OPINI

Penanganan Al Zaytun Jangan Bertele-tele

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan PANJI Gumilang gemar mendemonstrasikan salam dengan irama nyanyian Yahudi \"havenu shalom eleichem\". Spirit atau bagian dari ritual Yahudi. Saat menggalang dukungan \"dalam\" untuk menyambut pendemo ke pesantren Al Zaytun, lagu penyemangatnya adalah \"havenu shalom eleichem\". Menurut salah satu pendiri Yayasan yang menaungi Al Zaitun Imam Supriyanto Panji Gumilang memiliki ketertarikan tinggi pada Israel. Ia sangat ingin pergi ke Israel.  Penamaan Al Zaitun juga cukup menarik. Di Timur Yerusalem ada bukit bernama Bukit Zaitun (Har HaZaetim) dimana diyakini dari bukit ini Yesus terangkat ke Surga (Kis 1:8). Dalam Jeremia 11:16 orang Israel disebut sebagai \"pohon Zaitun yang rindang\". Allah bersumpah demi buah Tin dan Zaitun yang mengingatkan daerah kehidupan Nabi Isa  As yang merupakan Bani Israel. Thursina Nabi Musa As dan \"al Balad al Amin\" adalah Mekkah sebagai kota kehidupan Nabi Muhammad SAW.  Bukan saja keinginan untuk pergi ke Israel, tetapi Panji Gumilang cenderung mengharapkan dibukanya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Israel. Menjadi wajar jika timbul pertanyaan benarkah ia belum ke Israel? Ada apa sesungguhnya Panji Gumilang dengan Israel, jangan-jangan ia agen Mosad. Menurut Imam, Panji Gumilang telah berkomunikasi dengan Israel melalui hubungan pendidikan.  Untuk mengejar kebenaran dan fakta yang terjadi termasuk penyimpangan keagamaan tidak cukup dengan pola \"tabayun\" atau \"klarifikasi\" karena kontroversi Al Zaytun ini sudah diteliti dan dikaji sejak tahun 2001. Kini saatnya melakukan tekanan dan tindakan. Adanya demo-demo dari lingkungan sekitar menandai mendesaknya penyelesaian masalah Al Zaytun ini.  Penyelesaian yang dilakukan saat ini tampaknya bertele-tele terbukti meskipun Panji Gumilang telah datang ke Gedung Sate akan tetapi baik MUI maupun Tim Pemprov Jawa Barat ternyata tidak mendapat jawaban atau keterangan yang memadai. Bahkan pertanyaan konon akan dijawab kemudian.  Sederhanakan penyelesaian, yaitu bukan \"klarifikasi\" tetapi \"interogasi\" artinya dengan dugaan kuat dan bukti-bukti yang ada sekurangnya \"penodaan agama\" telah dapat diproses secara hukum. Panji Gumilang yang telah meresahkan segera tangkap dan periksa. Ini langkah efektif dan efisien.  Bila aparat penegak hukum masih ragu akibat \"kebijakan pusat\" yang belum memberi lampu hijau untuk menertibkan Al Zaytun, maka pilihannya adalah \"people power\" mendesak penurunan Panji Gumilang. Aksi-aksi dilakukan masif dan berkelanjutan dengan keterlibatan massa yang semakin meluas dan membesar.  Sulit mempertahankan keberadaan Al Zaytun akibat ulah Panji Gumilang dan konsepsi \"negara dalam negara\" yang dijalankan. Walaupun semula Al Zaytun dapat menjadi lahan \"pemasukan\" untuk segala kepentingan, namun \"life time\" Al Zaytun sudah  selesai atau tamat. Skenario terakhir adalah menyelamatkan anak didik.  Panji Gumilang harus dipenjara agar ada kesempatan untuk merenung dan menyesali perbuatan sesat dan menyesatkannya. Terlalu lama memeras buah Zaitun untuk mendapatkan minyaknya.  Pintu taubat masih terbuka. Tetapi bukan di ma\'had atau istana melainkan di ruang penjara.  Bandung, 25 Juni 2023

Bung Karno tanpa Gelar Proklamator

Oleh Prihandoyo Kuswanto - Rumah Kajian Pancasila  HARI ini Sabtu, 24 Juni 2023 GBK atau  Gelora Bung Karno menjadi ajang show of force PDIP yang ingin menunjukkan kebesaran dan kekuasaan partai berlambang kepala Banteng mata merah dan mulut berbusa. Selama ini dibuat untuk menunjukkan Nasionalisme, dibuat  banyak patung  Bung Karno dan jika musim pemilu begini gambar Bung Karno bertebaran    dijadikan back drop atau Bahlio calon presiden maupun DPR atau jika Pilkada ya calon Gubernur, Bupati, Walikota memakai gambar Bung Karni di back drop nya. Banyak yang mengaku Soekarnois tidak mengerti sesungguhnya tentang ajaran Soekarno. Sejak UUD 1945 diganti dengan UUD 2002.maka negara secara total sudah bukan negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Pancasila sebagai dasar negara diganti dengan individualisme, liberalisme, dan kapitalisme . Kekuasaan tidak lagi dimusyawarahkan melalui permusyawaratan perwakilan tetapi dipertarungkan banyak banyakan suara, kalah menang kuat-kuatan maka butuh show of force jadi terpentalah ajaran Soekarno Persatuan Indonesia. Seakan kalau bukan PDIP tidak ada nasionalisme, padahal jika kita merasakan kedaan hari ini justru ajaran Soekarno dijungkirbalikkan dengan model demokrasi liberal. Di dalam lintasan sejarahnya Indonesia dibentuk dengan aliran pemikiran anti terhadap penjajahan. Penjajahan lahir dari kolonialisme yang bersumbar pada liberalisme, kapitalisme individualisme. Oleh sebab itu protes kita sebagai bangsa terhadap individualisme adalah Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Prinsip anti terhadap penjajahan bukan hanya diuraikan didalam pembukaan UUD 1945, tetapi harus diingat Pancasila adalah anti tesis terhadap paham Individualisme. BPUPKI rapat besar pada tanggal 15-7-1945 dibuka pukul 10.20 mengatakan (cuplikan): Pidato Soekarno.... ”Maka oleh karena itu jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong menolong, faham gotong royong, faham keadilan sosial, enyakanlah tiap-tiap pikiran,tiap-tiap faham individualisme dan liberalisme daripadanya.“ Jadi mengapa pendiri negeri ini anti terhadap individualisme, liberalisme, kapitalisme, sebab semua itu sumber dari kolonialisme imperialisme yang menjadi dasar perjuangan bangsa ini untuk melawan dengan mengorbankan harta, darah dan nyawa.  Kita hidup tidak terlalu lama oleh sebab itu, sebagai anak bangsa, kita harus mempunyai kesadaran bersama, bahwa, kerusakan negara (seperti sekarang) ini, tentu, tidak dikehendakai oleh para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Soepomo, Haji Agus Salim, Ki Bagus Hadi Kusumo, KH Wahid Hasym  dan pahlawan-pahlawan yang telah berjuang untuk melahirkan negara Indonesia. Para pengamandemen UUD 1945 rupanya tidak memahami sistem yang mendasari UUD 1945, Akibatnya amandemen yang dilakukan telah merusak sistem bernegara dan bahkan menghancurkan tata nilai negara dengan tujuan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia Dengan digantinya UUD 1945 dengan UUD 2002 artinya negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 telah musnah. Indonesia hari ini bukan Indonesia yang diproklamasikan Soekarno Hatta sebab sudah tidak berdasarkan Pancasila diganti dengan individualisme, liberslisme, kapitalisme. Artinya gelar Proklamator Soekarno-Hatta sudah tidak ada lagi  sebab negaranya sudah diganti. Padahal Bung Karno mengatakan UUD1945 itu adalah UUD yang keramat. Jika memang yang sekarang sedang kumpul di GBK itu adalah Soekarnois tulen pasti akan mati matian mempertahankan UUD 1945 yang keramat itu tetapi yang terjadi justru sebaliknya  PDIP melalui ketua fraksinya Yakob Tobing sebagai motor penggerak  amandemen, bukan hanya amandemen tetapi justru  UUD1945.diganti dengan UUD 2002. Akibat dari amandemen yang ngawur itu telah memporakporandakan negara yang dengan susah payah didirikan Soekarno . Bahkan ideologi Pancasila dihabisi diganti dengan individualisme, liberalisme, kapitalisme, padahal Pancasila itu antitesis dari individualisme, liberalisme, kapitalisme. UUD 1945 itu adalah UUD yang dalam pembentukannya memohon petunjuk Allah. Cuplikan pidato Bung Karno di sidang PPKI. ”Alangkah keramatnja, toean-toean dan njonja-njonja jang terhormat, oendang2 dasar bagi sesoeatoe bangsa. Tidakkah oendang2 sesoeatoe bangsa itoe biasanja didahoeloei lebih doeloe, sebeloem dia lahir, dengan pertentangan paham jang maha hebat, dengan perselisihan pendirian2 jang maha hebat, bahkan kadang2 dengan revolutie jang maha hebat, dengan pertoempahan darah jang maha hebat, sehingga sering kali sesoeatoe bangsa melahirkan dia poenja oendang2 dasar itoe dengan sesoenggoehnja di dalam laoeatan darah dan laoetan air mata. Oleh karena itoe njatalah bahwa sesoeatoe oendang2 dasar sebenarnja adalah satoe hal jang amat keramat bagi sesoeatoe rakjat, dan djika kita poen hendak menetapkan oendang2 dasar kita, kita perloe mengingatkan kekeramatan pekerdjaan itoe. Dan oleh karena itoe kita beberapa hari jang laloe sadar akan pentingnja dan keramatnja pekerdjaan kita itoe. Kita beberapa hari jang laloe memohon petoendjoek kepada Allah S.W.T., mohon dipimpin Allah S.W.T., mengoetjapkan: Rabana, ihdinasjsiratal moestaqiem, siratal lazina anamta alaihim, ghoiril maghadoebi alaihim waladhalin. Dengan pimpinan Allah S.W.T., kita telah menentoekan bentoek daripada oendang2 dasar kita, bentoeknja negara kita, jaitoe sebagai jang tertoelis atau soedah dipoetoeskan: Indonesia Merdeka adalah satoe Republik. Maka terhoeboeng dengan itoe poen pasal 1 daripada rantjangan oendang2 dasar jang kita persembahkan ini boenjinja: “Negara Indonesia ialah Negara Kesatoean jang berbentoek Republik”. bukan sistem Presidenseil maupun sistem Parlementer. Sistem sendiri atau sistem MPR itu pengejawantahan dari negara semua untuk semua. Pengejawantahan negara Gotongroyong. Oleh sebab itu, sistem keanggotaan MPR adalah keterwakilan. Maka disebut utusan golongan. Bukan keterpilihan dari hasil banyak-banyakan suara. Yang menghasilkan mayoritas yang banyak suaranya, minoritas yang sedikit suaranya. Model menang kalah, banyak-banyakan suara Pilkada, Pilsung, seperti ini bertentangan dengan Bhinneka Tunggal Ika sekaligus bertentangan dengan Pancasila. Panca Sila itu antitesis dari Individualisme, Librralisme, Kapitalisme. Yang melahirkan kolonialisme penjajahan dan menimbulkan perang dunia kesatu dan perangkatnya dunia keduanya.( *)

Dengan Sistem MPR, GBHN sebagai Bintang Penunjuk Arah Negara

Oleh Ir. Prihandoyo Kuswanto -  Ketua Pusat Studi Kajian  Rumah Pancasila Ada hal yang kurang mendapat perhatian kita semua sebagai anak bangsa tentang sistem negara berideologi Pancasila dengan negara yang berideologi Liberalisme Kapitalisme hasil amandemen UUD 1945 . Amandemen UUD 1945 banyak rakyat tidak mengetahui sesungguhnya amandemen yang telah dilakukan sejak tahun 2002 telah mengubah negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Dari negara berdasarkan Pancasila menjadi negara yang berdasar liberalisme, kapitalisme. Akibat diganti nya UUD 1945 dengan UUD 2002 bukan hanya ketatanegaraan berubah tetapi nrgara yang di proklamasikan Soekarno Hatta telah bubar mengapa sebab negara Proklamasi 17 Agustus 1945 itu puncak dari revolusi total mengusir penjajahan sehingga Bung Karno , Bung Hatta, Soepomo dan tokoh -tokoh Ulama dan bapak bapak pendiri bangsa menghendaki negara ini negara yang bisa menyelamatkan rakyat nya dunia akherat . Oleh sebab itu konsep yang dipilih adalah kekeluargaan ?,gotong royong,tolong menolong kebersamaan koletivisme . Maka terkristalisasi pemikiran itu terurai pada Pancasila. Psncasila itulah dasar negara Indonesia Merdeka. Ternyata bukan  amandemen yang dilakukan terhadap UUD 1945 tetapi UUD 1945 diganti dengan UUD 2002. Tentu saja hal ini berimplikasi terhadap perubahan sistem ketatanegaraan , berubah nya negara berideologi Pancasila .menjadi sistem Presidenseil yang dasar nya Individualisme Liberalisme Kapitalisme. Kita perlu membedah perbedaan negara ber sistem MPR berideologi Pancasila dan Negara dengan sistem Presidenseil berideologi Individualisme,Liberalisme, Kapitalisme agar kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap Ideologi Pancasila. Sistem MPR basisnya elemen rakyat yang duduk sebagai anggota MPR yang disebut Golongan Politik diwakili DPR sedang golongan Fungsional diwakili utusan Golongan-golongan dan utusan daerah . Tugasnya merumuskan politik rakyat yang disebut GBHN. Setelah GBHN terbentuk dipilihlah Presiden untuk menjalankan GBHN. Oleh sebab itu, presiden adalah mandataris MPR. Dan  Presiden diakhir masa  jabatan nya mempertangungjawab kan GBHN yang sudah dijalankan . Presiden tidak boleh menjalankan politik nya sendiri atau politik golongan nya apa lagi Presiden sebagai petugas partai , seperti di negara komunis. Demokrasi berdasarkan Pancasila adalah Kerakyatan yang dipinpin oleh hikma kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /perwakilan .pemilihan Presiden dilakukan dengan permusyawaratan perwakilan yang di pimpin oleh Hikma Kebijaksanaan arti nya tidak semua orang bisa bermusyawarah yang di pimpin oleh bil Hikma , hanya para pemimpin yang punya ilmu yang bisa bermusyawarah sebab musyawaran bukan kalah menang bukan pertaruhan tetapi memilih yang terbaik dari yang baik. Pemilihan didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan , nilai persatuan Indonesia ,Permusyawaratan perwakilan yang bertujuan untuk Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan semua hasil itu semata-mata untuk mencari ridho Allah atas dasar Ke Tuhanan Yang Maha Esa . Dengan sistem MPR maka pelaksanaan demokrasi asli Indonesia berdasrkan Pancasila tidak menguras Triliunan rupiah , tidak ada pengerahan masa , tidak ada kampanye , tidak ada pengumpulan masa yang tidak perlu sebab yang di pertarungkan adalah pemikiran gagasan , tidak membutuhkan korban yang sampai hampir 900 petugas KPPS meninggal tidak jelas juntrungan nya . Sistem presidenseil basisnya Individualisme. Maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kuat-kuatan, pertarungan, kalah menang. Yang menang mayoritas dan yang kalah minoritas. Demokrasi dengan cara-cara Liberal ,Kapitalis ,membutuhkan biaya yang besar menguras dana rakyat Triliunan rupian untuk memilih pemimpin pikada, pilleg , pilpres dengan sistem pemilu yang serba uang bisa kita tebak maka menghasilkan para koruptor hampir 80% kepala daerah terlibat korupsi , dan yang lebih miris korupsi seperti hal yang lumrah dinegeri ini begitu juga dengan petugas KPU nya juga bagian dari sistem korup , kecurangan bagian dari strategi pemilu . Demokrasi bisa dibeli geser-mengeser caleg memindakan suara adalah bagian dari permainan KPU . ini bukan isapan jempol bukan nya sudah dua anggota Komisioner KPU yang di pecat karena terlibat permaian uang . Dalam sistem Presidenseil Presiden yang menang melantik diri nya sendiri dan menjalankan janji-janji kampanyenya. Kalau tidak ditepati janjinya ya harap maklum. Artinya diakhir masa jabatan presiden tidak mempertangungjawabkan kekuasaannya. Bagaimana sistem Presidenseil ini yang mampu menggulung Ideologi Pancasila sementara BPIP mencoba bermain-main dengan Ideologi Pancasila yang disetubuhkan dengan Individualisme , Liberalisme Kapitalisme entah apa yang ada di pikiran Megawati dan punggawa yang ada di BPIP sudah jelas mana mungkin keadilan sosial di letakan pada sistem Liberalisme Kapitalisme jelas bertentangan .bukankah Pancasila itu antitesis dari Individualisme Liberalisme Kapitalisme? Apakah sadar bahwa menganti UUD 1945 dengan UUD2002 itu menghapus negara proklamasi 17 Agustus 1945 menghapus sejarah Proklamasi sama arti nya menghapus Proklamator ? Dan mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002 itu sama arti nya menghilangkan pemikiran para pendiri negara ini .Sama dengan menghapus Proklamator sama arti nya menghapus Siekarno Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia .? Amandemen UUD 1945 seharusnya dilakukan dengan referendum. Tetapi MPR telah melakukan akal -akalan yang tidak elok dengan cara mencabut tap MPR No 4 th 1993 tentang referendum. Agar amandemen rakyat tidak dilibatkan dalam mengambil keputusan. Tentu saja hal ini perlu dipersoalkan. Sebab Amandemen bukan sekedar menambah dan megurangi pasal-pasal didalam batang tubuh UUD1945. Yang terjadi justru mengamandemen prinsip-prinsip negara berdasarkan Pancasila. Referendum (dari bahasa Latin) atau jajak pendapat adalah suatu proses pemungutan suara semesta untuk mengambil sebuah keputusan. Terutama keputusan politik yang memengaruhi suatu negara secara keseluruhan. Misalnya seperti adopsi atau amendemen konstitusi atau undang-undang baru, atau perubahan wilayah suatu negara. Karena menyangkut konstitusi sebuah negara maka atas nama kedaulatan rakyat sudah semestinya rakyat ditanya setuju atau tidak negara ini diubah Amandemen UUD 1945 bukan amsndemen tetapi mengganti UUD 1945 dengan UUD 2002 dan ini  tidak sah, sebab didahului dengan pemufakatan jahat menghilangkan Tap MPR no 4 th 1993 tentang referendum. Untuk meluruskan kembali negara proklamasi maka rakyat Indonesia harus segerah meminta dilakukan kembali pada UUD 1945 Asli . Amandemen atas UUD 1945 yang dilakukan sebanyak empat kali oleh partai-partai politik dan pemerintahan reformasi (1999-2002), ditinjau dari semua sisi adalah tidak KONSTITUSIONAL dan tidak SAH. UUD Amandemen melanggar prosedur dan aturan administrative; Dilakukan tanpa TAP MPR dan tidak dimasukkan dalam lembaran Negara; Seluruh konsepnya yang menginjak-injak Pancasila & UUD 1945 dirancang sesuai kepentingan Asing dan seluruh proses pembuatannya dibiayai Asing (USAID, UNDP, NDI, British Embassy dll). Artinya: Sejak 2002, Indonesia pada hakekatnya sudah berjalan tanpa konstitusi Penghianatan2 Amandemen 2002 Mengkhianati filosofi dan ideologi Pancasila yang dituangkan dalam batang tubuh UUD’45, diganti dengan nilai2 individualisme, liberalisme dan persaingan bebas; Mengkhianati cita2 para pendiri bangsa mewujudkan Indonesia negara merdeka yg berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi, berkepribadian tinggi secara budaya dan berdiri di atas landasan filosofi Pancasila. Menyerahkan kemerdekaan Indonesia yg dulu diperjuangkan dengan mengorbankan harta benda dan nyawa rakyat ke tangan penjajah2asing; Membuat politik negara didominasi asing, kekayaan bangsa dikuasai asing, pemerintahan dikooptasi asing, Aturan dan Undang2 dikendalikan asing, Pemilihan presiden dirancang sesuai kehendak asing Kedaulatan Negara, Bangsa & Rakyat Hilangnya GBHN dan nihilnya strategi kebudayaan, negara tidak mampu menginterpretasi dan menanamkan nilai-nilai luhur budaya Indonesia dalam kehidupan berbangsa. Tidak mampu meredam konflik sosial budaya yang terus merebak dan jadi ancaman perpecahan; Biaya & konsep pendidikan nasional tidak mampu melahirkan generasi yang mandiri, cerdas secara intelektual, punya rasa nasionalisme yang kokoh dan berpotensi menjadi pemimpin; Politik Anggaran secara menakutkan melahirkan korupsi di Parlemen dan Birokrasi, merambah mulai dari kantor-kantor kelurahan hingga istana presiden Kekacauan Sistem Meniadakan GBHN dan mempercayakan pembangunan nasional pada program pemerintah sesuai visi/misi Presiden, adalah kunci pengkhianatan UUD1945. Amanademen.padahal GBHN adalah politik negara mulai dari lembaga tertinggi negara ,lembaga tinggi negara , TNI ,Polri , semua elemen bangsa dasar politik negara nya adalah GBHN ,GBHN adalah bintang petunjuk arah kemana negara ini akan menuju . Sekarang bagaimana dengan TNI Polri apa dasar Politik negara nya ? janji-janji Presiden apa bisa di katakan sebagai Politik negara ? ada kekacauan sistem dalam politik negara akibat GBHN diamandemen . Marilah kita mencoba membuka sejarah bangsa ini bagaimana Negara yang di inginkan oleh pendiri bangsa dan di Tuangkan didalam UUD 1945.  Dan Pancasila sebagai dasar bernegara maka aliran pemikiran yang dibangun adalah anti Penjajahan, Penjajahan lahir dari Kolonialisme, Imperalismae, Kapitalisme, Liberalisme dan sumbernya adalah Individualisme. Pancasila adalah antitesis dari semua itu maka Negara yang ingin dibangun adalah Kolektivisme , Kebersamaan, Gotonf royong, Pancasila dengan sistem MPR . ”Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan negara yang demikian itulah kita punya tujuan. kita hendak mendirikan suatu Negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi‘semua buat semua “ ( Sumber: Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni 1945) Pada notulen rapat tanggal 11-15 Juli BPUPKI dan rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dapat kita ikuti perkembangan pemikiran tentang kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai penjelmaaan dari seluruh rakyat Indonesia yang memiliki konfigurasi sosial, ekonomi dan geografis yang amat kompleks. Karena itu, MPR harus mencakup wakil-wakil rakyat yang dipilih, DPR, wakil-wakil daerah, serta utusan-utusan golongan dalam masyarakat. Dengan kata lain, MPR harus merupakan wadah multi-unsur, bukan lembga bi-kameral. Bentuk MPR sebagai Majelis Permusyawaratan Perwakilan Rakyat dipandang lebih sesuai dengan corak hidup kekeluargaan bangsa Indonesia dan lebih menjamin pelaksanaan demokrasi politik dan ekonomi untuk terciptanya keadilan sosial. Bung Hatta menyebutnya, sebagai ciri demokrasi Indonesia. Dalam struktur pemerintahan Negara, MPR berkedudukan sebagai Supreme Power dan penyelenggara Negara yang tertinggi. DPR adalah bagian dari MPR yang berfungsi sebagai Legislative Councils atau Assembty. Presiden adalah yang menjalankan tugas MPR sebagai kekuasaan eksekutif tertinggi, sebagai mandataris MPR. Konfigurasi MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi tersebut dipandang para Bapak Bangsa sebagai ciri khas Indonesia dan dirumuskan setelah mempelajari keunggulan dan kelemahan dari sistem-sistem yang ada, Sistem majelis yang tidak bi-kameral dipilih karena dipandang lebih sesuai dengan budaya bangsa dan lebih mewadahi fungsinya sebagai lembaga permusyawaratan perwakilan.(sumber Sistem Negara Kekeluargaan Prof.Dr Soyan Efendi ) Reformasi dengan amandemen UUD 1945 telah telah mengkhianati Negara “semua buat semua “Oleh karena The Founding Fathers mendirikan Negara “Semua buat semua“ sistem yang dipilih adalah sistem MPR. Sebab, semua elemen bangsa akan duduk di lembaga tertinggi Negara ini untuk mengelolah bersama, memutuskan bersama, dengan cara musyawarah mufakat, Negara ini ditangan rakyat, Kedaulatan tertinggi ditangan rakyat, Rakyatlah yang menentukan pembangunan, rakyatlah yang menentukan kebutuhannya. Oleh sebab itu, rakyatlah yang menyusun Garis Besar Haluan Negara (GBHN), setelah itu di carilah Presiden untuk menjalankan GBHN, disanalah kesinambungan Negara ini bisa terwujud sebab GBHN akan terus berkelanjutan, bukan seperti sekarang ini setiap Presiden menganggap dia punya Negara dia punya kekuasaan, keputusan Presiden terserah presiden, setiap ganti presiden ganti acara, dan rakyat hanya menjadi Obyek . ”Kita mendirikan Negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!”. (Sumber: Soekarno, Pidato di BPUPKI, 1 Juni1945) ”Negara Republik Indonesia ini bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke! (Sumber: Soekarno, Pidato di Surabaya, 24 September 1955) Para pengamandemen UUD 1945 telah lupa dan sengaja melupakan apa yang menjadi jatidiri bangsanya , menengelamkan sistem berbangsa dan bernegara, dengan menganti Demokrasi Liberal, demokrasi yang tidak berdasar pada Preambul UUD 1945, demokrasi yang menjadikan rakyat hanya sebagai kuda tunggangan, Rakyat hanya sebagai “tambal butuh“ yang hanya diberi sekedarnya, diberi sembako, setelah itu semua janji-janji manis di lupakan, akibatnya Amanat penderitaan rakyat terus akan berlanjut tanpa cita-cita, sementara penguasa bergelimang kemewahan, membangun dinasty politik, Anggota DPR dan DPD hanya sebuah pekerjaan untuk mencari kenikmatan kehidupan pribadi dan golongannya . Kesadaran kita semua harus segerah bangkit untuk mengembalikan dan menyelamatkan bangsa ini dari cengkeraman penjajah neo kolonialisme yang berwujud oligarkhy hanya satu cara yang bisa kita lakukan bersatulah untuk peopel power kembali pada Pancasila dan UUD1945. (*)

Suara Sangkakala Tanda Bahaya Terdengar Makin Keras

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  SUARA sangkakala di seluruh penjuru negeri terdengar makin keras dari seluruh anak  bangsa, pertanda agar bersiap diri menghadapi prahara yg mungkin akan segera terjadi. Politik cawe-cawe tanda awal bencana, lebih dulu melengking, sebagai peringatan huru hara akan segera meledak. Mungkin Jokowi merasa sudah punya sertifikat asli dari Tuhan YME, di ijinkan untuk berbuat dan bertindak apa saja demi kekuasaan tetap aman dalam genggaman dan kendalinya, tidak menyadari bahwa sudah di pelupuk matanya. Akibat merasa semuanya: spirit reformasi dan semangat menjaga proses demokrasi yang normal, semua sudah di borong sesuai definisi dari visi liar yang dimilikinya. Awal bencana datang dari bayangan, anggapan dan harapan orang sederhana, lugu dan bersahaja akan melahirkan kebijakan yang bijak dan adil bagi rakyatnya, ternyata keliru dan nasi sudah jadi bubur. Ketika sudah bersenyawa dengan para Taipan Oligarki, watak dan  prilakunya sontak berubah sebagai boneka yang tanpa rasa dan pikiran bertindak dan melangkah hanya sesuai remot  tuannya. Sempurna dalam bingkai panduan pemilik dan mengendali naga perintahnya persis polit biro, dengan wajah bengis harus jalan , haram untuk bertanya dan tidak boleh berpikir akibat yang akan terjadi. Semua perangkat negara harus mengikutinya dengan pola yang sama, hanya boleh ada jawaban \"siap laksanakan\". Jangan lagi ada protes tentang etika dan moral, semua aturan sebagai label konstitusi bisa diatur lewat \"Keputusan, Peraturan, instruksi Presiden dan jenis kelamin lain yang bisa diatur dari istana\". Wajah Pilpres 2024 sudah disiapkan dan ahir hasilnya sudah dalam skenario yang tidak boleh meleset angkanya.  Pengamanan terminal ahir Mahkamah Konstitusi sudah diperpanjang masa jabatannya. Skenario sang Ketua sudah beres menerima hibah saudaranya sebagai imbalannya. Rambu pengaman politik cawe cawe  bisa salah taqdir  menjadi gelombang perlawanan dan bisa memakzulkan presiden, sudah  disiapkan lengkap dengan kekuatan spiritualnya. Huru hara atau goro goro , tidak bisa dihindari akibat kekuasaan yang sudah terlalu jauh menyimpang berubah menjadi tirani dan mengabaikan semua saran dan aspirasi pemilik kekuasaan yaitu rakyat. Ke depan hanya Tuhan YME yang mengetahui, negara akan kembali normal atau justru pecah berantakan dan ahirnya bubar . Yang pasti \"suara sangkala tanda bahaya  terdengar makin keras\". (*)

Pertarungan Istana vs KPP, Kenapa Harus Hidup-Mati?

Oleh Tony Rosyid - Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa Jegal menjegal, ini terjadi. Hal biasa dalam politik. Tapi, jika itu dilakukan dengan menggunakan ancaman dan instrumen kekuasaan, ini menjadi tidak biasa. Negara akhirnya dikorbankan untuk kepentingan kelompok yang pragmatis. Ini seharusnya dihindari. Tapi, itulah fakta politiknya. Kasat mata, karena dilakukan secara kasar. Fakta ini sulit dibantah, karena sudah jadi bacaan bersama oleh publik.  Mutlak, Anies tidak boleh nyapres. Segala ikhtiar telah dilakukan. Terlalu jauh dan dalam. Penguasa telah ambil risiko dengan melakukan penjegalan secara total. At all cost. Ini berbahaya bukan saja buat Anies dan koalisi pengusungnya, tapi keadaan bisa berbalik dan justru menghantam penguasa itu sendiri. Yang pasti, ini merusak demokrasi dan mengancam keutuhan bangsa. Jangan sampai demi menpertahankan kekuasaan, lalu saling menghabisi. Inilah yang sangat kita khawatirkan bersama. Kenapa? Karena adanya totalitas untuk menghabisi semua yang berhubungan dengan Anies Baswedan, ini akan semakin membuat adanya ketakutan pihak penyerang jika situasinya berbalik. Semakin besar serangan, maka semakin besar pula ketakutan. Semakin besar ketakutan, ini akan mendorong untuk melakukan penyerangan yang lebih besar lagi, dan bahkan semakin tidak masuk akal. Selama upaya penjegalan terhadap Anies dan tekanan kepada KPP tidak berhenti, maka rasa takut akan semakin akut. Akibatnya, penjegalan akan semakin kasar dan vulgar. Tindakannya akan semakin tidak rasional. Ketika tindakan itu lepas kobtrol dan semakin tidak rasional, ini akan menghawatirkan terhadap stabilitas banhsa. Negara dikorbankan. Pengambil-alihan Demokrat, ini tindakan politik yang kasar dan tidak rasional. Menghancurkan bisnis para pendukung Anies, ini hanya malah dapat memancing dendam. Kenekatan untuk mengkriminalisasi Anies pasca dicapreskan oleh tiga partai yang mendapat dukungan relawan yang semakin terkordinir secara masif, ini bisa menjadi tindakan konyol, karena berpotensi menciptakan konfik horisontal yang meluas. Tindakan irasional yang potensial dilakukan oleh penguasa semakin menghawatirkan bertahannya stabilitas negeri ini kedepan. Pikiran bahwa \"pokoknya harus menang\" semakin sulit diharapkan Indonesia akan mampu menjaga suasana damai. Demokrasi mengajarkan kita untuk bersedia berkompetisi secara fair dengan kesiapan untuk menerima kemenangan maupun kelalahan. Siap menang, harus pulah siap kalah. Itulah demokrasi. Jika ini menjadi prinsip bersama, maka rakyat dijamin akan damai. Tapi jika ada pihak yang tidak memberi option kalah, artinya tidak bisa menerima kekalahan sehingga berupaya at all cost melakukan penjegalan, ini akan menjadi investasi sangat buruk teehadap stabilitas negara di hari depan. Cara berpikir dan bertindak \"tidak siap kalah\" akan memancing kericuhan dan kemarahan massal yang dahsyat. Tulisan ini mengingatkan kepada semua pihak untuk menyadari bahayanya sikap politik yang semakin mengabaikan aturan, moral dan etika sehingga lepas kendali, emosional dan tidak lagi terkontrol. Jangan korbankan bangsa dan negara ini karena tindakan irasional yang bersumber dari rasa takut itu. Semakin takut, maka tindakan politik yang dilakukan akan semakin emosional dan tidak terkontrol. Ini bukan hanya membahayakan kelompok dan elit tertentu, tapi ini jelas membahayakan stabilitas nasional.  Jakarta, 24 Juni 2023.

Jangan, Pak!

Oleh Smith Alhadar - Penasihat Institute for Democracy Education (IDe) Dear Presiden, Sepertinya advis ini tak berguna bagi Bapak. Wong Bapak sedang kalap. Tapi sangkakala harus ditiupkan dari sekarang biar seluruh anak  bangsa bersiap diri menghadapi prahara yang mungkin akan segera Bapak ciptakan. Kami ketakutan menerima info terbaru dari Profesor Hukum Tatanegara Denny Indrayana bahwa KPK segera mempersangkakan Anies Baswedan terkait ajang Formula-E. Bisa saja info Denny meleset, apalagi KPK adalah lembaga yang rasional. Penjegalan Anies nyapres tanpa legal standing yang meyakinkan bisa menimbulkan keos nasional. Tapi Bapak orang yang nekad. Dan lembaga antirasuah itu telah berubah menjadi bulldog Bapak. Bagaimana mungkin kami tidak takut!? Orang nekad biasanya narrow minded dan emosional. Bapak sampai hati. Tentu Anies bukan pangeran dari kahyangan yang berlenggang ringan di muka bumi tanpa dosa. Tapi isu Formula-E terlalu dipaksakan, Pak. Mengapa kita sebagai bangsa makin hari makin bebal? Jangan lakukan itu, Pak. Anies telah menjadi icon pro-perubahan yang didukung puluhan juta orang. Dan mereka terlanjur tidak percaya pada kredibilitas KPK. Sebaliknya, mereka percaya pada niat jahat Bapak memenjarakan Anies. Bukankah pelemahan KPK bermotif politik untuk melayani kepentingan kekuasaan Bapak dan oligarki? Dalam konteks ini, bagaimana publik mau percaya kalau kebencian Bapak terhadap Anies begitu mencolok? Dear Presiden, Sudah lama kami dengar Bapak menekan Ketua KPK Firli Bahuri untuk secepatnya menahan Anies agar dia tak menjadi kompetitor Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto dalam pilpres nanti. Bapak hanya mau pilpres diikuti dua pasang calon. Memangnya Bapak siapa? Apakah Bapak punya sertifikat dari Allah yang memandatkan Bapak untuk cawe-cawe? Kami tahu Bapak tak ikut berjuang untuk membangun sistem demokrasi. Tapi seharusnya Bapak menghormati spirit reformasi yang diperjuangkan mahasiswa dengan nyawa. Spirit reformasi adalah menerapkan demokrasi secara konsisten. Faktanya, Bapak hendak membunuhnya. Secara vulgar pula. Sungguh kita dulu salah  memilih Bapak. Kita mengira orang sederhana akan berhati tulus. Keliru. Integritas Firli sedang  disorot, Pak. Setelah berulang kali menekan anak buahnya mempersangkakan Anies -- kami yakin atas perintah Bapak -- kini ia diduga kongkalikong dgn kementerian ESDM biar korupsi di sana tak terbongkar. Sebelumnya ia menerima gratifikasi dan bertemu dengan koruptor yang melanggar garis merah etika KPK. Mana bisa orang seperti ini Bapak harapkan kami untuk percaya. Kami ikuti secara saksama kasus Formula-E. Sudah empat kali BPK mengaudit penyelenggaraan ajang itu tanpa menemukan penyimpangan. KPK sudah memeriksa Anies. Dan tidak ada kesepakatan di antara penyeledik KPK untuk menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan. Dear Presiden, Dalam kewaspadaan publik atas perilaku KPK, secara kontroversial MK pimpinan Anwar Usman, ipar Bapak, memperpanjang masa jabatan Firli dan anak buahnya. Di bawah kepemimpinan Bapak orang-orang tercela dipelihara dan dimakmurkan. Sulit untuk tidak mengaitkan keputusan itu dengan kehendak Bapak memperalat kepengurusan KPK saat ini untuk tujuan politik menjelang pilpres. Setelah memperpanjang masa jabatan dan menyingkirkan komisioner yang berintegritas, kini semua penyelidik KPK, sesuai info Denny, sepakat mempersangkakan Anies setelah penggelaran perkara ke-19. Bapak angkuh. Dengan pakaian kekuasaan yang pendek dan sempit Bapak memainkan tipuan-tipuan aneh di hadapan Tuhan. Tak apa Bapak menyepelakan Allah. Tapi suara orang terindas didengar Allah, Pak. Setidaknya, Bapak menimbang kelangsungan kekuasaan Bapak sendiri. Sebenarnya pembuktian ada tidaknya korupsi di ajang Formula-E tidak sulit. Semua pihak yang terlibat event ini masih hidup. Dokumen-dokumen yang relevan juga masih tersimpan rapi di Balaikota. Anies juga bukan petinggi partai pendukung pemerintah. Dengan kata lain, ia tak punya beking penguasa. Dus, ia rentan untuk dikriminalkan. Tapi fakta bahwa kasusnya sulit ditangani menunjukkan legal and ethical standing KPK vis a vis Anies memang lemah. Keluhan KPK bahwa mereka kesulitan menjadikannya tersangka lantaran takut simpatisannya marah tak bs dipercaya. Toh, setelah ketidakpercayaan publik terhadap KPK bereskalasi, justru Anies mau dipenjarakan. Permainan bodoh yang membahayakan macam apa lagi ini! Dear Presiden, Tidak mungkin KPK nekad mengambil langkah ini tanpa dorongan Bapak. Bukankah setelah dilemahkan KPK berada di bawah kendali Bapak? Saya tak menyangka Bapak nekad merusak pilpres dan menerabas konstitusi untuk alasan yang sulit dimengerti. Bapak terlihat culas dalam pemberantasan korupsi. Kasus-kasus yang mencolok tak disentuh. Misalnya, kasus Sumber Waras yang melibatkan Ahok yang, menurut BPK, berpotensi merugikan negara lebih dari Rp 100 miliar. Kasus suap Harun Masiku yang disebut-sebut melibatkan Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto didiamkan. Demikian pula kasus korupsi -E-KTP yang dilaporkan melibatkan Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Ketum PAN Zulkifli Hasan, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, dan Ketum Golkar Airlangga Hartarto juga merupakan pasien rawat jalan. Alhasil, sekiranya Bapak serius memberantas korupsi seharusnya mereka dibawa ke meja hijau. Tapi memang Bapak tak boleh istiqamah karena dapat mencelakakan keluarga Bapak sendiri. Bukankah putra-putra Bapak melakukan KKN dan membangun politik dinasti? Sedangkan sekutu Bapak dan mereka yang dapat diperalat untuk mendukung kekuasaan Bapak dipelihara. Pemimpin kayak apa ini! Di rezim otoriter seperti Cina dan Korea Utara pun para pejabat yang korupsi disikat habis. Bapak tak perlu memasukkan Zulhas, Cak Imin, dan Airlangga ke penjara karena mereka  berharga untuk melayani kepentingan politik Bapak. Tentu mereka akan patuh, terutama setelah menteri dari Nasdem dipenjarakan. Tapi patutkah Bapak berbangga diri ketika berhasil menciptakan ketakutan menyeluruh di kalangan elite? Bapak telah melebihi Presiden Soeharto. Legislatif dan yudikatif mandul kecuali bekerja hanya untuk kepentingan keluarga dan kroni-kroni Bapak, serta para oligarki. Kampus berubah menjadi kuburan karena para civitas akademika takut bersuara demi menyelamatkan diri dari kemurkaan Bapak. Dalam kesunyian ini, Bapak sangat percaya diri. Apalagi, hasil survei menyatakan 82% responden puas terhadap kinerja Bapak. Data ini seolah menjadi pembenaran untuk melakukan apa saja yang Bapak kehendaki, termasuk cawe-cawe. Bapak tidak peduli pada peringatan para pakar hukum tatanegara bahwa cawe-cawe dapat menjadi pintu masuk untuk memakzulkan Bapak. Katakan sejujurnya apa penyebab dendam Bapak kepada Anies? Ada banyak alasan yang dikemukakan Bapak secara implisit dan analisis para pengamat. Di antaranya, Anies tak bersedia melanjutkan legacy Bapak. Tapi belakangan, setelah Andy Noya -- dalam acara \"Kick Andy\" di MetroTv yang menghadirkan Anies -- isu yang kurang diketahui publik mencuat ke permukaan. Atas nama publik, Andy menyatakan Anies menelikung Bapak terkait tongkat sakti (cakra) Pangeran Diponegoro.  Cakra itu dirampas pemerintah kolonial Belanda setelah Diponegoro berhasil ditangkap. Saat belum lama menjabat sebagai Mendikbud, cakra yang sangat bernilai itu dikembalikan Belanda kepada pemerintah RI melalui Anies karena Bapak sedang melawat ke Filipina. Tak disangka Bapak sangat kecewa karena Bapak ingin menjadi orang pertama yang menerima tongkat sakti itu. Bagi orang Jawa, kasus ini sangat sensitif. Diyakini orang pertama yang nenerima cakra itu akan menjadi pemimpin besar Mungkin saja Bapak punya versi sendiri yang membantah narasi versi Anies. Saya menghargai budaya lokal kendati saya tidak mempercayai klenik. Toh, hal-hal yang irasional pun dapat dijelaskan secara rasional menggunakan ilmu pengetahuan modern, seperti antropologi.  Bagaimanapun, kendati Bapak tak menjadi pemimpin besar karena kemampuan Bapak  memang tak memungkinkan untuk  itu, setidaknya Bapak telah menjadi presiden negara besar ini selama dua periode. Pencapaian Bapak ini sebenarnya tidak masuk akal bila kita menggunakan ilmu pengetahuan. Bapak tidak berprestasi di Solo kecuali berbohong bahwa Bapak menciptakan mobil Esemka. Di Jkt juga Bapak tidak berprestasi kecuali blusukan ke gorong-gorong. Ketika berkampanye dan debat presiden, Bapak pun tidak beradu gagasan kecuali menggelontorkan sejumlah janji surga yang  memang hanya diniatkan untuk membohongi publik. Kalau Bapak adalah capres di negara-negara yang mengedepankan rasionalitas dan moralitas tinggi bagi calon pemimpin tidak mungkin Bapak terpilih jadi presiden. Bahkan sekadar menjadi capres pun tidak. Dus, tanpa memegang cakra itu pun Bapak sudah didekati Dewi Fortuna. Bangsa ini juga telah melahirkan presiden-presiden besar tanpa mereka memegang cakra itu. Kemampuan intelektual dan leadership merekalah yang menjadikan mereka pemimpin besar. Sudah tidak berprestasi dan meninggalkan legacy yang bermasalah, kini Bapak hendak menjungkalkan Anies, bakal capres yang diyakini dapat menyelesaikan sebagian dari masalah gawat yang Bapak tinggalkan. Jangan, Pak! Perlawanan besar akan muncul dari dalam maupun luar negeri. Pilar-pilar negara akan roboh, tatanan demokrasi akan berantakan, dan bangsa ini kembali terpuruk. Tak sepadan pembalasan dendam Bapak kepada Anies dengan mengorbankan bangsa secara keseluruhan. Tapi saya pesimistis Bapak akan mendengar advis ini. Bapak orang konyol. Karena itu, nekad mengambil tindakan irasional. Tapi penting untuk Bapak ketahui bahwa hari ini semakin banyak orang yang kecewa pada Bapak. Tindakan sewenang-wenang terhadap Anies justru dapat mencelakakan Bapak sekeluarga. Jangan percaya pada info dari para penjilat bahwa penjegalan Anies tak akan beresiko. Ekspektasi rakyat atas mantan Gubernur DKI Jakarta itu sudah terlalu tinggi untuk bisa digembosi, Pak. Di mana-mana sekarang orang bicara tentang people power.  Tangsel, 24 Juni 2023.

OKE GANTI: Sukarela atau Dipaksa

Disampaikan pada acara Orasi Kebangsaan Gatot Nurmantyo dan Tokoh Indonesia: OKE GANTI, Jakarta, 21 Juni 2023 Oleh: Anthony Budiawan - Direktur Eksekutif PEPS Otto Iskandardinata, dengan gagah dan berani, menyampaikan pidato pada pembukaan sidang Volksraad atau Dewan Rakyat Hindia Belanda tahun 1931-1932. Intinya, “Indonesia pasti merdeka! Anda mempunyai dua pilihan. Menarik diri secara sukarela tetapi terhormat, atau kami usir dengan kekerasan.” \"Banyak orang mengatakan, tanpa adanya paksaan atau kekerasan, Anda tidak mungkin melepaskan Indonesia. Tetapi, biarpun banyak sekali yang mengatakan demikian, saya percaya bahwa suatu waktu, bila sudah tiba saatnya, Anda tentu akan melepaskan Indonesia demi keselamatan Anda.\"  Saya menggunakan kata “Anda”, karena apa yang dikatakan oleh Otto Iskandardinata dalam pidatonya di depan Volksraad berlaku universal. Berlaku bagi pemerintah yang berperilaku seperti penjajah terhadap rakyatnya, dengan menghisap keringat dan darah rakyat, dan memiskinkan rakyat, untuk kepentingan para kroni kapitalisnya. Tingkat kemiskinan selama periode 2014-2022 hanya turun 1,39 persen. Padahal utang pemerintah naik pesat, mencapai 196 persen, dalam kurun waktu tersebut. Yaitu dari Rp2.609 triliun menjadi Rp7.734 triliun, atau naik Rp5.125 triliun. Oleh karena itu, rakyat pantas bertanya, dan menggugat, untuk apa penambahan utang pemerintah sebesar itu, karena tidak memberi manfaat kepada mayoritas rakyat Indonesia.  Untuk periode 2019-2022, tingkat kemiskinan bahkan naik 0,35 persen, di tengah kenaikan utang pemerintah sebesar 62 persen, dari Rp4.785 triliun menjadi Rp7.734 triliun, atau naik Rp2.949 triliun. Sedangkan pendapatan negara untuk periode tersebut juga naik 34 persen, dari Rp1.961 triliun menjadi Rp2.626 tirliun, atau naik Rp665 triliun. Ironi. Pendapatan negara naik tinggi, utang pemerintah naik pesat, tetapi jumlah rakyat miskin juga bertambah banyak. Di lain sisi, defisit APBN 2022 sudah dianggarkan Rp868 triliun. Tetapi, realisasi defisit hanya Rp464 triliun. Jauh lebih rendah dari anggaran. Sedangkan penarikan utang dan sisa lebih anggaran yang tidak digunakan untuk belanja negara mencapai Rp119 triliun. Kebijakan fiskal seperti ini secara terang-terangan bertentangan dengan kepentingan rakyat: memiskinkan rakyat. Lebih buruk lagi, pemerintah terlihat jelas lebih mementingkan BUMN dari pada rakyatnya. Pemerintah sempat menarik utang Rp105 triliun pada 2022, untuk penyertaan modal negara di BUMN. Sedangkan rakyat dibebani kenaikan pajak dan harga BBM. Meskipun pemerintah selama ini sudah menambah penyertaan modal negara dalam jumlah sangat besar, mencapai ratusan triliun rupiah, tetapi masih banyak pengusaha dan kontraktor kecil yang tidak dibayar oleh BUMN. Mereka menjadi bangkrut. Belum lama ini, ada yang datang ke DPR, mengatakan, sudah bertahun-tahun, tagihannya tidak dibayar oleh salah satu BUMN “karya”. Sekarang rumahnya di sita. Nilai pekerjaan hanya Rp700 juta saja. Sedangkan uang APBN yang di korupsi mencapai triliunan rupiah, puluhan triliun rupiah, bahkan bisa mencapai ratusan triliun rupiah.  Tetapi, rakyat hanya bisa bungkam saja. Seharusnya, rakyat bertanya, apakah hari ini kita hidup di alam merdeka? Atau masih hidup di masa penjajahan? Terjajah oleh oligarki dan elit partai politik yang memiskinkan bangsa Indonesia. Seharusnya, rakyat menggugat, mengembalikan kehidupan ekonomi kepada rakyat, untuk rakyat. Sesuai Pasal 23 ayat (1) konstitusi Indonesia. “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Sekarang ini, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tidak dilaksanakan secara terebuka dan bertanggung jawab. Tidak dilaksanakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Artinya, pelaksaan APBN melanggar konstitusi. Karena APBN terbukti dikorupsi oleh para pejabat dan oknum partai politik, untuk kepentingan politiknya, yang terbukti membuat rakyat menderita dan miskin, dan untuk mempertahankan kekuasaannya. Artinya, uang rakyat dirampok untuk melawan rakyat. Lebih ironi lagi, di tengah kenaikan pendapatan negara yang sangat tinggi tersebut, akibat kenaikan harga komoditas andalan ekspor Indonesia, yang notabene adalah milik rakyat, pemerintah malah membebani rakyat dengan menaikkan pajak pertambahan nilai dan harga bbm. Pendapatan negara tahun 2022 naik 31 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tetapi, rakyat dibebani dengan menaikkan pajak pertambahan nilai, dari 10 persen menjadi 11 persen, atau naik 10 persen, pada 1 April 2022. Tidak berhenti di situ, pemerintah juga menaikkan harga BBM pada awal September 2022. Tidak tanggung-tanggung, harga pertalite naik 30,7 persen, dari Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter, dan harga solar naik 32 persen, dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter. Ironi ini, kebijakan pemiskinan ini, membuat tingkat kemiskinan naik. Kebijakan pemerintah anti-kesejahteraan tersebut di atas, tidak beda dengan kebijakan pemerintahan kolonial yang juga memiskinkan rakyat Indonesia. Sedangkan windfall profit dari kenaikan berbagai harga komoditas hanya dinikmati oleh segelintir orang di lingkaran elit politik dan oligarki, yang berperilaku bagaikan penjajah, yang dikritik keras oleh Dewan Rakyat, Volksraad, dan para pejuang bangsa Indonesia di masa penjajahan. Kondisi saat ini bahkan lebih buruk dari masa penjajahan. Dewan Rakyat di masa penjajahan membela kepentingan rakyat, tanpa kenal takut. Sedangkan Dewan Rakyat saat ini menjadi bagian dari penguasa, menjadi antek penguasa dan oligarki, yang turut berperan aktif memiskinkan rakyat bangsanya sendiri. Oleh karena itu, seperti pernyataan Otto Iskandardinata, anggota Volksraad di masa penjajahan, Anda semua wajib mundur. Sukarela atau dipaksa. Pilihan ada di tangan Anda. Kemiskinan, Kesenjangan Sosial, dan Korupsi: Sangat Memprihatinkan Tingkat Kemiskinan Indonesia saat ini merupakan yang terburuk di antara negara Asean-7. Yaitu, Indonesia, Brunei, Malaysia, Philippines, Vietnam, Thailand, dan Singapore. Tingkat kemiskinan Indonesia lebih buruk dari Philippines, dan jauh lebih buruk dari Vietnam, meskipun pendapatan per kapita Vietnam lebih rendah dari Indonesia. Tingkat kemiskinan di Indonesia mencapai 60,5 persen dari jumlah penduduk pada tahun 2022, atau 168,8 juta orang. Mereka hanya mempunyai pendapatan di bawah Rp1.14 juta per orang per bulan. Yaitu sesuai garis kemiskinan internasional menurut Bank Dunia, untuk kategori negara berpendapatan menengah atas, seperti Indonesia. Tingkat kemiskinan nasional menurut Badan Pusat Statistik (BPS), dengan pendapatan di bawah Rp535.547 per orang per bulan, mencapai 9,57 persen dari total penduduk, atau sekitar 26,36 juta orang (2022). Garis kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik ini sangat rendah, sangat tidak manusiawi, sangat tidak pantas untuk negara berpendapatan menengah atas seperti Indonesia. Garis kemiskinan menurut BPS ini mendekati garis kemiskinan ekstrim. Berdasarkan profil pendapatan dan kemiskinan seperti ini, koefisien kesenjangan sosial (koefisien GINI), berdasarkan pendapatan, setidak-tidaknya mencapai 0,5, bahkan bisa mencapai hingga 0,6 atau lebih. Artinya, sangat buruk sekali. 20 persen penduduk Indonesia mempunyai total pendapatan maksimal 2,1 persen dari total pendapatan ekonomi nasional. Sekitar 60 persen penduduk Indonesia mempunyai total pendapatan maksimal 11,8 persen dari total pendapatan ekonomi nasional. Data ini menunjukkan kondisi kesenjangan sosial di Indonesia sangat memprihatinkan. Banyak yang bertanya-tanya, kenapa kondisi sosial yang sangat tidak adil ini tidak memicu revolusi sosial?  Apakah karena kaum intelek dan cendekiawan turut menikmati kondisi sosial yang tidak adil ini, sehingga mereka terbungkam? Beda dengan kondisi di masa penjajahan. Kaum cendekiawan dan bangsawan turut melawan. Korupsi di Indonesia sudah mencapai tahap tidak normal, merusak bangsa, dan memiskinkan rakyat. Indeks Persespi Korupsi anjlok dari skor 40 (2019) menjadi 34 (2022). Sangat buruk. Data ini menunjukkan bahwa korupsi sudah merajalela, khususnya di masa pandemi. Jumlah uang yang dikorupsi juga semakin besar dan tidak masuk akal. Bukan lagi ratusan juta, atau miliaran, tapi sudah triliunan. Belanja negara sudah lebih dari Rp3.000 triliun. Setiap kebocoran 1 persen setara dengan Rp30 triliun. Kalau bocor 10 persen, setara dengan Rp300 triliun! Korupsi dilakukan secara sistematis dan kolektif. Terjadi di berbagai tempat. Baik di kementerian, lembaga, atau BUMN, dan juga di daerah. Korupsi tidak lagi hanya saja dilakukan oleh pimpinan proyek atau pegawai rendahan, tetapi kolektif dari bawah sampai atas, sampai ke pejabat tinggi negara. Seperti yang terjadi di Kementerian Keuangan. Atau di Kementerian Kominfo. Korupsi melibatkan banyak pihak, melibatkan perusahaan, pejabat perusahaan dan pejabat negara, dengan jumlah sangat besar. Kejaksaan Agung tidak menafikan, aliran dana korupsi bisa mengalir sampai partai politik. Yang jelas, Kejaksaan Agung sudah menetapkan tiga perusahaan sebagai tersangka korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng pada 15 Juni lalu. Mereka adalah perusahaan raksasa sawit Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group. Kasus korupsi minyak goreng menyebabkan harga minyak goreng melonjak, membuat antrian panjang karena barang langka dan perlu penjatahan, yang menyebabkan dua orang meninggal dunia. Kebijakan Ekonomi Politik: Memiskinkan Rakyat Kebijakan ekonomi pemerintahan Jokowi selama ini sangat menyulitkan rakyat, dan membuat rakyat bertambah miskin, membuat kesenjangan sosial melebar. Kita tidak mengerti, bagaimana pemerintah bisa memberlakukan kebijakan ekonomi dan kebijakan publik yang selalu merugikan rakyat. Tanpa ada koreksi sama sekali dari Dewan Perwakilan Rakyat, yang seharusnya mengawasi pemerintah agar selalu taat hukum, untuk kepentingan rakyat banyak. Sebaliknya, DPR malah mendukung berbagai kebijakan pemerintah yang jelas-jelas bermasalah, terindikasi melanggar hukum, dan merugikan rakyat banyak. Ketika harga minyak mentah dunia turun tajam pada awal pandemi tahun 2020, harga BBM di Indonesia tidak turun sama sekali. Padahal, harga BBM di seluruh dunia sudah mengalami penurunan tajam. Kebijakan ini membuat harga BBM di Indonesia menjadi jauh lebih mahal dari, misalnya, harga BBM di Malaysia yang non-subsidi.  Harga test PCR atau antigen di Indonesia sangat tinggi, menjadi salah satu yang tertinggi di dunia. Hal ini tidak lepas dari akibat adanya pejabat merangkap pengusaha, sehingga membuat barang publik menjadi barang monopoli. Semua ini bisa terjadi karena DPR tidak hadir untuk membela kepentingan rakyat. DPR malah mengesahkan undang-undang yang melanggar konstitusi, seperti undang-undang tentang korona tahun 2020, undang-undang yang merampas hak dan wewenangnya yang diberikan konstitusi. Antara lain, hak untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara. Sehingga, perubahan APBN tahun 2020 sebanyak dua kali, tidak ditetapkan dengan undang-undang bersama DPR, seperti perintah konstitusi pasal 23, tetapi ditetapkan dengan menggunakan peraturan presiden, yaitu peraturan presiden nomor 54 tahun 2020, dan peraturan presiden nomor 72 tahun 2020, yang jelas-jelas melanggar konstitusi. Dan masih banyak kebijakan ekonomi dan kebijakan publik lainnya di masa pandemi yang merugikan dan memiskinkan rakyat, serta melanggar hukum. Selama ini, rakyat harus menelan semua kebijakan destruktif dan melanggar hukum ini. Sampai kapan? Setelah berhasil mengeksploitasi ekonomi pandemi, kini para pejabat-pengusaha mau eksploitasi laut, mau menghidupkan lagi ekspor pasir laut yang sudah dilarang sejak 20 tahun yang lalu. Dengan alasan, untuk mengelola hasil sedimentasi di laut, untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Alasan ini jelas bertujuan untuk membohongi masyarakat luas untuk kepentingan ekonomi sekelompok orang. Bagaimana mungkin mengelola sedimentasi laut bisa sama dengan ekspor pasir laut? Sebaliknya, pengerukan pasir laut justru akan merusak lingkungan laut, merusak ekosistem laut, bahkan bisa menenggelamkan beberapa pulau. Setelah mengeksploitasi APBN dengan berbagai proyek buatan, kini para pejabat-pengusaha mulai memainkan kebijakan subsidi mobil listrik yang akan dinikmati oleh segelintir pejabat-pengusaha tersebut. Lagi-lagi alasannya mengada-ada. Yaitu untuk menjaga lingkungan hidup, untuk menjaga emisi karbon kendaraan berbasis bahan bakar fosil. Tetapi, mayoritas pembangkit listrik, sekitar 65 persen, masih menggunakan bahan bakar batubara, yang merupakan energi sangat kotor, dengan emisi karbon paling buruk. Ada dua modus penggunaan APBN untuk mobil listrik. Pertama, pembelian mobil listrik untuk pejabat setingkat eselon satu dan eselon dua, dengan anggaran masing-masing sekitar Rp966 juta dan Rp746 juta. Kedua, subsidi pembelian kendaraan listrik kepada masyarakat. Kebijakan ini sangat menyakiti rakyat miskin, yang berjumlah sangat besar. APBN bukan digunakan untuk membantu meningkatkan pendapatan mereka agar keluar dari kemiskinan. Tetapi pemerintah lebih mementingkan untuk memboroskan belanja negara dengan membeli mobil listrik kepada para pejabat eselon satu dan eselon dua, yang sekarang juga sudah mempunyai fasilitas kendaraan dari negara. Tingkat kemiskinan di Indonesia yang memprihatinkan seharusnya tidak terjadi. Kalau saja sumber daya alam Indonesia tidak dirampok oleh para penjajah ekonomi. Kalau saja pemerintah tidak melanggar konstitusi pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi: Pasal 33 ayat (2): Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Pasal 33 ayat (3): Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Alasan bahwa pemberian izin tambang oleh negara sudah menunjukkan “dikuasai negara”, belum memenuhi pasal 33 ayat (3) ini. Karena, pemberian izin tambang kepada swasta domestik maupun asing, berarti tidak memenuhi frasa “dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Frasa ini tidak bisa diartikan lain, kecuali harus dimiliki oleh negara. Ekspor batubara selama periode 2005-2020 mencapai 250 miliar dolar AS. Kalau ekspor tersebut dikuasai negara, maka jumlah rakyat miskin pasti jauh berkurang. Belum terhitunga ekspor mineral dan komoditas perkebunan lainnya seperti nikel, minyak sawit, karet dan lainnya. Ekspor minyak sawit untuk periode 2005-2020 mencapai 240 miliar dolar AS. Dan ekspor karet alam mencapai 82 miliar dolar AS. Kalau produksi komoditas tersebut dikuasai negara dan perkebunan rakyat, maka jumlah rakyat miskin Indonesia pasti akan jauh berkurang. Tambang nikel bahkan mayoritas dikuasai asing, yang banyak menggunakan tenaga kerja asing. Sama seperti di masa penjajahan. Oleh karena itu, kebijakan di sektor minerba semakin menyimpang dari konstitusi, pasal 33. Kalau pemerintah menguasai dan memiliki kekayaan alam tersebut sesuai perintah pasal 33, maka jumlah rakyat miskin Indonesia pasti jauh berkurang.  Karena, pemerintah bisa menjalankan perintah konstitusi pasal 34. Yaitu, pemerintah dapat memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar (ayat 1), pemerintah dapat memberi jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan dapat memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu, sesuai dengan martabat kemanusiaan (ayat 2), pemerintah dapat menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (ayat 3). Oleh karena itu, segera hentikan eksploitasi kekayaan alam untuk kepentingan pribadi atau kepentingan sekelompok kecil pengusaha, atas biaya seluruh rakyat miskin. Karena, kekayaan alam merupakan milik seluruh rakyat Indonesia, khususnya milik rakyat daerah tersebut. Pemerintah tidak ada hak untuk menyerahkan pengelolaan kekayaan alam tersebut kepada segelintir orang. Hal ini sudah diatur secara jelas di konstitusi, pasal 33. Seperti pernyataan Otto Iskandardinata, hampir seratus tahun yang lalu: hentikan, sukarela atau dipaksa. Mundur, sukarela atau dengan kekerasan. (*)

Jangan Memperalat Mahasiswa di Jawa Barat

Oleh M Rizal Fadillah - Pemerhati Politik dan Kebangsaan  HUT Mega Bintang yang diadakan di Solo tanggal 11 Juni 2023 dengan menghadirkan tokoh-tokoh untuk membahas tema \"Rakyat Bertanya Kapan People Power ?\" semestinya selesai dengan selesainya acara tersebut. Akan tetapi ternyata tidak. Baru baru ini ada sekelompok orang yang menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi Pancasila konon telah melaporkan para pembicara dalam acara tersebut ke Kepolisian Daerah Jawa Barat.  Yang  dilaporkan katanya adalah Moedrick Sangidu, HM Amien Rais, M Rizal Fadillah, Syahganda Nainggolan, Eggy Sudjana, Muhammad Taufik, Syukri Fadholi, Deddy S Budiman dan Ahmad Khozinuddin. Kesembilan orang tersebut menjadi pembicara dalam acara Mega Bintang di Solo.  Terkesan \"Laporan\" tersebut mengada-ada karena di samping mengundang permasalahan hukum juga dapat menimbulkan implikasi politik yang lebih besar.  Berita yang beredar di medsos tidak menunjukkan kejelasan Laporan itu teregister di Kepolisian Daerah Jawa Barat. Benarkah telah diterima oleh pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat ? Kepolisian Daerah Jawa Barat biasanya mampu menjaga wibawa dan integritasnya.  Empat masalah hukum yang dapat dicatat atas hal ini, yaitu: Pertama, siapa dan apa legal standing pelapor yang menamakan dirinya Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi Pancasila tersebut. Apakah lembaga berbadan hukum, dibuat mendadak atau abal-abal ? Bagi yang tinggal di Jawa Barat bertahun-tahun apalagi aktivis dipastikan belum pernah mendengar adanya Aliansi Mahasiswa seperti itu. Pancasila mana yang sedang mereka perjuangkan. Dahulu DN Aidit juga menyatakan dirinya \"Membela Pantjasila\". Kedua, peristiwa yang dilaporkan terjadinya itu adalah di Kota Solo Jawa Tengah bukan di Bandung atau daerah Jawa Barat lainnya. Nah adik-adik Mahasiswa, semestinya kalian itu melapor nya di Polres Solo atau Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Ini berdasarkan asas \"locus delicti\" dalam hukum pidana. Bukan perkara perdata yang bebas memilih tempat kedudukan Pengadilan berdasarkan tempat tinggal salah satu Tergugat.  Ketiga, people power itu sama dengan aksi unjuk rasa rakyat yang dijamin oleh hukum dan perundang-undangan. Konstitusional. Menyeru perbuatan yang konstitusional tidak melanggar hukum, apalagi makar. Minta Presiden mundur atau dimundurkan juga konstitusional, nak. Sebaiknya baru menjadi mahasiswa jangan bergaya penguasa. Ngeri masa depan bangsa ini jika mahasiswa sudah menjadi buzzer.  Keempat, ribut katanya sudah ada somasi agar kesembilan orang itu meminta maaf. Pertanyaanya kepada siapa harus minta maaf, kepada Presiden Jokowi  ? Lho, pak Jokowi nya juga seperti biasa kalem-kalem saja. Minta maaf ke Aliansi Mahasiswa Pro Dem Pancasila  ? Wuih hebat amat tuh anak. Lalu masih kecil kok sudah pinter bohong, kapan dan kepada siapa Somasi  dilayangkan ?  Kesembilan tokoh yang diadukan itu sebagian memiliki latar belakang akademik di bidang Hukum bahkan ada beberapa diantaranya adalah pengacara yang cukup dikenal. Karenanya membawa laporan ke pertarungan hukum mungkin hal yang memang sedang ditunggu oleh para Advokat tersebut. Ketahuilah bahwa ruang hukum adalah habitatnya.  Mungkinkah ruang politik melalui hukum yang sedang dimainkan ? Nah implikasi politik yang terjadi dapat lebih buruk jika dilanjutkan. Apalagi dengan ancam-ancaman segala. Kepada pihak-pihak yang berniat untuk mengacaukan Jawa Barat sebaiknya jangan mencoba untuk memperalat mahasiswa.  Sebenarnya masalah kekecewaan terhadap  keadaan saat ini dan buruknya pengelolaan negara selama Pemerintahan Jokowi bukan hanya dirasakan oleh sembilan tokoh atau tokoh-tokoh lainnya, akan tetapi dirasakan oleh banyak rakyat Indonesia, bahkan mungkin rakyat terbanyak.  Tema Hari Mega Bintang di Solo \"Rakyat Bertanya Kapan People Power ?\" akan tetap menjadi pertanyaan. Tapi dengan tindakan mempermainkan hukum atau mengambil langkah langkah yang represif, maka people power justru akan dijalankan oleh rakyat itu sendiri.  People power dapat menjadi kenyataan bahkan keniscayaan.  Bandung, 24 Juni  2023.

Bukankah Kemanunggalan TNI dengan Rakyat adalah Self-Efident?

Oleh Radhar Tribaskoro - Presidium KAMI  “Tanya Pak GN (Gatot Nurmantyo), indikatornya apa?\" kata Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius. Hal itu ia sampaikan kepada wartawan yang menanya perihal pernyataan Jenderal Pur. Gatot Nurmantyo dalam acara Orasi Kebangsaan Gatot Nurmantyo dan Tokoh Indonesia Pembaharu (Oke Ganti Baru) hari Rabu, 21 Juni 2023, di Jakarta.  Di acara itu, Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa TNI sekarang seperti dimarjinalkan, dikebiri dan  dikerdilkan. Apa buktinya? Saya ingin menjawab bahwa tidak semua hal perlu dibuktikan, terutama bila hal itu sudah sangat nyata di hadapan kita. Kita misalnya, tidak bertanya mengapa semua orang harus punya kesempatan untuk mengakses kebutuhan pokoknya, bertanggung-jawab atas keadaan lingkungan, menegakkan keadilan dan perdamaian, merawat anak-anak, dsb. Semua itu disebut self-evident karena sudah sangat jelas sehingga tidak memerlukan bukti atau alasan lagi.  Apa yang disampaikan Gatot Nurmantyo pada acara di atas bukanlah pernyataan politik untuk mengambil keuntungan sendiri. Pernyataan Gatot adalah pernyataan moral yang berlaku untuk semua warga. Pernyataan itu bermaksud untuk menggugah kesadaran dan memberi edukasi terkait realitas yang sedang dihadapi. Dalam kaitan dengan TNI, pernyataan moral GN didasarkan kepada pandangan bahwa TNI adalah jelmaan dari para pejuang yang telah merelakan jiwa dan raga mereka. Pattimura, Imam Bonjol, Diponegoro, Soedirman, dll adalah contoh dari para pejuang itu. Mereka adalah bagian dari rakyat Indonesia yang memiliki mental pejuang, yaitu mentalitas untuk melawan segala bentuk penindasan dan penzaliman kepada rakyat. TNI adalah rakyat yang memiliki mental pejuang itu. Dengan kata lain, TNI lahir dari rakyat. Dari sudut pandang di atas pada hakekatnya NKRI adalah hasil dari perjuangan TNI dengan rakyat. Hasil perjuangan tersebut diserahkan kepada elit politik supaya dijaga, dirawat dan dikelola dengan baik dan benar, sesuai aturan yang disepakati bersama, serta merujuk kepada prinsip-prinsip demokrasi. Harapan TNI dan rakyat, negara dengan seluruh kekayaan alamnya dipergunakan untuk mengkondisikan kehidupan masyarakat yang damai, aman, adil, makmur dan sentosa. Namun bagaimana kenyataannya sekarang? NKRI justru menjadi \"Pohon Rebutan” para politisi. Harapan TNI dan rakyat tinggal isapan jempol semata. Nasib TNI dan rakyat terkatung-katung, mereka laksana majikan yang semua harta bendanya habis dirampok maling. Semua itu mudah dilihat (self-evident) dari begitu temperamentalnya dunia politik saat ini. Dunia politik dipenuhi oleh politisi yang menunjukkan perilaku serakah dan mementingkan diri sendiri. Nilai-nilai demokrasi disingkirkan oleh narasi-narasi provokatif yang tidak bertanggung-jawab. Elit politik mengemukakan dalih-dalih memuakkan yang mengatas-namakan kepentingan rakyat, padahal mereka cuma sibuk berebut kekuasaan.   Itulah musibah yang dihadapi oleh TNI dan rakyat saat ini, kata Gatot. Namun sebagai bangsa yang besar kita  harus dapat mengubah  musibah menjadi manfaat. Untuk itu TNI harus manunggal dengan rakyat. Kemanunggalan itu tidak semu, tetapi benar-benar solid seperti keberadaan gula dengan manisnya. Tujuan kemanunggalan itu adalah untuk meluruskan dan menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang selama ini telah disingkirkan oleh narasi-narasi elit politik yang tidak punya tanggungjawab terhadap nasib TNI dan rakyat.  Kemanunggalan TNI dan rakyat yang harus kita bangun memiliki misi untuk kebaikan bersama, yaitu untuk memberi keadilan sosial, ekonomi dan hukum. Visi negara seperti itu senantiasa diharap dan dinanti oleh segenap lapisan masyarakat. Kemanunggalan TNI dan rakyat, perlu diketahui, adalah syarat negara yang sehat dan kuat. Kemanunggalan itu secara filosofis bermakna apa yang menjadi aspirasi rakyat adalah aspirasi TNI juga. Apa yang tidak disukai rakyat menjadi kewajiban TNI untuk menolaknya. TNI dan rakyat tidak bisa dipisahkan. Mengapa? Karena TNI tumbuh dari rakyat, bahkan bagian dari jiwa raga rakyat. TNI adalah rakyat yang memiliki mental pejuang. TNI bahkan dapat diibaratkan sebagai lelaki dan rakyat adalah perempuannya. Sebagaimana sifat dasarnya, lelaki senantiasa ingin melindungi perempuannya dari hal-hal yang membahayakan hidupnya. Adapun makna dari “Mental Pejuang” adalah bahwa sebagai lelaki TNI wajib berikhtiar dengan segala tenaga dan pikirannya agar rakyat, sebagai belahan hatinya, bisa hidup aman, tentram dan sejahtera. Dengan demikian arti keberadaan TNI bukan hanya sebagai penjaga kedaulatan negara. Lebih dari itu TNI memiliki tanggungjawab juga untuk memperkuat kedaulatan rakyat (demokrasi). Dengan demikian TNI harus menjadi garda terdepan dalam membela dan memperjuangkan aspirasi rakyat yang senantiasa menuntut keadilan ekonomi, keadilan hukum dan pemerataan kesejahteraan. TNI juga menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak rakyat, khususnya hak berserikat dan hak berpendapat. Sekali lagi, TNI adalah garda terdepan dalam menghalau semua bentuk penindasan dan kezaliman yang dilakukan oleh siapapun, termasuk penguasa. Sampai di sini, secara prinsip, TNI tidak berbeda dengan para agamawan. (*)

Magma dan Bara Revolusi akan Meletus

Oleh Sutoyo Abadi - Koordinator Kajian Politik Merah Putih  \"Alam telah memutuskan bahwa apa yang tidak sanggup di membela diri, tak akan dibela\" (Ralp Waldo Emerson). Saat ini Indonesia telah menjadi milik kaum elit, para borjuis - kapitalis Oligarki, bebas mengatur dan mengendalikan negara dengan suka cita menjadi ambtenaar. Kelola negara asal-asalan telah memancing  amarah kejengkelan rakyat, akibat rezim mengatur negara dengan ugal ugalan. Presiden menciptakan ketidakpastian, kebusukan kekuasaan tidak bisa dihindarkan lagi. Keadaan makin tidak terkontrol, mau sekuat apapun, arus deras kehendak perubahan rakyat akan makin kokoh, untuk melakukan perlawanan. Keangkuhan dan kesombongan  terus muncul di saat rejim seharusnya bersama rakyat bergandeng tangan menghadapi kondisi ekonomi dan politik negara yang makin runyam dan gelap. Kebuntuan komunikasi antara rakyat dan rezim akan menimbulkan percikan api ketidak puasan dan kekecewaan makin membesar arahnya bisa menjadi bara magma lahir gerakan rakyat,  menjelma menjadi people power atau Revolusi. Keadaan  bergerak menuju titik terendah, kemarahan dan penderitaan rakyat makin meluas. Respon kekuasaan makin pongah seperti  kesurupan,  melesat jauh dr rasional dan akal sehat dengan balik memukul rakyat dengan ancaman bagi siapapun mengganggu kenyamanan hidup mereka. Kekuasaan terlalu pengecut menggunakan hukum sebagai alat kekuasaan menangkap, merangket dan kalau perlu membunuh  siapapun yang akan menghalangi kekuasaan. Maka ketetapan menuju takdir perubahan akan menjadi milik rakyat. Rakyat terus menimbun rasa amarah, kesadaran mulai muncul suara rakyat. Ini waktunya rezim harus turun atau diturunkan dengan gerakan people power atau  revolusi. Bersamaan kemurkaan rakyat akan membentuk gelombang tsunami, tiba saatnya akan menjadi gelombang dahsyat penggulingan rezim.  Revolusi memang  tidak bisa dipercepat dan tidak bisa ditunda, kalau lahar magma gunung amarah rakyat sudah waktunya meletus pasti akan pecah gunung tersebut, lahar akan  menyambar dan menerjang kemana mana. Amarah rakyat akan meletus dan terbakar dan menerjang penguasa gelombang revolusi  bersamaan dengan lahirnya pemimpin revolusi. Adalah hak rakyat untuk mengubah atau menghentikan pemerintahan tirani, dan mengganti dengan pemerintahan sesuai dengan cita-cita kemerdekaan.  \"Kehidupan adalah suatu pertempuran panjang, kita harus berjuang dalam setiap langkahnya ..\" (Athur Schopenhuer) ...***