OPINI
DPR Menjadi Playgroup
Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih LENGKAP sudah ketika MPR sudah dilumpuhkan, DPR pun di mandulkan bersamaan Presiden sudah dikuasai oleh bohir bohir para bandar, bandit, dan badut politik. Presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pernah bikin berang DPR. Gus Dur pernah menyebut para anggota dewan yang gemar ribut itu seperti di Taman Kanak-kanak (TK) saja. Bahkan menilai DPR telah melorot menjadi kelompok bermain atau playgroup . Menyatakan para politisi kita memang masih harus banyak belajar, kata Gus Dur, usai acara buka bersama wartawan di Hotel Acacia, Jl. Kramat Raya, Jakarta, Minggu (31/10/2004). Saat itu Gus Dur sudah meminta maaf, sekalipun Gus Dur mengatakan bahwa ucapannya sekadar humor. Ternyata ucapan itu sampai saat ini, tetap membekas menjadi kesan buruk bagi DPR. Di ulang kembali oleh Prof. Rizal Ramli: “Hari ini (DPR) kan sudah jadi Taman Kanak-kanak semua. Karena ketua partainya yang 9 (sembilan) orang dikooptasi sama Pak Jokowi, nah yang anggota DPR yang 575 ya kayak taman kanak-kanak saja, karena bosnya sudah diurus. Makanya isu apapun yang menyangkut rakyat, anggota DPR ini nyaris tidak berbuat apa-apa, (dari video di kanal YouTube yang dikutip Selasa 9/5/2023). Ketika para petinggi partai khususnya Ketua Umum Partai sebagian sudah masuk dalam jerat kendali taipan oligarki. Semua anggota DPR sudah diikat, dikontrol dan dikuasai oleh para petinggi partai politik dengan kuasa PAW yang ada dalam UU MD 3. \"Fungsi DPR lumpuh total. Tidak lebih hanya pajangan formalitas konstitusi belaka\". Dampak dari UU MD3, saat ini ketua umum Parpol mempunyai kekuasaan untuk me-recall (mengeluarkan) anggota DPR RI dengan sesuka hati. Karena itu, dari 575 anggota DPR semuanya hanya tunduk dan patuh kepada ketua umum parpol. Otomatis DPR seperti Taman Kanak-kanak (TK), yang hanya manut kepada 9 (sembilan) ketua umum parpol, 99.99% anggota DPR sudah tidak mewakili kepentingan rakyat. \"DPR bukan lagi menjadi Dewan Perwakilan Rakyat tetapi Dewan Perwakilan Petinggi Partai Politik\". Kedaulatan rakyat dengan partai terputus saat berada di bilik suara. Sesudahnya kuasa rakyat menghilang bahkan rakyat hanya sebagai korban dan objek kebijakan persengkongkolan petinggi partai. Keberadaan partai politik dalam demokrasi tidak boleh memiliki kekuasaan dan kedaulatan lebih besar dan lebih tinggi dari kedaulatan rakyat. Rakyat sebagai pemilih untuk memahami, menyadari, dan disadarkan bahwasanya dalam sistem demokrasi, kondisi politik dan kedaulatan rakyat sudah di kudeta oleh partai politik, tidak mungkin bisa mengharapkan perubahan politik dan ekonomi dari pejabat tinggi di pemerintahan pusat, baik dari Presiden maupun dari DPR. Dampak DPR sudah lumpuh, hanya sebagai playgroup, demokrasi sudah dilumpuhkan, dampak ikutannya sangat parah dalam kerusakan tata kelola negara. Pemilu dan Pilpres 2024 tidak akan menghasilkan apa-apa dan hanya ritual dan prosedur formalitas. Dengan cara dan rekayasa yang sudah disiapkan pemenang Pilpres saat in sudah diketahui. \"Dalam kondisi politik seperti ini tidak mungkin berharap perubahan politik dan ekonomi dari pejabat tinggi negara di pemerintahan pusat, baik dari Presiden maupun dari DPR\". \"People power harus digerakkan untuk menuntut perubahan politik secara mendasar dan fundamental terhadap fungsi anggota DPR dan lembaga DPR\". (*).
Makar Allah Hebat
Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan DALAM Al Qur\'an Surat Ali Imran 54 Allah berfirman \"wamakaruu wamakarallah, wallohu khoirul maakiriin\" Maknanya adalah bahwa sehebat-hebat rencana \'mereka\', rencana Allah lebih hebat. Allah yang terbaik sebagai pemilik rencana. Makar. Pemegang kekuasaan biasanya banyak melakukan makar karena penguasa memiliki semua perangkat untuk suksesnya suatu perencanaan atau rekayasa. Yang penting mampu menutupi dan membuat rekayasa berkelanjutan. Percaya diri pada kemampuan secara berlebihan sering menjadi boomerang. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya. Peristiwa sederhana menjadi kompleks atau kecil menjadi besar. Rahasia yang terbongkar. Human error berimpilkasi pada political bahkan ideological error. Pembunuhan atasan atas ajudan beralibi \"tembak-menembak\" dalam \"Kasus Sambo\" berefek luas. Satgassus berkedok Propam menjadi pembongkar kerja \"mafia\" di Kepolisian. Ada narkoba, judi dan keboborokan lain. Klik internal terbaca publik. Pola kerja \"Kasus Sambo\" potensial untuk membuka \"Kasus Km 50\". Cepat atau lambat. Kasus penganiayaan oleh sang putera menyebabkan petugas pajak Rafael Alun pontang panting. Bukan saja tindak pidana pencucian uang dirinya sendiri yang terkuak tetapi juga rekan-rekan se-instansi. Nilai Rp349 Trilyun diangkat oleh Menkopolhukam. Kasus besar \"lemot\" ini menjadi \"tabungan\" kejahatan rezim ke depan. Proyek BTS kerugian Rp8 Trilyun yang menjadikan G Plate sebagai pesakitan ternyata melibatkan banyak pihak. Konon suami Puan, Kaesang dan Jokowi turut terkait. Pengusutan Kejagung yang awal ditujukan untuk \"menghajar\" Menteri Nasdem ternyata menjadi boomerang. Memercik muka sendiri. Pengembalian uang Rp25 Milyar yang berhubungan dengan Menpora Dito Ariotedjo justru menjadi masalah baru. Renovasi JIS Jokowi yang \"merebut\" prestasi Anies ternyata dibarengi dengan usaha untuk \"menggebuk\" Anies Baswedan. Atas nama standar FIFA, Jokowi berbohong akan FIFA. Belum ada rekomendasi atas perlunya renovasi. Soal Bus ternyata tidak sesuai fakta, soal rumput sang \"ahli rumput\" tidak ngerti rumput. Agenda renovasi merupakan kejahatan politik yang dapat disebut sebagai \"Rumput Gate\". Ujaran kebencian itu tidak bagus, tetapi kebijakan berdasar kebencian jauh lebih tidak bagus bahkan jorok dan kriminal. Benar juga satire di medsos \"daripada ganti rumput lebih baik ganti Presiden\". Ya, ganti Presiden secepatnya. Peristiwa yang berbalik bukan kebetulan tetapi makar Allah. Semakin tidak percaya pada kekuasaan Allah, maka semakin potensial bagi pembuktian kekuasaan Allah itu. Pemerintahan Jokowi terindikasi jauh dari jalan agama, jalan syari\'at, dan keridhoan-Nya. Kita akan kembali melihat peristiwa jungkir balik kekuasaan yang bersandar pada keangkuhan, kepentingan kelompok serta abai pada nilai-nilai kerakyatan. Ideologi dipinggirkan dan agama yang dikerdilkan. Bandung, 9 Juli 2023.
Berhentilah Memberhalakan Patung Soekarno
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila BANYAK patung Bung Karno dibangun di kota-kabupaten di seluruh Indonesia. Terbaru akan dibangun di Bandung, Jawa Barat. Entah pikiran apa yang menggelayuti Megawati membangun banyak patung Bung Karno. Sejak UUD 1945 diamandemen yang sesungguhnya diganti dengan UUD 2002, banyak masalah pada bangsa ini. Mengapa disebutbl diganti, sebab perubahannya 300 persen bukan hanya menambah dan mengurangi pasal di dalam UUD 1945, akan tetapi yang diganti justru aliran pemikiran ke Indonesiaan dan sistem ketatanegaraan, bahkan dasar sebagai Philisophy Groundslag, diganti. Dua tonggak bersejarah telah dimusnakan, yang pertama dengan digantinya UUD 1945 artinya telah dihilangkan karya Soekarno sekaligus Bapak Bangsa yaitu UUD 1945. Bukankaj Ketua Pembentukan UUD 1945 adalah Soekarno? Kedua dengan UUD 2002, maka hilang juga negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Dengan begitu maka hilang juga gelar Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Proklamator. Bagaimana bisa kita masih mengatakan Indonesia Negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 kalau negara lnya tidak berdasar Pancasila dan UUD 1945? Bagaimana mungkin NKRI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 diganti dengan sistem presidensiil yang basisnya individualisme, liberalisme, kapitalisme? Mengapa semua itu hancur? Sebab amandemen tidak hanya merontokkan lembaga MPR, tetapi sekaligus merontokkan aliran pemikiran tentang ke-Indonesiaan, menghilangkan sejarah, visi misi negara Indonesia, visi misi Gubernur, visi misi Bupati, dan Walikota diganti dengan visi misi Presiden. Akibatnya tujuan negara keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia telah dihilangkan. Cuplikan pidato bung Karno sudang BPUPKI Toean-toean jang terhormat. Kita menghendaki keadilan sosial. Boeat apa grondwet menoeliskan, bahwa manoesianja boekan sadja mempoenjai hak kemerdekaan soeara, kemerdekaan hak memberi soeara, mengadakan persidangan dan berapat, djikalau misalnja tidak ada sociale rechtvaardigheid jang demikian itoe? Boeat apa kita membikin grondwet, apa goenanja grondwet itoe kalau ia ta’dapat mengisi “droits de l’homme et du citoyen” itoe tidak bisa menghilangkan kelaparannja orang jang miskin jang hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itoe, djikalau kita betoel-betoel hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeloeargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong, faham keadilan sosial, enjahkanlah tiap-tiap pikiran, tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme dari padanja. Toean-toean jang terhormat. Sebagai tadi poen soedah saja katakan, kita tidak boleh mempoenjai faham individualisme, maka djoestroe oleh karena itoelah kita menentoekan haloean politik kita, jaitoe haloean ke-Asia Timoer Rajaan. Maka ideologie ke-Asia Timoer Raja-an ini kita masoekkan di dalam kenjataan kemerdekaan kita, di dalam pemboekaan daripada oendang-oendang dasar kita. Toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat. Kita rantjangkan oendang-oendang dasar dengan kedaulatan rakjat, dan boekan kedaulatan individu. Kedaulatan rakjat sekali lagi, dan boekan kedaulatan individu. Inilah menoeroet faham panitia perantjang oendang-oendang dasar, satoe-satoenja djaminan bahwa bangsa Indonesia seloeroehnja akan selamat dikemoedian hari. Djikalau faham kita ini poen dipakai oleh bangsa-bangsa lain, itoe akan memberi djaminan akan perdamaian doenia jang kekal dan abadi. Negara yang dirancang Soekarno dan para pendiri negeri ini kita hancurkan sementara ajaran Soekarno bahkan desain negara yang dengan susah payah diperjuangkan dengan harta benda dan darah nyawa diganti dengan aliran pikiran individualisme, liberalisme, kapitalisme. Yang jelas ketatanegaraan dan UUD 2002 bertentangan dengan Pancasila. Bahkan bertentangan dengan sistem negara berdasarkan UUD 1945 yang berdasarkan pada kedaulatan rakyat bukan kedaulatan individu. Ketatanegaraan diganti dari sistem kolektivisme perwakian menjadi presidenseil dengan basis individualisme liberalisme, banyak banyakan suara, dari demokrasi konsensus yang basisnya permusyawaratan perwakilan menjadi demokrasi mayoritas banyak- banyakan suara. Pertarungan kalah menang kuat kuatan, kaya-kayaan akibatnya butuh pemilu dengan dana yang besar, maka lahirlah rentenir untuk membiyai calon Presiden, Gubernur, Walikota/Bupati, Anggota Dewan, DPR, DPD, MPR. Mereka butuh renternir sebagai investor yang kemudian jika menang diberilah konsensi kakayaan alam Indonesia jadi kalau 74 % dikuasai konglemerat busuk. Ini semua akibat sistem politik oligarky, padahal yang diberikan pada investor itu melanggar hukum. Pada UU Pokok-pokok Agraria investor hanya boleh menguasai HGU 25 hektar dalam waktu 35 tahun yang kemudian diperpanjang 25 tahun. Jadi, kalau misalnya Sinar Mas bisa menguasai 2,8 juta hektar lahan, jelas melanggar hukum melanggar UU No 5 tahun 1960 tentang Tata Kelola Agraria. Kalau hukum tegak maka mulai kepala daerah sampai presiden bisa menjadi tersangka dengan memberikan konsensi tanah pada investor yang melebihi apa yang harus diperintahkan UU no 5 tahun 1960. Patung-patung Bung Karno dipajang di setiap kota, sementara pikiran dan ajaran Soekarno dihilangkan. Bahkan Soekarno jelas menolak individualisme, liberalisme, padahal jelas bertentangan dengan ajaran Soekarno. Ajaran Soekarno tentang persatuan Entah bagaimana tercapainya “persatuan” itu, entah bagaimana rupanya “persatuan” itu, akan tetapi itulah kapal yang membawa kita ke Indonesia. Merdeka itu, ialah ….”Kapal Persatuan” adanya. [Di bawah bendera revolusi, hlm. 2] Rupanya kapal persatuan itu telah oleng dan bocor akibat badannya persatuan telah digerogoti oleh individualisme dan liberalisme. Amandemen UUD 1945 telah mengingkari salah satu prinsip yaitu Persatuan Indonesia. Kita tidak mampu menjalankan pikiran Soekarno tetapi lebih senang memberhalakan Patung Soekarno. Sekarang patung itu akan dibangun di Bandung. Kota mana lagi yang akan didirikan berhala Patung Soekarno? Cuplikan pidato Soekarno di BPUPKI Mari kita menunjukan keberanian menoendjoekkan, bahwa kita tidak hanja membebek kepada tjontoh2 oendang2 dasar negara lain, tetapi memboeat sendiri oendang2 dasar jang baroe, jang berisi kefahaman keadilan jang menentang individualisme dan liberalisme; jang berdjiwa kekeloeargaan, dan ke-gotong-royongan. Keberanian jang demikian itoelah hendaknja bersemajam di dalam hati kita. Kita moengkin akan mati, entah oleh perboeatan apa, tetapi mati kita selaloe takdir Allah Soebhanahoewataala. Tetapi adalah satoe permintaah saja kepada kita sekalian: Djikalau nanti dalam zaman jang genting dan penoeh bahaja ini, djikalau kita dikoeboerkan dalam boemi Indonesia, hendaklah tertoelis di atas batoe nisan kita, perkataan jang boleh dibatja oleh anak-tjoetjoe kita, jaitoe perkataan: “Betoel dia mati, tetapi dia mati tidak sebagai pengetjoet”. Kita hanya menjadi pengecut, hanya mampu mendirikan patung Soekarno tetapi tidak mampu merawat dan melaksanakan pikiran Soekarno. Dalam sistem MPR ini, negara semua untuk semua, menjadi prinsip dengan harapan semua elemen bangsa terwakili. Maka keanggotaan MPR di samping golongan partai politik yang diwakili DPR, juga ada utusan-utusan golongan fungsional, utusan golongan daerah, utusan golongan agama, adat istiadat. Dengan begitu benar-benar keanggotaan MPR menjadi Bhinneka Tunggal tunggal Ika, seluruh lapisan rakyat terwakili. Simak kembali cuplikan pidato; AMANAT PRESIDEN SOEKARNO PADA ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA 17 AGUSTUS 1966 DI JAKARTA: Cobalah lepaskan pandangan kita lebih jauh lagi ke belakang. Marilah kita mawas diri sejak saat kita terlepas dari cengkeraman penjajah Belanda di tahun 1950, yaitu apa yang dinamakan Pengakuan Kedaulatan – recognition of sovereignty. Betapa hebatnya crucial period-crucial period yang harus kita lalui selama masa 1950-1959 itu. Free fight liberalism sedang merajalela; jegal-jegalan ala demokrasi parlementer adalah hidangan sehari-hari, main krisis kabinet terjadi seperti dagangan kue, dagangan kacang goreng. Antara 1950 dan 1959 kita mengalami 17 kali krisis kabinet, yang berarti rata-rata sekali tiap-tiap delapan bulan. Pertentangan yang tidak habis-habis antara pemerintah dan oposisi, pertentangan ideologi antara partai dengan partai, pertentangan antara golongan dengan golongan. Dan dengan makin mendekatnya Pemilihan Umum 1955 dan 1956, maka masyarakat dan negara kita berubah menjadi arena pertarungan politik dan arena adu kekuatan. Mengubah Pancasila 18 Agustus 1945 dengan Pancasila 1 Juni adalah tindakan makar. Apakah sistem seperti ini yang kita inginkan? Jika kita ingin menyelamatkan negeri ini, maka berhentilah memberhalakan patung Soekarno . Mulailah melakukan perubahan kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 yang didekritkan 5 Juli 1959.Jangan lagi membuat patung patung Bung Karno memberhalakan tanpa mengembalikan negara Proklamasi 17 Agustus 1945. (*)
Diaspora Politik Purnawirawan TNI
Oleh : Brigjen TNI Purn Drs. Aziz Ahmadi, M. Sc. - Pemerhati Politik dan Pertahanan PENDULUM sejarah TNI berubah drastis. Dwifungsi ABRI ditanggalkan. Berganti nama TNI, sebutan ABRI ditinggalkan. Perubahan arah yang lebih dramatis, terjadi di ranah politik praktis. Searah dengan dinamika perkembangan kebijakan dan situasi sosial politik nasional. Purnawirawan TNI, terutama perwira tingginya (Pati), merasa masih haus iingin mengabdi. Merasa belum cukup, 30-35 tahun berkarya. Merasa belum puas atau masih bisa produktif, ketika usia 58 tahun dipensiun. Era demokratisasi seperti saat ini, partai politik adalah segala-galanya. (Partai) politik adalah panglima. Doeloe ada adagium, \"jika ingin menjadi lurah masuklah ABRI\". Kini berubah total. Dalil terbaru adalah, \"mau jadi atau ingin apa saja - termasuk korupsi - bikin atau masuklah partai politik\". Mainstrem kecenderungan itu, melabrak disiplin dan loyalitas purnawirawan TNI. Diaspora politik itu, mewabah dan mengacak-acak sendi-sendi soliditas purnawirawan TNI. Secara kultural dan stelsel pasif, para purnawirawan tanpa perlu melakukan tindakan hukum/administrasi tertentu, secara generatif dan otomatis, dianggap menjadi Anggota Pepabri = Persatuan Purnawirawan TNI/Polri. Begitu juga menjadi anggota organisasi purnawirawan masing-masing Angkatan, (PPAD, PPAL, PPAU) & PP Polri. Namun, aaksikanlah kini - terlebih setiap menjelang Pemilu atau mengancik tahun politik, seperti dewasa ini. Mereka, dengan lokomotif purnawirawan Pati, berdiaspora sedemikian rupa. Sesuai kepercayaan dan selera ideologi masing-masing, masuk ke berbagai partai politik. Latah atau rubuh-rubuh gedhang - ikut-ikutan melakukan deklarasi dukungan terhadap Capres tertentu. Setidaknya, sudah ada 3 (tiga) deklarasi besar para Purnawirawan Pati TNI dan Polri. Masing-masing mendukung Capres Prabowo Subiyanto (PS), Anies Baswedan (AB), dan Ganjar Pranowo (GP). Akan tetapi, dari tiga polarisasi dukungan itu, purnawirawan pendukung PS yang paling besar, serta lebih militan, solid, dan terorganisasi. Selebihnya bersifat spontanitas, dan reaktif/sporadis. Banjir dukungan Purnawirawan TNI kepada Capres PS, sudah berlangsung sejak 2012-an silam. Mereka menjadi sayap organisasi bagi Partai Gerindra. Secara populatif, purnawirawan pendukung PS itu, barangkali mencapai 75% lebih, dari total anggota Purnawirawan TNI. Mereka inilah yang dikenal sebagai, PPIR = Purnawirawan Pejuang Indonesia Raya. (*)
2024 Sebagai Fase Penentu Arah Kiblat Politik Indonesia
Oleh Dr. Anton Permana - Direktur Tanhana Dharma Mangruva Institute JARANG yang melihat kompleksitas akar permasalahan yang sedang terjadi di Indonesia saat ini secara utuh. Hampir kebanyakan terkecoh dengan permainan isue “Digital Distraction” media massa dan para buzzerRp, sehingga wajar di beberapa kalangan masyarakat mulai muncul rasa pesimisme, acuh, skeptis, inferior bahkan menuju aliena (disorientasi alias labil). Yaitu, sudah sulit melepaskan Indonesia dari cengkraman kekuasaan Oligarkhi dan Elit Global. Indonesia dalam keadaan tidak baik-baik saja, kalau kita merujuk kepada pondasi dasar berdirinya bangsa dan negara ini. Yaitu sesuai dengan Visi dan Misi negara yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi “Mewujudkan Masyarakat Yang Berdaulat, Adil, dan Makmur” sebagi Visi, serta “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, Memajukan Kesejahteraan Umum, dah Ikut dalam Menjaga Perdamaian Dunia” sebagai Misi Negara. Kondisi utang negara yang menurut Misbahkun politisi Golkar sebanyak Rp20 ribu Trilyun, tingkat korupsi yang semakin gila-gilaan, kehidupan demokrasi yang di bajak otoritarianisme kelompok oligarkhi serta, serta semakin hilangnya rasa keberpihakan rezim saat ini terhadap kehidupan rakyat yang semakin ringkih, adalah bentuk komparasi bahwa Indonesia memang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bangsa ini telah dibajak. Tentu untuk membaca hal ini tidak bisa hanya dari parsial emosional perdebatan Kadrun Vs Cebong semata, atau data-data indah yang disajikan sepihak pemerintah, tanpa kritikan dan pengawasan pihak legislatif yang sudah dicabut taringnya, ataupun penegak hukum bahkan kekuatan civil society sekalipun yang dikooptasi di bawah cengkraman pasal-pasal kekuasaan. Hal ini hanya bisa dibaca dan dilihat melalui kaca mata ilmu geopolitik dan geostrategi global, dimana Indonesia salah satu dari bahagian puzzle permainan itu. Dalam ilmu geopolitik (ruang hidup) dan geostrategi (cara mempertahankan ruang hidup), setiap negara maupun kelompok elit minority global, dimana Indonesia hanyalah objek dari sebuah perebutan sumber daya melalui kebijakan-kebijakan “aneh” seperti UU Ciptaker, UU Minerba, yang orientasinya memberikan keuntungan seluas-luasnya bagi kelompok elit dan oligarkhi semata. Ketika sebuah negara, terbatas dalam memenuhi kebutuhan lokal negaranya, maupun ambisi dari para “non state actor” maka invansi dan kolonialisasi (penjajahan) adalah solusi untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan bernegaranya. Dan itu sesuatu hal yang “sah” dan lazim dalam ilmu geopolitik. Siapa yang kuat, maka akan memangsa yang lemah dan bodoh. Namun, tentu bukan dengan cara kolonialisasi fisik cara “jadul” penguasaan gaya era abad 15 sampai dengan 19 lagi. Tetapi dengan sebuah taktik strategi tatanan dunia baru, yang sedang berjalan dan mereka (kelompok negara maju) namakan “the new world order”. Menguasai sebuah negara dengan cara berbeda, yaitu ada yang melalui penguasaan ekonomi (debt trap), politik ideologi, adu domba perang saudara, serta infiltrasi proxy agen yang sengaja dikirim disusupkan untuk menjadi pejabat dan penguasa di suatu negara tertentu. Pemahaman sederhananya adalah silahkan di baca kembali buku “the clash of civilization” karangannya Samuel P Huntington. Tentang pertarungan tiga peradaban dunia yaitu ; Barat (Kapitalis), Timur (Sosialis-Komunis), dan Islam. Dimana dari tiga poros arus besar ideologi (peradaban) itu terwakili oleh : Barat dengan Amerika dan sekutunya mengusung konsep kapitalisme - liberalisme, Timur dengan Rusia-China dengan Sosialisme dan Komunismenya, lalu baru kelompok Islam yang terpecah-belah, ada yang menjadi sekutu barat seperti Arab Saudi Cs, ikut China dan Rusia seperti Iran, Pakistan, dan kelompok kekuatan baru seperti Turkey serta baru Indonesia, Mesir, yang masih terombang-ambing di antara dua arus besar itu. Singkat kata, kalau kita baca juga pendapat filosof dan ahli ilmu sosial Rusco Poun, menyatakan bahwa “ Ke depan, dunia akan terbelah menjadi dua kelompok besar yaitu ; Kelompok Coorporate State dengan kelompok Religion State “. Yaitu kelompok negara koorporasi kapitalis-liberalis yang disatukan oleh prinsip matrealistis hedonis dengan kelompok konservatif agama. Kelompok koorporasi ini, muatan ideologisnya adalah Uang, harta, kesenangan, kebebasan, dan dunia. Sedangkan kelompok konservatif keagamaan ini orientasinya adalah hari akhir, nilai KeTuhanan, dan surga. Khususnya Islam. Di Indonesia tarik menarik, dan benturan dua pusaran arus besar ini sudah lama terjadi. Faktanya sejak perdebatan pasca proklamasi kemerdekaan ketika membuat konsensus awal bernegara hal ini sudah terjadi. Perdebatan antara anak bangsa yang otak pikirannya terbentuk dari sekolah di Belanda (Sekuler), dengan tokoh nasional yang mewakili pribumi mayoritas Islam. Seperti di kemudian hari hilangnya frasa 7 kata dalam pembukaan UUD 1945 atau di kenal dengan Piagam Jakarta. Dan lahirlah sila pertama KeTuhanan Yang Maha Esa sebagai jalan tengah dari tarik menarik dua pusaran arus besar peradaban dunia itu. Menjadikan Indonesia bukan negara Agama, tetapi juga bukan Negara tanpa Agama. Namun, Indonesia adalah negara yang mengakui keberadaan Agama sebagai salah satu sumber nilai kehidupan bernegaranya. Selesai. Jadi tidak heran, kalau kita petakan secara sederhananya, sudah menjadi kodrati bahwa Indonesia ini akhirnya terbagi dari tiga kelompok besar yang dalam rezim Orde Baru di namakan kelompok : Kanan (Islam Kultural dan Fundamental), Tengah (Nasionalis-Borjuis) dan Kiri (Liberalis-Sosialis-Komunis). Ini menurut peta pemahaman Orde Baru. Ketika era Orde Lama yang cenderung ke kiri, maka Soekarno melalui pemikirannya bernama Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) mencoba menyatukannya. Namun gagal total akibat agresifitas revolusioner kelompok PKI ketika itu yang tidak sabar menjadikan Indonesia jadi Komunis. Maka terjadilah tragedi G/30/S/PKI yang berdarah-darah itu. Lalu setelah Orla jatuh, Orba mulai berkuasa sebagai kelompok tengah (Nasionalis) yang didukung Amerika karena dianggap berhasil mematahkan arus perkembangan Komunis di Asia Tenggara, namun karena ada rekam sejarah perseteruan dengan kelompok kiri (Komunis) di tahun 1965, di 10 tahun akhir masa jabatannya Soeharto mulai cenderung berpihak kepada kelompok kanan. Dimana hal inilah yang dimanfaatkan oleh kelompok kiri (komunis China) melalui agennya bernama JR untuk bersatu dengan barat di era Presiden America Bill Clinton dalam menjatuhkan Soeharto melalui skenario krisis ekonomi 1998. Sampai akhirnya muncullah era reformasi yang kemudian hari baru kita sadari bahwasanya; reformasi adalah maha karya kombinasi kelompok kiri dan tengah, yang didukung oleh para elit global untuk menjatuhkan pemerintahan Orde Baru. Kekuatan China dan barat Amerika, bersama-sama memaksa Soeharto untuk turun dari jabatannya. Maka jadilah Indonesia bak anak ayam kehilangan induk, karena reformasi telah memutar balik secara radikal haluan bernegara kita melalui Amandemen UUD 1945, menjadi UUD 10 Agustus 2002. Sekarang, 25 tahun reformasi telah berlalu, mencari ujung titik puncak kulminasi pertarungan antara kelompok kanan dan kiri plus tengah opportunis yang tanpa rasa malu dan semakin terang-terangan. Pengaruh politik PKC di Indonesia sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Bangkit dan berhasilnya “anasir kelompok Neo-Nasakom” (para anak-anak keturunan PKI) masuk dalam sendi pemerintahan juga sudah bukan omong kosong lagi. Kepres nomor 17 tahun 2022, Inpres nomor 2 Tahun 2023, adalah jawaban dan fakta otentik dari itu semua. PKI diputar balik seolah jadi korban, dapat santunan dan Presiden atas nama negara meminta maaf. Walaupun hal itu dianggap para pakar ilmu hukum dan tokoh nasional sangat tidak relevan dan justru menabrak aturan hukum yang lebih tinggi di atasnya. Pergeseran nilai dan perang narasi atas hegemoni dan kendali nilai (value) tata kelola kehidupan masyarakat juga sangat terasa sekali benturan dan arah orientasinya saat ini. Upaya Sekulerisasi dan liberalisasi kehidupan berbangsa kita juga sangat kuat dan memaksa. Mulai dari instrumen politik identitas, isu radikalisasi, intoleransi, de-populisme Islam, modernisasi Islam, hingga istilah Islam Nusantara, sudah menjadi instrumen negara bagaimana untuk menjauhkan pengaruh agama dari pusaran kekuasaan dan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ini agenda siapa lagi kalau bukan kombinasi agenda kelompok kapitalis liberal dan neo-komunis. Kalau di era Soeharto musuh negara itu diistilahkan dengan EKA (Ekstrim Kanan) dan EKI (Ekstrim Kiri), yaitu komunis dan Islam fundamentalis. Saat ini justru terbalik. Istilah EKI yang termanifestasikan dengan komunisme sudah hilang tak terdengar lagi suaranya, walaupun TAP/MPR/XXV/1966 dan UU nomor 27 Tahun 1999 masih ada. Namun di satu sisi, Islam sebagai anti tesa komunis saat ini diobok-obok dan banyak para tokoh serta ulamanya di kriminalisasi mirip era tahun 1960an. Saat ini, yang jadi bulan-bulanan adalah para kelompok Islam atas nama radikalisme dan terorisme. Dengan berbagai macam instrumen stigmanisasi, menggunakan kekuasaan negara. Pertarungan dua pusaran ideologi ini jugalah yang akan menjadi trigger kontestasi Pemilu dan Pilpres 2024 ke depan nantinya. Kelompok saat ini yang berkuasa tentu tak akan rela dan mau kekuasaannya lepas. Karena masih banyak target, capaian, yang belum diwujudkan. Apalagi pondasi sosial ideologis dan strukturalnya sudah semakin menguat. Kelebihan kelompok ini adalah adanya back up dari negara induk seperti China (komunis) dan Amerika (liberalis) yang notabonenya ada para negara adi daya dan super power dunia. Begitu juga untuk kelompok kanan. Hampir 10 tahun babak belur diintimidasi, dikriminalisasi, tentu juga akan melakukan perlawanan keras. Karena selain mayoritas tentu juga tak akan mau kedepan berubah garis ideologi anak cucu dan keturunannya. Kelemahan kelompok ini (Islam) adalah terpecah belah politik adu domba, dan saat ini tidak mempunyai negara induk seperti era ke Khalifahan. Maka tercerai berai pasca runtuhnya Kekhalifahan Utsmani Ottoman pada tahun 1924. Cuma, tentu tidak mudah untuk melawan rezim yang saat ini sudah begitu kuat cengkramannya. Namun disinilah letak kelebihan para kelompok kanan tersebut, yaitu mereka punya sumber keyakinan akan kuasa Tuhan, yang melebihi atas segala kuasa yang ada di muka bumi ini. Keyakinan kuat ini tidak bisa dianggap remeh, karena keyakinan ini jugalah yang sudah 14 abad lamanya membuktikan Agama ini tetap eksis di muka bumi sampai saat ini. Dan pernah memimpin 1/3 luas dunia selama 1333 tahun lamanya. Secara normatif, para kelompok elit global sejatinya tak begitu peduli dengan pertarungan ideologi tersebut. Yang penting bagi mereka adalah “cuan”, money, dan kendali power (kenikmatan dunia). Tuhan mereka adalah nafsu dan dunia. Liberalisme-Sekulerisme-Komunisme dan Atheisme hanyalah taktik instrumen saja. Alias kebatilan akan sebuah keingkaran akan nilai ketuhanan (agama). Namun sejarah membuktikan pula bahwa, kendali dan motivasi kendali (power) itu akan berbahaya bagi mereka kalau kembali direbut oleh kelompok konservatif agama. Apabila kelompok Agama yang kembali memegang kekuasaan. Apalagi Islam. Kalau Islam kembali berkuasa, maka tatanan dunia matrealistis-hedonisme yang menjadi ruh kapitalisme ideologi mereka akan runtuh dan hancur. Ibarat ikan kehilangan air. Dan itulah sunatullahh. Oleh karena polemik inilah makanya para pendiri bangsa kita dahulu, mencoba menjadikan Pancasila sebagai konsensus jalan tengah, bukan negara agama namun mengakui keberadaan agama sebagai sumber hukum. Namun sayang, konsepsi ini hanya manis di bibir saja, faktanya ada kelompok yang gerah dengan masih adanya nama “agama dan keTuhanan” dalam kehidupan bernegara. Dan itulah komunisme. Yang anti dan jijik terhadap keberadaan agama. Kembali kepada kondisi geopolitik dan geostrategi Indonesia, mau tak mau, Pemilu 2024 akan menjadi penentu, apakah itu akan menjadi pintu lepas landasnya dari rezim hari ini mewujudkan cita-cita lamanya, atau menjadi titik awal kelompok tengah/kanan untuk mengembalikan Indonesia sesuai dengan cita-cita luhur para pendiri Bangsa kita di tahun 1945 yang lalu? Yaitu: Indonesia yang telah menjadikan Pancasila sebagai konsensus jalan tengah dalam kehidupan bernegaranya ? Atau melalui alibi “Kebenaran Baru” mau merubah arah kiblat negara Indonesia sesuai dua kekuatan negara induk di dunia saat ini yaitu super liberalis atau neo-komunis? Wallahu’lam. Pekanbaru, 09 Juli 2023.
Etika, Korupsi dan Pengkhianatan Intelektual Alumni ITB (Catatan atas Korupsi BTS)
Oleh Dr. Syahganda Nainggolan - Sabang Merauke Circle KETIKA kemarin lalu pagi saya masuk ke gedung Fakultas Ekonomi UI, mau ke ATM, saya terkejut dengan 4 poster menempel di atas gedung itu. Poster itu berisi kata kunci tentang pandangan filosofi UI atau fakultas itu, yang pertama Etika dan Tanggung Jawab Sosial (Ethics and CSR), dan yang terakhir berpikir kritis (Critical Thinking). Penempatan etika di depan membuat saya terbayang pada dua sosok, pertama adalah Rocky Gerung yang selalu memompakan akal sehat atau lebih dekatnya berpikir kritis ketimbang etika. Sedang sosok lainnya adalah Yusrizky dan beberapa pengurus alumni ITB yang diduga menjadi otak korupsi BTS Kominfo. Kebetulan Yusrizky dan beberapa lainnya pernah berinteraksi dengan saya dahulu. Apa itu etika? Apa itu berpikir kritis? Etika adalah kajian filosofis tentang karakteristik seseorang. Ini terkait moralitas. Para filosof, sejak zaman Plato dan Aristoteles, membahas soal ini dalam konteks kebahagiaan manusia. Manusia hidup adalah untuk mengejar kebahagiaan, happiness. \"Beeing good person\" atau menjadi manusia bermoral adalah bagian pencapaian happiness itu. Demikian Aristotle dalam Aristotle\'s Ethics yang dikutip dari Stanford Ensyclopedia. Berpikir kritis sendiri terkait dengan logik. Rocky Gerung menjadi simbol pembicaraan tentang ini di Indonesia. Rasionalitas adalah menggunakan akal pikiran untuk melakukan sesuatu atau membuat keputusan. Persoalannya apakah etik dan logik ini mampu dimiliki seseorang secara simultan? Mengapa semboyan di FE UI itu yang utama etik, bukan rasional? Setiap orang tidak bisa mempunyai kemampuan simultan dalam keseimbangan logik dan etik. Aristoteles membagi orang tersebut dalam tiga kelompok, pertama people of continent, kedua people of incontinent dan terakhir Evil people. Yang continent adalah manusia bijak. Terjadi keharmonisan pada dirinya. Yang kedua di bawah rata-rata dalam pengendalian diri. Yang terakhir adalah manusia rusak, yang nafsunya tidak dapat dikendalikan. Menurutnya, karakter itu atau hal-hal terkait etika seperti keberanian (courageous), keadilan (justice), pengendalian diri atau kesederhanaan (temperance), dan sejenisnya, dapat diperoleh melalaui pembinaan karakter ketika masa perkembangan anak. Itu harus dipupuk kokoh. Yusrizky dan beberapa pengurus pusat alumni ITB, dalam katagori Aristoteles adalah Evil people. Mereka telah menjadi otak dalam perkara korupsi BTS, penjahat besar. Ini korupsi terparah di Indonesia sejak jaman kemerdekaan. Sebab, menurut Mahfud MD projek ini fiktif. Di rancang dan dikerjakan sepanjang tahun 2020-2022 dengan anggaran sangat besar, Rp. 10. Triliun, dikorupsi hampir 8 Triliun atau 80%. Selain itu, media mainstream, juga melaporkan keterlibatan hampir seluruh komponen penting kekuatan rezim Jokowi, baik menteri, pimpinan parpol yang berkuasa dan pengusaha pro Jokowi. Meskipun pengungkapan kasus ini terkesan dikendalikan dalam batasan kepentingan politik 2024, namun kejahatan bisnis ini mirip dengan korupsi bansos, yakni dilakukan atas nama kepentingan vital bangsa, yakni digitalisasi pendidikan di era pandemi covid. Evil people yang dilakukan dan diorganisasikan alumni-alumni ITB merupakan pengkhianatan kaum intelektual. Yusrizky dan alumi ITB itu bukan saja pengurus inti alumni, melainkan juga aktifis sentral ketika mereka menjadi mahasiswa di era 90 an. Apakah pengkhianatan ini merupakan kegagalan sistem sosial kita melakukan kontrol atas individual atau sub sistem di bawahnya? Kita bisa saja menyalahkan situasi negeri ini yang sangat korup sejak Jokowi berkuasa, yakni indek persepsi korupsi 34, jauh di bawah rata-rata internasional 44, menurut Transparasi Internasional. Pandangan ini dapat didekati dengan perspektif struktural. Namun, sepanjang kepedulian kita rendah pada isu etik, yakni moral dan kultur manusia kita, maka kita akan pasrah pada situasi yang ada. Di sinilah peranan perguruan tinggi dan intelektual mendorongnya agar isu moral atau etika menjadi isu utama yang harus diselesaikan. Tentu kita yang mayoritas beragama Islam dan agama Samawi lainnya, sepakat dengan Aristoteles pentingnya etika. Kita perlu melakukan refleksi mengapa agama di Indonesia gagal memberikan etika pada manusia kita? Kampus dan kaum ulama perlu melakukan kajian-kajian serius soal ini. Apakah kegagalan itu bisa dibenahi? Bagaimana menjadikan kaum intelektual sebagai sandaran etik selamanya? Penutup Kasus korupsi BTS Kementerian Informasi telah menunjukkan hancurnya kaum intelektual, khususnya alumni ITB. Beberapa nama yang jadi otak korupsi ini, Yusrizky, Anang Latif dan lainnya merupakan pengurus inti alumni ITB. Bahkan mereka aktifis utama kemahasiswaan ITB ketika mahasiswanya tahun 90an. Ini adalah sebuah pengkhianatan kaum intelektual. Sumber masalahnya terletak pada hilangnya etika atau pembangunan karakter di Indonesia. Tentu saja tidak mengurangi domain kegagalan sistem atau struktur sosial yang memang korup. Pada bahasan ini kita harus berani mengambil sisi etik atau moral atau karakter sebagai tantangan besar yang harus kita selesaikan. Sebab, kita sudah bingung mau menyelesaikan dari mana soal korupsi ini, jika tidak mulai dari pembenahan karakter manusia kita. Semoga kaum intelektual berbenah diri, menjadikan landasan moral dan karakter yang kokoh sebagai bagian penting dari kiprah kehidupannya. Semoga bangsa ini bisa selamat dan bebas korupsi nantinya. Entah kapanpun. (*)
Pemutihan Perkebunan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan Bisa Didakwa Turut Merugikan Keuangan Negara
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan ada 3,3 juta hektar lahan sawit berada di dalam kawasan hutan. Luas lahan ilegal yang sangat besar tersebut pasti sudah berlangsung sangat lama, dan terkesan ada pembiaran dari pemerintah. Pemerintah seharusnya segera menindak pengusaha-pengusaha nakal tersebut. Tetapi, bukannya menindak, pernyataan pemerintah malah sebaliknya, terkesan sangat arogan, bermental tirani seperti di masa kolonial. Pemerintah mengatakan akan “memutihkan” kebun sawit ilegal yang menyerobot kawasan hutan tersebut. https://bisnis.tempo.co/amp/1740714/33-juta-hektare-lahan-sawit-di-kawasan-hutan-luhut-pakai-logika-saja-kita-putihkan-terpaksa Artinya, para kriminal dan penjarah kawasan hutan tersebut bukannya dihukum, tapi malah mau diberi hadiah, dengan melegalkan tindakan kriminalnya yang merugikan keuangan negara, merugikan perekonomian negara, dan merusak lingkungan, asalkan bayar denda administratif dan menyetor pajak. Pemerintah berdalih, sudah sesuai Pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja. Pernyataan dan logika pemerintah ini sangat tidak normal. Bagaimana bisa, sebuah tindak pidana diganjar dengan hadiah? Pemerintah tidak bisa “memutihkan” perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan. Ada beberapa alasan untuk itu. Pertama, Pasal 110A hanya berlaku bagi mereka yang sudah mempunyai Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan. Sedangkan Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan pasti bukan untuk perkebunan sawit. Artinya, perkebunan sawit di dalam kawasan hutan pasti tidak mempunyai Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan, sehingga Pasal 110A tidak berlaku bagi mereka. Kedua, Penggunaan Kawasan Hutan tidak boleh mengubah fungsi pokok Kawasan Hutan (pasal 38, ayat (2)). Sehingga Pasal 110B UU Cipta Kerja tidak bisa dijadikan alasan untuk memberi Perizinan Berusaha kepada pengusaha sawit, dengan mengubah fungsi pokok kawasan hutan menjadi perkebunan. Pasal 105, huruf a, UU Cipta Kerja mengatakan, setiap Pejabat yang menerbitkan Perizinan Berusaha di dalam Kawasan Hutan dan/ atau Perizinan Berusaha terkait penggunaan Kawasan Hutan di dalam Kawasan Hutan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dipidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda paling sedikit satu miliar rupiah dan paling banyak sepuluh miliar rupiah. Artinya, pejabat yang memberi Perizinan Berusaha perkebunan sawit di dalam kawasan hutan dapat pidana seperti dimaksud pasal ini. Ketiga, penggunaan Kawasan Hutan tanpa Perizinan Berusaha, atau penggunaan Perizinan Berusaha yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan, termasuk kategori Perusakan Hutan (Pasal 1, butir 3). Artinya, perkebunan sawit di kawasan hutan tanpa ada Perizinan Berusaha, termasuk Perusakan Hutan. Keempat, setiap orang yang mengerjakan, menggunakan dan/atau menduduki Kawasan Hutan secara tidak sah (Pasal 50 ayat (2), huruf a), dipidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp7,5 miliar. Perkebunan sawit di kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha masuk kategori ini. Kelima, Pasal 110A dan Pasal 110B tidak bisa menghilangkan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara seperti dimaksud UU tentang Tindak Pidana Korupsi. Surya Darmadi, bos Duta Palma Group, divonis 15 tahun penjara (ditambah denda), karena terbukti menggunakan kawasan hutan secara ilegal untuk perkebunan sawit. Adapun luas lahan ilegal tersebut hanya 37.095 hektar, sangat kecil kalau dibandingkan dengan 3,3 juta hektar lahan ilegal yang mau diputihkan pemerintah. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230223140351-12-916925/surya-darmadi-divonis-15-tahun-penjara-dan-denda-rp1-miliar/amp Vonis 15 tahun penjara kepada Surya Darmadi malah mendapat kritik dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). Menurut Walhi, hukuman tersebut terlalu ringan! Karena waktu untuk memulihkan kerusakan lingkungan akibat perkebunan sawit ilegal di kawasan hutan tersebut akan lebih lama dari vonisnya. https://www.jawapos.com/kasuistika/amp/01438491/walhi-anggap-vonis-surya-darmadi-tidak-adil Selain itu, Surya Darmadi juga didakwa dengan tindak pidana pencucian uang puluhan triliun rupiah. Artinya, kasus Surya Darmadi sudah menjadi fakta hukum, bahwa penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit secara ilegal merupakan tindak pidana, sehingga tidak bisa diputihkan atau dilegalkan. Pejabat yang melegalkan perkebunan sawit di kawasan hutan dapat didakwa ikut melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara dan perekonomian negara. —- 000 —-
Republik Korporasi Apanya yang Mau Diestafetkan?
Oleh Prihandoyo Kuswanto - Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila KALAU Bambang Soesatyo yang ketua MPR itu mengatakan bahwa Republik Indonesia Ini milik Ketua partai , justru sebalik nya ketua ketua partai itu hanya pion-pion nya korporasi yang menguasai 74% lahan di Republik Indonesia. Bapak -bapak Pendiri negeri ini mempunyai cita-cita masyarakat adil dan makmur, oleh sebab itu perintah UUD 1945 \"Melindungi segenap Bangsa dan tanah tumpah darah Indonesia \" untuk melaksanakan cita-cita tersrbut di perintahkan didalam UUD1945 pasal 33 ayat 3.menentukan, “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” Kemudian untuk mengatur tanah air terbitlah Undang no 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria. Di undang-undang ini mengatur luas tanah untuk korporasi seluas 25 hektaŕ jangka waktu 35 tahun kemudian bisa diperpanjang 25 tahun. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan bahwa saat ini kasus korupsi justru pelakunya berasal dari orang-orang yang lulusan perguruan tinggi. Mahfud menjelaskan bahwa pada 2017, pihaknya sudah mengatakan bahwa korupsi era reformasi ini lebih meluas dari era Orde Baru. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan timbal balik kepala daerah terpilih ke para cukong paling membahayakan adalah melahirkan korupsi kebijakan terkait perizinan. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan hampir 92 persen calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong. Rata-rata, kata Mahfud, setelah terpilih para calon kepala daerah ini akan memberi timbal balik berupa kebijakan yang menguntungkan para cukong tersebut. \"UUD 1945 menyebut sumber daya alam dikuasai oleh negara, dan mengamanatkan dikelola untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Tapi, data di bawah menunjukkan penguasaan sumber daya alam justru oleh segelintir kelompok,\" tulis Walhi dan Auriga dalam laporan Indonesia Tanah Air Siapa yang dirilis Agustus 2022. \"Dari 53 juta hektare penguasaan/pengusahaan lahan yang diberikan pemerintah, hanya 2,7 juta hektare yang diperuntukan bagi rakyat, tapi 94,8 persen bagi korporasi,\" lanjutnya. Walhi dan Auriga mencatat lahan yang dikelola korporasi di Kalimantan mencapai 24,73 juta ha, sedangkan yang dikelola rakyat hanya 1,07 juta ha. Ketimpangan serupa juga ditemukan di pulau-pulau lainnya. Merespons hal ini, Walhi dan Auriga merekomendasikan agar pemerintah mengambil sejumlah kebijakan, yakni: Mempercepat pengakuan serta memperkuat perlindungan Wilayah Kelola Rakyat yang selama ini berkonflik dengan perusahaan maupun negara (kawasan hutan) melalui skema yang Perhutanan Sosial, TORA, pengakuan Hutan Adat, dan enclave. Melakukan evaluasi dan pencabutan izin perusahaan-perusahaan yang selama ini berkonflik dengan rakyat serta perusahaan yang melakukan kejahatan terhadap lingkungan. Menerbitkan kebijakan stop perizinan baru (perkebunan, pertambangan dan sektor kehutanan) di seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia. Membatalkan UU Cipta Kerja serta aturan turunannya yang akan menjadi legitimasi hukum penerbitan izin dan investasi yang masif di Indonesia. Walhi mencatat Joko Widodo adalah presiden yang paling banyak memberikan izin pengusahaan lahan tambang dibandingkan dengan presiden-presiden sebelumnya. Delapan tahun cacat, Jokowi memberikan izin usaha pertambangan (IUP) seluas 5,37 juta ha. Luas ini mengalahkan pemberian izin tambang oleh Susilo Bambang Yudhoyono seluas 3,93 juta ha. Presiden-presiden sebelumnya tidak pernah memberikan izin tambang lebih dari 100.000 ha. Konsesi lahan tambang memiliki 3 bentuk, yaitu kontrak karya (KK) untuk tambang mineral, perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B), dan IUP. IUP adalah penyeragaman konsesi tambang pascareformasi. Tanpa banyak yang menyadari pemberian penguasaan lahsn oleh korporasi adalah bentuk pelsnggaran Undang Undang baik jaman SBY maupun Jokowi telsh melanggar Undang no 5 tahun 1960 tentang poko-pokok agraria. Di undang-undang ini mengatur luas tanah untuk korporasi seluas 25 hektaŕ jangka waktu 35 tahun kemudian bisa diperpanjang 25 tahun. Jadi korporasi yang menguasai jutaan hektar jelas melanggal undang undang akibat DPR nya juga mandul ngak berfungsi maka tidak mampu mengawasi penyekewengan yang dilakukan Presiden. Kalau sudah hancurnya sistem dan amburadulnya pengelolahan dan kekayaan ibu pertiwi sehingga Bumi Air dan Kejayaan yang ada dikuasai Korporasi dan sebesar besarnya untuk Korporasi terus apanya yang mau diestafetkan. Maka gerakan perubahan untuk menyelamatkan bangsa dan negara harus dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya kembali pada Pancasika dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. (*).
Anies Menampar Rezim Jokowi
Anies Baswedan mampu menampar rezim Jokowi, dan itu tanpa perlu menggunakan argumen kata-kata mematikan. Cukup dengan diam, dan pada saatnya waktu yang nantinya membalas dengan pembuktian sebaliknya dari apa yang sepatutnya tak dipersoalkan. Tabiat Anies memang tidak berbantahan di ruang publik. Oleh: Ady Amar - Kolumnis JAKARTA International Stadium (JIS) dalam perbincangan. Setelah lama tak disapa, tiba-tiba muncul pernyataan spekulatif politis istana, itu tentang rumput yang dipakainya--dari sebelumnya soal pintu masuk yang cuma satu, dan area parkir yang tak menampung banyak kendaraan penonton--tak membuat Anies risau, lalu merespons dengan pembelaan. Anies membiarkan saja polemik berlangsung, ia tetap khusyu\' dengan ibadah hajinya yang dilanjut silaturahim pada tokoh dan ulama yang ada di Mekkah dan Madinah. Semua pahamlah, bahwa men- downgrade dirinya tengah diupayakan sepenuh hati. Gonjang-ganjing JIS di tanah air tak merusak agenda Anies di Tanah Haram. Anies seperti tak merasa terusik. Ia cuma berujar, Silahkan JIS direnovasi, itu setelah diverifikasi FIFA. Hal itu ia sampaikan lewat politisi PKS Mardani Ali Sera, yang dimuat dalam Twitter pribadinya, Kamis (6/7/2023). \"Mas @aniesbaswedan bilang JIS bukan miliknya, tapi milik bangsa Indonesia karya anak bangsa. Jika mau direnovasi monggo. Namun ojo kesusu & menghakimi, biarkan FIFA yang menilai. Setorkan aja 6 stadion RI, lalu cek apa rekomendasinya, jika ada perbaikan ikuti saja.\" JIS salah satu legacy yang ditinggalkan Anies. Karenanya, identik dengan Anies. JIS memang megah mencengangkan, jika mata yang melihat tak rabun oleh subyektivitas sempit. Pembangunannya pun tak main-main. Menggandeng jasa perusahaan konsultan desain dan konstruksi asal Inggris, Buro Huppold. Perusahaan yang telah berpengalaman lebih dari 45 tahun. Membangun banyak stadion mentereng di banyak tempat. Di antaranya stadion Tottenham Hotspur, dan beberapa stadion di Qatar. Jika tak sarat politisasi, mestinya simpel melihat JIS itu apakah sudah memenuhi standar FIFA, atau ada bagian tertentu yang perlu direnovasi. Bukan seperti apa yang dilakukan Ketua Umum PSSI yang juga Menteri BUMN Erick Thohir, terkesan norak saat berombongan meninjau JIS. Layaknya seperti ngeroyok Anies dengan mengecilkan karyanya. Menteri PUPR Basuki Hadimuljono ikut serta dengan menenteng \"tukang rumput\" guna menilai layak tidaknya rumput JIS, menurut standar FIFA. Tak ketinggalan ikut pula dalam rombongannya, Plt Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Plus serombongan juru warta menyertai, agar langkah mereka yang grusa-grusu itu bisa secepatnya diberitakan. Setelah mendengar penjelasan \"tukang rumput\", bahwa rumput JIS tidak layak dipakai. Karenanya, rumput JIS perlu diganti. Sarannya, karena berkejaran dengan waktu untuk perhelatan Piala Dunia U-17, maka perlu diambilkan rumput yang sudah jadi dari lapangan golf. Keluarlah angka Rp 6 miliar untuk renovasi rumput. Lalu Menteri Basuki Hadimuljono tampil memberi penjelasan pada pers, bahwa rumput JIS tidak layak, dan akan diganti sebagaimana usulan \"tukang rumput\". Langkah pembantu Presiden Jokowi ini kasar. Bisa dipastikan itu suara rezim menyikapi hal yang bersangkut paut dengan Anies. Meski tanpa isyarat sekalipun, tahu apa yang mesti dikerjakan untuk men- down grade Anies. Tidak dicukupkan merundung Anies lewat buzzer, yang terbilang gagal, tapi tetap dipakai jasanya. Proyek mubazir dengan gelontoran uang puluhan atau bahkan ratusan miliar untuk menghabisi Anies, yang justru makin menaikkan elektabilitasnya. Karenanya, cara lain pun dipakai, dan itu dengan mengikis legacy yang ditinggalkan Anies di Jakarta. Kali ini JIS yang dipilih. Tidak mustahil pula besok-besok trotoar yang dibangun Anies ratusan kilometer itu juga akan dipersoalkan. Itu hal yang mudah bisa dibuat, misal dengan mempersoalkan keramik yang dipakai terlalu licin, dan itu berbahaya bagi pejalan kaki. Upaya yang hanya ingin mengesankan, bahwa Anies membangun Jakarta dengan tanpa perencanaan yang matang. Menjadi tidak masalah jika ratusan miliar uang mesti keluar untuk penggantian keramik, tentu jika itu terjadi, yang itu cuma untuk men-downgrade Anies. Setiba Anies di tanah air bisa jadi nantinya kita akan mendengar penjelasan darinya, jika itu dirasanya perlu. Bisa jadi sekadar penjelasan pengulangan dari pernyataan sebelumnya, Silahkan JIS direnovasi, tapi menunggu penilaian FIFA. Anies sepertinya tak perlu membela diri atas perundungan JIS, karena sudah banyak para pihak yang tanpa diminta \"membelanya\". Maka menarik mencermati ungkapan pengamat bola, Tommy Welly, atau akrab dipanggil Bung Towel, yang mengomentari Menteri PUPR Basuki Hadimoljono dalam pernyataan akan mengganti rumput yang ada di JIS. \"Menteri PUPR bukan asesor FIFA. Karenanya tidak berhak bicara di luar kewenangannya. Yang berhak memberi pernyataan itu adalah FIFA sendiri selaku regulator dari persepakbolaan dunia.\" Suara-suara senada banyak muncul digaungkan pengamat bola. Semua lebih menyayangkan jika ini ditarik pada kepentingan politik dibanding JIS dipakai untuk Piala Dunia U-17. Terpenting dikesankan JIS tidak sempurna, itu sepertinya sudah cukup. Selanjutnya, JIS akan ditinggalkan. Tak akan disentuh, karena di situ sarat Anies. Main-mainan Erick Thohir dan rombongan, itu cuma langkah sia-sia. Terkesan grusa-grusu. Cuma menimbulkan kehebohan sesaat, selang setelahnya justru muncul caci maki rakyat pada rezim Jokowi. Sedang sebaliknya, memunculkan simpati terus mengalir pada Anies. Sebuah tamparan pada rezim Jokowi. Anies Baswedan mampu menampar rezim Jokowi, dan itu tanpa perlu menggunakan argumen kata-kata mematikan. Cukup dengan diam, dan pada saatnya waktu yang nantinya membalas dengan pembuktian sebaliknya dari apa yang sepatutnya tak dipersoalkan. Tabiat Anies memang tidak berbantahan di ruang publik.**
Kejagung Wajib Periksa dan Tersangkakan Pihak Yang Mengembalikan Uang Korupsi Rp27 Miliar
Oleh: Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) Maqdir Ismail, pengacara Irwan Hermawan, terdakwa kasus korupsi BTS, menyebut ada seseorang, pihak swasta, yang menyerahkan uang Rp27 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat terkait kasus dugaan korupsi menara BTS 4G. Uang tersebut dikembalikan satu hari setelah Dito Ariotedjo, Menpora, diperiksa oleh Kejaksaan Agung. Tujuan pengembalian uang korupsi, mungkin, agar terbebas dari dakwaan korupsi. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230705232530-12-969992/ada-orang-kembalikan-rp27-m-dalam-kasus-korupsi-bakti-kominfo/amp Tetapi, Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi secara jelas mengatakan, pengembalian uang hasil korupsi tidak menghapus tindak pidana korupsi. Pasal 4 (UU Tipikor) berbunyi: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.” Oleh karena itu, Kejaksaan Agung wajib periksa Maqdir Ismail, siapa yang mengembalikan uang Rp27 miliar, yang diduga dari hasil korupsi. Uang tersebut wajib disita, untuk dijadikan sebagai alat bukti. Kejaksaan Agung juga harus segera tersangkakan “pemilik” uang korupsi Rp27 miliar tersebut. Semoga Kejaksaan Agung dapat membongkar korupsi kolektif BTS 4G setuntas-tuntasnya, dan menyeret semua pihak yang diduga terlibat korupsi, tanpa tebang pilih. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230707084633-12-970504/kejagung-panggil-maqdir-ismail-buntut-kisruh-pengembalian-rp27-miliar