OPINI
Pemerintah Frustasi, Panglima TNI Perintahkan Pasukan Piting Warga Rempang
Oleh Faisal S Sallatalohy | Pemerhati Politik NEGARA tampaknya makin jengkel dan frustasi menghadapi kerasnya penolakan warga Pulau Rempang yang tidak ikhlas tanah mereka ditampas pemerintah untuk kepentingan investasi asing China. Wajar pemerintah frustasi dan jengkel. Mereka dikejar kebutuhan pengosongan lahan yang sudah sangat mepet waktunya. 28 September, kurang dari 2 minggu. Jika warga tak bisa dibuat manut, maka pengosongan lahan gagal selesai tepat waktu, Xinyi Group mengancam bakal mencabut investasi jumbo hingga Rp 381 triliun dan dialihkan ke Johor, Malaysia. Pemerintah tak rela itu terjadi. Dengan cara apapun, pemerintah akan ngotot memaksa rakyat tunduk. Termasuk meninggikan ancaman dan eskalasi penindasan terhadap warga. Saking jengkelanya, pemerintah lewat Panglima TNI, Laksamana Yudo Margono menginstruksikan pasukannya untuk melumpuhkan warga dengan cara \"memiting\". Dalam video singkat beredar kalimat perintah Panglima TNI kepada pasukannya: \"Lebih dari masyarakatnya itu satu orang miting satu itu kan, iya kan umpama masyarakatnya seribu, TNI-nya kita keluarkan seribu, satu orang miting satu, itu kan selesai. Nggak usah pake alat, miting aja satu-satu kan selesai\" Sungguh instruksinya ber-nada \"WAR\": perang melawan musuh, warga Pulau Rempang. Panglima model apa yang memberi titah ke pasukannya untuk melumpuhkan warga dengan cara \"memiting\"? Ga Ngotak Tugas TNI adalah melindungi ketahanan dan kedaualatan negara dari ancaman luar. Bukan sebaliknya, memposisikan masyarakat sebagai musuh dari dalam yang harus dilumpuhkan secara arogan. Sungguh contoh pemimpin militer yang jauh dari kata \"mengayomi\". Rakyat bukan ancaman apalagi musuh yang harus diposisikan sebagai perusuh dan harus dilumpuhkan dalam satu kali serangan. Sebaliknya, yang layak disebut \"pe-rusuh\" adalah pemerintah. Para pejabatlah yang memancing, menyulut perlawanan warga. Warga Pulau Rempang-Galang selama ratusan tahun hidup tenteram, aman, damai. Datang pemerintah sebagai jongos asing. Tanpa negosiasi dan melibatkan warga, tiba-tiba main ngukur lahan, main rampas, main gusur. Heran, untuk kepentingan investor, pemerintah sangat \"gercep\" mengurus legitimasi dan penyediaan lahan. Giliran untuk rakyat Pulau Rempang yang sudah ratusan tahun bermukim, pemerintah tidak pernah pro-aktif memproses, melengkapi legalitas administarasi kepemilikan tanah. Giliran ada perkara seperti ini, menteri agraria seperti tak punya malu main teriak: warga pulau Rempang mendiami lahan itu tanpa mengantongi sertifikat. Dasar jongos. Padahal mereka tinggal di situ sudah ratusan tahun, jumlahnya 6.200 kepala rumah tangga. Selama ini Kementerian Agraria ngapain aja. Lahan seluas dan warga sebanyak itu, gak diperhatikan kelengkapan legalitas lahannya? Wajar rakyat melawan, membela hak-haknya. Di satu sisi, bukannya rakyat menolak. Melainkan pemerintahnya gak punya otak, otoriter, main maksa warga kosongkan lahan. Coba ajak rakyat bicara baik- baik dulu. Libatkan semuanya. Kedepankan negosiasi dan musyawarah. Masukkan kepentingan semua pihak. Tawarkan solusi yang masuk akal, mutual benefit. Warga juga pasti akan merespons baik-baik. Rakyat adat Melayu di 16 Kampung tua bukannya menolak. Silahkan bawa investor dan lakukan pengembangan industrialisasi. Tapi pemukiman warga jangan digusur. Sesuai kesepakatan MOU terkait pengembangan PKWTE di 2004. Bahwa perkampungan warga ber-status Enclave, bebas dari penggusuran. Lalu tunjukkan bukti legalitas tanah, perizinan, batas lahan yang tidak menggangu pemukiman warga, riset AMDAL dn syarat adminsitrasi lainnya. Jangan asal main gusur, paksa warga kosongkan lahan tiba-tiba. Ingat Pak Jenderal, sebesar apapun nada ancaman yang diberikan, main piting sekalipun, perlawanan rakyat takkan surut. Eskalasi perlawanan warga saat ini bukan sekadar perihal menolak relokasi. Melainkan telah berkembang menjadi Isu suku dan agama. Judulnya: Masyarakat Adat Melayu Islam Menolak Relokasi. Bahkan sudah keluar ultimatum 16 Kampung Tua Melayu: apapun yang terjadi mereka akan tetap bertahan. Mereka tidak akan mau pindah meskipun harus mati terkubur. Dengan cara apapun, itu tanah ulayat yang menjadi tanggung jawab mereka untuk menjaganya. Mereka akan mempertahankan marwah kampung mereka, tak peduli apapun yang akan dilakukan pemerintah dan aparat pada mereka. TNI memang didesain melumpuhkan musuh dalam satu kali serangan. Tapi secara sokologis, masyarakat Rempang saat ini sudah siap mempertahankan hak mereka apapun yang terjadi. Ingat Pak Jenderal, orang yangg mempertahankan, gak peduli dengan fisiknya, dengan nyawanya. Pak Jenderal mungkin lupa, sesuai UU No. 34 Tahun 2004, TNI mengadopsi prinsip \"Hankamrata\" sebagai sistem pertahanan yang bersifat semesta, dimana melibatkan seluruh warga negara. Bagaimana bisa sistem Hankamrata diaplikasikan, jika panglima memerintahkan pasukannya memiting rakyat? Lebih prinsip lagi, Panglima TNI adalah abdi negara, abdi rakyat, Bukan abdi pengusaha atau abdi pemerintah pengabdi pengusaha. Lucu sekali bangsa ini, pasukan bersenjata disiapkan menumpas warga yang dinilai memberontak. Selain polisi, ribuan TNI bergerak. Secara emosional dan di luar nalar kenegarawanan, Panglima TNI memberi pengarahan \"kesiapan tempur\" menuju Rempang. Piting warga. Betapa serius, berani, gagah menghadapi rakyat sendiri tetapi \"loyo\" dan \"banci\" dalam menghadapi KKB Papua. (*)
Rempang dan Potensi Gerakan Anti Cina
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan BEGITU tampak kekuasaan Jokowi dan oligarki dalam peristiwa Rempang yang mencoba untuk memaksakan pengosongan atau penggusuran penduduk asli Melayu demi memenuhi syarat yang ditetapkan pihak China. Perlawanan ternyata di luar dugaan di samping masif juga meluas. Melewati batas 16 kampung Melayu Rempang Batam. Rakyat pribumi se Indonesia ikut meradang dan siap membela. Sebutan perlawanan pribumi karena semua faham bahwa di samping penggusuran ini dilakukan demi kepentingan rezim juga keuntungan besar yang mungkin didapat oleh negara atau investor China, baik keuntungan ekonomi maupun politik. Jadilah narasi publik bahwa yang terjadi di Rempang adalah pribumi lawan China. Pemerintah seolah hanya \"broker\" atau alat. Borok di samping sebagai \"broker\" juga ternyata terbuka sinyal kepentingan pendompleng proyek di dalamnya. Penguasa yang merangkap pengusaha sering bermain dan berkedok pada kebijakan politik. Pencanangan proyek strategis nasional dengan Keputusan Menteri adalah manipulasi aturan untuk kepentingan bisnis dan politik pragmatik. Bukan kepentingan rakyat karena rakyat lah yang justru menjadi korban. Sulit untuk menepis anggapan bahwa setiap bisnis orang Istana itu tidak terkait dengan Presiden apakah sepengetahuan, restu, saham atau upeti. Oligarki biasa saling berbagi. Kesepakan dengan China dapat menggendutkan China, pejabat dan pengusaha Indonesia yang terlibat. Rakyat tetap kurus bahkan tergerus. Wakil rakyat yang semestinya teriak ternyata bisu dan tuli. Pengawasan tumpul, mandul dan semprul. Jika terus penggusuran etnis melayu Rempang dilakukan maka sentimen akan menajam yaitu pribumi melawan China. Jokowi yang menjadi pelindung dihadapkan pada posisi dilematik. Sikap panglima TNI Yudo Margono yang juga semprul itu menandakan kesiapan untuk memaksakan. Sentimen etnik potensial menjadi konsekuensi. Pribumi anti China. Semua itu api dalam sekam yang memungkinkan membara. Konflik 7 September menjadi awal buruk bagi Jokowi. Jika nekad maka meledak. Pilihan menjadi sempit antara nekad menggusur, Jokowi kalah atau China yang mundur teratur. Kalkulasi terlalu buruk. Sebagaimana 2004 dahulu Rempang menjadi proyek gagal. Ada hal menarik yang dapat ditarik yaitu konflik akibat pemenuhan agenda China itu terjadi di bulan September. Ada peristiwa pahit dahulu 30 September 1965. DN Aidit diundang Mao Zedong bulan Agustus 1965 Jokowi memenuhi undangan Xi Jinping Juli akhir 2023. Sama-sama \"memperingati\" 10 tahun kerjasama Indonesia-China. Membahas masa depan Indonesia. Dulu ada China pula di bulan September. Perzinan PT MEG milik Tomy Winata untuk mengelola proyek perlu dipertanyakan karena tanpa Feasibility Study, Amdal dan lainnya. Akibatnya terjadi konflik yang meluas. Rekomendasi DPRD Batam 2023 masih merujuk pada Rekomendasi DPRD Batam 2004 sesuatu hal yang tidak berdasar hukum karena antara keduanya itu berbeda proyek. Kekacauan ini menyebabkan proyek yang \"dipaksakan\" masuk dalam \"Proyek Strategis Nasional\" oleh Kepmen 7 tahun 2023 tersebut jelas-jelas cacat hukum. Rezim Jokowi harus mempertahankan keberadaan 16 kampung adat Melayu di Pulau Rempang atau segera membatalkan proyek \"strategis nasional\" investasi China atau China sendiri yang menarik kembali proyek Xinyi Group tersebut. Bila semua terlambat maka bukan mustahil rakyat pribumi akan lebih hebat melakukan perlawanan. Apa yang terjadi jika dari kasus Rempang merembet kepada gerakan anti China. Semua ini adalah akibat dari Jokowi yang terlalu dalam berakrab-akrab dengan China. Semua adalah gara-gara Jokowi. BANDUNG, 18 September 2023.
Presiden Obral Info Intelijen
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih SISTEM intelijen negara yang profesional harus siap dan mampu dengan cepat mengantisipasi dan merespon berbagai ancaman nasional dengan memberikan peringatan dini yang cukup dan masukan yang tepat kepada Presiden untuk mengambil kebijakan nasional guna mengatasi ancaman tersebut. Penanganan yang baik atas kerahasiaan informasi intelijen selalu diberitahukan oleh aparat intelijen negara, bersifat rahasia. Prinsip-prinsip pembatasan informasi, pemilihan informasi intelijen yang akurat, keputusan yang jelas mengenai kerahasiaan dan kadaluwarsa informasi intelijen, serta kredibilitasnya di satu sisi, dan akuntabilitas aparat intelijen di sisi lain, perlu diatur dalam undang-undang . Kerja intelijen, penerapannya tidak boleh bertentangan dengan demokrasi, khususnya Hak Asasi Manusia (HAM) dan merupakan info rahasia negara, khususnya untuk kendali stabilitas dan keamanan negara. Beredar luas informasi seputar informasi intelijen yang dimiliki Presiden Jokowi. Bahkan menko Polhukam Mahfud MD menyebut, data intelijen yang dimiliki Jokowi tidak ada kaitannya dengan cawe-cawe dalam Pemilu 2024. Disebutkan, Presiden pasti punya intelijen, siapa politisi yang nakal, siapa politisi yang benar. Siapa yang punya kerja gelap, siapa yang punya kerja terang, dan sebagainya, kata Mahfud di Jakarta, Minggu (17/9). Hal itu diungkap presiden saat menghadiri rakernas relawan Seknas (Sekretariat Nasional) di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (16/9). “Saya tahu dalamnya partai seperti apa, saya tahu. Partai-partai seperti apa saya tahu, ingin menuju ke mana saya juga ngerti,” kata Jokowi. Kalau itu definisi yang dimaksud dugaan kuat justru pelaku terkait bukan hanya partai. Kerja secara gelap jelas melibatkan beberapa pejabat negara termasuk presiden sebagai politisi gelap bersama para pembantu Sesuai penjelasan Menko Polhukam Mahfud MD dijelaskan bahwa soal informasi intelijen yang dimiliki Presiden Jokowi, soal situasi dan arah partai politik di Indonesia. Artinya Presiden sedang kebingungan mengendalikannya. Mahfud tidak akan bisa membantah tudingan koalisi masyarakat sipil yang menilai Jokowi sedang bermain menyalahgunakan data intelijen untuk tujuan politik pribadi. Di saat-saat Presiden sedang terpental lepas kendali, kemampuannya mengendalikan koalisi besar yang telah berantakan, tidak lagi sesuai dengan angan angan arah politiknya. Persoalannya akan menjadi makin rumit ketika masalah politik, ekonomi dan dominasi oligasi. Oligargi mengetahui kerja politik dan kekuasaan Presiden makin melemah. Info intelijen yang di obral murah, diduga kuat semua hanya rekayasa politik pribadinya ketika sedang mengalami jalan buntu karena partai partai sudah di luar kendalinya. Sudah cukup waktu, Presiden selalu menyampaikan bahwa tahun 2024 menjadi tahun penting bagi Indonesia untuk melompat menjadi negara maju. Namun untuk bisa ke sana, Jokowi mengatakan semua sangat tergantung pada kepemimpinan. Presiden Jokowi juga mengatakan 2024 menjadi salah satu tahun penentu nasib Indonesia untuk melompat menjadi negara maju dan kesempatan itu ada di tiga periode kepemimpinan nasional. Sangat menentukan negara kita bisa melompat menjadi negara maju atau terjebak dalam middle income trap. Terjebak pada jebakan negara berkembang,” ujar Jokowi. Di kaitkan dengan info intelijen seolah olah berita baru dan sangat penting. Sementara sebagian rakyat sudah bisa menebak Jokowi dalam kesulitan untuk meneruskan keinginannya, bisa menambah kekuasaan tiga periode atau bahkan ingin berkuasa lebih lama lagi. Masyarakat luas pun banyak yang menduga Jokowi dalan tekanan kekuatan asing khusus nya dari Cina untuk tetap bisa berkuasa sebagai bonekanya. Negara dalam kondisi sakit, rakyat dalam kondisi susah dan menderita akibat salah kelola negara, negara terus meluncur kearah yang salah dan kehancurannya. Sementara Jokowi sendiri bersama keluarganya sedang menghadapi kesulitan menghadapi dampak resiko politik dan hukum yang akan menimpanya paska lengser dari kekuasaannya Hentikan cuap cuap obral info intelijen murahan, sangat tidak diperlukan dan hanya akan mempersulit, menambah gaduh dan kekacauan negara. . ***
Pelanggaran HAM di Pulau Rempang Itu Nyata
Oleh Djony Edward | Wartawan Senior FNN Baru-baru ini beredar hasil investigasi awal yang dilakukan oleh Solidaritas Nasional Untuk Pulau Rempang, yang menggambarkan adanya pelanggaran HAM di Pulau Rempang yang nyata. Hasil investigasi awal ini layak menjadi catatan sekaligus bahan dasar untuk pengambilan kebijakan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BP Batam, termasuk para pihak terkait. Investigasi ini dilakukan oleh tim yang terdiri dari sembilan organisasi yang tergabung dalam Solidaris Untuk Pulau Rempang. Kesembilan organisasi tersebut adalah: 1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) 2. YLBHI - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru 3. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI ) 4. WALHI Riau 5. Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) 6. Amnesty International Indonesia 7. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) 8. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) 9. Trend Asia Berikut adalah Ringkasan Eksekutif hasil investigasi awal tim yang bertajuk Keadilan Timpang di Pulau Rempang. Hasil investigasi awal ini beredar mulai Senin (18/9) di sejumlah grup whats app dan menjadi viral di media massa dan media sosial. Pada tanggal 7 September 2023, kekerasan dilakukan aparat gabungan yang terdiri dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Ditpam Badan Pengusahaan, dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) terhadap Warga Pulau Rempang terjadi di Jembatan 4 Barelang, Kota Batam, Kepulauan Riau. Tragedi ini memantik kemarahan publik ditandai dengan munculnya berbagai kecaman dari begitu banyak kelompok masyarakat. Tragedi Rempang 7 September 2023 lalu muncul akibat aktivitas pematokan tanah sebagai bagian dari memuluskan proyek Rempang Eco-city. Proyek ini sendiri akan digarap oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam bersama perusahaan swasta PT Makmur Elok Graha (MEG). Merespon hal tersebut, Solidaritas Nasional untuk Rempang mengirim tim investigasi untuk mengetahui secara riil peristiwa yang terjadi di lapangan. Adapun pada 11-13 September 2023 lalu, pengumpulan data telah dilakukan dan menghasilkan sejumlah temuan serta analisis. Tiim Investigasi melakukan metode observasi lapangan dan wawancara sejumlah pihak secara langsung di Pulau Rempang. Dalam penelitian ini, Tim Investigasi cukup kesulitan mencari data khususnya data primer, karena situasi Pulau Rempang cukup mencekam di waktu Tim Investigasi melakukan berkunjung ke Rempang. Beberapa kampung sepi ditinggalkan penghuninya. Berdasarkan informasi yang Tim Investigasi dapatkan, hal ini tak terlepas dari takutnya masyarakat pasca peristiwa tanggal 7 September 2023 tersebut. Pasca ramainya publik mengecam kekerasan aparat beserta penggunaan gas air mata di Rempang, Polri dalam beberapa kesempatan melakukan klarifikasi. Misalnya, Polri menyatakan bahwa tidak ada korban pada peristiwa Rempang dan penggunaan gas air mata telah sesuai prosedur sehingga tak perlu ada yang dievaluasi. Padahal, berdasarkan temuan lapangan, apa yang diungkapkan tersebut jelas keliru dan menyesatkan publik ditandai dengan munculnya sejumlah korban di lapangan. Selain itu, Tim Investigasi menilai penggunaan gas air mata pun tidak dilakukan secara terukur, salah satunya dibuktikan dengan ditembakannya gas air mata ke lokasi yang tidak jauh dari gerbang sekolah yaitu SMPN 22 Galang dan SDN 24 Galang. Lebih lanjut, laporan ini juga mengungkap fakta bahwa pengerahan aparat untuk mengawal pematokan tanah dilakukan secara berlebihan karena skalanya sangat besar. Berdasarkan keterangan warga Rempang, mereka memperkirakan setidaknya terdapat 60 kendaraan yang dikerahkan menuju lokasi di tanggal 7 September 2023 disertai dengan setidaknya 1010 lebih personel yang terdiri dari Polisi, TNI, Satpol PP dan Ditpam BP Batam. Jumlah ini bahkan dipertegas oleh rilis yang dikeluarkan oleh Humas Polresta Barelang. Tim Investigasi turut menemukan fakta bahwa kehadiran aparat telah nyata berimplikasi pada munculnya ketakutan di tengah masyarakat. Di lapangan, setidaknya terdapat 5 posko penjagaan di Pulau Rempang, baik di Jalan Trans Barelang hingga daerah Sembulang. Tim Investigasi mengidentifikasi bahwa sekitar 20 - 30 aparat gabungan ada masing-masing posko yang terdiri dari aparat gabungan. Ketakutan masyarakat semakin bertambah dengan lalu lalangnya aparat di Pulau Rempang tanpa alasan yang jelas. Belum lagi, warga di 16 kampung diusir secara perlahan atas nama relokasi. Warga diminta untuk mendaftarkan dirinya serta membawa bukti-bukti kepemilikan tanahnya dari tanggal 11-20 September di dua tempat yakni Kantor Kecamatan Galang di Sembulang dan Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) yang kini berganti menjadi Kantor Koramil. Kantor Kecamatan Galang sebagai tempat pendaftaran relokasi pun juga difungsikan sebagai posko keamanan–sejumlah aparat yang berasal dari Satuan Brimob, dipersenjatai secara lengkap dengan laras panjang beserta dengan motor. Hal ini jelas berlebihan, mengingat situasi sudah diklaim aman. Penempatan aparat gabungan di fasilitas sipil seperti halnya kecamatan tentu juga akan sangat problematik, mengingat kecamatan melingkupi berbagai urusan. Peristiwa tanggal 7 September 2023 lalu pun diakui telah merugikan kehidupan ekonomi dan rutinitas masyarakat Rempang. Mata pencaharian masyarakat yang didominasi oleh nelayan pun harus terhenti. Berbagai warga memberikan kesaksian bahwa fokus utama mereka ialah untuk mempertahankan kampung dari pematokan. Selain itu, aktivitas melaut jika pun dilakukan tidak akan efektif karena memikirkan nasib anak dan istri yang ditinggal di rumah yang dikhawatirkan akan diamankan petugas. Temuan penting lainnya untuk diketahui publik yakni tata Kelola pemerintahan di Batam yang carut marut ditandai oleh peran ganda seorang Walikota yang juga mengepalai BP Batam. Berdasarkan sejumlah temuan yang ada, Tim Investigasi mencoba melakukan identifikasi fenomena dalam berbagai poin analisis. Rangkaian kekerasan yang terjadi di Rempang merupakan bagian dari kekerasan yang berbasis pada kepentingan modal/kapital (Capital Violence). Sikap pemerintah yang menganut watak developmentalis dan pembangunanisme pada akhirnya sangat berbahaya dan meminggirkan hak-hak masyarakat. Situasi ini semakin parah diiringi dengan pendekatan keamanan yang mana melibatkan aparat keamanan. Tak jarang keterlibatan aparat untuk untuk mengakselerasi kepentingan bisnis dan investasi telah menimbulkan sejumlah pelanggaran HAM. Selain itu, ketakutan yang terbangun di tengah-tengah masyarakat akibat kehadiran aparat lewat lalu-lalangnya dan posko aparat dapat dianggap sebagai teror psikologis oleh Negara kepada masyarakat. Begitupun keterlibatan militer, Tim Investigasi menganggap bahwa hal tersebut tidak sesuai prosedur sehingga harus dinyatakan sebagai operasi militer illegal. Dilihat dari dimensi pelanggaran HAM dalam kasus Rempang, Tim Investigasi mengidentifikasi bahwa telah terjadi brutalitas aparat dan penggunaan kekuatan berlebihan sehingga mengakibatkan tindakan kekerasan. Penggunaan kekuatan berlebihan salah satunya tercermin dalam penembakan gas air mata di dekat fasilitas sipil seperti halnya sekolah. Belum lagi, pelanggaran hak atas partisipasi dan akses terhadap informasi yang sangat nyata. Masyarakat tidak dimintai persetujuannya sebelum proyek Eco-city ini berjalan dan mengorbankan tanah warga Rempang. Peristiwa 7 September 2023 pun melahirkan penangkapan sewenang-wenang terhadap 8 masyarakat. Penangkapan terhadap massa aksi yang berpendapat Tim Investigasi anggap sebagai bentuk kriminalisasi masyarakat yang mempertahankan ruang hidupnya. Padahal Pasal 66 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 secara jelas menyatakan setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Begitupun hak anak dan perempuan yang juga terlanggar dalam kasus kekerasan di Rempang. Penembakan gas air mata di dekat sekolah SDN 24 dan SMPN 22 Galang, mengakibatkan kepanikan ketakutan, hingga luka fisik pada anak-anak yang sedang melakukan pembelajaran. Padahal, berdasarkan kronologi yang telah Tim Investigasi kumpulkan, pihak sekolah sudah menghimbau dan memperingatkan agar polisi tidak menembakkan gas air mata tersebut ke arah sekolah. Berbagai kejadian yang ada pada akhirnya menciptakan terenggutnya hak atas rasa aman. Dalam aspek bisnis dan HAM, proyek eco-city di Rempang ini yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) berpotensi merampas ruang hidup masyarakat. Idealnya, perusahaan harus memperhatikan, memastikan jaminan dan perlindungan bagi masyarakat yang terdampak dari praktik bisnis tersebut. Lebih jauh, negara gagal melaksanakan kewajiban melindungi (to protect) dari tindakan pihak ketiga. Negara lewat aparat gabungan justru menjadi perpanjangan tangan perusahaan dan mengabaikan prinsip-prinsip HAM. Peristiwa yang terjadi di Rempang harus dianggap sebagai permasalahan serius, sebab telah berdampak pada banyak aspek. Bibit-bibit memburuk dan berlanjutnya konflik telah terlihat paling tidak dari dua ciri yakni sentimen kesukuan yang terbangun dan dendam akibat kekerasan. Jika terus dibiarkan, bibit konflik berkepanjangan ini akan terus meluas dan membesar. Pemerintah harus segera mengambil solusi untuk mencegah jatuhnya korban lanjutan. Atas dasar berbagai temuan dan analisis di atas, Tim Investigasi menyimpulkan bahwa peristiwa kekerasan di Rempang tanggal 7 September 2023 harus dinyatakan sebagai pelanggaran HAM sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Selain proses-proses dialogis yang harus dibangun oleh pemerintah, respon cepat dan tanggap harus segera dilakukan guna mencegah keberulangan peristiwa kekerasan. Hal yang tak kalah penting, pemulihan bagi para korban dan umumnya pada situasi yang belakangan terjadi. Harus dipastikan bahwa seluruh korban mendapatkan pemulihan yang layak dan efektif baik secara fisik maupun psikologis. (*)
Laksamana Yudo Margono Lagi Mimpi Jadi Kapten Kapal
Oleh Mayjen TNI Purn Deddy S Budiman - Ketum Aliansi Pejuang dan Purnawirawan TNI TUGAS pokok TNI menurut undang-undang, adalah menyelamatkan bangsa, menyelamatkan keutuhan wilayah dan menyelamatkan kedaulatan NKRI. Untuk melaksanakan tupoksi ini, dilaksanakan dengan Sistim Pertahanan Rakyat Semesta atau Sistim Pertahanan Semesta. Sistem pertahanan semesta dilaksanakan dengan strategi berlapis, antara sistem pertahanan militer dan sistem pertahanan nirmiliter. Untuk menghadapi ancaman militer, sistem pertahanan militer di depan, sistem pertahanan nirmiliter membantu dibelakang. Demikian sebaliknya, menghadapi ancaman nirmiliter, sistim pertahanan nirmiliter di depan, sistem pertahanan militer membantu di belakang, artinya TNI membantu sistem pertahanan nirmiliter. Negara adidaya bila berperang melawan TNI, tidak perlu alat utama sistem senjata TNI ditembak/diserang, dibiarkan atau dicuekin, akan jatuh atau tenggelam sendiri, maklum alat utama sistem senjata banyak yang sudah tua. Jadi dalam melaksanakan tugas pokok TNI, hanya tinggal mengandalkan sistem senjata sosial, terutama kemanunggalan TNI dengan rakyat. Kebijakan rezim saat ini, banyak menimbulkan ancaman nirmiliter yang berakibat bubarnya NKRI. Sebagai contoh kebijakan investasi di Rempang Galang yang dilaksanakan dengan arogan, tidak sesuai nilai-nilai luhur Pancasila, tidak sesuai dengan visi misi NKRI yang terdapat dalam pembukaan UUD 45, akan menimbulkan kebencian rakyat, akan menimbulkan konflik vertikal dan konflik horizontal secara masif di seluruh wilayah NKRI, yang berakibat bubarnya NKRI. Tugas pokok TNI adalah menyelamatkan bangsa, keutuhan wilayah dan kedaulatan NKRI. Tupoksi TNI dilakukan dengan sistem pertahanan rakyat semesta, dengan mengandalkan sistem senjata sosial berupa kemanunggalan TNI dengan rakyat. Karena alat utama sistem senjata TNI, tak dapat diandalkan untuk melawan negara adidaya, karena dari segi kualitas dan kuantitas alat utama sistem senjata TNI dengan alat utama sistem senjata negara adidaya, tak seimbang. Pernyataan Panglima TNI, untuk menyelesaikan konflik Vertikal di Rempang Galang dengan \"MEMITING RAKYAT\" tidak disadari berakibat bencinya rakyat dengan TNI di seluruh wilayah Indonesia, kemanunggalan TNI dengan rakyat akan bubar. Pernyataan Panglima TNI, menunjukkan ketidakpahaman tentang Sistem Pertahanan Rakyat Semesta atau Sistim Pertahanan Semesta. Pernyataan Panglima TNI, menunjukkan ketidakpahaman tentang pentingnya menyiapkan Ruang, Alat dan Kondisi Juang dalam Sistem Pertahanan Semesta. Laksamana Yudo Margono masih merasa atau sedang mimpi jadi Kapten Kapal dengan Pangkat Kolonel, tak sadar yang bersangkutan sudah jadi Panglima TNI dengan pangkat Laksamana Bintang Empat. Bandung, Senin 18 September 2023.
Laksamana Yudo Margono Sebaiknya Mundur Sebagai Panglima TNI
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Merah Putih DALAM sebuah sejarah tercatat sosok Jenderal Sudirman dalam berjuang menegakkan kemerdekaan Republik Indonesia, apapun di korbankan, bahkan siap mati di medan perang, untuk kemerdekaan rakyat Indonesia. Perjuangan, kesetiaan dan pengabdiannya kepada bangsa dan negara tidak pernah mengenal menyerah, apapun resikonya . Bukti sejarah ketika itu hari Ahad, tanggal 19 Desember 1958, pagi pesawat tempur Belanda memuntahkan pelurunya ( bom ) menyerang Jogjakarta, membombardir lapangan terbang Maguwo . Pada sekitar pukul 07.00 pesawat Dakota Belanda mulai menerjunkan pasukan payungnya untuk menguasai lapangan terbang Maguo. Pada jam 08.00 Panglima Jenderal Sudirman mengeluarkan perintah singkat, isinya : \"kita telah diserang*. Pada pukul 09.00 pesawat RI yang mendarat dari Tanjung Karang beserta enam pesawat lainnya ditahan Belanda. Jenderal Sudirman selaku Panglima Besar meminta kepada Presiden di Istana Gedung Agung untuk bertindak. Yang terjadi justru membujuk, kata Presiden: \"Dimas tinggal saja disini bersama sama kami. Jawab P Dirman singkat: \"Wah tapi saya tidak bisa, saya tentara\". Di Istana saat itu ada dr. Asikin yang membisiki Kapten Cokro Pranolo \"Hij kant het niet halen\" ( jangan di bawa keluar, akan mati ). Lagi lagi dijawab singkat, P Dirman menolak \"tidak mungkin\" Saya akan memimpin gerilya dari hutan, lapor Pak Dirman kepada Presiden. P. Sudirman bisa lolos meninggalkan istana, sekalipun pasukan terdepan Belanda mulai mendekati Istana melalui pasar Beringharjo dan kantor pos. Saat itu Letnan Kenal Tobing diperintahkan Presiden Sukarno untuk membawa bendera putih kedepan kantor Pos \"tanda menyerah\" Kesatuan kecil Belanda masuk ke Istana ditemui Presiden, Wakil Presiden, Komodor Suryadarma, beberapa menteri ditahan kemudian dibawa ke Meguwo. Saat itu Jenderal Sudirman sedang sakit tetap pimpin perlawanan. Presiden meminta untuk tidak bergerilya, perintah tersebut ditolak. Didepan pasukannya Jenderal Sudirman mengatakan : \"Merz or zonder pemerintah\" (dengan atau tanpa pemerintah), TNI tak kenal menyerah , tetap akan menyerang Belanda. Jenderal Sudirman mengambil sikap dan keputusan sangat tepat pada saat yang kritis, dalam waktu yang sangat kritis, bahkan saat itu banyak hambatan, banyak pejabat negara takut dengan keputusannya. \"Bisa di bayangkan saat itu P. Dirman mengikuti kehendak Presiden dan mengibarkan bendera putih tanda menyerah sejarah Indonesia akan menjadi lain dan itu menjadi aib dalam sejarah TNI. Kekuatan Jenderal Sudirman saat itu bukan karana memiliki alutsista yang hebat. Kekuatannya adalah RAKYAT SEMESTA, mereka semua adalah pejuang \"Bumi Poetra\" . Dari sanalah lahir sesanti kekuatan TNI adalah bersatu dan menyatukannya TNI dan Rakyat Tidak ingin membandingkan jiwa besar, pejuang sejati Jenderal Besar Sudirman dengan Laksamana Yudo Margono sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI ), karena memang rasanya tidak boleh dan tidak layak dibandingkan. Saat memberikan perintah di depan para prajuritnya. Beliau telah memberikan instruksi piting warga Rempang yang ngeyel. Justru saat warga Rempang Galang (Melayu ) sedang berjuang mempertahankan tanah leluhurnya, dari penjajah gaya baru. Spontan sebagai rakyat terguncang sedih, tidak percaya bahwa itu terjadi. Tidak salah sebagian rakyat meminta segera introspeksi diri. Sekedar berkaca dari perjuangan Jenderal Sudirman, kalau setelah merenung ternyata itu perbuatan aib bagi TNI \"sebaiknya segera mengundurkan diri sebagai panglima TNI\". (*)
Stabilitas Terjaga, Civil Society Terlena!
Oleh Sutrisno Pangaribuan - Presidium Kongres Rakyat Nasional (Kornas) SALAH satu keberhasilan Presiden Joko Widodo (Jokowi) jelang sepuluh (10) tahun memimpin Indonesia adalah terciptanya stabilitas sosial dan politik. Aksi kritik organisasi mahasiswa (ormawa) maupun kelompok civil society lainnya seperti organisasi kemasyarakatan (ormas), organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), dan organisasi non pemerintah (ornop) kini sepi. Tidak ada lagi aksi sebesar aksi massa berseri dan berjilid seperti 411 dan 212 yang cukup merepotkan istana saat itu. Sementara aksi massa terhadap revisi UU KPK dan UU Cipta Kerja, meski cukup besar dan ramai, namun tidak bertahan lama, selebihnya hanya aksi biasa yang rutin, sekedar mempertahankan eksistensi organisasi. Ormawa dan kelompok civil society kini lebih asyik dengan agenda internal, dengan menggelar perhelatan seremonial berupa kongres, munas, rakernas dengan target maksimal: dihadiri presiden. Istana pun menyambutnya dengan menyesuaikan agenda presiden dengan berbagai agenda organisasi tersebut. Kehadiran presiden dalam kegiatan seremonial kelompok civil society pun dijadikan indikator keberhasilan menciptakan sejarah baru: dihadiri presiden. Akhirnya kelompok civil society yang diharapkan sebagai \"social control” terhadap kekuasaan pun berubah. Pergeseran nilai dari “pressure group” menjadi paduan suara memuja dan memuji penguasa, tidak dapat dihindari, laiknya relawan pemenangan. Sambutan maupun pidato yang sejatinya sebagai pernyataan sikap organisasi, berubah menjadi narasi puja puji plus deklarasi kesetiaan dan tegak lurus kepada presiden. Kekuasaan menjadi absolut karena para aktivis mahasiswa dan kelompok civil society cukup puas dengan berbagai fasilitasi kegiatan organisasi, dengan bonus remah- remah kekuasaan berupa komisaris BUMN dan komisaris anak maupun cucu BUMN. Demokrasi Berjalan Mundur Kondisi tersebut semakin ironis karena partai politik (Parpol) pun tidak mampu menawarkan ide, gagasan, dan program politik yang menarik. Parpol yang memiliki suprastruktur dan infrastruktur semakin mirip dengan organisasi relawan yang hanya manut kepada Jokowi. Pimpinan Parpol berlomba mendapat \"endorse\" dari Jokowi, termasuk para bakal calon presiden (bacapres) baik yang simetris maupun yang antitesa, ternyata tidak mampu \"menjaga jarak\" dengan Jokowi. Tagline keberlanjutan dan kesinambungan atau perubahan dan perbaikan sama sekali kering dari ide, gagasan, dan program politik yang jelas. Program politik sejumlah Parpol malah jadi lelucon, seperti program BPJS gratis, BBM Gratis, makan gratis, hingga himbauan segera menikah dan hamil, karena akan ada tunjangan bagi ibu hamil. Para elit Parpol yang frustrasi tersebut akhirnya menawarkan program- program yang tidak masuk akal demi meraih simpati dan dukungan publik. Gejala buruk juga terjadi pada proses rekrutmen penyelenggara Pemilu yang berlangsung secara nasional. Meski penyelenggara Pemilu tersebut dirancang sebagai lembaga yang bersifat nasional dan mandiri, namun pengaruh dan intervensi Parpol dan ormas sangat vulgar. Para komisioner penyelenggara Pemilu dari pusat hingga daerah harus memiliki afiliasi terhadap Parpol. Selain afiliasi terhadap Parpol, para penyelenggara Pemilu tersebut juga harus memiliki identitas atau afiliasi terhadap ormawa maupun ormas. Para komisioner harus melalui \"screening dan mendapat cap dari Kalibata\" dan Komisi II. Rekrutmen yang sejatinya independen, transparan, dan terbuka, sebagai salah satu buah reformasi yang diperjuangkan mahasiswa, menjadi eksklusif hanya untuk kalangan sendiri. Para tim/ panitia seleksi yang semula independen, melibatkan para akademisi dan praktisi murni, pun berubah sesuai selera Jakarta demi mengamankan kepentingan Parpol dan Ormas. Maka tidak berlebihan kalau proses rekrutmen penyelenggara Pemilu tahun 2024 menjadi yang terburuk pasca reformasi. Partisipasi Politik Rakyat Menurun Seratus empat puluh sembilan (149) hari jelang Pemilu, Rabu (14/2/2024) geliat pesta demokrasi rakyat belum terasa. Meskipun para elit politik berlomba menggelar akrobat dan dansa dansi politik, rakyat tidak antusias. Berbeda jauh dengan sepuluh (10) tahun yang lalu, saat Jokowi muncul sebagai bacapres. Rakyat secara partisipatif mengorganisir diri, membentuk relawan dan simpatisan. Bergerak secara kreatif dan mandiri dengan biaya sendiri, tanpa dikanalisasi dan dikomando Parpol. Bahkan saat itu, Parpol tidak berdaya menghadapi tekanan dan permintaan relawan untuk segera memberi kepastian terhadap pencalonan Jokowi. Euforia kerelawanan berubah pada Pemilu 2019, saat para elit relawan \"telah ikut\" menikmati remah- remah kekuasaan. Relawan bukan lagi gerakan rakyat, yang lahir dan tumbuh secara partisipatif, dari kerinduan dan harapan rakyat. Organisasi relawan kini tidak ada bedanya dengan Parpol yang ingin ambil bagian dalam kekuasaan. Kalkulator politik dihidupkan sejak organisasi relawan dideklarasikan. Peran dan partisipasi rakyat tidak lagi dibutuhkan untuk memenangkan pertarungan. Para pengusaha pun berhasil membangun tembok yang menjauhkan Jokowi dari rakyat. Akibatnya, kemenangan Jokowi di Pemilu 2019, tidak signifikan, meski telah berkuasa lima (5) tahun. Pemilu 2014 menarik saat rakyat bergerak untuk memenangkan Jokowi, dimana rakyat menjadi sutradara sekaligus menjadi aktornya. Parpol dan relawan bergerak bersama rakyat memenangkan pertarungan. Sementara jelang Pemilu 2024, Parpol dan relawan hanya sibuk mencari muka kepada Jokowi dan keluarganya demi memenangkan pertarungan. Pemilu 2014, semua tentang rakyat, sedang Pemilu 2024 seakan semua tentang Jokowi dan keluarganya. Akhirnya rakyat tidak memiliki peran apapun, selain jadi penonton akrobat politik para elit. Rakyat Penentu Kemenangan Meskipun para elit politik lebih memilih memunggungi rakyat, namun penentu kemenangan dalam Pemilu 2024 tetap rakyat. Maka siapapun yang meninggalkan rakyat, pasti akan ditinggalkan rakyat juga. Rakyat akan menghukum Parpol dan para calon yang mengabaikan partisipasi dan peran politik rakyat. Berdasarkan data KPU RI, partisipasi pemilih pada Pemilu 2014, sebesar tujuh puluh persen (70%), dan pada Pemilu 2019 sebesar delapan puluh satu persen (81%). Meski secara persentase naik, namun dari jumlah pemilih yang tidak menggunakan hak pilih justru bertambah. Jika mengacu pada data KPU RI, jumlah pemilih pada Pemilu 2019 mencapai 199.987.870 pemilih. Sementara yang menggunakan hak pilihnya 158.012.506 pemilih. Maka jumlah pemilih pada Pemilu 2019 yang tidak menggunakan hak pilihnya sebesar 41.975.364 pemilih. Hampir 42juta pemilih yang tidak berpartisipasi. Jumlah tersebut akan sangat menentukan jika akhirnya ikut dalam Pemilu 2024. Maka Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut: Pertama, bahwa Pemilu sebagai pesta demokrasi akan sukses jika rakyat terlibat secara partisipatif, hadir dan menggunakan hak pilihnya secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Maka kedaulatan rakyat harus menjadi alasan dan tujuan dari Pemilu. Kedua, bahwa Parpol dan para calon (presiden, legislatif, senator) harus menyampaikan secara terbuka terkait ide, gagasan, dan program politik kepada rakyat. Hal tersebut harus menjadi syarat utama dalam mewujudkan Pemilu yang berkualitas. Ketiga, bahwa Parpol dan para calon (presiden, legislatif, senator) harus menghindari semua praktik curang dalam Pemilu berupa pemberian hadiah atau janji dalam bentuk uang, sembako, atau bentuk lain yang dilarang. Jika ada Parpol dan para calon yang melakukan kecurangan harus didiskualifikasi dan kemenangannya harus dibatalkan. Keempat, bahwa KPU RI, BAWASLU RI, DKPP RI sebagai penyelenggara Pemilu harus bersikap dan bertindak netral dalam Pemilu. Penyelenggara Pemilu harus memastikan bahwa pertarungan politik dalam Pemilu sebagai pertandingan yang fair dan adil bagi semua peserta Pemilu dan rakyat sebagai pemilik hak pilih. Kelima, bahwa pemerintah beserta seluruh jajarannya, baik ASN, TNI, Polri harus fasilitator Pemilu yang netral terhadap semua Parpol dan calon. Pemerintah harus memastikan bahwa Pemilu sebagai pesta demokrasi yang menghadirkan kegembiraan bagi seluruh rakyat. Pemilu 2024 akan sebagai pesta demokrasi yang berkualitas yang menghadirkan sukacita dan kegembiraan jika semua pihak menjunjung tinggi prinsip demokrasi, yakni dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. (*)
Demokrat, Berhentilah Meratap
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dab Pemerhati Bangsa Move on. Ini nasehat yang tepat buat Demokrat. Dinamika politik mesti dihadapi dengan sikap yang matang. Bukan dengan memelihara kemarahan. Agus Harimurti Yudhoyono atau populer orang menyebut AHY, adalah anak muda dan kader masa depan Demokrat. Smart, pembawaannya tenang dan punya kharisma. Peluangnya cukup besar untuk menjadi pemimpin bangsa di masa depan. Meski popularitasnya ditopang oleh ayahnya yang seorang presiden, tapi ia mampu membawa diri untuk tampil di panggung politik secara elegan. Jangan rusak nama AHY dengan kemarahan yang tidak perlu. Selain nama AHY yang akan rusak, elektabilitas partai juga akan makin hancur. Berhenti komentari Anies dan koalisinya. Ini langkah yang tidak taktis. Demokrat mengusung narasi perubahan. Klop dengan Anies. Jadilah \"Koalisi Perubahan\". Takdir belum menyandingkan keduanya. Jangan ditutup kesempatannya. Masih ada pilpres 2029. AHY butuh rekam jejak. AHY butuh pengalaman dengan mengambil peran tertentu di pemerintahan. Lima tahun itu cukup. Dengan Anies, AHY punya titik temu di \"semangat perubahan\". Spirit ini tidak cocok jika Demokrat bergandengan dengan Prabowo maupun Ganjar. Kedua kandidat ini tidak memilih \"perubahan\" sebagai narasi kempanyenya. Perubahan bukan menjadi program mereka. Jadi, tidak pas jika Demokrat yang kuat narasi perubahannya kemudian bergabung dengan Prabowo atau Ganjar. Apa kata dunia? Juga harus disadari oleh Demokrat, perubahan itu hanya bisa direalisasikan oleh pengelola negara. Untuk bisa mengelola negara ya harus menang di pilpres. Untuk menang di pilpres ya harus punya tiket. Di KPP, Demokrat mendesak Nasdem menyetujui Anies-AHY. Nasdem menolak. Kalau dipaksakan, ya gak dapat tiket juga untuk maju. Kalau gak maju, ya gak akan menang. Kalau gak menang, ya gak bisa melakukan perubahan. Syarat untuk melakukan perubahan itu punya tiket untuk ikut pilpres dan menang. Menyalahkan dan menyerang Nasdem bukan solusi. Jadi solusi kalau Demokrat cari partai lain pengganti Nasdem di KPP. Itu juga Anies tidak mungkin setuju meninggalkan Nasdem. Karena Nasdem adalah partai yang telah begitu banyak berkorban untuk Anies. Di sisi lain juga sulit bagi Demokrat menghadirkan partai lain jika Nasdem exit dari KPP. Dalam kebuntuan ini, Nasdem bertemu PKB. Lamar Cak Imin sebagai cawapres Anies. Jadilah ini barang. Itulah Dinamika politik. Dalam politik, kebuntuan itu hal biasa. Dan setiap kebuntuan pada akhirnya menciptakan peta baru dalam politik. Gak usah kaget. Gak usah kecewa. Gak usah marah-marah. Apalagi kemarahan yang didramatisir. Sudah bukan waktunya lagi menggunakan strategi \"playing the victim\". Gak efektif lagi. Move On dan kembali ke KPP itu jauh lebih menguntungkan secara politik, dari pada sibuk memproduksi kegaduhan. AHY tidak cocok dibranding dengan strategi kegaduhan. Jakarta, 17 September 2023
Said Iqbal dan Muslihat Menarik Partai Buruh pada Pilihan Irrasional
Oleh: Ady Amar - Kolumnis ANIES Baswedan dipastikan tidak dipilih dalam Pilpres, kata Said Iqbal, Ketua Umum Partai Buruh. Sebab tidak amanah, ujarnya. Karenanya ia, dan partai yang dipimpinnya, tidak akan memilihnya dalam Pilpres 2024. Itu keputusan berdasar rapat presidium, Senin (11 September). Jika ditilik alasan mengapa Partai Buruh menolak memilih Anies dalam Pilpres, sungguh tampak mengada-ada. Penolakan yang sama sekali tidak punya korelasi bisa disambungkan dengan kepentingan buruh, tapi tidak pada kepentingan elite partai. Anies tidak amanah, itu karena bersama NasDem secara sepihak meninggalkan Partai Demokrat dan PKS kala menggandeng PKB. Inilah alasan yang dipakai. Alasan ala kadarnya yang ditarik untuk menguatkan pilihan dengan tidak memilih. Katanya, \"Kawan-kawan buruh berpendapat belum jadi presiden saja sudah tidak amanah. Kawan seiring sejalan, dari berita-berita yang kami dapat, ditusuk dari belakang. Itu belum jadi presiden, apalagi jadi presiden.\" Alasan tidak memilih Anies dengan mencatut dinamika yang terjadi pada Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP), itu terkesan dibuat sekenanya. Patut jika lalu disebut muslihat layaknya buzzer, yang coba menggiring opini dengan tidak sebenarnya. Muslihat yang dikesankan, bahwa tidak memilih Anies itu benar-benar suara buruh, meski hanya berdasar pada sesuatu yang tak berhubungan langsung dengan kepentingan buruh. Said Iqbal dan \"kawan-kawan buruh\" yang disebutnya itu benar suara buruh, pastilah itu melihatnya dari satu sisi. Lalu serta merta sekenanya melabeli Anies/NasDem sebagai \"pengkhianat\" dan \"menusuk dari belakang\". Hujjah yang disampaikan Said Iqbal itu jika tidak benar pastilah pada saatnya akan terkoreksi oleh kalangan buruh sendiri. Mengoreksi apa yang tidak sebenarnya. Dinamika yang terjadi pada KPP, itu mestinya dilihat utuh. Tidak melihat sepenggal yang asal-asalan, sekadar menyudutkan Anies/NasDem, yang sama sekali tak punya korelasi dengan kepentingan buruh. Yang tampak sikap ketidakdewasaan sebagai sebuah partai, atau lebih pada personal Said Iqbal yang gagap mengelola partainya. Memimpin sebuah partai apa pun itu, jika tidak bekerja untuk kepentingan konstituennya, maka keberadaannya tidak lebih sebagai tangga panjat para elite untuk meraih posisi politis di pemerintahan. Muncul kalkulasi pragmatis, siapa yang dalam pandangannya akan memenangkan kontestasi Pilpres, itu yang didukung. Dalam konteks Partai Buruh, meskipun rekam jejak kandidat capres yang didukung tidak \"bersahabat\" dengan kalangan buruh--jika mengikuti alur pikir Said Iqbal--itu seperti tidak jadi pertimbangan. Partai Buruh pastilah tidak identik dengan pilihan buruh secara keseluruhan. Buruh yang beragam tingkat pendidikan dan aspirasi politiknya, punya parameternya sendiri dalam menentukan siapa yang akan dipilih di Pilpres mendatang. Pilihan yang tidak dipengaruhi pihak lain. Di samping itu, rekam jejak capres akan jadi pertimbangan utama untuk dipilih. Anies saat menjadi Gubernur DKI Jakarta, dianggap kepala daerah yang paling memanjakan kawan buruh. Tuntutan buruh selalu diapresiasi dengan baik. Semua bisa terlihat dari rekam jejak yang ditinggalkan, mustahil terhapus. Kecenderungan Said Iqbal membawa Partai Buruh mendukung salah satu kandidat capres tertentu, itu sudah terlihat jauh-jauh hari, di mana Said Iqbal mempertontonkan satu adegan tak selayaknya, yang diingat publik. Sebagai ketua umum partai, ia tak perlu sampai merendahkan marwahnya, itu saat dalam satu kesempatan ia sampai perlu nyosor mencium tangan Ganjar Pranowo. Setelah \"sosoran\" itu jadi bahan tertawaan publik, Said Iqbal sampai perlu klarifikasi pembelaan dengan bawa-bawa ajaran orangtuanya, yang mengajarkan etika, agar mencium tangan pada orang yang lebih tua. Katanya, itu hal yang biasa ia lakukan. Tapi khalayak melihatnya bukan pada etika personal seorang Said Iqbal, tapi kepatutan sebagai ketua umum partai yang tidak selayaknya melakukan hal demikian. Pantas jika semua menilai sebagai hal tak wajar. Karenanya, menampik Anies Baswedan untuk tidak dipilih Partai Buruh pada Pilpres 2024, itu menjadi hal wajar, jika menilik hubungan Ganjar-Said Iqbal. Tidak dipilih Partai Buruh, tentu itu tidak identik dengan suara buruh keseluruhan. Bisa dilihat adanya dukungan dari serikat buruh Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) di bawah kepemimpinan M. Jumhur Hidayat. KSPSI secara resmi mendeklarasikan dukungan untuk Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, sebagai bakal pasangan capres-cawapres 2024. Dukungan KSPSI itu terjadi setelah hasil Rakernasnya, yang dihadiri 1.200 perwakilan serikat pekerja dari berbagai wilayah di Indonesia. KSPSI memiliki sekitar 4,6 juta anggota, dan merupakan salah satu organisasi buruh terbesar di Indonesia. KSPSI memilih Anies-Muhaimin dengan melihat rekam jejak keduanya. Rekam jejak saat Anies menjadi Gubernur DKI Jakarta, dan Muhaimin yang sangat berjasa pada nasib buruh saat menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Meski di satu pihak--Said Iqbal dengan Partai Buruh--menarik gerbong partainya pada pilihan irrasional dan itu pragmatis, tapi pada saat bersamaan ada pihak lain tak kalah mentereng dengan kekuatan massa riil--KSPSI--menarik gerbongnya memilih Anies-Muhaimin dengan melihat rekam jejaknya. Suara buruh di tahun politik selalu ditarik ke sana kemari oleh kepentingan, yang boleh jadi tak berpihak pada nasibnya. Maka, semua akan ditentukan oleh pilihan personalnya-- _one man one vote_--dengan melihat latar belakang capres-cawapres yang dimunculkan, mana yang layak dipilih. Tentu memilih berdasar parameter rasional, dan itu rekam jejak yang ditinggalkan. Rekam jejak kandidat yang ada, itu potret yang terlihat. Bisa jadi acuan siapa yang pantas dan layak dipilih dalam Pilpres 2024, atau sebaliknya, yang tak pantas untuk dipilih. Nasib buruh memang ditentukan oleh pilihan personalnya, ditentukan oleh pilihannya sendiri.**
Rempang Diserang, Bantuan Datang, Jokowi Tumbang
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan Kesewenang-wenangan tidak boleh ditoleransi meski dengan alasan apapun. Pemerintah tidak diberi hak untuk menjalankan kemauan sendiri atau kelompoknya. Apapun keadaannya, kita sudah sepakat bahwa rakyat itu yang berdaulat. Meminggirkan apalagi membuang kedaulatan rakyat adalah penghianatan atas kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara. Jika kedaulatan telah dirampas maka rakyat boleh bergerak untuk merebut kembali hak itu. Negara demokrasi harus ditegakkan sedangkan tirani, oligarki dan aneksasi harus dihabisi. Penggusuran, pengosongan atau pengusiran masyarakat etnis Melayu Rempang adalah bukti dari tirani, oligarki dan aneksasi. Tirani \"raja\" Jokowi, oligarki rezim, dan aneksasi kolaborasi Xi Jinping dan Jokowi. Pulau Rempang potensial untuk direbut China. Melalui kerja Tomy Winata pengusaha keturunan China. Proyek \"Rempang Eco City\" yang merupakan keputusan politik berbasis kepentingan bisnis dipaksa menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Kepmen 7 tahun 2023 bulan Agustus 2023 sepulang Jokowi dan rombongan diundang Xi Jinping untuk menandatangani \"kerjasama berbahaya\" di bidang kesehatan, pertanian, industri dan \"penyerahan\" IKN akhir Juli 2023. Rempang menjadi \"pilot project\" yang bersyarat \"clear and clean\". Menggusur penduduk asli Melayu adalah konsekuensi hukum, politik dan ekonomi yang kemudiannya menjadi boomerang bagi Jokowi. Pasukan bersenjata disiapkan untuk, dalam bahasa masa kolonial, menumpas pemberontakan. Ratusan Brimob dan ribuan TNI disiagakan untuk bergerak. Secara emosional dan di luar nalar kenegarawanan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono memberi pengarahan \"kesiapan tempur\" menuju Rempang. Lucu sekali aparat ini, betapa serius dan gagah menghadapi rakyat sendiri tetapi \"melempem\" dan \"banci\" dalam menghadapi KKB Papua. Jika \"Panglima Tertinggi\" Jokowi sudah memberi perintah sekurangnya restu bagi penyerangan atas etnis Melayu di Rempang maka Jokowi telah mengambil putusan strategis dari dua pilihan \"menjaga keberadaan etnis Melayu\" di lokasi Rempang atau \"memenuhi kerjasama dan kemauan China\". Pilihan kedua artinya perintah perang. Rempang bersiap untuk diserang. Rakyat pribumi di seluruh Indonesia tidak boleh menyerahkan \"sejengkal tanahpun\" kepada China. Sukses Rempang dapat menjadi awal menuju penguasaan atau penaklukan IKN Kalimantan oleh China. Hal itu telah masuk dalam MoU Chengdu Jokowi-Xi Jinping 2023 khususnya butir 5 dan 7. Dua hal yang mungkin menjadi respons jika Rempang diserang \"attact directed\" dan \"civilian population\" dipaksa digusur atau diusir yaitu pertama, rakyat daerah lain akan datang membantu perjuangan etnis Melayu di Rempang. Kedua, sumber masalah yakni Jokowi harus tumbang. Jika ada program strategis nasional, maka tumbangnya Jokowi adalah program \"strategis nasional\" untuk membebaskan rakyat dari aneksasi dan invasi China. Tangan penguasa dan pengusaha komprador harus dipotong. Tumbangnya Jokowi adalah alif ba ta solusi bangsa. Perbaikan dan pemulihan untuk membangun kemandirian serta mengembalikan kedaulatan rakyat. Penyelesaian tidak bisa bersifat parsial atau tambal sulam harus disepakati \"konsensus nasional\" baru yang berbasis kemurnian Ideologi dan Konstitusi. Sungguh pencemaran atas keduanya sudah sangat luar biasa terjadi selama Indonesia berada di bawah \"rezim investasi\" Jokowi. Rempang dapat menjadi blunder Jokowi dengan melakukan pelanggaran hak asasi. Rempang adalah akhir buruk dari warna kekuasaan Jokowi yang faktanya memang tidak berprestasi dan tidak berkualifikasi. Terlalu banyak halusinasi dalam memenuhi ambisi. Ujungnya basa basi, ambivalensi dan lari sembunyi dari aspirasi para peserta aksi. Jokowi memang sedang panik dan frustrasi. Karenanya mulai main ancam. Tetapi semakin keras tindakan terhadap etnik Melayu di Rempang maka semakin cepat Jokowi tumbang. Meskipun ia dan kroni berlindung habis pada negara komunis China, Melayu Rempang tetap menang. Bandung, 17 September 2023.