OPINI

Jokowi dalan Kendali Para Kartel

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  Prof. Ward Berenschot, Gurubesar Perbandingan Antropologi Politik Universitas Amsterdam dan Peneliti Senior  Universitas Leiden. Saat ini sedang berada  di Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro Semarang. Dengan nada datar dan tajam memaparkan analisisnya bahwa perselingkuhan politik bisnis di Indonesia sudah sangat tajam dan menggurita. Melahirkan politik transaksional yang melibatkan kartel taipan oligargi ,  menyeret dan menyatu dengan peran politisi partai dan politisi pejabat  negara,  luluh lantak dalam kendalinya. Elit oligargi sudah masuk di dapur negara leluasa mengatur dan merekayasa keamanan bisnisnya tanpa hambatan. Konon kabinet negara sudah bersekutu semakin memperparah keadaan. 62 % anggota DPR ditengarai menjadi kelompok kaya yang selama ini sudah masuk dalam perselingkuhan bisnis dengan para kartel bisnis di Indonesia. Partai politik yang sudah bergabung dengan presiden Jokowi tidak lepas dari proses konsolidasi kartel  bagian dari perselingkuhan liciknya untuk mengamankan bisnisnya. Gerakan oposisi dihadang dari semua penjuru, dimatikan kekuatan akses finansialnya untuk gerakan politiknya, semua dicegat termasuk menahan dan  melarang peran sponsor bisnis terlibat dalam gerakan oposisi.  Para capres hanya akan mendapatkan akses finansial hanya bagi mereka yang benar- benar bersedia masuk dalam kendali para kartel yang dikendalikan oleh para pejabat politik negara yang telah menjadi sekutu para kartel taipan oligarki . Kartel akan terus menjaga hubungan baik dengan presiden Jokowi dan para pejabat politik negara.  Patut diduga saat ini terus berusaha agar Jokowi yang telah menyatu dengan kartel elit ekonomi  bisa memperpanjang jabatannya. Macetnya program pembangunan untuk rakyat, dan sering disampaikan oleh pakar ekonomi Prof Rizal Ramli, bawa Jokowi selama ini tidak memiliki pikiran untuk kesejahteraan masyarakat (rakyat) terus terbenam hanya menggenjot investasi adalah bagian dari skenario licik pada kartel yang hanya ingin menguasai sumberdaya alam dan tidak peduli lagi tentang kesejahteraan rakyat  Sekiranya pilpres tetap dilaksanakan maka jaminan capres terpilih tidak boleh mengganggu  keamanan, kenyamanan dan stabilitas bisnis para kartel yang sudah menghunjam  dan menggurita di Indonesia. Saat ini Indonesia sangat parah, tujuan negara sesuai pembukaan UUD 45 macet total bukan hanya di lupakan tetapi sudah dicampakkan seperti sampah semua masuk dalam kendali pundi pundi kepentingan para politisi dan pejabat busuk yang ingin menghancurkan negara dalan kendali penjajah gaya baru. ****

Menanti Janji Jokowi

Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta  GERAKAN pemakzulan Presiden Jokowi demikian masif sejak Jokowi menjabat di periode kedua presiden, lantaran pelanggarannya atas konstitusi. Belakangan Jokowi dicap melakukan abuse of power dengan mengintervensi alat negara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya. Masyarakat tak kuasa menghentikan aksi Jokowi yang membahayakan demokrasi dan masa depan ekonomi, politik, dan hukum Indonesia. Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) menyerukan agar masyarakat bergerak bersama memakzulkan Presiden. Mantan Wakil Menkumham Denny Indrayana pun menulis surat terbuka kepada DPR agar wakil rakyat memakzulkan Presiden.  Di antara pelanggaran konstitusi Jokowi, pertama, menyetujui pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung kerja sama dengan perusahaan swasta China. Komitmen pertama pembangunan projek tersebut semula B to B diubah oleh Jokowi menjadi B to G, antara lain, karena persoalan anggaran pembiayaan yang membengkak tak terkira. Disinyalir Jokowi minta masyarakat maklum soal longspan LRT yang salah desain.   Kedua, Jokowi menginisiasi pindah Ibukota Negara dari Jakarta ke Kalimantan secara tidak transparan sejak perencanaan, hingga membuat peraturan yang bertentangan dengan undang-undang. Menurut pakar infrastruktur Ir. Bambang Susanto Priyohadi, Mph., pemindahan Ibu Kota Negara adalah kebijakan prematur. Jokowi sebut polusi udara Jakarta diatasi dengan pindah IKN, Greenpeace: bukan solusi. (8/8/2-23).  Dalam kesempatan FGD DPD RI Jumat, 11 Agustus 2023 Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto mengemukakan, bila Jokowi hendak membangun Istana Negara di Kalimantan, silakan. Membangun Istana Negara di Papua, Sulawesi, maupun Bali, juga silakan, tapi jangan pindahkan Ibu Kota Negara, karena akan menghilangkan nilai kesejarahan Jakarta.  Ketiga, Jokowi tidak mengindahkan keputusan Mahkamah Konstitusi berkenaan dengan UU Cipta Kerja yang seharusnya direvisi. Jokowi malah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja yang melawan hukum. Kamis 10 Agustus 2023 Kaum Buruh dan masyarakat lintas komunitas berdemonstrasi di Jakarta menuntut penghapusan Undang-Undang Cipta Kerja. Tidak kurang tokoh nasional Rizal Ramli, Rocky Gerung, dan Jumhur Hidayat ikut berorasi, tetapi hingga kini tuntutan mereka tak kunjung dipenuhi.  Keempat, Jokowi membiarkan KSP Moeldoko melakukan pembegalan Partai Demokrat. Menurut Din Syamsuddin itu merusak demokrasi. Mahkamah Agung (MA) memutuskan menolak peninjauan kembali (PK) soal konflik kepengurusan Partai Demokrat yang diajukan oleh Moeldoko. “Tolak,” demikian bunyi amar putusan sebagaimana dikutip Tempo dari laman MA, Kamis, 10 Agustus 2023. Kelima, sekian banyak janji Jokowi yang belum ditepati. Jokowi berjanji penguatan KPK. Jokowi berjanji stop utang luar negeri. Jokowi berjanji persulit investasi asing. Jokowi berjanji kabinet diisi profesional. Jokowi berjanji tidak bagi-bagi jabatan. Jokowi berjanji cetak 3 juta lahan pertanian. Jokowi berjanji pertumbuhan ekonomi 8 %. Jokowi berjanji dollar 10 ribu, kini 15 ribu.      Jokowi masih tetap bertahan dalam kekuasaan, karena menguasai tiga lembaga kekuasaan negara sekaligus, yakni eksekutif, legislatif, dan yudikstif yang tidak lepas dari dukungan oligarki. Pohon yang rapuh akan roboh dengan sendirinya. Jokowi masih punya kesempatan untuk menentukan pilihan. (*)

Perbaikan Dimulai dari Pemakzulan Jokowi

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  HAMPIR sulit menyebut situasi kini lebih baik dari kemarin. Fakta yang ada hampir pada semua bidang mengalami kemerosotan. Komitmen penegakan ideologi dari para penyelenggara semakin rendah. Pancasila untuk slogan saja sudah nyaris tidak terdengar, apalagi wujud dari pengamalan. Begitu juga dengan kehidupan politik yang demokratis prakteknya tergerus oleh kesewenang-wenangan segelintir orang yang disebut oligarki. Materi telah menjadi berhala.  Negara ini mengalami proses pembusukan akibat jiwa penyelenggara negara yang oportunis, memperkaya diri, serta trampil dalam mengambil kesempatan. Jiwa-jiwa dari penjajah dan penindas. Pendusta dan pemecah belah. Pemimpin yang bebal dan munafik.  Ikan itu busuk mulai dari kepalanya, karenanya jika ingin agar seluruh bagian badan ikan tetap  segar dan tidak membusuk maka cepat potong kepalanya. Buang ke tempat sampah.  Dalam konteks kenegaraan dan kebangsaan juga sama. Jika negara dan bangsa ingin tidak terpapar cepat oleh proses pembusukan, maka langkah awal untuk menyelamatkannya adalah \"potong kepala negaranya\". Rezim Jokowi adalah rezim busuk yang bukan untuk dilanjutkan tetapi diselesaikan. Lebih cepat tentu lebih baik. Bahwa Pemilu tinggal sebentar lagi bukan menjadi alasan bagus bagi perubahan. Ketika Jokowi cawe-cawe maka budaya buruk politik, ekonomi dan lainnya akan terus diwariskan. Artinya politik, ekonomi dan kebusukan lainnya tetap berlanjut.  Yang dinilai aman dan terpenuhinya syarat fundamental bagi kebaikan ke depan adalah Pemilu tanpa Jokowi.  Pemakzulan Jokowi adalah \"conditio sine qua non\". Ketika orang ingin filosofi pembangunan bangsa kembali pada sandaran keseimbangan materiel dan spiritual maka harus tumbang rezim materialisme, rezim investasi. Jika ingin agama dihormati dan TNI berfungsi untuk menangkal komunisme, maka jangan harap terpenuhi jika cara pengelolaan negara masih bermazhab \"legacy\" Jokowi.  Ketika rakyat mengkritisi \"proyek boros\" Kereta Cepat dan perpindahan ibukota negara atau IKN serta 8 Kesepakatan Indonesia-RRC sebagai jalan penyerahan kedaulatan NKRI kepada China maka pengambil kebijakan tersebut harus ditegur dan diberi sanksi, bukan djilat-jilat demi sejumput kekuasaan oleh para pelanjut. Hutang besar luar negeri yang besar harus dipertanggungjawabkan oleh Jokowi sendiri.  Teriakan pencabutan omnibus law cipta kerja dan kesehatan yang dibarengi aksi-aksi berulang tidak akan didengar dan dipenuhi oleh rezim kapitalis saat ini. Malah menjadi ejekan Jokowi yang lebih memilih berfose dengan para artis ketimbang menghadapi aksi pengunjuk rasa di sekitar Istana. Omnibus law akan hapus jika Jokowi juga telah dihapuskan.  BUMN yang amburadul, KKN yang merajalela, kriminalisasi aktivis, penyanderaan partai politik, propaganda kebohongan serta perilaku otoriter dan oligarkis lainnya adalah fenomena buruk yang harus diubah dan diperbaiki. Dan hal itu tidak mungkin dapat dilakukan oleh mereka yang berkualifikasi sebagai penerus rezim.  People power adalah jalan pemakzulan secara konstitusional. Kekuatan buruh, mahasiswa, purnawirawan, umat Islam, cendekiawan, kaum profesional serta emak-emak bergerak bersama untuk menekan pemangku kebijakan dan lembaga kompeten agar menangkap dan menindaklanjuti aspirasi perbaikan melalui pemakzulan.  Pemakzulan adalah awal dari perbaikan itu. Selanjutnya adalah penataan dan pengawalan. Tanpa pemakzulan semua akan terlambat dan terhambat.  Kedaulatan rakyat harus segera dipulihkan dan Konstitusi memberi jaminan.  Bandung, 14 Agustus 2023

Kilas Balik 78 Kemerdekaan, Bangsa yang Selalu Tertipu

Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian  Rumah Pancasila  Sejak UUD 1945 diamandemen dan diganti dengan UUD 2002 kemudian rakyat ditipu, masih dikatakan UUD 1945, padahal sudah berubah 95 persen, tetapi kaum liberal kapitalis tidak berani bicara yang sesungguhnya. Rakyat TNI pun ditipu sebab sudah tidak mengerti lagi sumpah prajurit dan sapta marga yang harus menjaga UUD 1945 dan Pancasila. Kemudian penipuan terus berlangsung, Pancasila yang sudah diganti dengan individualisme dan liberalisme. Kapitalisme masih dikatakan Pancasila Ideoligi negara. Lalu mereka membuat 4 Pilar kebangsaan ya jelas paradox dengan kenyataan yang terjadi. Pancasila sudah diganti. Yang lebih miris Bhinneka Tunggal Ika eenekatunggal Ika juga diganti tidak ada yang Protes . Sistem MPR itu pengejawantahan dari konsep Bheenekatunggal Ika oleh sebab itu MPR terdiri dari DPR ,Utusan Golongan -Golongan dan utusan daerah kenapa diutus sebab sistem nya keterwakilan bukan keterpilihan .Jadi kalau sistem keterpilihan maka akan ada kalah menang ,mayoritas minoritas yang jelas bertentangan dengan Bheenekatunggal Ika .Sebab negara ini didirikan bukan untuk satu golongan tetapi semua untuk semua  Bung Karno menyatakan, “Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, - tetapi ‘semua buat semua’.\" Ternyata hari ini negara telah diganti hanya untuk satu golongan yaitu golongan partai politik .bagaimana yang tidak masuk partai politik ya di paksa masuk partai politik .terus mereka mengatakan demokrasi . Hak yang tidak berpartai bagaimana ?  Ya tidak punya hak padahal UUD 1945 mempunyai hak yang sama . Padahal konstitusi mengatakan  Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2). Realitas nya negara ini hanya punya ketua partai pencalonan presiden dan wakil nya dan DPR tergantung persetujuan ketua partai .Ketua Partai memilihkan Presiden dan rakyat diminta untuk menyetujui apakah calon pilihan ketua partai itu cacat dalam rekam jejak nya perna terlibat korupsi atau suka mabuk ,suka bokep ngak masalah silakan rakyat memilih dan ngak bisa protes. Penipuan-penipuan terus berlangsung padahal pilpres kali ini pertarungan antara oligarkhy China dan Oligarkhy AS yang sama sama ingin menguasai kekayaan ibu pertiwi kita terkesima dengan tonil yang sedang dilakonkan Rocky Gerung ,padahal semua ini permainan kaum Liberalis dan Kapitalis .yang oada akhir nya rakyat akan sengsara dan semakin tidak berdaulat . Tidak ada satu capres yang mau nengusung kembali pada Pancasila dan UUD 1945 walau ada Capres yang selalu jualan keadilan sosial tetapi itu hanya tipuan mana ada keadilan sosial diletakan pada sistem Liberal Kapitalis . Semoga kita sadar sampai kapan bangsa ini selalu ditipu .(*)

Menikmati Rocky Gerung Senikmat Seseruput Kopi Pahit

Oleh: Ady Amar - Kolumnis MEMASUKI ruang logika yang dibangun Rocky Gerung itu mengasyikkan. Mengajarkan banyak hal, yang meski filosofis cenderung pelik, tetap bisa ia munculkan narasi sederhana yang terkadang ringan, agar bisa dipahami nalar sederhana orang kebanyakan. Menariknya lagi narasi sederhana yang disampaikan Rocky, itu masih tetap bisa dinikmati kelompok lain yang punya nalar lumayan lebih--mereka yang terbiasa berpikir dengan logika filosofis--tidak merasa apa yang disampaikan Rocky terkesan ringan-sederhana. Itu karena Rocky mampu membungkusnya dengan diksi dan narasi segar, yang serasa itu baru didengarnya. Itulah kekuatan Rocky, tidak sekadar logika, tapi ia juga hadirkan dialektika dengan pilihan diksi dan narasi mampu dikemasnya menjadi sesuatu yang tidak sekadar asyik didengar, tapi juga mampu mematahkan argumen untuk diluruskan. Rocky seakan menghipnotis lawan bicaranya, atau audiens pendengarnya. Karenanya, dialektika yang dipilih Rocky dalam berargumen itu membungkam argumen yang berkembang seolah sebuah kebenaran. Celotehan khas Rocky itu terkadang disampaikan serius bahkan teramat serius, tapi terkadang muncul dengan canda menghibur dengan sense of humour berkelas. Rocky bagai sang pembela sekaligus penghibur bagi jiwa-jiwa tertekan tak berdaya, namun mampu menangkap dengan jernih esensi dari sesuatu yang dikirimnya. Menangkap alur diksi dan narasi halus, atau bahkan kasar sekalipun, itu sebagai energi baru. Pemihakan Rocky pada barisan oposan, menjadi bidikan kekuasaan yang selama ini jadi sasaran dikritisinya. Dialektika yang dikembangkan Rocky, itu jelas sebagai antitesa pada kebijakan salah sasaran-salah urus-salah kelola. Maka, Rocky hadir meluruskan dengan diksi suka-suka ia sematkan dalam paparan dialektika panjangnya. Kekuasaan tidak lagi melihat kritikan Rocky itu buah dari kebijakan salah, dan meresponsnya dengan bahasa kekuasaan, bahkan amuk massa relawan sebagai representasi kekuasaan. Bukannya argumen dibalas dengan argumen, tapi kata sumpah serapah yang jauh dari substansi permasalahan. Aneh jika dialektika Rocky mesti dibawa pada persoalan hukum, atau menyasar seolah itu melanggar etika kepatutan. Lalu, dibesar-besarkan ditarik seolah jadi diksi penghinaan, digiring lagi dalam persoalan politik. Diksi \"dungu\" juga \"bajingan\" yang dilabelkan Rocky pada Presiden Joko Widodo (Jokowi), itu bukanlah penghinaan pada individu Jokowi. Itu dialektika Rocky sebagai respons pada kebijakan presiden yang dianggap ngacau, dan merugikan rakyat. Rocky tidak merasa punya persoalan dengan manusia bernama Jokowi, tapi pada kebijakan selaku presiden yang dilihatnya salah. Rocky konsen di sana, siapa pun presidennya. Menarik-nariknya seolah presiden tidak boleh dikritisi, itu penyesatan logika. Presiden siapa pun namanya dan dari latar belakang apa pun boleh dikritisi kebijakannya, bahkan dengan sekerasnya. Rocky memakai haknya untuk sampai perlu menyebut dengan diksi tak biasa, itu konsekuensi dari kesalahan akut kebijakan yang dibuat rezim. Diksi yang dipilih Rocky dalam paparannya ditarik jadi persoalan hukum, adalah bahasa kekuasaan, yang tak boleh terjadi di alam demokrasi. Kekuatan kekuasaan yang dipunya seolah mampu membungkam logika yang dibangun Rocky, itu mustahil mampu menghentikannya. Cobalah melihat Rocky  tanpa bahasa kekuasaan, maka yang muncul diksi dan narasi sebagai pengingat akan kebijakan salah, dan mau mengoreksinya. Jika sudah demikian, yang muncul rasa nikmat yang di dapat. Senikmat seseruputan kopi pahit hangat, yang terhidang beserta camilan lain apa adanya. Tidak perlu lagi muncul kesalapahaman ditimbulkan, yang itu tidak perlu terjadi. Rocky memang mengasyikkan bagi jiwa-jiwa sehat, yang melihat sesuatu pada esensi, bukan hal remeh temeh dari persoalan besar yang tak mampu diselami. Rocky itu aset yang sepantasnya dijaga-dirawat, ia suara oposan utama pengingat kekuasaan yang tak absolut. Rocky akan terus memukau dalam setiap diskusi yang menyertakannya. Paparannya mengasyikkan semua yang mendengarnya, seperti memberi spektrum baru, yang sebenarnya itu sudah dikenalnya, tapi yang tak sampai dipikirkan. Maka, nikmati terus Rocky senikmat tetes akhir kopi di cangkir, yang kita seruput terkadang terikut sedikit ampasnya, itu menimbulkan sensasi kepuasan tersendiri.**

Kesetaraan Hukum: Pejabat Menyiarkan Berita Bohong Wajib Diproses Hukum

Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) KETIKA kritik dianggap bahaya, maka upaya mempidanakan kritikus menjadi pilihan utama. Akan dicari pasal-pasal pidana untuk bisa penjarakan mereka yang bersuara kritis menentang kebijakan. “Kritik boleh, asal sopan.” Itu jargon, atau syarat kritik, yang menjadi pegangan (para pendukung) penguasa. Ketika kritik menjadi “tidak sopan”, menurut ukuran mereka, maka “kritik tidak sopan” tersebut bisa menjelma menjadi tuduhan penghinaan, penyiaran berita bohong, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan sejenisnya. Umumnya, mereka akan ditahan alias dipenjara.  Sudah banyak anak bangsa ditersangkakan dan ditahan dengan tuduhan seperti itu. Antara lain, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Anton Permana dan Edy Mulyadi. Keempatnya ditahan dan kemudian divonis bersalah melanggar Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946: menyiarkan kabar yang tidak pasti atau yang berkelebihan atau yang tidak lengkap. Apakah tuduhan jaksa dan putusan hakim tersebut adil, atau hanya unjuk kekuasaan, saat ini tidak begitu penting lagi. Karena, yang terpenting saat ini adalah menuntut aparat penegak hukum menegakkan konstitusi Pasal 28D. Yaitu setiap orang sama di depan hukum, atau kesetaraan hukum. Artinya, para pejabat negara tidak kebal hukum. Artinya, masyarakat juga bisa melaporkan para pejabat negara yang diduga “menyiarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran”, seperti dimaksud di dalam UU ITE No 11 Tahun 2008 dan UU No 1 Tahun 1946 tersebut. Dan pihak polisi wajib menindaklanjutinya.  Berdasarkan informasi yang beredar di publik, cukup banyak pejabat negara diduga telah menyiarkan berita tidak benar, atau berita bohong, atau berita tidak lengkap. Beberapa di antaranya, yaitu: Luhut Binsar Panjaitan, Menko Maritim dan Investasi, diduga telah memberi pernyataan tidak benar, atau menyiarkan berita bohong, di acara podcast di channel YouTube Deddy Corbuzier. Ketika itu, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan mempunyai data aspirasi rakyat Indonesia yang menginginkan penundaan Pemilu 2024. Luhut Binsar Panjaitan diduga telah menyiarkan berita bohong, dan menimbulkan kegaduhan di masyarakat, karena Luhut tidak pernah bisa menunjukkan sumber data yang valid. Kemudian, Sri Mulyani, Menteri Keuangan. Sejak pertengahan tahun 2022, Sri Mulyani aktif memberi pernyataan atau pemberitahuan kepada publik bahwa subsidi BBM sangat besar, mencapai Rp502 triliun, untuk tahun anggaran 2022, dan bisa membuat APBN jebol. Sri Mulyani bahkan menambahkan, kalau harga BBM, yaitu pertalite dan solar, tidak naik, maka subsidi BBM akan membengkak Rp200 triliun lagi, sehingga mencapai Rp700 triliun. Pernyataan Sri Mulyani bahkan dikutip oleh Erick Thohir, Bahlil Lahadalia, Airlangga Hartarto, dan presiden Jokowi. Sri Mulyani diduga telah menyiarkan berita bohong, karena tidak bisa membuktikan pernyataannya mengenai subsidi BBM tersebut, termasuk data di APBN 2022. Faktanya, APBN 2022 tidak jebol, bahkan realisasi APBN 2022 lebih baik dari anggaran. Realisasi subsidi BBM 2022 juga jauh lebih rendah dari pernyataannya. Selain itu, pernyataan Sri Mulyani telah menimbulkan keonaran di masyarakat. Pertama, berita yang diduga bohong tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM, dan kedua, kenaikan harga BBM tersebut memicu demo oleh berbagai kelompok masyarakat, termasuk buruh dan mahasiswa, di puluhan kota di Indonesia. Selanjutnya, presiden Jokowi, terkait penetapan PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Cipta Kerja pada 30 Desember 2022.  Presiden Jokowi menyatakan akan ada “krisis ekonomi global”, yang kemudian dijadikan faktor kegentingan memaksa sebagai dasar diberlakukannya PERPPU Cipta Kerja. Ternyata, sampai saat ini tidak ada krisis ekonomi global, maupun krisis ekonomi di Indonesia. Karena itu, masyarakat menduga presiden Jokowi telah melakukan penyiaran berita bohong. Sebagai akibat, penyiaran berita yang diduga bohong tersebut sudah menimbulkan kegaduhan dan keonaran di masyarakat, berupa gelombang demo dari berbagai kelompok masyarakat, khususnya buruh. Sepertinya tidak terlalu sulit melengkapi dua alat bukti, sebagai dasar laporan awal masyarakat ke pihak penegak hukum.  Pertanyaannya, apakah ada “relawan rakyat” yang mau melaporkan para pejabat negara yang diduga “menyiarkan berita bohong atau menerbitkan keonaran” ke pihak yang berwajib, seperti yang dilakukan oleh relawan dan pendukung Jokowi? Mungkin, pada suatu saat, yang bisa terjadi, akan terjadi: Murphy Law. \"Anything that can go wrong will go wrong\", and at the worst possible time. https://news.detik.com/berita/d-5978918/luhut-klaim-punya-big-data-berisi-suara-rakyat-ingin-pemilu-ditunda/amp https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20220803080924-532-829541/subsidi-bbm-bengkak-jadi-rp502-t/amp https://www.cnbcindonesia.com/news/20220901080307-4-368327/sri-mulyani-dicecar-soal-asal-usul-dana-subsidi-bbm-502-t/amp https://www.cnbcindonesia.com/news/20230614161849-4-445910/jokowi-ungkap-dunia-gelap-lebih-parah-dibandingkan-krisis-98/amp https://www.cnbcindonesia.com/news/20221130095810-4-392398/ngeri-jokowi-sebut-awal-2023-resesi-global-bakal-kejadian/amp —- 000 —-

Anies Melenggang, Prabowo Melayang, Ganjar Tertendang

Oleh Sholihin MS - Pemerhati Sosial dan Politik PUTUSAN MA yang menolak gugatan kasasi PK Moeldoko terhadap kepengurusan Partai Demokrat di bawah Ketum Agus Harimurti Yudhoyono memberikan banyak makna dan sinyal :   Pertama, upaya hukum Partai Demokrat \"liar\" yang dipimpin Moeldoko telah berakhir, dengan skor 18-0 untuk kemenangan AHY;  Kedua, upaya penjegalan Anies maju nyapres untuk kesekian kalinya gagal;  Ketiga, semakin mendekati tahapan pendaftaran capres di bulan Oktober 2023 laju Anies semakin mulus,  satu persatu rintangan dan ranjau-ranjau penghalang bisa diatasi;  Keempat dukungan terhadap Anies semakin tak terbendung, sebaliknya, kebencian rakyat terhadap rezim Jokowi dan istana semakin membara;  Kelima, posisi partai-partai Koalisi Perubahan semakin solid dan kokoh. Belakangan ini konstelasi politik di Indonesia sangat dinamis. Perubahan politik kadang-kadang dalam hitungan menit terjadi perubahan yang kontradiktif.  Ada orang-orang yang  dulunya \"memusuhi\" dan menghina Jokowi, tiba-tiba berubah menjadi pemuja, bahkan penjilat Jokowi. Dulu Prabowo, Yusril, Ngabalin adalah para penghina Jokowi. Tapi sekarang? Bukan sekadar pendukung, tapi sampai memuja-muja Jokowi bahkan ada yang gak malu menjadi penjilatnya.  Itulah realitas politik di Indonesia. Ada beberapa penyebab mengapa konstelasi politik begitu dinamis bahkan mengarah kepada ketidakpastian, kekalutan ditambah perseteruan antara Jokowi dengan Megawati, dan Megawati dengan Prabowo yang makin panas.  Semuanya karena ketidakpercayaan dan semakin hilangnya dukungan rakyat kepada mereka. Karena mereka telah mengecewakan dan menzalimi rakyat. Namun, di tengah suhu politik yang makin panas dan rakyat beramai-ramai menjauhi rezim Jokowi, justru langkah Anies menuju kontestasi pilpres 2024 semakin mulus. Seluruh skenario Jokowi untuk menjegal Anies terus digagalkan Allah. Mulai dari upaya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, upaya men- down grade. Anies dengan berbagai stigma negatif (radikal, intoleran, politik identitas, korupsi, gubernur gagal yang tanpa prestasi, pendukung khilafah, dll), pengungkapan \"hutang\" Anies ke Sandiaga Uno dan janji Anies ke Prabowo untuk tidak nyapres, upaya sabotase partai-partai koalisi perubahan, mentersangkakan menteri Nasdem, mensetting capres hanya dua calon dan semua all Jokowi\'s men,   upaya mentersangkakan Anies melalui gelaran formula E, menyusupkan Sandiaga Uno ke PKS, dan pembegalan Partai Demokrat, dll yang kesemuanya telah digagalkan Allah. Anies walaupun harus melalui jalan terjal akan *melenggang* menuju Pilpres 2024, dan dengan kuasa Allah dan dukungan rakyat Indonesia akan memenangkan kontestasi Pilpres 2024. Insya Allah. Prabowo sekalipun didukung penuh oleh Jokowi, akan banyak menghadapi masalah, sedangkan dukungan dari rakyat pro Jokowi saat tidak signifikan, sebagian mendukung Ganjar dan sebagian besarnya telah beralih mendukung Anies. Dukungan terhadap Prabowo kemungkinan datang dari  : 1. pengurus dan kader Gerindra; 2. pendukung setia Gerindra; 3. Sebagian para purnawirawan TNI; 4. Parabrelawan dan pendukung setia Jokowi; 5. Dari pendukung partai-partai yang berafiliasi dengan Gerindra, yaitu : PSI, Perindo, dan PBB. Sedangkan untuk  Golkar, P3, dan PAN kalaupun berkoalisi dengan Gerindra jumlahnya tidak signifikan, karena  pendukung ketiga partai itu sebagian besarnya telah menjadi pendukung Anies yang tergabung dalam KIB (Kuning-Ijo-Biru). Jika mengacu pada rilis dari google trends dan hasil polling ILC, dukungan rakyat terhadap capres Prabowo berkisar antara 15-20 %. Jika suara Anies 61-63% sebagaimana yang dilaporkan oleh berbagai hasil survey independen, berarti Anies menang 1 putaran. Jika harus 2 putaran, seperti prediksi banyak pengamat, maka Prabowo harus head to head dengan Anies. Siapa yang bakal unggul? Melihat dukungan rakyat yang sangat besar kepada Anies, sebaliknya banyak pendukung Prabowo yang exodus ke Anies (khususnya umat Islam), dipastikan Anieslah yang akan jadi pemenangnya. Sehingga harapan Prabowo untuk menjadi Presiden RI melayang lagi. Dan Prabowo akan mendapat julukan Capres abadi atau capres Hattrick. Bagaimana dengan peluang Ganjar? Jangankan untuk memenangkan kontestasi Pilpres 2024, baru di putaran pertama saja Ganjar bakal tersingkir atau terbuang. Trend elektabilitas Ganjar semakin hari semakin habis menuju angka 1 digit. Kemungkinan yang masih mendukung Ganjar adalah sebagian pendukung PDIP, paguyuban Tionghoa, sebagian non-muslim, dan sebagian kecil orang-orang \"bodoh\" yang terhasut oleh iming-iming uang 100 ribu atau 1 kantong sembako. Tapi jumlah keseluruhannya tidak akan melebihi 15%. Hampir dipastikan Ganjar menjadi capres yang terbuang (tersingkir). Wallohu a\'lam Bandung, 24 Muharrom 1445

Anti Jokowi, Anti China

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan China di sini adalah negara China atau Republik Rakyat China. Anti Jokowi adalah anti kepada Jokowi yang dikhawatirkan telah menyerahkan kedaulatan negara kepada China. Rakyat sudah merasa tidak bisa membiarkan dibawa semaunya oleh Jokowi. Contohnya dalam kasus Kereta Cepat China dan IKN Kalimantan yang diserahkan kepada China baik disain maupun investasi atau mungkin pengelolaan.  Pemerintah Jokowi sudah gagal untuk membawa rakyat Indonesia mandiri. Berdiri di kaki sendiri. Sudah menyiapkan jalan bagi kehadiran penjajah untuk menguasai negeri melalui bahasa halusnya investasi. Ternyata ekonomi adalah tunggangan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara koloni. Koloni China.  Dulu Belanda memulai penjajahan dengan bahasa \"investasi\" melalui perusahaan Belanda VOC. Kemudian secara bertahap penguasaan politik dan militer. Pribumi menghadapi kesulitan untuk melakukan perlawanan. Pemberontakan demi pemberontakan berhasil dipadamkan dengan mudah. Penjajah menguasai seluruh sarana dan media.  Undangan Xi Jinping kepada Jokowi akhir Juli kemarin dibaca oleh sebagian rakyat Indonesia sebagai \"penyerahan kedaulatan\". Skema \"kerjasama\" melalui 8 (delapan) kesepakatan adalah jalan menuju penjajahan tersebut.  Jokowi bersama Luhut dan Sri Mulyani bahagia atas \"sukses\" kunjungan atau undangan \"10 tahun kemitraan\" Indonesia-China di Chengdu. Ketiganya menutup telinga, mulut dan mata atas segala kritik dan pandangan yang khawatir dan mewaspadai hubungan berbahaya dengan China tersebut.  Bahaya China itu sudah depan mata, antara lain : Pertama, bahaya ekonomi. Secara ekonomi bangsa Indonesia dikendalikan oleh kepentingan dan kekuatan ekonomi China. Sebutan sembilan naga menandai bahwa penguasa ekonomi itu bukan kalangan pribumi. Kerjasama dengan China akan menambah kuat pengendalian.  Kedua, bahaya ideologi. Negara China ada dibelakang PKI dahulu. Sebagai negara komunis raksasa China adalah \"Raja\" dari Kekaisaran Komunis Internasional. Berbagai upaya menghidupkan PKI semakin terasa di dalam negeri. Pengaruh China ditanamkan melalui kerja para komprador atau pengkhianat bangsa.  Ketiga, bahaya populasi. Dengan populasi terbesar di dunia terdorong warga China berdiaspora. Indonesia menjadi bagian dari sasaran strategis. Soal banjir TKA China rawan bagi peningkatan populasi. Kini kebijakan anti diskriminasi etnis dimanfaatkan untuk mengaburkan dominasi. Jangan-jangan kemanapun kita melihat baik kanan, kiri, depan atau belakang disitu ada China.  Keempat, potensi invasi. Era perang proxy tidak dapat mengabaikan invasi. Dengan berbagai alasan perang Rusia-Ukraina dapat terjadi. Konflik etnik pribumi dan warga China atau persoalan TKA yang berimbas pada gerakan anti China dapat memancing invasi China ke Indonesia. Alasannya adalah untuk melindungi etnik China.  Asas bipatride yang dianut China sesungguhnya ancaman bagi Indonesia.  Kelima, korban geo-strategi. Kedekatan dan pilihan Indonesia atas China yang dilakukan rezim Jokowi di samping melanggar politik luar negeri bebas aktif juga mengundang konflik luas kawasan. Amerika dan sekutunya tidak akan membiarkan Indonesia jatuh dan patuh kepada China. Geo-strategi kepentingan global akan menempatkan Indonesia sebagai korban dari perang Amerika-China.   Kesumringahan Jokowi atas undangan dan kesepakatan dengan Xi Jinping di Chengdu China adalah kesedihan rakyat dan bangsa Indonesia. Jika rakyat semakin benci kepada Jokowi maka itu harus dipandang sebagai kebencian kepada Republik Rakyat China. Benci atas pengambilan kebijakan yang dinilai telah keluar dari rel Konstitusi.  Mengulangi kesalahan dengan mempercayai China sebagai mentor bangsa sebagaimana di masa PKI berjaya masa lalu adalah kebodohan untuk pembelengguan yang nyata.  Rakyat tidak akan mempercayai. Rakyat akan semakin anti pada Jokowi dan itu artinya anti pada China. Jokowi adalah China.  Bandung, 13 Agustus 2023

Reformasi Kembali ke UUD 1945 Asli

Oleh Muhammad Chirzin - Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta  PERJALANAN reformasi kini sudah berumur 25 tahun. Ibarat manusia, ia sudah memasuki masa dewasa. Namun, bayi reformasi itu kini tidak seperti yang dibayangkan dan dicita-citakan. Tumbuh tidak sehat dan perkasa, penuh cacat fisik maupun mental. Jika dibiarkan terus, maka reformasi yang penyakitan dan cacat ini akan semakin membusuk dan mati. Reformasi membawa cita-cita besar tentang masa depan Indonesia yang lebih baik – demokratis, dan berkeadilan sosial maupun ekonomi. Cita-cita tersebut tidak datang begitu saja dari langit, tetapi merupakan akumulasi riak-riak frustrasi sosial protes massa yang berpuncak pada Mei 1998. Soeharto pengendali rezim 32 tahun pun tak kuasa membendung amarah massa, lalu jatuh tersungkur, karena menabur bibit-bibit kehancuran sejak awal. Kristalisasi berbagai tuntutan para pendukung gerakan reformasi menghasilkan enam tuntutan utama:   Pertama, penegakan supremasi hukum;  Kedua, pemberantasan KKN;  Ketiga, pengadilan mantan presiden Soeharto dan kroninya;  Keempat, amandemen konstitusi;  Kelima, pencabutan dwifungsi ABRI (TNI/Polri);  Keenam, pemberian otonomi daerah seluas-luasnya. 25 tahun Reformasi belum semua janji terpenuhi. Banyak perubahan dan kemajuan yang dicapai hingga saat ini, tapi tidak sedikit yang jauh dari harapan, dan mengalami kemunduran. Supremasi hukum, menegakkan dan menempatkan hukum pada posisi tertinggi. Kenyataannya, upaya tersebut tidak berjalan. Kasus kematian mahasiswa Trisaksi pada Mei 1998 hingga saat ini tak kunjung ada titik terang. Begitu pula dengan Tragedi Tol Km 50 dengan para syuhada FPI. Belakangan pun mencuat adagium “tebang pilih” dan “tajam ke bawah, tumpul ke atas” dalam penegakan hukum di negeri ini.  Pemberantasan KKN. Hasil evaluasi, bahwa KKN di era Reformasi ini lebih parah daripada era Orde Baru. Beberapa tahun terakhir Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia anjlok. Pada 2021 nilainya 38, kini menjadi 34.  Pengadilan mantan presiden Soeharto dan kroninya, close. Amandemen konstitusi hingga empat kali dipandang kebablasan. Tuntutan amandemen konstitusi pada momentum reformasi tersebut utamanya ialah pembatasan masa jabatan presiden, yakni menjadi dua periode saja.  Pencabutan dwifungsi ABRI (TNI/Polri), dalam praktiknya mengalami ketidakseimbangan antara peran, fungsi, status, dan kewenangan TNI dan Polri.  Pemberian otonomi daerah seluas-luasnya, dalam praktiknya ibarat pameo, kepala dilepas bebas, ekor dipegang kencang. Bergantinya rezim di Tanah Air tak bisa dipisahkan dari perkembangan demokrasi di Indonesia. Dari tahun ke tahun, tren skor kebebasan di Indonesia menunjukan penurunan yang dipengaruhi dua komponen: hak politik, dan kebebasan sipil. Demokrasi yang harusnya berjalan maju kini terancam mengalami kemunduran setelah uji materi sistem Pemilu di MK.  DPD RI, secara kelembagaan, melalui keputusan Sidang Paripurna tanggal 14 Juli 2023 berinisiatif menawarkan kepada seluruh warga negara untuk kembali menjalankan dan menerapkan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, UUD 1945 yang disempurnakan dan diperkuat.   Hasil kajian akademik menyatakan bahwa amandemen UUD 1945 pada tahun 1999 hingga 2002 menghasilkan Konstitusi yang telah meninggalkan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi. Untuk itu, DPD RI berusaha mengembalikan Pancasila sebagai Norma Hukum Tertinggi Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 dengan penyempurnaan dan penguatan melalui Adendum Konstitusi. DPD RI menawarkan proposal kenegaraan dengan konsep dan naskah akademik penyempurnaan dan penguatan sistem tersebut meliputi 5 hal pokok. Yaitu:     Pertama, mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sebagai sebuah sistem demokrasi yang berkecukupan, yang menampung semua elemen bangsa, menjadi penjelmaan rakyat sebagai pemilik kedaulatan, sekaligus sebagai sebuah sistem tersendiri. MPR menyusun Haluan Negara sebagai panduan bagi kerja Presiden, memilih dan melantik Presiden, menetapkan TAP MPR, serta mengevaluasi kinerja Presiden di akhir masa jabatan.    Kedua, membuka peluang adanya anggota DPR RI dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan, untuk memastikan bahwa proses pembentukan Undang-Undang yang dilakukan DPR bersama Presiden tidak didominasi oleh keterwakilan political group representative saja.  Ketiga, memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme bottom up, dengan komposisi Utusan Daerah yang mengacu kepada kesejarahan wilayah yang berbasis kepada negara-negara dan bangsa-bangsa lama di Nusantara, serta suku dan penduduk asli Nusantara.   Keempat, memberikan ruang kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk mereview dan memberikan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden, sehingga terwujud partisipasi publik yang utuh.  Kelima, menempatkan secara tepat tugas, peran, dan fungsi Lembaga Negara Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial, dengan tolok ukur penguatan sistem Demokrasi Pancasila.   FGD DPD RI pada Jumat 11 Agusatus 2023 di University Club (UC) Universitas Gadjah Mada menghadirkan narasumber Prof. Kaelan, Fakultas Filsafat UGM, Prof. Sudjito Atmorejo, FH UGM, dan Prof Suteki, FH Undip dengan penaggap Prof. Aidul Fitriciada Azhari, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen TNI (Purn) Muhammad Setyo Sularso, Mayjen TNI (Purn) Prijanto Soemantri, dan Prof. Sofian Effendi. Menurut Prof Kaelan, sumber masalah krisis konstitusi di negeri ini adalah amandemen UUD 1945 lebih dari 90%, sehingga tidak layak disebut perubahan, tetapi penggantian UUD 1945. DPD RI hendaknya meminta Presiden mengeluarkan dekrit Kembali ke UUD 1945.  Prof Sudjito Atmorejo mencatat bahwa Indonesia adalah Negara hukum Pancasila. Pancasila sebagai fundamen, filsafat, pikiran, jiwa dan hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya didirikan Gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi. Pancasila wajib diamalkan penyelenggara negara secara objektif dalam pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan hukum.  Masih menurut Prof Sudjito Atmorejo, dalam sila ke-4 Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” tersirat azas hukum “kedaulatan di tangan rakyat,” sedangkan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 (asli), “kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.” Konsekuensinya, MPR merupakan Lembaga tertinggi dalam negara. Komposisi dan mekanisme pemilihan anggota MPR diatur berdasarkan hasil musyawarah dan mufakat, bukan voting. Prof Suteki sepakat atas proposal kenegaraan DPD RI yang pada pokoknya terdiri atas lima hal: (1) mengembalikan MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara; (2) membuka peluang adanya anggota DPR RI dari peserta pemilu unsur perseorangan atau non-partisan; (3) memastikan Utusan Daerah dan Utusan Golongan diisi melalui mekanisme bottom up; (4) memberikan ruang kepada Utusan Daerah dan Utusan Golongan untuk memberikan review dan pendapat terhadap materi Rancangan Undang-Undang yang dibentuk oleh DPR dan Presiden; (5) menempatkan secara tepat tugas, peran, dan fungsi Lembaga Negara yang sudah dibentuk di era reformasi, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Kelima proposal kenegaraan DPD RI tersebut akan menjadi sia-sia manakala perumusan hingga praktik pelaksanaannya jauh dari aspek kerohanian Ketuhanan Yang Maha Esa atau bingkai Indonesia sebagai religious nation state. Mayjen TNI (Purn) Prijanto menyarankan DPD RI, pertama, tidak perlu menggunakan kalimat basa-basi, seyogianya dengan kalimat lugas “…agar kita kembali menetapkan, menerapkan, dan menjalankan sistem bernegara sesuai rumusan para pendiri bangsa, yaitu UUD 1945,” atau lebih singkat lagi, “… agar kita Kembali ke UUD 1945, untuk selanjutnya disempurnakan dengan cara addendum.” Kedua, mencegah pemikiran dari siapa pun untuk melakukan amandemen UUD 1945 ke-5, baik sebelum atau sesudah Pemilu 2024, yang hanya untuk mengubah-ubah pasalnya, dan bukan kembali ke UUD 1945 Asli. Prof. Sofian Effendi mengusulkan untuk memberlakukan sistem bernegara rumusan pendiri negara Republik Indonesia UUD 1945 dengan jalan mengadakan Sidang Istimewa MPR mengembalikan MPR RI sebagai lembaga pelaksana kedaulatan rakyat yang terdiri atas DPR, Wakil Daerah, dan Utusan Golongan. Rakyat Indonesia niscaya mereformasi reformasi dengan kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 asli demi kejayaan negeri. (*)

Karpet Merah Gibran

Oleh: Ady Amar - Kolumnis Apa sih hebatnya Gibran Rakabuming Raka itu, hal wajar jika itu ditanyakan. Baiklah kita dengarkan saja penjelasan sang bapak, Presiden Joko Widodo (Jokowi), itu agar semuanya jadi terang benderang. Presiden Jokowi sedikit runtut beri penjelasan tentang kehebatan sang putra sulung itu dengan cukup baik. Tampak tak bisa ditutupi, disampaikan dengan penuh kebanggaan. Begini ilustrasi penjelas darinya, itu untuk bisa melihat Gibran dengan gamblang. Meski tidak dimaksudkan pamer kehebatan sang anak, tapi mau tidak mau kesan  kehebatan sang putra itu pun jadi tampak, hal manusiawi. Jokowi ingin mengesankan agar melihat Gibran pada prestasinya, bukan karena ia anak presiden. Itu setidaknya yang ingin dikesankan sang bapak. Gibran sebagai Wali Kota Solo saat ini tengah digadang untuk lompat tinggi-tinggi menjadi calon wakil presiden (cawapres). Sepertinya akan mendampingi Prabowo Subianto. Tidak ada yang dilanggar, meski asas kepatutan menabukan, tapi sang bapak mengatakan, \"Ya boleh-boleh saja.\" Menurut penuturan sang bapak, Gibran sudah melakukan kerja sebagai kepala daerah dengan baik. Lanjut tuturnya, Gibran mengadopsi Singapura, yang menggelar banyak event, karena tidak banyak memiliki sumber daya alam yang bisa dikelola. Saat saya (Jokowi) memimpin sebagai Wali Kota Solo, setahun ada 68 event digelar di sana. Saat ini di era Gibran tentunya event yang digelar bisa lebih banyak lagi, ujar sang bapak seperti sales yang menjajakan produk baru yang dikesankan lebih baik dari yang sebelumnya. Presiden Jokowi sudah tidak malu-malu lagi mengelus-elus sang putra melanjutkan trahnya, melompat tinggi-tinggi jadi cawapres. Itu disampaikan Jokowi di hadapan 19 pimpinan redaksi media, di Istana Negara, Kamis (10 Agustus 2023). Katanya, \"Kalau orang berharap ya boleh-boleh saja, tapi semuanya harus dihitung.\" Tidak jelas siapa yang mula-mula berharap pada \"lompatan\" Gibran tinggi-tinggi itu. Jokowi membantah jika dirinya ikut memasukkan nama Gibran itu. Tapi agar tidak penasaran, buru-buru Jokowi beri kisi-kisi jawaban, bahwa itu bukan keinginan dari dirinya. Memangnya keinginan dari siapa, ini jawaban dari sang bapak, \"Gibran bisa masuk dalam bursa cawapres itu, karena ada pertimbangan politik dan kepantasan.\" Pertimbangan \"politik\", itu mungkin dimaksudkan, ini mungkin lho, lebih bisa dilihat sebagai ia anak presiden. Apalagi Jokowi sudah janji untuk cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Itu asumsi yang muncul. Tapi bisa jadi itu cara Jokowi mencari jalan tengah untuk fans club-nya, yang masih ngarep Jokowi 3 periode, itu mustahil karena Undang-undang membatasi hanya boleh 2 periode, maka memilih Gibran itu sama dengan memilihnya. Karena di sana ada gen sang bapak, Jokowi. Bisa jadi itulah pertimbangan politiknya. Sedang pertimbangan \"kepantasan\", mungkin bisa ditafsir, bahwa Gibran memenuhi syarat untuk dipilih karena bukan saja ia anak Presiden Jokowi, tapi ia memang punya kemampuan. Meski soal ini bisa diperdebatkan (debatable). Gibran memenuhi syarat pencalonan, meski usianya baru 35 tahun. Maka, undang-undang yang menyatakan syarat usia capres/cawapres 40 tahun, itu harus ditinjau ulang demi Gibran. Sudah diuji di Mahkamah Konstitusi. Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan Partai Gerindra di antara yang mengajukan judicial review. Sedikit hari lagi sepertinya permintaan pengurangan usia demi Gibran akan dipenuhi. Karpet merah untuk Gibran selalu tersedia, dan bukan baru kali ini saja. Sebelumnya, saat maju di Pilkada Solo, semua partai merapat mengusungnya, kecuali PKS. Maka, mustahil ada penantangnya. Asas demokrasi jadi cacat jika Gibran mesti melawan bumbung kosong, memalukan. Dicarikannya penantang lewat jalur independen. Konon mantan ketua RW dan tukang jahit yang nekat maju menantang Gibran. Soal-soal yang begini tidak patutlah jika Gibran jadi pihak yang dipersalahkan, atau bahkan sang bapak, Jokowi, yang turut dipersalahkan. Gibran tidak bisa memilih takdirnya terlahir jadi anak Presiden Jokowi. Sedang Jokowi pun tidak bisa memilih anaknya itu siapa dan bakal jadi apa. Benar kata Jokowi, Gibran bisa sampai demikian itu karena ada pertimbangan politik dan kepantasan. Sekali lagi, tidak ada yang patut dipersalahkan. Tapi jika harus memaksa untuk menemukan kesalahan itu ada di mana, maka dengan terpaksa dan berat hati bisa disebut, itu saat tunduknya hukum pada kekuasaan.**