OPINI
Membaca, Mengamati, dan Menulis
Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta Sebuah patung di Jepang dibangun dengan sebuah kedalaman makna, “Bobotmu ditentukan oleh seberapa banyak buku yang kau baca.” Berderet-deret buku menghiasai almari bapakku. Deret paling atas kitab-kitab tebal berbahasa Arab, Tafsir Al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir Ibnu Katsir, kitab hadis Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan Ihya` Ulumiddin karya Imam Al-Ghazali. Deret kedua buku-buku berbahasa Indonesia, antara lain Capita Selekta karya Muhammad Natsir. Deret di bawahnya buku-buku beraneka tema, termasuk sejumlah buku karya Buya Hamka. Bapak selalui menuliskan tanggal mulai membaca buku pada halaman dalam sampul depan, dan tanggal selesai di halaman dalam sampul belakang. Betapa banyak orang yang berjasa mengajari saya membaca dan menulis. Mula-mula dengan membaca buku berbahasa Jawa, Gelis Pinter Maca (Cepat Pandai Membaca) yang memuat berbagai cerita, antara lain Kancil Nyolong Timun — Kancil mencuri timun. Berikutnya membaca buku bahasa Indonesia Bahasaku. Memasuki pendidikan tingkat menengah saya belajar bahasa Inggris dengan buku Berlitz School, dan bahasa Arab dengan buku Durus Al-Lughah Al-Arabiyyah. Tumbuhlah kekaguman saya kepada guru kami KH Imam Zarkasyi yang telah menyusun sejumlah buku pelajaran untuk santri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo. Selain buku Durus Al-Lughah Al-Arabiyyah, beliau menulis buku Ilmu Tajwid, Pelajaran Fiqih, dan Pelajaran Aqa`id. Saya pun bertekad untuk menulis buku. Memperhatikan kebutuhan santri Gontor ketika itu, mula-mula saya menyusun buku Pelajaran Kaligrafi (1982), sebagai tanda terima kasih kepada guru kaligrafi di Pondok Pesantren Pabelan, Ustadz Subagyo, dan guru kaligrafi di Gontor Ustadz Rachmat Arifin. Berkat bimbingan mereka saya meraih hadiah penghargaan Juara Harapan Kedua Kaligrafi MTQ Nasional di Aceh (1982), Juara I Lomba Kaligrafi Nasional Menyambut Tahun Baru 1407 Hijriyah di Masjid Istiqlal Jakarta, dan Sepuluh Besar Terbaik dalam Perlombaan Kaligrafi ASEAN Brunei Darussalam (1986). Berikutnya saya menyusun buku English Course (1982). Atas amanat Pimpinan Pondok saya bersama Ustadz Mulyono Jamal dan Ustadz Ismail menyusun buku Pelajaran Berhitung (1982), lalu membukukan Pelajaran Mahfuzhat (1983) dan Tamrinul Qira`ah Al-Arabiyyah untuk santri Kelas 5 KMI (1983). Saya pun mengikuti Lomba Penulisan Karya Ilmiah Mahasiswa PTAI Nasional dan memperoleh penghargaan Juara Harapan III, diterbitkan oleh Proyek Pembinaan Kemahasiswaan Depag RI berjudul Di Bawah Purnama Bulan Syawal (1984). Setelah berkonsultasi dengan Ustadz KH Imam Zarkasyi saya menyusun buku Petunjuk Sederhana Pembimbing Pelajar Cara Belajar (31 Desember 1983). Beliau pun memberikan kata pengantar, antara lain, bahwa tamatan Pondok Modern Gontor banyak yang berhasil dalam studi, karena mengetahui cara belajar yang baik, dan mempunyai kemauan untuk maju. Apa saja yang dilihat, dirasakan, dan dilakukan santri adalah pendidikan. Mengakhiri masa nyantri di Gontor saya menulis risalah Sarjana Muda (BA) “Al-Jihad fi Sabilillah kamazhhar lil Iman — Jihad fi Sabilillah sebagai Manifestasi Iman.” Risalah tersebut saya kembangkan menjadi dua buku saku, Konsep dan Hikmah Akidah Islam (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997), diterbitkan ulang dengan judul yang sama oleh penerbit Zaman, Jakarta, 2015, dan Jihad fi Sabilihah: Tinjauan Normartif, Historis, dan Prospektif (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 1997). Ketika kedua buku tersebut terbit bapak saya berpesan, “Niatkanlah menulis buku untuk menyebar ilmu.” Memulai karir sebagai Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga (1990) saya mengampu mata kuliah Tafsir Al-Quran dan Ulumul Quran, dan menempuh studi S2 di Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, dan S3 pada Program yang sama. Terpesona oleh penguasaan ilmu-ilmu Al-Quran Ustadz M. Quraish Shihab, dan buku beliau, Membumikan Al-Quran (Bandung: Mizan, 1992), saya menyiapkan buku ajar, Al-Quran dan Ulumul Quran (Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1997). Tesis S2 saya pun terbit berjudul Pemikiran Tauhid Ibnu Taimiyyah dalam Tafsir Surah Al-Ikhlash ((Yogyakarta: Dana Bhakti Primayasa, 1997). Usai promosi doktor (2003) disertasi saya masuk dalam seri penerbitan disertasi Litbang Kementerian Agama RI, Perbandingan Penafsiran Rasyid Ridha dan Sayyid Quthb tentang Jihad dalam Al-Quran (2005), diterbitkan ulang berjudul Kontroversi Jihad Modernis vs Fundamentalis: Rasyid Ridha dan Sayyid Quthb (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018). Hasil kajian kritis atas karya Ulil Absar-Abdalla, Luthfi As-Syaukani dan Abd Moqsith Ghazali, Metodologi Studi Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2009) terbit berjudul Fenomena Al-Quran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2018). Disusul buku 365 Renungan Harian Al-Quran (Bandung: Mizania, 2018), dan lain-lain. Lima dari buku-buku saya diterbitkan oleh Gramedia, Kearifan Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Nur ala Nur: 10 Tema Utama Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Kamus Pintar Al-Quran (Jakarta: Gramedia, 2011), Kearifan Semesta: Inspirasi untuk Kesuksesan dan Kebahagiaan (Jakarta: Gramedia, 2015), Tafsir Al-Fatihah dan Juz Amma untuk Usia 12 Tahun ke Atas ((Jakarta: Gramedia-Kalil, 2017). Dua judul pertama terbit iulang di Kuala Lumpur atas kerja sama Gramedia dengan penerbit Malaysia Synergy Media (2012). Inspirasi yang memotivasi untuk menulis antara lain, “Kata terucap menguap, tulisan menetap” (pepatah Yunani), “Jika engkau tidak ingin dilupakan orang setelah meninggal dunia, tulislah sesuatu yang patut dibaca atau perbuatlah sesuatu yang patut diabadikan dalam tulisan” (Benjamin Franklin), “Menulislah; selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari panggung peradaban, dan dari pusaran sejarah” (Pramoedya Ananta Toer). Entah berapa kali saya mengikuti pelatihan menulis. Pengalaman tersebut mengakumulasikan pengetahuan tentang seluk-beluk kepenulisan, termasuk kode etik jurnalistik, bahwa sebuah berita mesti menjawab lima W dan satu H: What, Who, When, Where dan How, yang ternyata bukan hanya untuk sebuah berita saja, tetapi juga kritik sosial, dan menyuarakan kebenaran. Informasi ilmiah akademik pun tidak terhindar dari menjawab lima W dan satu H. Banyak kiat dan nasihat bijak untuk dapat menulis. Antara lain, menulis ketika pikiran segar ibarat menempa besi ketika panas; menulislah di waktu hening; tulislah segera ide yang datang tiba-tiba; tulislah apa yang ada di pikiran; tugas penulis adalah menulis, dan tugas editor mengedit tulisan; seorang penulis harus lebih banyak membaca daripada menulis. “Saran saya kepada penulis pemula hanya satu kata: Menulislah!” (Robert Payne). Sebuah pesan dari Seno Gumira Ajidarma yang membesarkan hati para penulis, “Di antara seribu tulisan, pasti ada yang terbaik.” Sebagai guru saya memantas diri untuk diteladani dalam literasi. Alhamdulillah, dalam beberapa tahun target menulis satu buku setiap semester dapat tercapai. Untuk itu saya populerkan semboyan, “Tiada hari tanpa menulis walau cuma sebaris”, “Menulis itu belajar, jadi sangat menyenangkan”, “Sehari selembar tulisan, setahun sebuah buku”, “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan buku”, “Kita belajar berjalan dengan berjalan, kita belajar berenang dengan berenang, kita belajar menulis dengan menulis”, “Menulis dan menulis, sampai Tuhan memanggil untuk pulang.” Pekan lalu saya menulis “Takdir atau Ikhtiar?” http://fnn.co.id/post/takdir-atau-ikhtiarr, kemarin menulis “Kerancuan Argumen Khilafah” https://www.zonasatunews.com/terkini/muhammad-chirzin-kerancuan-argumen-khilafah/3/, dan hari ini menulis “Membudayakan Al-Quran sebagai Sumber Ilmu di Perguruan Tinggi” untuk sebuah seminar di UKM (Universiti Kebangsaan Malaysia) bulan depan, Insya Allah.
MUI Harus Serukan "Masiroh Kubro" Al Zaytun
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan HINGGA kini pemeriksaan kasus dugaan penodaan agama pimpinan Ma\'had Al Zaytun Panji Gumilang alias Abu Toto masih berjalan. Tetapi terkesan lamban dan sangat hati-hati untuk tidak menyebut istimewa. Jarang kasus yang mendapat perhatian publik apalagi menyangkut penodaan agama sangat bertele-tele seperti ini. MUI yang menjadi lembaga kompeten pemberi fatwa keagamaan justru menjadi sasaran dari perlawanan Panji Gumilang. Di tengah proses pidana yang sedang dijalankan oleh pihak Kepolisian, Panji Gumilang \"bermain hukum\" dengan melakukan gugatan perdata terhadap Wakil Ketua Umum MUI DR H Anwar Abbas dan MUI sendiri. Kasus gugatan ini sudah mulai masuk tahap persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tuntutan ganti kerugian materiel berupa satu rupiah dan kerugian imateriel satu trilyun rupiah. Dilihat dari materi gugatan nampaknya ringan dan mudah untuk mematahkan. Masalahnya Panji Gumilang sedang bermain politik melalui hukum. MUI pun harus menjawab permainan ini dengan dua hal pertama, jawaban eksepsional bahwa masalah ini bukan kompetensi peradilan perdata. Kedua, lakukan gugatan rekonpensi (gugat balik) dengan menuntut ganti kerugian materiel sepuluh rupiah dan immateriel sepuluh trilyun rupiah. Ulah Panji Gumilang dinilai telah merugikan umat Islam. Mengingat arogansi yang luar dari biasa Panji Gumilang baik karena merasa berkuasa sebagai \"kepala negara\" maupun mendapat \"back up\" dari banyak pejabat negara, maka perlawanan untuk meruntuhkan arogansi dan kegilaannya harus dilakukan dengan serius dan \"all out\". Panji Gumilang Menantang publik khususnys umat Islam dengan mengundang anak DN Aidit tokoh PKI dan Conni alumni Tel Aviv serta Monique aktivis Zionis ke acara di Ma\'had Al Zaytun. Eforia kemenangan ditampilkan dalam membingkai kejahatan. Umat Islam dipandang mudah untuk dipermainkan. Panji Gumilang harus dilawan keras oleh umat Islam bersama MUI. Ketika Panji Gumilang bermain politik dengan \"main gertak\" hendaknya MUI sebagai lembaga resmi yang diakui negara tidak boleh kalah apalagi harus diinjak-injak dan dilecehkan. Hayo siapkan komando MUI untuk menginstruksikan seluruh umat agar melakukan \"masiroh kubro\" atau demonstrasi besar-besaran mengepung Ma\'had Al Zaytun. Umat akan siap berjihad bersama MUI. Berhala Panji Gumilang harus secepatnya dihancurkan berkeping-keping. Perusak akidah dan syari\'at itu tidak boleh dibiarkan. Bila hukum dianggap mainan dan tidak berdaya menghadapi arogansinya, maka umat Islam berhak untuk menentukan langkah dengan caranya sendiri. Tentu untuk menjaga wibawa agama dan moral bangsa. Panji Gumilang adalah penghianat agama dan bangsa. Merusak tatanan dan kerukunan dengan menafsirkan keberagamaan menurut hawa nafsunya sendiri. Jika sikap seperti ini tidak ditindak dengan konsisten oleh negara, maka penyelenggara negara harus bertanggung jawab atas akibatnya. Panji dinilai telah mengusik keyakinan keagamaan umat Islam. Tentu umat Islam siap mengorbankan harta, tenaga bahkan nyawa dalam berjuang untuk membela agamanya. Dahulu saat pembahasan RUU HIP yang \"berbau komunis\" MUI telah bersiap memimpin \"masiroh kubro\" untuk mengantisipasi bahaya RUU HIP jika sampai diundangkan. Kini melawan \"kekuatan besar\" yang diperankan oleh Panji Gumilang dan Al Zaytun, maka jangan dikesampingkan langkah MUI untuk menginstruksikan kepada umat Islam agar melakukan \"masiroh kubro\"--demonstrasi besar-besaran melawan \"negara dalam negara\" Al Zaytun pimpinan Panji Gumilang. Umat Islam dalam posisi menunggu sikap dan langkah MUI selanjutnya. Ormas dan lembaga keumatan tentu siap untuk berada di belakangnya. Semoga aparat penegak hukum dapat bergerak lebih cepat. Agar tidak timbul praduga buruk \"melindungi kejahatan\" khususnya dalam pandangan umat Islam. Panji Gumilang tidak perlu diistimewakan. Tidak perlu diistimewakan. Bandung, 28 Juli 2023.
Prihatin Golkar
Oleh: Ady Amar - Kolumnis_. PARTAI Golkar masuk dalam radar yang mesti dibegal, dan itu dengan pergantian ketua umumnya, Airlangga Hartarto. Dimungkinkan lewat Munaslub. Sepertinya begal partai ini jadi andalan rezim dalam menempatkan partai politik dalam ketiak kekuasaan. Membegal Golkar seperti memakai-mengulang skenario saat membegal PPP dengan mencopot ketua umumnya, Suharso Monoarfa, itu memang tampak lebih efektif, tidak bertele-tele memakan waktu panjang, yang itu belum tentu berhasil. Agar tak menimbulkan riak perlawanan, maka jabatan Suharso Monoarfa sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, tetap dipertahankan. Maka, menggusurnya cukup lewat forum Mukernas, September 2022, itu berjalan mulus. Diangkatlah orang kepercayaan Presiden Jokowi, Muhamad Mardiono, sebagai Plt Ketua Umum PPP. Tak muncul sedikit pun perlawanan _stakeholder_ PPP. Semua seperti bisa menerima keadaan saat \"Ka\'bah\" itu dirubuhkan marwahnya, tanpa ada yang bisa membelanya. Semua pengurus partai dari pusat sampai daerah diam membisu, bengong seperti saat petir menyambar. Begal PPP bisa dikatakan sukses sebenarnya. Beda saat membegal Partai Demokrat, lewat Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko, itu memerlukan waktu panjang. Skenario seperti dibuat dadakan, sehingga yang muncul perang internal antara KSP Moeldoko versus Menkumham Yasonna H. Laoly. Bertele-tele dan Moeldoko kalah di semua tingkat pengadilan. Kasus begal Demokrat masih menunggu putusan MA, itu lantaran Moeldoko pantang menyerah dan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Rasanya juga akan keok, dan yang sah sebagai Ketua Umum Demokrat tetaplah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Begal Demokrat bisa dikatakan gagal segagalnya. Mari fokus pada upaya begal Partai Golkar. Jika saja membegal Golkar itu tetap dilakukan, pastilah tidak semudah membegal PPP. Sedikit lebih rumit. Akan ada perlawanan internal muncul yang berharap tidak perlu ada Munaslub, memilih konsentrasi menghadapi Pemilu 2024. Sedang yang menghendaki menggusur Ketua Umum Airlangga Hartarto juga sebanding, ditambah pasokan energi istana yang ingin menggusurnya, itu punya nilai tambah kekuatan tersendiri. Adalah Ketua Dewan Penasihat Golkar Luhut Binsar Panjaitan-lah yang bisa disebut orang di balik layar menggusur Airlangga Hartarto. Memakai beberapa senior Golkar untuk memanaskan suasana di internal Golkar untuk adanya Munaslub. Luhut memang terang-terangan di ruang terbuka menyatakan diri siap menjadi Ketua Umum Golkar. Keinginan Luhut, lebih tepat manuver Luhut, itu bukan semata untuk membesarkan Golkar, tapi lebih bersifat politis pragmatis \"mengamankan\" Golkar untuk tidak dibawa mendukung capres yang tidak \"direstui\" istana, dan itu Anies Baswedan. Langkah Luhut ini lebih pada membonsai Golkar untuk tetap dalam kendali istana. Maka, membaca kesiapan Luhut untuk menjadi ketua umum Golkar dicukupkan saja pada tataran guna menghadang Anies Baswedan mengikuti kontestasi Pilpres 2024. Tidak perlu melihatnya pasca Pilpres, itu terlalu jauh. Manuver Luhut itu lebih mudah bersambut, karena ia politisi senior yang punya jabatan prestis meski jabatannya itu bukan pengambil keputusan, tapi tetap saja ia lebih leluasa memainkan bidak-bidaknya melawan _vis a vis_ faksi di internal Golkar di pihak lain, yang itu menolak manuvernya. Sepertinya akan ada perlawanan seimbang, yang sulit diprediksi siapa pemenang dalam pertarungan di elite Golkar itu. Siapa pun pemenangnya, itu akan berdampak pada soliditas Partai Golkar. Dimunculkan pula nama-nama lain yang jika tidak Luhut yang sebagai ketua umum, maka nama Bambang Soesatyo--saat ini Ketua MPR RI--meski Bambang belum jelas-jelas menyatakan kesediaannya. Tapi ada satu lagi pembantu Presiden Jokowi, yang memang selalu pasang badan, Bahlil Lahadalia--Menteri Investasi Indonesia merangkap Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal--yang menawarkan diri siap menjadi Ketua Umum Golkar. Bahlil yang bertubuh kecil mungil, ini memang lincah bak kancil, tapi tidak dalam kisah \"Kancil Mencuri Timun\", tapi mencuri perhatian dalam memenuhi hasrat Jokowi. Bahlil pandai membaca arah angin. Tidak perlu apa yang diutarakannya itu jadi kenyataan. Terpenting buatnya, ia pasang badan dengan keinginan Jokowi dalam \"menyelamatkan\" Golkar untuk tetap pada jalur keinginan istana. Bahlil sadar betul bahwa perannya meramaikan gonjang-ganjing begal Golkar, itu sekadar peran pembantu. Tapi itu pastilah cukup bisa menyenangkan Sang Bos, Jokowi. Pastinya Itu punya tambahan nilai plus tersendiri buatnya. Kita akan lihat setidaknya dalam pekan depan \"perang\" faksi di Golkar akan dimenangkan pihak mana, dan itu akan menentukan konstelasi politik nasional menuju Pilpres 2024. Sungguh prihatin melihat Partai Golkar, yang bisa bernasib seperti PPP, atau muncul seperti Partai Demokrat yang berani melawan begal istana dengan gagah berani. Sepertinya memang cuma ada dua pilihan kemungkinan yang tersedia bagi Partai Golkar. Belum tersedia pilihan lain, meski semua dalam politik serba dimungkinkan.**
Mahfuz Sidik: Politik Jalan Tengah Jadi Solusi Minimalkan Potensi Polarisasi Yang Kebablasan di Pilpres 2024
JAKARTA, FNN - Politik jalan tengah bisa menjadi solusi bagi para calon presiden (capres) yang akan mengikuti kontestasi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Hal ini untuk meminimalkan terjadinya potensi polarisasi kebablasan dan dampak yang berkepanjangan, seperti yang terjadi pada Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017. Pernyataan tersebut di sampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahfuz Sidik saat memberikan pengantar diskusi Gelora Talks bertajuk \'Politik Jalan Tengah: Menjawab Ancaman Polarisasi pada Pilpres 2024\', Rabu (26/7/2023). \"Saya kira ini warning yang kita sampaikan, kita menjaga betul supaya tidak terjadi lagi polarisasi kebablasan. Karena yang mendapatkan kerugian terbesar dari pembelahan ini, bukan calon presiden, tetapi bangsa Indonesia dan masyarakat Indonesia,\" kata Mahfuz Sidik. Dalam diskusi yang dihadiri Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan dan Mubaligh Nasional Haekal Hassan ini, Mahfuz menegaskan, bahwa polarisasi politik ini menciptakan implikasi yang panjang. \"Jadi pemilunya sudah selesai, ternyata pembelahan di masyarakatnya nggak selesai-selesai, residunya masih panjang,\" katanya. Menurut Mahfuz, potensi polarisasi kebablasan bisa terjadi pada Pilpres yang diikuti dua atau lebih pasangan calon. Jika capres lebih dari dua, maka potensi polarisasi kebablasan terjadi pada putaran kedua. \"Masih ada benih yang kelihatannya terus disiram, sumbunya akan merebak di putaran kedua Pilpres. Itu artinya ada sekitar 100 hari, waktu yang bisa digunakan dan dikelola oleh kekuatan-kekuatan politik untuk mengarahkan kepada polarisasi kebablasan. Ini sangat mungkin terjadi,\" ujarnya. Karena itu, penting bagi pemerintah untuk membangun dan memperkuat narasi kebangsaan di tengah masyarakat, sehingga kepentingan nasional tidak dikalahkan oleh kepentingan politik praktis. \"Agustus adalah momen terbaik bagi pemerintah untuk memperkuat narasi kebangsaan dan kepentingan kolektif kita sebagai satu bangsa. Presiden Jokowi (Joko Widodo) secara khusus bisa menghighlight pesan-pesan tersebut,\" katanya. Sekjen Partai Gelora ini mengingatkan adanya pola sama dan terus berulang yang digunakan dari tahun ke tahun. Dimana mereka yang menginginkan polarisasi kebablasan akan mengolah sedemikian rupa agar menjadi sebuah isu. \"Khusus September dan Oktober biasanya akan muncul lagi isu PKI. Lalu, nanti awal tahun ada Imlek, dan secara teknis akan membawa sentimen kepada agama Khonghucu dan anti China,\" katanya. Mahfuz berharap agar lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan memfaslitasi dialog-dialog kebangsaan dengan para capres dalam upaya meminimalkan terjadinya polarisasi kebablasan dan pembelahan di masyarakat. \"Dengan dialog ini kita berharap dapat membangun jembatan-jembatan yang baik. Kerasnya perbedaan, karena memang tidak ada jembatan, tidak ada komunikasi di tiap-tiap yang berbeda. Saya kira politik jalan tengahnya adalah memperbanyak jembatan-jembatan dari perbedaan yang ada,\" pungkasnya. Wirausahawan Politik Sementara itu, Direktur Esekutif LSI Djayadi Hanan mengatakan, polarisasi sebenarnya sesuatu yang sehat dan alami, karena apabila tidak ada partai politik dan capres yang berbeda, masyarakat tidak punya pilihan. \"Cuman yang harus kita hindari adalah polarisasi yang membelah. Kalau enggak saya mereka, kalau enggak mereka saya, kalau saya menang mereka kalah, kalau mereka menang, saya yang kalah. Kompetisi politik dianggap sebagai bagian dari pertarungan hidup mati, itu polarisasi yang harus kita hindari,\" kata Djayadi. Menurut Djayadi, polarisasi seperti ini dalam politik dinilai sebagai polarisasi yang tidak sehat atau pernicious severe polarization, yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai polarisasi kebablasan. Polarisasi kebablasan itu membelah masyarakat menjadi dua. \"Di Indonesia sumbernya banyak, selain perbedaan ideologi, ada juga keterikatan dengan pemimpin, etnis, agama, kesenjangan ekonomi dan sebagainya yang bisa menjadi sumber polarisasi yang sifatnya kebablasan,\" ungkapnya. Namun, polarisasi kebablasan itu tidak bisa berdiri sendiri jika tidak ada political entepreneur atau wirausahawan politik yang akan menggunakan mereka, termasuk di Pilpres 2024. \"Lanskap politik Indonesia menjelang Pemilu 2024, baik itu calonnya dua atau tiga, apalagi empat, berdasarkan data perhitungan kami. Polarisasi yang sifatnya kebablasan itu tidak akan menguntungkan atau menjadi faktor salah satu kandidat atau beberapa kandidat yang menggunakannya untuk memenangkan pertarungan,\" katanya. Atas dasar itu, Direktur Eksekutif LSI ini meminta para capres yang ingin memenangi pertarungan di Pilpres 2024, sebaiknya menghindari polarisasi yang sifatnya kebablasan, demi kepentingan elektoral mereka sendiri dan kepentingan normatif kebangsaan kita ke depan. Politik Jalan Tengah Sedangkan Mubaligh nasional Haekal Hassan menilai pemerintah harus bertanggungjawab terhadap terjadinya polarisasi kebablasan dan pembelahan di masyarakat ini, karena rakyat tidak bisa dituntut tanggungjawab. Pemerintah, lanjutnya, bisa membuat undang-undang yang bisa menjerat orang-orang yang melakukan polarisasi baik di internal pemerintah atau di luar pemerintahan demi kepentingan NKRI. \"Panggilan kampret itu kita tahu awalnya dari mana. Saya sempat kritik temen-teman ketika ada balasan panggilan cebong. Lalu, muncul lagi kadrun akan sampai kapan terus terjadi, kalau tidak ada tindakan yang cukup. Saya minta pemerintah juga tidak memelihara, kalau perlu buat undang-undang untuk menjeratnya. Ini demi NKRI,\" kata Haekal Hasan. Babe Haekal, sapaan akrab Haekal Hasan mengaku telah berdakwah ke 1.000an masjid dan tempat sejak 2019 lalu, untuk memberikan penyadaran kepada umat mengenai bahaya polarisasi, yang bisa mengancam keuntuhan dan persatuan bangsa. \"Satu bulan saya berbicara di 90-100 titik sejak 2019, kira-kira sudah 1.000an masjid dan tempat saya berdakwah, dan alhamdulillah Tuhan kasih kesehatan kepada saya. Ini nggak ada yang nyuruh, apalagi dibayar, ini bagian dari kontribusi saya agar Indonesia tidak pecah,\" katanya. Ia mengatakan, politik jalan tengah yang digagas Partai Gelora perlu mendapatkan dukungan dari umat dan publik secara luas. \"Politik jalan tengah merupakan politik yang baik dan Gelora sebagai salah satu pelopornya,\" ujar Babe Haekal. Karena itu, Babe Haekal mengkritik Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan yang tidak mendukung politik jalan tengah yang digagas oleh Prabowo. \"Ucapan Pak Prabowo yang mengatakan, semua adalah putra-putra terbaik bangsa nggak dibalas oleh Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan sangat disayangkan. Padahal apa yang disampaikan Pak Prabowo itu maknanya persatuan, narasi politik jalan tengah,\" katanya. Menurut Babe Haekal, politik jalan tengah yang dilakukan Prabowo harus diikuti kandadit lain, karena menjadi ajang pemersatu bangsa. \"Wajar kalau Pak prabowo berpikir demikrian, karena pak Prabowo adalah orang yang sudah selesai dengan dunianya. Kekayaan apa yang tidak beliau miliki, kebebasan, pangkat, jabatan seperti apa semua sudah dimiliki, termasuk positioning di masyarakat. Beliau adalah orang yang betul-betul selesai dengan dunianya. Beliau hanya berpikir untuk bangsa dan negara,\" jelasnya. Babe Haekal berharap agar kandidat lain juga berpikir seperti Prabowo, yakni selesai dengan urusan dirinya sendiri, serta berpikir hanya untuk kepentingan bangsa dan negara. Namun, Babe Haekal membantah apa yang disampaikan itu, bentuk dukungannya kepada Prabowo. \"Mohon maaf bukan saya mendukung Prabowo. Saya menilai dari sisi normal dan wajar saja. Jadi yuk, politik jalan tengah adalah solusi yang tepat untuk NKRI harga mati dan untuk berlakunya lagi Pancaila dan UUD 1945 yang murni dan konsekuen,\" pungkasnya. (Ida)
Jokowi Lapor Xi Jin Ping
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) hari ini akan terbang ke China, Kamis (27/7/2023). melakukan kunjungan kerja terbatas ke Chengdu, untuk memenuhi undangan Presiden Xi Jinping, sebagaimana dimuat di Youtube Sekretariat Presiden. Balutan diplomasi dibungkus halus dengan kain sutra bahwa : \" kunjungan bertepatan dengan 10 tahun kemitraan strategis komprehensif Indonesia dan Tiongkok ( China). China adalah mitra dagang dan investasi bagi indonesia. \"Sejumlah agenda prioritas akan saya bahas bersama Presiden Xi baik di bidang investasi maupun proyek strategis. Juga di bidang perdagangan, juga isu-isu regional dan global,\" katanya. Bisa saja info tersebut benar sebagai topik yang akan dibahas Jokowi dan Xi Jinping, tetapi sesuai dengan perkembangan politik terkini di tanah air, topik tersebut bisa jadi bukan topik utama dan prioritas. Munculnya kembali rekayasa gagasan perpanjangan masa jabatan bertepatan dengan skenario yang konon sudah direncanakan menyongsong SU MPR Agustus mendatang, patut diduga menjadi agenda paling penting pertemuan dengan Xi Jinping. Rekayasa perpanjangan masa jabatan sebagai presiden dan upaya menghentikan pilpres 2024, Jokowi tidak akan bisa merumuskan kebijakan politiknya sendirian, sekalipun para Taipan Oligarki tetap mendampinginya. Sebagai boneka dengan segala variabel politik yang melekat dengan segala kewajiban dan resikonya. Ada kewajiban harus konek langsung dengan skenario besar China di Indonesia melalui mentor politiknya Xi Jinping. Sekalipun Xi Jinping tetap menerapkan opsi kekuatan para Taipan khususnya 9 naga bermain dengan cara lain tetap memainkan peran sebagai pengendali. Bantuan teknis taktis politik China dan tangan-tangannya di Indonesia yaitu para Taipan Oligarki adalah Ex Officio pemain, pengatur dan pengendali politik yang sesungguhnya. Tidak aneh Jokowi secara periodik dan dalam kondisi emergency harus lapor Xi Jinping. Semua percaturan politik di tanah air akan konek dengan Xi Jinping . Patut diduga topik pertemuan kali ini adalah membahas opsi memperpanjang masa jabatannya sebagai presiden, penundaan dan jaminan pilpres 2024 apabila akan dilaksanakan, presiden terpilih tetap harus menjadi boneka mereka. Pilpres 2024 sesungguhnya bentuk lain perang proxy tanpa senjata fisik tetapi berupa serangan politik yang lebih mematikan, kondisi ini ada dalam kendali Xi Jinping, sebagai pimpinan tertinggi para Taipan Oligarki, sekaligus sebagai pengendali pilpres 2024. ****
Darurat Politik Uang Ulama Terbitkan Fatwa Haram
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) dan Suparmanto Pangaribuan - Presidium Anti Begal Demokrasi Indonesia (ABDI) BEBERAPA waktu yang lalu, terjadi perdebatan sengit antara kelompok pro sistem pemilu terbuka dan pro sistem pemilu tertutup. Salah satu materi yang dibahas tentang liberalisasi demokrasi menjelang Pemilu 2024. Kelompok pro sistem tertutup menuduh sistem terbuka menyuburkan praktik politik uang secara massif melibatkan masyarakat. Sebaliknya pro terbuka menuduh sistem pemilu tertutup sengaja dirancang agar praktik politik uang berlangsung eksklusif, hanya dinikmati segelintir orang sebagai elit parpol. Darurat Praktik Politik Uang Keinginan memenangkan kompetisi demokrasi memaksa para peserta pemilu menggunakan politik uang untuk memengaruhi hasil Pemilu. Sementara pihak lain, hanya akan mengaku kalah dengan alasan kurang uang, logistik, atau \"peluru\". Akibatnya, para kontestan hanya sibuk memamerkan \"isi tas\" daripada \"isi kepala, dan kapasitas\". Sehingga ide, gagasan, dan program politik para kontestan kering, dan kosong dari kebutuhan dan kepentingan rakyat. Pengaruh politik uang ternyata tidak hanya mengalir ke pemilih, namun juga ke oknum penyelenggara dan pengawas Pemilu. Aliran yang sama juga sampai ke oknum penyelenggara pemerintahan yang tidak mau ketinggalan. Para oknum abdi negara juga ikut bermain, baik dari tingkat desa/ kelurahan, kecamatan hingga tingkat pusat. Sehingga hampir semua peserta Pemilu selalu akan mencari cara \"berteman akrab\" dengan oknum penyelenggara dan pengawas Pemilu, serta oknum penyelenggara pemerintahan di semua tingkatan. Keberadaan Bawaslu RI secara berjenjang dari tingkat pusat hinga TPS, baik permanen, maupun adhoc sejatinya dirancang dan dibentuk untuk mengawasi penyelenggaraan dan penyelenggara Pemilu. Namun ternyata lembaga negara ini juga tidak berdaya menghadapi \"serangan fajar\". Praktik politik uang sangat terbuka, dilakukan melalui tokoh formal dan non formal di masyarakat. Bahkan setiap kali menjelang Pemilu, baik Pileg, Pilpres, Pilkada, dan Pilkades, akan ada aksi pengumpulan data para pemilih oleh para tim sukses. Data pemilih tersebut akan ditukar dengan uang, sembako, atau bentuk lainnya. Pemberian uang dapat diberi dengan lunas maupun bertahap. Di dalam Bawaslu yang hakikatnya sebagai lembaga dalam mengawasi penyelenggara dan penyelenggaran pemilu, juga terdapat oknum yang terlibat praktik politik uang. Bahkan tidak sedikit oknum yang berakhir disidang dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Lemahnya kewenangan penindakan dijadikan kambing hitam atas massifnya politik uang. Praktik politik uang dianggap hanya dapat ditindak oleh sentra penegakan hukum terpadu (Gakkumdu). Sementara Gakkumdu sendiri baru akan bertindak jika ada laporan dan pengaduan. Terbaru, saat ini sedang berlangsung seleksi penyelenggara pemilu untuk mengisi struktur dan formasi penyelenggara dan pengawas pemilu tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Proses seleksi yang dilakukan oleh tim seleksi yang dibentuk secara nasional disinyalir kuat dipengaruhi oleh parpol melalu oknum anggota Komisi II DPR RI. Proses rekrutmen tim seleksi tidak transparan, bahkan cenderung didasari pada afiliasi politik terhadap parpol, ormas, okp, dan organisasi kemahasiswaan. Para timsel diduga melakukan seleksi berdasarkan hasil identifikasi afiliasi para calon terhadap asosiasi- asosiasi tersebut. Selain itu, proses seleksi juga diduga menggunakan transaksi politik berupa pemberian hadiah atau janji, baik berupa uang, barang, bentuk lainnya, dan, atau komitmen \"mengamankan suara\" dalam pemilu. Dalam kondisi darurat tersebut, parpol seharusnya menjadi satu-satunya pihak yang paling bertanggung jawab atas \"politik uang”. Karena sutradara, aktor, dan pelakunya; yakni caleg, capres/ cawapres, dan cakada/ cawakada adalah bagian dari Parpol. Namun alih-alih mau mengaku bersalah, Parpol justru menuduh rakyat penyebab dan penerima manfaatnya. Akhirnya hingga saat ini, tidak ada satu pun parpol yang berani secara terbuka, mengaku bersalah dan meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Praktik politik uang sesungguhnya sama berbahayanya dengan politik identitas. Politisasi suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) serta eksploitasi ikatan- ikatan primordial lainnya merendahkan harkat dan martabat manusia. Demikian juga dengan praktik suap untuk memengaruhi hasil Pemilu, baik kepada oknum penyelenggara, pengawas dan pemilih, dan oknum pemerintah adalah tindakan buruk terhadap manusia merdeka. Para pelakunya seharusnya dapat dijerat dengan tuduhan pelanggaran HAM. Sebab adanya upaya sistematis memengaruhi hasil Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil seharusnya masuk kategori pelanggaran HAM. Ulama Harus Keluarkan Fatwa Haram Jika negara melalui pemerintah dan alat negara lainnya, beserta penyelenggara, dan pengawas Pemilu tidak berdaya menghadapinya, maka ulama dan pemimpin agama harus turun tangan. Ulama dan pemimpin agama harus menjadi suluh penerang bagi kegelapan praktik politik uang. Maka Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia bersama Anti Begal Demokrasi Indonesia (ABDI) sebagai gerakan rakyat anti politik uang dalam demokrasi Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa saatnya Indonesia menyatakan perang terhadap musuh demokrasi, berupa politik uang, begal demokrasi, eksploitasi SARA dan ikatan- ikatan primordial yang merusak kualitas Pemilu Indonesia. Kedua, bahwa negara diminta untuk memfasilitasi kelompok ulama semua agama dan penganut aliran kepercayaan Tuhan Yang Maha Esa dalam aksi dan sosialisasi melawan politik uang dalam pemilu. Fasilitasi dalam bentuk dukungan dana, aset, dan akses harus disediakan oleh pemerintah untuk mendukung para ulama. Ketiga , bahwa sebagai lembaga penjaga moral bangsa, ulama dan pemimpin agama MUI, PBNU, PP Muhammadiyah, PGI, KWI, PHDI, WALUBI, MATAKIN dan perwakilan penganut aliran kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diminta segera menerbitkan \"fatwa haram\" dan larangan pemberian dan penerimaan uang dalam Pemilu. Keempat, bahwa ulama dan pemimpin agama diminta juga untuk menerbitkan \"fatwa haram memilih \" peserta pemilu yakni, Parpol (caleg), calon perseorangan, pasangan calon presiden / wakil presiden, kepala/ wakil kepala daerah. Pelaku politik uang sebagai begal demokrasi harus mendapat sanksi moral, haram untuk dipilih. Kornas dan ABDI meyakini bahwa penerbitan fatwa haram dari ulama dan pemimpin agama, akan membantu kita memperbaiki kualitas Pemilu. Jika para pelaku kejahatan Pemilu tidak takut penjara, mereka mungkin masih takut jika tidak masuk surga. (*)
Aksi Buruh Harus Mengultimatum Mogok dan Makzulkan Jokowi
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan PADA 10 Agustus 2023 diagendakan aksi buruh besar-besaran di Jakarta dengan agenda kepung istana. Isu utama konsisten dengan desakan pencabutan omnibuslaw UU Cipta Kerja. Aturan yang dinilai gagal menciptakan lapangan kerja ini selain hanya menambah pendapatan pemilik modal atau majikan juga tidak menambah sejahtera buruh. Inilah yang menjadi alasan adanya aksi berulang. Hari rabu, 26 Juli 2023 dilakukan aksi buruh di Patung Kuda dekat Istana. Sekitar seribu buruh berunjuk rasa baik dari elemen Partai Buruh maupun dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Tiga tuntutan yaitu cabut UU Cipta Kerja, kenaikan upah minimum 15 % dan cabut UU Kesehatan. Namun agenda 10 Agustus 2023 nampaknya akan lebih marak. Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) telah berkumpul di Lebak Banten dan mencanangkan rencana aksi dengan mengeluarkan \"Resolusi Maja\". Meski tuntutan utama tetap agar UU Cipta Kerja dicabut, namun resolusi memperluas tuntutan dengan desakan pencabutan, UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan serat UU Kesehatan. Tuntutan ini berkaitan perlunya ada kepastian akan jaminan sosial bagi pekerja sepanjang hayat (job security, income security dan social security). Perjuangan kaum buruh yang akan diikuti oleh tenaga kesehatan itu menjadi fenomena baru aksi. Tenaga kesehatan sendiri telah berulang kali berdemonstrasi. Akan tetapi tidak ada respons dari Pemerintah. Berbagai aksi dan tuntutan nampaknya sulit untuk dikabulkan. Hal ini karena rezim Jokowi menganut asas politik \"buta dan tuli\". Tidak mau melihat dan mendengar atau peduli dengan apa yang dirasakan dan diteriakan oleh rakyatnya. Berputar-putar pada kemauan dan kepentingan lingkaran sendiri saja. Putusan hukum pun dapat diabaikan atau direkayasa pada tataran pelaksanaan. Agar ada perhatian serius dan agar tuntutan aksi dapat dikabulkan nampaknya harus disertai dengan tekanan berupa ancaman atau ultimatum. Dua hal yang bagus untuk dijadikan ultimatum yaitu mogok dan cabut mandat rakyat atau makzulkan Jokowi. Sebagai hak konstitusional mogok adalah senjata efektif dan \"pukulan\" yang mematikan. Begitu juga dengan desakan pemunduran Jokowi. Aksi jutaan buruh tentu sangat berpengaruh. Tuntutan atau ultimatum menjadi relevan berhubungan dengan apa yang menjadi perluasan resolusi dengan ajakan kepada masyarakat untuk turut berjuang membantu sukesnya harapan buruh. Butir tiga resolusi menegaskan: \"Memaksimalkan kerja perluasan jaringan dan memobilisasi massa dengan menjalin, mempererat dan memperluas aliansi dengan berbagai organisasi dari seluruh sektor dan golongan rakyat (pemuda, mahasiswa, pelajar, petani, nelayan, ojol, perempuan, masyarakat adat, kaum miskin kota, para akademisi, ahli hukum dan lain sebagainya) untuk memenangkan tuntutan dan perjuangan kaum buruh dan rakyat Indonesia\". Tentu tujuan utama aksi adalah pencabutan tiga UU yang merugikan buruh, nakes dan rakyat Indonesia akan tetapi akan efektif jika aksi mengultimatum akan penggunaan hak buruh untuk mogok dan hak rakyat untuk meminta pemakzulan Presiden. Ketiga UU dapat dievaluasi bahkan dicabut jika Presiden Jokowi turun secepatnya. Bandung, 27 Juli 2023.
Relawan Anies Diserang, FP3 dan FP2 Bergerak
Oleh Laksma Prn Ir. Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik RUMAH dan mobil ketua DPD Milenianies, Relawan Anies di Ciamis atas nama Dadang Kusman di Dusun Nasol, Kecamatan Cikoneng, Kabupaten Ciamis, dirusak oleh Tarhidin yang merupakan tetangganya sendiri pada pagi hari pukul 6.45 WIB. Rabu (19/7/2023). Kejadian dipagi buta tersebut menimbulkan rasa trauma pada keluarganya. H Dadang Kusman Hidayat yang menjadi korban perusakan mobil dan rumah oleh tetangganya tersebut, menceritakan bahwa pelaku tiba-tiba saja pagi itu datang ke rumahnya dengan membawa kampak besar. H Dadang terkejut, lalu menutup pintu rumahnya. Ternyata setelah pintu ditutup, kaca rumah, kaca mobil menjadi sasaran amukan, semuanya dihabisi. Istri saya, cucu saya sampai jerit-jerit ketakutan,” ungkapnya. H Dadang mengaku kenal dengan pelaku. Lebih lanjut H Dadang mengatakan bingung mengapa pelaku sampai mendatangi rumahnya, kemudian melakukan pengrusakan seperti itu. “Sampai sekarang saya nggak ngerti,” ungkap H Dadang. Kejadian berlangsung sekitar 5 menit, setelah itu, pelaku langsung pergi. Pelaku Tarhidin ternyata adalah ODGJ, kadangkala sakit, kadangkala sehat, dan memang sudah sering itu pelaku seperti itu, namun dengan membawa senjata tajam adalah baru yang pertama kali. Binmas setempat telah mendatangi rumah H Dadang pasca perusakan, menyampaikan bahwa masalahnya sudah ditangani Dinas Sosial. Menerima informasi kejadian tersebut, FP3 (Forum Purnawirawan Perwira Tinggi TNI POLRI untuk Perubahan) mengirimkan team advokasinya bersama dengan Relawan Tim Hukum Nasional untuk Anies kelokasi dengan tujuan untuk memastikan bahwa kejadian tersebut adalah murni kejadian biasa, tidak ada motif politik. Disamping itu merupakan kepedulian FP3 terhadap Rakyat terutama relawan Anies Rasyid Baswedan dimanapun berada agar tidak takut dalam menghadapi kemungkinan adanya ancaman maupun provokasi seperti apapun. Tindakan ini dirasa perlu diambil FP3 mengingat banyaknya kejadian penganiayaan dan pengrusakan oleh ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) terhadap tokoh masyarakat atau tokoh agama. Berulangnya kejadian ODGJ mengamuk dan menyerang tokoh masyarakat atau tokoh agama ini perlu dicermati dengan seksama karena mereka yang diserang adalah tokoh terpilih, bukan orang kebanyakan, sehingga bisa saja ODGJ menjadi alat Pada kegiatan di Ciamis tersebut FP3 bekerjasama dengan FP2 (Forum Purnawirawan TNI POLRI untuk Perubahan. Berbeda dengan FP3 yang beranggotakan purnawirawan perwira tinggi, FP2 adalah forum yang sama beranggotakan para purnawiran TNI POLRI semua golongan dan pangkat yang telah terbentuk dibebagai wilayah Indonesia. Selamatkan Pemilu 2024 dari kejahatan apapun. (*)
Tak Takut (Berakhir) Dibegal Tuhan
Oleh Ady Amar - Kolumnis PEMBEGAL pada saatnya akan terbegal-begal juga. Pastilah itu atas perintah Tuhan. Pastinya akan menyakitkan. Sunnatullahnya demikian. Tidak percaya? Ya, itu karena tak belajar dari pemimpin yang memilih jalan hidup dengan membegal--sebutan lain dari pemimpin tiran--yang berakhir dan jatuh dengan terhina dan mengenaskan. Tidak terhitung jumlah pemimpin atau rezim yang membegal rakyatnya dengan berbagai rupa, itu berakhir tumbang mengenaskan. Akhir hidupnya akan terbegal-begal oleh munculnya amuk kemarahan rakyat meminta pertanggungjawaban. Tidak lewat parlemen yang sekian lama bisu-tuli tak mampu menampung jeritan rakyat ditumpahkan. Pilihan lalu jatuh pada parlemen jalanan. Pilihan untuk meneriakkan kemarahan sekian lama terpendam, lalu ditumpahkan sekencang sekerasnya. Semua itu digerakkan Tuhan. Membegal jadi cara rezim untuk menghentikan laju demokrasi. Merasa digdaya mampu menaklukkan segalanya. Membegal punya makna luas--merampas, merusak dan seterusnya--dengan konotasi melakukan upaya paksa sesukanya. Merasa tak ada kekuatan yang mampu menghentikan. Menghentikan apa saja yang dimaui-inginkan. Segala cara dilakukan sesukanya, seolah itu kepatutan untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Rezim Jokowi tampak terjebak pada pilihan membegal Anies Baswedan, dan partai politik yang mengusungnya. Seolah itu langkah politik yang dimungkinkan. Hal itu tampak dilakukan pembantu setianya, yang mustahil tak diketahuinya. Kesan pembiaran itu amat terasa. Pertanda restu pun ia berikan. Adalah Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang terang-terangan membegal Partai Demokrat. Kasusnya masih bergulir lewat Pengajuan Kembali (PK) di MA. Moeldoko tak memiliki KTA Demokrat, karena ia tak pernah jadi anggotanya. Cara membegal dipakai untuk bisa jadi ketua umumnya. Taklah mungkin nalar mampu menafsir langkahnya itu. Absurd. Setelah itu membegal Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa, yang juga menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, dipelorot sebagai Ketua Umum cukup lewat Mukernas, September 2022, bukan lewat Muktamar, forum tertingginya. Digantikan Plt Ketua Umum Muhamad Mardiono, yang dikenal sebagai \"orang dekat\" Presiden Jokowi. Tidak jelas karena apa Suharso Monoarfa itu diganti, tapi yang jelas agar PPP tidak ikut-ikutan mendukung pencapresan Anies Baswedan. Agaknya langkah Suharso itu terendus, dan karenanya dihentikan. Membegal Demokrat, itu pun sejatinya untuk menghentikan langkah Anies sebagai salah satu kandidat Capres pada Pilpres 2024. Semua analisa menafsir demikian, itu karena kecenderungan sikap politik Partai Demokrat yang memilih mengusung Anies. Meski saat itu Demokrat belum resmi mencapreskan Anies. Tapi perlu jauh hari pembegalan itu dilakukan sebagai bentuk antisipasi agar Anies tak lolos sebagai salah satu capres. Lalu perlakuan pada Partai NasDem terang benderang bisa dilihat. Sekjen NasDem Johnny G. Plate, yang juga sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika disoal masalah korupsi BTS. Kasusnya mulai bergulir di pengadilan. Sedang 2 menteri NasDem lainnya yang tersisa sepertinya menunggu giliran untuk juga dicokok dengan sangkaan yang bisa dibuat. Belum lagi bisnis Surya Paloh yang kabarnya turut juga \"diganggu\". Tapi Surya Paloh tak merasa gentar. Maju pantang mundur untuk menjadikan Anies Capres yang diusung NasDem. Kerja komisi anti rasuah (KPK) yang terus mengorek-orek adanya unsur korupsi pada penyelenggaraan ajang Formula E, itu seperti dibuat tanpa perlu dihentikan, meski tak ditemukan unsur korupsi di sana. Gelar perkara sampai perlu 19 kali dilakukan, sebuah upaya keras menersangkakan Anies dilakukan. Jika tidak ada unsur korupsi di sana, meski seratus kali gelar perkara dilakukan ya pasti akan sia-sia. Justru memunculkan antipati pada KPK sebagai alat pukul rezim untuk menjerat lawan-lawan politiknya. Anies yang bukan siapa-siapa, hanyalah mantan Gubernur DKI Jakarta, perlu sampai dikeroyok ramai-ramai. Tidak cukup di situ, perlu pengerahan buzzer yang terus menebar fitnah coba men- downgrade Anies. Meski tak ada hasil bisa didapat, kecuali kepuasan nafsu semata: mengolok-olok Anies. Ditambah media menstrim yang memframing berita Anies dengan tidak sepatutnya. Tak ketinggalan lembaga survei yang terus merilis hasil surveinya menetapkan Anies di urutan ke-3 hampir di semua lembaga survei yang terindikasi ada aroma istana di sana. Prabowo Subianto lebih mendominasi rilis hampir di semua lembaga survei. Satu dua saja yang menempatkan Ganjar Pranowo di urutan 1. Sepertinya bandul endorse Jokowi pada Prabowo ketimbang pada Ganjar, itu tampak dari hasil rilis survei, seperti perlu disesuaikan dengan kehendak si pemesan Begal-membegal Anies dan partai pendukungnya, NasDem, Demokrat, dan PKS yang tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan, sepertinya tak akan disudahi sampai perhelatan Pilpres 2024. Justru akhir-akhir ini tampak makin mengganas. Tawaran Perubahan dari Anies Baswedan dan partai pengusungnya, seperti jadi momok menakutkan bagi rezim. Maka, apa yang tercetus dari seorang menteri yang baru diangkat menggantikan Johnny G. Plate, \"... kalau 2024 tidak menang, semua akan masuk penjara...\", agaknya itu yang ditakutkan. Bukan takut berakhir dibegal Tuhan, yang justru jika itu terjadi sungguh akan lebih mengerikan!**
Negara Sedang Kesurupan
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih BANGSA ini bangsa hebat, sedang menuju jembatan emas kemakmuran, kedamaian, ketenangan dan kemerdekaan sejati sebagai bangsa yang memiliki peradaban tinggi dan terhormat di muka bumi. Negara Indonesia akan menjadi negara adidaya dunia, semua negara di dunia harus takluk dalam pengaruh, kekuatan dan kekuasaan Indonesia. Indonesia tampil megah. Laksana negara gemah ripah loh jinawi. Apalagi dengan proyek-proyek raksasa, konon akan di bangun lapangan terbang di lautan. Jangankan hanya soal makan, sandang dan papan, semua kebutuhan rakyat tercukupi bak hidup seperti di surga dunia. Itulah khutbah harian pentinggi negeri ini yang dikemas dalam cerita fiktif dan mimpi indah para politisi gaya Abu Nawas modern. Petinggi negeri Indonesia seperti tidak sadar sedang kesurupan dan tidak mampu bangun dari tidur dan mimpinya bahwa wajah Indonesia seolah paradoks, Indonesia sedang menahan berat berbagai masalah yang sangat berat. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Indonesia di peringkat 130 dari 199 negara sedunia, terbawah di ASEAN. Indonesia berada di peringkat 44 dari 63 negara dalam World Competitiveness Yearbook 2022 yang dirilis Institute for Management Development (IMD). Nilai rata-rata IQ penduduk di Indonesia dengan skor 78,49 menempatkan Indonesia pada posisi 130 dari total 199 negara, tidak jauh dari Timor Leste dan Papua Nugini (World Population Review 2022). Microsoft tahun 2020 merilis orang Indonesia terendah digility atau kesopanannya di ASEAN. Padahal bangsa ini selalu mendengungkan keramahan berbudaya adiluhung. Ujaran kebencian, caci maki, menghasut, merendahkan, permusuhan, serta perangai tak pantas merebak di media sosial tanpa kendali etika dan moralitas luhur. Standar nilai fundamental kehidupan terus mengalami erosi, distorsi, devaluasi, dan disintegrasi Kian cerdik manusia bersimulakra yang muaranya menebar onar, hasut, dengki, dan keliaran. Nilai kemanusiaan dengan dasar Ketuhanan pun mulai mengalami peluruhan. Watak orang yang munafik atau hipokrit, enggan bertanggung jawab atas perbuatannya, bersikap dan berperilaku feodal, percaya takhayul, erotik, dan lemah karakter, merebak di mana mana. Indonesia kehilangan rasionalitas dan mentalitas dewasa. Banyak ilmuwan luntur tidak menunjukkan keluhuran akal budi, ilmunya tak mencerahkan nalar dan perangainya. Negara terus melemah bahkan tidak bisa hadir sebagai pemecah masalah dan pemersatu yang otoritatif. Fungsi wasit dan adil menjadi hilang dari negara dalam mengatasi perbedaan dan merekat persatuan. Negara sedang kesurupan dalam kondisi kevakuman kepemimpinan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam beragam bentuk. ***