OPINI
Demokrat dalam Jebakan PDIP?
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Selama 19 tahun hubungan Mega-SBY renggang. Mega \"merasa dikhianati\" ketika SBY nyapres 2004. Entah ada pembicaraan atau perjanjian apa di antara mereka berdua. Luka Megawati seperti begitu dalam. Kalau hanya nyapres, tentu itu hak SBY. Setiap warga negara, termasuk SBY, berhak untuk nyapres. Megawati tidak ada hak melarang, apalagi menghalang-halangi. Saat itu, Magawati meskipun sebagai penguasa, tidak tampak sedikitpun menghalang-halangi SBY. Megawati tidak menekan ketum-ketum parpol untuk menghalangi SBY nyapres. Megawati juga tidak menggunakan aparat untuk kriminalisasi SBY. Megawati pun tidak menggunakan instrumen kekuasaannya untuk mencurangi SBY. Dan akhirnya, Megawati kalah dari SBY dan menerima kekalahannya itu. Tapi, kenapa hubungan keduanya tampak begitu buruk, bahkan selama 19 tahun? Tanyakan kepada mereka berdua. Ada pembicaraan khusus apa atau perjanjian apa diantara mereka berdua. Atau biarkan saja keduanya menyimpan rahasianya. Suasana batin inilah yang kemudian dinarasikan oleh Hasto Kristianto: PDIP tidak mungkin berkoalisi dengan Demokrat. Hasto paling tahu dan merasakan suasana batin Megawati. Namanya juga Sekjen. Kali ini, luka sejarah itu mencoba diobati. Ah, emang benar begitu? Mega-SBY mau islah? Lupakan semua peristiwa yang pernah terjadi di pilpres 2004? Tidak sesederhana itu! Ada agenda yang diprakarsai \"entah oleh siapa\" untuk mempertemukan Puan Maharani dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Tujuannya? Bujuk Demokrat gabung koalisi dengan PDIP. Apa kompensasinya? AHY jadi cawapres Ganjar. Ah, masak? Pertama, apa untungnya Ganjar ambil AHY sebagai cawapres? Masuknya AHY tidak memberi tambahan elektabilitas secara signifikan bagi Ganjar. Kedua, apakah Megawati setuju AHY jadi cawapres? Kabarnya, Megawati menginginkan cawapres Ganjar dari kalangan ulama. Ketiga, masuknya AHY ke kubu Ganjar akan semakin mendorong Jokowi untuk memperkuat barisan Prabowo, dan hengkang dari Ganjar. Ini akan menjadi kerugian besar bagi PDIP. Kritik pedas SBY dan AHY terhadap Jokowi dalam beberapa kasus telah menjadi catatan serius bagi Jokowi. Jokowi lahir dan dibesarkan di Jawa. Sebagaimana unumnya orang Jawa, memori tentang siapa kawan dan siapa lawan sangat kuat di kepala. Di kepala Jokowi, siapa SBY dan AHY telah tercatat begitu jelas. Apalagi jika mengingat kembali pilpres 2019 lalu. Apa itu? Tanyakan kepada aktornya. Dari pertimbangan banyak sudut, hampir tidak mungkin AHY dipinang jadi cawapres Ganjar. Banyak rugi dan risikonya dari pada untungnya. Lalu, apa tujuan dimunculkannya ide AHY cawapres Ganjar? Publik membaca, ini boleh jadi adalah jebakan. Demokrat dijebak agar keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Kalau perangkap jebakan ini masuk dan Demokrat keluar dari KPP, maka ada dua keuntungan. Pertama, KPP kehilangan satu partai. Ini akan menyulitkan bagi KPP untuk mencari pengganti Demokrat. Meski tidak secara otomatis menjadi ancaman bagi Anies Baswedan untuk maju sebagai capres. Karena, politik itu dinamis. Masih empat bulan lebih waktu menentukan koalisi. Peluang untuk melengkapi 20% Presidential Threshold akan selalu terbuka. Kedua, bisa membuat Demokrat jadi gelandangan politik. Masuk koalisi sana sini, mungkin bisa juga diterima. Tapi bergaining powernya akan sangat lemah. Tawaran PDIP ke Demokrat juga bisa menjadi alat tekan Demokrat ke KPP agar AHY ngotot jadi cawapres Anies. Mungkin PDIP memiliki kalkulasi bahwa pasangan Anies-AHY lemah, sehingga perlu didorong untuk maju berpasangan dan lebih mudah dikalahkan. Kita lihat, apakah Demokrat akan masuk jebakan PDIP? Jakarta, 14 Juni 2023
Ubed Cabut Pengaduan KPK Kasus Gibran-Kaesang?
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan PERTANYAAN dari judul diatas berhubungan dengan pandangan atau upaya yang dilakukan Adhie Massardi untuk melobbi rekannya Ubedilah Badrun agar mencabut pengaduan ke KPK atas dugaan korupsi Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep. Alasannya adalah bahwa gonjang-ganjing politik Jokowi selama ini berpotensi membahayakan demokrasi. Menurutnya episentrum dari gonjang-ganjing itu adalah pengaduan anak Presiden oleh aktivis pergerakan kampus ke KPK. Adhi berharap bila pencabutan dilakukan maka Jokowi bisa legowo meninggalkan Istana dan kembali ke Solo. Pemilu 2024 dapat berlangsung bebas, jujur dan adil. Pandangan Adhie Massardi ini dinilai terlalu menyederhanakan masalah dan kurang tepat, karena : Pertama, pengaduan Ubedilah Badrun bukan bersifat pribadi apalagi sentimen atau berdasarkan kebencian, akan tetapi berangkat dari kepentingan publik. Dugaan korupsi Gibran-Kaesang menurut Adhi sendiri \"data, fakta dan dokumen hasil penelitian Ubed atas kasus KKN anak-anak Presiden adalah tepat dan akurat\". Kedua, pengaduan Ubedilah Badrun bukan kasus perdata atau delik aduan (klacht delict) yang selesai dengan pencabutan. KPK yang telah menerima laporan berdasarkan \"data, fakta dan dokumen tepat dan akurat\" harus memprosesnya. Jika KPK menghentikan kasus, maka harus beralasan hukum apakah kasusnya bukan pidana atau memang kurang bukti. Bukan berdasar pencabutan dari pengadu atau pelapor. Ketiga, bila Ubed mencabut pengaduan kepada KPK maka akan berpengaruh terhadap integritas Ubedilah Badrun. Asumsi pengaduan adalah episentrum dari sikap membahayakan demokrasi Jokowi itu belum tentu benar. Demikian juga dampak pencabutan bagi langkah \"adil, jujur dan legowo\" Jokowi tidak memiliki jaminan dan kepastian. Yang pasti adalah rusaknya integritas seorang Ubedilah Badrun. Keempat, biarlah Gibran dan Kaesang ditunggu prosesnya di KPK hingga mendapat kepastian hukum. Bila ganjalannya adalah status ayah yang sebagai Presiden, maka pasca lengser nanti baik melalui Pemilu atau sebelumnya proses dugaan korupsi Gibran-Kaesang dilanjutkan. Kelima, jika episentrum sikap \"ngawur\" Jokowi adalah pengaduan Ubed, tentu menjadi tergambar karakter buruk Jokowi yang \"nepotism\" dan lemah menghadapi persoalan anak atau keluarga. Lebih mementingkan keluarga ketimbang negara. Tidak layak untuk menjabat sebagai Presiden, apalagi hingga selesai di tahun 2024. Jokowi bersama Gibran dan Kaesang telah terbaca oleh publik sebagai profil yang inkonsisten atau \"mencla-mencle\". Berita di bawah ini menjadi saksi. Media Indonesia September 2018 menulis \"Gibran Tak Tertarik Masuk Politik Maupun Timses\". Pada tahun yang sama Kumparan News mengutip ucapan Gibran \"Kasihan Rakyat Kalau Ada Dinasti Politik\". Tribun news : \"Jokowi : Anak Saya Tak Ada yang Tertarik Politik\". Dan Rmol.Id membuat judul \"Kaesang Mending Jadi Pengusaha Pekerjakan Banyak Orang Ketimbang Masuk Politik\". Biarlah anak-anak Jokowi menerima sendiri risiko dari pilihan kariernya di bidang politik termasuk menghadapi pengaduan dari Ubedilah Badrun ke KPK. Jika tuduhan tersebut hendak dibantah, mudah saja tinggal membuktikan. Begitu juga sebagai orang tua Jokowi mesti memberi contoh kepada putera-puteranya agar selalu bersikap jujur, adil, amanah dan tidak korup. Bandung, 14 Juni 2023
Negara Kembalilah ke UUD 1945
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih KAJIAN Politik Merah Putih merespons sinyal akhir akhir ini ada sayup-sayup makin jelas Ketua Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, bangkit kembali semangatnya untuk perjuangan negara harus kembali ke UUD 45. Semangat untuk kembali ke UUD 45 adalah rintihan dan tangisan rakyat Indonesia, setelah sekian dekade di berlakukannya UUD 2002, negara makin mendekat ke jurang kehancurannya. Kajian Politik Merah Putih meyakini bahwa fakta sejarah setelah UUD tahun 1945 yang pertama kali ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 telah diubah dengan munculnya UUD 2002, otomatis telah mengubah jalannya sistem ketatanegaraan dan mengubah praktek penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Muatan dalam UUD 2002 secara politik, ekonomi, sosial, budaya, dan hukum serta pertahanan dan keamanan telah bergeser menjauh dari tujuan negara sesuai pembukaan UUD 45. Fakta menunjukkan berdasarkan kajian hukum normatif UUD 45, hasil amandemen 2002 itu sendiri tidak konsisten dan tidak koheren dengan Pancasila dan tertib hukum Indonesia (Prof. Dr. H. Kaelan, M. S. - 2022). UUD 2002, merupakan hasil amandemen tidak ada hubungannya dengan revolusi perjuangan bangsa 17 Agustus 1945, melainkan mengganti (renew) UUD 45. merupakan kebohongan pada seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai Pancasila serta asas-asas \"staatsfundamentalnorm\" telah dimarjinalkan dan digantikan dengan \"filosofi liberalisme, individualisme dan pragmatisme\". Penggantian filosofi sampai penggilas dan mengabaikan tujuan negara untuk melindungi seluruh tumpah darah dan seluruh rakyat, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam proses amandemen UUD 2002, pasal pasal UUD 45 yang diubah/diganti hampir 95 %, terutama menyangkut substansi pasal pasalnya. Maka sejarah konstitusi dan ketatanegaraan Indonesia hal ini bukanlah amandemen melainkan mengganti konstitusi (Prof. Dr. H. Kaelan, M. S. - 2022). Pemberlakuan UUD 2002 merupakan penggantian norma fundamental negara, sama halnya dengan pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Upaya Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, AA La Nyalla Mahmud Mattalitti yang muncul kembali menggelorakan kembali ke UUD 45, layak kita apresiasi. Kajian Politik Merah Putih mendesak tanpa tawar menawar, lembaga negara Majlis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, harus menyadari kewajiban mutlak negara kembali ke UUD 45. Bersamaan dengan semangat seluruh kekuatan rakyat Indonesia, bergerak bersama, negara harus segera dan secepatnya kembali ke UUD 45. Dengan tidak boleh ada intervensi Presiden Jokowi dan kekuasan lainnya yang mencoba ingin menggangu dengan perpanjangan masa jabatan dan bargaining licik lainnya. Politik licik semacam itu harus di hancurkan dan dimusnahkan. *****
PK Moeldoko: Merobek Rasa Keadilan, Memasung Kehendak Rakyat
Oleh Laksma TNI Pur Ir Fitri Hadi S, MAP - Analis Kebijakan Publik Pasca Partai Demokrat mendeklarasi Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden, bergabung dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan atau KPP, Moeldoko Jenderal TNI Purnawirawan Kepala KSP mengajukan PK ke MA. Permohonan PK Moeldoko Senin, 15 Mei 2023 adalah upaya hukum ke 17 terkait upaya untuk mengambil alih Partai Demokrat. Apakah tujuan yang hendak dicapai oleh Moeldoko atas upaya hukumnya terhadap Partai Demokrat? Sebenarnya semudah membalik telapak tangan bagi Jenderal TNI Purn. Moeldoko untuk menjadi ketua partai, tidak sulit baginya membuat atau menggagas partai baru seperti yang dilakukan seniornya yaitu SBY dengan Partai Demokrat dan Wiranto dengan Partai Hanura serta Prabowo dengan Partai Gerindra. Bahkan si tua Amien Rais membuat 2 kali partai baru yaitu PAN dan Partai Ummat. Mengingat hal tersebut kemungkinanya ada tujuan lain yang lebih besar bagi Moeldoko Cs. Memiliki partai atau menjadi ketua umum partai bukanlah jalan satu satunya dapat dicalonkan sebagai Presiden. Anies tidak berpartai kenyataanya dicalonkan sebagai presiden oleh tiga partai, diperlukan ketokohan yang kuat dan track record atau rekam jejak yang baik untuk mendapatkan itu semua. Perlakuan Moeldoko terhadap Partai Demokrat justru dapat merusak nama baik karier militer dan politikinya selama ini, cukup banyak yang mengatakan sebagai copet atau begal partai. Banyak orang tahu bahwa karier militer Moeldoko dibesarkan SBY. Jabatan Kasad dan Panglima TNI disematkan pada Moeldoko oleh SBY. Namun kini 17 kali Moeldoko berupaya merontokan eksistensi SBY dan anaknya AHY, ada etika atau moral yang diabaikannya, bisa diibarat pagar makan tanaman. Upaya Moeldoko ini memang hak konstitusinya, tidak ada yang salah dengan upaya hukumnya, tapi penegakan hukum tidak sekadar menerapkan pasal pasal, tapi juga rasa keadilan. Mengingat hubungan Moeldoko dengan SBY di masa lalu dan mempertimbangkan PK Moeldoko kali ini adalah upaya hukum ke 17, upaya sebelumnya 16 kali kalah semua maka memenangkan PK Moeldoko kali ini sama saja dengan merobek rasa keadilan masyarakat. Tentu Moeldoko sudah memperkirakan pandangan masyarakat atas tindakanya pada Partai Demokrat dalam hal ini terhadap AHY dan SBY, tapi dia tetap mengambil langkah itu. Moeldoko sekarang orang dekat istana, tentu dekat pula dengan Presiden Jokowi. Dapat dikatakan semua yang dilakukan Moeldoko termasuk terhadap Partai Demokrat diketahui Jokowi. Hal ini dapat diartikan ada restu dari Jokowi yang berimplikasi pada pencapresan Anies Rasyid Baswedan. Pernyataan Presiden Jokowi tidak akan netral dan cawe cawe serta tidakan Jokowi mengendorse calon-calon Presiden selain Anies menunjukan upaya Moeldoko merupakan upaya menghambat atau memasung pencapresan Anies Rasyid Baswedan. Kedudukan dan soliditas Demokrat menjadi goyah, KPP pecah, maka Anies Rasyid Baswedan tidak akan dapat diusulkan menjadi calon presiden pada pilpres 2024 karena koalisinya tidak memcapai ambang batas atau Threshold. Keinginan rakyat untuk Anies jadi capres pada pilpres 2024 gagal, dijegal oleh segelintir orang yang saat berkuasa di negeri ini. Sebenarnya bila hak demokrasi rakyat Indonesia dihormati, biarkan Anies menjadi capres bersama capres-capres lainnya termasuk yang diendorse oleh Jokowi dan biarkan rakyat menentukan pilihanya tanpa dibatasi dengan All Jokowi Men. Mengapa pula takut kalah pada pilpres 2024 dengan pencapresan Anies yang selalu urut paling akhir dibanding Ganjar dan Prabowo pada setiap hasil survei? Sesungguhnya rakyatlah yang berkehendak sehingga ada yang mengatakan suara rakyat adalah suara Tuhan. (*)
Rezim Jokowi Akan Berakhir Tragis
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih REKAYASA sosial politik licik nyaris sempurna telah menampakan wajahnya dalam pengaturan politik bersifat horor dan teror. Para surveyor bersenyawa dengan buzer, menjadi tontonan harian sebagai boneka kecil, nampak berbaris rapi bertugas membutakan rakyat dengan memuntahkan data bohong dan bodong. Tekhnologi pun digunakan dan dimaksimalkan sebagai alat untuk melakukan manipulasi kebohongan yang bertujuan mengendalikan dan membelokan pikiran masyarakat harus sesuai misi rezim sesuai titah para Taipan Oligarki Rekayasa kegaduhan akan diciptakan membesar, merupakan teror pada masyarakat sebagai perangkap dalam sebuah rekayasa yang nyaris sempurna. Jokowi makin nanar alam pikirannya yang sudah terkondisi dengan berbagai bentuk politik licik terus berkelindan, kecenderungan meraih kekuasaan dengan mengoperasikan sarana pemaksaan dan ancaman kebencian (hate crime ). Komponen - komponen masyarakat diadu domba melalui berbagai macam fitnah dan isu, agar tidak pernah bisa menjadi kekuatan besar dan solid yang mampu meruntuhkan kekuasaan. Jokowi akibat bergerak dan bertindak hanya atas remote dari komando para Taipan Oligarki, Ia akan jatuh menjadi pemimpin gagap dalam menyelesaikan berbagai persoalan. Tidak menyadari keadaan dan proses politik yang hanya bersandar pada kekuatan di luar kapasitas dan kemampuan diri sendiri akan membahayakan diri dan kekuasaannya. Akan tiba saat dan waktunya koalisi Presiden lengkap dengan para menteri (pembantunya) dan semua lembaga lembaga negara yang selama ini dalam koptasi dan kendalinya akan terperangkap dalam permainan kekuasaan dipastikan akan sampai pada jalan buntu. Bersamaan dengan gelombang perlawanan rakyat makin membesar, menjadi gelombang tsunami, saat itulah para penguasa hanya ada dua pilihan bertahan dengan resiko diambil rakyat sebagai tawanan atau melarikan diri menjadi buron rakyat. Ahir dari akrobat politik ancaman kebencian (hate crime) akan berbalik arah menghantam dirinya ketika rakyat terpaksa harus mengambil alih kekuasaan dan kekuasaan Jokowi akan berahir tragis. Rakyat sudah bulat tekadnya bahwa kondisi politik saat ini sudah tidak ada pilihan untuk menormalkan kembali keadaan hanya ada satu pilihan \"PEOPLE POWER ATAU REVOLUSI\"
Komunikasi Yes, Koalisi No
Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa DEMOKRAT mau dicaplok melalui Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung. Hingga hari ini, ada keraguan, Demokrat jadi dicaplok atau tidak. Kalkulasi ledakan tentu jadi pertimbangan. Ini soal politik. Hukum yang ditunggangi politik, itu hal biasa di negara ini. Dicaplok, lalu meledak, ini akan berpengaruh pada nasib bangsa. Juga nasib para penguasa. Plan A, sepertinya gagal. Plan B mulai dimainkan. Ada yang tawari Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) jadi cawapres Ganjar. Bujuk AHY agar keluar dari koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP). Ini surga, tapi bisa jadi neraka. Surga, kalau tawaran itu benar-benar sampai pendaftaran. Lalu, Ganjar menang di pilpres 2024. Jika tawaran itu tidak sampai pendaftaran pilpres, ini akan jadi neraka. Seperti mengulang kasus pilpres 2019. Itulah PHP-politik. Akan selalu memakan korban di setiap pemilu. Anda pasti bertanya-tanya, siapa korban PHP di pilpres 2019. Silahkan cari informasinya. Jika AHY akhirnya daftar di pilpres 2024 sebagai cawapres Ganjar, tapi kalah, maka, dunia akan terasa jadi kiamat. Terlanjur distigma \"pengkhianat\", kalah lagi. Maju dua kali, kalah terus. Kalah di pilgub DKI 2017, lalu kalah di pilpres 2024. Sebelumnya, Hasto Kristianto, sekjen PDIP tegas mengatakan tidak akan mungkin PDIP berkoalisi dengan Demokrat, Nasdem dan PKS. Sekali lagi, tidak mungkin berkoalisi dengan tiga partai itu, termasuk Demokrat. Kalimat Hasto jelas dan tegas. Beritanya viral dan publik membacanya. Mendadak, AHY ditawari jadi cawapres Ganjar. Lalu, Puan Maharani ajukan proposal untuk ketemu AHY. Terus, apa makna dari kalimat Hasto Kristianto yang secara tegas mengatakan \"tidak mungkin PDIP berkoalisi dengan Demokrat?\" Beda kata, beda keputusan. Narasi Hasto masuk akal mengingat ada masalah psikologi yang cukup serius antara Megawati dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Megawati merasa dikhianati dengan pencapresan SBY di 2004. 19 tahun lalu. Dan selama 19 tahun hubungan Mega-SBY belum pernah membaik. Apakah tawaran ke AHY untuk menjadi cawapres Ganjar adalah manuver balasan PDIP kepada SBY? Demokrat masuk perangkap, lalu ditinggalkan begitu saja. Ini yang menjadi pertanyaan publik. Publik membaca bahwa tawaran agar AHY jadi cawapres Ganjar semata-mata adalah upaya menjegal Anies Baswedan nyapres. Itu saja. Demokrat tahu itu. SBY dan AHY juga sangat paham. Tawaran kepada AHY jadi cawapres rupanya dimanfaatkan oleh salah satu kader Demokrat untuk bermanuver. Tekan KPP untuk segera umumkan pasangan capres-cawapres. Apakah ini artinya Demokrat sedang menekan Anies umumkan AHY jadi cawapresnya? Kalau ternyata yang diumumkan jadi cawapres bukan AHY, lalu Demokrat keluar dari koalisi KPP? Bukankah ketum tiga partai sudah sepakat menyerahkan cawapres kepada Anies Baswedan selaku capres? Kenapa harus ada tekan menekan? Kenapa harus terus menerus ada manuver? Itulah politik. Jika komitmen menjadi dasar dalam bersikap, iman politik akan semakin kuat. Ini juga sekaligus akan memperkokoh koalisi dan lebih mudah untuk menggunakan energi menuju arena pertarungan. Satu kata: soliditas. Apapun godaan yang datang, dan akan bertubi-tubi disodorkan, idealnya koalisi akan tetap solid. Apalagi jika itu dipahami dan disadari sebagai sebuah jebakan, maka harusnya melahirkan tingkat kesolidan koalisi yang semakin tinggi. Setiap partai anggota koalisi punya ruang untuk melakukan komunikasi politik dengan partai dan tokoh manapun. Ini bagian dari dinamika yang tetap harus mendapatkan kesempatan dalam berdemokrasi. Satu hal yang harus menjadi prinsip jika koalisi ingin tetap utuh, bahwa komunikasi dengan partai dan tokoh manapun mestinya membuat koalisi semakin solid dan menambah kekuatan bagi koalisi. Ini bagian dari etika dalam menjaga komitmen koalisi, jika sungguh-sungguh ingin meraih kemenangan. Jadi, komunikasi Yes. Dengan siapapun. Tapi koalisi mesti tetap konsisten dengan apa yang telah ditandatangani. Ini berlaku bagi partai dan koalisi manapun. Di sini, para elit punya tanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada rakyat. \"Satunya kata dengan perbuatan.\" Ini sikap yang ideal untuk dijadikan referensi oleh rakyat. Sampai di sini, keteladanan elit menjadi sangat penting. Sekali lagi, \"keteladanan\" bukan \"pengkhianatan\". Jakarta, 13 Juni 2023
Mengibliskan Islam
Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) SALAH satu variabel yang mendorong rezim Jokowi berupaya keras menjegal Anies Baswedan nyapres adalah Islam. Ia dipersepsikan sebagai lokomotif yang akan menarik gerbong Islam, khususnya Islam konservatif, yang mengancam establishment. Bisa saja benar karena ia didukung kubu Islam. Yang tidak benar adalah asumsi bahwa ia akan menerapkan agenda Islam kalau nanti menjadi presiden. Hal itu bisa dilihat dari rekam jejaknya ketika memimpin DKI Jakarta. Ketika itu ia juga didukung kubu Islam tersebut. Melihat corak Islam Indonesia yang moderat, pudarnya daya tarik Islamis yang dapat dilihat dari kecilnya perolehan suara parpol-parpol berbasis Islam, dan pandangan serta sikap Anies selama ini, maka mustahil ia akan menerapkan syariah atau mendiskriminasi kelompok minoritas dan kaum sekuler. Karena hal itu berarti bunuh diri politik. Semua pihak yang waras tentu saja menyadari setuju dengan pendapat ini. Kendati melanggar konstitusi dan etika, cawe-cawe Jokowi didukung Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri, oligarki, dan sangat mungkin Cina. Bahkan juga Ketum PBNU KH Yahya Cholil Staquf yang membenarkan cawe-cawe Jokowi. Gus Yahya dikenal dekat dengan Israel, Cina, dan menganggap Al-Qur\'an hanyalah dokumen sejarah. Islam diibliskan (demonisasi) bukan lantaran kaum Muslim hendak menegakkan hukum syariah dengan membuang Pancasila, melainkan mereka dipersepsikan akan menghadirkan ancaman bagi status quo. Bagaimanapun, kekuatan-kekuatan anti-Islam mengingkari peran sejarah kaum Muslim dalam memerdekakan bangsa ini. Megawati memberi kesan kaum nasionalis pimpinan ayahnya-lah yang merupakan pemegang saham terbesar ketika mendirikan RI dan karena itu paling berhak menentukan arah perjalanan bangsa ini. Padahal, jauh sebelum nasionalisme memasuki kancah pergerakan nasional, Islam sudah menjadi kekuatan yang hidup, yang menggerakkan dan menyatukan berbagai kelompok Islam dalam mengejar cita-cita kebangsaan bersama. Dan kekuatan itu masih hidup sampai sekarang. Bahkan kemudian faktor Islam juga yang mendorong negara-negara Timur Tengah menjadi yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia. Pengakuan ini sangat strategis dan instrumental dalam kampanye Indonesia meraih pengakuan internasional. Memang pengalaman bersama sebagai bangsa terjajah memungkinkan munculnya ideologi kebangsaan yang diimpor dari Barat. Tapi Islamisasi atas nasionalisme yang dilakukan para pemuka Islam dan solidaritas antarumat Islam berbeda suku dan etnis di seluruh Nusantara-lah yg menjadi perekat esensiil bagi terbangunnya NKRI. Pancasila adalah dokumen simbol akomodasi Islam terhadap nasionalisme sekuler dan aspirasi kelompok-kelompok minoritas. Dengan kata lain, Pancasila adalah konsensus nasional, common platform, untuk mengejar tujuan berbangsa dan bernegara demi menghadirkan keadilan bagi semua komponen bangsa. Namun, hari ini pemerintah, parpol, ormas, dan elemen lain menempatkan Islam sebagai iblis yang mengancam eksistensi NKRI berlandaskan Pancasila. Bagaimana mungkin mereka yang ikut mendirikan negara ini hendak merobohkannya? Anies dipersepsikan ssebagai simbol kekuatan Islam itu, yang akan menggusur mereka yang sedanhg berkuasa. Demi menghempaskan Anies, Mega menyingkirkan dendam kesumatnya kepada Sby -- Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat -- dengan membujuk partai itu membangun koalisi bersama PDI-P yang telah mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal capresnya. Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ditawarkan posisi menggiurkan sebagai bakal cawapres Ganjar. Sangat mungkin kesediaan AHY membicarakan bakal capres-cawapres dengan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani hanya bertujuan menekan Nasdem untuk menerima AHY sebagai pendamping Anies. Manuver PDI-P mendekati Demokrat merupakan kejutan karena belum lama ini Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto menyatakan haram bagi partainya berkoalisi dengan Demokrat, Nasdem, dan PKS, yang tergabung dalam Koalisi Persatuan untuk Perubahan yang mengsung Anies. Ketidaksukaan Mega pada Islam dapat dilacak pada sejumlah pernyataan kontroversialnya terkait doktrin dan aktivitas sosial-politik Islam. Misalnya, ia pernah mempertanyakan adanya Akhirat. Ia juga secara gegabah menghubungkan stunting di kalangan anak-anak Indonesia dengan kegiatan pengajian ibu-ibu. Pernyataan seperti ini hanya mungkin datang dari orang yang merasa paling \"cantik\", \"kharismatik\", \"pintar\", dan perempuan \"terkuat\" yang masih tersisa di dunia. Lalu, Badan Pembina Ideologi Pancasila di mana Mega adalah Ketua Dewan Pengarah secara mengejutkan menyatakan agama adalah musuh Pancasila. Tentu yang dimaksud adalah Islam. Lebih jauh, PDI-P menginisiasi RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) dengan tdk memasukkan TAP MPRS XXV/Tanun 1966 tentang larangan ajaran Komunisme-Leninisme di seluruh wilayah RI sebagai konsideran. Ketika didesak agar TAP MPRS tersebut dijadikan konsideran, Hasto menyatakan setuju dengan syarat khilafah juga dilarang. Dus, jelas baik BPIP maupun HIP bertujuan mengendalikan kekuatan Islam sekaligus mengakomodasi tuntutan para keturunan eks anggota PKI yang dukungannya berperan besar dlm menjadikan PDI-P sbg partai besar. Jokowi juga berbagi keprihatinan dengan Mega. PA 212 pimpinan Imam Besar FPI Habib Rizieq Shihab yang menghadirkan jutaan orang di Monas dalam protes trerhad pernyataan pejoratif Ahok terkait Surah al-Maidah menyadarkan Jokowi tentang bahaya Islam bagi pemerintahannya. Sejak itu, Jokowi mengambil sejumlah langkah untuk menggembosi suara kelompok Islam konservatif. Atas saran Mega, Jokowi merekrut KH Ma\'ruf Amin, Ketum MUI yang berperan besar bagi keluarnya fatwa MUI terkait isu itu, sebagai wapresnya. Langkah lain, Rizieq dipenjarakan terkait pelanggaran protokol covid-19 dan FPI dibubarkan bersama HTI. Sebelmya terjadi insiden pembunuhan enam laskar FPI. Semua ini bertujuan menggembosi dan mengintimidasi kelompok Islam tsb. Ketakutan Jokowi trhdp kubu Islam ini sampai2 ia memperalat KPK, KPS Moeldoko, dan MA. MA dijadikan sandera KPK untuk mengabulkan PK Moeldoko. Selain itu, ia memerintahkan para pembantunya merayu, menekan, dan mengancam partai-partai yg mengusung Anies. Bahkan, setelah menjerat Menteri Kominfo Johnny G Plate asal Nasdem dalam kasus korupsi BTS, ia juga menghancurkan kerajaan bisnis Ketum Nasdem Surya Paloh. Tak sampai di situ. Ia berterus terang tak akan netral dalam pilpres. Dalam hal ini, ia hanya menyetujui dua pasang yang berkompetisi dalm pilpres: Ganjar dan Prabowo dengan pasangan masing-masing. Bagaimana pun, upaya penyingkiran Anies juga tak dapat dilepaskan dari legacy yang akan ditinggalkan Jokowi. Yang terpenting di antaranya adalah dinasti politik dan bisnis keluarganya. Ganjar atau Prabowo dibayangkan tak akan mengutak-atik KKN anak2 dan menantunya krn PDI-P dan Gerindra adalah pendukung Gibran Rakabuming dan Bobby Nasution meraih kekuasaan di Solo dan Medan. Kemudian, Jokowi berasumsi IKN akan dilanjutkan salah satu dari dua bakal capres itu krn PDI-P mendukungnya. Toh, ide awal pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan berasal dari Soekarno. Bila Anies menang pilpres, dikhawatirkan sejumlah legacy Jokowi yang bermasalah secara konstitusional atau berbahaya bagi eksistensi negara akan diungkit pemerintahan mendatang. Krn Jokowi menerabas konstitusi demi mencapai target politik, tentu saja ia menganggap penggantinya akan melakukan hal yang sama. Mungkin Mega juga khawatir kasus-kasus korupsi yang melibatkan sejumlah kadernya -- termasuk kemungkinan Puan, Hasto, dan Ganjar -- yang untuk sementara dipetieskan pemerintah diusut kembali. Lebih penting dari semua itu, pengaruh PDI-P di pemerintahan ditakutkan akan lenyap bila kelompok Islam berkuasa. Untuk menggembosi pendukung Anies, rezim Jokowi memelihara buzzerRp untuk menggonggong ttng bahaya radikalisme, intoleransi, dan politik identitas. Secara bodoh dan curang mereka menyatakan Indonesia bisa menjadi seperti Suriah bila kadrun berkuasa. Karena para buzzer adalah orang-orang. terdidik, tuduhan itu merupakan pelacuran intelektual. Tetapi oligarki dan Cina juga ikut bermain dengan menjadikan rezim Jokowi sebagai proksi. Ketakutan oligarki terhadap Anies didasarkan pada fakta bahwa ia menghentikan proyek reklamasi milik oligarki. Dan dia kekeuh pada keputusannya meski ditekan dan dibujuk dengan uang ratusan miliar rupiah. Orang seperti ini tentu saja berbahaya bagi kepentingan mereka meskipun sesungguhnya Anies tidak antipemodal. Yang mnejd sikapnya adalah soal keadilan sosial krn reklamasi merugikan lingkungan dan nelayan kecil. Melihat begitu strategisnya Indonesia dari sisi geopolitik, ekonomi, dan keamanan, tdk memungkinkan kita untuk mengira Cina hanya akan jadi penonton pilpres Indonesia. Pihak- pihak yang yang mengatakan Cina masuk ke Indonesia hanya membawa duit, bukan seperti AS yang suka mengobok-obok negara lain, merupakan propaganda menyesatkan yang dapat melemahkan ketahanan negara. Cina adalah negara raksasa yg berambisi menjadi adidaya tunggal menggantikan AS. Ia butuh pasar dan sumber daya alam kita untuk mendukung industri dalam negerinya. Juga ia butuh akses ke Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dalam konteks pengamanan jalur perdagangan dan persaingan dgn AS. Karena itu, mengendalikan Indonesia merupakan keniscayaan. Tetapi hal ini hanya mungkin kalau status quo di Indonesia bertahan. Dalam konteks ini, Anies dilihat sebagai tokoh yang berpotensi mengancam kepentingan Cina karena pendukungnya kritis terhadap perilaku Beijing di negeri ini maupun di Laut Cina Selatan. Dus, pengiblisan Islam dan mendelegitimasi Anies sebagai capres dimainkan oleh banyak pihak yang kepentingannya beririsan. Bisa saja Anies berhasil disingkirkan dari arena kontestasi pilpres. Tetapi yang untung bukan rakyat Indonesia, melainkan kekuatan-leluatan anti-Islam itu. Tangsel, 13 Juni 2023
Jokowi Pikiran Tesla atau Tela
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih Tesla (Bahasa Inggris) artinya Bersemangat, Bangkit kembali. (\"Kata ini menjadi nama penemu, fisikawan, teknisi mekanika dan teknisi listrik asal Amerika Serikat, yaitu Nikola Tesla\"). Pikiran seorang ilmuwan bisa saja akhirnya mewarnai lingkungannya bahkan bisa merambah pada level bangsa, negara dan mendunia menjadi semacam teori nempel dengan namanya. Apa yang ada dalam pikiran Tesla adalah cara melihat dan memahami alam dengan memakai level kuantum, bukan lagi dengan perspektif mekanika Newton. Sebuah cara membaca dan memahami realitas alam dengan perspektif yang lebih mendalam tentunya. Seperti yang disebut Tesla: Ada energi, frekuensi, vibrasi, maka substansi realitas bukan hanya materi seperti anggapan kaum materialis. Sebab di alam semesta materi berpasangan dengan energi (non-materi) dalam membentuk realitas alam. Dan itu (energi bervibrasi) bukan saja terjadi dulu saat bigbang, saat awal semesta tercipta, dan sekarang pun dibalik materi semesta komposisinya adalah tetap energi, frekuensi dan vibrasi yang membentuk mekanisme dilevel kuantum. Jadi eksistensi energi tersebut bersifat aktual. Ahirnya menggiring orang keluar dari ranah sains dan menuju wilayah metafisik, sesuatu di balik fisik, sebab bila bicara di balik itu semua maka yang ada dibalik semua adalah pikiran. Ya, pikiran adalah yang diamati dan didalami di ranah metafisika. Pikiran adalah sesuatu yang ada di balik fisik, bukan lagi suatu yang mekanismenya bersifat fisik. Kesadaran metafisik selalu saja terjadi pada para ilmuwan, seperti kisah Maurice Bucaille adalah salah satu ahli bedah terkemuka Prancis yang memutuskan masuk Islam setelah meneliti mumi Firaun. Dia terkejut dengan penemuan - penemuan selama meneliti penguasa Mesir kuno tersebut. Sekadar melayang membayangkan tidak bisa disandingkan atau disamakan dengan Tesla atau Maurice Bucaille dan para ilmuwan dunia, hanya sekelas Jokowi yang telah sampai pada puncak kekuasaan, apa yang dipikirkan semestinya memiliki pikiran yang minimal standar. Standar pikiran cukup bagaimana bisa mengatur negara. Ketika sebuah pikiran di bawah standar bahkan minus, jangankan bisa sebagai magnit perubahan dan kemajuan teknologi di Indonesia. Apalagi sampai masuk pada kecerdasan masuk pada metafisika, menjadi energinya kearifan diri memancar pada ranah kehidupan masyarakat Indonesia yang meyakini adanya Tuhan YME, yang terjadi justru angkara murka. Yang muncul justru kekacauan akibat pikiran yang diduga minus. Negara lain sibuk membuat rekayasa senjata nuklir - kita rekayasa menjual pasir. Pikirannya memang beda \"Potensi pikiran Tesla dan potensi pikiran Tela Jokowi.\" *****
Jokowi di Atas Angin atau Masuk Angin?
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih DAMPAK kerusakan dari manipulasi informasi politik makin parah. Dengan sasaran-sasaran bias bisa menimbulkan, ketakutan, kecemasan, benturan, pertengkaran, kekacauan dan perselisihan di masyarakat. Serbuan informasi yang mengesankan Jokowi presiden masih di atas angin, paling hebat, kuat, masih didukung rakyat, dengan manipulasi angka angka dukungan hasil survei rentalan yang fantastis, masif menyerbu masyarakat melalui media sosial. Dengan dukungan intelijen, untuk tugas mengamankan kekuasaan memiliki segala kemampuan selain merekam informasi, sering mengarang informasi hoak sebagai umpan, sekaligus menyebarkan kejahatan ganda menciptakan kepanikan , kebencian dan benturan di tengah masyarakat. Intelijen diintensifkan untuk merekam informasi, dampak dan respon pantulannya terus mengamati reaksi kekuatan lawan politik sebagai objeknya. Gaya kerja seorang intelijen untuk memantau, kadang memasang agen yang memposisikan diri untuk melemahkan psikologi lawan, mengganggu pikiran, sekaligus memetakan reaksi respon yang terjadi dalam dialog sasarannya. Kunci kerja profesional seorang intelijen untuk memperdayai dan mengendalikan sasarannya adalah kemampuan menangkap sinyal sinyal di bawah sadar seseorang atau banyak orang, yang mereka kirimkan seperti umpan seperti kalimat bahwa \"Presiden saat ini di atas angin\" agar sasarannya bereaksi sesuai alam pikirannya. Keadaan meminta kita lebih hati hati menyikapinya, ketika menyadari ada lawan dialog yang menyembunyikan sinyal aneh, dengan penuh kesadaran diri jadikan diri sendiri tak berbentuk, sulit dibaca dan sulit diramalkan. Berhati hatilah dengan mereka yang sedang meneliti kita. Jangan beri mereka informasi apapun atau balik beri mereka informasi semu. Mereka tidak akan bisa masuk menjadikan kita sasaran intelijen yang memiliki sasaran yang konyol. Kepala harus tetap dingin saat menerima kesan atau informasi tentang segalanya. Jangan takut dan membiarkan dirinya silau atau mabuk akibat kabar baik atau buruk. Ketakutan adalah emosi yang paling merusak bagi kehadiran pikiran, sering ketakutan merajalela pada apa yang belum di ketahui, berubah menjadi imajinasi liar. Ketenangan sikap dan tangguh mengendalikan emosi, seleksi setiap informasi dengan ketat adalah kekuatan akan menguasai keadaan dan akan menjadikan dirinya kuat untuk membalikan semua informasi hoak yang berbahaya. Akan melemahkan, ciut nyali, merubah menjadi pengecut dan perpecahan kekuatan perubahan yang sedang berjuang melawan rezim yang otoriter, dibayangi kesan dan virus yang disebarkan oleh para intelijen bahwa Jokowi di atas angin dan sulit untuk ditumbangkan . Fakta yang sedang terjadi Jokowi mulai masuk angin, puting beliung angin yang makin kencang, tekanan rakyat yang sedang meminta Jokowi turun atau diturunkan oleh rakyat.****
Menanti Undur Diri Jokowi
Catatan Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta Pagi-pagi seseorang japri begini. Assalamualaikum wrwb. Selamat pagi Prof. Mohon pendapat dan analisanya apakah Jokowi bisa jatuh di tengah jalan, mengingat pelanggaran yang dia lakukan. Kita tahu gerakan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi semakin masif sejak Jokowi menjabat di periode kedua presiden, lantaran pelanggarannya sudah melampaui batas. Belakangan ia dicap telah banyak melakukan abuse of power dengan mengintervensi alat negara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Masyarakat seakan tak kuasa menghentikan kelakuan Jokowi yang seenaknya membahayakan demokrasi dan masa depan ekonomi, politik, dan hukum Indonesia. Teranyar, KAMI (Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia) menyerukan agar masyarakat bergerak bersama memakzulkan Presiden, diikuti surat terbuka Mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana kepada DPR agar sebagai wakil rakyat memakzulkan Presiden. Mengapa sulit jatuh? Kalau jatuh akan seperti apa? Kalau tetap berkuasa akan seperti apa? Pelanggaran Jokowi sebagai Presiden RI sudah demikian banyak, baik pelanggaran secara konstitusional maupun secara moral yang antara keduanya tidak dapat dipisahkan. Di antara pelanggaran konstitusi Jokowi, pertama, persetujuannya atas pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung kerja sama dengan perusahaan swasta China. Molornya pengerjaan, dan membengkaknya pembiayaan berimplikasi pada penambahan utang, sehingga komitmen pertama pembangunan projek yang semula B to B diubah Jokowi menjadi B to G. Kedua, Jokowi telah menginisiasi pindah Ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan yang relatif tidak transparan sejak perencanaan, dan sekaligus kedodoran dalam pelaksanaan dan pembiayaan, hingga Presiden membuat peraturan-peraturan yang juga bertentangan dengan perundang-undangan. Ketiga, Jokowi telah tidak mengindahkan keputusan Mahkamah berkenaan dengan UU Cipta Kerja yang seharusnya direvisi, sementara itu Jokowi malah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja yang dinilai sebagai tindakan melawan hukum. Keempat, Jokowi melakukan pembiaran KSP Moeldoko melakukan pembegalan Partai Demokrat, yang menurut analisis Denny Indrayana, hal itu atas kehendaknya. Menurut Din Syamsuddin itu merusak demokrasi. Kelima, sekian banyak janji Jokowi yang tidak mungkin ditepati, seandainya ia bertahan sampai akhir jabatan 2024, bahkan jika ditambah satu periode lagi. Di antara janji-janji Jokowi yang oleh aktivis dalam sebuah demo disebut sebagai daftar berita bohong: 11.000 trilyun di saku, mobil ESEMKA laku 6.000 unit, stop utang luar negeri, persulit investasi asing, kabinet diisi profesional, tidak bagi-bagi jabatan, penguatan KPK, cetak 3 juta lahan pertanian, pertumbuhan ekonomi 8 %, dollar 10 ribu. Keenam, Jokowi cawe-cawe politik atas koalisi partai-partai dan pencapresan, yang semestinya selaku Kepala Pemerintahan bertindak sebagai penyelenggara sekaligus wasit pilpres, tetapi malahan ikut bermain habis-habisan. Permainan apa pun akan rusak bila wasit ikut bermain. Pada 6 Juni 2023 Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Lintas Propinsi mengeluarkan pernyataan keras agar rakyat bergerak memakzulkan Presiden. KAMI menyatakan, bahwa tindakan Jokowi sebagai Presiden aktif sekaligus Kepala Negara, cawe-cawe atau berpihak secara langsung, bahkan “ikut aktif” sebagai “timses” memenangkan Capres pilihannya telah melanggar Sumpah Jabatannya. Pada 7 Juni 2023 Denny Indrayana, mantan Wamenkumham, mengunggah surat di media sosial meminta DPR RI melakukan proses pemeriksaan impeachment (pemakzulan) kepada Jokowi. Denny menilai sikap Presiden Jokowi tidak netral dan terlalu banyak cawe-cawe untuk urusan Pemilu 2024 mendatang. Pelanggaran konstitusi yang dilakukan Presiden Jokowi itu berbahaya, sehingga layak dimakzulkan. Hak Angket DPR harus dilakukan untuk menyelidiki, apakah Presiden Jokowi menggunakan kekuasaan dan sistem hukum untuk menekan pimpinan partai politik dalam menentukan arah koalisi dan pasangan capres-cawapres? Radhar Tribaskoro, Komite Eksekutif KAMI menulis, ada dua sisi dalam setiap koin. Apakah seorang penguasa akan dikenang sebagai pahlawan atau penjahat tidak bisa ditentukan oleh dirinya sendiri. Penilaian itu merupakan resultante dari akumulasi semua respon yang akan terus berubah di sepanjang sejarah. Upaya Presiden Widodo untuk mengatur siapa yang meneruskan kekuasaannya agar dapat melanjutkan legacy-nya, adalah naif. Presiden baru tentu ingin membangun legacy-nya sendiri. Presiden baru pasti tidak mau melibatkan diri dalam suatu wacana yang ia tahu sangat problematik. Presiden Widodo tidak perlu khawatir. Semua legacy-nya yang baik pasti akan dilanjutkan oleh penerusnya. Apalagi bila legacy itu sudah mendapat legitimasi negara, atau telah menempuh prosedur ketata-negaraan yang selayaknya. Meneruskan kebijaksanaan pendahulu yang telah berhasil dengan baik adalah kewajiban kenegaraan bagi para penerus. Presiden Widodo justru akan memperoleh legacy yang sangat buruk bila terus beroperasi memoles, mendorong, dan memaksakan capres yang dikehendakinya. Tindakan-tindakan seperti itu membuatnya semakin tidak netral. Ia akan dituduh merusak pemilu dan menghancurkan demokrasi. Ketidak-netralan itu bisa menjadi jalan untuk memakzulkan dirinya. Pada 8 Juni 2023 para advokat, tokoh, dan ulama nasional, M. Amien Rais, Ahmad Khozinudin, Refly Harun, dan kawan-kawan membuat rekomendasi bersama menolak cawe-cawe Jokowi, menolak narasi politik identitas, dan kembalian kedaulatan di tangan Rakyat sebagai berikut. Pertama, menolak tegas sikap politik Presiden Jokowi yang ikut cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Semestinya, Presiden Jokowi fokus menjalankan tugas dan fungsinya sebagai Kepala Negara sekaligus Kepala Pemerintahan, tidak terjerumus masuk dalam kancah politik praktis dalam Pilpres 2024, yang dapat berujung chaos politik dan huru-hara di kalangan rakyat. Kedua, menolak narasi politik identitas yang substansinya adalah penolakan terhadap politik berdasarkan Islam, sekaligus menyayangkan maraknya politisasi Islam dalam Pilpres dan Pemilu di mana Caleg dan Capres hanya mengeksploitasi Islam untuk tujuan elektabilitas, padahal sikap politik dan cita politiknya bertentangan dengan Islam, bahkan memusuhi Islam. Ketiga, mendesak agar Presiden Jokowi mengembalikan kekuasaan di tangan rakyat dengan memberikan kemerdekaan kepada segenap rakyat untuk menentukan pilihan siapa pemimpinnya. Cawe-cawe yang dilakukan Jokowi hakekatnya adalah merampas ha katas kekuasaan dari rakyat untuk menentukan pemimpinnya. Keempat, mendesak Presiden Jokowi untuk bersikap netral, imparsial, dan adil untuk memberikan kesempatan kepada segenap putra terbaik bangsa untuk berkompetisi dalam Pilpres 2024 tanpa intervensi apa pun dari Presiden, baik dengan dalih demi masa depan bangsa, atau karena pentingnya Pilpres, atau dengan dalih apa pun juga. Cawe-cawe dalam Pilpres justru mengkonfirmasi ada kepentingan oligarki yang ingin diselamatkan Jokowi. Kelima, mengajak segenap elemen anak bangsa, baik dari kalangan advokat, tokoh, ulama, aktivis, mahasiswa, gerakan buruh tani dan nelayan, serta segenap elemen rakyat lainnya, untuk ikut secara aktif mengontrol jalannya pemerintahan, dan sekaligus memastikan tidak ada unsur-unsur intervensi politik dalam bentuk apa pun dalam kontestasi Pilpres 2024, dan agar tidak terjadi chaos politik dan huru hara di kalangan rakyat. Keenam, menghimbau kepada segenap elemen partai politik, kontestan politik, dan para politisi untuk ikut mengkontrol dan mengkritik kebijakan zalim Jokowi, baik melalui wakilnya di DPR maupun secara langsung melalui kadernya. Jangan sampai kezaliman Jokowi kepada rakyat didiamkan. Sebab, jika dibiarkan pada akhirnya partai politik juga akan menjadi korban kezaliman rezim Jokowi. Menurut Ichsanuddin Noorsy, cawe-cawe Jokowi adalah pre-emtive policy untuk tujuan pilpres curang. Cawe-cawe itu bagian dari strategi untuk memenangkan Pilpres, yang tentunya itu sama saja Pilpres didesain tidak adil, memihak, dan curang. Semestinya Presiden bertindak netral dan memberikan kesempatan yang sama kepada semua pihak untuk berkompetisi. Ahad, 11 Juni 2023 Ahmad Khozinudin memenuhi undangan Pak Mudrick Setiawan Malkan Sangidu pada perayaan ulang tahun Mega Bintang ke-26 di Solo. Dalam kesempatan tersebut ia menyampaikan beberapa pandangan sebagai berikut. Pertama, soal suasana kebatinan yang menghinggapi segenap elemen anak bangsa yang prihatin, cemas, dan gelisah sekaligus marah melihat kondisi bangsa yang kian terpuruk. Ada yang mendeskripsikan dengan bahasa halus melalui ungkapan \'Indonesia sedang tidak baik-baik saja\', tapi dalam sambutannya, Pak Mudrick Setiawan Malkan Sangidu mengungkapkan, “Indonesia dalam kondisi bobrok, rusak, kacau, dan itu disebabkan karena Jokowi.” Kedua, kesadaran kondisi faktual negeri ini dalam berbagai dimensinya. Politik, ekonomi, budaya, hukum, moral, kekayaan alam, kerusakan lingkungan, dan lain-lain. Apakah kita akan diam berpangku tangan setelah melihat berbagai kerusakan terjadi di ujung hidung dan mata kita? Ketiga, apakah solusi itu harus melalui Pemilu atau people power? Atau adakah jalan lain, melalui dakwah, misalnya? Sebagaimana Rasulullah SAW yang konsisten melakukan perbaikan dengan dakwah, hingga Allah SWT turunkan pertolongan dan kemenangan? Semua peta jalan perubahan tidak boleh diabaikan atau dianggap remeh. Yang meyakini Pemilu dan Pilpres sebagai jalan perubahan, meyakini tokoh yang dianggap akan membawa perubahan, boleh saja mengambil jalan itu. Tapi, tanpa mengabaikan Pemilu bisa saja digagalkan, atau Capres yang dijagokan akan hilang dari kertas suara karena desain oligarki, sehingga, tak boleh mendelegitimasi upaya perubahan melalui jalan rakyat, termasuk melalui jalan People Power, sebagai jalan pamungkas. Jokowi bisa tetap bertahan dalam kekuasaan karena dia menguasai tiga lembaga kekuasaan negara sekaligus, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikstif yang tidak lepas dari dukungan oligarki. Pohon yang rapuh di dalam, bagaimanapun juga, akan roboh dengan sendirinya. Jokowi masih punya kesempatan untuk menentukan pilihan. Yogyakarta, 12 Juni 2023