasuk keyakinan keagamaan, maka konflik ke depan bukan mustahil akan terjadi. Bagi sebagian umat Islam keberhalaan adalah sejarah kuno yang mesti dilawan bahkan dihancurkan.  Dimensi keagamaan adalah satu faktor. Aspek lain adalah domain hukum. Sudah tepatkah perizinan yang dikeluarkan bila dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Perda Jawa Barat ? Bagaimana konten Perjanjian Pemprov Jawa Barat dengan Yayasan Putera Nasional Indonesia, khususnya anggaran 14,5 Milyar, mulai kapan menjadi beban APBD? Dari aspek sosial terkesan pembangunan ini minus sosialisasi. Pada tingkat DPRD saja jangankan menyetujui untuk mengetahui pun tidak. Proyek ini dipandang \"misterius\", \"ujug-ujug\" serta sarat dengan kepentingan politik. Sekjen PDIP perlu menyebut peluang Ridwan Kamil sebagai Bacawapres Ganjar Pranowo pada acara \"groundbreaking\" saat itu. Konon patung ini akan diresmikan oleh Megawati Soekarnoputeri.  Patungisasi Soekarno di berbagai daerah adalah hak jika didirikan di lahan sendiri dengan prosedur perizinan yang benar. Akan tetapi jika di tempat-tempat umum, maka perlu pertimbangan akan relevansi dengan kebutuhan masyarakat. Tidak memanipulasi nasionalisme untuk hal yang sebenarnya tidak mendesak dan relevan dengan pendirian patung tersebut.  Apalagi jika dikaitkan dengan mistisisme tentu tidak sesuai dengan ajaran Soekarno sendiri yang jika masih hidup mungkin tidak akan setuju dengan pengkultusan dan pemberhalaan dirinya melalui patung-patung yang dibuat. Bukan seperti itu cara mengenang kepahlawanan. Pandangan maju dan progresif nya akan mengkritisi dan mempermasalahkan.  Pandangan progresif keagamaan Soekarno bisa kita baca dalam buku kumpulan surat-surat atau tulisannya yang dihimpun dalam buku berjudul \"Islam Sontoloyo\".  Menarik di antara tulisannya : \"Kini mereka sudah mulai sehaluan dengan kita dan tak mau mengambing saja lagi kepada kekolotannya, ketakhayulannya, kejumudannya, kehadramautannya, kemesumannya, kemusyrikannya (karena percaya kepada azimat-azimat, tangkal-tangkal dan \"keramat-keramat\") kaum kuno, dan mulailah terbuka hatinya buat \" agama yang hidup\".  Nah, Kang Emil mumpung masih ada waktu dan menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, maka batalkan rencana pembangunan patung tertinggi Soekarno di lahan milik Pemprov Jawa Barat Taman Saparua tersebut.  Mudharatnya jauh lebih besar dari manfaatnya.  Bandung, 15 Agustus 2023.

Fiqhud Dakwah M. Natsir: Wahyu Memanggil Fitrah, Fitrah Menghajatkan Wahyu

Catatan Yudi Imansah - Agamawan Buku Fiqhud Da\'wah adalah kumpulan tulisan M. Natsir yang awalnya berupa diktat-diktat yang dibagikan kepada para peserta kursus kader da\'wah.  Salah satu di antara kader, yakni Saleh Umar Bajasut berinisiatif untuk menggali catatan-catatan diktat lalu ditelaah dan disusun kemudian dimintakan penyempurnaan kepada Bapak M. Natsir, sehingga tersusunlah menjadi sebuah buku. Alhamdulillah saya telah membacanya. Di saat membaca saya merasakan betul bagaimana penuturan yang disajikan oleh Bapak M. Natsir mencerminkan penuturan dari  seseorang yang tidak hanya berpengalaman dalam aktivitas da\'wah, namun melampauinya, yakni sebuah penuturan dari jiwa, ruh kesadaran terdalam. Sangat pantas melalui kursus kursus kader da\'wah lahir para mubaligh bertalenta, dan mubaligh yang mampu mencurahkan segala potensinya lahir dan batin, jiwa dan raga, waktu dan tenaga, pikiran dan perasaan. Para mubaligh yang mendedikasikan dirinya secara total, satu di antaranya adalah M. Imaduddin Abdurrahim. Beliaulah yang menghidupkan semangat da\'wah kampus, di ITB, UNPAD, beberapa perguruan tinggi di Bandung. Ribuan kader HMI telah ia latih, para juru da\'wah, baik di Indonesia, Malaysia, dan mancanegara lainnya. Menurut M. Imaduddin, beliau menggunakan buku ini. Buku ini diawali dengan pembahasan tentang Fitrah, wahyu Ilahi, dan posisi akal. Al-Qur\'an adalah himpunan dari wahyu yang merupakan tuntunan yang dihajatkan oleh fitrah manusia. Mempertemukan fitrah manusia dengan wahyu Ilahi itulah tugas risalah para rasul atau saat ini berarti tugas para mubaligh. Yang menjadi objek sasaran wahyu adalah qalbu yang memiliki instrumen sam\'un, basharun. Kedua instrumen ini selanjutnya memgirimkan analisa kepada fu\'ad atau akal untuk memahami suatu perkara, baik tentang kepastian, keteraturan, maupun nilai kebenaran.  Akal diawali dengan cara kerja sam\'un, basharun,  berikutnya ia akan memperhatikan alam sekitarnya, diri manusia sendiri (jasmani ruhani ) di mana ditemukan peraturan-peraturan \" ayatullah\", sebagai tanda-tanda dan bukti yang menunjukkan adanya Sang Khaliq. Tidak hanya itu, akal pun menemukan adanya Rabb yang memelihara semua ciptaan Allah, lengkap dengan undang-undang-Nya yang disebut dengan \" Sunatullah \". Kita perhatikan Qs Fusshilat 53, \"Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Kami di segenap penjuru, dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur\'an itu adalah benar. Tidak cukupkah bagi kamu bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?.\" Lebih lanjut, proses kerja akal yang berirama menggetarkan jiwa menjadi sumber pertunjukan bagi panca indera dan pikiran yang dengan itu terlihatlah apa yang tampak sehari-hari  menjadi sebuah hujjah yang melahirkan makna. Kita perhatikan Qs Al Ghasyiah 17-22. \"Maka tidakkah mereka memperhatikan unta bagaimana diciptakan? Dan langit bagaimana ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ditegakkan? Dan bumi bagaimana dihamparkan? Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau (Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka\". Berikutnya, akal dan qalbu mengajak panca indera untuk memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah dengan memperhatikan apa yang sering mereka lakukan, yakni \" bibit yang ditebarkan \". Kita perhatikan  Qs Al Waqiah 63-65, \" Pernahkan kamu perhatikan benih yang kamu tanam? Kamukah yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkannya? Sekiranya Kami kehendaki niscaya Kami hancurkan sampai lumat, maka kamu akan heran tercengang.\" Selepas itu diajaknya akal manusia melihat kehadiran setiap elemen yang menjadi kesatuan ekosistem kerja atas proses tumbuhnya suatu tanaman, dengan memperhatikan hujan, kayu bakar. Kita perhatikan Qs Al Waqiah 68-72. \"Pernahkan kamu perhatikan air yang kamu minum? kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan? Maka, pernahkah kamu memperhatikan api yang kamu nyalakan (dengan kayu)? Kamukah yang menumbuhkan kayu itu ataukah Kami yang menumbuhkan? Allah melalui ayat-ayat-Nya hendak memanjakan akal melalui teatrikal atau tontonan yang menyuguhkan kisah yang ada pada dirinya, peristiwa yang sudah menjadi kesehariannya (menyemai benih, air hujan, kayu bakar). Tidak berhenti di sini, berikutnya Allah terus memanjakan akal dengan suguhan tentang awal penciptaan, di mana ini adalah kisah masa lalu, kisah sebelum diciptakannya manusia. Silahkan buka Qs Al Anbiya -30-33. Dengan empat ayat ini, Allah membukakan tabir di balik penciptaan yang kini ada; perjalanan waktu ke belakang beribu-ribu abad.  Rentang waktu yang cukup panjang itu menjadi terasa dekat atas penjelasan wahyu , terlebih lagi wahyu Allah tentang alam ini mampu menyodorkan kepenasaranan untuk mengungkap alam semesta yang dengan ini akan lahirlah beragam pengetahuan sebagai kreasi manusia dalam merespon berita yang ada di wahyu Ilahi. Dari pengetahuan yang diusahakan oleh manusia sebagai pengungkapan rasa ingin tahu manusia atas alam, yang diinisiasi oleh wahyu.  Maka, kini kita menjadi tahu tentang bintang-bintang, matahari, bulan, dan ciptaan lainnya terus beredar dalam satu sistem yang penuh harmoni, tidak ada yang menyimpang dari garis edar masing-masing, semua berada dalam tatanan *Kesetimbangan* . Tidak hanya alam yang mampu mengaktifkan kerja akal, Allah pada ayat lainnya menyodorkan kisah perjalanan manusia (Sejarah atau qasas). Allah di Qs Al Qalam ayat ke satu, secara jelas menyuruh kepada kita untuk memperhatikan apa yang mereka tuliskan.  Pesan dari seluruhnya mengenai bahasan wahyu, fitrah, dan akal adalah *kehadiran Al-Qur\'an sebagai kitab kumpulan wahyu tidak memusuhi panca indera dan akal. Panca indera, akal, dan wahyu, berasal dari Khaliq yang satu dan ketiganya tidak ada pertentangan. Mana yang tidak tercapai oleh panca indera dijemput oleh akal, mana yang tidak atau belum tercapai oleh akal dijangkaukan oleh wahyu . Dan wahyu dari \' Alimil Ghaibi Wasy-Syahadah, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, baik yang nyata ataupun yang tidak. Saat saya membaca, yang terlintas dalam pikiran adalah bagaimana Bapak M. Natsir menjelaskan apa yang ada dalam diktatnya, karena seperti lazimnya sebuah diktat atau makalah biasanya akan dibedah atau diulas secara lengkap melalui sebuah metode penjelasan. (YI)

Anies-Ganjar Bisa Jadi Alternatif

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Jangan bilang aneh jika ada usulan Anies-Ganjar. Gak perlu kaget, apalagi apatis. Politik itu dinamis. Semua masih cair.  Isu terhangat: Jokowi tinggalkan Ganjar. Ada kesan Jokowi dukung Prabowo. Indikatornya? Pertama, tim Jokowi diarahkan untuk membantu Prabowo. Kedua, relawan Jokowi mulai mendukung Prabowo. Ketiga, partai-partai koalisi istana terutama Golkar dan PAN memberi sinyal untuk mendukung Prabowo. Baru sinyal. Belum dukungan resmi. Begitu juga dengan PPP. Partai kecil yang hampir tidak lolos di parlemen ini mulai berani menekan PDIP. PPP bisa jadi akan tarik dukungan jika kader PPP tidak dijadikan cawapres Ganjar. Sebelum jalur melengkung, sebelum capres-cawapres terdaftar di KPU, maka jangan buru-buru menyinpulkan. Semua dukungan masih cair. Baru terpercaya kalau sudah didaftarkan di KPU 19 Oktober-25 November nanti. Prabowo di atas angin? Nanti dulu. Jangan buru-buru dan bernafsu. Golkar dan PAN baru memberi sinyal. Belum dukungan resmi. Belum ada tanda tangan dan cap basah. PKB kelihatannya senang. Tapi jangan salah praduga. Buru-buru menyimpulkan diksi happy PKB bisa kecele. Anda perlu tahu Muhaimin Iskandar (Cak Imin), ketua umum PKB ini jangan anda pikir bisa terima jika dia tidak dipilih jadi cawapres oleh Prabowo? Bisa mencelat. Sayonara. Lambaikan tangan sama Prabowo. Goodbye.  Sementara PAN membawa nama Erick Tohir. Kalau Erick Tohir gak jadi cawapres Prabowo, PAN ya bisa goodby juga. Sementara Golkar? Anda tahu kalau Golkar partai besar. Perolehan suara di DPR 12% Akan begitu saja serahkan partainya tanpa minta cawapres? Nanti dulu. Golkar itu pemain yang piawai. Kenapa partai-partai ini kirim sinyal seolah akan dukung Prabowo? Bersamaan dengan PPP, partai kecil yang mencoba tekan PDIP dengan proposal cawapres? Ini semua ada dirijennya. Ada garis komandonya. Satu komando: kasih sinyal dukungan ke Prabowo. Apa artinya? Ini gak lebih dari manuver kepada PDIP agar istana diberi ruang untuk ambil bagian dan peran di pencapresan Ganjar. Itu saja. Agar PDIP mengubah Pakta Integritas dan tidak memberikan otoraitas di Ketum PDIP saja. Apakah pressure dan manuver istana berhasil? Kemungkinannya fifty-fifty. Bisa berhasil, bisa juga tidak. Kalau tidak berhasil, kemungkinan besar istana akan tetap dukung Prabowo. Boleh jadi malah akan memajukan pasangan Ptabowo-Gibran. Bergantung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan PSI yang minta usia cawapres minum 35 tahun.  Apakah partai-partai koalisi istana akan ikut dan loyal kepada istana hingga pendaftran ke KPU? Tidak ada yang menjamin. Di akhir jabatan presiden, dukungan kepada istana dengan sendirinya akan pelan-pelan semakin melemah. Ketika Ganjar ditinggalkan oleh Jokowi dan PPP hengkang, maka memasangkan Anies-Ganjar akan menjadi akternatif yang jitu. Jitu, karena potensi menangnya besar. Kenapa tidak dibalik? Ganjar-Anies misalnya? Bukankah pertama, PDIP adalah partai pemenang dan bisa usung capres-cawapres sendiri? Kedua, bukannya elektabilitas Anies di bawah Ganjar? Sebagaimana berulangkali aku tulis, potensi Anies Baswedan jadi presiden itu paling besar. Ketika pasangan capres-cawapres didaftarkan, maka semua variable akan muncul dan membidik suara. Anies Baswedan paling kaya akan variable positif dan konstruktif buat elektabilitas dibanding bakal capres lainnya. Ini telah teruji di pilgub DKI 2017. Tidak sama persis, tapi mirip. Di sisi lain, elektabilitas Ganjar itu bubble. Seperti gelembung. Mudah kempes. Sekali ditinggal Jokowi dan PPP, langsung kempes.  Dalam situasi seperti ini, pilihan paling ideal bagi Ganjar adalah mengalah untuk menjadi cawapres Anies. Kalau Anies-Ganjar dipasangkan, peluang memenangi pilpres 2024 akan sangat besar. Jakarta, 14 Agustus 2024

Alumni ITB Hitam Mampus, Alumni Putih Tetap Berjuang

Oleh Dr. Syahganda Nainggolan -  Alumni Geodesi ITB \'84, Studi Pembangunan ITB 2002 Kemarin, ketua Alumni ITB 2016-2020, telah ditangkap Kejaksaan Agung atas perkara korupsi senilai Rp. 5,7 Triliun kerugian negara. Ini baru satu kasus dalam penerbitan RKAB bodong tambang blok Mandiodo Sulawesi Tenggara. Perkara ini, sekali lagi, baru satu RKAB Nikel dan baru hitungan satu tahun. Berapa banyaknya kerugian negara atas pat gulipat RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) bodong selama rezim Jokowi berkuasa, tentu masih harus menjadi perhatian Kejaksaan Agung. Isu banyaknya mafia di sektor tambang ini pasti akan terbongkar nantinya. Bersama Ridwan Jamaluddin alias Ridwan Jangkung, nama panggilan di aktifis ITB era 80an, ada juga alumni ITB lainnya yang ditangkap. Namun, pengertian alumni hitam dalam tulisan ini hanya menyasar Ridwan Jamaluddin sebagai simbol idola alumni ITB saat ini dan menjadi aktifis utama gerakan mahasiswa 80an student center ITB anti Suharto, serta juga alumni-alumni ITB yang menjadi geng Ridwan di jajaran aktifis kealumnian. Sebelum ini, sebulan yang lalu, saya sudah pernah membahas alumni hitam lainnya dalam kasus Yusrizki, wakil ketua alumni ITB saat ini, yang ditangkap Kejaksaan Agung atas kasus korupsi BTS senilai 8 Triliun. Korupsi ini setara dengan 80% projek. Bersama dia ditangkap beberapa pengurus pusat alumni. Dan Yusrizky diketahui bekerja pada perusahaan milik suami seorang pimpinan politik nasional (\"Etika, Korupsi, dan Pengkhianatan Intelektual Alumni ITB\", RMOL, 8/7/2023). Jika Ridwan merupakan idola dan contoh sukses alumni aktifis 80an, maka Yusrizky contoh tahun 90an. Yusrizky bahkan diberitakan menyumbangkan uang yang cukup ke ITB, sehingga mendapatkan \"foot print\" di sebuah anak tangga di sekitar taman di ITB. Sekarang keduanya disaksikan rakyat Indonesia adalah Bajingan Jahat, yang menghancurkan negara dan bangsa di atas penderitaan rakyat. Ketika organisasi alumni ITB dikendalikan Ridwan, ruang publik alumni ITB berkembang pesat dikendalikan kelompok-kelompok pembenci Islam. Kelompok ini, sebagai pendukung Ridwan dan pengurus setelahnya, menyatakan bahwa Islam harus dinetralisir dari ITB, pengaruhnya. Beberapa hal yang dipersoalkan mereka adalah sumbangan Wardah Group ke Masjid Salman ITB, gugatan mereka atas Masjid Salman sebagai sarang radikal, Majelis Wali Amanah harus memecat Prof Din Syamsuddin yang radikal, rektor ITB harus yang mereka sensor- tidak boleh radikal, dan lain sebagainya. Dengan dua contoh tokoh alumni ITB Ridwan dan Yusrizky, mampuslah sudah nasib kelompok alumni ITB anti Islam dan anti pemerintahan bersih. Jika alumni ITB mengetahui secara pasti siapa-siapa saja geng Ridwan Jamaluddin, setidaknya eksistensi mereka sebagai sahabat Dirjen Minerba, dan siapa saja geng Yusrizky, maka cukup bagi alumni secara keseluruhan mengetahui bahwa dibalik spirit anti Islam yang dikembangkan selama ini, terungkap bahwa mereka semua adalah bagian dari kejahatan negara, meski sebagian mereka hanya dalam bayangan saja. Alumni ITB aktifis student center selama tahun 80an-90an sebenarnya di masa lalu digembleng untuk menjadi pembela rakyat. Perlawanan terhadap Suharto memakan korban yang besar. Misalnya, pada akhir tahun \'87 ketika saya bertanggung jawab atas kegiatan akbar Musik Malam Tahun Baru yang isinya antara lain nyanyian kritik \"Suharto (Suka Harta Todongan), Sudomo (Superstar Doger Monyet), Harmoko (Dahar Modol Ngaroko)\", beresiko penangkapan saya dan aktifis lainnya oleh tentara alias Laksusda Jabar. Begitu juga beberapa aksi-aksi di lingkungan ITB, Bandung maupun nasional, khususnya terkait perjuangan \"Tanah Untuk Rakyat\". Semua perjuangan ini mengajarkan nilai-nilai, a. Demokrasi dan kebebasan, b. Keadilan untuk rakyat, c. Anti Korupsi. Pada aksi penolakan kedatangan Mitterrand, Presiden Prancis, 1986, saya melihat Ridwan memegang poster menentang kebijakan devaluasi rupiah, sedangkan Hetifah Syaifuddin, rekan Ridwan, yang saat ini menjadi wakil ketua umum Golkar, menyerang Polisi Militer bersepeda motor, untuk memulai kerusuhan massa. Nilai-nilai perjuangan yang diperoleh Ridwan dan Yusrizky telah berubah menjadi nilai-nilai kejahatan, yang membuat alumni ITB malu. Dan selama ini belum ada alumni ITB berlatarbelakang aktifis ditangkap karena kasus korupsi. Jikapun ada, mereka bukan pengurus sentral alumni ITB. Ridwan dan Yusrizky adalah contoh awal rusaknya alumni ITB eks aktivis. Alumni Putih Tetap Berjuang Alumni ITB eks aktifis tentu ada yang hitam dan ada yang putih. Yang hitam pro korupsi, khususnya terjadi hanya di era Jokowi ini. Sedangkan alumni putih konsisten berjuang.  Rizal Ramli (aktifis 77/78), Jumhur Hidayat (80 an), Saya (80an), Radhar Tri Baskoro (80an) dan Hanief Adrian (2000 an) merupakan contoh sebagian alumni putih yang mengisi ruang publik. Ada juga yang terlalu senior, Andi Syahrandi dan Suko Sudarso, namun mereka generasi sangat tua. Sejak masa mahasiswa sampai berkali-kali menjadi menteri, Rizal Ramli misalnya, selalu mengutuk korupsi dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan. Dalam skala lebih kecil, saya sebagai Komisaris Pelabuhan Indonesia 2, di masa lalu, juga mengutuk korupsi dan KKN. Jumhur sendiri, baik sebagai anak mantu Menteri Perhubungan era Gusdur maupun ketika menjadi pejabat negara tidak mentolerir korupsi. Perjuangan yang didengungkan di kampus, terus menerus digelorakan sampai saat ini. Tentu saja perjuangan menegakkan yang hak dan melawan yang batil mengalami godaan dan siksaan. Godaan tentu saja sering terjadi, seperti hasrat bertransaksi dengan kawan-kawan yang sedang berkuasa. Menghindari godaan atau hasrat itu mengandung resiko, hidup sederhana. Parahnya adalah resiko perjuangan di penjara. Rezim Joko widodo seperti juga era Suharto adalah razim totaliter dan anti demokrasi. Saya dan Jumhur yang di penjara bersama di Penjara Kebon Waru akhir tahun 80an, harus mengalami penjara lagi di era Jokowi. Hanya karena mengkriti Omnibus Law Ciptaker. Rizal Ramli juga mengalami teror dari adanya aparatus yang datang ke rumahnya, memata-matai. Belum lagi teror via medsos. Namun, perjuangan alumni ITB Putih tetap berlangsung. Rizal selalu memberikan kritik dan solusi atas bobroknya ekonomi nasional. Jumhur menggerakkan buruh untuk jadi tuan rumah di negeri sendiri. Saya, Radhar dan Hanief menghiasi ruang publik dengan pikiran-pikiran kritis. Dengan demikian, alumni ITB Putih telah ikut mempertahankan keharuman nama alumni ITB dimata rakyat Indonesia. Jika simbol alumni yang dibanggakan rakyat adalah Ridwan Jamaluddin dan Yusrizky serta gengnya, maka hancur nasib alumni ITB. Spektrum pembicaraan kita tentu saja, sekali lagi, terbatas pada ruang lingkup alumni ITB, aktifis dan politik. Kita membahas ini karena konsistensi sosok manusia hanya bisa dikaitkan dengan apa yang dia perjuangankan dimasa lalu. Disamping kehebohan yang dipertontonkan. Bagaimana rakyat membandingkan Saya dan Jumhur memakai baju rompi tahanan versus Ridwan Jamaluddin dan Yusrizky memakai rompi tahanan? Yang satu untuk perjuangan versus lainnya untuk kejahatan. Penutup Ditangkapnya Ridwan Jamaluddin atas kerugian negara Rp 5,7 Triliun dan Yusrizky atas kerugian negara Rp 8 T, membuat alumni ITB secara keseluruhan malu. Sebab, mereka adalah idola yang selama ini dibanggakan. Kemaluan ini harus menjadi refleksi bagi alumni ITB untuk merujuk pada nilai-nilai apa yang sesungguhnya ITB telah tanamkan pada mereka selama kuliah? Refleksi itu harus menghasilkan kejijikan pada elit-elit alumni yang selama ini menyerang Islam, dan menuduh alumni ITB yang beroposisi sebagai kelompok radikal-radikul. Karena, faktanya, dalam nilai-nilai yang berkembang di lingkaran alumni selama ini, pembiaran atau permisif, pada tingkat minimum, maupun bagian konspirasi dalam tingkatan lainnya untuk berjamaah korupsi, telah berlangsung. Jika tidak menghasilkan refleksi apapun, dan masih bangga dengan kelompok Ridwan dan Yusrizky, berarti telah terjadi disorientasi nilai-nilai kebenaran yang diperoleh selama di ITB dulu. Namun, jika refleksi menghasilkan kesadaran baru, maka alumni ITB dapat berkolaborasi dengan kelompok alumni putih untuk membangun bangsa. Membangun bangsa artinya menciptakan Indonesia bebas korupsi, membangun masyarakat berpengetahuan (knowledge society) dan melakukan politik redistribusi untuk kesejahteraan rakyat. (*)

Jokowi dalan Kendali Para Kartel

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Prof. Ward Berenschot, Gurubesar Perbandingan Antropologi Politik Universitas Amsterdam dan Peneliti Senior  Universitas Leiden. Saat ini sedang berada  di Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang. Dengan nada datar dan tajam memaparkan analisisnya bahwa perselingkuhan politik bisnis di Indonesia sudah sangat tajam dan menggurita. Melahirkan politik transaksional yang melibatkan kartel taipan oligargi ,  menyeret dan menyatu dengan peran politisi partai dan politisi pejabat  negara,  luluh lantak dalam kendalinya. Elit oligargi sudah masuk di dapur negara leluasa mengatur dan merekayasa keamanan bisnisnya tanpa hambatan. Konon kabinet negara sudah bersekutu semakin memperparah keadaan. 62 % anggota DPR ditengarai menjadi kelompok kaya yang selama ini sudah masuk dalam perselingkuhan bisnis dengan para kartel bisnis di Indonesia. Partai politik yang sudah bergabung dengan presiden Jokowi tidak lepas dari proses konsolidasi kartel  bagian dari perselingkuhan liciknya untuk mengamankan bisnisnya. Gerakan oposisi dihadang dari semua penjuru, dimatikan kekuatan akses finansialnya untuk gerakan politiknya, semua dicegat termasuk menahan dan  melarang peran sponsor bisnis terlibat dalam gerakan oposisi.  Para capres hanya akan mendapatkan akses finansial hanya bagi mereka yang benar- benar bersedia masuk dalam kendali para kartel yang dikendalikan oleh para pejabat politik negara yang telah menjadi sekutu para kartel taipan oligarki . Kartel akan terus menjaga hubungan baik dengan presiden Jokowi dan para pejabat politik negara.  Patut diduga saat ini terus berusaha agar Jokowi yang telah menyatu dengan kartel elit ekonomi  bisa memperpanjang jabatannya. Macetnya program pembangunan untuk rakyat, dan sering disampaikan oleh pakar ekonomi Prof Rizal Ramli, bawa Jokowi selama ini tidak memiliki pikiran untuk kesejahteraan masyarakat (rakyat) terus terbenam hanya menggenjot investasi adalah bagian dari skenario licik pada kartel yang hanya ingin menguasai sumberdaya alam dan tidak peduli lagi tentang kesejahteraan rakyat  Sekiranya pilpres tetap dilaksanakan maka jaminan capres terpilih tidak boleh mengganggu  keamanan, kenyamanan dan stabilitas bisnis para kartel yang sudah menghunjam  dan menggurita di Indonesia. Saat ini Indonesia sangat parah, tujuan negara sesuai pembukaan UUD 45 macet total bukan hanya di lupakan tetapi sudah dicampakkan seperti sampah semua masuk dalam kendali pundi pundi kepentingan para politisi dan pejabat busuk yang ingin menghancurkan negara dalan kendali penjajah gaya baru. ****

Menanti Janji Jokowi

Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta  GERAKAN pemakzulan Presiden Jokowi demikian masif sejak Jokowi menjabat di periode kedua presiden, lantaran pelanggarannya atas konstitusi. Belakangan Jokowi dicap melakukan abuse of power dengan mengintervensi alat negara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Masyarakat tak kuasa menghentikan aksi Jokowi yang membahayakan demokrasi dan masa depan ekonomi, politik, dan hukum Indonesia. Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyerukan agar masyarakat bergerak bersama memakzulkan Presiden. Mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana pun menulis surat terbuka kepada DPR agar wakil rakyat memakzulkan Presiden.  Di antara pelanggaran konstitusi Jokowi, pertama, menyetujui pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung kerja sama dengan perusahaan swasta China. Komitmen pertama pembangunan projek tersebut semula B to B diubah oleh Jokowi menjadi B to G, antara lain, karena persoalan anggaran pembiayaan yang membengkak tak terkira. Disinyalir Jokowi minta masyarakat maklum soal longspan LRT yang salah desain.   Kedua, Jokowi menginisiasi pindah Ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan secara tidak transparan sejak perencanaan, hingga membuat peraturan yang bertentangan dengan undang-undang. Menurut pakar infrastruktur Ir. Bambang Susanto Priyohadi, Mph., pemindahan Ibu Kota Negara adalah kebijakan prematur. Jokowi sebut polusi udara Jakarta diatasi dengan pindah IKN, Greenpeace: bukan solusi. (8/8/2-23).  Dalam kesempatan FGD DPD RI Jumat, 11 Agustus 2023 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengemukakan, bila Jokowi hendak membangun Istana Negara di Kalimantan, silakan. Membangun Istana Negara di Papua, Sulawesi, maupun Bali, juga silakan, tapi jangan pindahkan Ibu Kota Negara, karena akan menghilangkan nilai kesejarahan Jakarta.  Ketiga, Jokowi tidak mengindahkan keputusan Mahkamah Konstitusi berkenaan dengan UU Cipta Kerja yang seharusnya direvisi. Jokowi malah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja yang melawan hukum. Kamis 10 Agustus 2023 Kaum Buruh dan masyarakat lintas komunitas berdemonstrasi di Jakarta menuntut penghapusan Undang-Undang Cipta Kerja. Tidak kurang tokoh nasional Rizal Ramli, Rocky Gerung, dan Jumhur Hidayat ikut berorasi, tetapi hingga kini tuntutan mereka tak kunjung dipenuhi.  Keempat, Jokowi membiarkan KSP Moeldoko melakukan pembegalan Partai Demokrat. Menurut Din Syamsuddin itu merusak demokrasi. Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak peninjauan kembali (PK) soal konflik kepengurusan Partai Demokrat yang diajukan oleh Moeldoko. “Tolak,” demikian bunyi amar putusan sebagaimana dikutip Tempo dari laman MA, Kamis, 10 Agustus 2023. Kelima, sekian banyak janji Jokowi yang belum ditepati. Jokowi berjanji penguatan KPK. Jokowi berjanji stop utang luar negeri. Jokowi berjanji persulit investasi asing. Jokowi berjanji kabinet diisi profesional. Jokowi berjanji tidak bagi-bagi jabatan. Jokowi berjanji cetak 3 juta lahan pertanian. Jokowi berjanji pertumbuhan ekonomi 8 %. Jokowi berjanji dollar 10 ribu, kini 15 ribu.      Jokowi masih tetap bertahan dalam kekuasaan, karena menguasai tiga lembaga kekuasaan negara sekaligus, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikstif yang tidak lepas dari dukungan oligarki. Pohon yang rapuh akan roboh dengan sendirinya. Jokowi masih punya kesempatan untuk menentukan pilihan. (*)